Anda di halaman 1dari 16

TUGAS ESSAY

GANGGUAN KELENJAR ADRENAL

Nama NIM : Ni Ketut Ayu Rachma Nanda Sapitri


Kelas : 020.06.0058
Blok Dosen :B
: Endokrin & Metabolisme
: dr. Lalu Buly Fatrahady, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
GANGGUAN KELENJAR ADRENAL

Latar Belakang

Kelenjar adrenal merupakan struktur majemuk yang terdiri atas suatu korteks
pada bagian luar dan medula pada bagian dalam. Kelenjar adrenal manusia
merupakan benda pipih yang terletak di dalam jaringan retropenial sepanjang ujung
kranial ginjal, yang juga disebut sebagai kelenjar suprarenalis. Masing-masing
mempunyai berat kira-kira 4 gram, tinggi 15 cm, lebar 2,5 cm pada bagian dasarnya
dan tebal 1 cm. Sisi kiri lebih pipih dari pada sisi kanan dan lebih berbentuk bulan
sabit. Kelainan fungsi kelenjar adrenokortikal bisa berupa hipofungsi maupun
hiperfungsi dari hormon-hormon yang dihasilkan seperti glukokortikoid (kortisol dan
kortikosteron), adrenal gonad dan mineralokortikoid yang disebabkan berbagai
kelainan fungsi akibat penyakit autoimmun, infeksi, kelainan metabolisme maupun
neoplasma. Defisiensi produksi glukokortikoid atau mineralokortikoid oleh adrenal
akan menyebabkan insufisiensi adrenokortikal, akibat destruksi atau disfungsi korteks
(insufisiensi adrenokortikal primer, penyakit Addison) atau sekunder akibat defisiensi
sekresi ACTH hipofisis (insufisiensi adrenokortikal sekunder).

A. PENYAKIT ADDISON (INSUFISIENSI ADRENOKORTIKAL

PRIMER) Definisi

Penyakit Addison (Addison Disease) adalah kelainan yang disebabkan oleh


ketidakmampuan korteks adrenalis memproduksi hormon kortisol dan aldosteron.
Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh insufisiensi adrenal primer seperti autoimun,
infeksi dan tumor adrenal atau insufisiensi adrenal sekunder karena tumor atau
infeksi, kurangnya aliran darah ke kelenjar hipofisis, radiasi kelenjar hipofisis, atau
pengangkatan bagian hipotalamus atau kelenjar hipofisis. Penyakit Addison ini sangat
jarang terutama pada anak-anak. Penyakit Addison dapat terjadi baik pada pria
maupun wanita di semua usia. Frekuensi penyakit Addison pada populasi manusia
diperkirakan 1 dari 100.000. Diagnosis penyakit Addison dapat dibuat melalui
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan radiologis seperti CT-
Scan dan MRI dapat membantu menganalisa kelenjar adrenal dan kelenjar hipofise
sehingga dapat diketahui penyebab insufisiensi kortisol yang terjadi pada penderita.
Terapi penyakit Addison yaitu penggantian atau subtitusi hormon kortisol
memperbaiki defisiensi glukokortikoid dan terapi standar pada keadaan krisis
Addison. Diagnosis dini dan terapi yang tepat diperlukan untuk memberikan
prognosis yang baik bagi pasien Addisons disease.

Epidemiologi

Secara umum, Addison disease merupakan kondisi langka. Di seluruh dunia,


insidensi Addison disease adalah 0,6 per 100.000 populasi per tahun. Di Inggris dan
Eropa, diperkirakan insidensi Addison disease sebesar 1 per 10.000 populasi. Kasus
pada perempuan lebih banyak dijumpai, dengan rasio perempuan : laki-laki sebesar
1,8. Studi oleh Olafsson et al menemukan bahwa prevalensi insufisiensi adrenal
primer di Islandia sebesar 22,1 per 100.000 populasi, sedangkan studi oleh Hong et al
menemukan prevalensi penyakit tersebut di Korea adalah sebesar 4,17 per 1.000.000
populasi.

Data epidemiologi Addison disease di Indonesia masih terbatas. Menurut


Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (IKA FKUI RSCM), pada
1985-2005 terdapat 25 kasus hiperplasia adrenal kongenital (HAK), yang merupakan
salah satu etiologi Addison disease. Selain itu, terdapat beberapa laporan kasus
Addison disease di Indonesia yang berhubungan dengan tuberculosis. Selain itu,
beberapa peneliti telah menuliskan beberapa laporan kasus krisis adrenal yang
berhubungan dengan infeksi tuberkulosis yang terjadi di Indonesia.
Etiologi & Patologi

Sebagian besar insufisiensi adrenokortikal primer disebabkan oleh penyakit


autoimun dan tuberkulosa, penyebab lain yang lebih jarang. Insufisiensi
adrenokortikal primer, atau penyakit Addison, jarang dijumpai, dilaporkan
prevalensinya 39 per sejuta populasi di Inggris dan 60 per sejuta di Denmark. Lebih
sering terjadi pada wanita, rasio wanita : pria adalah 2,6 : 1. Destruksi adrenal oleh
tuberkulosa paling sering terjadi pada pria, dengan rasio wanita : pria adalah 1,25 : 1.
Penyakit Addison biasanya didiagnosis pada dekade ketiga sampai kelima; berturut-
turut pada pria usia ratarata adalah 34 dan 38 tahun; masing-masing akibat autoimun
dan tuberkulosa. Karena jumlah pasien dengan sindroma penurunan daya tahan tubuh
akuisita (AIDS) meningkat, dan karena pasien dengan penyakit keganasan hidup
lebih lama, lebih banyak kasus insufisiensi adrenal akan terlihat.

(1) Insufisiensi Adrenokortikal Autoimun. Gambaran histologis yang khas


adalah adanya Infiltrasi limfositik pada korteks adrenal. Adrenal kecil dan atrofi,
kapsul menebal. Medula adrenal utuh, walaupun sel-sel kortikal sebagian besar tidak
ada lagi, menunjukkan gambaran degeneratif dan dikelilingi oleh stroma fibrosa dan
infiltrasi limfositik. Penyakit Addison autoimun sering disertai kelainan imun
lainnya. Dua sindroma poliglandular nyata terlibat pada kelenjar adrenal; yang satu
termasuk insufisiensi adrenal, hipoparatiroidisme, dan kandidiasis mukokutan kronis,
dan yang lainnya termasuk insufisiensi adrenal, tiroiditis Hashimoto, diabetes melitus
insulin-dependen. Kegagalan ovarium sering dijumpai pada ke dua sindroma.
Alopesia, sindroma malabsorpsi, hepatitis kronis, anemia pernisiosa juga ditemukan.
Bahkan terdapat insidens Iebih tinggi adanya antibodi-antibodi terhadap berbagai
organ endokrin dan jaringan lain di mana tidak ada penyakit klinis yang nyata.

(2) Insufisiensi Adrenokortikal Akibat Tuberkulosa Adrena. Disebabkan oleh


infeksi hematogen di korteks dan biasanya terjadi sebagai komplikasi infeksi
tuberkulosa sistemik (paru-paru, traktus gastrointestinal atau ginjal). Kelenjar-
kelenjar adrenal digantikan oleh nekrosis perkijuan; baik jaringan kortek dan meduler
hilang. Sering terjadi kalsifikasi adrenal dan secara radiologis terlihat pada sekitar
50% kasus.

Patofisiologi

Hilangnya jaringan kedua korteks adrenal lebih dari 90% menyebabkan


timbulnya manifestasi-manifestasi klinis insufisiensi adrenokortikal. Destruksi seperti
yang terjadi pada bentuk idiopatik dan invasif, menyebabkan terjadinya insufisiensi
adrenokortikal kronis. Namun, dapat terjadi destruksi lebih cepat pada banyak kasus;
sekitar 25% penderita mengalami krisis. Krisis adrenal akut dapat dipresipitasi oleh
karena adanya stres akibat pembedahan, trauma atau infeksi, yang membutuhkan
peningkatan sekresi steroid dengan berlanjutnya terus proses kehilangan jaringan
kortikal. Destruksi adrenal akibat perdarahan menyebabkan hilangnya sekresi
glukokortikoid dan mineralokortikoid yang berlangsung mendadak diikuti dengan
terjadinya krisis adrenal (1,2) Dengan menurunnya sekresi kortisol, kadar ACTH dan
-lipoprotein (- LPH) dalam plasma meningkat karena terjadinya penurunan inhibisi
umpan baliknegatif terhadap sekresinya.

Diagnosis

Kecurigaan klinis penting karena presentasi pasien dengan insufisiensi adrenal


mungkin berbahaya dan perlahan-lahan. Diagnosis insufisiensi adrenal dikonfirmasi
jika kadar kortisol serum kurang dari 18 mcg / dL dengan adanya peningkatan
konsentrasi ACTH serum dan aktivitas renin plasma. Berdasarkan data normatif
anak-anak dari berbagai usia, insufisiensi adrenal kemungkinan terjadi jika
konsentrasi kortisol serum kurang dari 18 mcg / dL 30-60 menit setelah pemberian
250 mcg cosyntropin (sintetis ACTH 1-24). Kriteria ini mungkin tidak berlaku untuk
bayi prematur atau berat badan lahir rendah, yang memiliki sekresi kortisol rendah
dan, kemungkinan besar, penurunan ikatan kortisol dengan protein pembawa. Oleh
karena itu, diagnosis insufisiensi adrenal pada bayi prematur tetap bermasalah. Ketika
respons kortisol serum pasien terhadap cosyntropin di bawah normal tetapi kadar
ACTH serumnya tidak meningkat, kemungkinan insufisiensi adrenal sentral harus
dipertimbangkan. Karena kelenjar adrenal mungkin tidak memiliki waktu yang cukup
untuk berhenti tumbuh dengan tidak adanya stimulasi hormon adrenokortikotropik
(ACTH), uji toleransi insulin yang relatif rumit dan berisiko atau uji stimulasi
metyrapone mungkin lebih disukai daripada tantangan cosyntropin jika pasien baru
saja mulai. (yaitu, <10 d) insufisiensi adrenal sentral (misalnya, seorang pasien yang
baru-baru ini menjalani operasi hipotalamus atau daerah hipofisis). Tes toleransi
insulin masih dianggap sebagai standar kriteria. Pemindaian computed tomography
(CT) adalah studi pencitraan pilihan dalam evaluasi insufisiensi adrenal dan
membantu mengidentifikasi perdarahan adrenal, kalsifikasi, dan penyakit infiltratif.
Temuan histologis pada insufisiensi adrenal tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Aspirasi jarum halus terpandu CT scan kadang-kadang membantu
dalam mendiagnosis etiologi penyakit adrenal infiltratif.

Manifestasi Klinis

Defisiensi kortisol menyebabkan kelemahan, fatigue, anoreksia, nausea,


muntah-muntah, hipotensi dan hipoglikemia. Defisiensi mineralokortikoid
menyebabkan kehilangan natrium melalui ginjal, retensi kalium dan dapat
menyebabkan dehidrasi berat, hiponatremia, hiperkalsemia dan asidosis.

(1) Insufisiensi Adrenokortikal Primer Kronis. Gejala-gejala utama adalah


hiperpigmentasi, kelemahan dan fatigue, penurunan berat badan, anoreksia dan
gangguan-gangguan saluran pernapasan. Hiperpigmentasi generalisata di kulit dan
membran mukosa adalah manifestasi paling dini penyakit Addison. Keadaan ini
meningkat pada daerahdaerah tubuh yang terkena sinar matahari dan pada daerah-
daerah yang banyak mengalami tekanan seperti pada buku-buku jari, jari-jari kaki,
siku dan lutut. hal ini disertai dengan peningkatan jumlah bintik-bintik yang berwarna
coklat atau hitam.
(2) Krisis Adrenal Akut. Krisis adrenal akut menunjukkan suatu keadaan
insufisiensi adrenokortikal akut dan terjadi pada penderita-penderita penyakit
Addison yang terkena stres infeksi, trauma, pembedahan atau dehidrasi akibat
muntah-muntah atau diare. Anoreksia, nausea dan muntah-muntah meningkat dan
memperburuk keadaan deplesi dan dehidrasi volume. Syok hipovolemik sering
terjadi, insufisiensi adrenal harus dipikirkan pada setiap penderita yang mengalami
kolaps vaskular yang tidak dapat diketahui penyebabnya. Dapat timbul nyeri di
abdomen yang menyerupai suatu kegawatan abdominal akut. Sering timbul demam,
dan ini dapat disebabkan oleh infeksi atau akibat hipoadrenalin itu sendiri. Tanda-
tanda tambahan yang dapat membantu dugaan diagnosis adalah hiponatremia,
hipokalemia, limfositosis, eosinofilia dan hipoglikemia.

(3) Hemoragik Adrenal Akut. Hemoragik adrenal bilateral dan destruksi


adrenal akut pada penderita yang sudah mengalami penyakit medis mayor akan
menyebabkan keadaan gawat yang berlangsung progresif. Manifestasi-manifestasi
umum adalah nyeri abdomen, panggul atau punggung dan nyeri tekan di abdomen.
Distensi, rigiditas dan nyeri lepas di abdomen lebih jarang terjadi. Sering terjadi
hipotensi, syok, demam, nausea dan muntah-muntah, serta konfusi dan disorientasi,
takikardi dan sianosis. Dengan berlanjutnya proses tersebut, terjadilah hipotensi yang
berat, depresi volume, dehidrasi, hiperpireksia, sianosis, koma dan kematian.

Pemeriksaan Fisik & Penunjang

Data laboratorium memperlihatkan kadar glukosa darah yang rendah.


Biasanya kadar natrium plasma juga rendah tetapi jarang dibawah 120 meq/L dan
kadar kalium dalah meningkat, tetapi jarang diatas 7 meq/L. Penderita biasanya
mengalami asidosis dengan kadar bikarbonat plasma antara 15-20 meq/L. Kadar
ureum juga meningkat. Kemungkinan diagnosa juga dapat di lihat dari adanya
eosinofilia dan limpositosis pada SADT, dan adanya gangguan kadar serum tiroid 4
Diagnosa paling spesifik yaitu dengan memeriksa kadar ACTH dan kortisol,
jika terdapat banyak waktu. Serum kotisol biasanya kadarnya kurang dari 20 mcg/dl
tetapi kita dapat menunggu untuk melakukan pemeriksaan ini bila pasien sudah dapat
distabilkan. Jika akan dilakukan test untuk menstimulasi ACTH setelah memulai
stess dose steroid, pastikanlah steroid sudah diganti ke dexametason karena tidak
akan mempengaruhi test. Cara melakukan ACTH test adalah pertama tetapkan kadar
kortisol plasma baseline, kemudian berikan ACTH 250 mcg intavena yang diberi
tekanan kemudian pantau serum kortisol 30-60 menit setelah diberikan ACTH.
Kenaikan kurang dari 9 mcg dapat dipikirkan sebagai insuficiensi adrenal.

