Anda di halaman 1dari 35

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Februari 2019


Universitas Hasanuddin

ODS PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA

Oleh:
Indah Try Meylani
C014172082

Pembimbing
dr. Budhi Karoma

Supervisor
Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul ODS PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA, yang
disusun oleh:

Nama : Indah Try Meylani


NIM : C014172082
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Februari 2019

Supervisor Pembimbing Pembimbing

Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M(K) dr. Budhi Karoma

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I LAPORAN KASUS ................................................................. 1
I. IDENTITAS PASIEN ............................................................... 1
II. ANAMNESIS ........................................................................... 1
III. STATUS GENERAL ................................................................ 2
IV. FOTO KLINIS .......................................................................... 2
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI ........................................ 3
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ..................................... 7
VII. RESUME................................................................................... 7
VIII. DIAGNOSIS ............................................................................. 8
IX. DIAGNOSIS BANDING .......................................................... 8
X. TATA LAKSANA .................................................................... 8
XI. DISKUSI ................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10
A. PENDAHULUAN..................................................................... 10
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI .................................................. 11
C. DEFINISI .................................................................................. 16
D. EPIDEMIOLOGI ...................................................................... 16
E. FAKTOR RISIKO .................................................................... 17
F. PATOGENESIS ........................................................................ 18
G. MANIFESTASI KLINIS .......................................................... 19
H. DIAGNOSIS ............................................................................. 19
I. DIAGNOSIS BANDING .......................................................... 27
J. TATALAKSANA ..................................................................... 27
K. SKRINING ................................................................................ 30
L. PROGNOSIS............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 32

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. B.D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 01-07-1959 / 59 tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Makassar / Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gowa
No. Register Pasien :123646
Tanggal Pemeriksaan : 18/02/2019
Pemeriksa : dr. R
Rumah Sakit : Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penurunan penglihatan
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang dengan keluhan penurunan penglihatan secara perlahan yang
dialami sejak 1 tahun terakhir pada kedua mata dan memberat sejak 2 bulan
yang lalu. Pasien mengeluh matanya kadang terasa nyeri. Gatal hilang
timbul, air mata dan kotoran mata berlebih tidak ada, silau tidak ada, mata
merah tidak ada. Penglihatan ganda tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat diabetes melitus tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada.
Riwayat berobat mata sebelumnya, operasi katarak pada mata sebelah kanan
pada tahun 2017.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat penyakit mata lain sebelumnya tidak ada.

1
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit Ringan/Gizi Cukup/Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C

IV. FOTO KLINIS


(18/02/2019)

Orbita Dextra et Sinistra

Orbita Sinistra

Orbita Dextra

2
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia sekret (-) sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Bola Mata Normal Normal
GBM : normal GBM : normal

Mekanisme muscular

Kornea Jernih Jernih


BMD Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC Bulat, sentral, RC
(+) kesan lambat (+) kesan lambat
Lensa IOL (+) sentral Keruh

B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn + 1 Tn + 1
Nyeri tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)

C. Tonometri
NCT : 37 mmHg/ 26 mmHg

3
D. Visus
VOD : 20/200 ph 20/70
VOS : 20/200 ph 20/80

E. Sensitivitas Kornea
Tidak dilakukan pemeriksaan

F. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

G. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-), Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)
kesan lambat kesan lambat
Lensa IOL (+) sentral Keruh

H. Slit Lamp
- SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris
coklat kripte (+), pupil bulat sentral, refleks cahaya (+) kesan
lambat, lensa IOL.
- SLOS : Konjungtiva hiperemis (+), kornea jernih, BMD normal, iris
coklat kripte (+), pupil bulat sentral, refleks cahaya (+) kesan
lambat, lensa keruh.

4
I. Gonioskopi
OD OS
TM SS
SS TM SS TM
TM SS

Kesimpulan: ODS Sudut terbuka

J. Optical Coherence Tomography (OCT)


OD

Interpretasi : Didapatkan penipisan dari retinal nerve fiber layer (RNFL)


pada bagian superior dan inferior dengan CDR horizontal 0,59 dan CDR
vertical 0,57. Luas area disc sebesar 2,09 mm2 dan luas area cup sebesar
0,73 mm2.

5
OS

Interpretasi : CDR horizontal 0,71, CDR vertical 0,61. Luas area disc
sebesar 3,77 mm2 dan luas area cup sebesar 1,69 mm2.

K. Humprey test
OD
Interpretasi :
MD -30,35 dB P<0,5%
PSD 2,83 dB P<2%
Mengindikasikan terdapat
defek lapangan pandang
dimana nilai dari mean
deviation dari pasien ini
bernilai minus(-) dan
P<0,5% yang artinya
hanya 0,5% dari populasi
yang mendapat seperti
nilai diatas yang artinya

6
pasien mengalami defek lapang pandang yang luas.

