Anda di halaman 1dari 19

LO :

1. Menjelaskan hiperkortikolism dan hipokortikolism


2. Mekanisme kerja obat
3. Prosedur pemeriksaan penunjang
4. Manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan penunjang WD dan DD
5. Etiologi,Patogenesis,patofisiologi, tata laksana, prognosis dan komplikasi WD

Kelenjar adrenal (terletak di atas ginjal) memiliki fungsi menghasilkan berbagai hormon,
salah satunya ialah kortisol. Kortisol adalah hormon penting yang mengatur metabolisme
dan fungsi tubuh penting lainnya.

Apabila seseorang kelebihan ataupun kekurangan hormon kortisol, maka dapat


menyebabkan masalah kesehatan. Kortisol dalam jumlah yang berlebihan disebut
hiperkortisolisme, atau juga dikenal sebagai Sindrom Cushing. Kelainan ini diberi nama
Sindrom Cushing karena pertama kali dilaporkan oleh seorang ahli bedah saraf bernama
Harvey Cushing pada tahun 1912.
Sindrom Cushing bisa disembuhkan apabila terdeteksi dan diberikan tindakan pengobatan
sejak dini. Jika penyakit ini tidak diobati, maka bisa menjadi suatu penyakit yang berpotensi
mematikan. Namun, kasus kematian karena Sindrom Cushing sangat jarang terjadi.
Menurut data statistik, hanya ada sekitar dua sampai tiga orang per juta yang terkena
penyakit ini. Hampir sekitar 70% kasus Sindrom Cushing menyerang pasien berusia antara
20 - 50 tahun.

Penting untuk diingat meskipun kemungkinan sembuh dari penyakit ini cukup baik, tapi
jumlah kasus yang berbahaya sebenarnya jauh lebih tinggi. Hal ini karena banyak kasus
Sindrom Cushing salah didiagnosis sebagai diabetes tipe 2 atau osteoporosis. Kesalah
diagnosis seperti itu bisa terjadi karena kondisinya memiliki gejala yang sama. Selain itu,
ada beberapa kasus yang bahkan tidak terdiagnosis.

Penyebab Hiperkortisolisme
Penyebab utama seseorang kelebihan kortisol dalam jumlah yang abnormal adalah:

 Adanya pertumbuhan tumor abnormal - Hal ini mengacu pada tumor jinak dan ganas.
Contoh tumor jinak adalah adenoma adrenal dan hipofisis. Di sisi lain, tumor yang
berpotensi menjadi kanker di antaranya ialah kanker adrenal dan kanker yang
mempengaruhi paru-paru dan tiroid.
 Obat yang mengandung glukokortikoid - Obat steroid biasanya diresepkan untuk
pengobatan beberapa penyakit. Termasuk di antaranya alergi dan asma. Obat steroid juga
bisa digunakan untuk mencegah tubuh menolak jaringan yang ditransplantasikan. Selain itu,
obat steroid juga sering digunakan untuk pengobatan gangguan autoimun.
 Stres emosional - Selain pengaruh dari obat dan tumor, tubuh juga bisa menghasilkan
kortisol dalam jumlah berlebihan dikarenakan tekanan emosional. Gaya hidup yang sangat
aktif atau kebiasaan meminum alkohol secara rutin juga berisiko terhadap kelebihan jumlah
kortisol.
 Kemungkinan penyebab lainnya - Kondisi kelebihan kortisol juga mungkin diwariskan.
Selain itu kelebihan kortiol juga dapat disebabkan oleh pembedahan, cedera, atau penyakit
akut tertentu.
Mendiagnosis Sindrom Cushing biasanya dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah
dan urin untuk mengukur kadar glukokortikoid tinggi. Tes urine tersebut dilakukan dengan
cara mengumpulkan urin secara berkala selama 24 jam. Tes mungkin juga dilakukan
dengan cara mengumpulkan plasma darah dan air liur.
Gejala Utama Hiperkortisolisme
Sama halnya dengan kondisi yang disebabkan oleh kelainan atau penyakit lainnya,
Hiperkortisolisme juga memiliki beberapa gejala. Penderita penyakit ini biasanya sering
mengeluhkan mudah lelah dan ototnya melemah. Mereka yang kelebihan kortisol juga
sering mengalami perubahan suasana hati yang dikarenakan depresi. Salah satu gejala
yang paling mencolok dari hiperkortisolisme adalah kenaikan berat badan tanpa disadari.
Penderita hiperkortisolisme juga biasanya memiliki tekanan darah tinggi dan kadar gula
darahnya meningkat. Sehingga membuat mereka menjadi lebih rentan terhadap diabetes
dan osteoporosis. Ada juga penderita yang mengalami masalah dengan sistem kekebalan
tubuh mereka, terkena batu ginjal atau bahkan mengalami disfungsi ereksi.

Gejala lain yang cukup umum terjadi ialah tertimbunnya lemak berlebih pada tulang
selangka dan di bagian belakang leher. Banyak pasien hiperkortisolisme yang juga
mengalami penipisan rambut dan kulit serta berkeringat berlebihan. Bahkan ada beberapa
pasien laki-laki yang sampai menderita kebotakan. Pasien juga biasanya mengeluhkan
kemampuan mengingatnya dan juga sulit untuk fokus.

Hipokortikolisme :

Penyakit addison :

Penyakit Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh ketidakmampuan kelenjar adrenal,
yang dalam hal ini adalah korteks adrenal, memproduksi hormon kortisol sehingga bisa
disebut juga dengan hipokortikolisme, dan pada beberapa kasus didapatkan ketidakmampuan
korteks adrenal memproduksi hormon aldosteron yang cukup bagi tubuh. (Loscalzo, 2013)

ANATOMI FISIOLOGI

Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan (Ganong WF,
1983). Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya mineralokortikoid
(aldosteron), yang terutama diatur oleh angiotensin II, kalium dan ACTH. Juga dipengaruhi
oleh dopamine, atrial natriuretic peptide (ANP) dan neuropeptides. Zona fasciculate pada
lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga
dipengaruhi oleh beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida. Lapisan terdalam zona
reticularis, tempat sekresi androgen adrenal (terutama dehydroepiandrostenedion (DHEA),
DHEA sulfat dan androstenedion juga glukokortikoid (kortisol and corticosteron).
Secara anatomis kelenjar adrenal berbentuk triangular kecil, terletak di ekstraperitoneal
pada ujung atas kedua ginjal dan mempunyai berat masing-masing 4-14 gram. Kelenjar adrenal
sebelah kanan berbentuk piramidal atau triangular, bagian posterior berbatasan dengan
diafragma, bagian superior dengan tepi postero-inferior lobus kanan hepar, bagian medial
dengan tepi kanan vena kava inferior.
Alas piramida terletak pada permukaan anteromedial ujung atas ginjal kanan. Kelenjar
adrenal kiri berbentuk semilunar sedikit lebih besar daripada kelenjar yang kanan. Bagian
medial berbatasan dengan lateral aorta abdominal, bagian posterior berbatasan dengan
diafragma dan nervus splanknikus.
Secara histologis korteks adrenal terdiri dari sel-sel epitel besar yang mengandung lipid
dinamakan sel foam yang tersusun melingkari sinusoid-sinusoid. Korteks adrenal berasal dari
mesodermal dan sudah dapat dikenal sebagai organ yang terpisah pada janin berumur 2 bulan.
Pada kehamilan 2 bulan komposisi korteks terdiri dari zona fetal dan zona defenitif yang serupa
dengan korteks adrenal pada dewasa. Waktu kehidupan fetal, adrenal manusia besar dan
dibawah pengawasan hipofisis, tetapi zona dari korteks yang permanen hanya terdapat pada
20% kelenjar, sisanya yang 80% adalah korteks adrenal fetal yang besar dan cepat mengalami
degenerasi pada saat kelahiran (Ganong WF, 1983).

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ADDISON

Secara global, penyakit Addison jarang terjadi. Hanya di beberapa negara tertentu yang
memiliki prevalensi penyakit ini. Seperti di Amerika Serikat, penyakit Addison terjadi pada
40-60 kasus dalam satu juta penduduk. Di Inggris terdapat 39 kasus dalam satu juta penduduk,
sementara di Denmark mencapai 60 kasus pada satu juta penduduk. Onset penyakit ini dapat
terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Faktor etnis
disebutkan tidak signifikan dalam epidemiologi penyakit Addison (Liotta EA, 2010).

ETIOLOGI PENYAKIT ADDISON

Penyakit Addison merupakan akibat dari kerusakan secara progresif kelenjar adrenal
(>90%) sebelum terjadinya insufisiensi dari kelenjar adrenal. Adrenal merupakan lokasi
tersering terjadinya penyakit kronis granulomatous, dimana sebagian besar diakibatkan oleh
tuberculosis, namun bisa juga diakibatkan oleh histoplasmosis, coccidioidomycosis dan
cryptococcosis. Pada tahap awal, tuberculosis menyumbang 70-80% dari total kasus, tapi
sekarang yang tersering adalah diakibatkan oleh idiopatik atrofi dan mekanisme autoimun.
Kasus jarang lainnya yang bisa ditemui adalah adrenoleukodystrophy, CMV, amyloidosis,
adrenomyeloneuropathy, familial adrenal insufficiency, atau sarcoidosis (Loscalzo, 2013).

Penyebab terbanyak (75%) atrofi otoimun dan idiopatik, penyebab lain: operasi dua
kelenjar adrenal atau infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar adrenal. Penghentian mendadak
terapi hormon adrenokortika akan menekan respon normal tubuh terhadap stress dan
menggangu mekanisme umpan balik normal. Terapi kortikosteroid selama dua sampai empat
minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Insufisiensi adrenal terdiri dari kelainan dari
kelenjar-kelenjar adrenal itu sendiri (insufisiensi adrenal primer) atau oleh pengeluaran yang
tidak cukup dari ACTH oleh kelenjar pituitary (insufisiensi adrenal sekunder) (Loscalzo,
2013).

Insufisiensi Adrenal Primer

Sebagian besar penyakit Addison disebabkan oleh destruksi korteks adrenal yang
disebabkan oleh sistem imun tubuh kita sendiri. Keadaan ini menyebabkan kurangnya produksi
hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid. Penyebab insufisiensi adrenal primer lainnya
adalah infeksi kronis, metastasis keganasan dan pengangkatan kelenjar adrenal (Loscalzo,
2013).

Insufisiensi Adrenal Sekunder

Bentuk penyakit Addison ini merupakan tanda kurangnya hormon ACTH. Kurangnya
hormon ACTH disebabkan kurangnya produksi hormon kortisol kelenjar adrenal namun
produksi hormon aldosteron normal. Contoh dari insufisiensi adrenal sekunder dapat terjadi
ketika seseorang mendapat asupan hormone glukokortikoid, misalnya prednisone dalam jangka
waktu yang lama, dimana akan kembali normal apabila pengobatan tersebut dihentikan.
Penyebab lain dari insufisiensi adrenal sekunder adalah pengangkatan kelenjar adrenal, adanya
hormon ACTH yang diproduksi oleh sel tumor kelenjar hipofisis (sindroma Chusing)
(Loscalzo, 2013).

