Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KMB II

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN (HIPER DAN HIPOPARATIROID)

OLEH KELOMPOK 4
1. LESTARI NOVIANTI
2. ANI CANDRA LESTARI
3. ANGGI WIDYA LESTARI
4. BAIQ ITA FITRIANA
5. DINA ISLAMIATI
6. ANNISA YULIANA P
7. FITRIA FEBRIANTI
8. IMELDA SYAHRILIA N
9. I MADE MARGITA
10. DEWI SRI WISUDAWATI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019

i
KATA PENGANTAR

Assamualaikum,Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat,taufik,serat hidayah-Nya Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT,atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelessaikan tugas dengan baik,tepat waktunya yang berjudul “Gangguan system
Endokrin(hiper dan hipoparatiroid)”.makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata
kuliah KMB II.dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimah kasih yang sebesar
besarnya kepada:
1. Ibu Heni Marlina R,Ners.,M.Kep selaku dosen pengampuh mata kuliah KMB II
2. Rekan rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,baik dari segi penulisan,bahasa ataupun penyusunannya.oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,khususnya dari dosen pengampuh
mata kuliah KMB II menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik
dimasa yang akan datang.

Mataram,08 Mei 2019


Penyusun

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan fisiologi kelenjar paratiroid
B. Konsep dasar
1. Konsep dasar penyakit hiperparatiroid
a. Definisi………………………………………………………… 4
b. Etiologi………………………………………………………… 7
c. Faktor resiko…………………………………………………… 9
d. Patofisiologi ………………………………………………….. 9
e. Manifestasi klinis ……………………………………………... 11
f. Pemeriksaan diagnostic……………………………………….. 13
g. Penatalaksanaan……………………………………………….. 15
2. Konsep dasar asuhan keperawatan………………………………… 18
C. Konsep
1. Konsep dasar penyakit hipoparatiroid
a. Definisi………………………………………………………… 22
b. Etiologi………………………………………………………… 23
c. Faktor resiko…………………………………………………… 23
d. Manifestasi klinis ……………………………………………… 23
e. Patofisiologi……………………………………………………. 24
f. Pemeriksaan diagnostic………………………………………... 26
g. Penatalaksanaan……………………………………………….. 27
2. Konsep asuhan keperawatan hipoparatiroid………………………. 29
BAB III PENUTUP
iii
A. Kesimpulan …………………………………………………………… 32
B. Saran …………………………………………………………………... 32
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem endokrin merupakan suatu sistem yang bekerja dengan perantaraan zat- zat
kimia (hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan
kelenjar buntu (sekresi interna) yang mengirim hasil sekresinya langsung masuk ke dalam
darah dan cairan limfe, beredar ke dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus (saluran).
Permukaan sel kelenjar menempel pada dinding stenoid/kapiler darah. Hasil sekresinya
disebut hormon. Hormon merupakan bahan yang dihasilkan tubuh oleh organ yang
memiliki efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas organ tertentu, yang disekresi oleh
kelenjar endokrin, diangkut oleh darah ke jaringan sasaran untuk mempengaruhi atau
mengubah kegiatan alat atau jaringan sasaran.
Sistem endokrin sendiri terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin dan bekerja sama
dengan sistem saraf, memiliki peranan penting dalam pengendalian kegiatan organ-organ
tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan suatu zat yang disebut dengan hormon. Kelenjar
endokrin terdiri dari kelenjar hipofisis (pituitari), tiroid, paratiroid, adrenal, pulau-pulau
Langerhans pankreas, ovarium dan testis. Dari masing-masing kelenjar tersebut,
menghasilkan masing-masing hormon yang memiliki fungsi masing-masing pula.
Dalam makalah ini akan dibahas terkait dengan kelenjar paratiroid, yaitu
hiperparatiroid dan hipoparatiroid yang mana hiperparatiroid adalah kelenjar yang
menghasilkan hormon paratiroksin yang diperlukan untuk menaikkan kadar kalsium.
Produksi hormon paratiroid akan meningkat apabila kadar kalsium di dalam plasma
menurun dalam keadaan fisiologi normal. Sedangkan hipoparatiroid adalah gabungan gejala
dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja anatomi fisiologi kelenjar paratiroid ?
2. Bagaimana konsep dasar penyakit dan konsep asuhan keperawatan dari hiperparatiroid?
3. Bagaimana konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan dari
hipoparatiroid?

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID


1. Anatomi

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus


pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus
pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang
membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus
pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang
menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat
bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral
kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum.
Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang
terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar
tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan

2
jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di
mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3
milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak
coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung
sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus
retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi
hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar
mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya
Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel
ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda,
sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini
mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi
sejumlah hormon.
2. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH)
yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam
darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat
sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan
absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan
melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran
utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.
(R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
Adapun beberapa fungsi kelnjar paratiroid adalah sebagai berikut :
1. Memlihara konsentrasi ion kalsium yang tetap pada plasma dalam tubuh yang
sempit meskipun terdapat variasi-variasi yang luas.
2. Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfat oleh ginjal,mempunya efek terhadap
reabsorbsi tubuler dari kalsium dan sekresi fosfat.
3. Mempercepat absorbs kalsium di intestinal
4. Jika pemasukan kalsium berkurang,hormone paratiroid menstimulir reabsorbsi

