Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II

TERAPI MODALITAS
Tugas Ini disusun Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II
Dosen Pengampu : Liyanovitasari, S. Kep.,Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. Ritana Sari ( 012212018 )
2. Dhani Setyani ( 012212023 )
3. Arief Widayanti ( 012212028 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi sekresi kortisol dan
aldosterone. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Penyebaba utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal
atau (2) defisiensi sekresi hormone adrenokortikotropik (ACTH).defisisensi
corticotropin-realising-hormone (CRH) saja dapat meyebabkan defisiensi ACTH dan
kortisol. Tetapi penyakit ini hanya dijumpai pada pajajn kronik glukookortikoid dosis
farmakologik atau setelah pengangkatan adenoma adrenokorteks penghasil kortisol.
Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses patologik dikorteks
adrenal, maka penyakit ini disebut penyakit Addison. Pasien dengan penyakit Addison
memperlihatkan ketiga zona korteks sehingga terjadi difisiensi semua sekresi korteks
adrenal: kortisol, aldosterone, dan androgen. Kadang-kadang pasien datang dengan
defisiensi parsial sekresi hormone korteks adrenal. Defisiensi ini dijumpai pada kasus-
kasus hipoaldesteronisme-hiporeninemik, yang hanya mengenai sekresi aldesteron, atau
hiperplasi adrenal konginetal, dengan suatu defek enzim persial yang hanya menghambat
sekresi kortisol.
Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua
pertiga pasien adalah perempuan. Diagnose ditegakkan antara usia 20 dan 50 tahun.
Dahulu, tuberkolosis adalah penyabab utama penyaki Addison. Saat ini, dengan
kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkolosis yang mempunyai
insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks adrenal merupakan akibat dari proses autoimun
pada lebih dari 50% pasien penyakit Addison. Autoantibodi adrenal ditemukan dalam
titer tinggi pada sebagian pasien dengann penyakit Addison. Antibody ini bereaksi
dengan antigen dikorteks adrenal, termasuk enzim 21 hidroksilase dan menyebabkan
reaksi peradangan yang akhirnya menghancurkan kelenjar adrenal. Biassanya lebih dari
80% dari kedua kelenjar harus rusak sebelum timbul gejala dan tanda insufisiensi.
Penyakit Addison dapat timbul bersaam dengan penyakit endokrin lain yang memiliki
dasar autoimuitas. Diantaranya adalah tiroiditis hashimoto, beberapa kasus diabetes
mellitus type 1, dan hipoparatiroidisme. Juga tampaknya terdapat predisposisi familial
untuk penyakit endrokin autoimun, yang mungkin berkaitan dengan kelainan reaktifitas
system imun pasien. Penyebab penyakit Addison yang lebih jarang adalah pendarahan
yang disebabkan oleh pemakaina antikoogulan jangka panjang terutama heparin, penyakit
granulomatosa non perkijuan, infeksi sitomegalovirus (CMV) pada pasien dengan
sindrom imonodefisiensi didapat (AIDS), dan neuplasma metastatic yang mengenai
kedua kelenjar adrenal. Pernah dilaporkan kasus-kasus jarang yaitu, insufisiensi korteks
adrenal primer terjadi akibat mutasi di gen-gen yang mengode protein yang
mengendalikan perkembangan adrenal atau steroidogenesis.( Price, Sylvia. 2006)

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa atau para pembaca mampu mengerti dan memahami tentang
penyakit addison serta menerapkan dari penatalaksanaan pada saat di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
Setelah mempelajari asuhan keperawatan gangguan sistem adrenal diharapkan :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi penyakit addison
b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penyakit addison
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda & gejala penyakit addison
d. Mahasiswa mampu membuat PNP (Pathway Nursing) serta menjelaskannya
e. Mahasiswa mampu menguasai asuhan keperawatan pada penderita yg terkena
penyakit addison

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormone yang terjadi pada
semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini
dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah
rendah, dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagia tubuh yang terbuka dan tidak
terbuka.
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormone-hormon korteks adrenal. (Brunner
dan Suddart edisi 8)
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi (kerusakan)
jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau
tindakan pembedahan. (Doenges, 2006)
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang menyebabkan
penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal. (Doenges,
2006).

B. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :

a. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur


b. Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal
c. Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan protein fiblirer yang
tidak larut dalam berbagai organ)
d. pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi

Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :

a) Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area


b) Kehilangan aliran darah ke pituitary
c) Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary
d) operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus
e) operasi pengangkatan kelenjar pituitary

Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan


dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang
memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-
tiba diangkat, dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol
yang normal pulih kembali.

Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan komplikasi
dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien
dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik
menyerang  jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai
tambahannya, beberapa kasus penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis,
atau infeksi jamur sistemik.

Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak diketahui.
Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan menyerang baik laki-
laki maupun perempuan.

Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75%


penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal umumnya
terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 20% penyakit
Addison dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI, melanoma,
atau lymphoma (kelainan neuplastik jaringan limfoid).

Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-hipotalamus.


Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan menggunakan
glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin. Penyebab lain termasuk adrenalectomy
bilateral, hipopituitari menghasilakan penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary,
tumor pituitary atau infark, dan radiasi.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Akut
Krisis adrenal. Terjadi apati, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula darah rendah.
Keadaan ini timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat dan sepsis.
Yang lebih jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang sebelumnya (dalam
waktu 1-1,5 tahun) atau baru-baru saja mendapat pengobatan kortikosteroid dimana
terdapat trauma, pembedahan atau infeksi akut, atau saat penghentian gangguan steroid.
Bisa timbul setelah pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cussing, atau
pada pengobatan kanker payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian yang
adekuat.
2. Kronis
Terdapat kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan disertai gejala
gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan dan diare. Hipotensi sering kali
postural, dan takikardia timbul pada tahap lanjut dari penyakit. Hiperpigmentasi terjadi
pada tempat yang terpapar matahari, daerah yang mengalami gesekan, lipatan tangan dan
mukosa bukal.
Insufisiensi adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi (prevelansinya di
Inggris 4/100.000) dan yang termasuk penyebabnya adalah : distruksi adrenal autoimun;
infiltrasi adrenal dengan kanker sekunder, hodgkin, atau jaringan leukimik; destruksi TB,
hemokromatosis, amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai. Bisa berhubungan
dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ, khususnya tiroiditis hasimoto
(sindrom schmidt).
Keadaan ini bisa timbul sekunder akibat hipopituitarisme selama pengobatan TB
adrenal (atau renal) dan pada sindrom adreno genital.(David rubenstein. 2007) .

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal: kelemahan otot, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, emasiasi
(tubuh kurus kering), mudah lelah.
• Astenia (gejala cardinal): pasien kelemahan yang berlebih
• Hiperpigmentasi (menghitam seperti: perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari)
biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku, serta membrane mukosa
• Hipotensi (TD: 80/50 mmHg / kurang), kadar glukosa darah dan natrium serum yang
rendah, kadar kalium serum tinggi.
• Pada kasus yang berat, gangguan metabollisme natirum dan kalium dapat ditandai oleh
pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
• Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari
hipokortikotisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis,
panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah,
pernapasan cepat serta tekanan darah rendah. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit
kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan
serta kegelisahan. Bahkan aktifitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan udara
dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam dapat menimbulkan kolaps
sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi. Stress pembedahan atau dehidrasi
yang terjadi akibat periapan untuk berbagai pemerisaan diagnostic atau pembedahan
dapat memicu krisis addisonian atau krisis hipertensif.

E. PATOFISIOLOGI

Penyakit Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi korteks


adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks
adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada
75% kasus penyakit Addison (Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi
pengangkatan kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan
infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar
adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar adrenal akibat proses autoimun telah
menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan
pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak
adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat
penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak
terapi hormon adrenokortikol yang akan menekan respond normal tubuh terhadap
keadaan stress dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan
pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4 hingga dapat menekan fungsi
korteks adrenal; oleh sebab itu, kemungkinan penyakit Addison harus diantisipsi pada
pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid. (Brunner & Suddart, 2002)

F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
1) Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2) Kolaps sirkulasi
3) Dehidrasi
4) Hiperkalemiae
5) Sepsis
6) Ca. Paru
7) Diabetes mellitus

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
b. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal
a. CT Scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan


insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non
malignan dan hemoragik adrenal

b. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

c. Tes stimulating ACTH

Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH
adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
d. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal.
Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH
menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan ditinjau dari tingkat keparahan:
a. Kegagalan adrenal kronis: penggantian glukokortikoid dengan hidrokortison 20
mg/hari dalam dosis terbagi, ditambah dengan terapi terhadap infeksi atau
penyakit penyrta, atau pembedahan. Pengganti mineralokortikoid (fludrokortison)
hanya dilakukan pada kegagalan adrenal primer.
b. Kegagalan adrenal akut: merupakan sebuah kegawat daruratan medis. Cairan
intravena (NaCL fisiologis) dalam jumlah besar dan hidrokortison diberikan
dengan dosis yang tinggi. Faktor pemicu (infeksi dan lain-lain) ditangani. Pantau
kadar elektrolit dan glukosa. (Patrick davey, 2005)
2. Penatalaksanaan secara medic
a. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu
dosis 12,5 – 50 mg/hr
b. Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
c. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortisol
d. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
e. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
3. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa. Check nadi,
paling tidak setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan darah dan perubahan
ortostatik.
b. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji
manifestasi dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji pada lokasi di
mana terdapat penekanan pada tulang, pada klien yang imobilisasi, untuk
mencegah dekubitus. Dengan berbagai macam terapi, maka kelesuan dan
kelemahan seharusnya berangsur-angsur berkurang dan akhirnya menghilang.
c. Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan pada dokter
jika manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit tenggorokan atau rasa
terbakar saat berkemih. Ingat, klien dengan penyakit Addison tidak dapat
mentolerir stress. Infeksi akan menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih
tinggi pada level kortisol selama infeksi terjadi.
d. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat badan
harian mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya BB, atau bahkan
menurunnya BB. Jika terapi penggantian steroid tidak adekuat, kehilangan sodium
dan retensi potassium dikoreksi terus. Jika dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan
jumlah sodium dan air dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya ditemukan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang kunang, wajah
pucat dan kelemahan.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Penyakit sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala
awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih,
hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi
arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
b. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca
paru, payudara dan limpoma.
c. Riwayat Penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang
sama / penyakit autoimun yang lain.

4. Pemeriksaan Fisik (ADL)


a. Aktivitas/istirahat
Gejala:
-  Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari)
-   Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda:
- Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yang minimal.
- Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
-  Depresi, gangguan kosentrasi, penurunan inisiatif/ide.
-  Latergi.

b. Sirkulasi
Tanda:
-  Hipotensi termasuk hipotensi postural.
- Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.
-  Nadi perifer melemah.
- Pengisisan kapiler memanjang.
- Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-abuan
(peningkatan pigmentasi).
c. Integritas ego
Gejala:
- Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit fisik/pembedahan,
perubahan gaya hidup.
-   Ketidakmampuan menghadapi stres.
Tanda:
-   Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
d. Eleminasi
Gejala:
-  Diare sampai dengan adanya kontipasi
-  Kram abdomen.
-  Perubahan frekuensi dan karateristik urine.
Tanda:
-  Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
e. Makanan/cairan
Gejala:
- Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah
- Kekurangan zat garam
- Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda:
- Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
f. Neurosensori
Gejala:
-  Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.
-  Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis, kelemahan otot.
-  Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stres. Kesemutan/baal/lemah.
Tanda:
- Disorentasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karna kadar natrium rendah), latergi,
kelemahan mental, peka rangsang, cemas, koma (dalam keadaan krisis)
- Parastesia, paralisis (gangguan fungsi motorik akibat lesi), astenia (pada keadaan
krisis).
- Rasa kecap/penciuman berlebihan, ketajaman pendengaran meningkat.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
-   Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
-   Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstermitas (pada keadaan krisis).
h. Pernapasan
Gejala:
- Dipsnea
Tanda:
- Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas, krakel, ronki (pada keadaan
infeksi)
i. Keamanan
Gejala:
-   Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.
Tanda:
-   Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar matahari atau hitam
seperti perunggu) yang menyeluruh atau berbintik-bintik.
-   Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermia (keadaan krisis).
-  Otot menjadi kururs
-   Gangguan tidak mampu berjalan.

j. Seksualitas
Gejala:
-   Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.
-  Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal: berkurangnya rambut-rambut pada
tubuh terutama pada wanita.
-  Hilangnya libido.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
-  Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker
-  Adanya riwayat tiroiditis, DM, TB, anemia pernisiosa.
Pertimbangan:
-   DRG menunjukkan rerata lama dirawat; 4,3 hari.
Rencana pemulangan
-  Membutuhkan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-hari, mempertahankan
kewajibannya.
l. Pemerikasaan diagnostik
Kadar hormon
a. Kortisol plasma: menurun dengan tanpa respond pada pemberian ACTH secara IM
(primer)atau ACTH secara IV.
b.  ACTH: meningkat secara mencolok (pada primer) atau menururn (sekunder).
-   ADH: meningkat.
-   Aldesteron: menurun.
c. Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menururn,
sedagkan kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian, natrium dan kalium yang
abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldesteron dan kekurangan
kortisol (mungkin sebagai akibat dari krisis).
d. Glukosa: hipoglikemia.
e. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).
f.   Analisis gas darah: asidosis metabolik.
g. Eritrosit: normositik, anemia normokromik (mungkin tidak nyata/terselubung
dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit meningkat (karena
hemokosentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
h. Sinar x: jantung kecil, klasifikasi kelenjar adreanal, atau TB (paru, ginjal) mungkin
akan ditemukan. (Doenges, Marilynn. 2000)

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul pada Anemia menurut SDKI (2018)
1.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut SLKI dan SIKI (2018)

D. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan


oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2016).
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari 59 proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien
untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali, 2014).
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan klien mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri (self care) dengan penyakit yang ia alami sehingga
klien mencapai derajat kesembuhan yang optimal dan efektif.
E. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai (Ali, 2014).
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan klien atas tindakan yang telah
dilakukan sehingga dapat disimpulkan apakah tujuan asuhan keperawatan tercapai
atau belum. Hal ini terkait dengan kemampuan ibu hamil dengan hiperemesis
gravidarum dalam kemandiriannya dan mencegah timbulnya kembali masalah yang
pernah dialami. Pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum dapat mengevaluasi
kemandiriannya dalam mengatasi masalah yang dialami, meliputi seluruh aspek baik
bio-psikososial dan spiritual.
Evaluasi Keperawatan Menurut Nursalam (2016), evaluasi keperawatan terdiri
dari dua jenis yaitu sebagai berikut :
1. Evaluasi formatif : Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
2. Evaluasi somatif : Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP (subjektif, objektif, assessment, perencanaan).

Tekhnik Pelaksanaan SOAP :


1. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
2. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
3. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
4. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormone yang terjadi pada
semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini
dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan
darah rendah, dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagia tubuh yang terbuka
dan tidak terbuka.
Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :Infeksi kronis, terutama infeksi-
infeksi jamur, Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke
kelenjar-kelenjar adrenal, Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh
penimbunan protein fiblirer yang tidak larut dalam berbagai organ), pengangkatan
kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi.

Penyakit Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi korteks


adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon
korteks adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan
penyebab pada 75% kasus penyakit Addison (Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya
mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan
hitoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan
kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar adrenal akibat
proses autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar diagnosis.
Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.

B. Saran

 Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk


mahasiswa keperawatan agar lebih mengerti tentang asuhan keperawatan dalam

sistem adrenal.

 Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literature tentang pembuatan

proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang baik dan

benar.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton. 2012. Fisiologi Manusia & Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai