Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa
sistem endokrin, pencernaan, perkemihan dan imunologi dengan dosen pengampu
Disusun oleh :
Puji syukur atas rahmat, taufik, dan hidayah yang telah Tuhan Maha Esa berikan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar
tanpa hambatan yang berarti. Dengan selesainya makalah ini, sudah menjadi
keharusan bagi penulis untuk menghaturkan untaian rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan dan penyelesaiannya,
sehingga dapat rampung pada waktunya. Penghargaan dan terima kasih penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
2. Ibu Suci Tuty Putri, S.Kep., Ners., M.Kep. Selaku dosen pengampu mata
kuliah keperawatan maternitas yang telah memberikan referensi dalam
pembuatan makalah ini
Dengan adanya makalah ini,. Penulis juga berharap rekan sesama mahasiswa Ilmu
Keperawatan dapat mengembangkan kajian ilmu berkenaan dengan Keperawatan
Dewasa sistem endokrin, pencernaan, perkemihan dan imunologi terutama yang
bersangkutan dengan konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien
hipertiroid.
penulis berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu, mengembangkan
data dan penyajian makalah ke arah yang lebih baik lagi.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
BAB I ...........................................................................................................1
PENDAHULUAN ........................................................................................1
iii
PENUTUP ..................................................................................................44
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar tiroid adalah salah satu kelenjar terbesar yang berada dalam tubuh manusia
yang memiliki berat berkisar 15-20 gram pada orang dewasa.kelenjar tiroid terletak
pada leher anterior setinggi vertebra C5-T1 kelenjar ini terdiri dari lobus kanan dan
kiri,sebelah dari laring dan trakea.
1
Dalam kasus ini menyebabkan manifestasi klinis yang umum terjadi seperti
mengakibatkan atrial fibrilasi,sesak akibat faktor internal dan eksternal serta
penurunan volume paru. Dan tanda yang paling dapat dilihat ketika seseorang
terkena hipertiroid adalah dengan penurunan berat badan yang signifikan serta
berkaitan dengan hiperrefleksia dan malabsorbsi sehingga pasien tampak kurang
gizi.( Cooper and Mulder.2021 )
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertiroid
Hormon tiroid bekerja pada hampir sel-sel inti dan sangat penting untuk
pertumbuhan dan metabolisme energi yang normal ( Taylor PN, Albrecht D, Scholz
A, Gutierrez-Buey G, Lazarus JH, Dayan CM, Okosieme OE, 2018 ). Iodium sangat
diperlukan untuk sekresi hormon tiroid dan dosis iodium harian yang
direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 150 mg. Konsumsi iodium yang
berlebihan (hingga 150 mg/hari) juga mengurangi pelepasan tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) dari kelenjar tiroid yang mengakibatkan penurunan kecil
konsentrasi T4 dan T3 serum dengan kenaikan kompensasi konsentrasi tirotopropin
stimulan (TSH) dasar dan TSH yang distimulasi oleh TRH, semua nilai tetap berada
dalam batas normal ( Devereaux D, Tewelde SZ, 2014 ).
Hipertiroidisme merupakan kondisi yang umum dengan variasi prevalensi
yang luas tergantung faktor seperti variasi asupan iodium makanan, etnis, dan
struktur populasi. Hipertiroidisme merupakan penyebab paling umum dari
disfungsi tiroid di wilayah dengan kekurangan iodium ringan dan sedang
(Devereaux D, Tewelde SZ, 2014 ). Kejadian sering ditemukan pada semua
kelompok umur tetapi presentasi puncak antara usia 20-50 tahun karena prevalensi
penyakit Graves yang lebih tinggi. Biasanya TNGM terjadi setelah usia 50 tahun,
berbeda dengan adenoma toksik yang biasanya hadir pada usia lebih muda. Semua
bentuk penyakit tiroid lebih umum ditemukan pada wanita (Abraham-Nordling M,
Byström K, 2011).
Hipertiroidisme subklinis didefinisikan dengan adanya tingkat TSH serum
di bawah batas normal statistik dan konsentrasi fT4 serum yang berada dalam
kisaran normal. Prevalensinya lebih tinggi di wilayah dengan kekurangan iodium
dan meskipun meningkat dengan bertambahnya usia, tetapi masih lebih umum
ditemukan pada wanita usia subur. Secara garis besar, definisi hipertiroidisme dan
hipertiroidisme subklinis sama-sama menunjukkan adanya stimulasi tiroid yang
berlebih, hanya saja tingkat keparahannya yang berbeda
Hipertiroidisme dapat mempengaruhi banyak sistem organ, termasuk sistem
kardiovaskular, saraf, pencernaan, dan hati. Interaksi antara tiroid dan hati sangat
penting untuk menjaga homeostasis di kedua organ. Hormon tiroid dikonjugasikan
dan disulfatkan di hati kemudian dibuang melalui empedu; selain itu, hormon-
hormon ini menjaga metabolisme bilirubin dengan berperan dalam aktivitas enzim
glukoronil transferase dan dengan mengatur tingkat ligandin, protein pengikat
anion organik yang dominan.
Hipertiroidisme sangat umum ditemukan pada wanita dan menyerang
sekitar 2% wanita dan 0,2% pria. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum
disebabkan oleh sekresi hormon tiroid yang meningkat karena penyakit Graves, dan
3
yang kurang umum adalah TNGM dan Adenoma toksik. Gangguan tiroid bentuk
nodular lebih sering ditemukan pada daerah dengan kekurangan iodium sedangkan
gangguan autoimun tiroid seperti penyakit Hashimoto dan penyakit Graves lebih
sering terjadi pada populasi yang iodiumnya tercukupi.
Penyakit Graves merupakan penyebab paling umum dari hipertiroidisme di
negara maju. Ini adalah kondisi autoimun dimana antibodi terhadap reseptor TSH
menyebabkan stimulasi berlebihan kelenjar tiroid. Penyakit Graves mempengaruhi
sekitar 0,5% populasi, terutama pada kelompok usia 40-60 tahun dengan rasio
perempuan:laki-laki 5:1 hingga 10:1. Antibodi tiroid yang beredar menstimulasi
reseptor TSH dan memicu hipertrofi serta hiperplasia folikel tiroid dengan
meningkatnya sekresi hormon tiroid. Penyakit Graves ditandai dengan
hipertiroidisme dan goiter yang merata; oftalmopati, miksedema pretibial dan
akropaki tiroid sering juga terjadi. Patogenesis kondisi ini masih belum sepenuhnya
dipahami tetapi peristiwa patogen utama adalah stimulasi yang tidak teratur pada
reseptor TSH oleh antibodi reseptor TSH otoimun.
2.3 Etiologi
Penyakit hipertiroid adalah kondisi medis yang disebabkan oleh produksi
berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hormon tiroid yang berlebihan ini
memengaruhi banyak fungsi tubuh dan dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan. Etiologi atau penyebab dari penyakit hipertiroid bisa bervariasi, dan
pemahaman tentang faktor-faktor yang berkontribusi penting untuk diagnosis dan
pengelolaan yang tepat. Berikut adalah pembahasan mendalam mengenai etiologi
penyakit hipertiroid.
FAKTOR GENETIK
Genetika memainkan peran penting dalam perkembangan penyakit hipertiroid.
Studi menunjukkan adanya hubungan antara faktor genetik dengan risiko terkena
penyakit ini. Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan tiroid,
seperti penyakit Graves atau penyakit tiroid lainnya, memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami hipertiroidisme. Faktor genetik ini bisa memengaruhi cara
tubuh mengatur produksi hormon tiroid, meningkatkan kemungkinan kelebihan
hormon tiroid dalam darah.
penelitian pada saudara kembar menunjukkan bahwa kembar identik (MZ)
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami penyakit Graves' disease (GD)
dan hipotiroidisme autoimun (AH) dibandingkan dengan kembar non-identik (DZ).
Ini berarti jika satu kembar identik mengalami GD atau AH, kemungkinan kembar
lainnya juga akan mengalami kondisi tersebut lebih tinggi daripada kembar non-
identik. Ini menunjukkan bahwa ada faktor genetik yang kuat yang memengaruhi
kemungkinan seseorang mengalami kondisi ini. Sebuah studi baru yang dilakukan
4
dengan ketat menemukan bahwa persentase kesesuaian antara kembar identik untuk
GD adalah 35%, sementara persentase kesesuaian untuk AH adalah 55%. Artinya,
gen-gen tertentu yang dimiliki kembar identik dapat memainkan peran dalam
meningkatkan risiko kedua penyakit ini. Ini menegaskan bahwa faktor genetik
memainkan peran penting dalam GD dan AH, atau dengan kata lain, penyakit ini
memiliki dasar genetik yang kuat.
PENYAKIT AUTOIMUN
Penyakit autoimun, seperti penyakit Graves atau penyakit Hashimoto, sering kali
menjadi penyebab utama hipertiroidisme. Pada penyakit Graves, sistem kekebalan
tubuh memproduksi antibodi yang menyerang kelenjar tiroid, merangsang produksi
hormon tiroid berlebihan. Sementara pada penyakit Hashimoto, antibodi yang
diproduksi menyebabkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar tiroid, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan pelepasan hormon tiroid yang berlebihan.
NODUL TIROID
Nodul tiroid adalah pertumbuhan abnormal jaringan yang terjadi di dalam atau di
sekitar kelenjar tiroid, yang merupakan organ yang terletak di bagian depan leher
dan bertanggung jawab untuk mengatur produksi hormon tiroid. Nodul ini dapat
bervariasi dalam ukuran, dari seukuran benjolan kecil hingga pertumbuhan yang
lebih besar. Meskipun sebagian besar nodul tiroid bersifat non-kanker (benign),
beberapa nodul memiliki sifat hiperaktif yang dapat mempengaruhi produksi
hormon tiroid.
Nodul tiroid yang hiperaktif menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan
tanpa terkendali oleh sinyal normal yang diberikan oleh kelenjar pituitari. Kelenjar
pituitari memproduksi hormon stimulasi tiroid (TSH) yang mengatur produksi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Namun, pada nodul tiroid yang hiperaktif,
mekanisme pengaturan ini terganggu, sehingga nodul tersebut terus-menerus
menghasilkan hormon tiroid tanpa adanya penekanan atau kontrol yang normal.
Kondisi ini dapat menyebabkan dua jenis gangguan hipertiroidisme yang
disebut toksik adenoma dan toksik multinodular goiter. Toksik adenoma terjadi
ketika satu nodul tunggal di dalam kelenjar tiroid menjadi hiperaktif dan
menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan. Sementara itu, toksik multinodular
goiter terjadi ketika beberapa nodul tiroid di dalam kelenjar tiroid menjadi
hiperaktif secara bersamaan.
Kedua kondisi tersebut menyebabkan peningkatan produksi hormon tiroid
dalam darah, yang pada akhirnya menyebabkan gejala hipertiroidisme seperti
peningkatan denyut jantung, penurunan berat badan, tremor, kelelahan, dan gejala
5
lainnya. Diagnosis nodul tiroid yang hiperaktif biasanya ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon tiroid, serta
pemeriksaan gambar seperti ultrasonografi atau scintigrafi tiroid.
Pengelolaan nodul tiroid yang hiperaktif tergantung pada faktor-faktor seperti
ukuran dan jumlah nodul, serta gejala yang dialami individu. Pengobatan dapat
mencakup penggunaan obat-obatan anti-tiroid untuk menghambat produksi hormon
tiroid, terapi radiasi untuk mengurangi ukuran nodul, atau tindakan bedah untuk
mengangkat nodul yang menyebabkan gejala yang signifikan atau memiliki risiko
kanker. Sebagian besar nodul tiroid hiperaktif memiliki prognosis yang baik dengan
penanganan yang tepat.
PAPARAN RADIASI
Paparan radiasi terutama pada daerah leher juga dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk mengembangkan hipertiroidisme. Paparan radiasi bisa berasal dari
pengobatan radiasi untuk kanker, terutama kanker kepala dan leher, atau dari
paparan radiasi lingkungan, seperti dari bencana nuklir atau aktivitas industri
tertentu.
DEFISIENSI IODIN
Defisiensi iodin terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan jumlah iodin yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan kelenjar tiroid dalam memproduksi hormon tiroid
secara efektif. Iodin adalah nutrisi esensial yang diperlukan oleh kelenjar tiroid
untuk sintesis hormon tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Tanpa
cukup iodin, kelenjar tiroid tidak dapat menghasilkan jumlah hormon tiroid yang
cukup untuk menjaga keseimbangan hormonal tubuh.
Ketika tubuh mengalami defisiensi iodin, kelenjar tiroid akan berusaha untuk
mengkompensasi dengan meningkatkan aktivitasnya untuk mencoba menghasilkan
lebih banyak hormon tiroid. Namun, kompensasi ini sering kali tidak cukup efektif,
dan akibatnya, produksi hormon tiroid menjadi terganggu. Defisiensi iodin yang
berkelanjutan dapat menyebabkan terganggunya regulasi hormon tiroid, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan hipertiroidisme.
Meskipun defisiensi iodin saat ini jarang terjadi di negara-negara yang telah
mengimplementasikan program pencegahan, tetapi masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di beberapa wilayah di dunia, terutama di daerah pedalaman
atau pegunungan yang jauh dari sumber makanan laut. Iodin secara alami terdapat
dalam makanan laut, seperti ikan dan rumput laut, serta dalam garam beriodinasi
yang merupakan sumber utama iodin bagi banyak orang.
Gejala hipertiroidisme yang disebabkan oleh defisiensi iodin dapat mirip
dengan gejala hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyebab lain, seperti
peningkatan denyut jantung, penurunan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, dan
6
gangguan menstruasi pada wanita. Diagnosis hipertiroidisme akibat defisiensi iodin
biasanya didasarkan pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur
kadar hormon tiroid, dan mungkin juga tes urin untuk mengukur kadar iodin.
Pencegahan defisiensi iodin dapat dilakukan dengan memastikan asupan iodin
yang cukup melalui makanan dan suplemen, terutama bagi individu yang tinggal di
daerah dengan risiko defisiensi iodin. Program suplementasi iodin dan garam
beriodinasi telah terbukti efektif dalam mengatasi masalah defisiensi iodin dan
mencegah gangguan kesehatan yang terkait dengan hipertiroidisme dan gangguan
tiroid lainnya.
2.3 Pathway
2.4 Patofisiologi
Pelepasan dan sekresi hormon tiroid diatur oleh mekanisme umpan balik negatif
yang sensitif meliputi hipotalamus, kelenjar pituitari, dan kelenjar tiroid.
Hipotalamus melepaskan TRH, yang memicu pituitari untuk melepaskan TSH,
sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk melepaskan hormon tiroid, yaitu T4
dan T3. Peningkatan sintesis hormon tiroid biasanya menyebabkan penghambatan
pelepasan TRH dan TSH oleh hipotalamus dan pituitari. Gangguan sistem yang
7
rumit ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi dan pelepasan hormon tiroid
sehingga menimbulkan hipertiroidisme. Tumor pituitari yang melepaskan TSH
secara biologis aktif tidak merespon kontrol umpan balik normal.
Tumor mungkin juga melepaskan prolaktin atau hormon pertumbuhan;
dengan demikian, pasien mungkin mengalami amenore, galaktorea, atau gejala
akromegali. Hipertiroidisme biasanya terjadi pada nodus yang lebih besar (>3 cm
di diameter). Tiroidtoksikosis terjadi ketika folikel otonom memproduksi lebih
banyak hormon tiroid daripada yang dibutuhkan. Sekresi hormon tiroid di kelenjar
tiroid bergantung pada iodium. Iodida diet diserap ke dalam sel-sel dan diubah
menjadi iodium. Iodium kemudian terikat pada tiropin oleh tiroid peroksida dan
selanjutnya membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). MIT dan
DIT digabungkan membentuk T4 dan T3. T3 lebih aktif secara biologis dan
biasanya terbentuk di perifer melalui transformasi T4 menjadi T3. Dalam serum,
hormon tiroid biasanya terikat pada protein dan tidak aktif. Setiap proses yang
meningkatkan jumlah hormon tiroid bebas (non-protein) berpotensi menyebabkan
tiroidtoksikosis ( Devereaux D, Tewelde SZ, 2014 ) .
Penyakit Graves adalah penyakit autoimun dimana antibodi otoimun yang
ditujukan pada reseptor tiroid stimulan menyebabkan peningkatan sintesis dan
pelepasan hormon tiroid. Penyakit Graves merupakan penyebab paling umum dari
hipertiroidisme pada populasi yang iodin tercukupi, dengan prevalensi 2% pada
wanita dan 0,5% pada pria. Nodus tiroid dengan varian aktivasi somatik pada gen
yang mengatur sintesis hormon dapat secara otonom melepaskan kelebihan hormon
tiroid, disebut sebagai penyakit nodular toksigenik. Penyakit nodular toksigenik,
penyebab kedua paling umum dari hipertiroidisme, lebih sering ditemukan di
wilayah yang kekurangan iodium, dengan insiden berkisar antara 1,5 hingga 18
kasus per 100.000 orang per tahun secara global. Pada kehamilan awal, hormon
gonadotropin korionik manusia (hCG) menstimulasi reseptor tiroid stimulan
tiroidal, menyebabkan peningkatan sintesis hormon tiroid. Autoimunitas (tiroiditis
postpartum atau sporadik yang tidak sakit), infeksi, beberapa obat-obatan, dan
trauma pada tiroid dapat menyebabkan peradangan tiroid dan pelepasan hormon
yang tersimpan ke dalam aliran darah, menyebabkan tiroidtoksikosis namun bukan
hipertiroidisme karena tidak terjadi peningkatan sintesis hormon tiroid.
Amiodarona menyebabkan dua jenis tiroidtoksikosis. Tipe 1 diakibatkan
oleh peningkatan sintesis hormon tiroid karena kandungan yodium amiodarona
yang tinggi bekerja sebagai substrat berlebih untuk produksi hormon tiroid. Tipe 2
merupakan tiroiditis destruktif yang menyebabkan pelepasan hormon tiroid
bentukan sebelumnya dari kelenjar tiroid. Karena perbedaan pengobatan untuk
kedua jenis tiroid toksikosis, penting untuk membedakan antara keduanya.
8
2.5 Klasifikasi
Penyakit hipertiroid adalah gangguan hormonal yang terjadi ketika kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah berlebihan. Kelenjar tiroid adalah organ
kecil yang terletak di bagian depan leher dan bertanggung jawab untuk mengatur
metabolisme tubuh. Hormon tiroid, seperti tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3),
memainkan peran penting dalam mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk detak
jantung, suhu tubuh, dan metabolisme energi.
Ketika kelenjar tiroid terlalu aktif dan menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah
yang berlebihan, kondisi ini disebut hipertiroidisme. Hipertiroidisme dapat
memiliki berbagai penyebab, termasuk gangguan autoimun, nodul tiroid yang
hiperaktif, paparan radiasi, defisiensi iodin, atau penggunaan obat-obatan tertentu.
Gejala hipertiroidisme dapat bervariasi dari individu ke individu, tetapi
beberapa gejala umum meliputi peningkatan denyut jantung, penurunan berat
badan, tremor, kelelahan, kelemahan otot, dan perubahan suasana hati. Penyakit
hipertiroid juga dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak diobati, termasuk
gangguan jantung, tulang rapuh (osteoporosis), dan krisis tirotoksikosis yang
mengancam jiwa. Untuk mendiagnosis hipertiroidisme, dokter dapat melakukan
pemeriksaan fisik, tes darah untuk mengukur kadar hormon tiroid, pemeriksaan
imajinologi seperti ultrasonografi atau scintigrafi tiroid, dan jika diperlukan, biopsi
nodul tiroid. Pengobatan untuk hipertiroidisme dapat mencakup penggunaan obat-
obatan anti-tiroid, terapi radiasi, atau tindakan bedah untuk mengangkat bagian atau
seluruh kelenjar tiroid. Pemahaman yang baik tentang penyebab, gejala, dan metode
diagnosis hipertiroidisme sangat penting untuk mengelola kondisi ini dengan efektif
dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Dengan diagnosis yang tepat dan
pengobatan yang sesuai, banyak orang dengan penyakit hipertiroid dapat mengelola
kondisi mereka dan menjalani gaya hidup yang sehat.
Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroidisme. Ini merupakan
penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh memproduksi antibodi yang
menyerang kelenjar tiroid, menyebabkan produksi hormon tiroid yang berlebihan.
Gejala penyakit Graves meliputi peningkatan denyut jantung, penurunan berat
badan, tremor, dan perubahan suasana hati.
Penyakit Plummer's
Penyakit Plummer's, juga dikenal sebagai toksik adenoma, terjadi ketika satu nodul
tunggal di dalam kelenjar tiroid menjadi hiperaktif dan menghasilkan hormon tiroid
9
secara berlebihan. Gejalanya serupa dengan penyakit Graves tetapi dapat
disebabkan oleh nodul tiroid tunggal yang menonjol.
Toksik Multinodular Goiter
Toksik multinodular goiter terjadi ketika beberapa nodul di dalam kelenjar tiroid
menjadi hiperaktif secara bersamaan, menyebabkan produksi hormon tiroid yang
berlebihan. Hal ini sering terjadi pada kelenjar tiroid yang mengalami perubahan
struktural, seperti pembesaran yang disebabkan oleh defisiensi iodin atau faktor
genetik.
10
hormon tiroid sehingga menyebabkan hipertiroidisme atau pembesaran kelenjar
tiroid. Konsumsi berlebih suplemen iodium pada kondisi khusus dapat
menyebabkan munculnya kepala kacang pada janin di rahim ibu.
Selama kehamilan, iodium akan melintasi plasenta melalui transport aktif
dan toksisitas iodium terjadi jika konsumsinya >1,1 mg/hari. Hal ini dapat terjadi
karena janin yang belum matang tidak dapat memecah iodium intraseluler sehingga
akan mengalami kondisi hipertiroidisme. Rekomendasi untuk ibu hamil adalah
200μg/hari.
Wanita memiliki risiko 3-10x lebih besar mengalami gangguan tiroid
dibandingkan pria; sebelas kasus yang ditemukan didominasi oleh pasien wanita.
Menurut ahli endokrin, kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid yang digunakan
untuk proses metabolisme kompleks seperti aktivitas seksual, sistem saraf, otot, dan
tulang. Akan tetapi, wanita lebih rentan dan sangat sensitif terhadap perubahan
hormonal, sehingga konsumsi berlebih iodium sering menyebabkan komplikasi
yang lebih berat pada wanita dibandingkan pria.
Kondisi khusus hipertiroidisme juga ditemukan pada ibu nifas, ditandai
dengan kadar triiodotironin (T3) dan/atau tiroksin (T4) serum yang tinggi dan
kadang TSH serum tidak terdeteksi.
11
jantung (Athavale et al., 2018). Kenaikan enzim-enzim ini menyebabkan
terjadinya peningkatan hantaran impuls dari sistem otonom yang mengatur
detak jantung ke otot jantung. Hal ini mengakibatkan otot jantung
berkontraksi lebih cepat dan sering (Athavale et al., 2018). Selain itu,
hormon tiroid berlebih juga dapat meningkatkan respons sel-sel jantung
terhadap katekolamin seperti adrenalin dan noradrenalin. Respons sel-sel
jantung yang dipicu hormon simpatis menjadi lebih kuat. Akhirnya,
frekuensi detak jantung akan meningkat (Wasanwala et al., 2018).
3. Kecemasan : Pasien juga mengeluhkan kecemasan dan rasa bosan. Hal ini
diperkirakan karena efek stimulasi sistem saraf pusat oleh hormon tiroid
berlebih sehingga menyebabkan gejala neuropsikiatri seperti
ketidaktenangan. Ada banyak sekali faktor yang menjadi seorang penderita
12
hipertiroid mengalami kecemasan salah satunya karena tadi yaitu
merasakan jantung berdebar sehingga stressor menjadi naik dan membuat
cemas akhirnya dengan kondisi tersebut pasien kerap mengalami
kecemasan. (bauer et al., 2002)
2.8 Diagnosis
Saat ini, pemeriksaan TSH assay generasi ketiga merupakan tes terbaik
untuk melihat fungsi hormon tiroid pada tingkat seluler. Perubahan kecil
pada fungsi tiroid akan menyebabkan perubahan pada kadar TSH. Kadar
normal TSH adalah 0,4–0,5 miliunit/L. Rehatta NM, Hanindito E, Tantri
AR, Redjeki IS, Soenarto RF, Bisri DY, et al. 2019. Anestesiologi dan
Terapi Intensif, Buku Teks KATI-PERDATIN, edisi pertama. Gramedia:
Jakarta. berikut tabel yang merupakan salah satu peneliti yang merumuskan
terjadinya hipertiroid pada pasien dengan memiliki ci-ciri dan hasil sebagai
berikut :
2.9Komplikasi
13
1. Osteoporosis
Hiperaktivitas hormon tiroid dapat menyebabkan penurunan mineral tulang
seperti kalium dan fosfor. Hal ini berhubungan dengan peningkatan resorpsi
tulang yang diperantarai osteoclast (Kung & Kung, 2019). Jika tidak diobati,
dapat meningkatkan risiko terjadinya patah tulang (Chang et al., 2021).
14
• Penyakit Graves disebabkan oleh kelebihan produksi autoantibodi
terhadap reseptor stimulasi hormon timus (TSH-R) di kelenjar tiroid
dan jaringan orbita mata.
• Autoantibodi TSH-R ini memicu aktivasi sel T dan B serta
pelepasan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-1β di jaringan
orbita.
• Sitokin proinflamasi ini menyebabkan peradangan dan
pembengkakan otot dan jaringan pelindung mata, menimbulkan
gejala klasik Graves' ofthalmopathy seperti pembengkakan kelopak
mata.
• Sedangkan di kelenjar tiroid, autoantibodi TSH-R menstimulasi
pelepasan hormon T3 dan T4 secara berlebih, menimbulkan
hipertiroidisme.
• Oleh karena melibatkan autoantibodi yang sama (TSH-R), Graves'
ofthalmopathy sering muncul bersamaan dengan hipertiroidisme
akibat penyakit Graves.
3. Dermatomiositis
Kondisi ini ditandai dengan peradangan otot yang ditandai pelepasan enzim
mioglobin ke dalam aliran darah (Betterle & Greggio, 2019). Biasanya
terjadi pada pasien hipertiroid karena Graves disease (Komura et al., 2019).
15
• Oleh karena melibatkan mekanisme autoimun yang serupa,
dermatomiositis cenderung muncul pada pasien Graves' disease.
4. Anemia
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah akibat
hipermenstruasi maupun pertumbuhan jaringan yang cepat (Jiskrova et al.,
2021).
16
pasien mengalami tingkat keparahan bervariasi yang memerlukan terapi tambahan
seperti obat antihipertensi dan diuretik (Iervasi et al., 2020).
Kesimpulan penelitian menunjukkan hipertiroidisme dapat menyebabkan
kardiomiopati berat yang berpotensi berbahaya bagi jantung. Pengendalian
hipertiroidisme secara optimal sangat penting untuk mencegah terjadinya
komplikasi kardiak serius.
17
● Tes Kadar Hormon Tiroid Bebas/Total:
Pemeriksaan fT4 dan fT3 menunjukkan kadar hormon tiroid bebas yang
tinggi (>1.4 ng/dL untuk fT4 dan >3 pg/mL untuk fT3) (Gim et al., 2021).
Pemeriksaan Kadar Hormon Tiroid Bebas/Total
· Hormon tiroid yang dievaluasi meliputi fT4 (free thyroxine/thyroxine
bebas) dan fT3 (free triiodothyronine). Dilakukan dengan cara :
1. Spesimen yang dikumpulkan adalah serum seperti pada
pemeriksaan TSH.
2. Metode pengujian yang umum digunakan adalah competitive
binding assay atau ELISA kompetitif.
3. Pada competitive binding assay, antigen fT4/fT3 diberi label
radioaktif atau enzim. Sejumlah antigen label dicampur dengan
serum pasien.
4. Antibodi khusus fT4/fT3 dicampurkan. Antibodi akan berikatan
dengan antigen dalam serum atau antigen label.
5. Semakin tinggi kadar fT4/fT3 dalam serum pasien, semakin sedikit
antigen label yang terikat antibodi.
6. Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk akan dipisahkan,
kemudian diukur aktivitas labelnya. Rasio hasil pasien dengan
kontrol menunjukkan kadar fT4/fT3.
7. Nilai acuan: fT4 0,8-2 ng/dL dan fT3 2,3-4,2 pg/
● Pemeriksaan Antibodi Penyakit Tiroid:
Pemeriksaan TRAbs, TPOAbs, TGAbs berguna untuk mengetahui
penyebab hipertiroid seperti Graves atau Hashimoto (Caturegli et al.,
2014).
18
4. Serum pasien dicampur dengan antigen label. Jika ada antibodi spesifik,
akan terbentuk imunokompleks.
5. Imunokompleks tersebut kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi.
Aktivitas label diukur sebagai ukuran kadar antibodi.
6. Pada EIA, antigen ditandai enzim seperti peroksidase. Imunokompleks
akan bereaksi dengan substrat dan menghasilkan produk berwarna.
7. Intensitas warna diukur dan proporsional dengan kadar antibodi.
8. Hasil diperbandingkan dengan control dan dinyatakan dalam IU/mL. Nilai
acuan Bervariasi tergan
19
BAB III
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. Z DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HIPERTIROID
3.1 Pengkajian
I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. Z Nama : Tn. A
Umur : 47 Tahun Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-Laki
Aga ma : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S2 Pekerjaan : Dosen
Pekerjaan : Dosen Alamat : Komplek Orchid
Gol. Darah : AB Hubungan dengan Klien :Suami
Alamat : Komplek Orchid
20
dada, klien mengeluhkan sakit pada kepala yang berdenyut-denyut, bila serangan timbul
dapat disertai rasa mual dan muntah, klien juga sering berkeringat walau sedang tidak
melakukan aktivitas, klien mengalami penurunan berat badan walaupun nafsu makan klien
meningkat dan klien sering merasakan lapar, klien mengalami penurunan berat badan dari
70 kg menjadi 55 kg dalam waktu 6 bulan terakhir, namun sejak akhirakhir ini klien nafsu
makan klien menurun dan makan lebih sedikit, klien juga merasa lemas dan sedikit gemetar
di kedua jari jari tangan, klien merasa cepat lelah walau hanya melakukan aktivitas yang
sederhana, klien mengeluhkan mata melotot yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu,
keluhan ini diawali dengan mata kanan dan disusul dengan mata kiri, pandangan menjadi
sedikit kabur dan terasa berkunang-kunang. Sebelum keluhan yang terjadi dalam 1 tahun
terakhir ini, pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Klien merasa lemas dan sedikit gemetar di kedua jari jari tangan.
21
Pola pemenuhan kebutuhan Makan/Minum Makan/Minum
nutrisi dan cairan (Makan dan Jumlah: 1 porsi Jenis: Jumlah: ½ porsi Jenis:
Minum ) - Nasi: Putih - Nasi: Bubur
- Lauk: Ayam goreng - Lauk: Ikan salmon
- Sayur: Sayur asem - Sayur: Sop brokoli
- Minum: Air putih - Minum: Air putih
- Pantangan: Makanan yang
mengandung kadar yodium
terlalu tinggi
BAB: BAB:
Jumlah: 1x/hari
Jumlah: 2x/hari Warna: Kuning
Warna: Kuning Bau: Khas feses
Bau: Khas feses Konsistensi: Konsistensi: Khas feses
Khas feses Masalah cara mengatasi Tidak
Masalah cara mengatasi: Tidak ada
ada
22
Pola Kebersihan Diri (PH) Frekuensi mandi: 2x/hari Frekuensi mandi: Tidak pernah
Frekuensi mencuci rambut: Frekuensi mencuci rambut: Tidak
2x/minggu pernah
Frekuensi gosok gigi: 2 kali Frekuensi gosok gigi: 2 kali sehari
sehari Keadaan kuku: Bersih Ganti
Keadaan kuku: Bersih Ganti baju: 1x/hari
baju: 2x/hari
Aktivitas Lain Aktivitas luang yang biasa Aktivitas luang yang biasa
dilakukan oleh klien: dilakukan oleh klien:
- Jogging santai - Membaca buku
- Membaca koran - Menonton televisi
2. Riwayat Psikologi
Emosi klien stabil, tetapi klien mengatakan klien selalu gelisah dan panik disaat
penyakitnya kambuh
3. Riwayat Sosial
Pasien mengatakan bahwa tempat tinggal nya bersih
4. Riwayat Spiritual
Kebutuhan beribadah pasien terpenuhi, tidak adanya masalah dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual
C. Pemeriksaan Wajah
23
- Mata
Mata klien eksoflamus
- Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, tidak ada pembengkokan, tidak ada
pendarahan, tidak ada sekret, tidak ada lesi, tidak tampak pembesaran
polip, fungsi penciuman klien baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,
palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Mulut
Bentuk hidung simetris, warna bibir pucat, tidak ada lesi, mukosa bibir
kering, keadaan gigi,gusi dan lidah kotor, tidak terpasang gigi palsu, tidak
ada peradangan gusi, warna lidah putih, tidak ada pendarahan dan tidak
ada abses, rongga mulut tercium bau
- Telinga
Bentuk telinga simetris, ukuran telinga normal, tidak ada lesi, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada peradangan, tidak ada penumpukan serumen, fungsi
pendengaran klien baik.
D. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
Bentuk kepala bulat, simetris, dan normal dengan kulit kepala yang bersih,
tidak ada lesi, serta dengan warna yang normal, Kondisi leher pasien terdapat
adanya pembesaran kelenjar tiroid
E. Pemeriksaan Thoraks/dada
Pemeriksaan dada klien simetris, normal, tidak adanya kelainan dan lesi, namun klien
dapat merasakan sesak pada dada
F. Pemeriksaan Abdomen
I: Pemeriksaan abdomen normal tidak adanya luka terbuka, nyeri tekan, dan bengkak
A: Peristaltik 10x/ menit
P: Suara tympani
P: Tidak terdapat nyeri tekan
G. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
Pemeriksaan genetalia normal. tidak ada perdarahan, luka terbuka, nyeri tekan, bengkak
H. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang
Punggung klien normal, tidak ada kelainan, lesi, serta pembengkakan
I. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
24
Atas : Tidak ada kelainan bentuk pada tulang dan tangan (anggota gerak atas) Bawah :
Adanya luka diabetes pada kedua kaki klien
J. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/tengorokan
Bentuk telinga pasien normal, dan pasien tidak memakai alat bantu
Posisi hidung pasien simetris dengan 2 lubang hidung dan cuping hidung normal, pasien
tidak memakai alat bantu.
K. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pasien memiliki dua mata dengan posisi simetris dan tidak ada kelainan dengan
konjungtiva dan selera normal, namun penglihatan klien sedikit kabur,
L. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
- Nervus Olfaktorius/N I: Kemampuan menghidu pasien cukup baik - Nervus
Optikus/N II : Pasien dapat membaca dengan baik.
- Nervus Aksesorius/N XI: Pasien dapat mengangkat bahu dan menahan pada
bahunya.
- Nervus Hipoglasus/NXII : Gerakan lidah pasien terkoordinasi, pasien mampu
melakukan pronasi dan supinasi dengan baik pada telapak tangan, kekuatan
otot pasien
M. Pemeriksaan Kulit/Integument
Kondisi kulit klien pada bagian atas normal, tidak ada lesi, pembengkakan, nyeri, serta
warna kulit normal
25
Kondisi kulit klien pada bagian bawah terdapat luka dan lesi yang disebabkan oleh
penyakit diabetes tersebut
N. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik
1) DARAH LENGKAP :
Leukosit : 9.300. ( N : 3.500 – 10.000 / μL )
Eritrosit : 3,66 ( N : 1.2 juta – 1.5 juta μL )
Trombosit : 284.000 ( N : 150.000 – 350.000 / μL )
Haemoglobin : 11,6 ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Haematokrit : .35.0 ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
MCV: 80 (N: 80-100 gr/dl)
MCH: 28 (N: 27-31 gr/dl)
MCHC: 35
(32-36 gr/dl) 2)
KIMIA DARAH
:
Ureum : 76 ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : 2.8 ( N : 07 – 1.5 mg / dl )
SGOT :6 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 5 ( N : 3 – 19 )
BUN : 20. ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : 1,9 ( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : 6,7 ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )
GDS : 431 ( N : 100 mg/dl )
TSH: 0,006 (N: 0,5 UlU/ml)
T3: 5,56 (N:80-180 mg/dl)
T4: 18,2 (N: 4,6-12 mg/dl)
3) ANALISA ELEKTROLIT :
Natrium : 136 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium :4,6 ( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
Clorida : 99,8 ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : 10,0 ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )
Phospor : 3,5. ( N : 2.5 – 7.07 mg / dl )
26
1. Klien mengatakan bahwa jantungnya sering berdebar-debar
2. Klien mengatakan bahwa sering mengalami sesak
3. Klien mengatakan bahwa sering mengalami sakit kepala berdenyut
4. Klien mengatakan bahwa mengalami mual muntah
5. Klien mengatakn bahwa sering berkeringat
6. Klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan berat badan
dalam kurun waktu 6 bulan terakhir
b. Data objektif
1. Klien tampak lemas
2. Terdapat penurunan berat badan pada klien
3. Tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid pada leher klien
4. Mata klien tampak melotot
5. Mata eksoftalmus
6. Jari-jari pada tangan klien bergemetar
7. TTV klien:
TD: 140/70 mmHg
N: 120x/ menit
RR: 24x/ menit
S: 36,7 C
TSH : 0,006 uIU/ml, T3 5,56 mg/dl, T4 18,2 mg/dl.
27
- Klien mengatakan merasa Efek pada SSP Keletihan (
lemas dan mudah Lelah Do ↓ D. 0057 )
Kecepatan sinapis saraf meningkat
:
↓
- Klien tampak lemas Penderita kelelahan terus
↓
- Jari-jari tangan klien
Keletihan
bergemetar
2. Ds :
- Klien mengatakan sering Efek pada SSP Ansietas ( D.
0030 )
mengalami sakit kepala ↓
berdenyut Kecepatan sinapsis saraf meningkat
Do :
- Jari-jari klien tampak
gemetar
3. Ds :
28
- Klien mengatakan sering Efek pada gastroenteritis Risiko
mengalami mual muntah ↓ Ketidakseimbangan
Nafsu makan meningkat tapi
Elektrolit
- Klien mengatakan sakit pembakaran kalori meningkat, karena
metabolisme basal meningkat ( D. 0037 )
kepala berdenyut
↓
- Klien mengatakan adanya Motilitas usus meningkat, mual muntah
penurunan BB selama 6 ↓
bulan terakhir BB turun
↓
- Klien mengatakan nafsu Risiko ketidakseimbangan elektrolit
makan meningkat dan
sering merasa lapar Do :
4. Ds :
- Klien mengatakan jantung Produksi hormone tiroid meningkat Penurunan Curah
nya sering berdebar-debar ↓ Jantung
Peningkatan metabolic tubuh ( D. 0008 )
↓
Peningkatan kerja jantung
5. Ds :
29
- Klien mengatakan Hipertiroidisme Resiko Gangguan
penglihatan matanya sedikit ↓ Integritas Kulit/Jaringan
Peningakatan produksi T3 dan T4 ( D. 0139)
kabur dan berkunang-
↓
kunang
Peningkatan pembentukan limfosit
- Klien mengatakan kedua ↓
Edema jaringan retro orbita
matanya melotot ke kanan
↓
dan ke kiri sejak 6 bulan Eksoftalmus
lalu Do : ↓
Protusi bola mata menarik saraf optic
- Mata eksoftalmus
↓
Gangguan penglihatan
↓
Risiko gangguan integritas kulit /
jaringan
4. D. 0008 Penurunan curah jantung b.d Klien mengatakan jantung nya sering
berdebar-debar, merasa lemas dan mudah Lelah, Nadi 12x / menit, TSH 0,006
uIU/ml.
5. D. 0139 Resiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan d.d Mata eksoftalmus,
Klien mengatakan penglihatan matanya sedikit kabur dan berkunang-kunang,
30
klien mengatakan kedua matanya melotot ke kanan dan ke kiri sejak 6 bulan
lalu
31
1. Keletihan b.d kondisi Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
fisiologis d.d jari – jari perawatan / adanya gangguan
- Identifikasi gangguan
tangan klien
intervensi fungsi tubuh yang tubuh klien yang
bergemetar, klien
tampak lemas dan keperawatan selama mengakibatkan dapat mengakibatkan
mengatakan mudah 2 x 24 jam, kelelahan kelelahan
Lelah. ( D. 0057 ) diharapkan tingkat
- Monitor kelelahan Dapat mengetahui
keletihan menurun
fisik dan emosional kelelahan fisik
dengan kriteria hasil -
serta emosional
: - Monitor pola dan jam
tidur klien
a) Verbalisasi
Dapat mengetahui
kepulihan - Monitor lokasi dan
pola dan jam tidur
energi (2-5) ketidaknyamanan -
klien
selama melakukan
b) Tenaga (2-5) Dapat mengetahui
aktivitas Terapeutik :
c) Kemampuan lokasi dan
melakukan - Sediakan lingkungan -
kenyamanan klien
nyaman dan rendah
aktivitas rutin selama melakukan
stimulus
(2-5) aktivitas
- Lakukan Latihan
Agar klien merasa
rentang gerak pasif
lebih rileks serta
atau aktif -
dapat mempercepat
- Berikan aktivitas
siklus penyembuhan
distraksi yang
menenangkan sakit klien
Edukasi : Agar klien dapat
melakukan aktivitas
secara
32
- Anjurkan tirah baring - bertahap
dengan
- Anjurkan melakukan
segala strategi yang
aktivitas secara telah di
bertahap ajarkan oleh
33
2. Ansietas b.d faktor Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
fisiologis d.d Klien perawatan / intervensi - Identifikasi saat adanya tanda-tanda
mengatakan sering keperawatan, ansietas berubah ansietas pada klien
mengalami sakit kepala diharapkan tingkat
- Monitor - Agar pasien merasa
berdenyut, jantung ansietas menurun
tandatanda lebih
sering berdebar-debar, dengan kriteria hasil :
ansietas Terapeutik : tenang
sering berkeringat dan
- Palpitasi (2-
jari – jari tangan klien - Ciptakan suasana - Untuk mengetahui
5) perasaan klien saat
bergemetar. terapeutik untuk
- Diaporesis menjalani terapi
menumbuhkan Untuk meningkatkan
( D. 0030 ) (2-5) kepercayaan - pengetahuan tentang
- Tremor (2-
pengobatan yang
5) - Temani pasien unruk akan dijalani oleh
mengurangi klien
kecemasan
ansietas
- Monitor tandatanda
ansietas
- Motivasi
mengidentifikasi
34
situasi yang
memicu kecemasan
Edukasi :
- Jelaskan prosedur,
termasuk
sensasi yang
mungkin
dialami
- Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Latihan
kegiatan
pengalihan
- Latihan
Teknik
relaksasi Kolaborasi
:
- Kolaborasi
pemberian obat
anasietas
35
3. Risiko Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
Ketidakseimbangan perawatan / intervensi - Identifikasi adanya penyebab
Elektrolit d.d mual keperawatan kemungkinan ketidakseimbangan
muntah, nafsu makan diharapkan fungsi penyebab elektrolit pada
meningkat, BB turun gastrointestinal ketidakseimbangan klien
dari 70kg menjadi 55kg membaik dengan elektrolit Untuk mengetahui
-
adanya mual dan
( D. 0037 ) kriteria hasil : - Monitor mual dan
muntah pada klien
- Mual (2-5) - muntah
Untuk mengetahui
Muntah (2- - Monitor - berapa banyak
5) kehilangan cairan cairan yang telah
(2-5) klien
Terapeutik :
36
4. Penurunan curah Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
jantung b.d Klien perawatan / - Identifikasi adanya tanda dan
mengatakan jantung tanda/gejala primer gejala primer
intervensi
nya sering penurunan curah penurunan
keperawatan,
berdebardebar, sering jantung curah
diharapkan curah
mengalami sesak, - Identifikasi jantung pada klien
jantung meningkat -
merasa lemas dan tanda/gejala sekunder Untuk mengetahui
dengan
mudah Lelah, Nadi penurunan curah adanya tanda dan
kriteria hasil :
jantung gejala sekunder
12x / menit, TSH 0,006
- Palpitasi (2- penurunan
uIU/ml. - Monitor BB setiap
5) curah
( D. 0008 ) hari pada waktu yg
- Takikardia
-
sama jantung klien
(2-5)
Untuk mengetahui
- Lelah (2-5) - Monitor
ada atau tidaknya
- Dispnea (2- keluhan nyeri
peningkatan pada
5) dada Terapeutik :
- berat badan klien
- Posisikan pasien Untuk mengetahui
semi-fowler atau adanya keluhan
fowler dengan kaki nyeri dada pada
kebawah atau posisi
klien
nyaman -
Agar klien dapat
- Berikan diet jantung lebih nyaman serta
yang sesuai Edukasi : dapat meminimalisir
terjadinya sesak
Agar kondisi klien
semakin membaik
-
37
- Anjurkan - dengan adanya
beraktivitas fisik pemberian diet
sesuai toleransi yang diberikan Agar
- Anjurkan aktivitas perawat dapat
fisik secara bertahap mengetahui
peningkatan kualitas
- Ajarkan pasien dan
klien dengan
keluarga mengukur -
gerak yang dilakukan
BB harian
Kolaborasi : Agar klien
mendapatkan
- Rujuk program ke
perawatan lebih
rehabilitasi jantung
intensif dari tenaga
Kesehatan lain
38
3.4 Implementasi dan evaluasi keperawatan
No. Dx Tgl/jam Implementasi Evaluasi Paraf
- Mengidentifikasi gangguan S:
D. 0057 12 Feb 2023 - Klien mengatakn
fungsi tubuh yang
Keletihan mudah Lelah
07.00–08.00 mengakibatkan kelelahan
meskipun melakukan
- Memonitor kelelahan fisik dan
aktivitas ringan
emosional
13 Feb (sudah menurun)
2023 - Memonitor pola dan jam
tidur O:
07.00–08.00
- Memonitor lokasi dan - Klien tampak lemas
ketidaknyamanan selama (sudah meningkat) A :
melakukan aktivitas semua masalah
teratasi
P : intervensi dihentikan
39
D. 0030 Ansietas 12 Feb 2023 - Mengidentifikasi saat ansietas S:
07.00 – 08.00 berubah - sering
berkeringat
- Memonitor tanda-tanda ansietas
(sudah menurun)
- Menciptakan suasana terapeutik - jantung berdebar-
untuk menumbuhkan debar (sudah menurun)
kepercayaan O:
- Memotivasi
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
- Menginformasikan secara
factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
40
- Mengidentifikasi S:
D. 0037 12 Feb 2023 kemungkinan penyebab - Klien menatakan nafsu
Risiko 07.00–08.00 ketidakseimbangan makan meningkat
ketidakseimbangan (sudah menurun)
elektrolit
elektrolit - Memonitor mual dan muntah
O:
- Memoonitor kehilangan cairan
- BB turun (70-55)
13 Feb 2023 - Mengatur interval waktu
- Klien mual dan muntah
07.00–08.00 pemantauan sesuai dengan
(sudah
kondisi pasien
menrun)
- Mendokumentasikan hasil
A : semua masalah
pemantauan
Teratasi
P : intervensi dihentikan
- Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Mengidentifikasi tanda/gejala S:
D. 0008 12 Feb 2023 primer penurunan curah jantung - Jantung sering
Penurunan curah berdebar-debar (sudah
jantung 07.00–08.00
menurun)
41
- Mengidentifikasi tanda/gejala O:
sekunder penurunan curah - Nadi 96x /
jantung menit,
13 Feb 2023 - TSH 0,003
- Memonitor BB setiap hari pada
07.00–08.00 uIU/ml. A : semua
waktu yg sama
masalah
- Memonitor keluhan nyeri dada
teratasi
- Memposisikan pasien P : intervensi
semifowler atau fowler dengan dihentikan
kaki kebawah atau posisi
nyaman
- Menganjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
- Menganjurkan aktivitas fisik
secara bertahap
harian
- Merujuk program ke
rehabilitasi jantung
42
- Evaluasi ketajaman mata S: Penglihatan
D. 0139 12 Feb 2023 - Ajarkan klien meninggikan mata sedikit
Resiko Gangguan 07.00–08.00 bagian kepala saat tertidur kabur dan
Integritas berkunang-kunang (sudah
-Anjurkan klien menggunakan
Kulit/Jaringan berkurang)
kacamata gelap Ketika
O: Mata melotot
terbangun (sudah mulai Kembali
13 Feb 2023 -Berikan obat sesuai indikasi seperti semula)
07.00–08.00 A: Semua masalah
teratasi
P: Intervensi dihentikan
43
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
hipertiroid merupakan suatu kelebihan sel tiroid yang diproduksi
oleh tubuh, umumnya hipertiroid terjadi pada perempuan karena ada unsur
dalam tubuh yang berbeda. kasus hipertiroid merupakan kasus terbesar
kedua pada sistem endokrin setelah DM, hal ini menjadikan bahwa kasus
ini perlu diperhatikan. kasus hipertiroid yang terdapat pada masyarakat
memiliki sangatlah beragam manifestasi dalam kasus ini belum banyak
ditemukan karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai dampak yang
terjadi. tanda dan gejala kasus hipertiroid pun sangatlah umum terjadi dalam
masyarakat menganggapnya hal biasa padahal memiliki dampak yang
sangat berbahaya bagi tubuh.
4.2 saran
Dalam makalah ini penulis menyarankan kepada pembaca bahwa
dalam memperhatikan kasus hipertiroid yang terjadi, sehingga dengan
materi ini pembaca bisa memperhatikan apa saja hal yang perlu diperhatikan
dan dilakukan. pembaca juga diharapkan dapat mengekspor ilmu dari
referensi yang lain tidak terpaku dari ini, tetapi penulis juga mengharapkan
saran yang membangun dari pembaca agar bisa memperbaiki dan
menjadikan materi ini lebih baik lagi kedepannya.
44
DAFTAR PUSTAKA
Anidha, Yusrita, Ayu, Wilis Cahyaning, Sari, Nur Mufida Wulan, &
Nadhiroh, Siti Rahayu (2023). Risk Factors and Clinical
Manifestations in Hyperthyroidism: Case Report. Amerta
Nutrition, 7(2), 344-351, ISSN 2580-9776, Universitas
Airlangga, https://doi.org/10.20473/amnt.v7i2sp.2023.344-
351
Betterle, C., & Greggio, N. A. (2019). Clinical review: Recent insights into
the association of Graves' disease and myopathy. The
Journal of clinical endocrinology and metabolism, 104(6),
2111–2119. https://doi.org/10.1210/jc.2018-02689
Caturegli, P., De Remigis, A., & Rose, N. R. (2014). Hashimoto
thyroiditis: clinical and diagnostic criteria. Autoimmunity
reviews, 13(4-5), 391–
397. https://doi.org/10.1016/j.autrev.2014.01.058
45
Chang, K. T., Su, W. T., Tzeng, M. C., Pei, D., & Wu, C. Y. (2021).
Association of increased fracture risk with Graves' disease:
A population-based cohort study. Journal of bone and
mineral research : the official journal of the American
Society for Bone and Mineral Research, 36(2), 326–333.
https://doi.org/10.1002/jbmr.4167
Hall JE. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology, 13th
edition. Elsevier: Philadelphia.
Jiskrova, S., Klabnikova, I., Celec, P., Kubovcakova, L., Petraskova, P.,
Cacanyiova, S., & Hlincikova, L. (2021). Anemia in
hyperthyroidism - More than just red blood cell count.
Medical science monitor : international medical journal of
experimental and clinical research, 27, e932949.
https://doi.org/10.12659/MSM.932949
Komura, K., Isono, T., Terada, K., Furuta, J., Hirose, S., & Ohye, H. (2019).
Dermatomyositis-like symptoms: An unusual presentation
of Graves' disease. The Journal of clinical endocrinology and
metabolism, 104(12), 6267–6271.
https://doi.org/10.1210/jc.2019-00067
Kung, A. W., & Kung, A. (2019). Bone health in thyroid disorders. Best
practice & research. Clinical endocrinology & metabolism,
33(2), 101288. https://doi.org/10.1016/j.beem.2018.11.005
46
Marcocci, C., Kahaly, G. J., Krassas, G. E., Bartalena, L., Prummel, M.,
Stahl, M., Altea, M. A., Nardi, M., Pitz, S., Boboridis, K.,
Sivelli, P., von Arx, G., Mourits, M. P., Baldeschi, L.,
Bignardi, T., Marinó, M., & Bartley, G. B. (2011). Selenium
and the course of mild Graves' orbitopathy. The New
England journal of medicine, 364(21), 1920–1931.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa1012827
McComsey, D. F., & Taylor, R. (2021). Diagnosis and management of
hyperthyroidism. American family physician, 103(8), 487–
494.
Nakahara, D., Shimizu, K., Obi, Y., & Saito, J. (2020). Ultrasonography as
a useful imaging modality for evaluation and follow-up of
thyroid nodules. International journal of endocrinology,
2020, 8838295. https://doi.org/10.1155/2020/8838295
Wang, J., Liu, C., Wang, X., Li, J., Teng, W., Fan, R., & Weng, J. (2021).
Establishment of optimal cutoff values for thyroid function
tests in the Chinese elderly population. Experimental and
therapeutic medicine, 21(5),
431. https://doi.org/10.3892/etm.2021.9948
47
Wiersinga, W. M. (2018). Graves’ hyperthyroidism (Chapter 17). In W. M.
Wiersinga (Ed.), Graves’ Orbitopathy: A Multidisciplinary
Approach – Questions and Answers (2nd ed., pp. 159–167).
Karger Publishers.
48