3
tulang sehingga menambah kalsium dalam darah
5. Dapat menstimulir trasnpor kalsium dan fosfat melalui membrane dari
mitokondria.
B. KONSEP DASAR
1. Hiperparatiroid
a. Definisi
Hiperparatiroid adalah produksi berlebihan hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid, ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan pembentukan batu ginjal, yang
mengandung kalsium. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hiperparatiroid merupakan produksi berlebihan dari kelenjar paratiroid
yang mengakibatkan level kalsium di dalam darah meningkat. Biasanya
peningkatan kadar hormon paratiroid disebabkan oleh tumor kelenjar paratiroid
atau kelenjar lain. Akibat hormon paratiroid yang berlebihan, reasorpsi tulang
distimulasi sehingga kadar kalsium dalam serum tinggi. Kadar fosfat serum yang
rendah menyertai kadar hormon paratiroid yang tinggi. Tulang menjadi rapuh dan
lemah. Banyak terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan lebih dari 50% pasien
dengan hiperparatiroid ditandai dengan adanya batu ginjal. (Better Health
Channel, 2013)
Dari penjelasan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperparatiroid
merupakan produksi berlebihan dari hormon paratiroid (PTH) yang dapat
mengakibatkan kadar kalsium meningkat. Sehingga dapat menimbulkan gejala
seperti nyeri pada tulang dan pembentukan batu di ginjal.
Hiperparatiroid juga dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu :
a. Hiperparatiroid Primer
Adalah penyakit endokrin yang ditandai dengan hipersekresi hormon
paratiroid. Hiperparatiroid primer adalah yang paling tersering.
b. Hiperparatiroid Sekunder
Merupakan kondisi yang terjadi akibat dari stimulasi faktor eksternal terhadap
kelenjar paratiroid untuk meningkatkan sekresi PTH. Pada hiperparatiroid
sekunder tidak pernah ditemukan peningkatan serum kalsium. Hal ini
merupakan konsekuensi dari kondisi hipoparatiroid kronis. Pada kondisi ini

4
hormon paratiroid bekerja pada tulang dan dapat menyebabkan penyakit
tulang yang parah. Biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal dan pasien
dengan diet rendah vitamin D (riketsia). Merupakan komplikasi yang sering
dan serius pada pasien hemodialisis.
c. Hiperparatiroid Tersier
Adalah sekresi berkelanjutan dari jumlah hormon paratiroid yang banyak
setelah terjadi hiperparatiroid sekunder yang berkepanjangan. Pada
hiperparatiroid tersier biasanya terdapat hiperplasia asimetris pada kelenjar
paratiroid. Dapat juga terjadi setelah transplantasi ginjal.
Dari klasifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperparatiroid
primer merupakan kejadian yang paling sering dan kerusakan diakibatkan
karena adanya kerusakan pada kelenjar paratiroid sendiri. Sedangkan pada
hiperparatiroid sekunder, diakibatkan karena kerusakan pada organ lain yang
menyebabkan kerusakan kelenjar paratiroid. Dan hiperparatiroid tersier,
diakibatkan kerusakan pada kelenjar paratiroid sendiri dan kerusakan akibat
dari organ lain, sehingga hiperparatiroid tersier merupakan gabungan antara
hiperparatiroid primer dan sekunder.
b. Epidemiologi
Dalam jurnal Hyperparathyroidism (Fraser, 2009) menjelaskan bahwa
penyebab tersering dari hiperparatiroid adalah adenoma pada kelenjar (75-
85%), kelenjar multi adenoma (2 kelenjar 2-12% kasus, 3 kelenjar <1-2%
kasus, 4 kelenjar atau lebih <1-15% kasus), dan penyebab yang jarang yaitu
karsinoma paratiroid sekitar 1%. Hiperparatiroid primer merupakan penyakit
endokrin ketiga yang umum terjadi. Prevalensi tergantung pada populasi yang
diteliti pada skrening biokimia, ditetapkan prevalensi pada 4.3 per 1000 (di
Swedia), 3 per 1000 (Norwegia), 21 per 1000 (Finlanda, umur 55-75 tahun),
dan 1 per 1000 (Amerika Serikat). Estimasi insiden yang benar sangatlah sulit,
tetapi keseluruhan di negara Inggris, Amerika Serikat dan Swedia tetap
konsisten antara 27 dan 30 per 100.000 orang per tahun.
Dalam jurnal Primary Hyperparathyroidism (Habib dan Camacho,
2010) menerangakan insiden yang sama dengan jurnal di atas. Untuk

5
tambahan, di Amerika Serikat data insiden untuk hiperparatiroid datang dari
populasi berdasrkan penelitian di Rochester, Minnesota. Berdasarkan umur
dan jenis kelamin, di kota tersebut kejadin hiperparatiroid meningkat dari 15
dari 100.000 orang per tahun pada tahun 1965-Juni 1974 ke 129 dari 100.000
orang per tahun. Dan akhirnya mencapai 21.6 dari 100.000 orang per tahun
pada tahun 1993-2001. Saat ini, penyakit ini paling banyak menimpa wanita
menopuse sekiatr umur 55-75 tahun seitar 21 dari 1000 orang dibandingkan
pda populasi umum yaitu 3 dari 1000. Secara keseluruhan, kejadian wanita :
pria adalah 2 : 1, tapi hanya 1 : 1 pada pasien berumur 45 tahun di bawahnya.
Data pada agustus 2010 di Finlandia (Haggi Mazeh et al, 2010) yang
ada di Universitas Wisconsin. Data tersebut menjelaskan terkait dengan
indikasi untuk dilakukan operasi paradektomi, baik pasien dengan
asimptomatik atau simptomatik (gejala pre-operatif). Penelitian dilakukan
lebih banyak partisipan wanita (77%) dibandingkan dengan laki-laki (23%)
dengan rata-rata berumur 57 sampai 61 tahun. Didapatkan data untuk gejala
(simptomatik) yaitu kelelahan (25%), krisis hiperkalemi (4%), nyeri tulang
sendi (5%), kebingungan (2%), nyeri abdomen (0.5%). Sedangkan untuk
gejala yang asimptomatik yaitu kalsium >11.2 mg/dL (27%), osteoporosis
atau fraktur (15%), umur <50 (16%), kalsium urin >400mg/d (10%), fungsi
renal terganggu (5%). Kemudian indikasi untuk dilakukan operasi (sudah
disertai komplikasi) yaitu pasien disertai dengan batu ginjal (15%) dan gejala
neuro-kognitif, seperti gangguan emosi, depresi, penurunan memori (28%).
Data diatas menunjukkan bahwa indikasi operasi kebanyakan dilakukan jika
pasien diketahui memiliki level kalsium >11.2 mg/dL, melaporkan kelelahan
dan gejala neuro-kognitif.
Insiden hiperparatiroid primer diperkirakan terdapat 25-30 kasus per
100.000 orang. Secara individu pada umur 15-65 tahun, angka kejadian
meningkat 7-150 kasus per 100.000 orang. Banyak terdapat pada orang muda,
dan jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Kejadian banyak terjadi pda wanita
2-3 kali lebih tinggi dibandingkan pria. Rata-rata pasien didiagnosis pada
umur 55 tahun dan puncaknya pada umur 40-70 tahun. (Diamond, 2000)

6
c. Etiologi
1. Hiperparatiroid Primer
Disebabkan oleh sekresi PTH yang tidak normal sehingga meimbulkan
hiperkasemia (Taniegra, 2004). Penyebabnya antara lain :
 Adenoma pada salah satu kelenjar paratiroid, penyebab tersering
sekitar 85%
 Hipertrofi pada keempat kelenjar paratiroid (hiperplasia paratiroid)
dan adenoma multipel sekitar 15%
 Karsinoma pada kelenjar palatiroid sekitar <1%
 Radiasi ionisasi secara eksternal pada leher, dengan presentasi yang
minimal
 Mendapatkan terapi garam lithium (untuk psikosis), dapat
menyebabkan overaktif kelenjar paratiroid, dengan aktivitas yang
berlebihan tetap muncul meskipun setelah pemutusan pengobatan
(terapi)
 Sebagian kecil disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar paratiroid yang
dapat diwariskan sekitar 20%
2. Hiperparatiroid Sekunder
Pada hiperparatiroid sekunder, merupakan hasil dari respon
paratiroid secara patofisiologik atau fisiologis pada hipokalsemia yang
berusaha mempertahankan homeostasi kalsium. Berapa penyebabnya
antara lain :
 Gagal ginjal kronis, merangsang produksi hormone paratiroid berlebih,
salah satunya hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena
hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia
paratiroid yang akhirnya berkembang menjadi hiperparatiroid
sekunder
 Kurang efektifnya PTH pada beberapa penyakit (defisiensi vitamin D,
kelainan gastrointestinal).
 Malabsorbsi, pada kelainan hepato bilier
 Kegagalan satu atau lebih komponen dari mekanisme homeostatik

7
kalsium
 Metastase kanker prostat
 Hungry Bone Syndrome
 Genetik (pseudohypoparathyroidsm)
3. Hiperparatiroid Tersier (Idiopatik)
 Perubahan fungsi otonom jaringan paratiroid yaitu hiperparatiroidisme
hypercalcemic
 Hiperparatiroid sekunder yang berlansung lama
 Penyakit ginjal kronis yang berlangsung lama
 Gejala hipokalsemia yang lama (biasanya akibat gagal ginjal kronis),
menyebabkan kelenjar paratiroid menjadi hiperplasia, sekresi yang
berlebihan dari PTH dari kelenjar paratiroid menghasilkan
hiperkalsemia. (Taniegra, 2004)

Menurut (Pallan et al, 2012) berikut beberapa diagnosa yang berbeda dari
hiperkalemia:
Mediasi Hormon Paratiroid Independen PTH
a. Hiperparatiroid primer a. Kanker : sekresi PTH b/d peptide,
b. Familial Hypocalciouric peningkatan kalsitriol, metastase
Hypercalcemia tulang
c. Hiperparatiroid tersier b. Penyakit granulomatous
d. Produksi PTH ektopik oleh c. Intoksinasi vitamin D
tumor d. Obat-obatan : thiazid, lithium,
vitamin A
e. Sindrome Milk alkali
f. Insufisiensi adrenal
g. Hipertiroid
h. Imobilisasi
i. Toksinitas vitamin A
j. Gagal ginjal kronis

