Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

PENYAKIT ADDISON

Disusun oleh:
Nur Shahirah binti Rasid
112018207

Dokter Pembimbing:
dr. Edi Pasaribu Sp.A

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 10 JUNI –17 AGUSTUS 2019
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN, CIDENG JAKARTA

1
PENDAHULUAN

Penyakit Addison sudah dikenal sejak 150 tahun yang lalu, pertama kali dikemukakan oleh
Thomas Addison. Penyakit Addison disebut juga dengan insufisiensi adrenal yaitu kelainan
endokrin atau hormonal yang terjadi apabila kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon
tertentu dengan cukup. Prevalens penyakit Addison ini jarang akan tetapi menyebabkan morbiditas
dan mortalitas yang signifikan. Prevalens penyakit Addison di Negara barat adalah sebesar 1,2 per
100.000 penduduk, prevalens di Indonesia belum diketahui, namun Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sejak tahun 1993 hingga 2003 telah ditemukan 3 anak yang
diduga mengalami kelainan ini.1

Kesulitan mendeteksi penyakit ini tergambar dari survey yang dilakukan oleh Adrenal
Disease Foundation yang menemukan bahwa 60% kasus telah berobat pada dua orang dokter atau
lebih sebelum diagnosis insufisiensi adrenal ditegakkan. Oleh sebab itu para klinisi dihimbau
untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya insufisiensi adrenal pada penyakit yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.1

Penyakit ini sukar dideteksi dini karena gejalanya tidak khas. Salah satu menifestasi klinis
penyakit Addison adalah mudah lelah dan lemas. Namun gejalanya juga dapat menyerupai
ganstroenteritis dan gangguan psikis, misalnya depresi. Insufisiensi adrenal dapat menyebabkan
gejala klinis adrenal dapat berupa muntah-muntah, hipoglikemia, anoreksia persisten, anoreksia,
hipoglikemia, penambahan berat badan yang tidak adekuat (anak) atau penurunan berat badan
(orang dewasa), dan berat badan tidak naik, malaise, kelemahan otot, dehidrasi isotonic atau
dehidrasi hypernatremia yang tidak jelas penyebabnya, hyperkalemia, hipotensi, hipoglikemia,
dan yang paling sering adalah hiperpigmentasi umum. Gejala keletihan umum dan kelemahan otot
biasa menjadi petunjuk pertama adanya penyakit Addison. Hiperpigmentasi kulit yang seperti
berlapis “lumpur” (muddy) disebabkan oleh peningkatan kadar Melanocytet Stimulating Hormone
(MSH) dan Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) sebagai mekanisme umpan balik terhadap
aksis hipotalamus-hipofisis. Beberapa kasus tidak mengalami hiperpigmentasi adanya defek
respon terhadap melanosit.1

ANATOMI

2
Korteks adrenal dibagi menjadi 3 zona anatomi utama (Gambar 1). Zona glomerulosa
menghasilkan aldosteron, dan zona fasciculata dan reticularis bersama-sama menghasilkan
kortisol dan androgen adrenal. Zona janin, unik untuk primata, menghasilkan
dehydroepiandrosterone (DHEA), pendahulu dari androgen dan estrogen. Zona ini terlibat dalam
beberapa bulan pertama kehidupan pascanatal. Sekresi aldosteron terutama diatur oleh sistem
renin-angiotensin. Peningkatan konsentrasi kalium serum juga dapat merangsang sekresi
aldosteron. Sekresi kortisol diatur oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH), yang, pada
gilirannya, diatur oleh hormon pelepas kortikotropin (CRH) dari hipotalamus. Kortisol serum
menghambat sekresi CRH dan ACTH untuk mencegah sekresi kortisol yang berlebihan dari
kelenjar adrenal.2

ACTH secara parsial mengatur sekresi androgen adrenal; faktor-faktor lain yang tidak
diketahui berkontribusi terhadap peraturan ini juga. ACTH tidak hanya merangsang sekresi
kortisol tetapi juga mendorong pertumbuhan korteks adrenal bersamaan dengan faktor-faktor
pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan seperti insulin (IGF) -1 dan IGF-2.2

Gambar 1. Kortek adrenal dan medulla.

ETIOLOGI

Pada abad yang lalu, insufisiensi adrenal primer yang paling sering disebabkan oleh infeksi
tuberculosis. Di Negara seperti Indonesia, India dan sekitarnya yang angka kejadian

3
tuberkulosisnya masih tinggi maka infeksi oleh kuman tuberculosis perlu dipertimbangkan sebagai
penyebab penyakit Addison. Di negara maju seperti Amerika, tuberkuloasis sudah amat jarang
bahkan sudah tidak ada sama sekali.1 Insufisiensi adrenal primer, juga disebut sebagai penyakit
Addison terjadi apabila kelenjar adrenal rosak dan gagal untuk memproduksi hormone kortisol
dan aldesteron. Insufisiensi sekunder pula terjadi akibat kelenjar pituitary yang terletak di otak
gagal untuk memproduksi ACTH yang cukup, hormone yang akan menstimulasi kelenjar adrenal
untuk menghasilkan kortisol. Apabila pengeluaran ACTH rendah, produksi cortisol akan menurun
dan kelenjar adrenal akan mengecil.

Penyakit autoimun merupakan penyebab tersering insufisiensi adrenal primer setelah


periode neonates. Etiologi insufisiensi adrenal primer dapat dibagi tiga kategori yaitu disgenesis
adrenal, destruksi adrenal, dan gangguan steroidogenesis. Disgenesis adrenal meliputi hypoplasia
adrenal kongenital, mutasi faktor steroidogenesis-1 (SF-1), dan ketidakpekaan terhadap hormone
adrenokortikotropik (ACTH), sedangkan kerusakan kalenjar adrenal dapat terjadi pada sindrom
autoimun poliglandular (SAP), adrenoleukodistrofi (ALD), perdarahan pada kelenjar adrenal,
metastasis pada kelenjar adrenal, infeksi kelenjar adrenal, dan amyloidosis kelenjar adrenal.
Gangguan steroidogenesis meliputi hyperplasia adrenal kongenital (HAK), gangguan pada
mitokondria, dan sindrom Smith-Lemli-Opitz.1

Etiologi insufisiensi adrenal primer relative berbeda-beda bergantung pada kelompok usia
dan jenis kelamin. Misalnya pada saat lahir sering dijumpai perdarahan adrenal akibat anoksia atau
sepsis neonatorum, pada neonatus lebih sering dijumpai HAK, sedangkan pada anak yang lebih
besar insufisiensi adrenal primer lebih sering disebabkan oleh sindrom autoimun poliglandular.
Pada anak laki-laki lebih banyak terjadi adrenoleukpdistrofi karena banyak ditemukan kelainan
pada gen DAX-1, sedangkan pada pasien dewasa lebih sering ditemukan karena infeksi dan
metastasis tumor.1

EPIDEMIOLOGI

Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika Serikat
tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. laki-laki 56%
dan wanita 44% penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat
pada umur 30 – 50 tahun. 50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya

4
merupakan manifestasi dari proses autoimun. Di Amerika Serikat, penyakit addison terjadi pada
40-60 kasus per satu juta penduduk. Secara global, penyakit addison jarang terjadi. Bahkan hanya
negara-negara tertentu yang memiliki data prevalensi dari penyakit ini. Prevalensi di Inggris Raya
adalah 39 kasus per satu juta populasi dan di Denmark mencapai 60 kasus per satu juta populasi.3
Mortalitas/morbiditas terkait dengan penyakit addison biasanya karena kegagalan atau
keterlambatan dalam penegakkan diagnosis atau kegagalan untuk melakukan terapi pengganti
glukokortikoid dan mineralokortikoid yang adekuat. Jika tidak tertangani dengan cepat, krisis
addison akut dapat mengakibatkan kematian. Ini mungkin terprovokasi baik secara de novo,
seperti oleh perdarahan kelenjar adrenal, maupun keadaan yang menjadi penyerta pada insufisiensi
adenokortikal kronis atau yang tidak terobati secara adekuat.3
Dengan onset lambat penyakit addison kronik, kadar yang rendah signifikan, non spesifik,
tapi melemahkan, maka gejala dapat terjadi. Bahkan setelah diagnosis dan terapi, risiko kematian
lebih dari 2 kali lipat lebih tinggi dengan penyakit addison. Penyakit kardiovaskuler, keganasan
dan penyakit infeksi bertanggung jawab atas tingginya angka kematian. Penyakit addison
predileksinya tidak berkaitan dengan ras tertentu. Sedangkan penyakit addison idiopatik autoimun
cenderung lebih sering pada wanita dan anak-anak.
Usia paling sering pada penderita addison disease adalah orang dewasa antara 30-50 tahun.
Tapi, penyakit ini tidak dapat timbul lebih awal pada pasien dengan sindroma polyglanduler
autoimun, congenital adrenal hyperplasia (CAH), atau jika onset karena kelainan metabolisme
rantai panjang asam lemak.3
PATOFISIOLOGI

Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level mineralokortikoid (aldosteron),


glukokortikoid (cortisol), dan androgen. Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan
dan ketidakseimbangan elektrolit. Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium
(Na+) dan mengeluarkan potassium (K+). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan
ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa tersebut antara lain: ekskresi air
meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi, penurunan kardiak output,
dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil berkurangnya beban kerja. Akhirnya, hipotensi
menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan
kematian. Meskipun tubuh mengeluarkan sodium berlebih, ini mempertahankan kelebihan

5
potassium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia, memungkinkan terjadinya
kardiak arrest.4

Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya gangguan metabolic. Ingat bahwa


glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek anti-insulin. Sehingga, ketika
glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun, sehingga hasilnya hipoglikemia dan
penurunan glikogen hati. Klien menjadi lemah, lelah, anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah.
Gangguan emosional dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Di
samping itu, penurunan glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress. Pembedahan,
kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat menyebabkan
krisi Addison (insufisiensi adrenal akut). Akhirnya, penurunan kortisol menghasilkan kegagalan
untuk menghambat sekresi ACTH dari pituitary anterior.4

Melanosit Stimulating Hormone (MSH) menstimulasi melanosit epidermal, yang


menghasilkan melanin, pigmen warna gelap. Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan
pigmentasi kulit dan membrane mukosa. Sehingga pasien dengan penyakit Addison memiliki
peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun muncul. Defisiensi androgen
gagal untuk menghasilkan beberapa macam gejala pada laki-laki karena testes menyuplai adekuat
jumlah hormone seksual. Namun, pada perempuan tergantung pada korteks adrenal untuk
mensekresi androgen secara adekuat. Hormon-hormon tersebut disekresi oleh korteks adrenal yang
penting bagi kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak diobati akan berakhir fatal.4

Penyakit addison, atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi otoimun
atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit
Addison.Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi
pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis(TB) dan histoplamosis merupakan infeksi yang paling
sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan
adrenal akibat proses otoimun telah menggantikan tuberkolosis sebagai penyebab penyakit
Addison, namun peningkatan insidens tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH
yang tidak adekuat dari kelenjar hipopisis juga akan menimbulkan insufiensi adrenal akibat
penurunan stimulasi korteks adrenal.4

6
Gejala Addison dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon
adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu
mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2
hingga 4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal, oleh sebab itu kemungkinan penyakit
Addison harus diantifasi pada pasien yang mendapat pengobatan kostikosteroid.4

MANIFESTASI KLINIS

Sesudah penyakit addison terjadi, penderita biasanya merasa lemah, lelah, dan pusing terutama
jika berdiri sesudah duduk atau berbaring. Gejala penyakit Addison mungkin berkembang secra
perlahan-lahan dan tak kentara biasanya dalam waktu beberapa bulan, meliputi (Gambar 2):

Gambar 2. Gejala klinis penyakit Addison.

Gejala penyakit Addison kadang dapat terjadi secara tiba-tiba dan berat. Kondisi ini diseut
krisis Addisonian meliputi: rasa nyeri menusuk pada punggung bagian bawah, perut, atau kaki
yang tiba-tiba, muntah-muntah dan diare hebat, dehidrasi, tekanan darah yang rendah, kadar
kalium yang tinggi (hiperkalemia), dan hilangnya kesadaran. Jika krisis Addisonian tidak
ditanggani, maka dapat berakibat fatal.3,4

7
Pada penyakit Addison, kelenjar hipofise menghasilkan lebih banyak kortikotropin sebagai
usaha untuk merangsang pembentukan hormon-hormon oleh kelenjar adrenal. Namun
kortikotropin juga merangsang produksi melanin, sehingga pada kulit dan mukosa penderita sering
terbentuk pigmentasi yang gelap (hiperpigmentasi). Kulit yang lebih gelap mungkin nampak
seperti akibat sinar matahari. Tetapi terdapat area yang tidak merata. Hiperpigmentai paling jelas
terlihat pada jaringan parut kulit, lipatan-lipatan kulit, tempat-tempat yang sering mendapat
penekanan, seperti siku, lutut, ibu jari, bibir, dan membran mukosa.3

DIAGNOSIS

Evaluasi pasien dengan penyakit Addison yang diduga melibatkan diagnosis insufisiensi
adrenal dan kemudian identifikasi defek pada hipotalamus-hipofisis axis. Penyakit Addison adalah
insufisiensi adrenal primer dengan defek pada glandula adrenal. Setelah insufisiensi adrenal
diidentifikasi, etiologi dari insufisiensi adrenal harus di temukan. Awalnya, elektrolit serum harus
diperiksa tetapi tingkat kalium normal tidak menyingkirkan penyakit Addison. Akibat aldosteron
tidak ada, inbalance elektrolit seperti hiponatremia, dengan klorida rendah dan hiperkalemia sering
dijumpai. Hiponatremia adalah yang paling sering terjadi pada 90% pasien. Hyperkalemia
ditemukan pada 60-70% pasien. Hypercalcemia jarang terjadi dan ditemukan pada sekitar 5-10%
pasien.

Tes awal untuk insufisiensi adrenal adalah pengukuran kadar kortisol serum dari sampel
darah yang diperoleh di pagi hari, meskipun beberapa lebih memilih untuk memeriksa tingkat
kortikotropin (Gambar 3). Ini merupakan tes skrining sensitif. Karena variasi dalam tingkat
kortisol karena ritme sirkadian, darah harus diambil ketika tingkat tertinggi, biasanya 6:00-8:00
Pagi. Pada pagi hari kadar kortisol lebih besar dari 19 mcg / dL (referensi kisaran, 5-25 mcg / dL)
dianggap normal, dan tidak ada pemeriksaan lebih lanjut diperlukan. Nilai kurang dari 3 mcg / dL
adalah diagnostik penyakit Addison. Nilai dalam kisaran 3-19 mcg / dL yang tak tentu, dan
pemeriksaan lebih lanjut diperlukan. Hipotalamus-hipofisis axis dapat dievaluasi dengan
menggunakan 3 tes: dengan rangsangan kortikotropin (Cortrosyn), uji toleransi insulin, dan tes
metyrapone. Sintetis adrenocorticotropin 124 dengan dosis 250 mcg bekerja sebagai uji dinamis.
Peningkatan kadar renin dan adrenocorticotropin memverifikasi keberadaan penyakit. Cortrosyn
adalah kortikotropin sintetis, melalui jalur intravena dengan dosis 350 mg. Kadar kortisol serum
diukur dari sampel darah diambil setelah 30 dan 60 menit. Puncak tingkat kortisol serum lebih dari

8
18 mcg / dL mengecualikan diagnosis insufisiensi adrenal karena respon terhadap rangsangan
dianggap memadai pada tingkat ini. Kortisol tingkat 13-17 mcg / dL yang tak tentu.Kadar kortisol
kurang dari 13 mcg / dL menunjukkan insufisiensi adrenal.

Tes toleransi insulin adalah sensitif untuk insufisiensi adrenal. Tes ini melibatkan stres
hipoglikemik untuk menginduksi produksi kortisol. Tes memerlukan pemantauan ketat pasien dan
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan riwayat kejang atau penyakit kardiovaskular.
Tanggapan kortisol serum diukur puncak setelah tantangan insulin 0,1-0,15 U / kg. Tingkat
kortisol kurang dari 18 mcg / dL dan tingkat glukosa serum kurang dari 40 mg / dL menunjukkan
insufisiensi adrenal. Tes metyrapone melibatkan gangguan jalur produksi kortisol dengan
menghambat 11 hidroksilase B-, enzim yang mengkonversi 11-deoxycortisol (11-s) untuk kortisol.
Metyrapone (30 mg / kg) disuntikkan intravena pada tengah malam, dan kortisol dan 11-s tingkat
diukur 8 jam sesudahnya. Sebuah respon normal adalah peningkatan dalam serum 11-s tingkatan
untuk lebih dari 7 mg / dL. Tingkat 11-s yang kurang dari 7 mg / dL adalah diagnostik dari
ketidakcukupan adrenal.4,5

Setelah diagnosis insufisiensi adrenal dikonfirmasi, bagian dari defek dalam


hipotalamushipofisis axis harus ditentukan dengan menggunakan sampel kortikotropin, melalui
pemeriksaan yang disebut corticotropin provocation testing, atau corticotrophin-releasing
hormone (CRH) provocative test. Tingkat kortikotropin serum lebih besar dari 100 pg / mL
merupakan diagnostik dari insufisiensi adrenal primer. Setelah insufisiensi adrenal didiagnosa dan
defek pada hipotalamus-hipofisis-adrenal axis diidentifikasi, penyebab insufisiensi adrenal dapat
dievaluasi. Karena insufisiensi adrenal primer telah menyebabkan banyak, pemeriksaan harus
diarahkan pada temuan klinis. Etiologi penyakit autoimun dan infeksi adalah penyebab dominan
2, sehingga hasil pemeriksaan untuk antibodi adrenal dan TB harus menjadi bagian dari evaluasi
diagnostik awal. Autoantibodi terhadap 21-hidroksilase dapat dideteksi pada pasien dengan
sindrom polyglandular autoimun. Pasien ini juga mungkin memiliki diabetes mellitus tipe 1,
penyakit tiroid autoimun, gastritis autoimun, penyakit celiac, dan / atau vitiligo.5

Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan


berkurangnya glandula adrenal pada pasien dengan kerusakan autoimun dan pembesaran glandula
adrenal pada pasien dengan infeksi. CT memadai menunjukkan kalsifikasi yang terjadi pada
kegagalan adrenal disebabkan oleh tuberkulosis. Kalsifikasi dapat terlihat dalam fase akut infeksi,

9
tetapi biasanya diakui dalam fase kronis infeksi. CT dan MRI mengungkapkan perdarahan adrenal.
MRI lebih unggul CT dalam membedakan massa adrenal, tetapi MRI tidak dapat membedakan
tumor dari proses inflamasi. Temuan histopatologi bervariasi berhubungan dengan mekanisme
perusakan. Kerusakan autoimun ditandai oleh limfositik menyusup. Sel kortikal hidup
menunjukkan peningkatan sitoplasma dan nuklir atypia, yang diyakini hasil dari stimulasi yang
berkepanjangan oleh kortikotropin. Noncaseating granuloma ditemukan ketika kehancuran
adrenal adalah hasil dari sarkoidosis atau keganasan.Granuloma kaseosa terlihat pada pasien
dengan TB.5

Gambar 3. Algoritma diagnosis insufisiensi adrenal.4

10
Jika diagnosis penyakit Addison telah dibuat, maka dapat dilakukan pemeriksaan radiologi
seperti X-ray atau USG perut, untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda penumpukan kalsium
pada kelenjar adrenal atau TB. Selain itu pemeriksaan darah dapat digunakan untuk mendeteksi
antibodi yang berkaitan dengan penyakit Addison karena autoimun. Jika diagnosis adrenal
sekunder telah dibuat, maka dapat dilakukan pemeriksaan radiologis untuk melihat ukuran dan
bentuk kelenjar hipofise. Pemeriksaan yang paling sering diakukan adaah CT scan dan MRI. Selain
itu, pemeriksaan fungsi kelenjar hypofise dan kemampuannya dalam memproduksi hormon juga
perlu diperiksa dengan pemeriksaan darah.5

PENATALAKSANAAN

Pengobatan untuk penyakit Addison terdiri dari terapi hormon seumur hidup dengan
glukokortikoid dan mineralokortikoid (Tabel 1). Sampai saat ini, tidak ada terapi yang tersedia
untuk menghentikan perusakan kekebalan yang mendasari korteks adrenal. Terapi pengganti
hormon yang diberikan adalah:

 Kortikosteroid

Hydrocortisone atau Prednison atau Dexamethasone dapat diberikan untuk mengganti


kadar kortisol yang rendah. Prednison dapat diminum sekali sehari, sedangkan hidrokortison
dibagi menjadi dua atau tiga dosis per hari, batas atas kisaran normal. Mineralokortikoid, seperti
Fludrocortisone acetate dapat diberikan untuk mengganti aldosteron. Biasanya, pengobatan
dimulai dengan pemberian hydrocortisone atau prednison secara per oral (melalui mulut). Tetapi,
orang yang sakitnya parah perlu diberikan pengobatan melaui suntikan pada awalnya kemudian
dapat lanjutkan secara per oral. Karena tubuh biasanya menghasilkan kortisol paling banyak pada
pagi hari, Hydrocortisone sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi, dengan dosis paling besar di
pagi hari. Hydrocortisone harus diminum setiap hari sepanjan hidup penderita. Dosis
hydrocortisone yang lebih besar diperlukan jika mengalami kondisi stress, misalnya sakit berat
atau pembedahan, dan mungkin perlu untuk diberikan melalui injeksi jika penderita sampai
mengalami diare hebat atau muntah. Sebagian penderita juga perlu mendapat Fludrocortisonne
setiap hari untuk menjaga kadar natrium dan kalium tubuh.4

Pada krisis Addisonian, tekanan darah yang rendah, glukosa darah yang rendah, dan
tingginya kadar kalium dapat mengancam nyawa. Terapi standar yang tepat dilakukan adalah

11
dengan pemberian glukokortikod, cairan melalui pembuluh darah, dan larutan sejenis gula.
Adapun penyebabnya, penyakit Addison bisa berakibat fatal dan harus ditangani. Biasanya
pengobatan bisa dimulai dengan pemberian Prednson per-oral (ditelan). Jika sakitnya sangat berat,
pada awalnya diberikan kortisol intravena kemudian dilanjutkan dengan tablet Prednison. Jika
tubuh mengalami stress (terutama karena penyakit), mungkin diperlukan dosis Prednison yang
lebih tinggi.4

Sebagian besar penderita juga harus mengkonsumsi Fludrokortison setiap hari untuk
membantu mengembalikan ekskresi natrium dan kalium yang normal. Pada akhirnya pemberian
Fludrokortison bisa dikurangi atau dihentikan, diganti dengan Prednison yang diberikan setiap hari
sepanjang hidup penderita. Pengobatan harus terus diakukan sepanjang hdup penderita, tetap
prognosisnya baik.

 Terapi pengganti androgen

Pria yang memiliki penyakit Addison tidak perlu diganti dengan androgen karena testis
mereka mampu menghasilkan kadar testosteron yang memadai; Namun, wanita bisa mendapat
manfaat dari penggantian androgen karena adrenal adalah sumber utama produksi androgen pada
wanita. Terapi pengganti dengan dehydroepiandrosterone (DHEA) dapat diberikan untuk wanita.
Sebuah meta-analisis dari 10 uji coba terkontrol plasebo acak menemukan bahwa suplementasi
dehydroepiandrosterone (DHEA) menghasilkan perbaikan kecil dalam kualitas hidup dan depresi
terkait kesehatan pada wanita dengan kekurangan adrenal.

Tabel 1. Pengobatan untuk penyakit Addison.

Medication Dosis Comments Monitoring

Glukokortikoids
Prednisone 3-5 mg mg Use stress doses for illness, Symptoms of sdrenal
once daily surgical procedures, and insufficiency; low to
hospitalization. normal plasma
adrenocorticotropic
hormone levels indicate
over replacement.

12
Hydrocortisone 15-25 mg Use stress doses for illness,
divided into surgical procedures, and
two or three hospitalization.
doses per day

Dexamethasone 0.5 mg once Use intramuscular dose for


daily emergencies and when
unable to tolerate oral intake.

Mineralcorticoid
Fludrocortisone 0.05-0.2 mg Dosage may need to increase Blood pressure; serum
once daily to 0.2 mg per day in the sodium and potassium
summer because of salt loss levels; plasma renin
from perspiration activity in the upper
normal range.

Androgen
Dehydrepiandrostero 25-50 mg Available as an over- the- Libido, mood and sense
ne (DHEA) once daily counter supplement, can of well being.
improve mood and quality of
life in women.

KOMPLIKASI

Hipotensi, syok, hipoglikemia, dan kematian adalah komplikasi utama insufisiensi adrena.
Terapi glukokortikoid oral harian akan menyebabkan supressi iatrogenic pada hypothalamic-
pituitary-adrena (HPA) dalam waktu 2 minggu. Kesannya dapat bertahan dalam hitungan minggu
kepada bulan tergantung durasi pendedahan terhadap dosis farmakologikal glukokortikoid.
Komplikasi penggunaan glukokortikoid berlebihan adalah seperti beriku:6

 Gagal tumbuh
 Obesitas
 Striae
 Osteoporosis
 Kelemahan otot
 Hipertensi
 Hiperglikemia

13
 Katarak

Komplikasi kemasukan mineralkortikoids yang berlebihan adalah hipertensi dan hypokalemia.

PROGNOSIS

Dengan perawatan dan kepatuhan yang tepat, pasien dengan insufisiensi adrenal (penyakit
Addison) dapat hidup normal tanpa batasan. Namun, prognosis untuk pasien yang tidak diobati
dengan insufisiensi adrenal (penyakit Addison) buruk. Beberapa penelitian telah menemukan
bahwa mereka dengan konsentrasi kortisol yang sangat tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk
dan tingkat komplikasi sepsis sekunder atau perforasi usus yang lebih tinggi. Kematian adalah
hasil umum, biasanya dari hipotensi atau aritmia jantung sekunder akibat hiperkalemia, kecuali
terapi steroid pengganti dimulai.7

Sebuah studi Swedia di seluruh negeri, oleh Chantzichristos et al, menunjukkan bahwa
risiko kematian lebih tinggi pada pasien dengan diabetes mellitus dan insufisiensi adrenal
(penyakit Addison) dibandingkan pada mereka yang hanya menderita diabetes saja. Di antara
pasien diabetes / kekurangan adrenal, angka kematian adalah 28%, dibandingkan dengan 10%
pada pasien dengan diabetes saja, dengan perkiraan peningkatan risiko relatif pada keseluruhan
kematian menjadi 3,89 untuk kelompok diabetes / kekurangan adrenal dibandingkan dengan
pasien diabetes. Meskipun kematian pada kedua kelompok paling sering disebabkan oleh masalah
kardiovaskular, angka kematian akibat komplikasi diabetes, penyakit menular, dan penyebab yang
tidak diketahui lebih tinggi pada kelompok diabetes / kekurangan adrenal dibandingkan kelompok
kontrol dengan diabetes.7

KESIMPULAN

Penyakit Addison adalah hipofungsi progresif korteks adrenal yang berbahaya, biasanya
progresif. Ini menyebabkan berbagai gejala, termasuk hipotensi dan hiperpigmentasi, dan dapat
menyebabkan krisis adrenal dengan kegagalan kardiovaskular. Diagnosis dilakukan dengan
penemuan klinis serta dengan peningkatan hormon adrenokortikotropik plasma (ACTH) dengan
kortisol plasma rendah. Perawatan tergantung pada penyebabnya tetapi umumnya termasuk
hidrokortison dan kadang-kadang hormon lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi 1. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indomseia; 2010.
2. Answers for adrenal insufficiency and Addison disease, what you don’t know can hurt you.
Form: https://www.hrt.org/answers-for-adrenal-insufficiency-and-addisons-disease-what-
you-dont-know-can-hurt-you/ [accessed on 4 July 2019]
3. Sarkar SB, Sakar S, Ghosh S, Bandyopadhyay S. Addison’s disease. Contemporary
Clinical Destistry Oct-Dec 2012; Vol 3 (No. 4): 484-486
4. Michels A, Michels N. Addison disease: early detection and treatment principles. Indian
Journal of Clinical Practice November 2014; Vol. 25 (No. 8): 508-513
5. Adrenal Insufficiency and Addison’s Disease. NIH Publication May 2009 No. 09-3054.
6. Tafuri K. Pediactric adrenal insufficiency (Addison disease). From
https://emedicine.medscape.com/article/919077-overview#a4 (accessed on 4 July 2109)
7. Grossman AB. Addison’s disease; Primary or chronic adrenocortical insufficiency. From:
https://www.msdmanuals.com/professional/endocrine-and-metabolic-disorders/adrenal-
disorders/addison-disease#v982347 [accessed on 4 July 2019].

15

Anda mungkin juga menyukai