Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH IV


“ HIPERPARATIROIDISME

DISUSUN OLEH:

1. DJIHAN YULZA RAMADHANI


2. ADELLYA MAHARANI
3. EGIA ZAHRA TUNISA
4. CHRIS DIYANTI MAWAR PERMATA SARI
5. DIPA TRIVANGGA
6. ADE RAMADHAN SAPUTRA
7. ALDILLA RAMADHANIL PULBA
8. AITIA PANCA OKTAVIA
9. BUNGA MELATI SUKMA
10. DHEA ELVARANI
11. ARIF WAHYUDI
12. ANDRIAN RAGIL RAMADHAN

PEMBIMBING

Ns. CENTIA KOMALA SARI, M. Kep

YAYASAN PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN

AKADEMI KEPERAWATAN

SOLOK

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut kita panjatkan pada Rabb semesta alam Allah SWT, atas berkat
karunia dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada pemimpin terbaik sepanjang masa rasulullah Muhammad
SAW, kepada keluargannya, sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah KMB IV
berjudul “ Hiperparatiroidisme ”. Sumber dari makalah ini berupa buku – buku dan jurnal
yang telah kami analisis agar sesuai dengan tujuan kami. Materi didalam makalah ini kami
sajikan secara sistematis, dalam penulisan makalah ini pastilah ada banyak kendala yang kami
temui namun kami berhasil menjadikan kendala tersebut menjadi batu loncatan sehingga
kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Dalam penyelesaiaan makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kami ucapkan banyak terimakasih kepada
ibu dosen Ns. Centia Komala Sari, M. Kep, kepada orang tua yang banyak memberikan
dukungan baik moril maupun materil, dan semua pihak yang tidak dapat kami rinci satu
persatu yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena
itu kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah ini di masa
mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai
pihak. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari
pembaca agar kami dapat mengevaluasi makalah kami ini. Akhir kata kami ucapkan banyak
terimakasih.

Solok, 16 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Definisi ................................................................................................ 3
B. Klasifikasi ............................................................................................ 3
C. Etiologi ................................................................................................ 5
D. Patofisiologi.......................................................................................... 5
E. Manifestasi Klinis ................................................................................ 6
F. Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................... 7
G. Penatalaksanaan ................................................................................... 7
H. Komplikasi ........................................................................................... 8
I. Pencegahan Komplikasi ....................................................................... 9
J. Asuhan Keperawatan ........................................................................... 9

BAB III PENUTUP....................................................................................... 18


A. Kesimpulan........................................................................................... 18
B. Saran..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada
kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid
mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang
disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun
penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan
karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang,
ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini
dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang
terjadi pada kerusakan pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid
di Indonesia jarang ditemukan.
Kira-kira 100 kasus dalam. setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara
maju seperti Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak
ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko
untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit
hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Wanita yang
berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit
hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada
wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena
hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab
tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat
terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih
serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul
pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia
endokrin multipel tipe I dan II.

1
Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang
membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh
karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar
kalsium dalam tubuh sesorang. Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat
terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat
dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan
menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada
kelenjar paratiroid tidak semakin berat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hiperparatiroidisme ?
2. Apa saja klasifikasi hiperparatiroidisme ?
3. Apa saja penyebab dari hiperparatiroidisme ?
4. Bagaimana patofisiologi hiperparatiroidisme ?
5. Apa saja tanda dan gejala hiperparatiroidisme ?
6. Bagaimana penatalaksaan hiperparatiroidisme ?
7. Apa saja komplikasi hiperparatiroidisme ?
8. Bagaimana pencegahan dari hiperparatiroidisme ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari hiperparatiroidisme ?

C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui definisi hiperparatiroidisme.
2. Untuk mengetahui klasifikasi hiperparatiroidisme.
3. Untuk mengetahui penyebab dari hiperparatiroidisme.
4. Untuk mengetahui patofisiologi hiperparatiroidisme.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala hiperparatiroidisme.
6. Untuk mengetahui penatalaksaan hiperparatiroidisme.
7. Untuk mengetahui komplikasi hiperparatiroidisme.
8. Untuk mengetahui pencegahan dari hiperparatiroidisme.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari hiperparatiroidisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang mengandung kalsium. (Brunner & Suddath, 2001).
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormone paratiroid dan hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari
hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid
juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. (Lawrence Kim, MD,
2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat
membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium.
(www.endocrine.com).
B. Klasifikasi
Hiperparatirod dapat berupa hiperparatiroid primer, sekunder,dan tersier.
a) Hiperparatiroid primer
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai
konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai
konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion
kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini
adalah menghitung serum hormon paratiroid dan ion kalsium. Penderita
hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak
10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu
ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko

3
menjadi hilang. Gejala klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan
dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
a. Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea,
muntah-muntah, konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot
lemah, miopati proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like
syndrome), perubahan mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma,
konvulsi).
b. Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli,
nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada
konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.
c. Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur
patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.
d. Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison,
pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis
syndrome, hiperurisemia, gout. Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti
tersebut di atas, maka harus curiga akan kemungkinan hiperpatiroidisme.
b) Hiperparatiroid sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang
berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan
ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan
vitamin D. Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik
keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium
serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal,
tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar
kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala
hiperkalsemia.
c) Hiperparatiroid tersier
Hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut
tipe sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid
primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi
adenoma, kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan

4
hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma. Pemberian
vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya
hipokalsemia. Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara
pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan
sebagian kelenjar paratiroid.
C. Etiologi
a) Hiperparatiroid Primer (sekresi PTH tidak sesuai )
a. Adenoma (tersering > 80 %)
b. Hiperplasi
1) mungkin familial
2) mungkin disertai dengan neoplasia endokrin multiple
3) mungkin familial dan disertai dengan kalsium urin rendah (hiperkalsemi
hipokalsiurik familial)
c. kira – kira 50% tanpa gejala
b) Sekunder (sekresi PTH sesuai)
a. Gagal ginjal kronik
b. Malabsorbsi
1) kelainan gastrointestinal
2) kelainan hepatobilier
c) Tersier (sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder
terdahulu)
a. Sangat jarang
b. Hipernefroma
c. Karsinoma sel skuamuosa paru
D. Patofisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormon)
yang bersamasama dengan vitamin D3 dan kalsitonin yang mengatur kadar kalsium
dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, hormon tidak
akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi dan akan dirangsang bila kadar kalsium
rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan
absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya mengurangkan reabsorbsi fosfat dan

5
melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran
utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya
adanya suatu edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang rendah menstimulasi
sekresi PTH, sedangkan kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. Pada
hiperparatiroid primer, PTH tidak tertekan dengan meningkatnya kadar kalsium, hal
ini menimbulkan keadaan hiperkalsemia. Dalam beberapa hal, peningkatan kalsium
serum merupakan satu – satunya tanda disfungsi paratiroid dan terdeteksi dengan
pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan kalsium pada otot menimbulkan hipotonusitas
otot-otot kerangka, reflek tendon dan otot–otot gastrointestinal. Melemahnya otot dan
timbulnya kelemahan sering dijumpai. Jika kadar kalsium serum meningkat antara 16
sampai 18 mg/dl, krisis hiperkalsemia akut terjadi. Muntah dengan hebat
menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi kronik,
seperti pada gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi dengan meningkatnya
PTH. Pada beberapa pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid memiliki sifat
otonom dan kehilangan sifat responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum
(hiperparatiroid tersier). Hiperparatiroid menyebabkan hiperkalsemia dan
hipofosfatemia. Terdapat peningkatan eksresi baik kalsium maupun fosfat urin dengan
efek sebagai berikut :
a) Ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.
b) Poliuria
c) Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa
obstruksi saluran kencing maupun infeksi.
d) Kalsifikasi tubuli renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang,
fraktur patologis, atau penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.
E. Manifestasi Klinis
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda – tanda dan gejala akibat
terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan
otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini

6
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis
dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga
keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem
syaraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan syaraf
dan otot.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroid dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel – sel raksasa benigna
akibat pertumbuhan osteoklas yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal
dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika
menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekan badan. Kehilangan
tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroid merupakan faktor resiko terjadinya
fraktur. Insidens ulukus peptikum dan pankeatis meningkat pada hiperparatiroid dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastrointestinal
F. Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium:
a. Kalsium serum meninggi
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
b) Foto Rontgen:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
G. Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan
bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada
sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan
fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau
dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia,

7
kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal
calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh
pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium
lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien
harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis
hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis
jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi.
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan
melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal. Pemberian
fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan
jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik
kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien
dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien
juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang
khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus
diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan
peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejala konstipasi yang
merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
H. Komplikasi
a) Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
b) Dehidrasi
c) Batu ginjal
d) Hiperkalsemia
e) Osteoklastik
f) Osteitis fibrosa cystica

8
I. Pencegahan Komplikasi
a) Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat
mencegah pembentukan batu ginjal.
b) Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat dan
memperlambat pengraphan tulang.
c) Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal
vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU).
Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar
400-800 IU perhari.
d) Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring
meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.
e) Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi
tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam
darah meningkat.
J. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
a. Identitas
1) Nama
2) Umur : Bisa terjadi pada semua kalang umur terutama pada wanita yang
berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari
pria.
3) Jenis kelamin : Terjadi pada laki-laki dan perempuan
4) Agama dan suku bangsa
b. Keluhan Utama
1) Sakit kepala, kelemahan, lethargi, dan kelelahan otot
2) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi, dan nyeri
lambung yang akan disertai penurunan berat badan.
3) Depresi
4) Nyeri tulang dan sendi
c. Riwayat penyakit sekarang

9
Pasien tampak lemah , anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang
akan disertai penurunan berat badan,Depresi,Nyeri tulang dan sendi
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit dalam keluarga
Tanyakan pada keluarga riwayat penyakit yang dialami pasien seperti:
apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama dan apakah
keluarga mempunyai penyakit yang sama.
f. Riwayat trauma / fraktur tulang
g. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
h. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem Neurologis :
1. Apatis
2. Penurunan fungsi kognitif
3. Mengantuk
4. Refleks hiperaktif
2) Sistem musculoskeletal
1. Kelemahan otot (proksimal)
2. Nyeri tulang saat menopang berat badan
3. Atraugia
4. Perawakan pendek, deformitas tulang
5. Fraktur
6. Nyeri sendi
3) Sistem kardiovaskuler
1. Hipertensi
2. Perubahan EKG
4) Sistem Pencernaan
1. Ketidaknyamanan abdomen
2. Polidipsia
3. Mual dan muntah
4. Anoreksia
5. Penurunan berat badan

10
6. Konstipasi
5) Sistem perkemihan
1. Poliurea
2. Dysurea
3. Dehidrasi
4. Kolik renal
5. Urenia batu ginjal
b) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (penyakit kista tulang)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan mual
d. Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada
saluran gastrointestinal.
c) Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Nyeri b/d  Pain Level Pain Management
agen cedera  Pain control  Lakukan pengkajian
fisik  Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil : komprehensif
Mampu mengontrol nyeri termasuk lokasi,
(tahu penyebab nyeri, karakteristik, durasi,
mampu menggunakan frekuensi, kualitas dan
tehnik nonfarmakologi faktor presipitasi
untuk mengurangi nyeri,  Observasi reaksi

mencari bantuan)  nonverbal dari

Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan

berkurang dengan  Gunakan teknik


menggunakan manajemen komunikasi terapeutik

11
nyeri  Mampu mengenali untuk mengetahui
nyeri (skala, intensitas, pengalaman nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) pasien
 Menyatakan rasa  Kaji kultur yang
nyaman setelah nyeri mempengaruhi respon
berkurang  Tanda vital nyeri
dalam rentang normal  Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter

12
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang

13
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
Intoleransi  Self Care : ADLs  Observasi adanya
aktivitas  Toleransi aktivitas pembatasan klien
berhubungan  Konservasi eneergi dalam melakukan
dengan Setelah dilakukan tindakan aktivitas
kelemahan keperawatan selama ….  Kaji adanya faktor

14
otot Pasien bertoleransi yang menyebabkan
terhadap aktivitas kelelahan
denganKriteria Hasil :  Monitor nutrisi dan
 Berpartisipasi dalam sumber energi yang
aktivitas fisik tanpa adekuat
disertai peningkatan  Monitor pasien akan
tekanan darah, nadi dan adanya kelelahan fisik
RR dan emosi secara
 Mampu melakukan berlebihan
aktivitas sehari hari  Monitor respon
(ADLs) secara mandiri kardivaskuler terhadap
 Keseimbangan aktivitas (takikardi,
aktivitas dan istirahat disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
 Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
 Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan progran
terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan

15
kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan

16
spiritual

BAB III
PENUTUP

17
A. Kesimpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek
utama mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon
paratiroid banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma
soliter), paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat
mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme apabila
kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid lebih banyak dari biasanya.
Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan kebalikan dari hiperparatiroidisme.
Adapun klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid primer, hiperparatiroid
sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga klasifikasi tersebut yakni
pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid primer kadar kalsium
meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga menigkat, sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder terlihat adanya hipersekresi hormon paratiroid sebagai
respon terhadap penurunan kadar kalsium yang terionisasi dalam darah..
B. Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga
medis dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh
sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar
paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan
penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar
paratiroid.

DAFTAR PUSTAKA

18
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8.Volume 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),
EGC,Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta FKUI, 1979, Patologi, FKUI,
Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai