Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

TINJAUAN KONSEP PENYAKIT


DAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
UNTUK HIPERTIROID

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa
sistem endokrin, pencernaan, perkemihan dan imunologi dengan dosen pengampu

Upik Rahmi, S.Kp., M.Kep.


Suci Tuty Putri, S.Kep., Ners., M.Kep.

Disusun oleh :

Adit Permana NIM 2204701


Rafi Jachra Adam NIM 2205930

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat, taufik, dan hidayah yang telah Tuhan Maha Esa berikan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar
tanpa hambatan yang berarti. Dengan selesainya makalah ini, sudah menjadi
keharusan bagi penulis untuk menghaturkan untaian rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan dan penyelesaiannya,
sehingga dapat rampung pada waktunya. Penghargaan dan terima kasih penulis
sampaikan kepada yang terhormat:

1. Ibu Upik Rahmi, S.Kp., M.Kep. selaku dosen pembimbing (fasilitator)


yang telah banyak memberi arahan dan masukan sehingga mendorong
penulis membuat makalah ini.

2. Ibu Suci Tuty Putri, S.Kep., Ners., M.Kep. Selaku dosen pengampu mata
kuliah keperawatan maternitas yang telah memberikan referensi dalam
pembuatan makalah ini

3. Rekan penulis senasib dan seperjuangan, yang telah menyumbangkan


pikiran demi membantu penulis hingga terselesaikannya makalah ini.

Dengan adanya makalah ini,. Penulis juga berharap rekan sesama mahasiswa Ilmu
Keperawatan dapat mengembangkan kajian ilmu berkenaan dengan Keperawatan
Dewasa sistem endokrin, pencernaan, perkemihan dan imunologi terutama yang
bersangkutan dengan konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien
hipertiroid.

penulis berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu, mengembangkan
data dan penyajian makalah ke arah yang lebih baik lagi.

Bandung, 11 Februari 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................v

BAB I ...........................................................................................................1

PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1


1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan......................................................................................... 2
BAB II ..........................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................3

2.1Definisi Hipertiroid .......................................................................................... 3


2.3 Etiologi ........................................................................................................... 4
2.3 Pathway ......................................................................................................... 7
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 7
2.5 Klasifikasi....................................................................................................... 9
2.6 Faktor Resiko .............................................................................................. 10
2.7 Gejala klinik ................................................................................................. 11
2.8 Diagnosis ..................................................................................................... 13
2.9 Komplikasi ................................................................................................... 13
2.10 Pemeriksaan Diagnosis ............................................................................ 17
BAB III .......................................................................................................20

STUDI KASUS ..........................................................................................20

3.1 Pengkajian ................................................................................................... 20


3.2 Standar diagnosa keperawatan .................................................................. 30
3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................................. 31
3.4 Implementasi dan evaluasi keperawatan.................................................... 39
BAB IV ......................................................................................................44

iii
PENUTUP ..................................................................................................44

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 44


4.2 saran ............................................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................45

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Anatomi sistem endokrin……………………………………………1

Gambar 1.2 Pathway penyakit Hipertiroid……………………………………….2

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Gambar 1.1 Anatomi sistem endokrin

Kelenjar tiroid adalah salah satu kelenjar terbesar yang berada dalam tubuh manusia
yang memiliki berat berkisar 15-20 gram pada orang dewasa.kelenjar tiroid terletak
pada leher anterior setinggi vertebra C5-T1 kelenjar ini terdiri dari lobus kanan dan
kiri,sebelah dari laring dan trakea.

Pada bagian tengah terdapat isthmus yang menghubungkan kedua lobus di


atas trakea, pada umumnya di anterior dari cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar
tiroid dikelilingi oleh kapsula fibrosa tipis. Secara mikroskopis, kelenjar tiroid
terdiri dari unit-unit folikel yang tersusun atas koloid dan sel epitel kuboid. Koloid
sebagian besar merupakan glikoprotein tiroglobulin yang mengandung hormon
tiroid. Selain itu juga terdapat pembuluh darah kapiler dan sel C yang menghasilkan
kalsitonin, hormon yang meregulasi konsentrasi ion kalsium.( Hall JE. 2016).
Gangguan tiroid merupakan salah satu kelainan dalam sistem endokrin yang
memiliki banyak kasus yang terjadi di masyarakat setelah DM, hipertiroid terjadi
Karena banyak factor tetapi salah satu factor yang paling banyak adalah karena
penyakit grave yaitu sekitar 60-90% dari kasus hipertiroid yang ditemukan di
Indonesia dan paling sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.(
Sulejmanovic M, Cickusic AJ, Salkic SS, Bousbija FM). Ada banyak faktor yang
menjadi kasus hipertiroid ini terjadi salah satu faktor pemicunya adalah stres, stress
ini merupakan salah satu dampak dari prosedur operatif yang dapat menjadikan
kelainan hipertiroid dengan mengeksaserbasi serta menyebabkan dekompensasi
atau bahkan mortalitas. Untuk itu penting sekali memahami pengaruh yang terjadi
pada masa pengobatan penyakit ini.( Palace MR. 2017)

1
Dalam kasus ini menyebabkan manifestasi klinis yang umum terjadi seperti
mengakibatkan atrial fibrilasi,sesak akibat faktor internal dan eksternal serta
penurunan volume paru. Dan tanda yang paling dapat dilihat ketika seseorang
terkena hipertiroid adalah dengan penurunan berat badan yang signifikan serta
berkaitan dengan hiperrefleksia dan malabsorbsi sehingga pasien tampak kurang
gizi.( Cooper and Mulder.2021 )

1.2 Tujuan Penulisan

1. untuk mengetahui definisi penyakit hipertiroid


2. untuk mengetahui etiologi penyakit hipertiroid
3. untuk mengetahui patofisiologi penyakit hipertiroid
4. untuk mengetahui pathway penyakit hipertiroid
5. untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit hipertiroid
6. untuk mengetahui komplikasi penyakit hipertiroid
7. untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik penyakit hipertiroid
8. untuk mengetahui diagnosis penyakit hipertiroid
9. untuk mengetahui intervensi penyakit hipertiroid

1.3 Manfaat Penulisan


1. dapat mengetahui etiologi penykait hipertiroid
2. dapat mengetahui patofisiologi penyakit hipertiroid
3. dapat mengetahui pathway penyakit hipertiroid
4. dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit hipertiroid
5. dapt mengetahui komplikasi penyakit hipertiroid
6. dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik penyakit hipertiroid
7. dapat mengetahui diagnosis penyakit hipertiroid
8. dapat mengetahui intervensi penyakit hipertiroid

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertiroid
Hormon tiroid bekerja pada hampir sel-sel inti dan sangat penting untuk
pertumbuhan dan metabolisme energi yang normal ( Taylor PN, Albrecht D, Scholz
A, Gutierrez-Buey G, Lazarus JH, Dayan CM, Okosieme OE, 2018 ). Iodium sangat
diperlukan untuk sekresi hormon tiroid dan dosis iodium harian yang
direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 150 mg. Konsumsi iodium yang
berlebihan (hingga 150 mg/hari) juga mengurangi pelepasan tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) dari kelenjar tiroid yang mengakibatkan penurunan kecil
konsentrasi T4 dan T3 serum dengan kenaikan kompensasi konsentrasi tirotopropin
stimulan (TSH) dasar dan TSH yang distimulasi oleh TRH, semua nilai tetap berada
dalam batas normal ( Devereaux D, Tewelde SZ, 2014 ).
Hipertiroidisme merupakan kondisi yang umum dengan variasi prevalensi
yang luas tergantung faktor seperti variasi asupan iodium makanan, etnis, dan
struktur populasi. Hipertiroidisme merupakan penyebab paling umum dari
disfungsi tiroid di wilayah dengan kekurangan iodium ringan dan sedang
(Devereaux D, Tewelde SZ, 2014 ). Kejadian sering ditemukan pada semua
kelompok umur tetapi presentasi puncak antara usia 20-50 tahun karena prevalensi
penyakit Graves yang lebih tinggi. Biasanya TNGM terjadi setelah usia 50 tahun,
berbeda dengan adenoma toksik yang biasanya hadir pada usia lebih muda. Semua
bentuk penyakit tiroid lebih umum ditemukan pada wanita (Abraham-Nordling M,
Byström K, 2011).
Hipertiroidisme subklinis didefinisikan dengan adanya tingkat TSH serum
di bawah batas normal statistik dan konsentrasi fT4 serum yang berada dalam
kisaran normal. Prevalensinya lebih tinggi di wilayah dengan kekurangan iodium
dan meskipun meningkat dengan bertambahnya usia, tetapi masih lebih umum
ditemukan pada wanita usia subur. Secara garis besar, definisi hipertiroidisme dan
hipertiroidisme subklinis sama-sama menunjukkan adanya stimulasi tiroid yang
berlebih, hanya saja tingkat keparahannya yang berbeda
Hipertiroidisme dapat mempengaruhi banyak sistem organ, termasuk sistem
kardiovaskular, saraf, pencernaan, dan hati. Interaksi antara tiroid dan hati sangat
penting untuk menjaga homeostasis di kedua organ. Hormon tiroid dikonjugasikan
dan disulfatkan di hati kemudian dibuang melalui empedu; selain itu, hormon-
hormon ini menjaga metabolisme bilirubin dengan berperan dalam aktivitas enzim
glukoronil transferase dan dengan mengatur tingkat ligandin, protein pengikat
anion organik yang dominan.
Hipertiroidisme sangat umum ditemukan pada wanita dan menyerang
sekitar 2% wanita dan 0,2% pria. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum
disebabkan oleh sekresi hormon tiroid yang meningkat karena penyakit Graves, dan

3
yang kurang umum adalah TNGM dan Adenoma toksik. Gangguan tiroid bentuk
nodular lebih sering ditemukan pada daerah dengan kekurangan iodium sedangkan
gangguan autoimun tiroid seperti penyakit Hashimoto dan penyakit Graves lebih
sering terjadi pada populasi yang iodiumnya tercukupi.
Penyakit Graves merupakan penyebab paling umum dari hipertiroidisme di
negara maju. Ini adalah kondisi autoimun dimana antibodi terhadap reseptor TSH
menyebabkan stimulasi berlebihan kelenjar tiroid. Penyakit Graves mempengaruhi
sekitar 0,5% populasi, terutama pada kelompok usia 40-60 tahun dengan rasio
perempuan:laki-laki 5:1 hingga 10:1. Antibodi tiroid yang beredar menstimulasi
reseptor TSH dan memicu hipertrofi serta hiperplasia folikel tiroid dengan
meningkatnya sekresi hormon tiroid. Penyakit Graves ditandai dengan
hipertiroidisme dan goiter yang merata; oftalmopati, miksedema pretibial dan
akropaki tiroid sering juga terjadi. Patogenesis kondisi ini masih belum sepenuhnya
dipahami tetapi peristiwa patogen utama adalah stimulasi yang tidak teratur pada
reseptor TSH oleh antibodi reseptor TSH otoimun.

2.3 Etiologi
Penyakit hipertiroid adalah kondisi medis yang disebabkan oleh produksi
berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hormon tiroid yang berlebihan ini
memengaruhi banyak fungsi tubuh dan dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan. Etiologi atau penyebab dari penyakit hipertiroid bisa bervariasi, dan
pemahaman tentang faktor-faktor yang berkontribusi penting untuk diagnosis dan
pengelolaan yang tepat. Berikut adalah pembahasan mendalam mengenai etiologi
penyakit hipertiroid.

FAKTOR GENETIK
Genetika memainkan peran penting dalam perkembangan penyakit hipertiroid.
Studi menunjukkan adanya hubungan antara faktor genetik dengan risiko terkena
penyakit ini. Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan tiroid,
seperti penyakit Graves atau penyakit tiroid lainnya, memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami hipertiroidisme. Faktor genetik ini bisa memengaruhi cara
tubuh mengatur produksi hormon tiroid, meningkatkan kemungkinan kelebihan
hormon tiroid dalam darah.
penelitian pada saudara kembar menunjukkan bahwa kembar identik (MZ)
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami penyakit Graves' disease (GD)
dan hipotiroidisme autoimun (AH) dibandingkan dengan kembar non-identik (DZ).
Ini berarti jika satu kembar identik mengalami GD atau AH, kemungkinan kembar
lainnya juga akan mengalami kondisi tersebut lebih tinggi daripada kembar non-
identik. Ini menunjukkan bahwa ada faktor genetik yang kuat yang memengaruhi
kemungkinan seseorang mengalami kondisi ini. Sebuah studi baru yang dilakukan

4
dengan ketat menemukan bahwa persentase kesesuaian antara kembar identik untuk
GD adalah 35%, sementara persentase kesesuaian untuk AH adalah 55%. Artinya,
gen-gen tertentu yang dimiliki kembar identik dapat memainkan peran dalam
meningkatkan risiko kedua penyakit ini. Ini menegaskan bahwa faktor genetik
memainkan peran penting dalam GD dan AH, atau dengan kata lain, penyakit ini
memiliki dasar genetik yang kuat.

PENYAKIT AUTOIMUN
Penyakit autoimun, seperti penyakit Graves atau penyakit Hashimoto, sering kali
menjadi penyebab utama hipertiroidisme. Pada penyakit Graves, sistem kekebalan
tubuh memproduksi antibodi yang menyerang kelenjar tiroid, merangsang produksi
hormon tiroid berlebihan. Sementara pada penyakit Hashimoto, antibodi yang
diproduksi menyebabkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar tiroid, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan pelepasan hormon tiroid yang berlebihan.

NODUL TIROID
Nodul tiroid adalah pertumbuhan abnormal jaringan yang terjadi di dalam atau di
sekitar kelenjar tiroid, yang merupakan organ yang terletak di bagian depan leher
dan bertanggung jawab untuk mengatur produksi hormon tiroid. Nodul ini dapat
bervariasi dalam ukuran, dari seukuran benjolan kecil hingga pertumbuhan yang
lebih besar. Meskipun sebagian besar nodul tiroid bersifat non-kanker (benign),
beberapa nodul memiliki sifat hiperaktif yang dapat mempengaruhi produksi
hormon tiroid.
Nodul tiroid yang hiperaktif menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan
tanpa terkendali oleh sinyal normal yang diberikan oleh kelenjar pituitari. Kelenjar
pituitari memproduksi hormon stimulasi tiroid (TSH) yang mengatur produksi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Namun, pada nodul tiroid yang hiperaktif,
mekanisme pengaturan ini terganggu, sehingga nodul tersebut terus-menerus
menghasilkan hormon tiroid tanpa adanya penekanan atau kontrol yang normal.
Kondisi ini dapat menyebabkan dua jenis gangguan hipertiroidisme yang
disebut toksik adenoma dan toksik multinodular goiter. Toksik adenoma terjadi
ketika satu nodul tunggal di dalam kelenjar tiroid menjadi hiperaktif dan
menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan. Sementara itu, toksik multinodular
goiter terjadi ketika beberapa nodul tiroid di dalam kelenjar tiroid menjadi
hiperaktif secara bersamaan.
Kedua kondisi tersebut menyebabkan peningkatan produksi hormon tiroid
dalam darah, yang pada akhirnya menyebabkan gejala hipertiroidisme seperti
peningkatan denyut jantung, penurunan berat badan, tremor, kelelahan, dan gejala

5
lainnya. Diagnosis nodul tiroid yang hiperaktif biasanya ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon tiroid, serta
pemeriksaan gambar seperti ultrasonografi atau scintigrafi tiroid.
Pengelolaan nodul tiroid yang hiperaktif tergantung pada faktor-faktor seperti
ukuran dan jumlah nodul, serta gejala yang dialami individu. Pengobatan dapat
mencakup penggunaan obat-obatan anti-tiroid untuk menghambat produksi hormon
tiroid, terapi radiasi untuk mengurangi ukuran nodul, atau tindakan bedah untuk
mengangkat nodul yang menyebabkan gejala yang signifikan atau memiliki risiko
kanker. Sebagian besar nodul tiroid hiperaktif memiliki prognosis yang baik dengan
penanganan yang tepat.

PAPARAN RADIASI
Paparan radiasi terutama pada daerah leher juga dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk mengembangkan hipertiroidisme. Paparan radiasi bisa berasal dari
pengobatan radiasi untuk kanker, terutama kanker kepala dan leher, atau dari
paparan radiasi lingkungan, seperti dari bencana nuklir atau aktivitas industri
tertentu.

DEFISIENSI IODIN
Defisiensi iodin terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan jumlah iodin yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan kelenjar tiroid dalam memproduksi hormon tiroid
secara efektif. Iodin adalah nutrisi esensial yang diperlukan oleh kelenjar tiroid
untuk sintesis hormon tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Tanpa
cukup iodin, kelenjar tiroid tidak dapat menghasilkan jumlah hormon tiroid yang
cukup untuk menjaga keseimbangan hormonal tubuh.
Ketika tubuh mengalami defisiensi iodin, kelenjar tiroid akan berusaha untuk
mengkompensasi dengan meningkatkan aktivitasnya untuk mencoba menghasilkan
lebih banyak hormon tiroid. Namun, kompensasi ini sering kali tidak cukup efektif,
dan akibatnya, produksi hormon tiroid menjadi terganggu. Defisiensi iodin yang
berkelanjutan dapat menyebabkan terganggunya regulasi hormon tiroid, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan hipertiroidisme.
Meskipun defisiensi iodin saat ini jarang terjadi di negara-negara yang telah
mengimplementasikan program pencegahan, tetapi masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di beberapa wilayah di dunia, terutama di daerah pedalaman
atau pegunungan yang jauh dari sumber makanan laut. Iodin secara alami terdapat
dalam makanan laut, seperti ikan dan rumput laut, serta dalam garam beriodinasi
yang merupakan sumber utama iodin bagi banyak orang.
Gejala hipertiroidisme yang disebabkan oleh defisiensi iodin dapat mirip
dengan gejala hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyebab lain, seperti
peningkatan denyut jantung, penurunan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, dan

6
gangguan menstruasi pada wanita. Diagnosis hipertiroidisme akibat defisiensi iodin
biasanya didasarkan pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur
kadar hormon tiroid, dan mungkin juga tes urin untuk mengukur kadar iodin.
Pencegahan defisiensi iodin dapat dilakukan dengan memastikan asupan iodin
yang cukup melalui makanan dan suplemen, terutama bagi individu yang tinggal di
daerah dengan risiko defisiensi iodin. Program suplementasi iodin dan garam
beriodinasi telah terbukti efektif dalam mengatasi masalah defisiensi iodin dan
mencegah gangguan kesehatan yang terkait dengan hipertiroidisme dan gangguan
tiroid lainnya.

2.3 Pathway

Gambar 1.2 Pathway penyakit Hipertiroid

2.4 Patofisiologi
Pelepasan dan sekresi hormon tiroid diatur oleh mekanisme umpan balik negatif
yang sensitif meliputi hipotalamus, kelenjar pituitari, dan kelenjar tiroid.
Hipotalamus melepaskan TRH, yang memicu pituitari untuk melepaskan TSH,
sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk melepaskan hormon tiroid, yaitu T4
dan T3. Peningkatan sintesis hormon tiroid biasanya menyebabkan penghambatan
pelepasan TRH dan TSH oleh hipotalamus dan pituitari. Gangguan sistem yang

7
rumit ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi dan pelepasan hormon tiroid
sehingga menimbulkan hipertiroidisme. Tumor pituitari yang melepaskan TSH
secara biologis aktif tidak merespon kontrol umpan balik normal.
Tumor mungkin juga melepaskan prolaktin atau hormon pertumbuhan;
dengan demikian, pasien mungkin mengalami amenore, galaktorea, atau gejala
akromegali. Hipertiroidisme biasanya terjadi pada nodus yang lebih besar (>3 cm
di diameter). Tiroidtoksikosis terjadi ketika folikel otonom memproduksi lebih
banyak hormon tiroid daripada yang dibutuhkan. Sekresi hormon tiroid di kelenjar
tiroid bergantung pada iodium. Iodida diet diserap ke dalam sel-sel dan diubah
menjadi iodium. Iodium kemudian terikat pada tiropin oleh tiroid peroksida dan
selanjutnya membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). MIT dan
DIT digabungkan membentuk T4 dan T3. T3 lebih aktif secara biologis dan
biasanya terbentuk di perifer melalui transformasi T4 menjadi T3. Dalam serum,
hormon tiroid biasanya terikat pada protein dan tidak aktif. Setiap proses yang
meningkatkan jumlah hormon tiroid bebas (non-protein) berpotensi menyebabkan
tiroidtoksikosis ( Devereaux D, Tewelde SZ, 2014 ) .
Penyakit Graves adalah penyakit autoimun dimana antibodi otoimun yang
ditujukan pada reseptor tiroid stimulan menyebabkan peningkatan sintesis dan
pelepasan hormon tiroid. Penyakit Graves merupakan penyebab paling umum dari
hipertiroidisme pada populasi yang iodin tercukupi, dengan prevalensi 2% pada
wanita dan 0,5% pada pria. Nodus tiroid dengan varian aktivasi somatik pada gen
yang mengatur sintesis hormon dapat secara otonom melepaskan kelebihan hormon
tiroid, disebut sebagai penyakit nodular toksigenik. Penyakit nodular toksigenik,
penyebab kedua paling umum dari hipertiroidisme, lebih sering ditemukan di
wilayah yang kekurangan iodium, dengan insiden berkisar antara 1,5 hingga 18
kasus per 100.000 orang per tahun secara global. Pada kehamilan awal, hormon
gonadotropin korionik manusia (hCG) menstimulasi reseptor tiroid stimulan
tiroidal, menyebabkan peningkatan sintesis hormon tiroid. Autoimunitas (tiroiditis
postpartum atau sporadik yang tidak sakit), infeksi, beberapa obat-obatan, dan
trauma pada tiroid dapat menyebabkan peradangan tiroid dan pelepasan hormon
yang tersimpan ke dalam aliran darah, menyebabkan tiroidtoksikosis namun bukan
hipertiroidisme karena tidak terjadi peningkatan sintesis hormon tiroid.
Amiodarona menyebabkan dua jenis tiroidtoksikosis. Tipe 1 diakibatkan
oleh peningkatan sintesis hormon tiroid karena kandungan yodium amiodarona
yang tinggi bekerja sebagai substrat berlebih untuk produksi hormon tiroid. Tipe 2
merupakan tiroiditis destruktif yang menyebabkan pelepasan hormon tiroid
bentukan sebelumnya dari kelenjar tiroid. Karena perbedaan pengobatan untuk
kedua jenis tiroid toksikosis, penting untuk membedakan antara keduanya.

8
2.5 Klasifikasi
Penyakit hipertiroid adalah gangguan hormonal yang terjadi ketika kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah berlebihan. Kelenjar tiroid adalah organ
kecil yang terletak di bagian depan leher dan bertanggung jawab untuk mengatur
metabolisme tubuh. Hormon tiroid, seperti tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3),
memainkan peran penting dalam mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk detak
jantung, suhu tubuh, dan metabolisme energi.
Ketika kelenjar tiroid terlalu aktif dan menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah
yang berlebihan, kondisi ini disebut hipertiroidisme. Hipertiroidisme dapat
memiliki berbagai penyebab, termasuk gangguan autoimun, nodul tiroid yang
hiperaktif, paparan radiasi, defisiensi iodin, atau penggunaan obat-obatan tertentu.
Gejala hipertiroidisme dapat bervariasi dari individu ke individu, tetapi
beberapa gejala umum meliputi peningkatan denyut jantung, penurunan berat
badan, tremor, kelelahan, kelemahan otot, dan perubahan suasana hati. Penyakit
hipertiroid juga dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak diobati, termasuk
gangguan jantung, tulang rapuh (osteoporosis), dan krisis tirotoksikosis yang
mengancam jiwa. Untuk mendiagnosis hipertiroidisme, dokter dapat melakukan
pemeriksaan fisik, tes darah untuk mengukur kadar hormon tiroid, pemeriksaan
imajinologi seperti ultrasonografi atau scintigrafi tiroid, dan jika diperlukan, biopsi
nodul tiroid. Pengobatan untuk hipertiroidisme dapat mencakup penggunaan obat-
obatan anti-tiroid, terapi radiasi, atau tindakan bedah untuk mengangkat bagian atau
seluruh kelenjar tiroid. Pemahaman yang baik tentang penyebab, gejala, dan metode
diagnosis hipertiroidisme sangat penting untuk mengelola kondisi ini dengan efektif
dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Dengan diagnosis yang tepat dan
pengobatan yang sesuai, banyak orang dengan penyakit hipertiroid dapat mengelola
kondisi mereka dan menjalani gaya hidup yang sehat.

A. Klasifikasi berdasarkan penyakit

Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroidisme. Ini merupakan
penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh memproduksi antibodi yang
menyerang kelenjar tiroid, menyebabkan produksi hormon tiroid yang berlebihan.
Gejala penyakit Graves meliputi peningkatan denyut jantung, penurunan berat
badan, tremor, dan perubahan suasana hati.
Penyakit Plummer's
Penyakit Plummer's, juga dikenal sebagai toksik adenoma, terjadi ketika satu nodul
tunggal di dalam kelenjar tiroid menjadi hiperaktif dan menghasilkan hormon tiroid

9
secara berlebihan. Gejalanya serupa dengan penyakit Graves tetapi dapat
disebabkan oleh nodul tiroid tunggal yang menonjol.
Toksik Multinodular Goiter
Toksik multinodular goiter terjadi ketika beberapa nodul di dalam kelenjar tiroid
menjadi hiperaktif secara bersamaan, menyebabkan produksi hormon tiroid yang
berlebihan. Hal ini sering terjadi pada kelenjar tiroid yang mengalami perubahan
struktural, seperti pembesaran yang disebabkan oleh defisiensi iodin atau faktor
genetik.

B. Klasifikasi berdasarkan gejala


Penyakit hipertiroid dapat diklasifikasikan berdasarkan gejalanya, yang dapat
bervariasi dari individu ke individu. Beberapa gejala umum yang terkait dengan
hipertiroidisme meliputi:

- Peningkatan denyut jantung


- Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas
- Tremor atau getaran pada tangan
- Kelemahan otot
- Kehausan yang berlebihan
- Peningkatan sensitivitas terhadap panas
- Gangguan tidur
- Kekakuan sendi
- Perubahan suasana hati, termasuk kecemasan dan iritabilitas
2.6 Faktor Resiko
Hipertiroidisme mengacu pada kondisi dimana tubuh menghasilkan terlalu banyak
hormon tiroid sehingga kelenjar tiroid bekerja terlalu aktif, mempengaruhi
metabolisme dalam tubuh. Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi produksi
hormon berlebih meliputi penyakit Graves, konsumsi berlebihan suplemen iodium,
peradangan kelenjar tiroid setelah melahirkan, dan gangguan sistem endokrin.
Melalui tinjauan sistematis di atas, para peneliti juga mengidentifikasi
beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya hipertiroidisme.
Riwayat keluarga mengidap penyakit Graves merupakan faktor risiko dominan
untuk munculnya hipertiroidisme pada pasien saat mereka semakin tua. Penyakit
Graves merupakan kondisi autoimun yang terjadi karena kehilangan
imunotoleransi, menyebabkan pembentukan antibodi reseptor tiroidotropin (TRAb)
yang akan terikat dan menstimulasi reseptor hormon menstimulasi tiroid (TSH).
Kondisi ini akan sangat meningkatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid.
Para peneliti juga menemukan kasus dengan riwayat ibu kandung
mengonsumsi suplemen iodium berlebih. Meskipun konsumsi iodium penting
untuk mendukung fungsi tiroid, konsumsi berlebih dapat menstimulasi produksi

10
hormon tiroid sehingga menyebabkan hipertiroidisme atau pembesaran kelenjar
tiroid. Konsumsi berlebih suplemen iodium pada kondisi khusus dapat
menyebabkan munculnya kepala kacang pada janin di rahim ibu.
Selama kehamilan, iodium akan melintasi plasenta melalui transport aktif
dan toksisitas iodium terjadi jika konsumsinya >1,1 mg/hari. Hal ini dapat terjadi
karena janin yang belum matang tidak dapat memecah iodium intraseluler sehingga
akan mengalami kondisi hipertiroidisme. Rekomendasi untuk ibu hamil adalah
200μg/hari.
Wanita memiliki risiko 3-10x lebih besar mengalami gangguan tiroid
dibandingkan pria; sebelas kasus yang ditemukan didominasi oleh pasien wanita.
Menurut ahli endokrin, kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid yang digunakan
untuk proses metabolisme kompleks seperti aktivitas seksual, sistem saraf, otot, dan
tulang. Akan tetapi, wanita lebih rentan dan sangat sensitif terhadap perubahan
hormonal, sehingga konsumsi berlebih iodium sering menyebabkan komplikasi
yang lebih berat pada wanita dibandingkan pria.
Kondisi khusus hipertiroidisme juga ditemukan pada ibu nifas, ditandai
dengan kadar triiodotironin (T3) dan/atau tiroksin (T4) serum yang tinggi dan
kadang TSH serum tidak terdeteksi.

2.7 Gejala klinik

Hipertiroid terjadi karena suatu kondisi dimana hormone tiroid diproduksi


secara berlebihan dibanding dengan kebutuhan yang diinginkan oleh tubuh,
sehingga dengan kondisi tersebut mengakibatkan tirotoksikosis yaitu dengan
berbagai manifestasi interaksi kelebihan hormone tiroid pada jaringan tubuh.
Dampak yang terjadi diantaranya percepatan detak jantung,penurunan berat badan
peningkatan nafsu makan, dan kecemasan, tetapi sampai saat ini manifestasi klinis
dari hipertiroid ini masih belum spesifik dengan diagnosis yang ditegakkan seperti
disfungsi tiroid sebagian besar berdasarkan konfirmasi biokimia.

1. Percepatan detak jantung : Pasien mengeluhkan ketidaknyamanan berupa


detak jantung yang cepat (>100 kali/menit), padahal tidak melakukan
aktivitas fisik berat. Detak jantung meningkat disebabkan adanya
peningkatan kecepatan metabolisme akibat kadar hormon tiroid (T3 dan T4)
yang terlalu tinggi pada kondisi hipertiroid. Pasien hipertiroid, kelenjar
tiroid memproduksi hormon tiroid (T3 dan T4) berlebih. Salah satu efek
hormon tiroid berlebih ini adalah meningkatkan frekuensi detak jantung
(Vasanwala et al., 2018). Secara fisiologis, hormon tiroid T3 akan memacu
pembentukan enzim-enzim yang berperan dalam pembakaran glukosa dan
lemak di sel-sel jantung dan otot jantung. Enzim-enzim ini antara lain adalah
Na+/K+ ATPase dan Ca2+ ATPase yang terkandung di sel-sel otot polos

11
jantung (Athavale et al., 2018). Kenaikan enzim-enzim ini menyebabkan
terjadinya peningkatan hantaran impuls dari sistem otonom yang mengatur
detak jantung ke otot jantung. Hal ini mengakibatkan otot jantung
berkontraksi lebih cepat dan sering (Athavale et al., 2018). Selain itu,
hormon tiroid berlebih juga dapat meningkatkan respons sel-sel jantung
terhadap katekolamin seperti adrenalin dan noradrenalin. Respons sel-sel
jantung yang dipicu hormon simpatis menjadi lebih kuat. Akhirnya,
frekuensi detak jantung akan meningkat (Wasanwala et al., 2018).

Sehingga dapat disimpulkan secara ilmiah bahwa pasien hipertiroid


mengalami detak jantung cepat karena kenaikan hormon tiroid berlebih
yang memacu aktivitas enzim di otot jantung serta respons terhadap sistem
otonom dan katekolamin yang mengontrol detak jantung.

2. Penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat : Selain itu,


pasien juga mengeluh penurunan berat badan meskipun nafsu makan
meningkat. Hal ini terjadi karena kadar hormon tiroid yang berlebih
menyebabkan peningkatan metabolisme dasar sehingga energi yang
dikonsumsi dari makanan lebih banyak terbakar Secara fisiologis, kenaikan
hormon tiroid akan meningkatkan aktivitas beberapa enzim yang berperan
dalam pembakaran lemak dan glukosa, seperti adenilil siklase. Enzim ini
akan memacu pembentukan AMP siklik yang merupakan second messenger
utama dalam peningkatan pembakaran energi di sel-sel (Khan et al., 2019).
Akibatnya, tingkat metabolisme dasar meningkat, sehingga lebih banyak
kalori terbakar meskipun asupan makanan tidak meningkat. Peningkatan
kehilangan lemak dan air tubuh inilah yang menyebabkan turunnya berat
badan pada pasien hipertiroid (Kasat et al., 2021).Sementara itu, nafsu
makan meningkat karena hormon tiroid T3 dan T4 juga berperan dalam
pengaturan pusat regulasi nafsu makan di hipotalamus (Khan et al., 2019).
Peningkatan nafsu makan bertujuan mempertahankan keseimbangan energi
tubuh.

Dengan demikian, berat badan turun terjadi karena peningkatan


metabolisme energi akibat hormon tiroid berlebih, sementara nafsu makan
naik merupakan respon fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan
energi tubuh.

3. Kecemasan : Pasien juga mengeluhkan kecemasan dan rasa bosan. Hal ini
diperkirakan karena efek stimulasi sistem saraf pusat oleh hormon tiroid
berlebih sehingga menyebabkan gejala neuropsikiatri seperti
ketidaktenangan. Ada banyak sekali faktor yang menjadi seorang penderita

12
hipertiroid mengalami kecemasan salah satunya karena tadi yaitu
merasakan jantung berdebar sehingga stressor menjadi naik dan membuat
cemas akhirnya dengan kondisi tersebut pasien kerap mengalami
kecemasan. (bauer et al., 2002)

2.8 Diagnosis

Saat ini, pemeriksaan TSH assay generasi ketiga merupakan tes terbaik
untuk melihat fungsi hormon tiroid pada tingkat seluler. Perubahan kecil
pada fungsi tiroid akan menyebabkan perubahan pada kadar TSH. Kadar
normal TSH adalah 0,4–0,5 miliunit/L. Rehatta NM, Hanindito E, Tantri
AR, Redjeki IS, Soenarto RF, Bisri DY, et al. 2019. Anestesiologi dan
Terapi Intensif, Buku Teks KATI-PERDATIN, edisi pertama. Gramedia:
Jakarta. berikut tabel yang merupakan salah satu peneliti yang merumuskan
terjadinya hipertiroid pada pasien dengan memiliki ci-ciri dan hasil sebagai
berikut :

Hasil pemeriksaan tes tiroid Arti klinis

TSH meningkat dan :

- T4 bebas (ft4) menurun Hipotiroid

- ft3 dan ft4 normal Hipotiroid subklinis

- ft3 dan ft4 meningkat hipertiroid

TSH menurun dan :

- ft4 meningkat Hipertiroid

- ft3 dan ft4 normal Hipotiroid subklinis

- ft3 dan ft4 menurn Hipotiroid

2.9Komplikasi

Berikut penjelasan komplikasi yang terjadi pada hipertiroid :

13
1. Osteoporosis
Hiperaktivitas hormon tiroid dapat menyebabkan penurunan mineral tulang
seperti kalium dan fosfor. Hal ini berhubungan dengan peningkatan resorpsi
tulang yang diperantarai osteoclast (Kung & Kung, 2019). Jika tidak diobati,
dapat meningkatkan risiko terjadinya patah tulang (Chang et al., 2021).

Berdasarkan pembahasan di atas, hubungan antara osteoporosis dengan


hipertiroidism adalah:
• Hipertiroidisme disebabkan oleh kadar hormon tiroid (T3 dan T4)
yang berlebih di dalam darah. Hormon tiroid ini memicu
peningkatan metabolisme pada seluruh sel di dalam tubuh, termasuk
osteoblast dan osteoclast.
• Osteoblast bertugas membentuk tulang baru, sedangkan osteoclast
bertugas meresorpsi atau memecah tulang lama. Pada kondisi
hipertiroid, aktivitas osteoclast meningkat akibat stimulasi hormon
tiroid.
• Resorpsi tulang yang lebih besar dibanding pembentukan tulang
baru menyebabkan terjadinya penurunan mineral tulang seperti
kalsium dan fosfat secara bertahap.
• Mineral tulang yang menurun ini dapat menyebabkan penurunan
kepadatan dan kekuatan tulang (osteopenia), bahkan osteoporosis
pada kondisi yang lebih parah.
• Osteoporosis meningkatkan risiko terjadinya patah tulang karena
tulang menjadi rapuh. Jika tidak ditangani, dapat menimbulkan
komplikasi berupa disability atau bahkan kematian.

2. Mata gerak (Graves' ophthalmopathy)


Kondisi ini ditandai dengan inflamasi pada otot mata dan jaringan ikat
lubang mata (Bartalena et al., 2021). Dapat menyebabkan pembengkakan
mata, perasaan gatal, kering dan bengkak pada kelopak mata (Bahn, 2010).
Pada stadium lanjut bisa menyebabkan kelainan penglihatan (Marcocci et
al., 2011).

Hubungan antara hipertiroidisme dengan Graves' ofthalmopathy adalah:


• Graves' ofthalmopathy merupakan kondisi autoimun di mana terjadi
inflamasi dan pembengkakan pada jaringan pelindung dan otot mata.
• Secara epidemiologis, Graves' ofthalmopathy sering muncul pada
pasien hipertiroid akibat penyakit Graves.

14
• Penyakit Graves disebabkan oleh kelebihan produksi autoantibodi
terhadap reseptor stimulasi hormon timus (TSH-R) di kelenjar tiroid
dan jaringan orbita mata.
• Autoantibodi TSH-R ini memicu aktivasi sel T dan B serta
pelepasan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-1β di jaringan
orbita.
• Sitokin proinflamasi ini menyebabkan peradangan dan
pembengkakan otot dan jaringan pelindung mata, menimbulkan
gejala klasik Graves' ofthalmopathy seperti pembengkakan kelopak
mata.
• Sedangkan di kelenjar tiroid, autoantibodi TSH-R menstimulasi
pelepasan hormon T3 dan T4 secara berlebih, menimbulkan
hipertiroidisme.
• Oleh karena melibatkan autoantibodi yang sama (TSH-R), Graves'
ofthalmopathy sering muncul bersamaan dengan hipertiroidisme
akibat penyakit Graves.

3. Dermatomiositis
Kondisi ini ditandai dengan peradangan otot yang ditandai pelepasan enzim
mioglobin ke dalam aliran darah (Betterle & Greggio, 2019). Biasanya
terjadi pada pasien hipertiroid karena Graves disease (Komura et al., 2019).

Hubungan antara hipertiroidisme dengan dermatomiositis adalah:


• Dermatomiositis merupakan kondisi otot yang ditandai oleh
peradangan dan degenerasi otot. Terjadi pelepasan mioglobin ke
dalam sirkulasi darah sehingga menimbulkan nyeri otot dan
kelemahan.
• Secara klinis, dermatomiositis sering muncul pada pasien Graves'
disease (bentuk autoimun dari hipertiroidisme).
• Patogenesisnya melibatkan respon autoimun terhadap antigen otot
yang sama (seperti antigen Mi-2) yang juga bereaksi silang dengan
antigen tiroid pada Graves' disease.
• Hal ini menyebabkan aktivasi sel T dan sitokin proinflamasi seperti
IFNγ dan TNFα yang merusak otot.
• Beberapa kasus juga melibatkan pembentukan antibodi anti-PM-Scl
dan anti-Jo-1 yang sering ditemukan pada dermatomiositis dan
miozitis.
• Penelitian menemukan bahwa pasien dermatomiositis sering
mengalami hipotiroidisme atau hipertiroidisme sehingga
mendukung asosiasi autoimun antara kedua kondisi ini.

15
• Oleh karena melibatkan mekanisme autoimun yang serupa,
dermatomiositis cenderung muncul pada pasien Graves' disease.
4. Anemia
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah akibat
hipermenstruasi maupun pertumbuhan jaringan yang cepat (Jiskrova et al.,
2021).