Pada foto thorax harus dicari tanda tanda tuberculosis, histoplasmosis,


keganasan, sarkoid dan lymphoma. Pada pemeriksaan CT scan abdomen
menggambarkan kelenjar adrenal mengalami perdarahan, atropi, gangguan infiltrasi,
penyakit metabolik. Perdarahan adrenal terlihat sebagai bayangan hiperdens, dan
terdapat pembesaran kelenjar adrenal yang bilateral. Pada pemeriksaan EKG
mempelihatkan adanya pemanjangan dari interval QT yang dapat mengakibatkan
ventikular aritmia, gelombang T inverted yang dalam dapat terjadi pada akut adrenal
krisis. Pemeriksaan histologis tergantung dari penyebab kegagalan adrenal. Pada
kegagalan adrenokotikal yang primer, terlihat gambaran infeksi dan penyakit
infiltratif. Pada kegagalan adrenokotikal yang sekunder dapat menyebabkan atrofi
kelenjar adrenal. Gambaran dari perdarahan adrenal bilateral mungkin hanya
ditemukan gambaran darah saja.

Tatalaksana Farmakologi & Non Farmakologi

Pasien dengan insufisiensi adrenal umumnya hipovolemik dan mungkin


hipoglikemik, hiponatremik, atau hiperkalemik. Terapi awal terdiri dari saline dan
dekstrosa yang diberikan secara intravena. Kalium umumnya tidak diperlukan dalam
situasi akut, terutama pada pasien dengan insufisiensi adrenal primer, yang sering
hiperkalemik. Diperlukan penggantian glukokortikoid dalam segala bentuk
insufisiensi adrenal. Penggantian mineralokortikoid hanya diperlukan pada
insufisiensi adrenal primer, karena sekresi aldosteron berkurang pada insufisiensi
adrenal primer tetapi tidak pada insufisiensi adrenal sentral. Tidak diperlukan
manajemen bedah pada sebagian besar kasus insufisiensi adrenal.

Terapi penyakit Addison. Subtitusi hormone yang tidak dapat dihasilkan


kelenjar adrenal. Kortisol digantikan dengan prednisone oral 1-2mg/kgBB/hari,
deksametason 0,25-0,75mg/kgBB/hari, hidrokortison injeksi dan oral dengan dosis
0,5-2 mg/kgBB/hari diberikan dalam dua atau tiga kali sehari. Pada keadaan stress,
masa pertumbuhan, penyakit, atau pembedahan, dibutuhkan lebih banyak dosis
glukokortikoid. Apabila terdapat defisiensi aldosteron, maka dapat digantikan dengan
mineralokortikoid oral yang disebut fludrokortison asetat 0,1-0,2 mg/hari diberikan
satu kali perharinya. Pasien yang mendapatkanterapi sulih aldosteron biasanya
dianjurkan oleh dokter untuk meningkatkan asupan garamnya. Karena pasien dengan
insufisiensi adrenal sekunder biasanya mampu mempertahankan produksi aldosteron,
maka mereka tidak membutuhkan terapisulih aldosterone.

Prognosis

Sementara penanganan penyakit Addison masih jauh dari sempurna,


prognosis jangka panjangnya pada umumnya baik. Karena perbedaan fisiologis
masing-masing individu, penderita penyakit Addison harus bekerjasama terus
menerus dengan dokter untuk menyesuaikan dosis dan jadwal paling efektif.
Setelah hal ini tercapai dan dibuat penyesuaian untuk keadaan tertentu seperti pada
waktu perjalanan, stress, trauma atau penyakit lainnyamaka gejala biasanya
berkurang atau kadang menghilang selama mendapat perawatan yang tepat.
B. CUSHING SYNDROME

Definisi

Cushing syndrome merupakan kelainan endokrin yang ditandai dengan


peningkatan produksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dari hipofisis anterior,
yang menyebabkan pelepasan kortisol berlebih dari kelenjar adrenal. Cushing disease
paling sering disebabkan oleh adenoma pituitari. Penyakit ini akan meningkatkan
metabolisme tubuh yaitu meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis serta
resistensi insulin. Irama sirkadian dan sistem umpan balik negatif dari kortisol juga
mengalami gangguan pada Cushing syndrome.

Epidemiologi

Secara epidemiologi, Cushing disease merupakan kondisi yang jarang


ditemukan. Prevalensi global dari penyakit ini adalah sekitar 39,1 kasus per
1.0.0 penduduk. Banyaknya pasien dengan gejala ringan yang tidak terdiagnosis
menyebabkan Cushing disease sering kali kurang dikenali. Prevalensi Cushing
disease adalah sekitar 39,1 per 1.000.000 penduduk dan insidensinya adalah 1,2–2,4
kasus per 1.000.000 juta penduduk per tahun. Pada provinsi Vizcaya, Spanyol,
insidensi Cushing disease dilaporkan sebanyak 2,4 per 1.000.000 orang. Pada studi di
Rumah Sakit Umum di Cina selama 10 tahun, didapatkan bahwa ada 1.040 pasien
terdiagnosis Cushing disease dan menyumbang sekitar 63% dari seluruh kasus
sindrom Cushing.

Klasifikasi

Berdasarkan pengaruh hormon adrenokortikotropik (Adrenocorticotropic


hormone, ACTH) terhadap terjadinya hipersekresi glukokortikoid, maka sindrom
Cushing dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tergantung ACTH (ACTH-
dependent) dan tidak tergantung ACTH (ACTHindependent).
(1) Cushing Syndrome Tergantung Pada ACTH. Pada tipe ini hipersekresi
glukokortikoid dipengaruhi oleh hipersekresi ACTH. Hipersekresi kronik ACTH
akan menyebabkan hiperplasia zona fasikulata dan zona retikularis korteks adrenal.
Hiperplasia ini mengakibatkan hipersekresi adrenokortikal seperti glukokortikoid dan
androgen. Pada tipe ini ditemukan peninggian kadar hormone adrenokortikotropik
dan kadar glukokortikoid dalam darah. Yang termasuk dalam sindrom ini adalah
adenoma hipofisis dan sindrom ACTH ektopik.

(2) Cushing Syndrome Tidak Tergantung Pada ACTH. Pada tipe ini tidak
ditemukan adanya pengaruh sekresi ACTH terhadap hipersekresi glukokortikoid, atau
hipersekresi glukokortikoid tidak berada di bawah pengaruh jaras hipotalamus-
hipofisis. Pada tipe ini ditemukan peningkatan kadar glukokortikoid dalam darah,
sedangkan kadar ACTH menurun karena mengalami penekanan. Yang termasuk
dalam sindrom ini adalah tumor adrenokortikal, hiperplasia adrenal nodular, dan
iatrogenic.

Etiologi

Berdasarkan penyebabnya cushing syndrome dapat berasal dari dalam


(endogen) seperti kelainan pada kelenjar hipofisis, dan kelainan pada kelenjar adrenal
atau bisa juga karena penyebab dari luar (eksogen) yaitu karena pemakaian obat-
obatan.

Faktor penyebab terjadinya cushing syndrome tersering berasal dari luar


(eksogen) antara lain akibat pemakaian kortikosteroid yang berlebihan dan dalam
jangka panjang baik dalam bentuk oral, topikal, maupun dalam bentuk inhalasi.
Pemakaian obat-obatan tersebut biasa digunakan sebagai obat anti radang
(antiinflamasi) atau sebagai pengobatan imunosupresif. Selain itu, saat ini juga
terdapat bahan-bahan yang sehari-hari di konsumsi oleh masyarakat seperti obat
tradisional Indonesia (jamu) yang seharusnya berasal dari bahan yang alami tanpa
dicampur oleh zat kimia, oleh pihak yang tidak bertanggung jawab di campurkan
dengan bahan kimia obat yang salah satunya adalah golongan kortikosteroid.

Faktor yang berasal dari dalam (endogen) lebih jarang dibandingkan dengan
faktor penyebab yang berasal dari luar (eksogen) menurut data epidemiologi, cushing
syndrome endogen hanya terjadi sekitar 2,3 juta per tahun di seluruh dunia dengan
insiden 1-2 per 100.000 penduduk per tahun

Patofisiologi

Patofisiologi Cushing disease berkaitan dengan peningkatan hormon kortisol.


Hormon kortisol umumnya akan meningkat pada beberapa kondisi, yaitu saat pagi
hari, inflamasi sistemik (sitokin), dan stres, baik fisiologis maupun psikologis.
Normalnya, corticotropin-releasing hormone (CRH) akan dikeluarkan oleh nucleus
paraventricular dari hipotalamus yang diikuti dengan transportasi CRH pada sistem
vena portal ke kelenjar pituitari atau hipofisis.

Pada kelenjar pituitari anterior, CRH akan berikatan dengan reseptor CRH-1
dan menstimulasi ekspresi proopiomelanocortin (POMC) yang kemudian akan
diproses menjadi adrenocorticotropic hormone (ACTH). Selanjutnya, ACTH akan
disekresi ke sirkulasi sistemik dan berikatan dengan reseptor pada zona fasikulata
pada korteks adrenal dan menghasilkan kortisol. Sekresi kortisol akan dikontrol
dengan mekanisme umpan balik negatif yang akan menginhibisi hipotalamus dan
kelenjar pituitari dalam sekresi CRH dan ACTH

Pemeriksaan Fisik & Penunjang

Langkah pertama pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk menguji apakah


diagnosis sindrom Cushing sudah benar. Ada 3 macam pemeriksaan yang dapat
digunakan.

(1) Pemeriksaan kadar kortisol plasma. Dalam keadaan normal kadar kortisol
plasma sesuai dengan irama sirkadian atau periode diurnal, yaitu pada pagi hari kadar
kortisol plasma mencapai 5 – 25 Ug/dl (140 – 160 mmol/l) dan pada malam hari akan
menurun menjadi kurang dari 50%. Bila pada malam hari kadarnya tidak menurun
atau tetap berarti irama sirkadian sudah tidak ada. Dengan demikian sindrom Cushing
sudah dapat ditegakkan. Namun pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada anak
berusia kurang dari 3 tahun sebab irama sirkadian belum dapat ditentukan pada usia
kurang dari 3 tahun.

(2) Pemeriksaan kadar kortisol bebas atau 17-hidroksikortikosteroid dalam


urin 24 jam Pada sindrom Cushing kadar kortisol bebas dan 17-hidroksikortikosteroid
dalam urin 24 jam meningkat.

(3) Tes supresi adrenal (tes supresi deksametason dosis tunggal)


Deksametason 0,3 mg/m2 diberikan per oral pada pukul 23.00, kemudian pada pukul
8.0 esok harinya kadar kortisol plasma diperiksa. Bila kadar kortisol plasma 5
Ug/dl.

Langkah kedua dalam pemeriksaan ini adalah menelusuri kemungkinan


penyebabnya. Banyak macam pemeriksaan yang dapat digunakan, dan di bawah ini
merupakan salah satu rangkaian pemeriksaan yang bisa dipakai.

(1) Pemeriksaan supresi deksametason dosis tinggi. Pemeriksaan ini ditujukan


untuk membedakan sindrom Cushing yang disebabkan oleh kelainan hipofisis atau
nonhipofisis. Deksametason per oral diberikan dengan dosis 20 mg/kg setiap 6 jam
selama 2 hari berturut-turut. Kemudian diperiksa kadar kortisol plasma, kadar kortisol
bebas, dan kadar 17-hidrosikortikosteroid dalam urin 24 jam. Bila kadar kortisol
plasma <7 Ug/dl, dan kadar kortisol bebas serta kadar 17-hidroksikortikosteroid
menurun sampai di bawah 50% maka telah terjadi penekanan dan berarti terdapat
kelainan pada hipofisis.

