Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

STRUMA NODOSA NON TOKSIK

Disusun oleh:

Amadea Rigenastiti

42180283

Pembimbing:

dr. Heri Purnomo, M. Kes, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SALATIGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. 1


BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................... 2
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………….. 3
A. Anatomi Kelenjar Tiroid………………………… ………....……............. 4
B. Fisiologi ……………………………………………………….................. 6
C. Definisi ………………………………….……………………………....... 7
D. Epidemiologi…………………….………………………………............... 8
E. Etiologi…………………………………………………………….........… 8
F. Patofisiologi …………………………………….…………………...…… 8
G. Klasifikasi ………………………………………………………................ 9
H. Diagnosis dan Pemeriksaan……………………………………………….. 9
I. Penatalaksana ……………….…………………………………………. .... 11
J. Komplikasi ……………….………………………………………………. 12
K. Prognosis ……………….……………………………………………….... 13

DAFTAR PUSTAKA …………………………….……….…………………………… 15

2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi
bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut
struma nodosa. Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang
menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi.
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya,
klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi Struma Toksik
(Diffusa, Nodosa), Struma Non Toksik (Diffusa, Nodosa).

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan
adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran
asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,maka
pembesaran asimetris ini disebut sebagai Struma Nodosa Non Toksik. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.

Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita
dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya
kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Diagnosis Struma dapat
ditegakkan dengan cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien serta dilakukan
pemeriksaan tambahan berupa tes laboratorik, pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG,
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH), termografi dan petanda tumor. Tindakan operatif atau
bedah berupa reseksi subtotal atau lubektomi total masih merupakan pilihan untuk
penatalaksanaan Struma Nodosa Non Toksik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kelenjar Tiroid


1. Anatomi Makroskopik
Kelenjar tiroid terletak di leher di antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh
darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis
dan melingkari trakhea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.
Keempat kelenjar paratiroid terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini
memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing
berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan
berkisar 10-20 gram

Kelenjar tiroid kaya vaskularisasi, yaitu yang berasal dari empat sumber, arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri, kedua
arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, dan cabang arteri brankialis.

Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung


jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam
aliran darah.

2. Anatomi Mikroskopik
Sel-sel sekretorik utama tiroid yang dikenal sebagai sel folikular, tersusun
membentuk bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit
fungsional yang disebut folikel. Folikel tampak seperti cincin yang terisi koloid,

4
bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon tiroid.
Perhatikan bahwa koloid didalam lumen folikel bersifat ekstrasel, meskipun
terletak dibagian dalam interior folikel.

Gambar : Anatomi mikroskopis tiroid

Konstituen utama koloid adalah suatu molekul protein besar yang dikenal
sebagai tiroglobulin yang berikatan dengan hormon-hormon tiroid dalam berbagai
stadium sintesis. Sel folikel menghasilkan dua hormon yaitu tetraiodotironin (T4)
dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini disebut hormon tiroid yang
digunakan sebagai regulator penting laju metabolisme basal (BMR) keseluruhan.
Di ruang interstitium diantara folikel-folikel, terdapat sel C yang berfungsi
mengeluarkan kalsitonin untuk metabolisme kalsium.

B. Fisiologi
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan
pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan
reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), absorpsi intestinal
terhadap glukosa dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak
adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental.

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, dimana
keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam amino
dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh dan tidak diperoleh dari makanan
sebaliknya, iodium harus diperoleh dari makanan. Langkah-langkah pembentukkan,
penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid sebagai berikut :
5
1. Semua tahap pembentukkan hormon tiroid berlangsung di molekul
tiroglobulin didalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri di produksi oleh
kompleks golgi atau RE sel folikel tiroid. Asam amino tirosin masuk
kedalam molekul tiroglobulin yang jauh lebih besar hingga terbentuk
tiroglobulin yang mengandung tirosin, dan kompleks tersebut dibawa ke
koloid dengan proses eksositosis.
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui pompa iodium-protein (Pendrin). Hampir semua iodium
ditubuh diserap ke tiroid karena, iodium tidak memiliki fungsi lain di
tubuh.
3. Di dalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin didalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan satu iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT) dan perlekatan dua iodium ke tirosin
menghasilkan diioditirosin (DIT).
4. Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin
yang telah beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan
satu MIT dengan satu DIT menghasilkan triiodotironin (T3) dan
penggabungan dua DIT menghasilkan tetraiodotironin atau tiroksin
(T4).

Gambar Sintesis Hormon Tiroid

6
Gambar Aksis hipotalamus-ptuitari-tiroid

Thyroid-stimulating-hormone (TSH) adalah hormon dari hipofisis anterior.


Hampir setiap tahap pelepasan hormon tiroid dirangsang oleh TSH. Selain
meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH juga mempertahankan integritas struktural
kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid mengalami atrofi dan mengeluarkan hormon
tiroid yang sangat rendah. Sebaliknya, kelenjar mengalami hipertrofi dan hiperplasia
sebagai respon terhadap TSH yang berlebihan.

Thyrotropin-releasing-hormone (TRH) berasal dari hipotalamus yang


berfungsi merangsang sekresi TSH sementara hormon tiroid dengan mekanisme
umpan balik negatif menghentikan sekresi TSH dengan menghambat hipofisis anterior.
Umpan balik negatif antara tiroid dan hipofisis anterior melaksanakan regulasi kadar
hormon tiroid bebas sehari-hari.

C. Definisi Struma Nodosa Non Toksik


Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid
secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar
dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler (struma nodusa).
Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodusa non
toksik.

7
D. Epidemiologi
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien
struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya yang
bersifat toksik. Penelitian Lukitho di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1:4,2
sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan
penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1:5,6.

E. Etiologi
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang
kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d
dihubungkan dengan hypothyroidism
2. Goitrogen :
a. Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium
b. Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol
berasal dari tambang batu dan batubara.
c. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels
kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
3. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna

F. Patofisiologi

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat


pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula
penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH
kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (koloid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama
makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi
peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan
kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang


menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma
non toksik (struma endemik).

8
G. Klasifikasi

Berdasarkan jumlah nodul, struma dibagi menjadi : Struma uninodosa dan


multinodosa. Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke


arahkontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan
pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai
akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat
di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga
terasa berat karena terfiksasi pada trakea.

H. Diagnosis dan Pemeriksaan


1. Anamnesis
Anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam
kelainan dari struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan :
a. Umur, sex, asal
Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal di
daerah pegunungan atau dataran rendah, bertujuan apakah berasal dari
daerah endemik struma.
b. Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan tumbuh.
c. Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspnea dan suara serak.
d. Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu
makan, palpitasi, nervous/gelisah tidak tenang.

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.
- Pembengkakan :
• bentuk : diffus atau lokal
• ukuran : besar dan kecil
• permukaan : halus atau modular
• keadaan : kulit dan tepi
• gerakan : pada waktu menelan.

Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah


dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea
untuk menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum
cartilago dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.

9
Palpasi
- Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan
tepinya.

- Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri,


kanan atau keduanya).
- Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).
- Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras).
- Mobilitas.
- Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.
- Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.
- Nyeri pada penekanan atau tidak.

Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.

3. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium
Hasil pengukuran T4, T3, tetapi kadar TSH dapat sedikit meningkat.

Pemeriksaan Sidik Tiroid


Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk, lokasi,
dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini
pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan
konsentrasi iodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik
tiroid dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :

1. Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan


sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

2. Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari sekitarnya.


Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan iodium banyak dari sekitarnya.

Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang
kita hadapi itu suatu keganasan atau sesuatu yang jinak.

10
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair.
Gambaran USG dapat dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik,
isoekoik atau campuran. Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,
USG lebih menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan
kapan saja, pemeriksaan lebih aman dan lebih dapat dibedakan antara yang
jinak dan yang ganas.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus


Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yaitu Biopsi
Aspirasi Jarum Italis (BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA)
mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Cara ini mudah, aman, dapat
dilakukan dengan berobat jalan, biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak
menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel ganas. Ada
beberapa kerugian pada biopsi. Jarum ini yaitu dapat memberikan hasil
negatif palsu atau positif palsu. Negatif palsu biasanya karena lokasi biopsi
yang kurang tepat, teknik biopsi yang kurang benar atau preparat yang
kurang baik dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena salah
interpretasi oleh ahli sitologi.

Petanda Tumor (tumor marker)


Petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin (Tg) serum
yang mempunyai nilai yang bermakna. Kadar Tg normal ialah antara 1,5-30
ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada keganasan rata-rata
: 424 ng/ml.

I. Penatalaksanaan
1. Tindakan Operatif
Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi
dengan pengobatan supresi hormone tiroid, atau pemberian hormone tiroid.
Penanganan struma lama adalah tiroidektomi subtotal dengan indikasi yang tepat.
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-
macam teknik operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram.
b. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.
c. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk mencegah kerusakan pada
kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus.

Indikasi Operasi:
1. Pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa :

11
 Gangguan menelan
 Gangguan pernafasan
 Suara parau

2. Keganasan kelenjar tiroid

3. Struma nodus dan diffusa toxica

4. Kosmetik

2. Farmakoterapi

 Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini


diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh
karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin
(T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid.

3. Edukasi
Mengedukasi dalam hal memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

J. Komplikasi

Karena penyakit gondok biasa atau simple goiter tidak mengubah keadaan
metabolisme pasien, komplikasi hanya disebabkan oleh pembesaran kelenjar tiroid
yang menekan jaringan di sekitar; komplikasi tersebut meliputi:

1. distres pernapasan
2. disfagia

Komplikasi tiroidektomi :
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
5. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.

12
K. Prognosis

Prognosis dari SNNT jika ditangani dengan cepat dan benar umumnya baik. Sehingga
penyembuhan dapat terlaksana dengan baik yaitu dengan cara pemberian obat dan proses
pembedahan pada goiter yang besar.

13
BAB III
KESIMPULAN

Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas
jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroid. Klasifikasi dari Struma Nodosa Non Toksik
didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan
menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya. Etiologi dari Struma Nodosa Non
Toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh
defisiensi iodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya. Gejala klinis tidak
khas biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan
tanpa keluhan hipotiroid atau hipertiroidisme. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa.
Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH),
termografi, dan petanda tumor (tumor marker). Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-
thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi
total. Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya
vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens,
sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Djokomoeljanto, 2001. Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya. Dalam :


Suyono, Slamet (Editor), 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta

Kaplan, Edwin. L, Thyroid and Parathyroid, in Principles of Surgery, New York,


1994, hal : 1611-1621.

Sabiston, David. C. Jr, MD, Buku Ajar Bedah Sabiston, Alih Bahasa Petrus
Andrianto, Timan IS, Editor Jonatan Oswari, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal 415-
427.

Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1998, hal 926-935.

Sri Hartini, KS, Struma Nodosa Non Toksik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Penerbit FKUI, Jakarta 1996, hal 757-761.

Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, et al. Endokrin metabolik. Jilid I.


Jakarta: Airlangga University press; 2006.h.70-99.

Widjosono-Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor


Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997 : 925 – 952.

15

Anda mungkin juga menyukai