Hubungan antara hipertiroidisme dengan anemia adalah:


• Hipertiroidisme disebabkan kadar hormon tiroid (T3 dan T4) yang
berlebih, menyebabkan peningkatan metabolism.
• Metabolisme besi meningkat akibat stimulasi hormon tiroid. Besi
diperlukan untuk pembentukan eritrosit tetapi kehilangan besi
melalui mukosa usus juga meningkat.
• Peningkatan kehilangan darah akibat hipermenstruasi atau
pertumbuhan jaringan yang cepat juga berkontribusi terhadap
kekurangan besi.
• Produksi eritrosit menurun karena kadar transferin (protein
pengangkut besi) menurun dan kadar hepcidin (menghambat
absorpsi besi) meningkat akibat stimulasi hormon tiroid.
• Kekurangan besi akibat penyerapan yang buruk dan kehilangan
darah berlebih dapat menyebabkan anemia ferropenia atau anemia
sideroblastik ringan.
• Beberapa studi menemukan angka kejadian anemia lebih tinggi pada
pasien hipertiroid dibanding kontrol sehat.
Oleh karena pengaruh stimulasi metabolisme besi dan produksi eritrosit,
hipertiroidisme berkontribusi terhadap peningkatan risiko terjadinya anemia.
Kontrol hormon tiroid perlu dilakukan.
Tetapi ada salah satu komplikasi serius yang dapat terjadi pada pasien
hipertiroid yaitu kardiomiopati hipertiroid (hyperthyroid cardiomyopathy).
Kardiomiopati ini terjadi akibat stimulasi berlebih otot jantung oleh hormon tiroid
sehingga menyebabkan peningkatan detak jantung serta kelainan struktur dan
fungsi ventrikel kiri (Iervasi et al., 2020).
Penelitian yang dilakukan Iervasi et al. (2020) menganalisis 30 pasien hipertiroid
dengan keadaan kardiomiopati berat. Hasil pemeriksaan ultrasonografi jantung
menunjukkan terjadinya pembesaran ventrikel kiri denganfungsi kontraksi yang
menurun secara signifikan. Pada beberapa kasus juga ditemukan adanya fibrosa otot
jantung.
Setelah menerima pengobatan hipertiroidisme secara tepat dan lama,
kondisi kardiomiopati membaik pada sebagian besar pasien. Akan tetapi, beberapa

16
pasien mengalami tingkat keparahan bervariasi yang memerlukan terapi tambahan
seperti obat antihipertensi dan diuretik (Iervasi et al., 2020).
Kesimpulan penelitian menunjukkan hipertiroidisme dapat menyebabkan
kardiomiopati berat yang berpotensi berbahaya bagi jantung. Pengendalian
hipertiroidisme secara optimal sangat penting untuk mencegah terjadinya
komplikasi kardiak serius.

2.10 Pemeriksaan Diagnosis


ada beberapa tes pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan diagnosis
penyakit hipertiroid yaitu sebagai berikut :
● Tes Stimulasi Stimulating Hormone Tiroid (TSH):
TSH berperan menstimulasi tiroid, pada hipertiroid TSH rendah (<0.4
mU/L) karena frenik negatif akibat kadar T3 dan T4 tinggi (Wang et al.,
2021).
Pemeriksaan Stimulasi Stimulating Hormone Tiroid (TSH)
TSH merupakan hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis anterior
untuk menstimulasi pelepasan hormon T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid.
Pemeriksaanya dilakukan dengan cara :
1. Spesimen yang dikumpulkan berupa darah venosa (2-5 mL) yang
diperoleh dengan vakum tube kering atau fluoride tube.
2. Darah diagunkan kemudian dipisahkan serum/plasma nya dengan
sentrifugasi. Serum yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke
dalam tabung kimia.
3. Serum diuji menggunakan metode immunoassay seperti RIA
(Radio Immuno Assay), IRMA (Immuno Radio Metric Assay),
atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay).
4. Pada RIA dan IRMA, antigen TSH ditandai radioisotop. Serum
pasien dicampur dengan antibodi khusus TSH. Kompleks antigen-
antibodi akan terbentuk.
5. Kompleks ini kemudian dipisahkan dari komponen serum lainnya.
Aktivitas radioisotop kompleks diukur dengan zahlman. Semakin
banyak kompleks terbentuk, aktivitas semakin besar.
6. Pada ELISA, antigen TSH ditandai enzim. Kompleks antigen-
antibodi akan mengikat substrat enzim dan menghasilkan warna.
Intensitas warna proporsional dengan konsentrasi TSH.
7. Hasil diinterpretasikan secara kuantitatif dan dinyatakan dalam
satuan mIU/L. Nilai acuan TSH normal adalah 0,4-4 mIU/L.

17
● Tes Kadar Hormon Tiroid Bebas/Total:
Pemeriksaan fT4 dan fT3 menunjukkan kadar hormon tiroid bebas yang
tinggi (>1.4 ng/dL untuk fT4 dan >3 pg/mL untuk fT3) (Gim et al., 2021).
Pemeriksaan Kadar Hormon Tiroid Bebas/Total
· Hormon tiroid yang dievaluasi meliputi fT4 (free thyroxine/thyroxine
bebas) dan fT3 (free triiodothyronine). Dilakukan dengan cara :
1. Spesimen yang dikumpulkan adalah serum seperti pada
pemeriksaan TSH.
2. Metode pengujian yang umum digunakan adalah competitive
binding assay atau ELISA kompetitif.
3. Pada competitive binding assay, antigen fT4/fT3 diberi label
radioaktif atau enzim. Sejumlah antigen label dicampur dengan
serum pasien.
4. Antibodi khusus fT4/fT3 dicampurkan. Antibodi akan berikatan
dengan antigen dalam serum atau antigen label.
5. Semakin tinggi kadar fT4/fT3 dalam serum pasien, semakin sedikit
antigen label yang terikat antibodi.
6. Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk akan dipisahkan,
kemudian diukur aktivitas labelnya. Rasio hasil pasien dengan
kontrol menunjukkan kadar fT4/fT3.
7. Nilai acuan: fT4 0,8-2 ng/dL dan fT3 2,3-4,2 pg/
● Pemeriksaan Antibodi Penyakit Tiroid:
Pemeriksaan TRAbs, TPOAbs, TGAbs berguna untuk mengetahui
penyebab hipertiroid seperti Graves atau Hashimoto (Caturegli et al.,
2014).

Pemeriksaan Antibodi Penyakit Tiroid

Terdapat beberapa jenis antibodi yang penting untuk didiagnosis, yaitu:

1. TRAbs (thyroid stimulating hormone receptor antibody)


2. TPOAbs (antithyroperoxidase antibody)
3. TgAbs (antithyroglobulin antibody)

Adapun tatacara pemeriksaanya :


1. Spesimen yang digunakan sama dengan pemeriksaan hormon tiroid, yaitu
serum.
2. Metode umum yang digunakan adalah radioimmunoassay (RIA) dan
enzim immunoassay (EIA).
3. Pada RIA, antigen (TPO, Tg, reseptor TSH) diberi label radioaktif seperti
iodine-125.

18
4. Serum pasien dicampur dengan antigen label. Jika ada antibodi spesifik,
akan terbentuk imunokompleks.
5. Imunokompleks tersebut kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi.
Aktivitas label diukur sebagai ukuran kadar antibodi.
6. Pada EIA, antigen ditandai enzim seperti peroksidase. Imunokompleks
akan bereaksi dengan substrat dan menghasilkan produk berwarna.
7. Intensitas warna diukur dan proporsional dengan kadar antibodi.
8. Hasil diperbandingkan dengan control dan dinyatakan dalam IU/mL. Nilai
acuan Bervariasi tergan

9. tung tipe antibodi.

19
BAB III
STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. Z DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HIPERTIROID

FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Tgl. Pengkajian : 07 Mei 2023 No. Register : 024xxx


Jam Pengkajian : 09.00 Tgl. MRS : 06 Mei 2023 (22.00)
Ruang/Kelas : Kelas I

I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. Z Nama : Tn. A
Umur : 47 Tahun Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-Laki
Aga ma : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S2 Pekerjaan : Dosen
Pekerjaan : Dosen Alamat : Komplek Orchid
Gol. Darah : AB Hubungan dengan Klien :Suami
Alamat : Komplek Orchid

II. KELUHAN UTAMA


1. Keluhan Utama Saat MRS
Klien mengatakan bahwa jantung klien berdebar-debar keluhan dirasakan sejak 1
tahun lalu sebelum masuk rumah sakit dan hilang timbul tanpa dipengaruhi oleh aktivitas,
klien sering mengalami sesak nafas tidak dipengaruhi oleh posisi, tidak disertai dengan
bunyi mengi, sesak memburuk saat klien sedang beraktivitas dan berkurang disaat klien
istirahat, sesak memberat saat 4 hari sebelum masuk rumah sakit tanpa disertai pula nyeri

20
dada, klien mengeluhkan sakit pada kepala yang berdenyut-denyut, bila serangan timbul
dapat disertai rasa mual dan muntah, klien juga sering berkeringat walau sedang tidak
melakukan aktivitas, klien mengalami penurunan berat badan walaupun nafsu makan klien
meningkat dan klien sering merasakan lapar, klien mengalami penurunan berat badan dari
70 kg menjadi 55 kg dalam waktu 6 bulan terakhir, namun sejak akhirakhir ini klien nafsu
makan klien menurun dan makan lebih sedikit, klien juga merasa lemas dan sedikit gemetar
di kedua jari jari tangan, klien merasa cepat lelah walau hanya melakukan aktivitas yang
sederhana, klien mengeluhkan mata melotot yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu,
keluhan ini diawali dengan mata kanan dan disusul dengan mata kiri, pandangan menjadi
sedikit kabur dan terasa berkunang-kunang. Sebelum keluhan yang terjadi dalam 1 tahun
terakhir ini, pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Klien merasa lemas dan sedikit gemetar di kedua jari jari tangan.

III. DIAGNOSA MEDIS


Hipertiroid
IV. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat sakit maag
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat sakit maag
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti
klien.
V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN
1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)

ADL Di Rumah Di Rumah Sakit

21
Pola pemenuhan kebutuhan Makan/Minum Makan/Minum
nutrisi dan cairan (Makan dan Jumlah: 1 porsi Jenis: Jumlah: ½ porsi Jenis:
Minum ) - Nasi: Putih - Nasi: Bubur
- Lauk: Ayam goreng - Lauk: Ikan salmon
- Sayur: Sayur asem - Sayur: Sop brokoli
- Minum: Air putih - Minum: Air putih
- Pantangan: Makanan yang
mengandung kadar yodium
terlalu tinggi

Pola Eliminasi BAK : BAK: BAK:


Jumlah: /hari Jumlah: /hari
Warna: Khas urine Warna: Khas urine
Bau: Khas urine Bau: Khas urine
Masalah cara mengatasi: Masalah cara mengatasi
Tidak ada Tidak ada
BAB :

BAB: BAB:
Jumlah: 1x/hari
Jumlah: 2x/hari Warna: Kuning
Warna: Kuning Bau: Khas feses
Bau: Khas feses Konsistensi: Konsistensi: Khas feses
Khas feses Masalah cara mengatasi Tidak
Masalah cara mengatasi: Tidak ada
ada

Pola Istirahat Tidur Jumlah/waktu: 8 jam Jumlah/waktu: 8 jam


Ganggun tidur: Tidak ada Gangguan tidur: Tidak ada
Upaya mengatasi gangguan Upaya mengatasi gangguan tidur:
tidur: Tidak ada Tidak ada
Hal-hal yang mempermudah Hal-hal yang mempermudah tidur:
tidur: Tidak ada Tidak ada
Hal-hal yang mempermudah Hal-hal yang mempermudah
bangun: Alarm bangun: Alarm

