Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Struma Nodusa Non Toksik


Disusun untuk melengkapi syarat internsip
di RSUD Kota Dumai

Disusun Oleh :
dr. Sisil Monalisa

Narasumber:
dr. Zulhendry, Sp. B

Pendamping :
dr. Asmawati
dr. Deni Apriyanda

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD KOTA DUMAI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan sebaik-baiknya.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan kasus ini, khususnya kepada dr. Zulhendry, Sp.B
selaku konsulen yang telah memberi bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi syarat internsip di RSUD Kota
Dmai dengan judul “Struma Nodusa Non Toksik”. Penulis berharap laporan kasus ini
dapat memberi banyak manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca sekalian pada
umumnya. Semoga makalah ini dapat memberi masukan bagi rekan-rekan yang ingin
mengetahui Struma Nodusa Non Toksik.

Dumai, Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2
2.1 Definisi Struma.................................................................................... 2
2.2 Anatomi dan fungsi Thyroid................................................................ 2
2.3 Klasifikasi Struma............................................................................... 7
2.4 Patofisiologi Struma............................................................................ 11
2.5 Diagnosis Banding............................................................................... 12
2.6 Diagnosis ............................................................................................ 13
2.7 Terapi................................................................................................... 17
2.8 Komplikasi Struma.............................................................................. 23
2.9 Prognosis Struma................................................................................. 23
BAB III STATUS PASIEN ..............................................................................

3.1 Anamnesis............................................................................................ 24
3.2 Pemeriksaan Fisik................................................................................ 25
3.3 Pemeriksaan penunjang....................................................................... 26
3.4 Diagnosis banding............................................................................... 27
3.5 Diagnosis ............................................................................................ 27
3.6 Terapi................................................................................................... 27
3.7 Prognosis............................................................................................. 27
3.7 Follow up............................................................................................. 27
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ 32
BAB V KESIMPULAN................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Struma nodusa non-toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara


klinis teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme1.
Penyebab kelainan ini bermacam-macam. Penyebab paling umum dari
struma adalah defisiensi yodium. Diperkirakan bahwa struma mempengaruhi
sebanyak 200 juta dari 800 juta orang kekurangan yodium, struma difusa
maupun nodusa sangat tergantung pada asupan yodium masyarakat, pada daerah
dengan defisiensi yodium prevalensi struma dapat tinggi. Daerah pegunungan
yang defisiensi yodium menjadi factor permasalahan gizi nasional. Pembentukan
hormon tiroid salah satunya yodium, pembesaran tiroid dapat dilihat pada
penderita Hipotiroidisme maupun hipertiroidisme (Hawks & Black, 2009).
Pada setiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap
tiroksin bertambah, terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi,
kehamilan, laktasi, menopause, infeksi atau “stress” lain. Pada masa-masa
tersebut dapat ditemukan adanya hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme disebut struma nodosa non- toksik. Sebagai gambaran, di Boston,
pada 8% dari 2585 autopsi rutin, diketemukan nodul tiroid. Setiawan di rumah
sakit Hasan Sadikin Bandung, menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak
415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat
toksik. Pfannenstiel menjumpai keadaan tersebut pada 70% dari kasus tiroidnya.
Struma nodus non-toksik merupakan gangguan yang sangat sering
dijumpai dan menyerang 16% perempuan dan 4% laki-laki yang berusia 20
tahun sampai dengan 60 tahun. Struma kadang menimbulkan komplikasi-
komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Struma


Struma adalah pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi
seperti tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Berdasarkan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma.2
2.2 Anatomi dan Fungsi Tiroid
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid
merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher
bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar
endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang
berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan
tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral
yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis
dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadangkadang terdapat lobus
piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.2 3 8
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5
sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh
isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas
sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah
cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5 cm, lebar 3
cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya
antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan
kelenjar sangat tinggi (+ 5 ml/menit/gram tiroid).2 3 8

2
Thyroid Gland in Situ
Anterior View

Gambar.1 Anatomi thyroid

Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel


kecil yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap
folikel dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa
berwarna merah muda yang disebut koloid.5
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin,
merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan.7
Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin
(T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid
yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan
dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon
yan g dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut
berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.5
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin
(T3) mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per
milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.1
Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan
aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu
umum dengan mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan
metabolisme sering ditimbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim

3
spesifik yang turut berperan dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan
sifat responsif jaringan terhadap hormon yang lain. Hormon tiroid
mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak.
Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk
pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme
seluler, hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.
Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di
berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon
tiroid merangsang konsumsi 02 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu
mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk
pertumbuhan dan pematangan normal.1

Gambar 2. Mekanisme thyroid


Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel,
perkembangan dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic,
melalui pengaturan ekspresi gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui
efek langsung pada sitosol sel, membran sel, dan mitokondria. Hormon tiroid
juga merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan

4
normal sistem saraf pusat. Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi
ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik,
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul
retardasi mental dan kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor,
dan kelebihan pembentukan panas1.
Dua jenis hormon berbeda yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid
membentuk hormon tiroid yaitu tiroksin dan triiodotironin. Kedua hormon
ini merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung molekul
iodium yang terikat pada struktur asam amino.1