(2) Pemeriksaan kadar ACTH plasma. Pemeriksaan ini menggunakan alat


yang dikenal sebagai immunoradiometric assay (IRMA). Pemeriksaan ini ditujukan
untuk membedakan sindrom Cushing yang tergantung ACTH dengan yang tidak
tergantung ACTH. Bila kadar ACTH plasma 10 pg/ml, maka penyebabnya adalah
tipe tergantung ACTH.

Pemeriksaan langkah ketiga adalah untuk menentukan lokasi penyebab


primer. Pada kelainan hipofisis, pemerikasan lanjutan menggunakan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dan CT scan kepala. Bila adenoma hipofisis masih
dicurigai tetapi belum ditemukan pada pemeriksaan, maka perlu dilakukan evaluasi
secara periodik. Pada sindrom ACTH ektopik dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa
CT scan toraks dan abdomen untuk menemukan lokasi tumor nonendokrin yang
menyebabkan peningkatan kadar ACTH plasma. Sedangkan pada kelainan
adrenokortikal dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan adrenal.

Tata Laksana Farmakologi & Non Farmakologi

Tujuan tata laksana penyakit Cushing adalah mengendalikan hipersekresi


hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang bisa ditempuh dengan tindakan bedah,
radiasi, dan obatobatan.

(1) Bedah. Tindakan bedah yang dinilai cukup berhasil sekarang ini adalah
bedah mikro transfenoid (transphenoidal microsurgery).

(2) Radiasi. Ada beberapa cara radiasi yang bisa digunakan seperti radiasi
konvensional, gamma knife radiosurgery, dan implantasi radioaktif dalam sela
tursika. Kerugian pemakaian radiasi ini adalah kerusakan sel-sel yang mensekresi
hormone pertumbuhan.

(3) Obat-obatan. Obat yang digunakan untuk mengendalikan sekresi ACTH


misalnya siproheptadin. Obat ini bisa dipakai sebelum tindakan bedah atau bersama-
sama dengan radiasi. Obat yang digunakan untuk menghambat sekresi glukokortikoid
adrenal adalah ketokonazol, metirapon, dan aminoglutetimid.
Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kelenjar adrenal


merupakan salah satu kelenjar endokrin yang memiliki peran penting dalam proses
metabolism di dalam tubuh manusia. Ketika kelenjar adrenal mengalami kelainan
sehingga tidak mampu menghasilkan produk yang seharusnya dihasilkan, akan
mampu memberikan dampak buruk bagi tubuh. Kelainan fungsi kelenjar
adrenokortikal bisa berupa hipofungsi maupun hiperfungsi dari hormon-hormon yang
dihasilkan seperti glukokortikoid (kortisol dan kortikosteron), adrenal gonad dan
mineralokortikoid yang disebabkan berbagai kelainan fungsi akibat penyakit
autoimmun, infeksi, kelainan metabolisme maupun neoplasma. Beberapa contoh
gangguan kelenjar adrenal adalah penyakit Addison, adalah kelainan yang disebabkan
oleh ketidakmampuan korteks adrenalis memproduksi hormon kortisol dan
aldosteron. Dan cushing syndrome, merupakan kelainan endokrin yang ditandai
dengan peningkatan produksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dari hipofisis
anterior, yang menyebabkan pelepasan kortisol berlebih dari kelenjar adrenal.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K. 2015. Basic Pathology Robbins. 9th Ed. Canada: Elsevier.
dr. Lalu Buly Fatrahady, Sp.PD, 2021. PPT Gangguan Kelenjar Adrenal.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar. Mataram.
Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2011, Textbook of Medical Physiology, Edisi 12,
Phladelphia: Saunders Elsevier.
Kimberly Tafuri. 2018. Pediatric Adrenal Insufficiency (Addison Disease).
New York: Medscape.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid II. VI. Jakarta: Interna Publishing.
Sue E. Huether & Kathryan L. McCance, 2017. Buku Ajar Patofisiologi, Edisi
6, Volume 1, Singapore: Saunders Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai