Anda di halaman 1dari 34

Clinical Science Session

Glaukoma Sudut Terbuka

Oleh :
Raihandi Putra 1310311011
Rizkha Amaliya 1310312031
M. Asyrof Habibie 1310312077
Aulia Rahmi 1310312078

Preseptor :
dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma adalah kelompok penyakit dengan karaterikstik neuropati optik,

yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang (American academy of

ophthalmology, 2011-2012). Peningkatan tekanan intra okular (TIO) merupakan

faktor risiko utama terjadinya glaukoma, biasanya disebakan oleh hambatan

pengeluaran cairan aqueous humor (Kemenkes RI, 2015). Namun demikian,

glaukoma juga dapat terjadi tanpa peningkatan TIO (American academy of

ophthalmology, 2011-2012). Glaukoma dapat menyebabkan kebutaan total dan

irreversible apabila tidak didiagnosis dan ditatalaksana secara tepat (Salmon et al.,

2011). Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak

diseluruh dunia. Berdasarkan data WHO pada tahun 2010, diperkirakan sebanyak

3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma (Kemenkes RI, 2015).

Glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma

kronis), glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), glaukoma sekunder, dan

glaukoma kongenital (Salmon et al., 2011). Glaukoma primer sudut terbuka

(glaukoma kronis) didefinisikan sebagai peningkatan resistensi aliran aqueous

humor atau kerusakan pada saraf optik yang biasanya berkaitan dengan

peningkatan tekanan intra okuler (TIO) dan tidak teridentifikasi penyebab

anatomisnya (American academy of ophthalmology, 2011-2012). Glaukoma

kronis sering tidak disadari penderita atau menyerupai gejala penyakit lain

sehingga kebanyakan penderita sering terdiagnosis ketika telah lanjut bahkan

telah terjadi kebutaan total (Kemenkes RI, 2015). Mengingat akibat yang dapat

1
ditimbulkan oleh glaukoma, maka penting untuk diketahui bagaimana cara

mendiagnosis glaukoma secara dini dan tatalaksana awal yang dapat diberikan

kepada pasien glaukoma (Salmon et al., 2011).

1.2 Batasan Masalah

Clinical Science Session (CSS) ini akan membahas mengenai anatomi

camera oculi anterior (COA), fisiologi aqueous humor, tekanan intraokular,

definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi

klinis, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana,

komplikasi dan prognosis pada glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis).

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan Clinical Science Session (CSS) ini bertujuan untuk memahami

serta menambah pengetahuan tentang glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma

kronis).

1.4 Metode Penelitian

Penulisan Clinical Science Session (CSS) ini menggunakan berbagai

literatur sebagai sumber kepustakaan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Korpus Siliar dan Camera Oculi Anterior (COA)

Korpus siliaris adalah tempat pembentukan aqueous humor. Secara

histologi, korpus siliar terdiri dari banyak kapiler fenestrated dan dua lapis epitel

yang berlanjut ke posterior. Dua lapis epitel tersebut terdiri dari lapisan yang

berpigmen merupakan lapisan terluar dan lapisan yang tidak berpigmen

merupakan lapisan terdalam. Bagian epitel yang tidak berpigmen menonjol ke

bagian camera oculi posterior mengandung banyak mitokondria dan mikrovili,

bagian tersebut yang diduga sebagai penghasil aqueous humor yang sebenarnya

(American academy of ophthalmology, 2011-2012).

Gambar 2.1

Sumber: American academy of ophthalmology, 2011-2012

Aqueous humor yang diproduksi oleh korpus siliar tersebut akan memasuki

camera oculi posterior, kemudian ke perifer menuju camera oculi anterior

3
(American academy of ophthalmology, 2011-2012). Camera oculi anterior

berperan penting dalam proses drainase aqueous humor yang ada hubungannya

dengan pengaturan tekanan intraokular (Khurana AK, 2007). Camera oculi

anterior terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris. Ciri

anatomi utama sudut ini adalah garis schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak

di atas kanal schlemm), dan sclera spur (Salmon et al., 2011).

Gambar 2.2

Sumber: Salmon et al., 2011

Garis schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Struktur ini

merupakan tepi membrane descement dan terdiri dari suatu jaringan atau

pinggiran yang sempit dimana bagian dalam kornea bertemu dengan sklera

disertai jari-jari kelengkungan yang berbeda (Eva et al., 2012).

Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan

dasar yang mengarah ke korpus siliar. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar

4
berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori

semakin mengecil ketika mendekati kanal schlemm (Eva et al., 2012). Anyaman

trabekula dapat dibagi kedalam tiga bagian, yakni uveal, korneoskleral, dan

jukstakanalikular (gambar 2.3).

Bagian uveal berdekatan dengan camera oculi anterior dan memanjang dari

pangkal iris, korpus siliar sampai ke garis schwalbe (perifer kornea), sedangkan

bagian korneaskleral terdiri dari lembar trabekulum yang meluas ke sclera spur

sampai ke dinding lateral sulkus sklera. Bagian jukstakanalikular (endotelial)

meshwork merupakan resistensi utama aliran keluar aqueous humor. Bagian ini

membentuk bagian terluar dari meshwork dan menghubungkan korneoskleral

dengan kanal schlemm. Bagian endotel luar lapisan meshwork juxtacanalicular

terdiri dari dinding dalam kanal schlemm (American academy of ophthalmology,

2011-2012).

Sclera spur merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di korpus siliar dan

kanal schlemm, tempat iris dan korpus siliar menempel. Saluran-saluran eferen

dari kanal schlemm berhubungan dengan sistem vena episklera (Eva et al., 2012).

Bagian terdalam dari kanal schlemm terdiri dari vakuola raksasa yang langsung

berhubungan dengan ruang intertrabekula, dan lapisan terluar terdiri dari satu

lapis endotel tanpa pori. Suatu sistem yang kompleks dari pembuluh darah yang

menghubungkan kanal schlemm ke vena episcleral, yang kemudian mengalir ke

siliaris anterior dan vena oftalmika superior, akhirnya mengalir ke sinus

cavernosus (American academy of ophthalmology, 2011-2012).

2.2 Fisiologi Aqueous Humor

5
Aqueous humor merupakan cairan yang mengisi bilik mata depan (0.25ml)

dan bilik mata belakang (0.06 ml) (Khurana AK, 2007). Volumenya adalah sekitar

250 L, dan kecepatan pembentukannya yang memiliki variasi diurnal, adalah 2.5

L/mnt. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibanding plasma (Eva et al.,

2012).

Fungsi aqueous humor adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan tekanan okular

2. Berperan penting dalam metabolisme dengan memberikan substrat dan

memindahkan metabolit dari kornea dan lensa

3. Memelihara transparansi optik (Khurana AK, 2007)

Aqueous humor yang normal mengandung air (99.9%), protein, asam amino

(5mg/kg air), oksigen, dan yang lain dalam millimol/kg adalah glukosa (6.0), urea

(7), asam askorbat (0.9), asam laktat (7.4), Na+(144), K+ (4.5), Cl- (10), HCO3-

(34). Komposisi aquos humor serupa dengan plasma kecuali bahwa pada aquos

humor memiliki asam askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea,

dan glukosa yang lebih rendah (Khurana AK, 2007).

2.2.1 Aliran Aqueous Humor

Aqueous humor diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan

mengalir ke dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan posterior

iris. Selanjutnya aqueous humor masuk ke bilik anterior. Aqueous humor keluar

dari bilik anterior melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur

uveosklera (jalur non trabekula) (Khurana AK, 2007).

6
Gambar 2.3
Sumber: American academy of ophthalmology, 2011-2012

1. Jalur trabekula (konvensional)

Kebanyakan aqueous humor keluar dari mata melalui jalur jalinan trabekula

- kanal schlemm - sistem vena. Jalinan trabekula dapat dibagi kedalam tiga bagian,

yakni uveal, korneoskleral, dan jukstakanalikular. Tahanan utama aliran keluar

terdapat pada jaringan jukstakanalikular. Fungsi jalinan trabekula adalah sebagai

katup satu jalan yang membolehkan aqueous meninggalkan mata melalui aliran

terbesar pada arah lain yang tidak bergantung pada energi. Aqueous bergerak

melewati dan diantara sel endotelial yang membatasi dinding dalam kanal

schlemm. Dari kanal schlemm, aqueous ditranspor via 25-35 kanal kolektor

menuju vena episklera (American academy of ophtahalmology, 2011-2012).

7
2. Jalur uveoskleral

Pada mata normal setiap aliran non-trabekular disebut dengan aliran

uveoskleral. Mekanisme yang beragam terlibat, didahului lewatnya aqueous dari

camera oculi anterior kedalam otot siliaris dan kemudian kedalam ruang

suprasiliar dan suprakoroid. Cairan kemudian keluar dari mata melalui sklera

yang utuh ataupun sepanjang nervus dan pembuluh darah yang memasukinya.

Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan. Aliran uveoskleral dapat

meningkat oleh agen sikloplegik, adrenergik, dan prostaglandin analog dan

beberapa bentuk pembedahan (misal siklodialisis) dan dapat diturunkan pada

keadaan miotik (American academy of ophtahalmology, 2011-2012).

2.3 Tekanan Intraokular

Tekanan intraokular yang normal bervariasi antara 10 dan 21 mmHg (berarti

16 2,5 mm Hg ). Tingkat normal tekanan intraokular pada dasarnya diatur oleh

keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran dari aqueous humor.

Berbagai faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular dapat dikelompokkan

sebagai berikut (Khurana AK, 2007):

1. Faktor lokal

a. Tingkat kecepatan pembentukan aquos humor

b. Resistensi terhadap aliran keluar aquos humor

c. Peningkatan tekanan vena episklera

2. Faktor umum

a. Herediter

b. Usia

c. Variasi diurnal

8
d. Variasi postural

e. Tekanan darah

f. Obat-obatan

2.4 Definisi

Glaukoma primer sudut terbuka adalah gangguan mata yang bersifat

kronik, progresifnya lambat, neuropati optik dengan gejala kerusakan nervus

optikus dan kehilangan lapangan pandang. Peningkatan TIO merupakan faktor

risiko yang penting disamping faktor lain seperti ras, penurunan ketebalan kornea

sentral, peningkatan usia dan riwayat keluarga menderita glaukoma. Penurunan

perfusi ke nervus optikus, kelainan metabolisme sel ganglion atau axon, dan

gangguan matriks ekstraseluler dari lamina fiibrosa bisa juga berkontribusi

sebagai faktor risiko. Namun, bagaimana faktor tersebut saling berhubungan

menyebabkan glaukoma primer sudut terbuka belum bisa dijelaskan.2,6

2.5 Epidemiologi

Glaukoma primer sudut terbuka merupakan permasalahan kesehatan yang

utama. Berdasarkan penelitian di USA pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun

diperkirakan prevalensi glaukoma primer sudut terbuka sekitar 1,86%.

Diperkirakan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, jumlah pasien glaucoma

juga akan meningkat 50% pada tahun 2020.2,6 Penyakit ini 3 kali lebih sering dan

umumnya lebih agresif pada orang yang berkulit hitam. Jika terdapat

kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat, pasien dianjurkan menjalani

pemeriksaan skrining secara teratur.2,6

Glaukoma merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan dan

kebutaan di dunia. Prevalensi glukoma sudut terbuka kronik sebesar 1,5-3% pada

9
orang berusia lebih dari 40 tahun pada ras Kaukasian. Karena perjalanan penyakit

yang tanpa keluhan, sudah terjadi kerusakan berat sebelum pasien menyadari

penyakitnya. Di negara berkembang, diperkirakan 50% kejadian glaukoma tetap

tidak terdeteksi. Deteksi dan pengobatan dini pada glaukoma dapat memberikan

hasil jangka panjang yang lebih baik dibandingkan deteksi dan pengobatan di

stadium lanjut.2,6

Penelitian di Cina pada tahun 2001, dari 4356 partisipan yang diperiksa

didapatkan insiden glaukoma sebesar 3,1%, dengan 71% nya diklasifikasikan

sebagai glaukoma primer sudut terbuka. Pada tahun 2006, semua partisipan

tersebut kembali diperiksa dan didapatkan angka kematian dari partisipan dengan

glaukoma (11,1%) lebih tinggi dibandingkan yang bukan glaukoma (2,6%).2,6

2.6 Faktor Risiko

Menurut American Academy of Ophthalmology, terdapat beberapa faktor

risiko glaukoma sudut terbuka primer, yaitu 1,2:

1. Tekanan Intra Okular (TIO)

Berdasarkan penelitian epidemiologi pada populasi yang besar , diketahui

bahwa TIO rata-rata manusia adalah 15,5 mmHg, dengan rentang nilai normal

yang didapatkan adalah 10-21 mmHg. Peningkatan TIO adalah faktor risiko yang

penting pada glaukoma primer sudut terbuka. Akan tetapi, pada 30-50% penderita

glaukoma dengan optik neuropati dan hilang lapangan pandang, ditemukan TIO

dibawah 22 mmHg.

2. Diskus Optikus dan Hilang Lapangan Pandang

Meskipun masih merupakan faktor risiko utama pada glaukoma primer

sudut terbuka, peningkatan TIO tidak lagi dipertimbangkan sebagai yang

10
terpenting untuk diagnosis. Gambaran diskus nervus optikus dan kehilangan

lapangan pandang lebih menentukan dalam diagnosis glaukoma sudut terbuka.

Pada kerusakan nervus optikus, terdapat pola khas pada kehilangan lapangan

pandang. Evaluasi pada kedua hal tersebut sangat penting dilakukan pada follow

up pasien glaukoma.

3. Usia

Survei oleh The Baltimore Eye menunjukkan bahwa prevalensi glaukoma

meningkat seiring bertambahnya umur, terutama pada ras berkulit hitam, yaitu

lebih dari 11% pada umur 80 tahun ke atas. Pada penelitian Collaborative Initial

Glaukoma Treatment, defek pada lapangan pandang tujuh kali lipat lebih sering

terjadi pada pasien 60 tahun keatas daripada pasien yang berumur 40 tahun.

4. Ras Kulit Hitam

Prevalensi glaukoma pada ras kulit hitam adalah 3-4 kali lebih besar

daripada ras lainnya. Kebutaan akibat glaukoma juga empat kali lebih sering pada

ras kulit hitam daripada ras kulit putih.

5. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang positif juga merupakan faktor risiko pada

glaukoma primer sudut terbuka. Survei pada penelitian The Baltimore Eye juga

menunjukkan bahwa diperkirakan risiko glaukoma primer sudut terbuka 3,7 kali

lipat lebih besar pada individu dengan saudara kandung yang mengidap penyakit

tersebut.

6. Faktor Risiko Lainnya

Beberapa kondisi seperti miopi, diabetes mellitus, penyakit

kardiovaskular, dan oklusi vena sentral, diduga berhubungan dengan glaukoma.

11
2.7 Patogenesis
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik

(neuropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular

pada papil saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting.

Hilangnya akson menyebabkan defek lapangan pandang dan hilangnya ketajaman

penglihatan jika lapangan pandang sentral terkena.1

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel

ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian

dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi

atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi

atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. 1

Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah

proses degeneratif di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang

mengurangi ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Selain

itu, terjadi pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan

endotel kanalis Schlemm. Akibatnya terjadi penurunan drainase humor akueous

yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.1

Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik

yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian

tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi

cekungan pada papil saraf optik.2

2.8 Gejala Klinis 1,2,6

a. Asimtomatik dalam tahap awal, sehingga hampir selalu penderita

datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah berat.

b. Progresifitas lambat

12
c. Biasanya tekanan bola mata tidak terlalu tinggi (> 21 mmHg)

d. Akibat tekanan tinggi akan terjadi atropi papil disertai ekskavasio

glaukomatosa. Gangguan saraf optik akan terlihat sebagai gangguan

fungsi berupa penciutan lapangan pandang

e. COA mungkin normal dan pada gonioskopi terdapat sudut terbuka.

f. Lapangan pandangan mengecil atau menghilang.

g. Atropi nervus optikus dan terdapat cupping.

h. Tes provokasi positif.

2.9 Diagnosis

Evaluasi glaucoma secara komprehensif mulai dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, mencakup semua komponen dari pemeriksaan mata.

Pemeriksaan mungkin butuh dari satu kali kunjungan. Pasien mungkin bisa di

duga terdiagnsis glaucoma, tetapi evaluasi lebih lanjut penting untuk

mengkonfirmasi diagnosis, termasuk pemeriksaan tekanan intra okuler

(Tonometri), gonioskopi, pemeriksaan lapangan pandang, oftalmoskop, dan

pemeriksaan optic nerve head dan retinal nerve fiber layer. 1

2.9.1 Anamnesis 1

Riwayat kelainan mata

Ras/etnik

Riwayat penyakit sistemik (asma/ppok, migraine, diabetes, penyakit

cardiovaskuler)

Gambaran bukti yang bersangkutan, dengan level tekanan intra okuler

sebelumnya

13
Riwayat pengobatan oral, topical, ocular, injeksi, atau inhalasi sebelumnya

( kortikosteroid) dan obat obat yang diketahui intoleren ke mata

Riwayat pembedahan mata, misalnya riwayat LASIK atau photorefractive

keratectomy yang mengakibatkan penurunan tekanan intra okuler karena

penipisan kornea. Oprasi katarakjuga menurunkan tekanan intra okuler

2.9.2 Pemeriksaan Pada Mata 1,2,4

a Ketajaman visual

Pemeriksaan ketajaman visual jarak dekat, jauh atau keduanya, harus

diukur sebagai salah satu indikator integritas dari sistem penglihatan sentral.

b Pupil

Eksklusi terlebih dahulu keberadaan Relative afferent pupilary defect

(RAPD). Apabila pada awalnya tidak ditemukan, tetapi pada pemeriksaan

lanjutan ditemukan, maka hal ini menunjukkan progresi penyakit yang

bermakna.

c Pemeriksaan Slit Lamp

Bertujuan untuk mengeksklusikan glaukoma sekunder.

d Tonometri

Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Tujuan

pemeriksaan dengan tonometri adalah untuk mengetahui tekanan bola mata

seseorang (tekanan intraokuler). Rentang tekanan intra okuler normal adalah

10-21 mmHg, yang paling sering digunakan adalah tonometer aplanasi

Goldman.

Ada empat bentuk tonometri atau pengukur tekanan bola mata :

1. Digital (palpasi)

14
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat,

sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam

keadaan terpaksa (bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai, seperti

pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea ) dan tidak ada alat lain.

Caranya adalah dengan kedua jari telunjuk diletakkan diatas bola mata sambil

penderita disuruh melihat ke bawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup

mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,

hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan

keras. Dilakukan dengan palpasi dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan

secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut:

N: normal

N +1: agak tinggi

N +2: untuk tekanan yang lebih tinggi

N -1: lebih rendah dari normal

N -2: lebih rendah lagi, dan seterusnya.

2. Tonometri Schiotz

Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan

permukaan kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya.

Benda yang ditaruh pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan mendapat

perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung

pada beban tonometer.

Tekniknya adalah :

a.) Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita.

15
b.) Penderita diminta berbaring dan matanya ditetesi pantokain 0,5% 1

kali. Penderita diminta melihat lurus ke satu titik di langit-langit, atau

penderita diminta melihat ke salah satu jarinya yang diacungkan di

depan hidungnya.

c.) Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa

menekan bola mata, jari kelingking tangan kanan yang memegang

tonometer, di kelopak inferior. Dengan demikian celah mata terbuka

lebar. Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea. Jarum

tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka

pada skala disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5

gram (beban standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil beban

7,5 atau 10 gram. Untuk mengetahui tekanannya, terdapat tabel

konversi untuk memudahkan penilaian.

Tabel 2.1 Konversi pemeriksaan tonometri berdasarkan beban

Tabel untuk tonometer Schiotz

Angka skala Bobot beban

5,5 gram 7,5 gram 10 gram

3,0 24,4 35,8 50,6

3,5 22,4 33,0 46,9

4,0 20,6 30,4 43,4

4,5 18,9 28,0 40,2

5,0 17,3 25,8 37,2

5,5 15,9 23,8 34,4

6,0 14,6 21,9 31,8

16
6,5 13,4 20,1 29,4

7,0 12,2 18,5 27,2

7,5 11,2 17,0 25,1

8,0 10,2 15,6 23,1

8,5 9,4 14,3 21,3

9,0 8,5 13,1 19,6

9,5 7,8 12,0 18,0

10,0 7,1 10,9 16,5

Gambar 2.4 Alat Tonometer Schiotz

Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam

mmHg. Tekanan bola mata normal 15-20 mmHg.

3. Tonometri Aplanasi

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan tekanan intra

okuler dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sklera dengan mendatarkan

permukaan kornea. Dasar dilakukannya tonometri aplanasi adalah tekanan

sama besar dengan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan (P=F/A). Pada

17
tonometer aplanasi Goldmann jumlah tekanan dibagi penampang dikali

sepuluh dikonfirmasi langsung kedalam mmHg tekanan bola mata.

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah slitlamp dengan

sinar biru, tonometer aplanasi, flouresein strip/tetes , obat tetes anestesi lokal

(pantokain).

Gambar 2.5 Pemeriksaan tonometri Aplanasi

Teknik pemeriksaannya adalah mata yang akan diperiksa diberi anestesi

topikal lalu pada mata tersebut ditempelkan kertas fluoresein. Sinar oblik warna

biru dari slitlamp disinarkan pada dasar telapak prisma tonometer aplanasi

Goldmann. Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahi

tepat pada penyangganya. Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan

10 mm kemudian telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan-lahan.

Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang

sudah diberi fluoresein terlihat berimpit antara bagian luar dengan bagian

dalam.Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer. Tekanan tersebut

merupakan tekanan intra okuler dalam mmHg. Dengan tonometer aplanasi

tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap menderita glaukoma.

4. Tonometri Non Kontak

Tonometri non kontak tidak seteliti tonometer aplanasi. Dihembuskan

sedikit udara pada kornea. Udara terpantul dari permukaan kornea mengenai

18
membran penerima tekanan pada alat. Metoda ini tidak memerlukan anastesi,

karena tidak ada bagian alat yang mengenai mata. Jadi dengan mudah dipakai oleh

teknisi dan berguna dalam program penyaringan.

Gambar 2.6 Pemeriksaan dengan Tonometri Non Kontak

e. Pachymetry

Tujuan dari pemeriksaan pachymetry adalah untuk melihat ketebalan dari

kornea yang merupakan faktor risiko dari glaukoma. Pachymetry dapat juga

digunakan untuk membaca tekanan intra okuler yang tinggi. Dasar dari

pemeriksaan pachymetry adalah tebal suatu benda dapat diukur dengan melihat

bayangan benda tersebut pada suatu sistem pemisahan sinar pada kaca.

Pachymetry merupakan alat ultrasonography yang mengukur tebal kornea pada

daerah tertentu.

Cara pemeriksaannya adalah alat pechymetry ditempel pada slitlamp,

kemudian cahaya kecil disinar tegak lurus pada kornea dan kemudian kaca digeser

sampai dataran belakang kornea berimpit dengan dataran depannya pada kedua

kaca yang digeser. Baca pada skala pergeseran kaca.

19
Gambar 2.7 Alat Pachymeter

Dengan pachymetry dapat juga ditentukan tebal lensa dan dalamnya bilik

mata depan.

f. Gonioscopy

Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan

dengan menggunakan lensa kontak khusus. Untuk penyakit glaukoma, gonioskopi

diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Gonioskopi

dapat membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup. Begitu pula dapat diperiksa

apakah ada perlengketan iris di bagian perifer dan kelainan lainnya. Dengan cara

yang sederhana sekali, seorang dokter dapat memperkirakan lebar sempitnya

suatu sudut bilik mata depan, yaitu dengan menyinari bilik mata depan dari

samping dengan sentolop. Iris yang datar akan disinari secara merata. Ini berarti

sudut bilik mata depan terbuka. Apabila iris disinari sebagian, yaitu terang di

bagian lampu senter tetapi membentuk bayangan di bagian lain, kemungkinan

sudut bilik mata depan sempit atau tertutup.

Gambar 2.8 Pemeriksaan Gonioskopy

20
Nilai:

1. Derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea

dengan iris (sudut tertutup)

2. Derajat 1, bila tidak terlihat bagian jalinan trabekulum sebelah

belakang dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit

3. Derajat 2, bila sebagian kanal Schlem terlihat

4. Derajat 3, belakang kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat

5. Derajat 4, badan siliar terlihat (sudut terbuka)

g. Lapangan Pandang

- Uji Konfrontasi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat gangguan lapangan pandangan

pasien. Caranya dengan membandingkan lapangan pandangan pasien dengan

pemeriksa.

Teknik :

1. Pasien dan pemeriksa duduk dengan berhadapan muka dengan jarak

kira-kira 1 meter

2. Mata kiri pemeriksa ditutup dan mata kanan pemeriksa ditutup

3. Mata kanan pemeriksa dan mata kiri pasien saling berpandangan,

sebuah benda diletakkan antara pasien dengan pemeriksa pada jarak

yang sama

4. Benda mulai digerakkan dari perifer ke arah sentral sehingga mulai

terlihat oleh pemeriksa.

5. Bila pemeriksa sudah melihat benda maka ditanya apakah benda

sudah terlihat oleh pasien, hal ini dilakukan untuk semua arah.

21
6. Percobaan dilakukan pada mata yang satunya baik pada pemeriksa

maupun pada pasien.

Nilai:

Jika benda yang dilihat pemeriksa sama dengan pasien berarti lapangan

pandangan sama. Bila pasien melihat terlambat, berarti lapangan pandang

pasien lebih sempit daripada pemeriksa.

h. Perimetri Goldman

Tujuannya adalah untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan

melihat kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian dapat

dilakukan pemeriksaan defek lapangan pandangan. Dasarnya adalah saraf yang

mempunyai fungsi sama akan mempunyai kemampuan melihat yang sama. Bila

ada rangsangan sinar pada retina maka retina akan melihat rangsangan tersebut.

Gambar 2.9 Pemeriksaan perimetri Goldman

22
Gambar 2.10 Diagram Perimetri dan Computerized Perimetr

i. Funduskopi

Pemeriksaan Oftalmoskop Langsung

Pemeriksaan fundus mata khususnya untuk memperhatikan keadaan papil

saraf optik dan sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil

saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.

Pada papil saraf optik dapat terlihat apakah ada papil edema, hilangnya

pulsasi vena, saraf optik, ekskavasi papil pada glaukoma dan atrofi saraf optik.

Pada retina dapat dinilai kelainan seperti perdarahan subhialoid, perdarahan intra

retina, lidah api, dots, blots, edema retina dan edema makula. Pembuluh darah

retina dapat dilihat perbandingan atau ratio arteri vena, perdarahan arteri dan vena

dan adanya mikroaneurisma dari vena.

Pada glaukoma dapat terlihat:

- Kelainan papil saraf optik (papil glaukomatous) pembesaran cup yang

konsententrik, saraf optik pucat atau atropi, saraf optik tergaung

- Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau

- Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

Oftalmoskop Tidak Langsung

Oftalmoskop tidak langsung dipasang di kepala pemeriksa dan

memungkinkan pandangan binokular melalui sepasang lensa dengan kekuatan

23
lengkap. Pasien diminta melihat kearah kuadran yang diteliti. Sebuah lensa

cembung dipegang beberapa inchi dari mata pasien dengan arah yang tepat

sehingga serentak memfokuskan cahaya pada retina. Alat ini memberikan

lapangan pandang yang jauh lebih lebar dengan pembesaran yang lebih lemah.

Gambar 2.11 Pemeriksaan oftalmoskop tidak langsung

j. Tes Provokasi

Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma

primer sudut terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut :

1. Tes minum air ( Water Drinking Test)

Penderita disuruh berpuasa paling sedikit 4 jam, tanpa pengobatan selama

24 jam. Kemudian disuruh minum satu liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap

15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap

glaukoma.

2. Uji Priskol

Uji ini dilakukan dengan menyuntikan 1 ml priskol pada konjungtiva, dan

kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan mengunakan

tonometri sebelum disuntik dan disusul dengan tonometri selama 15, 30, 60, 90

menit jika kenaikan tekanan bola mata 11-13 mmHg mungkin menderita

glaukoma bila kenaikan 14 mmHg atau lebih adalah patologik.

24
2.10 Diagnosis Banding

Glaucoma merupakan penyakit kronik, neuropati optic yang progresif

yang dihubungkan dengan faktor resiko yang berat, termasuk naiknya TIO, yang

berkontribusi kepada kerusakan. Karateristik dari atopi yang didapat dari nervus

optikus dan rusaknya sel ganglion retina dan akson mereka menghasilkan

hilangnya lapangan pandang yang progresif. Gejala lain yang berhubungan

dengan kerusakan optic disk atau abnormalitas dari lapangan pandang harus di

fikirkan glaucoma. Berikut adalah penyakit non glaukomatik sesuai dengan

karakteristiknya: 1

Kelainan optic disk

Iskemi dari anterior neuropati optic

Optic nerve drusen

Myopic tilted optic nerves

Toxic optic neuropathies

Congenital pit

Congenital disc anomalies

Leber hereditary optic neuropathy dan dominant optic atrophy

Optic neuritis

Kelainan retina

Degenerasi macula akibat tua

Fotokoagulasi panretina

Retinitis pigmentosa

Oklusi arteri dan vena retina

Abnormalitas system nervus sentral

25
Kompresi optic neuropati

Demyelinasi akibat sklerosis multiple

Neurophaty optic akibat nutrisi

Atropi optic dominan

2.11 Penatalaksanaan

2.11.1 Terapi Medika Mentosa

1. Supresi Pembentukan Humor Aqueus

a. Golongan -adrenergik Bloker

Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau

dengan kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan -

adrenergic bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol

0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain. Timolol maleat merupakan -

adrenergik non selektif baik 1 atau 2. Timolol tidak memiliki aktivitas

simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi

tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar

20-30%. Reseptor - adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika

reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow

humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor

sehingga menurunkan produksi humor aquos. Farmakodinamik golongan

-adrenergic bloker dengan cara menekan pembentukan humor aquos

sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya

sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral sehingga

bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai

1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan -adrenergic bloker memiliki waktu

26
paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal

untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat

hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.

Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan

kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian

diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik

secara tunggal atau kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi lainnya dapat

diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma

kongenital.

b. Golongan 2-adrenergik Agonis

Golongan 2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu

selektif dan tidak selektif. Golongan 2-adrenergic agonis yang selektif

misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos,

meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork

dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan

aliran keluar uveosklera.

Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan

akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi

pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono amin oksidase (MAO)

dan trisiklik depresan karena mempengaruhi metabolisme dan uptake

katekolamin.

c. Penghambat Karbonat Anhidrase

Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena

dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja

27
efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat

bebas dalam plasma 2,5 M. Apabila diberikan secara oral, konsentrasi

puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat

bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat karena ekskresi pada

urin. Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan

intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan

introkuler pada pseudo tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis

hati, penyakit paru obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis

dan urolithiasis.

d. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus

Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif

digunakan pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros

merupakan obat baru yang paling efektif katena dapat ditoleransi dengan

baik dan tidak menimbulkan efek samping sistemik. Farmakokinetik

latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan diaktifkan menjadi

asam latanopros. Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4

jam setelah pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam.

Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus

melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka,

hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain.

kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan latanopros.

Kedua, golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan

efek miosis pada mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga

28
menimbulkan kontraksi muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran

humor aquos dapat keluar

e. Miotik, Midriatik & Sikloplegik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma

sudut tertututp akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau.

Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris

bomb6 karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh

pergeseran lensa ke anterior, digunakan sikloplegik (cyclopentolate dan

atropine) untuk merelaksasi otot siliaris sehingga aparatus zonular menjadi

kencang dalam upaya menarik lensa ke belakang.

2.11.2 Terapi Bedah dan Laser

1. Trabekulopasti Laser

Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran

melalui suatu lensa-gonio ke anyaman trabekular akan memudahkan aliran

keluar aqueous humor; ini terjadi karena efek yang dihasilkan pada

anyaman trabekular dan kanal Schlemm; atau adanya proses-proses selular

yang meningkatkan fungsi anyaman trabekular. Teknik ini dapat

diterapkan pada beragam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya

bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan

biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan

tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang . Trabekuloplasti

laser dapat digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.

Pada sebagian besar kasus, tekanan intraokular perlahan-lahan akan

29
kembali ke tingkat praterapi dalam 2-5 tahun. Hasil tindakan bedah

drainase glaukoma berikutnya dapat dipengaruhi tanpa disengaja.

2. Bedah Drainase Glaukoma

Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk

memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses

langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva

dan orbita. Komplikasi yang utama adalah fibrosis jaringan episklera, yang

menyebabkan penutupan jalur drainase baru tersebut. Hal ini iebih mudah

terjadi pada pasien berusia muda, pasien berkulit hitam, pasien glaukoma

akibat uveitis, dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma

atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan episklera. Terapi

adjuvan pra- dan pascaoperasi dengal antimetabolit, seperti 5-fluorouracil

dan mitomycin C memperkecil risiko kegagalan bleb dan dikaitkan

dengan.kontrol tekanan intraokular yang baik. Akan teiapi, terapi ini dapat

menimbulkan komplikasi yang berkaitan dengan bleb, misalnya rasa tidak

nyaman terus-menerus pada mata, infeksi bleb, atau makulopati akibat

hipotoni okular persisten.

2.12 Komplikasi dan Prognosis

Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara

perlahan hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes

antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular mata yang belum mengalarni

kerusakan glaukomatosa luas, prognosisnya akan baik (walaupun penurunan

lapangan pandang dapat terus berlanjut pada tekanan intraokular yang telah

normal). Apabila penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma

30
dapat ditangani dengan baik secara medis. Trabekulektomi merupakan pilihan

yang baik bagi pasien yang mengalami perburukan meskipun telah menjalani

terapi medis

31
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma adalah kelompok penyakit dengan karaterikstik neuropati optik,

yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang dimana peningkatan

tekanan intra okular (TIO) merupakan faktor risiko utama terjadinya glaukoma,

biasanya disebakan oleh hambatan pengeluaran cairan aqueous humor.

Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis) terjadi akibat

peningkatan resistensi aliran aqueous humor atau kerusakan pada saraf optik yang

biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO) dan tidak

teridentifikasi penyebab anatomisnya

Evaluasi glaucoma secara komprehensif mulai dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, mencakup semua komponen dari pemeriksaan mata termasuk

pemeriksaan penunjang seperti tekanan intra okuler (Tonometri), gonioskopi,

pemeriksaan lapangan pandang, oftalmoskop, dan pemeriksaan optic nerve head

dan retinal nerve fiber layer

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Allen MY, Higginbotham EJ. Primary Open-Angle Glaucoma, dalam

Glaucoma Science and Practice. NewYork : Thieme. 2003; 153-160.

2. American Academy of Opthalmology. Section 10: Glaucoma. 2011-2012. pp

3-11, 17-26.

3. Eva PR. Anatomy and Embryology of the eye. Dalam Eva PR, Emmet T,

Cunningham JR. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 18th edition.

Mac Graw Hill. 2011. pp 39-44.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Infodatin situasi dan analisis

glaukoma. [online] 2015. Available from: www.depkes.go.id . [Accessed 30th

May 2017]

5. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age

International Publisher. 2007. pp 205-10.

6. Riordan-Eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010; 212-23.

7. Salmon JF, MD, FRCS. Glaucoma. Dalam: Eva PR, Emmet T, Cunningham

JR. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 18th edition. Mac Graw

Hill. 2011. pp 468-73.

33

Anda mungkin juga menyukai