2.2.1 Tiroksin (T4)


Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam
setiap molekulnya. Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan
terikat dengan protein di dalam sel-sel kelenjar tiriod; pelepasannya ke
dalam aliran darah terjadi ketika diperlukan. Kurang lebih 75%
hormon tiroid terikat dengan globulin pengikat-protein (TBG; thyroid-
binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada dalam keadaan
terikat dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid. Bentuk T4
yang terdapat secara alami dan turunannya dengan atom karbon
asimetrik adalah isomer L. D-Tiroksin hanya memiliki sedikit aktivitas
bentuk L.1
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada
protein plasma, diantaranya :
1) globulin pengikat tiroksin (TBG).
2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
3) albumin pengikat tiroksin (TBA).
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin
yang paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang
lebih besar terhadap protein pengikat ini di bandingkan dengan
triiodotironin. Secara normal 99,98% T4 dalam plasma terikat atau
sekitar 8 µg/dL (103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar 2 ng/dL.

5
Hanya terdapat sedikit T4 dalam urin. Waktu paruh biologiknya
panjang (6-7 hari), dan volume distribusinya lebih kecil jka
dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar IOL, atau
sekitar 15% berat tubuh.1
2.2.2 Triiodotironin (T3)
Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang
mengandung molekul iodium yang terikat pada asam amino ini hanya
mengandung tiga atom iodium saja dalam setiap molekulnya. Hormon
tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer melalui deiodinasi T4.
Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin (T4).
T4 dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul-molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam
triglobulin. Kedua hormon ini tetap terikat pada triglobulin sampai
disekresikan. Sewaktu disekresi, koloid diambil oleh sel-sel tiroid,
ikatan peptida mengalami hidrolisis, dan T3 serta T4 bebas dilepaskan
ke dalam kapiler.1
Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap
protein pengikat TBG dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan
triiodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini
yang merupakan alasan mengapa aktivitas metabolik triiodotironin
lebih besar.1
T3 mugkin dibentuk melalui kondensasi monoidotirosin (MIT)
dengan diidotirosin (DIT). Dalam tiroid manusia normal, distribusi
rata-rata senyawa beriodium untuk T3 adalah 7%. Kelenjar tiroid
manusia mensekresi sekitar 4 µg (7 nmol) T3. Kadar T3 plasma adalah
sekitar 0,15 µg/dL (2,3 nmol/L), dari 0,15 µg/dL yang secara normal
terdapat dalam plasma, 0,2% (0,3 ng/dL) berada dalam keadaan bebas.
Sisa 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan sebagian besar
sisanya pada albumin, dengan pengikatan transtiretin sangat sedikit.1

6
Protein Konsentrasi Jumlah Hormon
Plasma Terikat yang
(mg/dL) berikulasi (%)
T4 T3
Globulin pengikat 2 67 46
tiroksin (TBG)
Transterin (Praalbumin 15 20 1
pengikat tiroksin,
TBPA)
Albumin 3500 13 53
Tabel 1. Konsentrasi plasma dan jumlah hormone

2.3 Klasifikasi Struma


2.3.1 Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan
sebagai berikut 1 2 10:
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar
tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di
bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH
dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan
kompresi trakea 1
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional
kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi
berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak
mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam

7
sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,
sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi,
gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok,
mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan
kemampuan bicara. 1
C. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini
dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi
besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih suka
udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot. Gambar penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah

ini.1

8
gambar 3. hipertiroid

2.3.2 Berdasarkan Klinisnya


Secara klinis pemeriksaan struma dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut 1 2
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma
diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan
nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika
tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien
meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang
berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung
menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan
turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan
penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna.32 Apabila gejala gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi
krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat,

9
mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan,
koma dan dapat meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang
air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen
yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.1
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu
nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid
sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien
mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa
nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.1
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi
yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk
ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.
Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah
endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik
sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.1
2.4 Patofisiologi Struma
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat

10
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula
penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan.
TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam
jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama
makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi
peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan
kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.11
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital
yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh
zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun
seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau
neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan
misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik
misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).11

11
Gambar 4. Patofisiologi struma
2.5 Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding struma nodul non-toksik antara lain:2
A. Tiroiditis
 Tiroiditis hashimoto adalah tiroiditis kronik yang ditandai
oleh kegagalan tiroid bertahap karena terjadi proses autoimun
serta hipertiroidisme. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
usia 45 tahun dengan predominasi wanita.2
 Tiroiditis De Quervain adalah inflamasi akut mengenai
seluruh kelenjar tiroid, disebabkan oleh infiltrasi sel
neutrophil, sel limfosit, dan sel histiosit. Gambaran klinis
berupa pembesaran tiroid ringan atau sedang yang sangat
nyeri serta gejala dan tanda sistemik.2
 Tiroiditis Riedel adalah yang paling jarang ditemukan, juga
dianggap sebagai reaksi autoimun. Kelenjar tiroid menjadi
keras, berbentuk asimetri sehingga suka dibedakan dengan

12
adenokarsinoma anaplastk karena konsistensinya sangat
padat.2
B. Penyakit Grave
Penyakit grave lain juga disebut penyakit basedow (jika
dijumpai trias basedow, yaitu adanya struma tiroid difus,
hipertiroidisme, dan eksoftalmus). Gejala-gejala yang dapat
ditemukan pada penyakit ini antara lain keringat berlebihan,
tremor tangan, toleransi terhadap panas, penurunan berat badan,
emosi tidak stabil, gangguan menstruasi, berupa amenorea, dan
sering buang air besar.2
C. Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid,
dikelompokan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik,
yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran keduanya,
karsinoma medular yang berasal dari sel parafolikuler dan
mengeluarkan kalsitonin, serta karsinoma berdeferensiasi
buruk/anaplastik.2 7
2.6 Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
berperanan penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid.1 2 4
1. Anamnesis
Melalui anamnesis dapat kita nilai beberapa faktor risiko terjadinya
struma. Jenis kelamin, umur, riwayat terpapar radiasi, riwayat
keluarga yang menderita keluhan seperti adanya benjolan pada leher
yang mengarah pada struma, harus ditanyakan kepada pasien. Selain
itu dari anamnesis juga dapat diketahui gejala klinis pada pasien.
Pada struma multinodular gejala klinis bervariasi dan tergantung pada
ukuran, lokasi, dan fungsi dari kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien
eutiroid dengan ukuran struma yang kecil biasanya asimptomatik,
oleh karena itu gejala klinisnya terutama berkaitan dengan efek massa
akibat kelenjar tiroid yang membesar.Biasanya penderita struma

13
nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo- atau
hipertiroidsme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan
berkembang/berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma.
Karena pertumbuhannya terjadi secara perlahan, struma dapat
membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher
yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik. Sebagian besar
penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa keluhan.
Namun, jika ukuran struma cukup besar, akan dapat menekan area
trakea yang mengakibatkan adanya gangguan pada respirasi
(dyspnea) dan juga penekanan di esofagus sehingga terjadi gangguan
menelan.4
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan melakukan palpasi pada
kedua lobus kelenjar tiroid, dan keakuratannya sangat tergantung
pada pemeriksa. Pada pemeriksaan penderita, nodul tiroid yang kita
dapatkan mungkin saja bersifat nodular atau halus, lokal ataupun
difus, keras atau lembut, dapat dimobilisasi atau terfiksir, dan terasa
nyeri saat dipegang ataupun tidak. Jumlah dari nodul hanya pada 1
lobus (soliter) atau terdapat pada kedua lobus (multipel). Nodul yang
berukuran kurang dari 1 cm mungkin saja tidak dapat terpalpasi
kecuali nodul tersebut terletak pada bagian anterior dari lobus tiroid.4
Terdapat 2 cara palpasi kelenjar tiroid. Cara anterior dilakukan
dengan cara pemeriksa dan pasien duduk saling berhadapan. Dengan
memflek si leher pasien atau memutar dagu sedikit ke kanan,
pemeriksa dapat merelaksasi muskulus strenokleidomastoideus pada
sisi itu, sehingga memudahkan pemeriksaan. Tangan kanan
pemeriksa menggeser laring ke kanan dan selama menelan lobus
tiroid kanan yang tergeser dipalpasi dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri. Setelah memeriksa lobus kanan, laring digeser ke kiri dan
lobus kiri dievaluasi melalui cara serupa dengan tangan sebelah.4

14
Kemudian pemeriksa harus berdiri di belakang pasien untuk
meraba tiroid melalui cara posterior. Pada cara ini pemeriksa
meletakkan kedua tangannya pada leher pasien yang posisi lehernya
sedikit ekstensi. Pemeriksa memakai tangan kirinya mendorong
trakea ke kanan. Saat pasien menelan, tangan kanan pemeriksa
meraba kelenjar tiroid. Setelah memeriksa lobus kanan, lobus kiri
dievaluasi melalui cara serupa dengan tangan sebelah.4
Selain palpasi dari nodul tiroid tersebut, kita juga perlu
memeriksa apakah ada pembesaran dari kelenjar getah bening pada
daerah kepala dan leher. Karena salah satu tanda dari keganasan tiroid
adalah terdapatnya limpadenopati pada daerah servikal disamping
dari ditemukannya nodul yang lebih dari 4 cm, keras dan terfiksir,
atau suara serak.4
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berguna untuk membantu menegakkan
diagnosis struma Pemeriksaan penunjang tersebut terdiri dari
pemeriksaan biokimia untuk menetapkan fungsi kelenjar tiroid,
pemeriksaan imaging untuk mengetahui jumlah dan jenis nodul, dan
pemeriksaan sitology atau histologi untuk menetukan perubahan
patologis.4
- Biokimia (Pengukuran kadar FT4 dan TSHs)
Pemeriksaan biokimia secara radioimunoesai dapat memberikan
gambaran fungsi tiroid yaitu dengan mengukur kadar T4, T3,
FT4, TBG, dan TSH dalam plasma. Kadar T4/FT4 serum total
dapat mencerminkan fungsi kelenjar tiroid. Kadar T3 serum total
selalu tinggi pada penderita tirotoksikosis. Penentuan kadar TBG
kadangkala diperlukan untuk menginterpretasi kadar T4, dan
sampai tingkat tertentu berlaku untk kadar T3. Kadar TBG dapat
berubah pada kehamilan atau pada pengobatan dengan estrogen.
Pemeriksaan kadar TSH serum merupakan pemeriksaan

15
penyaring yang peka untuk hipotiroidisme karena kadar ini
meningkat sebelum terjadi penurunan kadar T4.1
Antibodi mikrosom dan antibodi tiroglobulin umumnya
meningkat pada penderita dengan tiroiditis autoimun. Thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI) dapat ditemukan pada
penderita penyakit Graves. Tiroglobulin dapat ditemukan dalam
serum orang normal, dan kenaikan kadar tiroglobulin dapat
digunakan untuk mengetahui rekurensi karsinoma tiroid setelah
tiroidektomi total.2
- Imaging
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi(USG) digunakan untuk menentukan apakah nodul
tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun tidak merupakan
nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. USG terbatas
nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan kenganasan dan
hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari
setengah sentimeter.2
Sidik radioaktif / thyro-scan
Sidik radioaktif/thyro-scan dengan unsur radioaktif teknesium
(Tc99m) atau Iodium 131 (I 131) dapat menunjukkan gambaran
fungsional jaringan tiroid dengan melihat kemampuan ambilan
unsur radioaktif di atas. Cara ini berguna untuk menentukan
apakah nodul dalam kelenjar tiroid bersifat hiperfungsi (nodul
panas), hipofungsi (nodul dingin), atau normal (nodul hangat).
Kemungkinan keganasan ternyata lebih besar pada nodul dingin
meskipun karsinoma tiroid dapat juga ditemukan pada nodul
hangat.2 Nodul panas jarang mengarah ke malignansi; tetapi 5-8%
dari nodule hangat dan dingin adalah malignansi.2

- Sitologi
Fine-Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

16
Pemeriksaan sitology nodul tiroid diperoleh dengan biopsy
aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy, FNAB). Cara
pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma
tiroid, tiroiditis, atau limfoma. Biopsi aspirasi jarum halus adalah
cara terbaik mendiagnosis kemungkinan kegananan dalam nodul
tiroid, dan dianggap sebagai cara diagnosis yang lebih akurat
dibandingkan dengan pemeriksaan radioaktif maupun
ultrasonografi.2
2.7 Terapi
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis jenis
struma antara lain sebagai berikut:
1). Operasi/Pembedahan
Pembedahan struma dapat dibagi menjadi pembedahan
diagnostic (biopsy) dan teraupetik. Pembedahan diagnostic berupa
biopsy insisi atau biopsy eksisi sangat jarang dilakukan dan telah
ditinggalkan terutama dengan semakin akuratnya biopsy jarum halus.
Biopsy diagnostic hanya dilakukan pada tumor yang tidak dapat
dikeluarkan seperti karsinoma anaplastic. Pembedahan terapeutik
dapat berupa lobektomi total, lobektomi subtotal, istmo-lobektomi,
tiroidektomi total .2 3
 Tiroidektomi
Tiroidektomi adalah pengobatan yang dianjurkan, terlebih
pada tiroidektomi total karena frekuensi keberhasilannya hasil
secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan tiroidektomi
subtotal tanpa perbedaan dalam tingkat komplikasi. Pada
tiroidektomi total risiko kekambuhan hanyak 0% sedangkan pada
tiroidektomi subtotal risiko kekambuhan sekitar 8% atau rekuren
dala 5 tahun. 1,12
Indikasi tiroidektomi :
 Struma besar
 Adenoma toksik

17
 Struma multinodusa
 Penyakit hipertensi yang sering kambuh
 Bila kadar T4> 70 p mol/L

Sebelum pembedahan pasien harus menjadi eutiroid terlebih dahulu,


dengan memberikan OAT dengan atau tanpa obat penyekat beta. Preparat
iodida diberikan dalam periode preoperatif. Bila pasien tidak dalam
kondisi eutiroid atau alergi terhadap OAT dan operasi harus terlebih
dahulu diobati dengan penyekat beta, kalium iodida, glukokortikoid, dan
cholestiramine sebelum dilakukan tindakan operasi.
2). Yodium Radioaktif
Indikasi
1. Hipertiroid graves
2. Struma nodusa toksik/ nodul tiroid otonom
3. Struma multinodusa toksik
4. Rekurensi setelah tiroidektomi subtotal
5. Diperlukan pengobatan definitive seperti pada penyakit jantung
tiroid

Kontraindikasi
1. Ibu hamil dan ibu menyusui
2. Optalmopati aktif
3. Komorbid karsinoma tiroid

Pengobatan radioaktif tiroid dilakukan bila pengobatan


penyakit hipertiroid dengan OAT tidak berhasil dan sering kambuh
atau diperlukan pengobatan definitive seperti pada penyakit jantung
tiroid. 1
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang
tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan.
Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif
dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut

18
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan
resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif
diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di
rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah
operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.2 3
3). Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma,
selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid
dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid)
yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol.2 3

Gambar 4. Mekanisme OAT

Obat anti tiroid (OAT) yang dapat digunakan adalah


turunan thiourea yaitu methimazole/carbimazole, atau

19
prophylthiouracil. Mekanisme kerja ketiga obat ini hampir sama
yaitu : 1
1. Menghambat penggunaan iodium oleh kelenjar tiroid,
khususnya menghambat proses organifikasi pengikatan iodium
ke residu tyrosine didalam thyroglobulin.
2. Menghambat “coupling” iodotyrones
3. Menghambat konversi T4 menjadi T3
4. Kemungkinan mempunyai efek imunosupresi
5. Methimazole/Carbimazole
Methimazole/carbimazol merupakan obat yang dapat
digunaikan untuk semua pasien hipertiroid, dosis yang dapat
diberikan dosis awal 10-20 mg per hari.untuk mencapai kondisi
eutiroid di titrasi ke dosis perawatan 5-10 mg perhari.
Propylthiouracil (PTU) dapat diberikan kepada semua
penderita hipertiroi dan dianjurkan pada trimester pertama
kehamilan, atau pada krisi tiroid atau pada pasien yang kurang
berhasil dengan pengobatan methimazol dan menolak
pemberian iodine radioaktif atau menjalani pembedahan. Dosis
awal PTU sekitar 100-150 mg secara oral setiap 8 jam atau 200-
300 mg setiap 8 jam. Dosis awal akan dilanjutkan selama 2 bulan
setelah semua gejala terkontrol. Sedangkan dosis perawatan
dapat diberikan 100-150 mg/hari dalam dosis yang dibagi 8-12
jam
Pada kasus adenoma toksik dan goiter multinodular toksik
OAT hanya diberikan selama 1-3 bulan sebagai persiapan “cool
down” sebelum terapi definitive ablasi dengan radioktif iodium
radioaktif atau tiroidektomi. 1
Pengobatan dengan OAT dilakukan selama 1 sampai 2 tahun,
kemudian OAT dihentikan dan dosis dikurangi. OAT dapat diberikan
dala beberapa tahun kecuali bila ada reaksi alergi atau toksik,
kepatuhan pasien minum OAT sangatlah penting.

20
Cara pemberian OAT:
1. Metode titrasi

Methimazole/carbimazole diberikan dengan dosis awal 20-40


mg/hari sekali sehari atau propylthiouracil 300-600 mg/hari tiga kali
sehari. OAT diberikan ketika keadaan eutiroid tercapai, kemudian
dosis diturunkan secara perlahan dan dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan serendah mungkin.1
2. Metoda block supplement

Setelah tercapai keadaan eutiroid, pengobatan dilanjutkan


dengan menanmbahan I-tiroksin 100-150 mcg/hari. Tujuannya untuk
menurunkan angka kekambuhan dan antisipasi terjadinya keadaan
hipertiroid1
Tabel 2. perbandingan efek farmakologi obat anti tiroid (OAT)1
PTU Methimazole
Metabolism 75% terikat protein Sangat minim
serum, terutama berikatan dengan
albumin protein serum
Waktu paroh 60 menit 4-6 jam
Mekanisme kerja Menghambat sintesis Sama dengan PTU
intratiroid T4 dan T3 intratiroid
Mekanisme kerja Penghambat kuat Tidak ada
ekstratioid outer ring deiodinase
dijaringan perifer dan
kelenjar tiroid,
menghambat
konversi T4 menjadi
T3
Efek samping Agranuositosis, Sama dengan PTU
urtikaria, nyeri sendi,
gangguan fungsi hati

21
Absorbs Hampir sempurna Hampir sempurna
gastrointestinal
Puncak kadar Satu jam setelah Satu jam setelah
serum diminum diminum
Lama kerja 12-24 jam >24 jam
metabolit

 Iodium (Larutan Kalium Iodium Pekat, Larutan Iodium -


Kalium Iodida [Larutan Lugol])
Iodium adalah terapi tertua yang pernah ada untuk mengatasi
hipertiroidisme, menjadi salah satu terapi yang efektif namun belum
sepenuhnya dimengerti. Respon pasien hipertiroidisme terhadap
iodium bersifat akut dan sering kali dapat terlihat setelah 24 jam,
menekankan bahwa pengeluaran hormon ke sirkulasi sangat cepat
untuk di interupsi. Efek klinis yang paling penting dari pemberian
iodium dosis tinggi adalah Inhibisi pengeluaran hormon tiroid. Ini
dapat tercerminkan dari kemampuan iodium untuk melawan
kemampuan TSH dan adenosine monofosfat siklik (cAMP) untuk
menstimulasi pengeluaran hormon.
Iodium sangat berguna untuk mengobati hipertiroidisme,
sebelum dilakukannya tiroidektomi elektif. Kombinasi antara
kalium iodide oral dan propranolol memang menjadi salah satu
yang di rekomendasikan.9 Vaskularitas dari kelenjar tiroid akan
menurun akibat terapi iodium.10 Terapi kronik dengan
menggunakan iodium, seringkali dikaitkan dengan kembalinya
aktivitas berlebih dari kelenjar tiroid yang sebelumnya telah
ditekan.11 Reaksi alergi dapat juga dapat menyertai terapi iodium
atau bentukan organik lainnya yang mengandung iodium.
Angioedema dan edema laring bisa menjadi salah satu efek yang
mengancam nyawa.
2.8 Komplikasi

22
Struma nodul non-toksik tidak menimbulkan gejala yang khas dan tumbuh
dengan sangat lambat. Komplikasi yang dapat terjadi dari nodul non toksik
adalah terjadinya obstruksi jalan nafas akibat deviasi trakea yang terjadi karena
pembesaran nodul tiroid. Pada nodul tiroid yang mengalami pembesaran sampai
menghambat jalan nafas seperti ini, biasanya diindikasikan untuk melakukan
tindakan operatif.2 6 8

2.9 Prognosis

Prognosis untuk struma non-toksik cukup baik, biasanya struma non-toksik

tumbuh dengan sangat lambat sampai bertahun-tahun. Bila terdapat pertumbuhan

struma dengan cepat atau terjadi degenerasi atau pendarahan pada nodul, harus

dievaluasi untuk kecurigaan timbulnya neoplasma.6

BAB III

23
IDENTITAS PASIEN

3.1 Anamnesis

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. J
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pusara Hilir 16/5 Bagan Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 22 November 2020

II. Anamnesis (Autoanamnesis)


Keluhan Utama :
- Leher bengkak sejak 4 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke poli bedah RSUD
Kota dumai dengan keluhan utama leher bengkak sejak 4 tahun yang
lalu. Awalnya bengkak pada leher berukuran kecil dan tidak disertai
rasa nyeri, namun 8 bulan terakhir bengkak semakin lama semakin
membesar. Os juga mengeluhkan nyeri menelan dan sulit membuka
mulut sejak 1 bulan yang lalu. Keringat dingin (-), jantung berdebar-
debar (-) . Penurunan berat badan (-), diare (-), susah BAB (-), BAK
(+) normal. Os mengaku dalam kehidupan sehari-hari os memasak
dengan garam beryodium.
- Keluhan lain: pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Dispepsia
- Asma
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.
Riwayat Pengobatan :

24
- Pasien ada mengkonsumsi obat-obat tiroid 4 tahun yang lalu untuk
memperkecil ukuran tiroid
3.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit Ringan
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 84 x/menit
Tensi : 142/81 mmHg
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,4 °C
Status Generalisata
Kepala : Dalam batas normal
Leher :Trakea sulit dinilai, pembesaran KGB (-),
pembengkakan dengan konsistensi kenyal pada tiroid
kanan dan kiri, mobile dengan batas tegas berukuran 8
x 4 cm serta terdapat nyeri tekan.
Wajah : Dalam batas normal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks
pupil (+/+)
Thorax : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen : nyeri tekan (-), bising usus dbn
Extremitas : akral hangat, sianosis -/-, edema tungkai -/-, kulit
lembab dan hangat (-)

3.3 Pemeriksaan Penunjang

25
Ultrasonografi

Hasil:
Ukuran membesar
Tiroid tampak nodul / massa
Kesan :
Struma difusa bilateral
- Laboratorium :
Darah lengkap
Hemoglobin 12.7 mg/dl
Leukosit 11.000 mm3
Eritrosit 5.220.000 mm3
Hematokrit 40 %
Trombosit 279.000 mm3
Gula darah sewaktu 109 mg/dl

FAAL Ginjal
Uerum 30 mg/dl
Creatinin 0,8 mg/dl

26
FAAL Hati
SGOT/AST 31 mg/dl
SGPT/ALT 39g/dl

Rapid test covid-19 : non reactif


Enzym thyroid
T3 1,02 ng/dl
TSH 3,32 miu/ml
T4 5,61 ug /dl

3.4 Diagnosis Banding


- Tiroiditis/ Penyakit Graves/Karsinoma tiroid
3.5 Diagnosis Kerja
-Struma Nodusa Non-toksik
3.6 Terapi
Tiroidektomy bilateral
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
3.8 Follow Up
WAKTU OBSERVASI TATALAKSANA
Senin S: Sesak nafas, nyeri luka  IVFD Hydromal 20
23/11/2020 operasi, tpm
(ICU) O: T:36.9  Anbacim 1 gr / 12
TD: 120/70 mmHg jam
HR: 97 x/i  Ketorolac 30 mg/ 8
RR: 26 x/i jam
SpO2: 98%  As. Tranexamat 1
Bekas luka operasi tidak ada amp/ 8 jam
pendarahan  Esome 40 mg/ 24

27
Wheezing (+) rhonki (-) jam
A: Post thyroidectomy  Dexamethasone 1
bilateral + Asma attack amp/ 8 jam
 Nebu combivent / 6
jam
Selasa S: Sesak nafas, nyeri luka  IVFD Hydromal 20
24/11/2020 operasi berkurang tpm
(ICU) O: T:36.7  Anbacim 1 gr / 12
TD: 140/90 mmHg jam
HR: 131 x/i  Ketorolac 30 mg/ 8
RR: 16 x/i jam
SpO2: 98%  As. Tranexamat 1
Bekas luka operasi tidak ada amp/ 8 jam
pendarahan  Esome 40 mg/ 24
Wheezing (+) rhonki (-) jam
A: Post thyroidectomy  Dexamethasone 1
bilateral + Asma attack amp/ 8 jam
 Nebu combivent / 6
jam
Rabu S: Sesak nafas berkurang,  IVFD hidromal 20
25/11/2020 nyeri luka operasi berkurang tpm
(ICU) O: T:36.2  Anbacim 1 gr / 12
TD: 110/60 mmHg jam
RR: 18x/i  Ketorolac 30 mg/ 8
HR: 83x/i jam
SpO2: 98%  As. Tranexamat 1
Bekas luka operasi tidak ada amp/ 8 jam
pendarahan  Esome 40 mg/ 24
Wheezing (-) rhonki (-) jam
A: Post thyroidectomy  Dexamethasone 1

28
bilateral + Asma attack amp/ 8 jam
 Nebu combivent / 6
jam
Kamis S: Sesak nafas berkurang,  IVFD Hidromal 20
26/11/2020 nyeri luka operasi tpm
(ICU) berkurang, batuk (+)  Anbacim 1 gr / 12
O: T:36.1 jam
TD: 110/70 mmHg  Ketorolac 30 mg/ 8
80x/i jam
RR: 20x/i  As. Tranexamat 1
SpO2: 98% amp/ 8 jam
Bekas luka operasi tidak ada  Esome 40 mg/ 24
pendarahan jam
Wheezing (+) minimal,  Dexamethasone 1
rhonki (-) amp/ 8 jam
A: Post thyroidectomy
 Nebu Suprasma / 6
bilateral + Asma attack
jam
 Bisolvon Syr 3x1C
Jumat S: Sesak nafas berkurang,  IVFD valamin 20
27/11/2020 nyeri luka operasi tpm
(ruang berkurang, batuk (+)  Anbacim 1 gr / 12
observasi O: T: 36,4 jam
IRNA B) TD: 120/80 mmHg  Ketorolac 30 mg/ 8
HR: 86x/i jam
RR: 22x/i  Esome 40 mg/ 24
SpO2: 98% jam
Wheezing (+) minimal  Dexamethasone 1
rhonki (-) amp/ 8 jam
A: Post thyroidectomy  Nebu Suprasma/ 6
bilateral + Asma attack jam

29
 Cetirizine 1x1
 Lansoprazole 1x1
 Diclofenac 2x1
 Respira 2x400mg
 Bisolvon Syr 3x1C
Sabtu S: Sesak nafas berkurang,  IVFD valamin 20
28/11/2020 nyeri luka operasi tpm
(IRNA B) berkurang, batuk (+)  Dexamethasone 1
berkurang amp/ 8 jam
O: T: 36,1  Nebu Suprasma / 6
TD: 110/80 mmHg jam
HR: 80x/i  Cetirizine 1x1
RR: 22x/i  Lansoprazole 1x1
SpO2: 98%
 Diclofenac 2x1
Wheezing (+) minimal
 Respira 2x400mg
rhonki (-)
 Propanolol 2x10mg
A: Post thyroidectomy
 PTU 2x1
bilateral + Asma attack
 Diazepam 2x2mg
 Bisolvon Syr 3x1C
Minggu S: Sesak nafas (↓), nyeri  IVFD valamin 20
29/11/2020 luka operasi (-), batuk (-) tpm
(IRNA B) O: T:36.4  Dexamethasone 1
TD: 110/70 mmHg amp/ 8 jam
HR: 80x/i  Nebu Suprasma / 6
RR: 20x/i jam
SpO2: 98%  Cetirizine 1x1
Wheezing (+) minimal  Lansoprazole 1x1
rhonki (-)  Diclofenac 2x1
Wheezing (-) rhonki (-)
 Respira 2x400mg
A: Post thyroidectomy

30
bilateral + Asma attack  Propanolol 2x10mg
 PTU 2x1
 Diazepam 2x2mg
 Bisolvon Syr 3x1C
Senin S: Sesak nafas (-), nyeri luka Obat pulang
30/11/2020 operasi (-), batuk (-)  PTU 2x1
(IRNA B) O: T:36.0  Respira 2x400mg
TD: 120/70 mmHg  Propanolol 2x1
HR: 82x/i  Sodium diclofenak
RR: 20x/i 3x1
SpO2: 98%  Diazepam 3x1
Wheezing (-) rhonki (-)
 Lansoprazole 1x1
A: Post thyroidectomy
 Bisolvon syr 3x1C
bilateral + Asma attack

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke poli penyakit bedah


RSUD Kota dumai dengan keluhan utama leher bengkak sejak 4 tahun yang lalu.
Awalnya bengkak pada leher berukuran kecil dan tidak disertai rasa nyeri,
namun 8 bulan terakhir bengkak semakin lama semakin membesar. Os juga
mengeluhkan nyeri menelan dan sulit membuka mulut sejak 1 bulan yang lalu.
Keringat dingin (-), jantung berdebar-debar (-), penurunan berat badan (-).
Berdasarakan hasil pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status
generalis dalam batas normal. Pada status lokalis regio colli didapatkan
pembengkakan dengan konsistensi kenyal pada tiroid kanan dan kiri, mobile
dengan batas tegas berukuran 8 x 4 cm serta terdapat nyeri tekan.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan
struma nodul non toksik. Berdasarkan teori definisi struma adalah
pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan
glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Pembesaran dapat terjadi secara
difusa ataupun nodosa dengan ditemukannya nodul pada tiroid. Pada pasien
ditemukan adanya pembesaran pada kedua lobus tiroid sehingga pasien
didiagnosis sementara dengan struma nodul non-toksik. Berdasarkan teori
disebutkan bahwa jenis kelamin perempuan 4 kali lebih sering mengalami struma
dari pada laki-laki dan hal ini sesuai dengan kasus. Pada pasien penyebab struma
masih belum jelas diketahui karena dari anamnesis pasien mengatakan memasak
menggunakan garam beryodium sehari-hari. Pada teori dikatakan defisiensi
iodium merupakan penyebab paling umum, namun faktor lainnya juga dapat
menjadi penyebab seperti adanya mutasi gen dan zat goitrogen tertentu yang
dapat mengganggu sintesis hormon tiroid. Ditambah adanya pembengkakan di
leher yang membesar secara perlahan. Untuk membedakan struma jenis toksik
dan non toksik dapat kita ketahui dari anamnesis dan pemeriksaan penunjang
untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hormon tiroid (hipertiroidisme).