OS
Interpreasi :
MD -24,72 dB P<0,5%
PSD 5,55 dB P<0,5%
Mengindikasikan terdapat
defek lapangan pandang
dimana nilai dari mean
deviation dari pasien ini
bernilai minus(-) dan
P<0,5% yang artinya
hanya 0,5% dari populasi
yang mendapat seperti nilai
diatas yang artinya pasien
mengalami defek lapang
pandang yang luas.

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tidak dilakukan pemeriksaan

VII. RESUME
Seorang pasien perempuan usia 59 tahun datang dengan keluhan
penurunan visus perlahan disertai penyempitan lapang pandang pada mata
kiri dan kanan yang dialami sejak 1 tahun terakhir dan memberat sejak 2
bulan yang lalu. Nyeri ada, fotofobia tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat diabetes melitus tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat
berobat mata sebelumnya, operasi katarak pada mata kanan pada tahun
2017. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan :

7
OD : Palpebra tidak edem dan tidak hiperemis, silia tidak bersekret,
konjungtiva tidak hiperemis, kornea jernih, bilik mata depan kesan
normal, iris coklat dan kripte (+), pupil bulat disentral dan refleks
cahaya positif kesan lambat, serta lensa intraokular.
OS : Palpebra tidak edem dan tidak hiperemis, silia tidak bersekret,
konjungtiva tidak hiperemis, kornea jernih, bilik mata depan kesan
normal, iris coklat dan kripte (+), pupil bulat disentral dan refleks
cahaya positif kesan lambat, serta lensa keruh.
NCT : 37 mmHg/ 26 mmHg

Visus :
VOD : 20/200 ph 20/70
VOS : 20/200 ph 20/80

OCT
OD : Penipisan RNFL pada bagian superior dan inferior. CDR horizontal
0,59 dan CDR vertical 0,57
OS : CDR horizontal 0,71, CDR vertical 0,61

Humphrey test menunjukkan adanya defek lapangan pandang yang luas

VIII. DIAGNOSIS
ODS Primary Open Angle Glaucoma

IX. DIAGNOSIS BANDING


- Primary Close Angle Glaucoma
- Glaucoma sekunder et causa fakolitik

X. PENATALAKSANAAN
Terapi kombinasi untuk menurunkan tekanan intraokular:
1. Timol 0,5% 1 gtt/ 12 jam/ ODS

8
2. Glaupen edmd 1 gtt/ 8 jam/ OS
3. Glauseta 250 mg 2 dd 1/ oral
4. KSR tablet 1 x 1/ oral

XI. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanationem : Dubia
Qua ad visum : Dubia
Qua ad kosmeticum : Bonam

XII. DISKUSI
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah di
lakukan, dapat ditegakkan diagnosis pada pasien yaitu ODS Primary Open
Angle Glaucoma. Pada anamnesis didapatkan gejala yang kurang khas
yaitu pasien hanya mengeluhkan penglihatan yang menurun, dimana
bayangan yang pasien lihat itu kabur. Kemudian saat diperiksa lebih lanjut
didapatkan tekanan intraokuler (TIO) pasien tinggi yaitu 37 mmHg/ 26
mmHg. Kemudiaan pada penyinaran oblik dan pemeriksaan slit lamp
didapatkan bilik mata depan pasien normal. Hal ini mulai mengarah ke
diagnose glaucoma. Pemeriksaan dilanjutkan dengan gonioskopi yang
akan mendukung diagnosa POAG dari pasien. Hasil gonioskopi pasien
memberikan kesan bahwa glaucoma yang dideritanya adalah glaucoma
sudut terbuka.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Glaukoma adalah kelompok penyakit pada mata yang
menyebabkan kerusakan pada saraf optikus. Penyakit ini menyebabkan
kerusakan hingga kematian nervus optikus secara perlahan-lahan. Nervus
optikus sendiri adalah kabel yang mengirimkan gambar dari mata ke otak
sehingga proses penglihatan dapat terjadi. Tekanan bola mata memiliki
peranan dalam merusak serabut saraf sensitif yang merupakan komponen
dari nervus optikus. Jumlah tekanan bola mata yang dapat menyebabkan
kerusakan saraf berbeda-beda bagi setiap individu. Seseorang dengan
tekanan intraokular yang rendah tetap dapat mengalami glaukoma, hal ini
menunjukkan bahwa tekanan intraokular pada orang tersebut merupakan
tekanan yang terlalu tinggi bagi mata mereka. Jika glaukoma tidak
ditangani, lama-kelamaan akan terjadi kehilangan penglihatan pada satu
sisi yang sifatnya permanen. Pada beberapa kasus, penyakit lain juga dapat
menyebabkan glaukoma, sehingga disebut sebagai glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat trauma pada mata atau pada
penyakit diabetes. Deteksi awal dan tatalaksana yang tepat oleh klinisi
adalah kunci untuk mencegah kehilangan penglihatan akibat glaukoma.1
Glaukoma dapat diklasifikasi primer jika tidak berkaitan dengan
penyebab lain.2 Salah satu bentuk glaukoma yang paling sering didapatkan
adalah Primary open angle glaucoma (POAG). Hal ini terjadi karena
proses drainase aqueous humor yang mengalami gangguan sehingga
terjadi peningkatan tekanan intra okular secara perlahan. Peningkatan
tekanan intraokular kemudian akan merusak saraf optik secara perlahan
sehingga terjadi penurunan penglihatan secara perlahan tanpa disertai rasa
nyeri.
Diperkirakan 2,22 juta orang menderita POAG di Amerika,
walaupun setengah dari jumlah tersebut mungkin tidak terdiagnosis.

10
POAG memegang sekitar 70% dari keseluruhan kasus glaukoma yang
terjadi pada orang dewasa.2

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Humor akuous
Humor akuous dihasilkan dari plasma oleh epitel siliaris di badan siliaris
pars plikata, menggunakan kombinasi sekresi aktif dan pasif. Filtrat yang
memiliki kandungan tinggi protein akan melewati kapiler fenestrasi
(ultrafiltrasi) dimana hal ini akan terjadi transport aktif zat terlarut
melintasi epitel silia berlapis ganda. Gradien osmotik yang terbentuk
memfasilitasi aliran pasif air ke bilik mata belakang. Sekresi dari humor
akuous tergantuung pada sistem saraf simpatik, hal ini dimediasi oleh
reseptor beta-2 (akan meningkatkan sekresi) dan reseptor alfa-2
(menurunkan sekresi). Peran enzimatis juga sangat berpengaruh penting,
dimana dalam hal ini karbonat anhydrase sangat memegang peran
penting.3
Aliran humor akuous3
Anatomi
1. Trabecular meshwork (trabeculum) adalah struktur seperti saringan
(Gambar 1) pada sudut bilik mata depan (BMD) tempat 90% humor
akuous meninggalkan mata. Trabekular meshwork memiliki tiga
komponen (Gamabar 2);
 Uveal meshwork adalah bagian terdalam, yang terdiri dari untaian
sel endotel seperti tali yang timbul dari iris dan stroma badan
siliaris. Ruang antar-molekul relatif besar dan memberikan
resistensi minimal terhadap aliran humor akuos.
 Corneoscleral meshwork terletak di luar uveal meshwork
membentuk bagian paling tebal dari trabekulum. Ini terdiri dari
lapisan-lapisan untaian jaringan ikat dengan sel-sel yang mirip
dengan endotel di atasnya. Ruang antar-molekul lebih kecil dari
ruang kerja uveal, memberikan resistensi yang lebih besar.

11
 Juxtacanalicular meshwork (cribriform) adalah bagian luar dari
trabeculum, dan menghubungkan meshwork corneoscleral dengan
endotelium dari dinding bagian dalam kanal Schlemm. Ini terdiri
dari sel-sel yang tertanam dalam matriks ekstraseluler yang padat
dengan ruang antar sel yang sempit.

Gambar 1. Tampakan trabecular meshwork dari mikroskop electron

2. Kanal Schlemm adalah saluran sirkumferensial dalam sklera


perilimbal. Dinding bagian dalam dilapisi oleh sel-sel endotel
berbentuk spindel yang tidak teratur yang mengandung lipatan
(vakuola raksasa) yang diperkirakan membawa air melalui
pembentukan pori-pori transelular. Dinding luar dilapisi oleh sel-sel
datar yang halus dan berisi saluran kolektor. Septa biasanya membagi
lumen menjadi 2-4 saluran.

12
Gambar 2. Anatomi dari outflow channel. (A) uveal meshwork;(B)
corneoscleral meshwork; (C) schwalbe line; (D) kanal Schlemm; (E)
connector channels; (F) muskulus longitudinal corpus siliaris; (G) scleral
spur

3. Sudut BMD : sudut BMD memiliki peran yang penting pada proses
drainase aqueous. Sudut BMD dibentuk oleh akar iris, pars anterior
ciliary body, scleral spur, trabekular meshwork, dan schwalbe’s line.
Lebar sudut bervariasi pada masing-masing individu dan memainkan
peranan penting pada patomekanisme beberapa tipe glaukoma.
Struktur sudut dapat diamati secara klinis dengan menggunakan
gonioskopi.

Gambar 3. Regio bilik mata depan.3

13
Fisiologi
1. Volume : humor akuos adalah cairan jernih yang memenuhi bilik mata
depan dengan volume 0,25 ml dan pada bilik mata belakang dengan
volume 0,06 ml dari bola mata.
2. Fungsi dari humor akuous adalah mempertahankan tekanan
intraokular normal, berperan pada proses metabolik dengan
menyediakan substrat dan membuang metabolit dari kornea dan lensa
yang avaskular, mempertahankan kejernihkan optik, berperan sebagai
sistem limfatik yang tidak terdapat pada bola mata.
3. Komposisi humor akuos : air 99,9% dan zat lainnya 0,1%. Zat lain
yang terdapat pada humour aqueous yaitu protein (komponen koloid),
asam amino, komponen non koloid, dan oksigen.
4. Produksi : humour akuos berasal dari plasma didalam pembuluh
kapiler dari processus siliaris. Produksi normal humour aqueous adalah
2,3 ul/menit. Tiga mekanisme yang berperan pada produksi humour
aqueous adalah difusi, ultrafiltrasi, dan sekresi (transpor aktif).
Ultrafiltrasi dan difusi merupakan mekanisme pasif dalam
penbentukan humour aqueous dan bergantung pada tekanan darah di
kapiler siliar, tekanan osmotik plasma dan tekanan intraokular.
 Ultrafiltrasi : Pertama-tama dengan ultrafiltrasi, sebagian besar
substansi plasma keluar dari dinding kapiler ke jaringan ikat
longgar dan epitel pigment pada prosesus siliaris. Kemudian akan
berakumulasi dibelakang epitel non pigment dari prosesus siliaris.
 Sekresi : Sambungan yang rapat antara sel dari epitel non pigmen
berperan pada barier aqeuous darah. Substansi secara aktif
ditranspor melewati barier ke bilik mata belakang.
 Difusi : Transpor aktif dari substansi ini melewati epitel non
pigmente siliar menghasilkan gradien osmotik sehingga terjadi
perpindahan komponen plasma yang lain ke bilik mata belakang.
Sodium terutama bertanggung jawab untuk perpindahan air ke bilik
mata belakang.

14
5. Drainase
Humor akuous mengalir dari bilik mata posterior melalui pupil lalu ke
depan (bilik mata anterior) kemudian keluar melewati tiga rute
(Gambar 3);
 Trabecular outflow (90%) : Humor akuos mengalir melalui
trabekulum lalu menuju ke kanal schlemm kemudian ke vena
episkleral. Aliran rute ini sangat sensitive terhadap tekanan yang
tinggi sehingga peningkatan TIO dapat meningkatkan aliran keluar.
 Uveoscleral drainage (10%): Humor akuous akan mengalir ke
ruang suprakoroid dan di drainase oleh sirkulasi vena di badan
siliaris, koroid dan sclera
 Iris: Beberapa humor akuous juga di drainase ke iris

Gambar 4. Rute aliran humor akuous: (A) trabecular; (B) uveoscleral; (C) iris

15
Gambar 5. Flowchart drainase humor akuos

C. DEFINISI
Primary open angle glaucoma adalah penyakit kronik, neuropati
optik progresif pada orang dewasa. Dengan karakteristik terdapat atropi
pada nervus optik, kerusakan sel ganglion retina dan axon. Dari
pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan yang terbuka.4

D. EPIDEMIOLOGI
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor tiga di dunia
setelah katarak dan kelainan refraksi. Menurut World Health Organization
(WHO), diperkirakan jumlah kasus kebutaan akibat glaukoma adalah 4,5
juta, atau sekitar 12% dari seluruh kebutaan. Quigley dan Broman,3
mengestimasi pada tahun 2010 sekitar 60,5 juta orang menderita glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup serta 8,4 juta mengalami
kebutaan. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sekitar

16
1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama
adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan
penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).5
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi
kebutaan berdasarkan pengukuran visus <3/60 di Indonesia adalah 0,9%.
Sedangkan, responden yang pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga
kesehatan (4,6‰), tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (18,5‰), berturut-
turut diikuti Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (12,8‰), Kepulaun Riau
(12,6‰), Sulawesi Tengah (12,1‰), Sumatera Barat (11,4‰) dan
terendah di Provinsi Riau (0,4‰).5
Glaukoma dapat dikategorikan menjadi glaukoma primer,
glaukoma sekunder, dan glaukoma kongenital. Penelitian prevalensi
glaukoma di berbagai negara menunjukkan bahwa sebagian besar
glaukoma merupakan glaukoma primer, meliputi glaukoma sudut terbuka
(primery open angle glaucoma) yang terbanyak, diikuti glaukoma primer
sudut tertutup (primary angle closure glaucoma). 5

E. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko dan predisposisi yang mempengaruhi POAG, yaitu :
 Herediter.
 Usia. Risiko meningkat dengan peningkatan usia. POAG lebih sering
didapatkan pada usia lanjut antara 5 dan 7 dekade
 Ras. POAG secara signifikan lebih sering didapatkan berkembang
lebih awal dan lebih berat pada orang berkulit hitam dibandingkan
berkulit putih
 Miop.
 Merokok. Juga dianggap dapat meingkatkan risiko
 Tekanan darah tinggi. Bukan merupakan penyebab peningkatan
tekanan intraokular namun prevalensi POAG lebih sering pada pasien
hipertensi dibandingkan dengan normotensi.

17
 Tirotoksikosis. Juga bukan merupakan penyebab peningkatan tekanan
intraokular, namun prevalensi POAG lebih sering pada pasien dengan
penyakit grave dibandingkan dengan orang normal.

F. PATOGENESIS4
Proses patologis utama glaukoma sudut terbuka primer adalah
proses degeneratif dari trabecular meshwork, termasuk deposisi bahan
ekstraseluler didalam trabecular meshwork dan di bawah lapisan endotel
kanal Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal.
Konsekuensinya adalah pengurangan drainase air yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma sudut terbuka onset dini
(glaukoma sudut terbuka primer familial dengan onset dini), sekitar 5%
dari kasus familial glaukoma sudut terbuka primer, dan sekitar 3% dari
kasus non-familial glaukoma sudut terbuka primer yang dikaitkan dengan
mutasi pada gen miokilin pada kromosom 1.
Patogenesis peningkatan TIO terjadi karena penurunan drainase
humor akuos akibat peningkatan resistensi pada trabekula meshwork. Dan
adanya peningkatan produksi dari humor akuos itu sendiri. Peningkatan
TIO ini akan mendahului perupahan pada diskus optic dan perubahan
bidang visual dari bulan ke tahun. Meskipun ada hubungan yang jelas
antara tingkat tekanan intraokular dan tingkat keparahan dan laju
perkembangan kehilangan penglihatan, ada variabilitas yang besar antara
individu dalam efek pada saraf optik dari peningkatan tekanan yang
diberikan. Beberapa mata mentolerir peningkatan tekanan intraokular
tanpa menyebabkan perubahan disk atau lapang pandang; yang lain
mengembangkan perubahan glaukoma dengan tekanan intraokular
"normal" yang konsisten. Namun demikian, tingkat tekanan intraokular
yang lebih tinggi dikaitkan dengan kehilangan lapangan yang lebih besar
saat presentasi. Ketika ada kehilangan lapangan glaukoma pada
pemeriksaan pertama.

18
Beberapa pasien dengan disk optik glaukoma atau perubahan
lapang pandang memiliki tekanan intraokular konsisten di bawah 21 mm
Hg. Pasien-pasien ini memiliki glaukoma tegangan rendah (ketegangan
rendah). Patogenesis mungkin melibatkan sensitivitas abnormal terhadap
tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis pada kepala
saraf optik, atau ini mungkin murni penyakit pembuluh darah. Mungkin
ada kecenderungan bawaan, dengan glaukoma tegangan normal yang
sangat umum di Jepang. Beberapa keluarga dengan glaukoma tegangan
normal memiliki kelainan pada gen optineurin pada kromosom 10.
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan dengan vasospasme dan
tekanan intrakranial yang rendah.
.
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala4
 Penyakit ini biasanya asimptomatik atau tersembunyi hingga
kemudian terjadi kehilangan lapang pandang. Sehingga, pemeriksaan
mata secara berkala dibutuhkan setelah memasuki usia pertengahan.
 Pasien dapat mengeluhkan nyeri kepala ringan dan nyeri pada mata.
 Pasien dapat mengalami defek pada lapang pandang.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis glaukoma berdasarkan pada pemeriksaan nervus optik, lapisan
serabut saraf, lapang pandang, tekanan intraokular, dan gonioskopi.5
a) Anamnesis :6
 Riwayat gangguan pada mata (kelainan refraksi, trauma, operasi
mata sebelumnya.
 Ras / etnis.
 Riwayat keluarga. Keparahan dan outcome glaukoma pada
anggota keluarga, termasuk riwayat kehilangan penglihatan
karena glaukoma harus dipertahankan selama pemeriksaan awal.