PATOGENESIS PENYAKIT ADDISON

Walaupun separuh dari pasien dengan atropi idiopatik ditemukan adrenal antibodies
pada sirkulasi, destruksi autoimun mungkin penyebab sekunder oleh cytotoxic T limfosit.
Antigen adrenal spesifik yang autoantibodinya meliputi 21-hidroksilase (CYP21A2) dan enzim
pemecah rantai mungkin bertanggung jawab atas serangkaian proses yang menyebabkan
insufisiensi meskipun tidak diketahui apakah antibody ini secara signifikan dapat
menyebabkan insufisiensi kelenjar adrenal, akantetapi antibody yang terlibat dalam
pathogenesis yang menyebabkan insufisiensi kelenjar adrenal tetap tidak diketahui. Beberapa
antibody penyebab insufisiensi adrenal dengan cara mengeblok ikatan ACTH dengan reseptor.
Beberapa pasien juga memiliki antibody terhadap kelenjar thyroid dan parathyroid.
Keberadaan dari antibody tersebut meningkatkan terjadinya chronic lymfositiktiroiditis,
premature ovarian failure, DM type 1 dan juga hipo/hyperparatiroidism. Adanya dua atau lebih
kelainan autoimmune endokrin pada orang yang sama mengakibatkan polyglandular
autoimmune endokrin tipe 2 dimana dengan gejala anemia pernisiosa, vitiligo, alopecia
danmietenia gravis (Loscalzo, 2013).

Kombinasi dari insufisiensi hormone paratiroid dan adrenal dan juga chronic
mucocutaneus candidiasis merupakan type 1 polyglanduler autoimmune syndrome. Beberapa
penyakit autoimmune pada keadaan ini termasuk anemia pernisiosa, chronic aktif hepatitis,
alopecia, primary hypothyroidism, dan premature gonadala failure. Semua ini tidak berkaitan
dengan HLA (Human Lymphocyte Antigen), dimana sindrom ini diturunkan sebagai autosomal
resesif. Ini diakibatkan karena adanya mutasi pada gen autoimmune polyendocrinopathy
candiasis ectodermal dystrophy (APECEDED) yang lokasinya pada kromosom 21q22.3. Gen
ini mengkode factor transkripsi dan fungsi dari limfosit. Type 1 biasanya terjadi saat masa anak
– anak, lalu type 2 saat dewasa (Loscalzo, 2013).

PATOFISIOLOGI PENYAKIT ADDISON

Insufisiensi adrenal dapat bermanifestasi sebagai defek pada sumbu hypothalamus-


hipofisis-adrenal. Insufisiensi adrenal primer merupakan akibat dari destruksi korteks adrenal.
Zone glomerolusa, lapisan terluar kelenjar adrenal menghasilkan aldosterone. Kortisol
diproduksi di zona fasikulata dan zona retikularis, bagian tengah dan dalam kelenjar adrenal
(Loscalzo, 2013).

Karena mineralokortikoid dan glukokortikoid menstimulasi reabsorbsi natrium dan


eksresi kalium, defisiensinya akan menyebabkan peningkatan eksresi natrium dan penurunan
eksresi kalium, terutama pada urin, selain itu juga pada keringat, saliva, dan saluran
gastrointestinal. Terjadi konsetrasi natrium yang rendah dan kalium yang tinggi dalam serum.
Ketidakmampuan untuk mengkonsetrasikan urin disertai gangguan elektrolit menyebabkan
dehidrasi berat, hipertonisitas plasma, asidosis, penurunan volume sirkulasi, hipotensi, ahirnya
kolaps sirkulasi. Bila insufisiensi adrenal disebabakan produksi ACTH yang tidak adekuat,
maka kadar elektrolit biasanya normal atau sedikit berkurang. Defisiensi glukokortikoid
menimbulkan hipotensi dan menyebabkan sensitivitas insulin berat, gangguan metabolism
karbohidrat, lemak dan protein. Tanpa adanya kortisol, kekurangan karbohidrat dibentuk dari
protein akibatnya adalah terjadi hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Terjadi kelemahan
karena ganguan fungsi neuromuskular. Ketahanan terhadap infeksi, trauma dan stress lainnya
juga berkurang. Kelemahan otot jantung dan dehidrasi menurunkan output jantung, kemudian
terjadi kegagalan sirkulasi. Penurunan kortisol darah menyebabkan peningkatan produksi
ACTH hipofisis dan peningkatan beta-lipoprotein darah, yang memiliki aktivasi stimulasi
melanosit bersama ACTH, menyebakan hiperpigmentasi kulit dan membran mukossa khas
pada penyakit Addison (Loscalzo, 2013).

Gambaran kinis ditemukan setelah 90% korteks adrenal mengalami kerusakan oleh peran
autoimun, infeksi, neuplastik, traumatik, vaskular dan metabolik. Dengan destruksi korteks
adrenal, inhibisi umpan balik hypothalamus dan kelenjar hipofisis anterior terganggu sehingga
kortikotropin disekresikan secara terus menerus. Kortikotropin dan melanocyte stimulating
hormone (MSH) merupakan komponen hormon progenitor yang sama. Ketika kortikotropin
hilang dari prohormon, MSH dilepaskan menyebabkan hiperpigmentasi khas kecoklatan
seperti perunggu. Hiperpigmentasi umunya ditemukan pada insufisiensi adrenal primer yang
berhubungan dengan peingkatan kadar kortikotropin dan MSH (Loscalzo, 2013).

Etiologi

Defisiensi : - Meningkatkan ekskresi


- Mineralokortikoid natrium
- Menurunkan ekskresi
- Glukokortikoid kalium

Ketidakmampuan urin untuk


mengkonsentrasikan urin disertai gangguan
keseimbangan elektrolit

1. Hipertonisitas plasma
2. Asidosis
3. Penurunan volume sirkulasi
4. hipotensi
Defisiensi glukokortikoid - Gangguan sensitivitas insulin yang berat
- Gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan
protein

Contoh : kortisol yang menurun menyebabkan peningkatan produksi ACTH oleh hipofisis,
serta menyebabkan hiperpigmentasi (khas pada penyakit Addison) (Loscalzo, 2013).

GEJALA KLINIS PENYAKIT ADDISON

Insufisiensi dari korteks adrenal menyebabkan gradual adrenal destruction yang


dikarakteristikan dengan fatigability (rentan terhadap kelelahan atau mudah lelah) ,lemas,
anorexia, mual dan muntah, loss weight, cutaneous and mucosal pigmentation, hypotensi dan
terkadang hypoglycemia. Tergantung dari durasi dan derajat dari adrenal hypofungsi dan
manifestasinya juga berbeda dari mild chronic fatigue sampai fulminating shock yang
diasosiasikan dengan acut destruction of gland (Loscalzo, 2013).

Asthenia merupakan gejala utama. Awalnya gejala ini jarang terjadi, biasanya akan
semakin sering terjadi ketika stress yang meningkat, dimana fungsi adrenal menjadi semakin
terganggu. Pada kondisi ini pasien semakin lemah dan membutuhkan istirahat total (Loscalzo,
2013).

Hiperpigmentasi pada kulit dianggap sebagai ciri khas penyakit Addison dan dijumpai
dalam 95% pasien dengan insufisiensi adrenal kronis primer. Namun, hiperpigmentasi
bukanlah tanda universal ketidakcukupan adrenal. Tampilan kulit normal tidak menyingkirkan
diagnosis penyakit addison. Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan
melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasi juga dapat terjadi pada penderita yang
menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat
meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini mempunyai
MSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon
adrenokortikotropik (Loscalzo, 2013).

Kulit mungkin tampak normal, atau vitiligo mungkin hadir. Peningkatan pigmentasi
menonjol di daerah kulit seperti lipatan kulit. Hiperpigmentasi ini juga menonjol pada puting,
aksila, perineum. Wanita mungkin kehilangan androgen yang menstimulus pertumbuhan
rambut, seperti rambut pubis dan aksila, karena androgen diproduksi di korteks adrenal
(Loscalzo, 2013).
Pria tidak memiliki kehilangan rambut karena androgen pada laki-laki diproduksi
terutama di testis.

Abnormalitas dari fungsi gastrointestinal sering menyertai pasien dengan penyakit


Addison. Gejalanya bervariasi mulai penurunan nafsu makan yang ringan dengan penurunan
berat badan sampai mual, muntah dan diare yang berat serta terdapat nyeri abdomen (Loscalzo,
2013).

DIAGNOSIS PENYAKIT ADDISON

- Elektrolit
- Serum Cortisol
- Serum ACTH
- Tes Stimulasi ACTH (terkadang) (Porter, 2011)

Serum Elektrolit :

- Na <135 mEq / L
- K >5 mEq / L
- HCO3 <15-20 mEq / L
- BUN >20 mg / dL
- Rasio serum Na : K < 30 : 1
- GDP <50 mg/Dl (Porter, 2011)

Dari Pemeriksaan Hematologi, ditemukan :

- Hematokrit meningkat
- WBC rendah
- Limfositosis
- Eosinofil meningkat (Porter, 2011)
Gambaran radiologi :

- Kalsifikasi di area adrenal


- Renal TB
- TB Paru
Diagnosis insufisiensi adrenal seharusnya dibuat hanya melalui Tes Stimulai ACTH
untuk menilai kapasitas penyimpanan adrenal untuk produksi steroid. Screening test terbaik
yaitu pada saat respons cortisol 60 menit setelah 250 g cosyntropin diberikan secara IM atau
IV. Level cortisol >495 nmol / L.

Bila respon abnormal, insufisiensi adrenal primer dan sekunder dapat dibedakan
dengan pengukuran level aldosterone dari sampel darah yang sama.

Pada insufisiensi adrenal sekunder, peningkatan aldosterone dapat dikatakan normal


(>= 150 pmol / L)

Sedangkan pada insufisiensi adrenal primer, plasma ACTH dan -LPT meningkat
dikarenakan hilangnya ikatan timbal balik cortisol-hypothalamic pituitary (Porter, 2011)

ALUR DIAGNOSIS PASIEN DENGAN SUSPEK INSUFISIENSI ADRENAL

Sign and symptom :

- Lemah seluruh tubuh


- Hipotensi
- Penurunan berat badan
- Hiperpigmentasi

Screening Test :

- Cortisol plasma 20-60 menit setelah 250 g cosyntropin IM atau IV


- Bila hasil subnormal maka kemungkinan insufiensi primer atau sekunder sehingga
dilakukan pemeriksaan peningkatan plasma ACTH dan / atau Plasma Aldosterone
selama 30 menit setelah pemberian cosyntropin 250 g IM atau IV
- Insufisiensi primer bila : ACTH tinggi, peningkatan aldosterone subnormal
- Insufisiensi sekunder bila : ACTH rendah-normal, peningkatan aldosterone normal
DIFERENSIAL DIAGNOSIS PENYAKIT ADDISON

Hiperpigmentasi yang dapat dikarenakan :

- Bronchogenic carcinoma
- Ingesti logam berat
- Hemokromatosis
- Kondisi kulit kronis
Hiperpigmentasi sering bersamaan dengan vitiligo merupakan indikasi Addison’s
Disease. Hipoglikemia setelah puasa dikarenakan penurunan glukoneogenesis (Porter, 2011)

TERAPI PENYAKIT ADDISON

Terapi penyakit Addison meliputi pergantian, substitusi hormon yang tidak diproduksi
lagi oleh kelenjar adrenal. Kortisol digantikan dengan glukocorticoid sintetik seperti
hidrocortisone, prednisone atau dexamethasone. Hidrokortison bisa diberikan secara per oral
15-25 mg/hari dan pemberiannya dibagi dalam 2 kali pemberian yaitu 2/3 dosis diberikan pagi
hari dan 1/3 dosis diberikan sore hari. Selama periode “intercurrent illness”, dosis hidrokortison
harus diberikan 2 kali dosis biasa. Selama terjadi krisis adrenal, hidrokortison dosis tinggi (10
mg/hari iv atau 100 mg bolus iv 3x1) diberikan dengan normal saline. Pada pasien dengan
krisis adrenal akut, infus sodium klorida isotonik diberikan untuk mengoreksi hipotensi,
kadang diperlukan suplementasi glukosa. Jika kondisi pasien membaik dan tidak ada febris,
dosis dapat diturunkan 20-30% setiap hari (Loscalzo, 2013).

Selain itu pemberian Fludocortisone 0,05-0,1 po pada pasien dengan adrenal insufisiensi
primer dimaksudkan sebagai pengganti mineralokortikoid. Fludocortisone tidak perlu
diberikan pada pasien dengan adrenal insufisiensi sekunder, yaitu kegagalan adrenal dalam
memproduksi ACTH. Beberapa pasien tidak membutuhkan fludocortisone secara intensif,
kadang hanya dibutuhkan saat cuaca panas saja (Emedicine, 2010).

KOMPLIKASI PENYAKIT ADDISON


Komplikasi dapat terjadi jika mengambil terlalu sedikit atau terlalu banyak suplemen
hormon adrenal. Komplikasi juga dapat terjadi akibat penyakit terkait berikut:

- Diabetes
- Tiroiditis Hashimoto (tiroiditis kronis)
- hipoparatiroidisme
- Hipofungsi ovarium atau kegagalan testis
- anemia pernisiosa
- tirotoksikosis

PROGNOSA
Sebelum terapi glukokortikoid dan mineralokortikoid ada, insufisiensi adrenokortikal
primer tanpa kecuali akan fatal, dengan kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelah onset.
Mereka yang bertahan hidup sekarang tergantung pada dasar penyebab insufisiensi adrenal.
Pada pasien dengan autoimun Addison disease, kelangsungan hidup mencapai normal
populasi, dan pasie terbanyak tetap hidup normal. secara umum, kematian dari insufisiensi
adrenal sekarang terjadi hanya pada pasien dengan onset penyakit cepat sebelum didiagnosa
tegak dan mendapat terapi standar.
Insufisiensi adrenal sekunder memiliki prognosis yang baik dengan terapi
glukokortikoid. Insufisiensi adrenal akibat perdarahan adrenal bilateral tetap sering fatal,
dengan paling banyak kasus didapat hanya saat autopsy.

SINDROM CUSHING
A. Pengertian Sindrom Cushing
Sindrom cushing adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis akibat meningkatnya
kadar glukokortikoid (kortisol) dalam darah. (Joyce:278)
Sindrom cushing adalah keadaan meningkatnya kadar glukokortikoid yag
disebabkan oleh pemberian kortikosteroid yang berlebihan dan malfungsi hipofisis
anterior sehingga menimbulkan kelebihan ACTH. (corwin 2009:302)
Syndrome cushing adalah penyakit yang disebabkan oleh pemberian glukokortikoid
jangka panjang dalam dosis farmakologi atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan
akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. (Sylvia A. Price 2006)
Jadi dapat disimpulkan bahwa sindrom Cushing adalah meningkatnya kadar
glokokortikoroid yang di sebabkan oleh malfungsi hipofisis anterior, sekresi kortisol
berlebihan dan penggunaan obat dalam dalam jangka panjang.
B. Etiologi
1. Hipersekresi hipofisis dan tumor hipofisis yang menyebabkan sekitar 70% sindrom
cushing. Biasanya merupakan tumor jinak baik itu adenoma basofili sel kecil atau
adenoma kromofof sel besar. Hipersekresi hipofisis ACTH yang menyebabkan
kelebihan glukokortikoid disebut sebagai cushing disease.
2. Sekresi ektopik ACTH, tumor yang menyertai ACTH berlokasi di kelenjar hipofisis
jarang mengakibatkan sindrom cushing. Tumor yang sering menghasilkan sekresi
ACTH diluar hipofisis adalah karsinom sel paru, karsinoma sel pankreatik, usus,
timus dan ovarium.
3. Pemberian kronis kortikosteroid dosis tinggi, terutama kortisol untuk terapi kondisi
inflamasi

C. Klasifikasi
Berdasarkan pengaruh hormon adenokortikotropik terhadap terjadinya hipersekresi
glukokotikoroid, maka sindrom cushing dapat di bagi menjadi dua kelompok yaitu
tergantung ACTH (ACTH dependen) dan tidak tergantung ACTH (ACTH
independent)
1. Tergantung ACTH
Pada tipe ini hipersekresi glukokortikoid disebabkan oleh hipersekresi kronik
ATCH meneybabakan hiperplasia zona fasikulata dan sona retikulum korteks
adrenal. Hiperpalsia ini mengakibatkan hipersekresi hormon adenokortikal yaitu
gukortikoroid dan androgen, sehingga pada tipe ini ditemukan peningatan kadar
hormon adenokortikotropin dan kadar glukokortikoid dalam darah. Yang termasuk
dalam sindrom ini adalah adenoma hipofisi dan sindrom ACTH ektopik.
 Adenoma hipofisis (penyakit cushing)
Pada adenoma hipofisis sel-sel kortikotropik secara spontan mensekresi
hormon adenokortikotropik (ACTH) secara berlebihan. Keadaan ini
mengakibatkan hiperplasia adrenal bilateral yang selanjutkan menyebabkan
hipersekresi gloukortikoroid . Keadaan tersebut berbeda dengan
ganggliositoma hipotalamus benigna yang mengakibatkan hiperplasia sel-
sel kortikotropik hipofisis dan selanjutnya menyebabkan hipersekresi
ACTH dan Hipersekresi Glukokortikoid.

 Sindrom ACTH ektopik


sindrom ACTH ektopik merupakan sindrom cushing yang menjadi
penyebab primer berupa tumor jaringan nonendokrin yang mensekresi
ACTH atau zat yang mempunyai aktivitas seperti ACTH secara berlebihan.
Hipersekresi ACTH ini mengakibatkan hiperplasia adrenal dan selanjutnya
menyebabkan hipersekresi glukokortikoid. Kadang-kadang tumor jaringan
nonendokrin ini adayang mensekresi CRH (Corticotropin Releasing
Hormon), secara berlebihan mengakibatakan hipersekresi glukokortikoid.
Ini disebut sebagia sindrom CRH ektopik. Tumor-tumor jaringan
nonendokrin yang menskresi ACTH ataupun CRH antara lain tumor paru,
timus, pankreas, tiroid dan ovarium.

2. Sindrom Cushing tidak tergantung ACTH


Pada tipe ini tidak ditemukan adanay pengaruh ACTH terhadap hiperskresi
glukokortikoid, atau hipersekresi glukokortikoid tidak berada dibawah pengaruh
jaras Hipotalamus-Hipofisis. Pada tipe ini ditemukan peningkatan kadar
glukokortikoid dalam darah, sedangkan kadar ACTH menurun karena mengalami
penekanan. Yang termasuk dalam sindrom ini adalah tumor adrenokortikal,
hiperlasia adrena nodular, dan iatrogenik.
 Tumor adrenokortikal
Tumor adrenokotikal primer seperti adnoma ataupun karsinoma yang
mensekresi glukortikoroid secara berlebihan menyebabkan kadar
glukokortikoid secara berlebihan, menyebabkan kadar glukokortikoid
plasma meningkat.
 Hiperplasia adrenal nodular
Yang dapat menyebabkan keadaan ini antara, primary pigmeneted nodular
adrenocortical disease dan sidrom McCune Albright.
 Iatrogenik
Pemberian obat-obatan glukokortikoid dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan meningkatnya kadar glukokortikoid dalam darah.

D. Patofisiologi
Keadaan hiperglukokortikoid pada sindrom cushing menyebabkan katabolisme
protein yang berlebihan sehingga tubuh kekuranggan protein. Kulit dan jaringan
subkutan menjadi tipis, pembuluh darah menjadi rapuh sehingga tampak sebagai striae
berwarna unggu di daerah abdomen, paha, bokong, dan lengan atas. Otot menjadi lemah
dan sukar berkembang mudah memar, luka sukar sembuh, serta rambut tipis dan kering.
Keadaaan glukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim
glukoneogenesi dan aminotransfrase. Asam amino yag di hasilkan dari katabolisme
protein menjadi gukosa dan menyebabkan hiperglikemik serta penurunan pemakaian
glukos perifer, sehinga bisa menyebabkan diabetes yang resisten terhadap insulin.
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan
enzim-enzim lipolisis shingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterol. Ada sindrom
cushing ini terjadi restribusi lemak yang khas. Gejala yang biasa di jumpai adalah
obesitas dengan redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul didalam dinding
abdomen, punggung bagian atas yang membentuk buffalo hump dan wajah tampak
bulat seperti bulan(moom face) dengan dagu ganda.
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan
resorpsi matriks protein, penurunan absorbsi kalsium dari usus, dan peningkatan ekresi
kalsium dari ginjal. Akibatnya terjadi hipokalsemi, osteomalaise, dan retardasi
pertumbuhan. Peningkatan eksresi kalsium dari ginjal bisa menyebabkan urolitiasis.
Pada keadaan hiperglukokortikoid dapat terjadi hipertensi, namun penyebabnya
belum diketahui dengan jelas. Hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi
angiotensingen akibat glukokortikoid pada arteriol atau akibat kerja glukokortikoid
yang mirip mineralkortikoroid sehingga menyebabkan peningkatan retensi air dan
natrium, serta eksresi kalium. Retensi air juga akan menyebabkan wajah yang bulat
menjadi tampak plektorik.
Keadaan hiperglukortikoroid juga dapat menimbulkan gangguan emosi,
insomnia, dan euforia. Pada sindrom cushing hipersekresi glukokortikoid sering
disertai peningkatan sekresi androgen adrenal sehingga dapat ditemukan gejala dan
tanda klinis hipersekresi androgen seperti hirsutisme, pubertas prekoos dan timbulnya
jerawat.

E. Manifestasi klinis.
1. Perubahan metabolisme lemak yang menyebabkan peningkatan lapisan lemak
dipunggung atau buffalo hump, wajah bulan ( moon face), abdomen menonjol
dengan ekstremitas yang kurus, garis renggangan (stretch mark) dipermukaan
payudara, paha dan abdomen.
2. Kelemahan otot akibat pemecahan protein.
3. Hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensingen akibat
glukokortikoid pada arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip
mineralkortikoroid sehingga menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium,
serta eksresi kalsium.
4. Kenaikan berat badan yang terjadi akibat stimulasi nafsu makan yang kuat. Karena
efek pada glukogenesis hepatik, bentuk refersibel diabetes melitus dapat terjadi.
5. Inhibisi reaksi imun dan inflamasi yang menyebabkan penyembuhan luka yang
buruk.
6. Perubahan emosi yang ekstrim, kadang-kadanga menyebabkan psikosis dan kadang
kala menyebabkan bunuh diri.
7. Maskulinisasi pada wanita dan anak akibat stimulasi androgen adrenal apabila
kadar ACTH tinggi.
8. Perubahan warna kulit menjadi gelap apabila kadar ACTH meningkat.
9. Hiperglikemi atau diabetes steroid ysng resisten terhadap insulin.
10. Deplesi kalium, berlanjut pada hipokalemi, disritmia, kelemahan otot dan penyakit
ginjal.
11. Hipertensi yang menyebabkan timbulnya hipertropi ventrikel kiri, gagal jantung
dan stroke.

F. Tes diagnostik
1. Pemeriksaan kadar kortisol plasma
Dalam keadaan norma kadar kortisol plsama sesuai dengan irama sirkardian atau
periode diulnar, yaitu pada apgi hari kadar kortisol plasma menjadi 5-25ug/dL. Dan
pada malam hari terun menjadi kurang dari 50%. Bila pada malam hari kadarnya
tidak mnurun atau tetapberartiirama sirkardian suda tidak ada, dengan deikian
sindrom Cushing dapat ditegakan. Namun pemeriksaan ini tidak dapat digunakan
pada anak yang berusia kurang dari 3 tahun karena irama sirkardian belum dapat
ditentukan pada usia kurang dari 3 tahun.
2. Tes laboratorium menunjukan hiperglikemi, peningkatan atau penurunan elektrolit
dan cairan, dan respon imuno supresif untuk kelebihan sekresi hormon
glukokortikoid.
3. Pemeriksaan kadar kortisol bebas atau 17-hidroksikortikosteroid urin 24 jam akan
meningkat.
4. Uji tantangan deksametason biasanya digunakan untuk mengevaluasi keadaan
kelebihan glukokortikoid. Pada individu yang sehat dosis deksametason yang
rendah akan menekan sekresi ACTH tetapi pada individu yang mengalami sindrom
chusing supresi ini tidak terjadi.
5. Pemeriksaan kadar ACTH plasma
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang dikenal sebagai immunoradiometris assay
(IRMA). Pemeriksaan ini ditunjukan untuk membedakan sindrom Cushing yang
tergantung ACTH dengan yang tidka tergantung ACTH. Bila kadar ACTH plasma
kurang dari 5 pg/mL, maka penyebabnya adalah tipe tergantung ACTH. Bila kadar
ACTH plasma lebih 10pg/mL, amka penyebabnya adalah tipe tergantung.
Kesimpulan pemeriksaan langkah kedu ini dapat dilihat dibawah ini.
Tes supresi deksametason Immunoparadimetric Kemungkinan penyebab
assay
Penekan <5pg/ml Kelainan adrenokortikal
Penekan >10pg/ml Sindrom ACTH ektopik
Penekan >10pg/ml Kelainan hipofisis

6. CT scan resolusi tinggi dan MRI pada daerah kelenjar hipofisis dapat menunjukan
daerah-daerah dengan penurunan atau peningkatan densitas yang konsisten dengan
mikro adenoma pada sekitar 30% dari penderita-penderita ini.
7. Pada sindrom ACTH eketopik dilakukan pemriksaan lanjutan berupa CT scan torak
dan abdomen untuk menemukan lokasi tumor nonendokrin yang menyebabkan
peningkatan kadar ACTH plsama.

G. Penatalaksanaan
a. Tujuan dari tata lakasana penyakit cushing adalah mengendalikan hiperseksresi
hormon adenokortikotropik (ACTH) yang bisa di tempuh dengan tindakan bedah,
radiasi, dan obat-obatan.
 Bedah Mikrotransferasi (transpneoida microsurgery) dan adrenalektomi
bilateral.
 Radiasi yang baisa digunakan seperti radiasi konvensional, gamma knigfe
radiosurgery, dan implantasi radioaktif dalam sela tursika. Kerugian
pemakaian radiasi ini adalah kerusakan sel-sel yang mensekresikan hormon
pertumbuhan.
 Obat-obatan yang diguankan untuk mengendalikan sekresi ACTH misalnya
siproheptadin obat ini biasanya diapkaa sbelum tindkan bedah atau
bersama-sama dengan radiasi. Obat yang digunakan untuk menghambat
sekresi gluokortioroid adrenal adalah ketokonasol, metirapon, dan
aminoglutimid.
b. Sindrom ACTH ektopik
Tindakan padasindrom ACTH ektopik hanya dapat dilakukan pada kasus-kasus
tumor jinak seperti tumor timus, atau tuor bronkial. Kesulitan dalam tata laksana
sindrom ACTH ektopik disebabkan karena tumor-tumor ganas telah bermetastasis,
bersama dengan keadaan hiperglukokortikal yang berat.
c. Tumor adrenokortiakl
Pada kasus adenoma adrenal biasanya dilakukan tindakan bedah (unilateral
adrenalectomy), selanjutnya diberikan glukokortikoidsampai fungsi adrenal
kontralateral normal. Pada kasus karsinoma adrenal yang telah mengalami
metastasis atau telah dieksisi sebagian dapat diberikan preparat adrenolitik seperti
mitotane.

H. Prognosis
Sindrom Cushing yang tidak diobati biasnaya atal. Hal ini disebabkan oleh tumor
penyebabnya sendiri seperti pada sindrom ACTH ektopik dan karsinoma adrena, atau
oleh hipeglukoortiakl beserta penyulitya seperti hipertensi, tromboemboli dan keadaan
mudah terinfeksi.

I. Komplikasi
1) Infeksi berat
2) Hipertensi
3) Gagal jantung
4) Diabetes Melitus
5) Osteoporosis
Obesitas :

A. Obesitas

1. Definisi Obesitas Obesitas didefinisikan sebagai kandungan lemak berlebih pada jaringan adiposa.
Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak
normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).
Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori yang masuk melalui makanan
daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi
tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012).

2. Epidemiologi Obesitas

Prevalensi obesitas populasi dewasa di seluruh dunia pada tahun 2005 mencapai 400 juta jiwa (WHO,
2011). Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih tinggi
dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Pada tahun 2013, prevalensi 9 obesitas perempuan
dewasa (>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 % dari tahun 2010 (15,5%)
(Riskesdas, 2013). Prevalensi nasional obesitas tipe pear shaped (usia >15 tahun) di Indonesia sebesar
19,1% (8,8% overweight dan 10,3% obesitas) dan prevalensi obesitas tipe apple shaped sebesar 26,6%,
lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). Kelompok dengan karakteristik obesitas tipe
apple shaped tertinggi di Indonesia berada dalam rentang umur 40-54 tahun sebanyak 27,4%
(Riskesdas, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan Moehji (2003) tiga jenis pekerjaan yang memiliki
prevalensi obesitas tertinggi yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang menempati urutan pertama
karakteristik penderita obesitas dengan prevalensi sebesar 27,3%, ABRI 26,4% dan wiraswasta sebesar
26,5%. Menurut Arambepola (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa obesitas abdominal 33%
lebih banyak pada laki-laki yang memiliki pekerjaan sedentarian (profesional, manager, tata usaha)
dan hanya 6% pada mereka yang memiliki pekerjaan aktif yang tinggi (petani, nelayan, tukang kayu).

3. Penyebab Obesitas

Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori yang masuk melalui makanan
daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi
tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012). Menurut Fauci, et al.,
(2009), obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan 10 energi, penurunan pengeluaran
energi, atau kombinasi keduanya. Obesitas disebabkan oleh banyak faktor, antara lain genetik,
lingkungan, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik (Sherwood, 2012).

a. Faktor genetik Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Selain
faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu dapat
mendorong terjadinya obesitas. Penelitian menunjukkan bahwa rerata faktor genetik memberikan
pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Farida, 2009).

b. Faktor lingkungan Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang peranan yang
cukup berarti terhadap kejadian obesitas (Farida, 2009).

c. Faktor psikis Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu
bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif (Farida, 2009). Ada dua pola makan
abnormal yang dapat menjadi penyebab obesitas, yaitu makan dalam jumlah sangat banyak dan
makan di malam hari (Shils, 2006). 11
d. Faktor kesehatan Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang dapat
menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome, Cushing Syndrome, kelainan
hipotalamus, hipotiroid, dan polycystic ovary syndrome (Shils, 2006).

e. Faktor obat-obatan Obat-obatan merupakan sumber penyebab signifikan dari terjadinya


overweight dan obesitas. Obat-obat tersebut diantaranya adalah golongan steroid, antidiabetik,
antihistamin, antihipertensi, protease inhibitor (Shils, 2006). Penggunaan obat antidiabetes (insulin,
sulfonylurea, thiazolidinepines), glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium),
antidepresan (tricyclics, monoamine oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) dapat menimbulkan
penambahan berat badan. Selain itu, Insulinsecreting tumors juga dapat menimbulkan keinginan
makan berlebihan sehingga menimbulkan obesitas (Fauci, et al., 2009).

f. Faktor perkembangan Penambahan ukuran, jumlah sel-sel lemak, atau keduanya, terutama yang
terjadi pada pada penderita di masa kanak-kanaknya dapat memiliki sel lemak sampai lima kali lebih
banyak dibandingkan orang yang berat badannya normal (Farida, 2009). 12

g. Aktivitas fisik Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat. Orang yang tidak aktif memerlukan lebih
sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan
aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas (Farida, 2009).

4. Patofisiologi Obesitas Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari
tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan penumpukan lemak di
sejumlah bagian tubuh (Rosen, 2008). Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan
nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral
(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa
lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam
pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus)
setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal
tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat
pula bersifat katabolik 13 (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu
makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang
diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi (Sherwood, 2012). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka
jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.
Kemudian, leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro
Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan
energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada
orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar
penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan
penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2009). 14 Gambar

3. Patofisiologi Penyimpanan dan Keseimbangan Energi (Sumber: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster
JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Edisi VIII, 2009).

5. Pengukuran Antropometri sebagai Skrining Obesitas Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara
atau metode antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), serta perbandingan lingkar pinggang
dan panggul (Sonmez et al., 2003). a. IMT Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan
komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. Metode ini dilakukan dengan
cara menghitung BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan
dalam meter (Arora, 2008).

15 Tabel 1. Klasifikasi IMT menurut WHO Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi IMT (kg/m2 ) Berat badan
kurang < 18,5 Kisaran Normal 18,5 – 22,9 Berat Badan Lebih ≥ 23,0 Berisiko 23,0 – 24,9 Obes I 25,0 –
29,9 Obes II ≥ 30,0 Sumber: WHO WPR/ IASO/ IOTF dalam The Asia Pacific Perspective: Redefening
Obesity and its Treatment dalam Sudoyo, 2009.

b. Rasio lingkar pinggang – panggul (RLPP) Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan
oleh rasio lingkar pinggang dan panggul. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan panggul
diukur pada titik yang terlebar; lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran panggul (Arora, 2008).
Rasio Lingkar Pinggang (LiPi) dan Lingkar Panggul (LiPa) merupakan cara sederhana untuk
membedakan obesitas bagian bawah tubuh (panggul) dan bagian atas tubuh (pinggang dan perut).
Jika rasio antara lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan diatas 0.85 dan untuk laki-laki
diatas 0.95 maka berkaitan dengan obesitas sentral / apple shapedd obesity dan memiliki faktor resiko
stroke, DM, dan penyakit jantung koroner. Sebaliknya jika rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul
untuk perempuan dibawah 0,85 dan untuk laki-laki dibawah 0,95 maka disebut obesitas perifer / pear
shapedd obesity (WHO, 2008).

16 1) Lingkar Pinggang Lingkar pinggang adalah salah satu indikator untuk menentukan jenis obesitas
yang diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar yang diukur di antara crista illiaca dan costa
XII pada lingkar terkecil, diukur dengan pita meteran non elastis (ketelitian 1 mm). Pada penelitian lain
yang dilakukan Wang et al. (2005), ukuran lingkar pinggang yang besar berhubungan dengan
peningkatan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular karena lingkar pinggang dapat
menggambarkan akumulasi dari lemak intraabdominal atau lemak visceral.

Jenis pinggang obesitas : ada tipe genycoid dan apple shape ( kalo perempuan gynecoid laki2 apple
shape)

Adenoma hipofisis

Anda mungkin juga menyukai