22
Pola Kebersihan Diri (PH) Frekuensi mandi: 2x/hari Frekuensi mandi: Tidak pernah
Frekuensi mencuci rambut: Frekuensi mencuci rambut: Tidak
2x/minggu pernah
Frekuensi gosok gigi: 2 kali Frekuensi gosok gigi: 2 kali sehari
sehari Keadaan kuku: Bersih Ganti
Keadaan kuku: Bersih Ganti baju: 1x/hari
baju: 2x/hari

Aktivitas Lain Aktivitas luang yang biasa Aktivitas luang yang biasa
dilakukan oleh klien: dilakukan oleh klien:
- Jogging santai - Membaca buku
- Membaca koran - Menonton televisi

2. Riwayat Psikologi
Emosi klien stabil, tetapi klien mengatakan klien selalu gelisah dan panik disaat
penyakitnya kambuh

3. Riwayat Sosial
Pasien mengatakan bahwa tempat tinggal nya bersih

4. Riwayat Spiritual
Kebutuhan beribadah pasien terpenuhi, tidak adanya masalah dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual

VI. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
B. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN
- Tekanan darah: 120/80 MmHg - Tekanan darah: 140/70 MmHg
- Nadi: 85x/menit - Nadi: 120x/menit
- Suhu: 36,5⸰C - Suhu: 37,0⸰C
- Respirasi: 16x/menit - Respirasi: 24x/menit

C. Pemeriksaan Wajah

23
- Mata
Mata klien eksoflamus
- Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, tidak ada pembengkokan, tidak ada
pendarahan, tidak ada sekret, tidak ada lesi, tidak tampak pembesaran
polip, fungsi penciuman klien baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,
palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Mulut
Bentuk hidung simetris, warna bibir pucat, tidak ada lesi, mukosa bibir
kering, keadaan gigi,gusi dan lidah kotor, tidak terpasang gigi palsu, tidak
ada peradangan gusi, warna lidah putih, tidak ada pendarahan dan tidak
ada abses, rongga mulut tercium bau
- Telinga
Bentuk telinga simetris, ukuran telinga normal, tidak ada lesi, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada peradangan, tidak ada penumpukan serumen, fungsi
pendengaran klien baik.
D. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
Bentuk kepala bulat, simetris, dan normal dengan kulit kepala yang bersih,
tidak ada lesi, serta dengan warna yang normal, Kondisi leher pasien terdapat
adanya pembesaran kelenjar tiroid

E. Pemeriksaan Thoraks/dada
Pemeriksaan dada klien simetris, normal, tidak adanya kelainan dan lesi, namun klien
dapat merasakan sesak pada dada
F. Pemeriksaan Abdomen
I: Pemeriksaan abdomen normal tidak adanya luka terbuka, nyeri tekan, dan bengkak
A: Peristaltik 10x/ menit
P: Suara tympani
P: Tidak terdapat nyeri tekan
G. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
Pemeriksaan genetalia normal. tidak ada perdarahan, luka terbuka, nyeri tekan, bengkak
H. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang
Punggung klien normal, tidak ada kelainan, lesi, serta pembengkakan
I. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal

24
Atas : Tidak ada kelainan bentuk pada tulang dan tangan (anggota gerak atas) Bawah :
Adanya luka diabetes pada kedua kaki klien
J. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/tengorokan
Bentuk telinga pasien normal, dan pasien tidak memakai alat bantu
Posisi hidung pasien simetris dengan 2 lubang hidung dan cuping hidung normal, pasien
tidak memakai alat bantu.
K. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pasien memiliki dua mata dengan posisi simetris dan tidak ada kelainan dengan
konjungtiva dan selera normal, namun penglihatan klien sedikit kabur,
L. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
- Nervus Olfaktorius/N I: Kemampuan menghidu pasien cukup baik - Nervus
Optikus/N II : Pasien dapat membaca dengan baik.

- Nervus Okulomotoris/N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI: pasien mampu


menggerakkan bola mata, reflek pupil normal (diameter 3mm)

- Nernus trigeminus/N V: Pasien mampu membedakan panas dan dingin, tajam


dan tumpul, getarandan rabaan.

- Nervus Fasialis/NVII : Pasien mampu membedakan rasa dan mampu


menggerakkan otot wajah

- Nervus vestibulocochlearis/N VIII: Pasien mampu mendengar detik jam


tangan hingga jarak 30 cm pada masing-masing telinga. Keseimbangan
pasien saat berjalan dan berdiri juga terjaga.

- Nervus Glosopharingeus/N IX , Nervus Vagus/ N X: Pasien mampu menelan,


mengunyah,membuka mulut dan refleks muntah positif.

- Nervus Aksesorius/N XI: Pasien dapat mengangkat bahu dan menahan pada
bahunya.
- Nervus Hipoglasus/NXII : Gerakan lidah pasien terkoordinasi, pasien mampu
melakukan pronasi dan supinasi dengan baik pada telapak tangan, kekuatan
otot pasien
M. Pemeriksaan Kulit/Integument
Kondisi kulit klien pada bagian atas normal, tidak ada lesi, pembengkakan, nyeri, serta
warna kulit normal

25
Kondisi kulit klien pada bagian bawah terdapat luka dan lesi yang disebabkan oleh
penyakit diabetes tersebut
N. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik
1) DARAH LENGKAP :
Leukosit : 9.300. ( N : 3.500 – 10.000 / μL )
Eritrosit : 3,66 ( N : 1.2 juta – 1.5 juta μL )
Trombosit : 284.000 ( N : 150.000 – 350.000 / μL )
Haemoglobin : 11,6 ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Haematokrit : .35.0 ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
MCV: 80 (N: 80-100 gr/dl)
MCH: 28 (N: 27-31 gr/dl)
MCHC: 35
(32-36 gr/dl) 2)
KIMIA DARAH
:
Ureum : 76 ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : 2.8 ( N : 07 – 1.5 mg / dl )
SGOT :6 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 5 ( N : 3 – 19 )
BUN : 20. ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : 1,9 ( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : 6,7 ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )
GDS : 431 ( N : 100 mg/dl )
TSH: 0,006 (N: 0,5 UlU/ml)
T3: 5,56 (N:80-180 mg/dl)
T4: 18,2 (N: 4,6-12 mg/dl)
3) ANALISA ELEKTROLIT :
Natrium : 136 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium :4,6 ( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
Clorida : 99,8 ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : 10,0 ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )
Phospor : 3,5. ( N : 2.5 – 7.07 mg / dl )

VII. TINDAKAN DAN TERAPI


1. Klien diberikan Propylthiouracil 200mg 3x1 dan Propanolol 20mg sebanyak 3x1

VIII. RUMUSAN MASALAH


- Klarifikasi data
a. Data subjektif

26
1. Klien mengatakan bahwa jantungnya sering berdebar-debar
2. Klien mengatakan bahwa sering mengalami sesak
3. Klien mengatakan bahwa sering mengalami sakit kepala berdenyut
4. Klien mengatakan bahwa mengalami mual muntah
5. Klien mengatakn bahwa sering berkeringat
6. Klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan berat badan
dalam kurun waktu 6 bulan terakhir

7. Klien mengatakan bahwa klien merasa lemas dan mudah lelah


8. Klien mengatakan bahwa jari-jari pada tangan klien gemetar
9. Klien mengatakan bahwa kedua matanya melotot dari kanan ke kiri
sejak 6 bulan lalu

10. Klien mengatakan bahwa pandangan klien sedikit kabur dan


berkunangkunang

b. Data objektif
1. Klien tampak lemas
2. Terdapat penurunan berat badan pada klien
3. Tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid pada leher klien
4. Mata klien tampak melotot
5. Mata eksoftalmus
6. Jari-jari pada tangan klien bergemetar
7. TTV klien:
TD: 140/70 mmHg
N: 120x/ menit
RR: 24x/ menit
S: 36,7 C
TSH : 0,006 uIU/ml, T3 5,56 mg/dl, T4 18,2 mg/dl.

IX. ANALISA DATA


No Data Etiologi Masalah
1. Ds :

27
- Klien mengatakan merasa Efek pada SSP Keletihan (
lemas dan mudah Lelah Do ↓ D. 0057 )
Kecepatan sinapis saraf meningkat
:

- Klien tampak lemas Penderita kelelahan terus

- Jari-jari tangan klien
Keletihan
bergemetar

2. Ds :
- Klien mengatakan sering Efek pada SSP Ansietas ( D.
0030 )
mengalami sakit kepala ↓
berdenyut Kecepatan sinapsis saraf meningkat

- Klien mengatakan jantung ↓


sering berdebardebar Pemeriksaan kecemasan, psikoneurotik,
paranoid
- Klien mengatakan sering
berkeringat ↓
Ansietas
- Klien mengatakan merasa
cemas

Do :
- Jari-jari klien tampak
gemetar

3. Ds :

28
- Klien mengatakan sering Efek pada gastroenteritis Risiko
mengalami mual muntah ↓ Ketidakseimbangan
Nafsu makan meningkat tapi
Elektrolit
- Klien mengatakan sakit pembakaran kalori meningkat, karena
metabolisme basal meningkat ( D. 0037 )
kepala berdenyut

- Klien mengatakan adanya Motilitas usus meningkat, mual muntah
penurunan BB selama 6 ↓
bulan terakhir BB turun

- Klien mengatakan nafsu Risiko ketidakseimbangan elektrolit
makan meningkat dan
sering merasa lapar Do :

- Klien tampak lemas


- BB turun dari 70 menjadi
55 kg

4. Ds :
- Klien mengatakan jantung Produksi hormone tiroid meningkat Penurunan Curah
nya sering berdebar-debar ↓ Jantung
Peningkatan metabolic tubuh ( D. 0008 )

Peningkatan kerja jantung

- Klien mengatakan merasa ↓


lemas dan mudah Lelah Takikardi

- Klien mengatakan sering Perubahan denyut/irama jantung
mengalami sesak Do : ↓
Penurunan curah jantung
- N : 120x / menit
- TSH : 0,006 uIU/ml

5. Ds :

29
- Klien mengatakan Hipertiroidisme Resiko Gangguan
penglihatan matanya sedikit ↓ Integritas Kulit/Jaringan
Peningakatan produksi T3 dan T4 ( D. 0139)
kabur dan berkunang-

kunang
Peningkatan pembentukan limfosit
- Klien mengatakan kedua ↓
Edema jaringan retro orbita
matanya melotot ke kanan

dan ke kiri sejak 6 bulan Eksoftalmus
lalu Do : ↓
Protusi bola mata menarik saraf optic
- Mata eksoftalmus

Gangguan penglihatan

Risiko gangguan integritas kulit /
jaringan

3.2 Standar diagnosa keperawatan


1. D. 0057 Keletihan b.d kondisi fisiologis d.d jari – jari tangan klien
bergemetar, klien tampak lemas dan mengatakan mudah Lelah.