8
d. Faktor Resiko
Faktor yang dapat menyebabkan hiperparatiroid meliputi:
 Usia lebih dari 50 tahun
 Wanita yang mengalami menopouse, mengalami penurunan estrogen yang
dapat memicu penurunan vitamin D, sehingga menyebabkan reabsorbsi
kalsium meningkat
 Riwayat kelaurga yang diturunkan seperti multiple neoplasma endokrin
tipe, Familial Hypocalciuric Hypercalcemia
 Seseorang dengan hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
 Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal
menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
 Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), dan nefrolitiasis
 Pada pasien dengan gagal ginjal dimana ada banyak factor yang
merangsang produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya
termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D, karena penyakit
ginjal.
 Riwayat kelaurga yang diturunkan seperti multiple neoplasma, Familial
hypocalciuric hypercalcemia
e. Patofisiologi

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh


hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma
paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid:
dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996).
Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma
paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya
tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena
diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi
penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika

9
teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran
adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh.
Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah
akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang
seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia
primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran
kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang
dicetuskan oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan
penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D,
seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH
terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan
resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi
eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif
dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan
dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah
abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH
serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal
dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang
sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya
resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang
lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang
langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal,
dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion
kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau
hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan

10
hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari
usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal
mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan
hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana
dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan
kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit
timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon
(kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan
oleh PTH untuk bekerja di target organ.

f. Manifestasi Klinis
Menurut (Diamond, 2000) hiperparatiroid ditemukan sejak tahun
1925. Gejala klasik yang sering dikenal adalah :
 Moans (efek psikologis dan neurologis)
 Groans (nyeri abodominal ulser)
 Stones (ginjal), dan
 Bones (fraktur)

11
Jika serum kalsium lebih dari 2.65 mmol/L, gejala yang dapat muncul yaitu :
Kehilangan nafsu Haus Sering berkemih
makan
Letargi Kelemahan Kelemahan otot
Nyeri pada jari Konstipasi
Jika serum kalsium menjadi lebih tinggi (biasanya > 3 mmol/L), gejala
yang lebih parah yang dapat terlihat antara lain :
Nausea Muntah Nyeri abdominal
Kehilngan memori Depresi
Beberapa penjelasan manifestasi lain, yaitu muncul gejala seperti :
a. Nyeri di tulang dan jari
b. Peningkatan kelemahan untuk fraktur tulang, diakibatkan reabsorbsi kalsium
tulang yang meningkat.
c. Nyeri otot, otot menjadi lemah
d. Hiperkalsemia, diakibatkan reabsorbsi kalsium dari tulang meningkat.
Hiperkalsemia dapat menyebabkan gangguan klinis sekunder : [1] Poliuria
dan polidipsi, [2] Neprolithiasis ginjal dan [3] Pankreatitis bahkan menjadi
ulkus peptikum.
e. Haus
f. Sering BAK
g. Nyeri abdomen
h. Cepat kelelahan
i. Nausea
j. Konstipasi
k. Kehilangan nafsu makan
l. Manifestasi psikologis beragam dari peka rasang, emosional, Depresi dan
perubahan personal, dan neurosis sampai psikosis karena efek kalsium pada
otak dan system saraf
Kebanyakan klien hiperparatiroid untuk pertama kali gejalanya
bersifat asimptomatik (75-80% kasus), biasanya dapat diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan dengan wawancara, klien

12
mengatakan gampang kelelahan dan mengalami kelemahan. Sedangkan pasien
dengan hiperkalsemia yang parah dapat muncul gejala seperti terdapat batu
ginjal, poliuria dan konstipasi. Selain itu menurut (Taniegra, 2004), pasien
yang tidak menunjukkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan
hiperparatiroid primer, seperti hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, kalsifikasi
miokardial, penyatik peptic ulcer, pankreatitis, gout, anemia normokromik
mormocytic, kelemahan, lesu, gelisah, perubahan kognitif, keluhan somatik
dan depresi secara klinis.
g. Komplikasi
Menurut Better Health Channel, komplikasi yang diakibatakn hiperparatiroid
yang tidak segera ditangani yaitu batu ginjal, infeksi saluran kemih,
pankreatitis (inflamasi di pankreas), dan kerusakan pada tulang. Selain itu
menurut (Manuaba, 2007) hiperparatiroid dapat mempengaruhi kehamilan
pada wanita yaitu :
a. Hiperkalsemia, dapat menimbulkan gangguan pengiriman nutrisi dan O 2
menuju janin sehingga menyebabkan abortus, persalinan prematur,
kematian janin intrauteri yang didahului dengan tetani janin, termasuk vital
jantung dan paru.
b. Peningkatan hormon maternal dapat menekan pengeluaran hormon
paratiroid janin sehingga janin mengalami hipokalsemia. Gangguan ini
menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit darah janin dan
menimbulkan tetani otot yang diakhiri dengan kematian akibat gangguan
kontraktilitas jantung janin.
Menurut (Diamond, 2000), potensi yang mengancam bila
hiperparatiroid primer tidak segera ditangani akan terjadi :
1. Osteoporosis dan osteopenia, pasien dengan serum PTH yang terus-
menerus meningkat dan secara persisten dapat meningkatkan resiko
abnormalitas di skeletal dan renal. Dan banyak menjadi masalah pada
pasien yang sudah tua dan akhirnya terjadi penurunan densitas tulang
secara progresif.
2. Fraktur tulang

13
3. Batu ginjal
4. Peptic Ulcers
5. Pankreatitis
6. Keluhan sistem nervous
7. Stupor
8. Koma
h. Pemeriksaan Diagnostik

Pada pasien dengan hiperparatiroid, dapat dilakukan pemeriksaan


diagnostik antara lain (Better Health Channel, 2013) dan (Diamond,2000) :
a. Pemeriksaan darah, untuk memeriksa kadar kalsium, kreatinin, fosfor,
magnesium dan level PTH (paratiroid hormon). Selain itu juga untuk
mengkaji fungsi hati.
b. Pemeriksaan urin, 24 jam kalsium urin (untuk exclude kondisi yang
jarang dari ekskresi kalsium yang rendah atau familial hypocalciuric
hypercalcaemia) dan memeriksa fungsi ginjal (creatinin clearance).
c. Abdominal Ultrasound, pada beberapa kasus memeriksan gambaran
dari ginjal (melihat adanya pembentukan batu) dan pankreas (melihat
adanya pankreatitis) jika dibutuhkan.
d. X-Ray tulang dan tes densitas tulang, bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis.
Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta
tuberculae pada tulang. Selain itu tes ini menentukan efek yang
merusak skeleton akibat peningkatan PTH yang terus-menerus.
e. Sestamibi, merupakan imaging study yang paling banyak digunakan
untuk gambaran paratiroid. Sensitivitas dalam pemeriksaan diagnostik
sekitar 90%
f. Pemeriksaan ECG, bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan
gambaran EKG akibat perubahan kadar kalsium terhadap otot jantung.
Pada hipertiroid, akan dijumpai gelombang Q-T yang memanjang.
g. Pemeriksaan EMG (Elektromiogram), bertujuan utuk mengidentifikasi
perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium.

14
h. Pemeriksaan ginjal
i. Biopsi
j. Percobaan Sulkowich, bertujuan untuk memeriksa perubahan jumlah
kalsium dalam urin, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar
paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens
Sulkowich. Bila pada percobaan tidak terdpat endapan maka kadar
kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine
white cloud) menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila
endapan banyak, maka kadar kalsiumnya tinggi.
k. Percobaan Ellwort-Howard, dengan cara klien disuntik dengan
parathormon melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur
kadar pospornya. Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak
berubah
l. Percobaan kalsium intravena, didasarkan pada anggapan bahwa
bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukan
parathormon. Pada hiperparatiroid, serum pospor dan diuresis pospor
tidak banyak berubah.
m. Pemeriksaan radioimmunoassay, untuk parathormon sangat sensitif dan
dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab
hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami
kenaikan kadar kalsium serum.
n. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid, digunakan untuk
membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat
menyebabkan hiperkalsemia.
i. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaa Medis
a. Terapi yang diberikan bergantung pada penyebab dan keparahan
penyakit.
b. Pengangkatan dengan cara bedah jaringan paratiroid abnormal untuk
hiperparatiroidisme primer. Pada periode preoperative anjurkan pasien

15
untuk minum cairan 2000 ml atau lebih untuk mencegah pembentukan
kalkulus.
c. Hindari diuretic tiazid karena dapat menurunkan ekskresi kalsium
ginjal.
d. Mobilitas yang cukup agar tulang yang mengalami stress normal
melepaskan sedikit kalsium.
e. Berikan fosfat oral
f. Pemberian hidrasi yang cukup
g. Berikan obat-obat spesifik untuk mengatasi hiperkalsemia, termasuk
steroid dan diuretic yang dapat mengeluarkan kalsium
Jika pasien tidak dilakukan pembedahan maka, dapat dilakukan :
a. Monitoring, pasien harus dimonitor secara regular dengan serum
kalsium setiap 6 bulan dan 24 jam eksresi urin kalsium dan dilakukan
pemeriksaan densitas tulang setiap 12 bulan.
b. Terapi estrogen dan bisphosphonate, terapi ini dapat menurunkan
beberapa efek PTH, tapi tidak dapat secara langsung mengontrol
kelenjar. Estrogen dan alendronate (fosamax) merupakan terapi
penting bagi wanita dengan osteoporosis dan hiperparatiroid primer.
Pengobatan ini dapat meningkatkan densitas tulang 4-6% selama 2
tahun (penelitian kohort).

Menurut (Manuaba, 2007) terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu :


a. Infus larutan garam fisiologi
b. Pemberian kalsium dan fosfor untuk mencegah destruksi kalsium dan
fosfor
c. Pemberian furosemid yang berfungsi untuk mengurangi reabsorbsi
kalsium dan gastrointestinal
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemberian hidrasi (minum air putih) sebanyak 2000 ml cairan atau
lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal.

16
b. Anjuran pada klien untuk latihan olahraga teratur, karena
merupakan salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat
dan memperlambat pengerapuhan tulang.
c. Penuhi kebutuhan vitamin D sebelum berusia 50 tahun,
rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari
adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50
tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU
perhari.
d. Hindari merokok. Merokok dapat menyebabkan peningkatan
pengerapuhan tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan
termasuk kanker.
e. Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar
kalsium. Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat
menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.
f. Mamantau kondisi pasien dengan ketat untuk mendeteksi gejala
tetanus yang mungkin merupakan komplikasi dini pascaoperatif
g. Kepada pasien dan keluarga pasien harus di ingatkan tentang
pentingnya tindak lanjut untuk memastikan kembalinya kadar
kalsium serum pada keadaan normal
h. Keseimbangan cairan harus diperhatikan untuk menigkatkan
pemulihan keseimbangan cairan serta elektrolit pada keadaan
normal

17
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERPARATIROID

A. Pengkajian

1. Identitas :

1. Nama

2. Umur : Bisa terjadi pada semua kalang umur terutama pada wanita yang
berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali
dari pria.

3. Jenis kelamin : Terjadi pada laki-laki dan perempuan

4. Agama dan suku bangsa

2. Keluhan Utama

Pasien dengan hiperparatiroid biasanya akan mengalami tanda dan gejala seperti
berikut:

1. Nyeri tulang dan sendi serta kelelahan otot

2. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi, dan nyeri


lambung yang akan disertai penurunan berat badan.

3. Riwaya penyakit sekarang

Pasien tampak lemah,biasanya adanya peningkatan ukuran kelenjar tiroid, anoreksia,


obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan,Depresi,Nyeri
tulang dan sendi.

4. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan pada keluarga riwayat penyakit yang dialami pasien seperti: apakah pasien
sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama dan apakah keluarga mempunyai
penyakit yang sama.

18
5. Riwayat penyakit dalam keluarga

B. Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma


yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi
hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer
akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik
menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.
b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula
pada tulang.
C. Diagnosa Keperawatan

1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang


mengakibatkan fraktur patologi.
2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder
terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
D. Intervensi keperawatan

Diagnose keperawatan NIC NOC

Risiko terhadap cidera yang  Risk control 1) Lindungi klien dari


berhubungan dengan kecelakaan jatuh, karena
demineralisasi tulang yang Kriteria hasil klien rentan untuk
mengakibatkan fraktur
mengalami fraktur patologis
patologi.  Klien terbebas dari
bahkan oleh benturan ringan
cidera
sekalipun. Bila klien
mengalami penurunan
 Mampu mengenali
kesadaran pasanglah tirali
perubahan status
tempat tidurnya.

19
kesehatan 2) Hindarkan klien dari satu
posisi yang menetap, ubah
posisi klien dengan hati-hati.
3) Bantu klien memenuhi
kebutuhan sehari-hari
selama terjadi kelemahan
fisik.
4) Atur aktivitas yang tidak
melelahkan klien.
5) Ajarkan cara melindungi diri
dari trauma fisik seperti cara
mengubah posisi tubuh, dan
cara berjalan serta
menghindari perubahan
posisi yang tiba-tiba.
6) Ajarkan klien cara
menggunakan alat bantu
berjalan bila
dibutuhkan. Anjurkan klien
agar berjalan secara
perlahan-lahan.

Perubahan eliminasi urine yang  Urinaria 1) Perbanyak asupan klien


berhubungan dengan elimination sampai 2500 ml cairan per
keterlibatan ginjal sekunder hari. Dehidrasi merupakan hal
terhadap hiperkalsemia dan Kriteria hasil
yang berbahaya bagi klien
hiperfosfatemia.
dengan hiperparatiroidisme
 Klien akan kembali karena akan meningkatkan
pada haluaran urine kadar kalisum serum dan
memudahkan terbentuknya

20
normal, batu ginjal.
2) Berikan sari buahn canbery
 tidak terbentuknya atau prune untuk membantu
batu dan haluaran agar urine lebih bersifat asam.
urine 30 sampai 60 Keasaman urine yang tinggi
ml/jam. membantu mencegah
pembentukkan batu ginjal,
karena kalsium lebih mudah
larut dalam urine yang asam
ketimbang urine yang basa.

Perubahan nutrisi yang  Status nutrition 1) Berikan dorongan pada klien


berubahan dengan anorexia untuk mengkonsumsi diet
dan mual. Kriteria hasil rendah kalsium untuk
memperbaiki hiperkalsemia.
 Klien akan 2) Jelaskan pada klien bahwa
mendapat masukan tidak mengkonsumsi susu dan
makanan yang produk susu dapat
mencukupi, menghilangkan sebagian
manifestasi gastrointestinal
 tidak adanya mual
yang tidak menyenangkan.
dan kembali pada
3) Bantu klien untuk
atau dapat
mengembangkan diet yang
mempertahankan
mencakup tinggi kalori tanpa
berat badan ideal.
produk yang mengandung
susu.
4) Rujuk klien ke ahli gizi untuk
membantu perencanaan diet
klien.

21
2. Hipoparatiroid
a. Definisi
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak
adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat
operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya
kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak
dapat diketahui.
b. Klasifikasi
1. Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam
uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
2. Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapa ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya
sebagai akibat pengaruh auto imun yang ada hubungannya dengan antibody
terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya
gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme,
hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalanovarium
primer, hepatitis, alopesiadankandidiasis.
3. Hipotiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau
sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang
terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah
untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior.
Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu
kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi

22
tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis
walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
c. Etiologi
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
 Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
 Kerusakan autoimun pada kelenjar paratiroid
2) Hipomagnesemia
3) Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
4) Mutasi genetik pada calsium sensing receptor ( CSAR), PTH, GATA3,
GCM2, GNA11
5) Mutasi atau delesi pada
- Autoimmune polyendocrine syndrome type 1 ( AIRE )
- DiGeorge Syndrome ( kromosom 22q )
- Sanjad Sakati/Kenny-Caffey type 1- TBCE
- Kenny-Caffey type 2-FAM 111A
- Mithocondrial DNA
d. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terkena hipoparatiroidisme
meliputi:
1. Operasi leher, terutama jika melibatkan bagian tiroid
2. Sebuah riwayat keluarga dengan hipoparatiroidisme
3. Memiliki kondisi autoimun atau endokrin tertentu, seperti penyakit Addison
suatu kondisi yang ditandai dengan defisit produksi hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar adrenal
e. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan
yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari
penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi
sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi
sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga
sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah dan
kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:

23
1) Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2) Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3) Parestesia
4) Hipestesia
5) Disfagia dan disartria
6) Kelumpuhan otot-otot
7) Aritmia jantung
8) Gangguan pernapasan
9) Epilepsi
10) Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
11) Gangguan ingatan dan perasaan kacau
12) Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
13) Kulit kering dan bersisik
14) Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
15) Kuku tipis dan rapuh
16) Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Pada ± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya
hipoparatiroidisme karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat
keadaan psikis yang berubah, diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula
perubahan-perubahan trofik pada ektoderm:
a. Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
b. Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
c. Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi
tidak baik dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat
katarak pada hipoparatiroidisme.

f. Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan
fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum
meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).

24
Pada post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid
karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama
adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar
paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh
darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid.
Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat
sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis
tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme
tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak
berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat
dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital
aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal
konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik
normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.

25
g. Web of caution Hipoparatiroid
Defisiensi PTH (hiposratiroid)

Gangguan metabolisme kals&fosfat

hipokalsemia Posfat serum meningkat

Iritabilitas serta
neumoskuler

Hipertoma otot Peningkatan obstruksi drusus


obstruksi
Merangsang asam lambung

kesemutan Kaku Gejala mati rasa Mulai muntah,anoreksia

Perubahan nutrisi

Sumber : Brunner, suddarth, 2002. Kepereawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

h. Pemeriksaan diagnostic
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa
nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu.
Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
a. Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.
b. Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak, kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang
normal/bertambah.
c. Laboratorium :
 Kadar kalsium ion serum rendah
 Pasien hipokalsemia tapi kadar PTH dalam interval normal

26
 kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah.
 Periksa kemungkinan ada skrining genetik pada hipoparatiroid non bedah

i. Penatalaksanaan

a. General goals of treatment : ( suggestion from specialist )


1) Target pengobatan untuk mengatur kadar ion kalsium serum pada batas
bawah atau sedikit dibawah level normal pada hipoparatiroid tanpa gejala
dan tanda
2) Eksresi kalsium urin pada pemeriksaan urinalisa 24 jam berada dalam
rentang normal sesuai jenis kelamin
3) Kadar serum fosfor berada dalam rentang normal
4) Produk kalsium-fosfor serum sebaiknya berada di bawah 4.4 mmol2 /l2
5) Kadar magnesium serum berada pada rentang normal
6) Kadar Vitamin D yang adekuat
7) Pengobatan disesuaikan dengan kondisi personal dan QoL ( quality of
life ) masing-masing pasien
8) Memberikan edukasi pada pasien terkait kemungkinan gejala dari
penyakit atau komplikasi yang dapat disebabkan oleh penyakit yang
dideritanya
b. Treatment :
1) Tatalaksana diberikan pada semua pasien dengan hipoparatitoridisme
kronik dengan gejala hipokalsemia dengan atau tanpa kadar kalsium
serum < 2 mmol/l (< 8 mg/dl kalsium ion serum)
2) Pada terapi awal dapat diberikan analog vitamin D aktif ditambah
suplemen kalsium
3) Jika analog vitamin D aktif tidak tersedia, disaranakan pemberian
kalsiferol
4) Analog vitamin D aktif yang diberikan dititrasi dengan benar pada
pasien yang tidak memiliki gejala hipokalsemia.
5) Dosis uplemen vitamin D yang disarankan 400-800 IU/ hari pada pasien
yang diberikan analog vitamin D aktif

27
6) Pada pasien dengan hiperkalsiuri dipertimbangkan untuk mengurangi
asupan kalsium, diet rendah sodium, dan/atau pemberian diuretik
thiazide
7) Pada pasien dengan batu ginjal, dilakukan evaluasi faktor risiko batu
ginjal dan di tatalaksana sesuai guideline
8) Pada pasein dengan hipomagnesium diberikan terapi untuk
meningkatkan kadar magnesium serum
9) Tidak di sarankan pemberian rutin PTH ( paratiroid hormon) atau
analognya
10) Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan
pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau
chloretem calcium) atau dalam infus.
c. Monitoring
1) Pemeriksaan biokimia kadar kalsium serum, magnesium serta kreatinin (
fungsi ginjal ) setiap 3-6 bulan
2) Pemeriksaan urinalisa 24 jam pada 1 tahun atau 2 tahun setelah terapi
3) Pemeriksaan imaging jika ditemukan ada gejala batu ginjal atau
peningkatan kadar kreatinin serum
4) Disarankan untuk melakukan pemeriksaan Bone mineral density (BMD)
dengan menggunakan dual energy X-ray absorptimetry ( DXA)
j. Komplikasi
a. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9
mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar
paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari
kelenjar-kelenjar tersebut.
b. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena
retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan
tidak adanya kerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan
seperti diatas (etiologi).

28
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPARATIROID

A. Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji
manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti
kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak.
Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
1) Riwayat kesehatan klien.
a. Sejak kapan klien menderita penyakit.
b. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
c. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar
paratiroid atau tiroid.
d. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.
2) Keluhan utama yang khas atau biasa terjadi pada orang dewasa, antara lain :
a. Kelainan bentuk tulang.
b. Perdarahan sulit berhenti.
c. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
Sedangkan pada anak anak,gejala yang sering muncul ditandai masalah pada gigi
seperti melemahnya email gigi atau pertumbuhan gigi memburuk.
3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a. Kelainan bentuk tulang.
b. Tetani.
c. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
b. Pernapasan bunyi (stridor).
c. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah;
kulit kering dan kasar.
4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.
2. Pemeriksaan radiologi.

29
B. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium
serum.
2. Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

C. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan


keperawatan hasil
Masalah Kriteria hasil : a. Saat merawat klien dengan
kolaboratif :  Klien tidak akan
hipoparatiroidisme hebat, selalu
tetani otot yang menderita cidera
waspadalah terhadap spasme laring dan
berhubungan  kadar kalsium obstruksi pernapasan. Siapkan selalu
dengan kembali ke batas set selang endotrakeal, laringoskop,
penurunan kadar normal, dan trakeostomi saat merawat klien
kalsium serum.
 frekuensi pernapasan dengan tetani akut.
normal, b. Jika klien berisiko terhadap
 dan gas-gas darah hipokalsemia mendadak, seperti setelah
dalam batas normal. tiroidektomi, selalu disiapkan cairan
infus kalsium karbonat di dekat tempat
tidur klien untuk segera digunakan jika
diperlukan.
c. Jika selang infus harus dilepas,
biasanya hanya diklem dulu untuk
beberapa waktu sehingga selalu
tersedia akses vena yang cepat.
d. Jika tersedia biasanya klien diberikan
sumber siap pakai kalsium karbonat
seperti Tums.

Risiko terhadap  Immune status a. Penyuluhan kesehatan untuk klien


infektif  Risk control
dengan hipoparatiroidisme kronis

30
penatalaksanaan Kriteria hasil sangat penting karena klien akan
regimen  Klien bebas dari membutuhkan medikasi dan modifikasi
tanda dan gejala
terapeutik infeksi diet sepanjang hidupnya.
(individual) yang  kemampuan klien b. Saat memberikan penyuluhan
berhubungan untuk mengikuti
regimen diet dan kesehatan tentang semua obat-obat
dengan kurang terapi. yang harus digunakan di rumah,
pengetahuan
pastikan klien mengetahui bahwa
tentang regimen
diet dan semua bentuk vitamin D, kecuali

medikasi. dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi


dengan lambat dalam tubuh. Oleh
karenanya akan membutuhkan waktu
satu minggu atau lebih untuk melihat
hasilnya.
c. Ajarkan klien tentang diet tinggi
kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan
klien untuk menyingkirkan keju dan
produk susu dari dietnya, karena
makanan ini mengandung fosfor.
d. Tekankan pentingnya perawatan medis
sepanjang hidup bagi klien
hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan
klien untuk memeriksakan kadar
kalsium serum sedikitnya tiga kali
setahun. Kadar kalsium serum harus
dipertahankan normal untuk mencegah
komplikasi. Jika terjadi hiperkalsemia
atau hipokalsemia, dokter harus
menyesuaikan regimen terapeutik
untuk memperbaiki
ketidakseimbangan.

31
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan pada
penderita hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan paratiroid, namun
terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga menyebabkan hipoparatiroid.
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak
adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan
oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. Jadi kedua penyakit
diatas memiliki keterkaitan yang dapat saling mempengaruhi.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah
yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

32
DAFTAR PUSTAKA

Baradero,Mary.2009.Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.jakarta:EGC.


Fadila,S.Kep.Ns.sepetember 2012.Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta,Nuha medika.
Syarifudin.2011.Fisiologi Tubuh untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.Jakarta,Salemba
Medika.

33

Anda mungkin juga menyukai