Disusun oleh:
Amadea Rigenastiti
42180283
Pembimbing:
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi
bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut
struma nodosa. Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang
menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi.
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya,
klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi Struma Toksik
(Diffusa, Nodosa), Struma Non Toksik (Diffusa, Nodosa).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan
adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran
asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,maka
pembesaran asimetris ini disebut sebagai Struma Nodosa Non Toksik. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita
dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya
kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Diagnosis Struma dapat
ditegakkan dengan cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien serta dilakukan
pemeriksaan tambahan berupa tes laboratorik, pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG,
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH), termografi dan petanda tumor. Tindakan operatif atau
bedah berupa reseksi subtotal atau lubektomi total masih merupakan pilihan untuk
penatalaksanaan Struma Nodosa Non Toksik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid kaya vaskularisasi, yaitu yang berasal dari empat sumber, arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri, kedua
arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, dan cabang arteri brankialis.
2. Anatomi Mikroskopik
Sel-sel sekretorik utama tiroid yang dikenal sebagai sel folikular, tersusun
membentuk bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit
fungsional yang disebut folikel. Folikel tampak seperti cincin yang terisi koloid,
4
bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon tiroid.
Perhatikan bahwa koloid didalam lumen folikel bersifat ekstrasel, meskipun
terletak dibagian dalam interior folikel.
Konstituen utama koloid adalah suatu molekul protein besar yang dikenal
sebagai tiroglobulin yang berikatan dengan hormon-hormon tiroid dalam berbagai
stadium sintesis. Sel folikel menghasilkan dua hormon yaitu tetraiodotironin (T4)
dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini disebut hormon tiroid yang
digunakan sebagai regulator penting laju metabolisme basal (BMR) keseluruhan.
Di ruang interstitium diantara folikel-folikel, terdapat sel C yang berfungsi
mengeluarkan kalsitonin untuk metabolisme kalsium.
B. Fisiologi
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan
pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan
reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), absorpsi intestinal
terhadap glukosa dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak
adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental.
Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, dimana
keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam amino
dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh dan tidak diperoleh dari makanan
sebaliknya, iodium harus diperoleh dari makanan. Langkah-langkah pembentukkan,
penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid sebagai berikut :
5
1. Semua tahap pembentukkan hormon tiroid berlangsung di molekul
tiroglobulin didalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri di produksi oleh
kompleks golgi atau RE sel folikel tiroid. Asam amino tirosin masuk
kedalam molekul tiroglobulin yang jauh lebih besar hingga terbentuk
tiroglobulin yang mengandung tirosin, dan kompleks tersebut dibawa ke
koloid dengan proses eksositosis.
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui pompa iodium-protein (Pendrin). Hampir semua iodium
ditubuh diserap ke tiroid karena, iodium tidak memiliki fungsi lain di
tubuh.
3. Di dalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin didalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan satu iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT) dan perlekatan dua iodium ke tirosin
menghasilkan diioditirosin (DIT).
4. Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin
yang telah beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan
satu MIT dengan satu DIT menghasilkan triiodotironin (T3) dan
penggabungan dua DIT menghasilkan tetraiodotironin atau tiroksin
(T4).
6
Gambar Aksis hipotalamus-ptuitari-tiroid
7
D. Epidemiologi
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien
struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya yang
bersifat toksik. Penelitian Lukitho di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1:4,2
sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan
penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1:5,6.
E. Etiologi
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang
kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d
dihubungkan dengan hypothyroidism
2. Goitrogen :
a. Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium
b. Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol
berasal dari tambang batu dan batubara.
c. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels
kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
3. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna
F. Patofisiologi
8
G. Klasifikasi
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.
- Pembengkakan :
• bentuk : diffus atau lokal
• ukuran : besar dan kecil
• permukaan : halus atau modular
• keadaan : kulit dan tepi
• gerakan : pada waktu menelan.
9
Palpasi
- Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan
tepinya.
Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium
Hasil pengukuran T4, T3, tetapi kadar TSH dapat sedikit meningkat.
Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang
kita hadapi itu suatu keganasan atau sesuatu yang jinak.
10
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair.
Gambaran USG dapat dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik,
isoekoik atau campuran. Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,
USG lebih menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan
kapan saja, pemeriksaan lebih aman dan lebih dapat dibedakan antara yang
jinak dan yang ganas.
I. Penatalaksanaan
1. Tindakan Operatif
Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi
dengan pengobatan supresi hormone tiroid, atau pemberian hormone tiroid.
Penanganan struma lama adalah tiroidektomi subtotal dengan indikasi yang tepat.
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-
macam teknik operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram.
b. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.
c. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk mencegah kerusakan pada
kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus.
Indikasi Operasi:
1. Pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa :
11
Gangguan menelan
Gangguan pernafasan
Suara parau
4. Kosmetik
2. Farmakoterapi
3. Edukasi
Mengedukasi dalam hal memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
J. Komplikasi
Karena penyakit gondok biasa atau simple goiter tidak mengubah keadaan
metabolisme pasien, komplikasi hanya disebabkan oleh pembesaran kelenjar tiroid
yang menekan jaringan di sekitar; komplikasi tersebut meliputi:
1. distres pernapasan
2. disfagia
Komplikasi tiroidektomi :
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
5. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
12
K. Prognosis
Prognosis dari SNNT jika ditangani dengan cepat dan benar umumnya baik. Sehingga
penyembuhan dapat terlaksana dengan baik yaitu dengan cara pemberian obat dan proses
pembedahan pada goiter yang besar.
13
BAB III
KESIMPULAN
Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas
jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroid. Klasifikasi dari Struma Nodosa Non Toksik
didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan
menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya. Etiologi dari Struma Nodosa Non
Toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh
defisiensi iodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya. Gejala klinis tidak
khas biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan
tanpa keluhan hipotiroid atau hipertiroidisme. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa.
Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH),
termografi, dan petanda tumor (tumor marker). Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-
thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi
total. Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya
vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens,
sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.
14
DAFTAR PUSTAKA
Sabiston, David. C. Jr, MD, Buku Ajar Bedah Sabiston, Alih Bahasa Petrus
Andrianto, Timan IS, Editor Jonatan Oswari, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal 415-
427.
Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1998, hal 926-935.
Sri Hartini, KS, Struma Nodosa Non Toksik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Penerbit FKUI, Jakarta 1996, hal 757-761.
15