2. D. 0030 Ansietas b.d faktor fisiologis d.d Klien mengatakan sering


mengalami sakit kepala berdenyut, jantung sering berdebar-debar, sering
berkeringat dan jari – jari tangan klien bergemetar.

3. D. 0037 Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit d.d mual muntah, nafsu


makan meningkat, BB turun dari 70kg menjadi 55kg

4. D. 0008 Penurunan curah jantung b.d Klien mengatakan jantung nya sering
berdebar-debar, merasa lemas dan mudah Lelah, Nadi 12x / menit, TSH 0,006
uIU/ml.
5. D. 0139 Resiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan d.d Mata eksoftalmus,
Klien mengatakan penglihatan matanya sedikit kabur dan berkunang-kunang,

30
klien mengatakan kedua matanya melotot ke kanan dan ke kiri sejak 6 bulan
lalu

3.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
( SLKI ) ( SIKI )

31
1. Keletihan b.d kondisi Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
fisiologis d.d jari – jari perawatan / adanya gangguan
- Identifikasi gangguan
tangan klien
intervensi fungsi tubuh yang tubuh klien yang
bergemetar, klien
tampak lemas dan keperawatan selama mengakibatkan dapat mengakibatkan
mengatakan mudah 2 x 24 jam, kelelahan kelelahan
Lelah. ( D. 0057 ) diharapkan tingkat
- Monitor kelelahan Dapat mengetahui
keletihan menurun
fisik dan emosional kelelahan fisik
dengan kriteria hasil -
serta emosional
: - Monitor pola dan jam
tidur klien
a) Verbalisasi
Dapat mengetahui
kepulihan - Monitor lokasi dan
pola dan jam tidur
energi (2-5) ketidaknyamanan -
klien
selama melakukan
b) Tenaga (2-5) Dapat mengetahui
aktivitas Terapeutik :
c) Kemampuan lokasi dan
melakukan - Sediakan lingkungan -
kenyamanan klien
nyaman dan rendah
aktivitas rutin selama melakukan
stimulus
(2-5) aktivitas
- Lakukan Latihan
Agar klien merasa
rentang gerak pasif
lebih rileks serta
atau aktif -
dapat mempercepat
- Berikan aktivitas
siklus penyembuhan
distraksi yang
menenangkan sakit klien
Edukasi : Agar klien dapat
melakukan aktivitas
secara

32
- Anjurkan tirah baring - bertahap
dengan
- Anjurkan melakukan
segala strategi yang
aktivitas secara telah di
bertahap ajarkan oleh

- Ajarkan strategi perawat


koping untuk Agar gizi pasien
mengurangi senantiasa terpenuhi
kelelahan untuk
Kolaborasi : mempercepat

- Kolaborasi dengan penyembuhan

ahli gizi tentang cara klien


meningkatkan asupan
makanan

33
2. Ansietas b.d faktor Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
fisiologis d.d Klien perawatan / intervensi - Identifikasi saat adanya tanda-tanda
mengatakan sering keperawatan, ansietas berubah ansietas pada klien
mengalami sakit kepala diharapkan tingkat
- Monitor - Agar pasien merasa
berdenyut, jantung ansietas menurun
tandatanda lebih
sering berdebar-debar, dengan kriteria hasil :
ansietas Terapeutik : tenang
sering berkeringat dan
- Palpitasi (2-
jari – jari tangan klien - Ciptakan suasana - Untuk mengetahui
5) perasaan klien saat
bergemetar. terapeutik untuk
- Diaporesis menjalani terapi
menumbuhkan Untuk meningkatkan
( D. 0030 ) (2-5) kepercayaan - pengetahuan tentang
- Tremor (2-
pengobatan yang
5) - Temani pasien unruk akan dijalani oleh
mengurangi klien
kecemasan

- Pahami situasi yang


membuat

ansietas
- Monitor tandatanda
ansietas

- Motivasi
mengidentifikasi

34
situasi yang
memicu kecemasan
Edukasi :

- Jelaskan prosedur,
termasuk
sensasi yang
mungkin

dialami
- Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,

pengobatan, dan
prognosis

- Latihan
kegiatan
pengalihan

- Latihan
Teknik
relaksasi Kolaborasi
:

- Kolaborasi
pemberian obat
anasietas

35
3. Risiko Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
Ketidakseimbangan perawatan / intervensi - Identifikasi adanya penyebab
Elektrolit d.d mual keperawatan kemungkinan ketidakseimbangan
muntah, nafsu makan diharapkan fungsi penyebab elektrolit pada
meningkat, BB turun gastrointestinal ketidakseimbangan klien
dari 70kg menjadi 55kg membaik dengan elektrolit Untuk mengetahui
-
adanya mual dan
( D. 0037 ) kriteria hasil : - Monitor mual dan
muntah pada klien
- Mual (2-5) - muntah
Untuk mengetahui
Muntah (2- - Monitor - berapa banyak
5) kehilangan cairan cairan yang telah

- Dispepsia hilang dari tubuh

(2-5) klien
Terapeutik :

- Atur interval waktu - Untuk mengetahui


pemantauan sesuai tingkat keberhasilan
dengan kondisi terapi yang
pasien dijalankan

- Dokumentasikan - Agar klien dapat


hasil pemantauan mengetahui tujuan
Edukasi : yang jelas terkait
prosedur yang
- Jelaskan tujuan dan
prosedur dilakukan perawat
pemantauan

36
4. Penurunan curah Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
jantung b.d Klien perawatan / - Identifikasi adanya tanda dan
mengatakan jantung tanda/gejala primer gejala primer
intervensi
nya sering penurunan curah penurunan
keperawatan,
berdebardebar, sering jantung curah
diharapkan curah
mengalami sesak, - Identifikasi jantung pada klien
jantung meningkat -
merasa lemas dan tanda/gejala sekunder Untuk mengetahui
dengan
mudah Lelah, Nadi penurunan curah adanya tanda dan
kriteria hasil :
jantung gejala sekunder
12x / menit, TSH 0,006
- Palpitasi (2- penurunan
uIU/ml. - Monitor BB setiap
5) curah
( D. 0008 ) hari pada waktu yg
- Takikardia
-
sama jantung klien
(2-5)
Untuk mengetahui
- Lelah (2-5) - Monitor
ada atau tidaknya
- Dispnea (2- keluhan nyeri
peningkatan pada
5) dada Terapeutik :
- berat badan klien
- Posisikan pasien Untuk mengetahui
semi-fowler atau adanya keluhan
fowler dengan kaki nyeri dada pada
kebawah atau posisi
klien
nyaman -
Agar klien dapat
- Berikan diet jantung lebih nyaman serta
yang sesuai Edukasi : dapat meminimalisir
terjadinya sesak
Agar kondisi klien
semakin membaik
-

37
- Anjurkan - dengan adanya
beraktivitas fisik pemberian diet
sesuai toleransi yang diberikan Agar
- Anjurkan aktivitas perawat dapat
fisik secara bertahap mengetahui
peningkatan kualitas
- Ajarkan pasien dan
klien dengan
keluarga mengukur -
gerak yang dilakukan
BB harian
Kolaborasi : Agar klien
mendapatkan
- Rujuk program ke
perawatan lebih
rehabilitasi jantung
intensif dari tenaga

Kesehatan lain

5. Resiko Gangguan Setelah dilakukan Observasi: - Agar perawat


Integritas perawatan / intervensi - Evaluasi ketajaman mengetahui danya
Kulit/Jaringan d.d keperawatan, mata Terapeutik: perkembangan dari
Mata eksoftalmus, diharapkan fungsi penglihatan klien
- Ajarkan klien
Klien mengatakan sensori membaik Menurunkan edema
meninggikan bagian -
penglihatan matanya dengan kriteria hasil: jaringan bila
kepala saat tertidur
sedikit kabur dan ada komplikasi
- Ketajaman Edukasi:
berkunang-kunang, Melindungi
penglihatan
klien mengatakan - Anjurkan klien - kerusakan kornea
(2-5)
kedua matanya melotot menggunakan jika pasien tidak
ke kanan dan ke kiri kacamata gelap dapat menutup
sejak 6 bulan lalu. ( D. Ketika terbangun matanya
0136 ) Kolaborasi: dengan
sempurna
- Berikan obat sesuai
indikasi - Untuk Tindakan
pengobatan medis

38
3.4 Implementasi dan evaluasi keperawatan
No. Dx Tgl/jam Implementasi Evaluasi Paraf

- Mengidentifikasi gangguan S:
D. 0057 12 Feb 2023 - Klien mengatakn
fungsi tubuh yang
Keletihan mudah Lelah
07.00–08.00 mengakibatkan kelelahan
meskipun melakukan
- Memonitor kelelahan fisik dan
aktivitas ringan
emosional
13 Feb (sudah menurun)
2023 - Memonitor pola dan jam
tidur O:
07.00–08.00
- Memonitor lokasi dan - Klien tampak lemas
ketidaknyamanan selama (sudah meningkat) A :
melakukan aktivitas semua masalah

teratasi
P : intervensi dihentikan

39
D. 0030 Ansietas 12 Feb 2023 - Mengidentifikasi saat ansietas S:
07.00 – 08.00 berubah - sering
berkeringat
- Memonitor tanda-tanda ansietas
(sudah menurun)
- Menciptakan suasana terapeutik - jantung berdebar-
untuk menumbuhkan debar (sudah menurun)
kepercayaan O:

- Menemani pasien unruk - jari-jari tangan


mengurangi kecemasan klien bergemetar (sudah

- Memahami situasi yang menurun) A : semua

membuat ansietas masalah

13 Feb 2023 teratasi P :


- Memonitor tanda-tanda ansietas
intervensi
07.00– 08.00
dihentikan

- Memotivasi
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan

- Menjelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin dialami

- Menginformasikan secara
factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis

- Melatih kegiatan pengalihan


- Melatih Teknik relaksasi
- mengkolaborasikan pemberian
obat anasietas

40
- Mengidentifikasi S:
D. 0037 12 Feb 2023 kemungkinan penyebab - Klien menatakan nafsu
Risiko 07.00–08.00 ketidakseimbangan makan meningkat
ketidakseimbangan (sudah menurun)
elektrolit
elektrolit - Memonitor mual dan muntah
O:
- Memoonitor kehilangan cairan
- BB turun (70-55)
13 Feb 2023 - Mengatur interval waktu
- Klien mual dan muntah
07.00–08.00 pemantauan sesuai dengan
(sudah
kondisi pasien
menrun)
- Mendokumentasikan hasil
A : semua masalah
pemantauan
Teratasi
P : intervensi dihentikan
- Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

- Mengidentifikasi tanda/gejala S:
D. 0008 12 Feb 2023 primer penurunan curah jantung - Jantung sering
Penurunan curah berdebar-debar (sudah
jantung 07.00–08.00
menurun)

41
- Mengidentifikasi tanda/gejala O:
sekunder penurunan curah - Nadi 96x /
jantung menit,
13 Feb 2023 - TSH 0,003
- Memonitor BB setiap hari pada
07.00–08.00 uIU/ml. A : semua
waktu yg sama
masalah
- Memonitor keluhan nyeri dada
teratasi
- Memposisikan pasien P : intervensi
semifowler atau fowler dengan dihentikan
kaki kebawah atau posisi
nyaman

- Memberikan diet jantung yang


sesuai

- Menganjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
- Menganjurkan aktivitas fisik
secara bertahap

- Mengajarkan pasien dan


keluarga mengukur BB

harian
- Merujuk program ke
rehabilitasi jantung

42
- Evaluasi ketajaman mata S: Penglihatan
D. 0139 12 Feb 2023 - Ajarkan klien meninggikan mata sedikit
Resiko Gangguan 07.00–08.00 bagian kepala saat tertidur kabur dan
Integritas berkunang-kunang (sudah
-Anjurkan klien menggunakan
Kulit/Jaringan berkurang)
kacamata gelap Ketika
O: Mata melotot
terbangun (sudah mulai Kembali
13 Feb 2023 -Berikan obat sesuai indikasi seperti semula)
07.00–08.00 A: Semua masalah
teratasi
P: Intervensi dihentikan

43
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
hipertiroid merupakan suatu kelebihan sel tiroid yang diproduksi
oleh tubuh, umumnya hipertiroid terjadi pada perempuan karena ada unsur
dalam tubuh yang berbeda. kasus hipertiroid merupakan kasus terbesar
kedua pada sistem endokrin setelah DM, hal ini menjadikan bahwa kasus
ini perlu diperhatikan. kasus hipertiroid yang terdapat pada masyarakat
memiliki sangatlah beragam manifestasi dalam kasus ini belum banyak
ditemukan karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai dampak yang
terjadi. tanda dan gejala kasus hipertiroid pun sangatlah umum terjadi dalam
masyarakat menganggapnya hal biasa padahal memiliki dampak yang
sangat berbahaya bagi tubuh.
4.2 saran
Dalam makalah ini penulis menyarankan kepada pembaca bahwa
dalam memperhatikan kasus hipertiroid yang terjadi, sehingga dengan
materi ini pembaca bisa memperhatikan apa saja hal yang perlu diperhatikan
dan dilakukan. pembaca juga diharapkan dapat mengekspor ilmu dari
referensi yang lain tidak terpaku dari ini, tetapi penulis juga mengharapkan
saran yang membangun dari pembaca agar bisa memperbaiki dan
menjadikan materi ini lebih baik lagi kedepannya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Anidha, Yusrita, Ayu, Wilis Cahyaning, Sari, Nur Mufida Wulan, &
Nadhiroh, Siti Rahayu (2023). Risk Factors and Clinical
Manifestations in Hyperthyroidism: Case Report. Amerta
Nutrition, 7(2), 344-351, ISSN 2580-9776, Universitas
Airlangga, https://doi.org/10.20473/amnt.v7i2sp.2023.344-
351

Athavale, A., Vaze, A., & Joshi, S. (2018). Significance of thyroid


hormones in regulating cardiac function. Journal of thyroid
research, 2018. https://doi.org/10.1155/2018/5946987

Bahn, R. S. (2010). Graves' ophthalmopathy. The New England journal of


medicine, 362(8), 726–738.
https://doi.org/10.1056/NEJMra0905750
Bartalena, L., Baldeschi, L., Dickinson, A. J., Eckstein, A., Kendall-Taylor,
P., Marcocci, C., Mourits, M. P., Perros, P., Pinchera, A., &
Boboridis, K. (2021). The classification of eye disease in
Graves' hyperthyroidism. Journal of endocrinological
investigation, 44(4), 603–611.
https://doi.org/10.1007/s40618-020-01430-7

Bauer M, Heinz A, Whybrow PC. (2002). Thyroid hormones, serotonin and


mood: of synergy and significance in the adult brain. Mol
Psychiatry 7(2):140-56.

Bereda, G (2022). Hyperthyroidism: Definition, Causes, Pathophysiology


and Management. Journal of Biomedical and Biological
Sciences, snipub.com,https://snipub.com/wp-
content/uploads/2022/02/SNI-JBBS-22-03.pdf

Betterle, C., & Greggio, N. A. (2019). Clinical review: Recent insights into
the association of Graves' disease and myopathy. The
Journal of clinical endocrinology and metabolism, 104(6),
2111–2119. https://doi.org/10.1210/jc.2018-02689
Caturegli, P., De Remigis, A., & Rose, N. R. (2014). Hashimoto
thyroiditis: clinical and diagnostic criteria. Autoimmunity
reviews, 13(4-5), 391–
397. https://doi.org/10.1016/j.autrev.2014.01.058

45
Chang, K. T., Su, W. T., Tzeng, M. C., Pei, D., & Wu, C. Y. (2021).
Association of increased fracture risk with Graves' disease:
A population-based cohort study. Journal of bone and
mineral research : the official journal of the American
Society for Bone and Mineral Research, 36(2), 326–333.
https://doi.org/10.1002/jbmr.4167

Cooper and Mulder. Nonthyroid Surgery in the Patient with Thyroid


Disease. 2021. UpToDate. Wolters Kluwer

Elsheikh, M. S., Asa, S. L., & Nikolai, B. E. (2013). An assessment of the


usefulness of thyroid fine needle aspiration biopsy: a
review. International journal of clinical and experimental
pathology, 6(11), 2245–2252.
Gim, S. A., Kim, C. H., Park, H. J., Kim, J. M., Park, E. A., Woo, S. U.,
Koh, J. M., Min, Y. K., & Hong, S. J. (2021). Optimal
cutoff levels of thyroid function tests for diagnosing thyroid
dysfunction: results from the Korean National Health and
Nutrition Examination Survey IV-V. Scientific reports,
11(1), 13756. https://doi.org/10.1038/s41598-021-93086-9

Hall JE. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology, 13th
edition. Elsevier: Philadelphia.

Jiskrova, S., Klabnikova, I., Celec, P., Kubovcakova, L., Petraskova, P.,
Cacanyiova, S., & Hlincikova, L. (2021). Anemia in
hyperthyroidism - More than just red blood cell count.
Medical science monitor : international medical journal of
experimental and clinical research, 27, e932949.
https://doi.org/10.12659/MSM.932949

Khan, I. et al. (2019). Thyroid Hormones and Regulation of Energy


Homeostasis. Frontiers in neuroscience, 13, 590.
https://doi.org/10.3389/fnins.2019.00590

Komura, K., Isono, T., Terada, K., Furuta, J., Hirose, S., & Ohye, H. (2019).
Dermatomyositis-like symptoms: An unusual presentation
of Graves' disease. The Journal of clinical endocrinology and
metabolism, 104(12), 6267–6271.
https://doi.org/10.1210/jc.2019-00067
Kung, A. W., & Kung, A. (2019). Bone health in thyroid disorders. Best
practice & research. Clinical endocrinology & metabolism,
33(2), 101288. https://doi.org/10.1016/j.beem.2018.11.005

46
Marcocci, C., Kahaly, G. J., Krassas, G. E., Bartalena, L., Prummel, M.,
Stahl, M., Altea, M. A., Nardi, M., Pitz, S., Boboridis, K.,
Sivelli, P., von Arx, G., Mourits, M. P., Baldeschi, L.,
Bignardi, T., Marinó, M., & Bartley, G. B. (2011). Selenium
and the course of mild Graves' orbitopathy. The New
England journal of medicine, 364(21), 1920–1931.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa1012827
McComsey, D. F., & Taylor, R. (2021). Diagnosis and management of
hyperthyroidism. American family physician, 103(8), 487–
494.
Nakahara, D., Shimizu, K., Obi, Y., & Saito, J. (2020). Ultrasonography as
a useful imaging modality for evaluation and follow-up of
thyroid nodules. International journal of endocrinology,
2020, 8838295. https://doi.org/10.1155/2020/8838295

Palace MR. Perioperative Management of Thyroid Dysfunction. Health


Service Insight. 2017.
https://doi.org/10.1177/1178632916689677

Sulejmanovic M, Cickusic AJ, Salkic SS, Bousbija FM. Annual Incidence


of Thyroid Disease in Patients Who First Time Visit
Department for Thyroid Disease in Tuzla Canton. Mater
Sociomed. 2019; 31(2):130-134

Wang, J., Liu, C., Wang, X., Li, J., Teng, W., Fan, R., & Weng, J. (2021).
Establishment of optimal cutoff values for thyroid function
tests in the Chinese elderly population. Experimental and
therapeutic medicine, 21(5),
431. https://doi.org/10.3892/etm.2021.9948

Wasanwala, M. A., Agrawal, J. P., & Parikh, U. N. (2018).


Thyrotoxicosis—a review for internists in developing
nations. Indian heart journal, 70(1), 105–110.
https://doi.org/10.1016/j.ihj.2017.09.008

Brent, G. A. (2008). Graves’ disease. New England Journal of Medicine,


358(24), 2594–2605.

Davies, T. F., & Latif, R. (2011). Editorial: Graves’ disease: Pathogenesis,


genetics, clinical features, and novel therapeutic strategies.
Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 96(8),
2429–2431.

47
Wiersinga, W. M. (2018). Graves’ hyperthyroidism (Chapter 17). In W. M.
Wiersinga (Ed.), Graves’ Orbitopathy: A Multidisciplinary
Approach – Questions and Answers (2nd ed., pp. 159–167).
Karger Publishers.

PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

48

Anda mungkin juga menyukai