Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

AsKep pada pasien dengan Penyakit Addison Disease

Disususn oleh :
1. Ajeng Alfi S (1611012)
2. Firda Mutiara A (1611018)
3. Happy Hutama Y (1611020)
4. Khusnul Arifianti (1611023)
5. Nabela Pradian P (1611027)
6. Zulfa Alkarimah (1611033)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN 2017

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Blitar, 14 Desember 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................ 1

1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 1

1.3 TUJUAN ........................................................................................................... 2

BAB II............................................................................................................................... 3

2.1 Definisi .............................................................................................................. 3

2.2 Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal ................................................................... 3

2.3 Klasifikasi ......................................................................................................... 6

2.4 Etiologi .............................................................................................................. 7

2.5 Patofisiologi ...................................................................................................... 9

2.6 Tanda dan Gejala ............................................................................................ 10

2.7 Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................. 10

2.8 Penatalaksanaan Farmakologis ....................................................................... 11

2.9 Komplikasi ...................................................................................................... 12

BAB III ........................................................................................................................... 13

3.1 Pengkajian ....................................................................................................... 13

3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................... 14

3.3 Intervensi......................................................................................................... 14

BAB IV ........................................................................................................................... 20

4.1 Pengkajian ....................................................................................................... 20

4.2 Analisis Data ................................................................................................... 22

BAB V ............................................................................................................................ 26

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 26

5.2 Saran ............................................................................................................... 26

ii
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit yang pertama kali ditemukan oleh Addison tahun 1885 ini
disebabkan oleh kerusakan jaringan adrenal.Penyakit ini biasanya bersifat
autoimun dan autoantibodi adrenal dalam plasma ditemukan pada 75-80%
pasien.Penyakit Addison sangat jarang ditemukan.Dari hasil penelitian di
Inggris didapatkan hasil dari satu juta orang hanya terjadi 8 kasus
saja.Kebanyakan kasus terjadi antara umur 20 sampai 50 tahun, tetapi dapat
pula terjadi pada semua umur. Penyakit ini dapat muncul pertama kali
sebagai krisis addison dengan demam, nyeri abdomen, kolaps hipotensi,
serta pigmentasi kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi ACTH yang
sangat tinggi dalam sirkulasi.
Area yang sering terkena dini adsalah kulit bantalan kuku, jaringan parut
dan mukosa bukal.Adanya autoantibodi adrenal merupakan indikator
diagnostik yang berguna.Dapat terjadi hiperkalemia, hiponatremia,
hipoglikemia dan Na+ urin yang tinggi. Sekitar 50% pasien dengan penyakit
addison autoimun memiliki antibodi tiroid yang positif dan feomena
endokrin autoimun lainnya. Di negara barat, penyakit autoimun merupakan
penyebab sebagian besar insufisiensi adrenal, walaupun di seluruh dunia
tuberkulosis, yang menyebabkan infeksi dan selanjutnya fibrosis kelenjar
adrenal, tetapi merupakan diagnosis yang sering.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep dasar penyakit Addison Disease ?
2. Bagaimana konsep askep pada pasien yang menderita Addison Disease?
3. Bagaimana aplikasi kasus semu pada pasien Addison Disease ?

1
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui konsep dasar penyakit Addison Disease
2. Memahami konsep askep pada pasien yang menderita Addison Disease
3. Memahami melalui aplikasi kasus semu pasien Addison Disease

2
2 BAB II
Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/destruksi
(kerusakan) jaringan adrenal (misalnya: respon autoimun, TB, infark
hemoragik, tumor ganas) atau tindakan pembedahan.
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjer hipofisis yang
menyebabkan penurunan sekresi/kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi
aldosteron normal.
Insufisiensi dapat terjadi ketika pasien menghentikan penggunaan
obat steroid, atau karena trauma, pembedahan atau gabungan dari beberapa
stres fisiologis, penurunan cadangan glikokortikoid pada seseorang dengan
hipofungsi adrenal. Sehingga akhirnya dapat mengarah pada munculnya
krisis adrenal.

2.2 Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas
ginjal, terbenam dalam jaringan lemak.Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna
kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah
kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas
ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit,

3
menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah
hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-
2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8
gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan
fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat
kolagen yang mengandung jaringan lemak.Selain itu masing-masing
kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan
membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa
tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri
suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis
media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri
renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang
mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari
kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel
parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari
medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari
jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan
medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena
(melalui arteri kortikalis).Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi
lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis.Di bawah endotel terdapat
lamina basal utuh.Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang
mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk
vena adrenal atau suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:

1. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam


2. Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan
protein
3. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

4
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :

1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom.
Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung
ke dalam sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan
hormone katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine.
Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan
katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori
dari sumber-sumber endogen terpenuhi.Efek utama pelepasan
epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi
suatu tantangan (respon fight or fligh). Katekolamin juga
menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan
kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona
fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon
steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a. Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme
glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar
glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal
sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior
hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan
glukokortikoid dari korteks adrenal. Glukokortikoid sering
digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera
jaringan dan menekan manifestasi alergi.Efek samping
glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes
militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan
protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka
yang buruk dan redistribusi lemak tubuh.Dalam keadaan berlebih
glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein

5
menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen
negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan
epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium
dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau
hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi
ACTH.Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap
adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar
aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh
ginjal dan traktus gastro intestinal yang cenderung memulihkan
tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia.Aldesteron merupakan hormon
primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.
c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam
glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme
gonadotropin.Kelompok hormon androgen ini memberikan efek
yang serupa dengan efek hormon seks pria.Kelenjar adrenal dapat
pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks
wanita.Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH.Apabila
disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti
terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu.Keadaan ini
disebut Sindrom Adreno Genital.

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua,yaitu:
1. Akut
Krisis adrenal. Terjadi apati, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula
darah rendah. Keadaan ini timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat
dan sepsis.
Yang lebih jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang sebelumnya
(dalam waktu 1-1,5 tahun) atau baru-baru saja mendapat pengobatan

6
kortikosteroid dimana terdapat trauma, pembedahan atau infeksi akut,
atau saat penghentian gangguan steroid. Bisa timbul setelah
pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cussing, atau pada
pengobatan kanker payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian
yang adekuat.
2. Kronis
Terdapat kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan
disertai gejala gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan
dan diare. Hipotensi sering kali postural, dan takikardia timbul pada
tahap lanjut dari penyakit. Hiperpigmentasi terjadi pada tempat yang
terpapar matahari, daerah yang mengalami gesekan, lipatan tangan dan
mukosa bukal.
Insufisiensi adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi
(prevelansinya di Inggris 4/100.000) dan yang termasuk penyebabnya
adalah : distruksi adrenal autoimun; infiltrasi adrenal dengan kanker
sekunder, hodgkin, atau jaringan leukimik; destruksi TB,
hemokromatosis, amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai. Bisa
berhubungan dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ,
khususnya tiroiditis hasimoto (sindrom schmidt).
Keadaan ini bisa timbul sekunder akibat hipopituitarisme selama
pengobatan TB adrenal (atau renal) dan pada sindrom adreno genital.
(David rubenstein. 2007)

2.4 Etiologi
Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :

a. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur


b. Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-
kelenjar adrenal
c. Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan
protein fiblirer yang tidak larut dalam berbagai organ)
d. Pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi

Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :

7
a. Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area
b. Kehilangan aliran darah ke pituitary
c. Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary
d. operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus
e. operasi pengangkatan kelenjar pituitary
Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah
operasi pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak
bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH
(Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba
diangkat, dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi
ACTH dan cortisol yang normal pulih kembali.
Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah
merupakan komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik.
Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien dengan Addison idiopatik
memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik
menyerang jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu
dasar autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus penyakit
Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis, atau infeksi jamur
sistemik.
Insufisiensi adrenal primer itu jarang.Insiden dan prevalen di USA
tidak diketahui. Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam
tingkat usia dan menyerang baik laki-laki maupun perempuan.
Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar
adrenal. 75% penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun.
Insufisiensi adrenal umumnya terlihat pada orang dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). 20% penyakit Addison
dikarenakan oleh TBC.Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI,
melanoma, atau lymphoma (kelainan neuplastik jaringan limfoid).
Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-
hipotalamus.Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik
dengan menggunakan glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin.
Penyebab lain termasuk adrenalectomy bilateral, hipopituitari

8
menghasilakan penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary, tumor
pituitary atau infark, dan radiasi.

2.5 Patofisiologi

Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi


kortisol yang menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen
hati menurun yang mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi
kortisol mengakibatkan ACTH dan MSH  sehingga merangsang
sekresi melanin meningkat sehingga timbul hiperpigmentasi.
Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan
kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi
kalium oleh ginjal kekurangan garam dapat dikaitkan dengan
kekurangan air dan volume. Penurunan vo lume plasma yang
bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air dan volume
mengakibatkan hipotensi.

9
2.6 Tanda dan Gejala
1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB
menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.

2. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih


3. Hiperpigmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena
sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
5. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan kadar hormone :
Kortisol plasma : Menurun dengan tanpa respons pada pemberian
ACTH secara IM (primer) atau ACTH secara IV.
ACTH meningkat secara mencolok (pada primer) atau menurun pada
(sekunder)
ADH : Meningkat
Aldosteron : Menurun
2. Elektrolit : Kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit
menurun sedangkan kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian,
natrium dan kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak
adanya aldosteron dan kekurangan kortisol (mungkin sebagai akibat dari
krisis)
3. Glukosa : Hipoglikemia
4. Ureum/ kreatinin : Mungkin meningkat (karena terjadi penurunan
perfusi ginjal)
5. Analisa Gas Darah : Asidosis metabolic
6. Sel darah merah (Eritrosit) : Normositik, anemia normokromik
(mungkin tidak nyata/ terselubung dengan penurunan volume cairan)
dan hematocrit (Ht) meningkat (karena hemokonsentrasi). Jumlah
limfosit mungkin rendah, eosinophil meningkat

10
7. Urine (24 jam) : 17-ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik
steroid menurun. Kadar kortisol bebas menurun.
Catatan : Kegagalan dalam pencapaian atau peningkatan kadar steroid
urine setelah pemeriksaan dengan pemberian ACTH merupakan indikasi
dari penyakit Addison primer (atrofi kelenjar adrenal yang permanen),
walaupun peningkatan kadar (ACTH) memberikan kesan penyebab
supresi hormone sekunder. Natrium urine meningkat.
8. Sinar X : Jantung kecil, klasifikasi kelenjar adrenal, atau TB (paru,
ginjal) mungkin akan ditemukan.

2.8 Penatalaksanaan Farmakologis


Pengobatan di arahkan untuk mengatasi syok :
1. Apapun penyebabnya, penyakit Addison bisa berakibat fatal dan harus
diobati dengan kortikosteroid.
2. Biasanya pengobatan bisa dimulai dengan pemberian prednison per-oral
(ditelan). Jika sakitnya sangat berat, pada awalnya diberikan kortisol
intravena kemudian dilanjutkan dengan tablet prednison.
3. Sebagian besar penderita juga harus mengkonsumsi 1-2 tablet
fludrokortison/hari untuk membantu mengembalikan ekskresi natrium
dan kalium yang normal.
4. Pada akhirnya pemberian fludrokortison bisa dikurangi atau dihentikan,
diganti dengan prednison yang diberikan setiap hari sepanjang hidup
penderita.
5. Jika tubuh mengalami stres (terutama karena penyakit), mungkin
diperlukan dosis prednison yang lebih tinggi.
6. Pengobatan harus terus dilakukan sepanjang hidup penderita, tetapi
prognosisnya baik.
Literatur lain mengatakan :
1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2. Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi
pengganti kortisol

11
4. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

2.9 Komplikasi
1. Diabetus mellitus
2. Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
3. Ca Paru
4. Sepsis
5. Hiperkalemia
6. Dehidrasi
7. Kolaps Sirkulasi

12
3 BAB III
KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan
muntah.
3. Riwayat Penyakit saat ini
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah
pada gejala awal : kelemahan, fatiq, anoreksia, nausea, muntah, BB
turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien
lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia
maupun Ca paru, payudara dan limpoma
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
6. Pemeriksaan Fisik (Review of System)
B1 (Breath)
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot
bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung,
Terdapat pergesekan dada tinggi, resonan, terdapat suara ronkhi,
krekels pada keadaan infeksi.

13
B2 (Blood)
Ictus kordis tidak tampak, Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid
clavikula line sinistra, redup, suara jantung melemah.
B3 (Brain)
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi
disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah),
letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma (dalam
keadaan krisis).
B4 (Bladder)
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik
urin.
B5 (Bowel)
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
B6 (Bone)
- Ekstremitas atas : terdapat nyeri
- Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
- Penurunan tonus otot

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan. (NANDA. Hal 193)
2. Intoleransi Aktivitas. (NANDA. Hal 241)

3.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Kekurangan Volume Keseimbangan cairan Manajemen elektrolit :
Cairan Indikator : Hiponatremia
1. Tekanan darah Aktivitas-aktivitas :
2. Denyut nadi radial 1. Monitor nilai natrium
3. Denyut perifer secara ketat pada
4. Keseimbangan pasien yang
intake dan output mengalami kondisi
dalam 24 jam yang mengakibatkan
5. Berat badan stabil penurunan nilai

14
6. Turgor kulit natrium (misalnya, Ca
7. Kelembaban Paru, defisiensi
membrane mukosa aldosterone,
8. Hematocrit insufisiensi adrenal,
9. Asites SIADH,
10. Kehausan hiperglikemia,
11. Pusing muntah, diare,
intoksikasi air, fistula,
keringat berlebihan)
2. Monitor manifestasi
hiponatremia terhadap
fungsi neurologi atau
musculoskeletal
adanya (misalnya,
letargi, peningkatan
TIK, gangguan status
mental, sakit kepala,
sakit kepala, cemas,
fatique, tremor,
kelemahan otot atau
kram, hiperrefleks,
kejang, koma (gejala
akhir))
3. Monitor manifestasi
kardiovaskular akibat
hiponatrium
(misalnya, hipotensi
ortostatik,
peningkatan TD, kulit
dingin dan pucat,
turgor kulit buruk,
hipovolemia,

15
hipervolemia)
4. Monitor manifestasi
gastrointestinal akibat
hiponatrium
(misalnya, mukosa
kering, penurunan
produk saliva,
anoreksia, mual,
muntah, kram
abdomen, dan diare)
5. Monitor adanya
kehilangan natrium
ginjal (oliguri)
6. Monitor fungsi ginjal
(misalnya, BUN, dan
level kreatinin)
7. Monitor asupan dan
output
Intoleransi aktivitas Daya tahan Terapi aktivitas
Indikator : Aktivitas-aktivitas :
1. Melakukan aktivitas 1. Pertimbangkan
rutin kemampuan klien
2. Aktivitas fisik dalam berpartisipasi
3. Konsentrasi melalui aktivitas
4. Daya tahan otot spesifik
5. Pemulihan energi 2. Pertimbangkan
setelah istirahat komitmen klien untuk
6. Oksigen darah meningkatkan
ketika beraktivitas frekuensi dan jarak
7. Hemoglobin aktivitas
8. Hematocrit 3. Bantu klien
9. Glukosa darah memperoleh

16
10. Serum elektrolit transportasi untuk
darah (dapat mengikuti)
11. Tenaga yang aktifitas, jika memang
terkuras diperlukan
12. Letargi 4. Bantu klien untuk
13. Kelelahan menjadwalkan waktu-
waktu spesifik terkait
dengan aktifitas
harian
5. Bantu klien dan
keluarga untuk
mengidentifikasi
kelemahan dalam
level aktifitas tertentu
6. Fasilitasi aktifitas
pengganti pada saat
klien memiliki
keterbatasan waktu,
energy, maupun
pergerakan dengan
cara berkonsultasi
pada terapis terapis
fisik, okupasi, dan
terapis rekreasi
7. Bantu dengan aktifitas
fisik secara teratur
(misalnya, ambulasi,
transfer/berpindah,
berputar dan
kebersihan diri),
sesuai dengan
kebutuhan

17
8. Tingkatkan gaya
hidup dengan melalui
aktifitas fisik untuk
mencegah
peningkatan berat
badan yang tidak
diinginkan
9. Sarankan metode-
metode untuk
meningkatkan
aktifitas fisik yang
tepat
10. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk
dapat melakukan
pergerakan otot secara
berkala sesuai dengan
indikasi
11. Berikan aktifitas
motoric untuk
mengurangi terjadinya
kejang otot
12. berikan pujian positif
karena kesediaannya
untuk terlibat dalam
kelompok
13. bantu klien untuk
meningkatkan
motivasi diri dan
penguatan
14. monitor respon emosi,
fisik, social, dan

18
spiritual terhadap
aktivitas
15. bantu klien dan
keluarga memantau
perkembangan klien
terhadap pencapaian
tujuan (yang
diharapkan)

19
BAB IV
APLIKASI KASUS SEMU

KASUS :
Tn.G (60 tahun) dibawa ke rumah sakit oleh istrinya pada tanggal 5 Oktober 2014
pukul 10.30 WIB dengan kondisi tubuh yang lemas. Tn.G mengeluh mual dan
terus muntah serta jantungnya berdebar-debar. Baru 6 bulan lalu Tn.G didiagnosa
positif TB.Kakak Tn.G meninggal akibat TB 5 tahun yang lalu.Pada saat
diinspeksi Tn.G tampak pucat, mengalami hiperpigmentasi dan gemetar.Pada
serum Tn.G terdapat peningkatan immunoglobulin. Klien diberikan terapi berupa
pemberian kortisol sebesar 25 mg pada pagi hari dan 12,5 mg pada sore hari per
oral. Ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV sebagai berikut :
Suhu : 37 0C
TD : 80/60 mmHg
Nadi : 125 x/menit teraba lemah
RR : 28 x/menit
Hasil lab Tn.G adalah GDA = 25 mg/dL, Na = 102 mm, dan K = 5,5 mEq/L darah

4.1 Pengkajian
1. Identitas

Nama : Tn.G

Umur : 60 thn

Agama : Islam

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku Bangsa : Jawa

Pendidikan : SMP2

Alamat : Surabaya

Tanggal masuk : 5 Oktober 2014

20
2. Keluhan utama
Tn.G mengeluh mual dan muntah
3. Riwayat penyakit dahulu
Tn.G pernah positif TB 6 bualan yang lalu
4. Riwayat penyakit sekarang
Tn.G mengalami lemah yang berlebihan, tidak nafsu makan, mual,
muntah, BB turun dari satu bulan yang lalu (65 kg menjadi 48 kg),
hipotensi dan hipoglikemia, hiperpigmentasi, hipotensi postural.
5. Riwayat penyakit keluarga
Dahulu kakak Tn.G meninggal akibat TB
6. Pemeriksaan fisik :
B1 (Breathing)
1. Dada simetris
2. Pergerakan dada cepat
3. Adanya kontraksi otot bantu pernafasan (dyspnea)
4. Terdapat pergerakan cuping hidung
5. Krekels pada kedaan infeksi

B2 (Blood)

1. Peningkatan denyut nadi dan lemah


2. Hipotensi, termasuk hipotensi postural
3. Takikardia, disritmia
4. Suara jantung melemah
5. Pengisian kapiler memanjang
6. Ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ICS V-VI mid
clavicula line sinistra

B3 (Brain)

1. Pusing
2. Gemetar
3. Kelemahan
4. Terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium
rendah)

21
5. Letargi, kelelahan mental
6. Peka rangsangan

B4 (Bledder)

1. Diuresis yang diikuti oliguria


2. Perubahan frekuensi (Tn.G 7-9 x bolak-balik kamar mandi) dan
karakteristik urine (pekat)

B5 (Bowl)

1. Anoreksia
2. Kram abdomen
3. Mual muntah
4. Mulut dan tenggorokan : bibir kering
5. Nyeri tekan karena ada kram abdomen

B6 (Bone)

1. Nyeri ekstremitas atas dan bawah


2. Penurunan tonus otot, lelah
3. Penurunan kekuatan dan rentan gerak sendi

4.2 Analisis Data


No Data Etiologi Diagnosa keperawatan
1. DS : pasien mengeluh Aldosteron ↓↓ Kurangnya volume cairan
mual dalam tubuh
DO : Penyerapan Na↓↓
-pasien muntah setelah
makan dan minum Kadar K↑↑
-Na= 102mm/L
-K= 5,5 mEq/L Ekskresi air ↑
darah
Volume ekstra seluler↑

Dehidrasi

22
Kurang volume cairan
dalam tubuh

2. DS : pasien mengeluh Ekskresi insulin ↑ Penurunan curah jantung


tubuhnya lemas dan
jantung berdebar-debar Ekskresi air ↑
DO :
-TD: 80/60 mmHg Volume ekstra seluler ↑
-Nadi : 125xmenit
teraba lemah Dehidrasi

Hipotensi

Cardiac output ↓

Penurunan curah jantung

4.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Kekurangan Volume Keseimbangan Cairan Manajemen Elektrolit/Cairan
Cairan Dipertahankan pada skala 3 Aktivitas-aktivitas :
ditingkatkan ke skala 4. 1. Pantau kadar serum
Indikator : elektrolit yang
1. Tekanan darah abnormal, seperti
2. Denyut nadi radial yang tersedia
3. Tekanan arteri rata- 2. Pantau adanya tanda
rata dan gejala overhidrasi
4. Tekanan vena sentral yang memburuk atau

23
5. Denyut perifer dehidrasi (misalnya,
6. Keseimbangan intake ronkhi basah
dan output dalam 24 dilapangan paru
jam terdengar, polyuria
7. Berat badan stabil atau
8. Turgor kulit oliguria,perubahan
9. Kelembapan perilaku, kejangsaliva
membrane mukosa berbusa dan kental,
10. Serum elektrolit mata cekung atau
11. Hematocrit edema, napas dangkal
12. Kehausan dan cepat)
13. Kram otot 3. Dapatkan specimen
14. pusing laboratorium untuk
pemantauan
perubahan cairan atau
elektrolit (misalnya,
hematocrit, BUN,
protein, natrium, dan
kadar kalium), yang
sesuai
4. Timbang berat badan
harian dan pantau
gejala
5. Berikan cairan yg
sesuai
6. Pantau adanya tanda
dan gejala retensi
cairan
7. Monitor tanda-tanda
vital yang sesuai
8. Amati membrane
bukal pasien, sclera,

24
dan kulit terhadap
indikasi perubahan
cairan dan
keseimbangan
elektrolit (misalnya,
kekeringan, sianosis,
dan jaundice)
Penurunan Curah Status Sirkulasi Monitor Cairan
Jantung Dipertahankan pada skala 3 Aktivitas-aktivitas :
ditingkatkan ke skala 5 1. tentukan jumlah dan
Indicator : jenis intake/asupan
1. Tekanan darah sistol cairan serta kebiasaan
2. Tekanan darah eiminasi
diastole 2. monitor berat badan
3. Tekanan nadi 3. monitor asupan dan
4. Hipotensi ortostatik pengeluaran
5. Suara nafas tambahan 4. monitor nilai kadar
6. Asites serum dan elektrolit
7. kelelahan urin
5. monitor tekanan
darah, denyut jantung
dan status pernafasan
6. monitor membrane
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus
7. monitor warna,
kuantitas, dan berat
jenis urin
8. berikan cairan dengan
tepat

25
BAB V

5.1 Kesimpulan
Penyakit Addison adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
ketidakmampuan korteks adrenal memproduksi hormone kortisol dan
aldesteron. Keadaan tersebut dapat disebabkan insufisiensi adrenal primer dan
skunder. Penyakit Addison sangat jarang terutama pada anak-anak. Penyakit
Addison dapat terjadi baik pada pria maupun wanita di semua usia. Frekuensi
penyakit Addison pada populasi manusia diperkirakan 1 dari 100.000.

5.2 Saran
Disarankan kepada staf kesehatan untuk tetap mengawasi dan melakukan
perawatan yang teratur terhadap pasien dengan kondisi penyakit Addison.
Karena jika sudah memasuki komplikasi yang berlanjut akan memperparah
keadaan pasien dan berujung pada kematian.

26
Daftar Pustaka

Diagnosa Keperawatan NANDA. Edisi 10. 2015-2017


NIC. Edisi 6
NOC. Edisi 5

27

Anda mungkin juga menyukai