32
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya gejala-gejala hipertiroidisme yang
mengarah pada struma toksik seperti jantung berdebar, keringan dingin, badan
terasa lemas, dan penurunan BB. Selain itu dari pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya exopthalmus yang merupakan salah satu tanda dari struma
toksik (penyakit Grave).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan teraba pembesaran pada tiroid kanan
berukuran ±8x4 cm dan kiri 8x4 cm dengan konsistensi kenyal, mobile di kulit
dan terfiksir di dasar, nyeri tekan, serta tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening. Berdasarkan teori yang disebutkan kemungkinan diagnosis nodul
tersebut mengarah ke jinak. Pada teori disebutkan nodul tiroid yang mengarah
jinak lebih banyak pada perempuan, dari segi usia biasanya nodul terjadi pada
usia berkisar di atas usia 30 tahun dan kurang dari 60 tahun, jumlah benjolan
biasanya multipel, karakteristik nodul biasanya kenyal dan mobile, tidak terdapat
pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada riwayat terpapar radiasi, ataupun
riwayat keluarga menderita kanker tiroid. Untuk membantu menegakkan
diagnosis dan membedakannya dengan nodul tiroid ganas diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang lain salah satunya FNAB.
Untuk menunjang diagnosis, pada pasien dilakukan pemeriksaan USG dan
pengukuran kadar FT4 dan TSH. Berdasarkan teori disebutkan bahwa untuk
membantu menegakkan diagnosis struma nodul non toxic beberapa pemeriksaan
penujang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan biokimia seperti pengukuran
kadar FT4 dan TSHs, pemeriksaan imaging dengan USG dan sidik
radioaktif/thyro-scan, dan pemeriksaan sitology yaitu FNAB. Pemeriksaan
penunjang lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan
USG bertujuan untuk untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba
pada palpasi maupun tidak merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau
kistik. USG terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan dan
hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah sentimeter.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sidik
radioaktif/thyro-scan namun tidak dilakukan pada pasien. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk melihat gambaran fungsional jaringan tiroid dengan melihat

33
kemampuan ambilan terhadap unsur radioaktif. Cara ini berguna untuk
menentukan apakah nodul dalam kelenjar tiroid bersifat hiperfungsi (nodul
panas), hipofungsi (nodul dingin), atau normal (nodul hangat). Kemungkinan
keganasan lebih besar pada nodul dingin meskipun karsinoma tiroid dapat juga
ditemukan pada nodul hangat.

34
BAB V

KESIMPULAN

Struma nodus non-toksik adalah pembesaram dari kelenjar tiroid yang


berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroid. Klasifikasi dari struma nodus
non-toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul,
berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan
konsistensinya. Etiologi dari struma nodus non-toksik adalah multifactor namun
kebanyakan struma diakibatkan oleh defisiensi yodium langsung atau akibat
makan goitrogen dalam dietnya.

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. 2012.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Sjamsuhidayat R, et al. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. 2013. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. The American Association of Endocrine Surgeon. Benign Thyroid
Enlargment (Non Toxic Multinodular Goiter). 2013. Available at:
http://endocrinediseases.org/thyroid/goiter.shtml. Accessed on: 10 Oktober
2018
4. Lee SL. Nontoxic Goiter.Medscape. 2013. Availabe at:
http://emedicine.medscape.com/article/120392-overview. Accessed on: 13
Oktober 2018.
5. AL-Saig TH, Modhar S, Muna Z. 2011. Non Toxic Goiter: Cytology,
Histological Analysis: A Study in Mosul. Iraqi J. Comm. Med 24 (4)
6. Mulinda JR. Goiter. Medscape. 2014. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/120034-overview. Accessed on: 17
Oktober 2018
7. Kumar V, Maitra A. 2007. Sistem Endokrin dalam:
Kumar,Cotran,Robbbins. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7. Jakarta:EGC.
8. American thyroid association. 2005. Cancer of thyroid. USA. American
thyroid association. Available at:
http://www.thyroid.caJGuides/HGl2.html
Accessed on: 22 Oktober 2018
9. Moore KL, Agur Anne MR. Essential Clinical Anatomy. 3th ed. 2007.
Toronto: Lippincott Williams & Wilkins.

10. Mitcheel RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran: Buku
Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. 2009. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

36

Anda mungkin juga menyukai