BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap
normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit
struma. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang
meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari
gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit
gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya
di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang
fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika
kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon.
Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua
kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya
antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan
tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998
menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat.
Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa
juga timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan
mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan
sadar iodium sejak dini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami tertarik untuk mengambil studi kasus tentang
“Asuhan Keperawatan Perioperatif Dan Penatalaksanaan Anestesi Umum Pada Ny.E
Dengan Tindakan Ismolobectomy Atas Indikasi Snnt Di Ruang Instalasi Bedah
Sentral Rsud Dr. Soekardjo Tasikmalaya”.
1
2
C. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Penulis mampu mengaplikasikan ilmu dan memperoleh pengalaman dalam
melakukan asuhan keperawatan perioperatif dan penatalaksanaan anestesi
regional pada Ny.E dengan tindakan Ismolobectomy pada kasus SNNT di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui dan memahami persiapan tindakan Pre-operatif pada
Ny.E dengan SNNT yang akan dilakukan Ismolobectomy di Instalasi
Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soekardjo Kota
Tasikmalaya.
b. Mengetahui dan memahami persiapan tindakan Intra-operatif pada
Ny.E dengan SNNT yang akan dilakukan Ismolobectomy di Instalasi
Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soekardjo Kota
Tasikmalaya.
c. Mengetahui dan memahami persiapan tindakan Post-operatif pada
Ny.E dengan SNNT yang akan dilakukan Ismolobectomy di Instalasi
Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soekardjo Kota
Tasikmalaya.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung
kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus
sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole
superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-
39 mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia
prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus,
pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan
fascia pretrachealis dan melingkari 2/3 bahkan sampai 3/4 lingkaran.
Arteri carotis communis, vena jugularis interna, dan nervus vagus
terletak bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid.
Nervus recurrens terletak di dorsal sebelum masuk ke laring. Nervus
phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara
fascia media dan prevertebralis.
Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam
nodi limfatici cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan
turun ke nl. paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu
lapisan jaringan yang dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari
lapisan tengah fascia servicalis profundus yang mengelilingi tiroid
dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan vena,
plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul
tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior
antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di
bagian posterior antara kedua lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et
sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et sinistra memberikan
vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang truncus
brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan
diatur oleh nervus recurrens dan cabang dari nervus laryngeus superior,
sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid
terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari
pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan
6
permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh
limfe inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan
bagian bawah lobus lateral.
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool
atas kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat
mencederai n. laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat
mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat sementara
namun dapat pula permanen.
3. Fisiologi
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat
menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan.
Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan
diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan
normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5%
adalah hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi
tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4
yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada
di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti
hipotalamus yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH
(thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon).
Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan
pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang
kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang
dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh
kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi
T3 dan T4.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4)
yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin
7
1. Klasifikasi
Kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Struma atau goiter
adalah setiap pembesaran dari kelenjar tiroid.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi
hormon tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:
a. Hipertiroidi : sering juga disebut toksik (walaupun pada
kenyataannya pada penderita ini tidak dijumpai adanya
toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.
b. Eutiroid : bila produksi hormon tiroksin normal.
c. Hipotiroidi : bila produksi hormon tiroksin kurang.
d. Struma nodosa non toksik: bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan), menurut
American society for Study of Goiter terbagi menjadi :
a. Struma Non Toxic Diffusa
b. Struma Non Toxic Nodosa
c. Struma Toxic Diffusa
d. Struma Toxic Nodosa
2. Manifestasi Klinis
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar
dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan
permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea
yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus
tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien dapat tidak
mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Adanya benjolan yang dapat diraba di leher. Peningkatan metabolisme
karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
Peningkatan aktivitas simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-
debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,
dan kelelahan.
13
3. Penatalaksanaan
Pilihan terapi nodul tiroid:
a. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
b. Pembedahan
c. Iodium radioaktif
d. Suntikan etanol
e. US (ultrasound) Guided Laser Therapy
f. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.
Program pemberian kapsul minyak beriodium terutama dapat
diberikan bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat. Edukasi
dilakukan untuk merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
14
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan,
yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam
pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data ini merupakan
kegiatan menghimpun informasi tentang status kesehatan klien (Romah
Nikmatur, Walid Saiful,2010)
a. Macam-macam data antara lain:
1) Data Dasar
Data dasar merupakan seluruh informasi tentang status
kesehatan pasien,yang meliputi: data umum, data demografis,
riwayat keperawatan, pola fungsing kesehatan, dan
pemeriksaan.
2) Data Fokus
Data fokus adalah informasi tentang status kesehatan klien
yang menyimpang dari keadaan normal. Data ini berupa
ungkapan klien maupun hasil pemeriksaan langsung oleh
perawat.
3) Data Subjektif
Data ini merupakan ungkapan keluhan klien secara langsung
oleh klien sendiri maupun secara tak langsung oleh orang lain
18
Dengarkan BJ I pada :
- ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
- ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ
I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
- ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
- ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan
(BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
- Terdengar di daerah mitral
- BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh,
tetapi tidak melebihi separo dari fase diastolik, nada
rendah
Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal,
Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda
oedema/dipneu, BJ III merupakan tanda abnormal.
b) Sistem pencernaan
Inspeksi
- Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi
tubuh.
- Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya
kelainan.
- Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala
untuk melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.
- Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
- Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan
perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut,
simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae
serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
- Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari
umbilikus.
- Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran
atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang,
minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi
mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga
dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen
terasa lebih tegang dari biasanya.
- Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen
dengan memasang tali/ perban seputar abdomen melalui
23
Hepar
- Posisi pasien tidur terlentang.
- Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
- Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada
kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan
keduabelas dan tekananlah kearah atas.
- Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari
mengarah ke kepala / superior pasien dan ekstensikan
sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di
bawah batas bawah hati.
- Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
- Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati
saat abdomen mengempis.
Kandung Empedu
- Posisi pasien tidur terlentang.
- Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
- Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada
kanan posterior pasien pada iga XI dan XII dan
tekananlah kearah atas.
- Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari
mengarah ke kepala / superior pasien dan ekstensikan
sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di
bawah batas bawah hati.
- Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
- Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati
saat abdomen mengempis.
- Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot
rektus.
- Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien
untuk menarik napas dalam selama palpasi.
Limpa
- Posisi pasien tidur terlentang
- Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
- Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa
di bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas.
- Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi
diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
- Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien
untuk menarik napas dalam.
25
Palpasi
- Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot
bergerak secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya
kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara
involunter (spastisitas)
- Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik
atau mendorong tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan
otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
- Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri
tekan.
- Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif
akan memberikan informasi mengenai integritas sendi.
Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk
dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di
antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata,
seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya
krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang
saling bergeseran satu sama lain.
- Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan
osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas.
Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak
dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya,
keterlibatan sendi mempunya pola yang simetris.
Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri.
- Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.
Perkusi
- Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella
dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer.
Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
30
Palpasi
- Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
- Tekstur kulit.
- Turgor kulit, normal < 3 detik
- Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi,
temperatur, bentuk, mobilisasi.
- Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal
setelah 3 – 5 detik.
g) Sistem neurologi
Inspeksi
- Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri,
pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.
- Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
- Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
- Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi
badan, apakah ada perubahan pigmentasi, kloasma
gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra,
hiperpigmentasi, dan areola mamma.
Palpasi
- Palpasi menurut Leopold I-IV
- Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan
pembukaan serviks.
- Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau
belum dan apakah ada ketegangan ketuban.
- Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian
apakah yang terendah dari janin, penurunan bagian
terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada
penghalang di bagian bawah yang dapat mengganggu
jalannya persalinan.
- Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada
bantalan forniks dan apakah bagian janin masih dapat
didorong ke atas.
Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam
rahim, denyut jantung janin, aliran tali pusat, aorta
abdominalis, dan perdarahan retroplasenter.
h) Sistem perkemihan
Inspeksi
33
Serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh
masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam kelompok
sosialnya.
d) Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkahlaku
berdasarkan standar pribadi.
e) Harga diri
Penilaian pribadi terhadap hasl yang dicapai dengan menganalisis
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan dirinya.
f) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologik. Mekanisme koping terdiri dari:
9) Data sosial dan budaya
a) Pola komunikasi dan interaksi kejelasan klien dalam kebiasaan
berbicara, kemampuan dan keterampilan klien berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain.
b) Support sistem dikaji bagaimana dukungan keluarga dan orang
terdekat dalam proses penyembuhan penyakit klien.
10) Data spiritual
a) Pola religius
Agama yang dianut klien, kegiatan agama dan kepercayaan yang
dilakukan klien selama ini apakah ada gangguan aktivitas beribadah
selama sakit.
b) Kepercayaan dan keyakinan
Bagaimana sikap klien terhadap petugas kesehatan dan keyakinan
klien terhadap penyakit yang dideritanya.
11) Data penunjang
Data penunjang meliputi farmakoterapi dan prosedur diagnostik medik
seperti pemeriksaan darah, urine, radiologi dan cystoscopy.
38
2. Analisa Data
Analisa data adalah suatu tahapan yang mengkaitkan dan
menghubungkan data dengan konsep teori dan penutup yang relevan
untuk membuat kumpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatn pasien (Juniartha Semara Putra). Dari data yang telah d
kumpulkan kemudian di klompokan menjadi dua macam yaitu data
objektif d sampaikan yang d temuakan secara nyata (data ini didapat
melalu observasi atau pemeriksaan langsung) dan data subjektif yang
dsamapaikan secara lisan oleh klaien dan kluarga nya (data ini didapat
dari wawancara perawat kepana klaien dan kluarga)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang individu,
keluarga atau amasyarakat yang berasal dari proses pengumpulan dan
analisa data yang cermat dan sistematis. Berdasarkan patofisiologis dan
dari pengkajian , diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan nefrolisis:
4. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang di rencanakan untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat
yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.( Juniartha Semara Putra)
5. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perbandingan sismetik dan terancam tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah d dapat . kegiatan dalam
pelaksanan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, serta menilai
data yang baru. (Juniartha Semara Putra)
39
6. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah di tetapkan, di lakukan dengan
cara bersinambungan dengan melibatkanklien dan tenaga kesehatan
lainnya.
3) Halotane
Merupakan alkaline berhalogen, cairan bening tidak berwarna
berbau harum. Tidak merangsang jalan nafas. Termasuk halogen
hydrocarbon MAC 0,72%.
4) Enflurane
Merupakan cairan volatil degan bau menyanangkan seperti ether,
suatu larutan sodium methexide metanol normal. Reflex fharing
dan laring dengan cepat hilang sehingga memudahkan tindakan
intubasi endotracheal. Termasuk halogen ether. MAC 1,68 vol%.
5) Isoflurane
Merupakan cairan volatil yang mudah terbakar dan berbau ether
yang menyengat, reflek fharing dan laring cepat bilang sehingga
memudahkan tindakan intubasi endotraceal. Termasuk halogen
ether. MAC 1,12 vol%
6) Sevovlurane
Baunya tidak menyengat dan peningkatan di alveolar yang cepat
membuatnya sebagai pilihan yang baik untuk induksi inhalasi
pada pasien pediatrik atau orang dewasa. Termasuk golongan
halogen ether. MAC 2,05 vol%.
b. Anestesi Intravena
1) Propofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang memiliki onset cepat
dan durasi pendek dengan recorvery anestesi yang cepat tanpa rasa
pusing dan mual. Dengan OOA 30 detik dan DOA 5-10 menit.
Dosis induksi : 2-2,5 mg/kg
Dosis maintenance : 6-10 mg/kgBB/jam
2) Golongan Barbiturat (pentotal, Tiopenton)
Pentotal atau sodium thiopenton adalah obat anestesi intravena
golongan barbiturate yang bekerja cepat (short acting barbiturate).
Mudah larut didalam air dan alkohol. Dikemas dalam bentuk
bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul
41
ASA II: Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu
ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis
akutdengan lekositosis dan febris.
5) Tujuan ASA
Klasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang ialah yang berasal dari ASA. Klasifikasi fisik ini bukan
alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia
tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
6) Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi
isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas
merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang mengalami
anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua jadwal
pasien yang d jadwalkan dengan oprasia anestesia harus d
pantangkan diri masukan oral (puasa) selama priode tertentu
sebelum induksi anestesia.
c. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi,rumatan, dan bangun dari
anestesi nya dantaranya:
1) Meredakan kecemasan dan ketakutan.
2) Memperlancar induksi anestesia.
3) Menguranggi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.
4) Meminimalkan jumlah obat anestetik.
5) Mencegah mual-muntah pasca bedah.
6) Menciptakan amnesia.
7) Mengurangi isi cairan lambung.
8) Mencegah reflek yg membahayakan
d. Induksi
1) Induksi Anestesi Umum
Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari
sadar ke setadium pembedahan (stadium III skala guedel ).
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar menjadi tidak sadar sehungga memungkunkan
dimulainya anestesi dan pembedahan ko-induksi adalah setiap
tindakan untuk mempermudah kegiatan indukksi
anestesi.pemberian obat premedikasi di kamar bedah beberapa
menit sebelum induksi anestesi dapat di katagorikan sebagai ko-
induksi.
Untuk persiapan induksi anestesia sebaiknya kita inget kata
STATICS:
T : Tubes Pipa trakea. pilih sesuai usia, usia <> 5 tahun dengan
balon.
a) Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan an digemari,
apalagi sudah terpasang jalur vena ( infus ), karena cepat dan
menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan
dengan hati-hati, pelan-pelan, lembut dan terkendali. Obat
induksi disuntikan dalam kecepatan antara 30 - 60 detik.
Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan
darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara
ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
b) Induksi inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan)
atau sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau
anak yang belum terpasang jalur vena atau dewasa yang takut
disuntik. Induksi halotan memerlukan gas pendorong 02 atau
campuran N20 dan02.
c) Induksi Intramuskular
Induksi intramuscular biasanya menggunakan injeksi ketamin
(ketalar) yang dapat diberikan secara intramuscular dengan
dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
d) Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang menggunakan
thiopental atau midazolam.
59
a) Stadium I Analgesia
Mulai induksi sampai mulai tidak sadar
b) Stadium II Eksitasi, Delirium
Mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur otomatis. Pada
stadium ini pasien batuk, mual muntah, henti napas dan lain-
lainnya.
c) Stadium III Anestesia Bedah
Mulai napas otomatis sampai mulai napas berhenti.
- Plana 1 Mulai napas otomatis sampai gerak bola mata berhenti.
- Plana 2 Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal
berhenti.
- Plana 3 Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal
berhenti.
- Plana 4 Mulai napas torakal berhenti sampai nafas diafragma
berhenti.
d) Stadium VI Intoksikasi
Mulai paralisis diafragma sampai henti jantung atau meninggal.
Tanda Refleks Pada Mata
- Refleks Pupil
Pada keadaa teranastesi maka reflex pupil akan miosis apabila
anestesinya dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi
reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling baik untuk
dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien
mati.
- Refleks Bulu Mata
60
f. Pengakhiran Anestesi
1) Pengakhiran pemberian anesthesia diulakukan sesaat sebelum
operasi berakhir ( pada penggunaan remifentanil, anestesi baru
diakhiri setelah kulit di jahit).
2) Fi02 100% dipasang selama beberapa menit sebelum renncana
ekstubasi.
3) Penyedotan secret yang terkumpul didalam mulut dan faring.
4) Ekstubasi, bila pernapasan spontan mencukupi dan reflex
perlindungan telah kembali (antagonis dari relaksasi otot).
5) Pasien yang stabil secara hemodinamik dean respiratorik
diletakkan didalam ruangan pasca-bedah.
g. Recorvery room (PACU)
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat
sempentara diruang pulih sadar (recorvery room : RR) sampai
kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal
perawatan).
Alat monitoring yang terdapat diruang ini digunakan untuk
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang
ada diantaranya adalah alat bantu pernapasan : oksigen,
laringoskop,set trakeostomi, perealatan bronchial, kateter nasal,
ventilator mekanik dan peralatan suction.
Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan
pasien untuk dikeluarkan dari pacu adalah :
1) Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
2) Hasil oksimetri nadi menunjukan saturasi oksigen yang adekuat
3) Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
4) Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
5) Urine output 0,5 – 1 cc/kgBB/jam
6) Mual dan muntah dalam control
63
7) Nyeri minimal
64
Berat Kebutuhan
10 kg pertama 4
ml/kg/jam
10-20 kg kedua 2
ml/kg/jam
Masing-masing kg > 20 kg 1
ml/kg/jam
2. Preexisting Deficit
Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan
akan menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit
ini dapat diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan
lamanya puasa. Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya
(40+20+50)ml/jam x 8 jam atau 880 ml. Pada kenyataannya, defisit ini
dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan cairan
abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif. Sering terdapat
hubungan antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan diare.
transfuse sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL
(hematocrit 21-24%).
Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport
Oksigen tetap normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan
penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru. Batas lebih
tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang
terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat
kira-kira 3-4 kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid
dengan perbandingan 1:1 sampai dicapai Hb yang diharapkan.
Pada keadaan ini kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red
blood cell.
Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan
dengan perkiraan volume darah. Pasien dengan hematocrit normal
biasanya ditransfusi hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari
volume darah mereka. Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien]
dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah yang hilang
untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai
berikut:
f.Estimasi volume darah dari Tabel 29-5.
a. Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative
(RBCV preop).
b. Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga
volume darah normal .
c. Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika
hematocrit 30% adalah RBCV lost = RBCV preop - RBCV 30%.
d. Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3
a. satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL
dan hematocrit 2-3% (pada orang dewasa)
b. 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin
3g/dL dan hematocrit 10%.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. E
Umur : 64 Thn
RM : 16861809
Ruang Perawatan : Ruang 3B
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Sunda / Indonesia
Alamat : Karangnunggal
Diagnosa Medis : SNNT
Jenis Pembedahan : Isthmulobektomy
Dokter Bedah : dr, T, Sp. B
Dokter Anestesi : dr.A.Sp.A
Asisten Bedah : Br. A. Zr. W
Asisten Anestesi : Br.R
Tanggal Masuk RS : 01 Februari 2018
Tanggal Pengkajian : 02 Februari 2018
Tanggal Operasi : 02 Februari 2018
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn A
Umur : 41 Thn
Hubungan dengan Pasien : Anak
Alamat : Karangnunggal
70
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri dan terdapat benjolan didaerah leher.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan datang nyeri dibagian leher, benjolan terdapat
disebelah kiri, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda tajam,skala
nyeri 6(0-10),nyeri dirasakan ketika klien menelan,dan berkurang
ketika klien berbaring. Keluhan lain yang dirasakan sering merasa
sesak karena ada penekanan esofagus akibat pembesara nodulnya serta
klien mengatakan mengalami penurunan berat badan satu bulan
terakhir.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan benjolan tersebut dirasakan sejak beberapa bulan
yang lalu.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut klien tidak ada keluarganya yang menderita penyakit yang
sama dengan klien, juga tidak ada anggota keluarganya yang
mempunyai penyakit tuberculosis paru, diabetes mellitus, hipertensi,
asma, serta penyakit keturunan dan menular lainnya, baik pasien dan
anggota keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat operasi dan
anestesi sebelumnya.
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
No Jenis Aktivitas Di Rumah Di RS
1. Nutrisi
a. Jenis Nasi lauk pauk Bubur, lauk pauk
b. Frekuensi 3x/hari 3x/hari
c. Porsi 1 porsi 1 porsi
2. Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi 2x/hari 1x/hari
- Konsistensi Lunak Lunak
- Warna Kuning Kuning
71
b. BAK
- Frekuensi 5x/hari >5x/hari
- Warna Kuning Kuning
3. Istirahat Tidur
- Siang 2 jam 3 jam
- Malam 8 jam 8 jam
4. Personal Hygiene
- Mandi 2x/hari 1x/hari
- Gunting Kuku 1x/seminggu 1x/minggu
- Keramas 2x/hari Tidak pernah
4. Data Psikologis
a. Suatu Emosi
Emosi klien tampak tidak stabil.
b. Pola Koping
Klien tampak takut serta gelisah dengan tindakan pengobatan dan
operasi serta pembiusan yang akan dilakukan.
c. Gaya Komunikasi
Kemampuan bicara klien kurang baik, klien kesulitan dalam berbicara
serta merangkai kalimat.
d. Gambaran Diri
Klien menyadari bahwa dirinya seorang ibu.
e. Harga Diri
Klien tidak menunjukan rasa malu atas penyakitnya.
f. Identitas Diri
Klien mengungkapkan bahwa dirinya seorang ibu rumah tangga.
g. Ideal Diri
Klien ingin segera sembuh agar dapat berkumpul bersama
keluarganya lagi.
5. Data Sosial
Klien memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarganya, terbukti
beberapa keluarganya bergantian untuk menemaninya selama dirawat.
6. Data Spiritual
72
Klien merupakan seorang muslimah yang taat, dan pola ibadah klien
selama dirawat meningkat.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Keadaan/penampilan umum : Baik
Kesadaran : GCS E4 M6 V5
BB : 45kg
TTV
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,2oC
Respirasi : 26x/menit
Asa : II
d) Pengecapan
Inspeksi : Bentuk dan ukuran lidah simetris, fungsi
pengecapan baik, dapat membedakan rasa manis, asin, pahit,
dan asam serta jumlah gigi kurang dari 32.
e) Sistem Integumen
(1) Kulit
Inspeksi :Turgor kulit baik, kebersihan cukup, warna
kulit sawo matang, kult klien halus, berkeringat.
(2) Kuku
Inspeksi :Keadaan kuku bersih, tidak ada kelainan,
capillary refill time kurang dari 2 detik
(3) Rambut
Inspeksi :Rambut klien hitam dan kuat tidak terdapat
lesi
2) Sistem Pernafasan
Inspeksi : Hidung simetris, tidak ada pengeluaran cairan
dari hidung dan frekuensi nafas 20x/menit regular
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dibagian thorax
Perkusi : Resonan positif
Auskultasi : Ronchi negative, wheezing negative
3) Sistem Kardiovaskular
Inpeksi : Warna kulit sawo matang, warna konjungtiva
merah muda, tidak terdapat oedema pada wajah
Perkusi : Dulness positif
Auskultasi : Bunyi S1 S2 normal dengan frekuensi
84x/menit
4) Sistem Persyarafan
74
5 5
5 5
7) Sistem Urogenital
Tidak terdapat masalah pada urogenital
8. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
normal
Hematologi
1. Hb 10,7 12 - 16 g/dL
2. Hct 33 35 - 45 %
3. Leukosit 7,200 5000-10000 /mm3
4. Trombosit 241,000 150.000- /mm3
350000
Kimia Klinik
1. Protein Total 7,17 6,6 - 8,7 g/dL
2. Albumin 3,9 3,5 - 5 g/dL
3. SGOT 13 10 - 31 U/L
4. SGPT 14 9 - 32 U/L
5. Ureum 15 15 - 45 Mg/dL
6. Creatinin 1,15 0,5 – 0,9 Mg/dL
76
Serologi
T3 0,85 0,69 – 2,15 ng/ml
T4 86 52 – 127 ng/ml
TSH 1,66 0,3 – 4,5 ng/ml
Foto Thorax PA
- Jantung tidak membesar
- Corakan bronkovesikuler paru kanan dan kiri baik
Kesan : normal
B. Persiapan Operasi
Pada tanggal 02 Februari 2018 dilakukan visite pre op, saat dikaji klien
mengungkapkan bahwa nyeri masih terasa sampai saat ini
1. Pre Operatif
a. Pengkajian
1) TTV
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 78x/menit
Respirasi : 19x/menit
Suhu : 36,4
2) Persiapan Operasi
Mulai Puasa : 8 jam
IVFD : Terpasang RL di tangan kanan
3) Aksesoris Pasien
Gigi Palsu : Tidak ada
Kacamata : Tidak pakai
Lensa Kontak : Tidak pakai
Alat Bantu Dengar : Tidak pakai
Perhiasan : Tidak ada
77
4) Penyakit Penyerta
Kardiovaskular : Tidak ada
Respirasi : Tidak ada
Endokrin : Tidak ada
Gastrointestinal : Tidak ada
Neurologi : Tidak ada
Alergi : Tidak ada
Jalan Nafas : Tidak ada
5) Kelengkapan Administrasi
Informed consent : Sudah dilaksanakan
Surat ijin operasi : Sudah dilaksanakan
Surat ijin anestesi : Sudah dilaksanakan
Hasil Lab : Ada
6) Kesiapan Operasi
Pasien : Secara bi, psiko social, spiritual klien
siap dilakukan operasi
Alat anestesi :Scope : Stetoskop, Laryngoskop
Tube : ETT, NGT
Airway : Mayo, LMA
Tape : Plester
Introducer : Forcep Magill, Sylet
Connector : Currogated, Angelny
Suction
Mesin Anestesi
Premedikasi : Ondansentron 4mg
Obat emergensi : Ephedrin, Sulfat Atropin, Oxytosin,
Ephenefrin, Asam Tranexamat
IV Line : Terpasang di tangan kanan, nomor 20
tetesan lancar
Kateter Urine : Terpasang
78
2. Intra Operatif
a. Induksi dan Intubasi
Persiapan pasien dikamar operasi telah dilakukan dan diputuskan
menggunakan tehnik anestesi umum dengan intubasi ETT no 6,5,
Pasien tergolong ASA II dan menggunakan inhalasi O2 dan N2O
dengan perbandingan 50% : 50% serta agent volatile isoflurance
2vol%. Adapun obat yang digunakan menggunakan trias anestesi,
yaitu:
1) Fentanyl 100 mcg
2) Propofol 100 mg
3) Roculax / Rocuronium 25 mg
Obat penunjang lain yang digunakan:
1) Ketorolac 30 mg
2) Tramadol 100 mg
b. Monitoring Intraoperatif
Selama intraoperatif dilakukan monitoring ketat. Selama dilakukan
monitoring, dilakukan juga pemantauan terhadap intake dan output.
Dari pemantauan tanda-tanda vital didapatkan
Waktu Tensi Nadi SpO2
09.30 110/70 mmHg 80 x/menit 99%
09.35 112/72 mmHg 83x/menit 99%
09.40 108/69 mmHg 84x/menit 99%
09.45 100/65 mmHg 82 x/menit 100%
09.50 95/63 mmHg 75 x/menit 100%
09.55 122/75mmHg 83 x/menit 100%
10.00 130/78 mmHg 85 x/menit 100%
Maintenance
4 × 10 = 40
2 × 10 = 20
1 × 25 = 25 +
85 cc/jam
Puasa
8 jam × 85 = 680 cc
IWL
Stress Op × BB
6 × 45 = 270 cc
Intake :
= ½(680) + 270 + 85
= 340 + 270 + 85
= 695 cc
= 1/4(680) + 270 + 85
= 525 cc
= 1/4(680) + 270 + 85
= 525 cc
= 270 + 85
= 355 cc
Intake :
C. Analisa Data
N Data Interpretasi Data Masalah
o
Pre-operatif
R:20X/mnt ↓
S:36’2 Cemas
Intra-Operatif
nekrosis, kalsifikasi,
pembentukan kista,
perdarahan)
↓
Obstruksi pada
trakea
↓
Terpputusnya
kontinuitas jaringan
↓
Nyeri akut
D. Diagnosa Keperawatan
Preoperatif
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
kurang,disfagia
2. Ganguan rasa aman : cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
akan tindakan oprasi dan anestesin yang ingin di jalanin.
Intaraopratif
Postoperatif
4. Nyeri akut b.d tindakan bedah terhadap jaringan / otot dan edema pasca
operasi
5. Hambatan komunikasi verbal b.d cedera pita suara / kerusakan
laring,edema jaringan,nyeri,ketidaknyamanan
86
E. Intervensi
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Pre opratif
1. Ketidakseimbang Setelah dilakukan Nutrition - Agar
an nutrisi kurang tindakan management dapat
dari kebutuhan keperawatan - Kaji adanya mengetah
diharapkan nutrisi alergi makanan ui tingkat
tubuh b.d intake
klien dapat - Kolaborasi nyeri yang
nutrisi terpenuhi dengan di alami
kurang,disfagia dengan ahli
criteria hasil: klien
- Adanya gizi untuk - Untuk
peningkata menentukan mngatasi
n berat jumlah kalori nyeri
badan dan nutrisi klien
sesuai yang - Untuk
dengan dibutuhkan memberik
tujuan an rasa
pasien
- Berat badan aman dan
ideal sesuai Nutrition nyaman
dengan monitoring pada klie
tinggi - Monitor
badan adanya
- Mampu penurunan
mengidenti berat badan
fikasi - Monitor mual
kebutuhan dan muntah
nutrisi
- Tidak ada
tanda tanda
malnutrisi
- Menunjukk
an
peningkata
n fungsi
pengecapan
dari
menelan
- Tidak
terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti
87
Intraoperatif
3. Ketidakefektiva Setelah dilakukan Airway suction
n bersihan jalan tindakan - Pastikan
b.d obstruksi keperawatan kebutuhan oral
trakea,pembeng diharapkan jalan / tracheal
kakan,perdaraha nafas klien kembali
suctioning
n dan spasme stabil dengan
laryngeal kriteria hasil : - Auskultasi
- Menunjukka suara nafas
n jalan nafas sebelum dan
yang paten sesudah
(klien tidak suctioning.
merasa
tercekik,iram
a Airway
Management
nafas,frekuen
- Buka jalan
si pernafasan
nafas gunakan
dalam
teknik chin lift
keadaan
atau jaw thrust
rentang
bila perlu
normal,tidak
- Pasang mayo
ada suara
bila perlu
88
nafas - Auskultasi
abnormal) suara nafas,
- Mampu catat adanya
mngidentifik suara
asikan dan tambahan
mencegah - Monitor
factor yang respirasi dan
dapat status O2
menghambat
jalan nafas
Postoperatif
4. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan - Kaji tingkat - Bermanfa
tindakan bedah tindakan nyeri. at dalam
terhadap keperawatan - Atur posisi evaluasi.
jaringan / otot diharapkan nyeri pasien - Nyeri
dan edema yang dirasakan senyaman menentuk
pasca operasi oleh klien hilang mungkin. an
atau tidak - Ajarkan tenik efektivitas
dirasakan lagi. distraksi dan terapi.
Dengan kriteria relaksasi. - Meningka
hasil : - Kolaborasi tkan
- Klien dengan tim relaksasi
tampak dokter dalam dan
tenang pemberian Meningka
- Skala nyeri terapi tkan
berkurang analgetik kemampu
drip. an koping
pasien.
- Membant
u
memfokus
kan
perhatian
dan
membantu
pasien
untuk
mengatasi
nyeri.
5. Hambatan Setelah dilakukan - Dorong klien
komunikasi tindakan untuk
keperawatan berkomunika
89
F. Implementasi
No Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Paraf
Pre op
1. 1 08-02-2018 / Nutrition management
11:20 - Mengkaji adanya alergi makanan
Hasil : tidak ada alergi makanan
- Mengkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
90
Airway Management
- Membuka jalan nafas gunakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
Hasil : jalan nafas adekuat
- Memasang mayo bila perlu
Hasil : mayo dipasang, agar ETT
tidak tergigit
- Mengauskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
Hasil : tidak ada suara nafas
tambahan
- Memonitor respirasi dan status
O2
Hasil : respirasi : 14x/menit
Saturasi O2 : 100%
G. Evaluasi Sumatif
No Tanggal DP Catatan Perkembangan Paraf
Pre op 1 S:Pasien mengatakan tidak
1 02-02-2018 terdapat mual, masih adanya
penururnan berat badan
O: berat badan klien 45 kg
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
I: Mengkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
E: kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi
R : Masalah teratasi,
intervensi dipertahankan
2 2 S: klien mengatakan
mengerti dan memahami
tentang prosedur
pembedahan dan tehnik
anestesi
O: Klien terlihat rileks dan
tenang,
A: masalah teratasi
P:intervensi dipertahankan
Intraop
3 3 S: -
93
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maka bisa diambil kesimpulan bahwa SNNT atau Struma Nudusa Non Toksik
adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pembesaran kelenjar tiroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda adanya
hipertiroidisme. Penatalaksanaa perioperatif yang dilakukan
1. Pre Operatif
Kesiapan operasi
Tape : Plester
Suction
Premedikasi : Ondansentron 4 mg
2. Intra Operatif
Induksi dan Intubasi :
95
B. Saran
1. Bagi Pendidikan
3. Bagi Mahasiswa
Daftar Pustaka