19
 Riwayat penyakit sistemik seperti penyakit obstruksi paru kronis,
migrain, diabetes, dan penyakit kardiovaskular.
 Pengobatan mata baik topikal, injeksi, maupun inhalasi yang
sedang kikonsumsi dan diketahui memiliki intoleransi lokal atau
sistemik.
 Riwayat operasi mata.
b) Evaluasi fungsi penglihatan.6
Pasien dengan glaukoma dapat mengalami defek lapang pandang
sehingga kesulitan melakukan beberapa aktivitas seperti menyetir di
malam hari, penglihatan dekat, membaca cepat, dan aktivitas di luar
ruangan.
c) Pemeriksaan fisis.4,6
 Segmen anterior. Pemeriksaan mata termasuk slit lamp dapat
menujukkan segmen bilik mata depan yang normal. Pada tahap
akhir, refleks pupil menjadi lamban dan pada kornea dapat
muncul sedikit kekeruhan.
 Perubahan tekanan intraokular. Pada tahap awal tekanan
intraokular mungkin tidak meningkat secara permanen, namun
terdapat variasi diurnal normal yang berlebih. Untuk itu,
pemeriksaan tekanan intraokular berulang (setiap 3-4 jam) selama
24 jam dibutuhkan selama tahap ini. Pada kebanyakan pasien,
tekanan intraokular menurun ketika malam hari, berlawanan
dengan yang terjadi pada glaukoma sudut tertutup. Variasi
tekanan intraokular lebih dari 5 mm Hg dengan menggunakan
Schiotz harus dicurigai dan jika >8 mm Hg dapat didiagnosis
sebagai glaukoma. Pada tahap selanjutnya, tekanan intraokular
meningkat secara permanen diatas 21 mmHg dengan range 30 dan
45 mmHg

20
Gambar 6. Pola variasi diurnal tekanan intraokular. A : normal, sedikit
peningkatan pada pagi hari. B : Peningkatan TIO pada pagi hari yang
didapatkan pada 20% pasien kasus POAG. C :peningkatan TIO di siang hari.
D : variasi bifasik

 Perubahan pada diskus optikus. Perubahan ini biasanya


didapatkan pada pemeriksaan fundus rutin dan menjadi tanda
yang penting untuk mendiagnosis dengan POAG. Pemeriksan
diskus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi secara langsung, slit

21
lamp miomikroskopi dengan menggunakan lensa +90D, lensa
Hruby atau kontak lensa Goldmann dan oftalmoskopi indirek.
Dokumentasi dapat berupa gambar serial, foto maupun
fotogrametri. Confocal scanning laser topography (CSLT)
merupakan metode yang akurat dan sensitif. Teknik lain yang
dapat digunakan adalah optical coherence tomography (OCT) dan
polarimetry laser scan.
Perubahan diskus optik pada glaukoma dapat dibagi
menjadi tahap awal, tahap berkembang, dan atropi optik
glaukoma. Pada tahap awal didapatkan cup optik menjadi oval,
cup menjadi asimetri, pembesaran cup, perdarahan, daerah yang
pusat pada diskus, atrofi pada lapisan serabut saraf retina. Pada
tahap berkembang didapatkan marked cupping (ukuran cup 0,7
hingga 0,9), ekskavasi yang dapat mendapat tepi diskus, penipisan
neuroretinal rim dengan gambaran bayang berbentuk bulan sabit
pada tepi diskus, nasal shifting pembuluh darah retina sehingga
muncul tanda penting yaitu Bayonetting sign, pulsasi arteriole
retina dapat terlihat pada tepi diskus (tanda patognomik dari
glaukoma) ketika tekanan intraokular sangat tinggi, Lamellar dot
sign dimana pori-pori lamina cribrosa menjadi berbentuk celah
dan terlihat hingga ke tepi diskus. Pada atrofi optik glaukoma,
semua jaringan saraf pada diskus mengalami kerusakan dan
nervus optik menjadi lebih putih. Normalnya, tepi neuroretinal
saraf optik paling lebar pada bagian inferior dan menyempit di
temporal. ISNT rule adalah dimana bagian yang paling lebar
adalah tepi inferior diikuti oleh tepi superior, diikuti oleh tepi
nasal, dan terakhir oleh tepi temporal. 80% pada pasien glaukoma,
bagain inferior dan superior menjadi lebih tipis.

22
Gambar 7. Diskus optik normal.3

Gambar 8. Perubahan diskus optik pada glaukoma.3

 Gonioskopi. Merupakan metode untuk mengevaluasi sudut


terbuka atau tertutup dari glaucoma. Dapat juga digunakan untuk
terapeutik seperti laser trabekuloplasti dan goniotomi. 4,7,8

23
Gambar 7. Gambaran hasil pemeriksaan gonioskopi. Pada glaukoma sudut terbuka hasil
gonioskopi seperti pada orang normal

Gambar 8. Sistem Shaffer untuk grading dari glaucoma

Gambar 9. A. Tampilan hasil Gonioskopi B. konfigurasi sudut pada bilik mata depan

24
Gambar 10. Pemeriksaan Gonioskopi



Gambar 11. Goniotograph. Schwalbe line yang ditunjuk dengan panah putih,
dibawahnya adalah nonpigmented meshwork dan pigmented meshwork, scleral
spur dan badan siliaris ditunjuk oleh panah hitam-badan siliaris biasanya berwarna
lebih muda.4

25
 Pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan fundus melalui dilatasi
pupil untuk mencari abnormalitas pada nervus optik dan defek
lapang pandang seperti druesen, edema diskus, atau diskus pucat
akibat penyakit sistem saraf sentral seperti anterior ischemic
optic neuropathy, degenerasi makula, oklusi retinovaskular dan
penyakit retina lainnya.4
 Pemeriksaan lapang pandang. Humpreys visual field analyser
adalah pemeriksaan perimetri otomatis yang paling sering
digunakan. Tes lapang pandang terbatas untuk mencari cincin
skotoma, konfirmasi defek nasal, dan mungkin defek pada
lapangan temporal.8

Gambar 12. Contoh tes Humphrey.4

26
I. DIAGNOSIS BANDING6
 Abnormalitas diskus optik : anterior ischemic optic neuropathies,
druesen nervus optik, neuritis optik, neuropati optik karena zat optik,
anomali diskus kongenital
 Abnormalitas retina : degenerasi makular berkaitan dengan usia,
fotokoagulasi panretinal, retinitis pigmentosa, oklusi arteri dan vena
sentral
 Abnormalitas sistem saraf pusat : neuropati optik kompresi, multiple
sklerosis, neuropati optik nutrisional, atropi optik dominan.

J. TATALAKSANA6,9,10

Tujuan dari tatalaksana pasien dengan POAG adalah untuk


mengontrol tekanan intraokular agar sesuai dengan range target, status
saraf optik yang stabil, dan lapang pandang satabil.

Tekanan intraokular dikontrol dengan membandingkan status saraf


optik dan tes lapang pandang sebelumnya. Target tekanan intraokular
dapat berubah bergantung pada hasil monitoring jangka panjang. Target
tekanan dan seluruh keputusan pengobatan harus disesuaikan dengan
individu. Tekanan intraokular dapat diturunkan dengan menggunakan
obat, terapi laser, atau operasi insisi glaukoma. Penggunaan obat merupaka
intervensi paling awal untuk menurnukan tekanan intraokular. Beberapa
obat yang dapat digunakan yaitu analog prostaglandin, beta bloker, agonis
α2 adrenergik, parasimpatomimetik, dan inhibitor inhidrase karbon topikal
dan oral. Jika penggunaan satu obat efektif dalam menurunkan tekanan
intraokluar namun belum mencapai tekanan target, dapat diberikan
kombinasi terapi atau penggantian obat.

27
Gambar 13. Daftar obat untuk menurunkan tekanan intraokular.2

Obat yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan intraokular,


yaitu :9

 Lokal :
1. Pilokarpine topikal, diberikan 4 kali sehari. Obat ini bekerja dengan
meningkatkan drainase aqueous humor melalui kerja miotik.
Termasuk ke dalam obat kolinergik yang dapat meningkatkan
kontraksi otot siliaris sehingga meningkatkan drainase aqueous
humor melalui trabekular meshwork.
2. Beta bloker. Contoh: timolol maleate, diberikan 2 kali sehari. Obat
ini bekerja dengan mengurangi sekresi aqueous humor
3. Obat-obat adrenergik. Contoh : tetes mata epinephrine 1-2%
diberikan 2 kali sehari. Bekerja dengan menurunkan produksi
aqueous humor dengan vasokonstriksi (efek a-adrenergik) dan

28
meningkatkan drainase aqueous humor dengan menstimulasi
reseptor B pada sistem drainase (efek b-adrenergik)
4. Carbonic anhydrase inhibitors topical. Contohnya : Dorzolamide
dan Brinzolamide yang diberikan 2-3 kali per hari. Obat ini bekerja
dengan menurunkan sekresi aqueous humor.
5. Prostaglandin analog. Contoh : Latanoprost. Bekerja dengan
meningkatkan drainase melalui uveoscleral.
Kombinasi obat yang dapat diberikan seperti :9
1. timolol + dorzolamide 2x1
2. timolol + pilocarpine 2x1
3. timolol + brimonidine 2x1
 Sistemik9
- Carbonic anhydrase inhibitor. Contoh : acetazolamide 250 mg.
Diberikan 2x1, metahmizole 50-100 mg diberikan 2x1. Obat ini
bekerja dengan mnurunkan bikarbonat sehingga mengurangi
sekresi aqueous humor dari epitel siliaris.

Trabekuloplasti argon atau selektif dapat diberikan pada pasien


dengan tingkat kepatuhan konsumsi obat yang rendah. Laser
trabekulopasti argon dapat efektif pada pasien dengan pigmentasi
trabekular moderat. Selain itu, dapat juga dilakukan trabekulektomi
terutama pada pasien dengan progresifitas yang tinggi. Pertimbangkan
operasi jika terapi medis sudah maksimal dilakukan namun tekanan
intraokular masih gagal untuk dikontrol. Teknik operasi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan drainase yaitu kanaloplasti, trabektomi,
dan suprakoroid shunt.4

29
Prosedur trabekulektomi dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :4

1. Anestesi mata.
2. Flap konjungtiva. Lakukan flap konjungtiva pada bagian fornix atau
limbus hingga sklera dibawahnya terlihat. Kapsul Tenon dibersihkan
dengan menggunakan pisau Tooke dan hentikan perdarahan dengan
kauter.
3. Flap sklera. Lakukan flap pada setengah ketebalan sklera-limbus dengan
ukuran 5mm x 5mm. Lipat ke arah kornea.
4. Eksisi jaringan trabekula untuk melihat sklera lebih dalam didekat
kornea yang mengandung kanal schlemm dan trabekular meshwork.
5. Tutup. Kembalikan flap sklera dan jahit dengan nylon 10-0. Kemudian
kembalikan flap konjungtiva dan jahit dengan dua jahitan interuptus
atau jahitan kontinyu.
6. Beri injeksi konjungtiva dexamtehasone dan gentamicin.

7. Tutup mata dengan menggunakan kasa.

Gambar 14. Prosedur Trabekulektomi. A: flap konjuntiva forniks, B&C : flap sebagian sklera
dan eksisi jaringan trabekular. D: iridectomi perifer dan tutup flap sklera. 4

K. SKRINING GLAUKOMA3
Masalah utama untuk mendeteksi POAG adalah gejala yang
asimptomatik hingga pasien datang pada tahap lajutan dari POAG.
Ketika pasien pertama menyadari defek pada lapang pandang, kerusakan
saraf optik substansial telah terjadi. Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh
pemberian intervensi sedini mungkin. Saat ini skrining glaukoma masih/
menggunakan pengukuran tekanan intraokular dengan reliabilitas yang

30
masih kurang dan kompleksitas yang masih bergantung pada diskus optik
atau defek lapang pandang.

L. PROGNOSIS
Tanpa terapi, POAG dapt berkembang hingga menjadi kebutaan.
Jika pemberian antiglaukoma topikal dapat mengontrol tekanan intraokluar
pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukoma secara luas,
prognosisnya baik walaupun defek lapangan pandang dapat berkembang
dengan tekanan intraokluar yang normal. Banyak pasien yang dapat
dikontrol dengan penggunaan obat, terutama pada pasien yang berhasil
dideteksi segera.3

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson S. Primary Open Angle Galucoma. 2014. University Of Michigan


Helath System : Kellog Eye Centre
2. Fingeret M, Mancil GL, Et Al. Optometric Clinical Practice Guideline Care
Of The Patinet With Open Angle Glaucoma. 2011. America : American
Optometric Association.
3. Bowling, B. Kanski’s General Ophtalmology, A Systematic Approach. Eight
Edition. 2016. Australia : Elsevier.
4. Giordan-Eva P, Cunningham Jr ET, Et Al. Vaughan And Asbury General
Ophtalmology 18ed. California : Mcgraw Hill Medical
5. Ismandari, F, Helda. Kebutaan Pada Pasien Glaukoma Primer Di Rumah
Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 2011. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Volume 5 No 4.
6. Mcleod SD, Et Al. Preferred Practice Pattern Primary Open-Angle
Glaucoma. 2015. United State Of America : American Academy Of
Ophthalmology.
7. Lang GK. Glaukoma. In : Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlasy. Germany
: Georg Thieme Verlag; 2007. P 239-71.
8. Guyton AC, Hall JE. Fluid System Of The Eye. In: Textbook Of Medical
Physiology. 11th Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. P 623-25.
9. Jogi R. Basic Ophthalmology. 4th Ed. 2009. India: Jaypee Brothers Medical
Publisher (P)LTD
10. Tsai JC, Denniston Ak, Murray PI, Et Al. Oxford American Handbook Of
Ophthalmology. 2011. New York: Oxford University Press Inc.

32

Anda mungkin juga menyukai