Anda di halaman 1dari 26

HIPERPARATIROIDISME

OLEH:

BUNGA LESTARI

SRI HARTINA HM

RULYANIS

ISLAMIAH

VILDA AMELIAH

MUHRINA

NUR ANNISA BERLIN

DOSEN:

DR. MUH. ANWAR HAFID, S.Kep., Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Pertama-tama, marilah senantiasa kita memanjatkan puji dan syukur atas

kehadirat Allah Swt, karena atas berkah limpahan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga kita masih diberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan untuk masih

dapat bekerja demi dunia dan akhirat kita. Tak lupa pula kita menyampaikan

sholawat dan salam kepada Rosulullah Saw, beserta sahabat dan keluarganya

sekalian, yang sang Murobbi tebaik kita di dunia dan akhirat.

Dalam makalah ini, kami membahas mengenai konsep medis dan konsep

keperawatan yang menitikberatkan pada penyakit mengenai hiperparatiroidisme.

Makalah ini bersumber dari berbagai referensi berupa buku dan artikel ilmiah.

Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman da bermanfaat bagi

pembaca semua. Terima kasih.

Wassalamu’alaykum warohmatullahi wabarokaatuh.

Samata, 04 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.................................................................................................

Kata Pengantar....................................................................................................

Daftar Isi.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang......................................................................................

B. Rumusan masalah.................................................................................

C. Tujuan penulisan...................................................................................

D. Manfaat penulisan.................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Medis........................................................................................

B. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................

B. Saran.......................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung

jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler. Hiperparatiroidisme

adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone

paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur

secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon

paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan

meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan

penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon

paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.

hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid

yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering

sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada

saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya
kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak

dapat diketahui.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah defenisi dari hiperparatiroidisme ?

2. Bagaimanakah patofisiologi dari hiperparatiroidisme ?

3. Bagaimanakah pengobatan dari penyakit hipertiroidisme ?

4. Apa saja terapi diet yang baik pada penyakit hiperpratiroidisme ?

5. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada hiperparatiroidisme ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menjelaskan mengenai konsep dan defenisi dari hiperparatiroidisme.

2. Untuk memberikan gambaran mengenai patofisiologi hiperparatiroidisme.

3. Untuk menjelaskan pengobatan yang sesuai dengan hiperparatiroidisme.

4. Untuk memberikan pemahaman mengenai terapi diet yang tepat pada

hiperparatiroidisme.

5. Untuk memberikan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada

kelahiran prematur.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menambah konsep pengetahuan mengenai penyakit

hiperparatiroidisme.

2. Sebagai bahan referensi dalam proses pembelajaran.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan asuhan keperawatan.


BAB II

KONSEP MEDIS

A. Definisi Osteoarthritis

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh

kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu

ginjal yang mengandung kalsium (Brunner & Suddath, 2011).

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan

sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon

paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek

utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium

dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang,

meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi

ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan

cairan fosfat (Brunner & Suddath, 2011).

Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar

paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada

pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak
normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan

kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon

paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau

meningkat (Brunner & Suddath, 2011).

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

1. Anatomi

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus

pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus

pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid

yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal


dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan

kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang

kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid.

Akan tetapi, sering kali posisinya sangat

bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal

ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub

bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus,

bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di

dalam parenkim kelenjar tiroid (Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2010).

Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang

terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior

kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing

paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid

kadang-kadang ditemukan di mediastinum (Sjamsuhidajat, Wim de Jong,

2010).

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3

milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran


makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa

terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung

apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula

sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel

oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan

sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum

pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat

seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel

oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini
mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi

mensekresi sejumlah hormon (Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2010).

2. Fisiologi

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid

hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin

mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar

kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan

dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi

kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus

halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium

dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam

mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus

(Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2010).

E. Klasifikasi

Hiperparatiroidisme diklasifikasikan atas 3, yaitu:

1. Hiperparatiroidisme primer

Kebanyakan penderita hiperparatiroidisme primer mempunyai


konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Sekitar 85% dari

keseluruhan hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma

tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh

berbagai adenoma hiperplasia) (Dewi,2014).

2. Hiperparatiroidisme sekunder

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produk hormon paratiroid yang

berlebihan karena rangsangan produk yang tidak normal. Secara khusus

kelainan ini berkaita dengan kegagalan ginjal akut. Penyebab umum

lainnya disebabkan karena kekurangan vitamin D (Dewi,2014).

3. Hiperparatiroidisme tersier
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari

hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit

hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan

hipersekresi hormon paratiroid dan ini akan menyebabkan peningkatan

kalsium didalam darah yang hiperkalsemia (Dewi,2014).

F. Etiologi

Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma

tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh

berbagai adenoma atau hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama

disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia

pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik

sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome

hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. (Syamsuhidayat,


2011).

Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi

hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia,

kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia.

Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid

yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid.


(Syamsuhidayat, 2011).

Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari

kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada sekitar 15%

pasien dengan semua kelenjar hiperfungsi, chief cell parathyroid mengalami

hiperplasi. (Syamsuhidayat, 2011).

G. Patofisiologi

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh


hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis. Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme

primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh

hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma

paratiroid. Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau

karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar

lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar.

Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif,

jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika

teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran

adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh.

Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan

mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang

seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.

(Tarwoto, 2013)

Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer,

karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar

paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan


oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal

kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada

riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama. (Tarwoto, 2013)

Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH

terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan

resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi

eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif

dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan

dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah


abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH

serum juga meningkat. (Tarwoto, 2013)

Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat

menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering

terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi

tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya

juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Tarwoto,

2013)

Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung

bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal.

Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum.

Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar,

dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia.

Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan

efek langsung dari peningkatan PTH.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal

mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan


hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana

dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan

kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit

timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon

(kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D

memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan

oleh PTH untuk bekerja di target organ.

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh

hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya

berhubungan dengan gagal ginjal kronis. (Tarwoto, 2013)


Parathormon berperan dalam keseimbangan kalsium dan fosfat, produksi

paratiroidhormon yang berlebihan akan menyebabkan hiperkalsemia,

kerusakan tulang, dan kerusakan ginjal.

1. Hiperkalsemia

Kelebihan kadar kalsium darah akan menghambat respon saraf perifer

sehingga menimbulkan kelelahan dan kelemahan otot dan menurunnya

tonus otot. Hiperkalsemia juga berpengaruh terhadap sekresi kasium dan

fosfat oleh ginjal, gangguan paru, jantung dan mata. Efek lain adalah

menstimulasi hipergastrik yang dapat menyebabkan mual, peptik ulcer,

muntah, nyeri abdomen, maupun konstipasi.

2. Kerusakan tulang

Hiperparatiroidisme menyebabkan aktivitas osteoklastik yang berlebihan

dalam tulang. Keadaan ini akan meningkatkan konsentrasi ion kalsium

dalam cairan ekstraselular sementara biasanya menekan konsentrasi ion

fosfat karena peningkatan eksresi fosfat ginjal.

Meningkatkan aktivitas osteoklastik, mendorong resorbsi tulang dan

mobilisasi kalsium. Transport kalsium dari cairan tulang ke plasma melalui


kerja osteosit, kalsium menjadi hilang dari tulang, tulang menjadi rapuh.

Produksi hormon paratiroid yang berlebihan disertai dengan gagal ginjal

dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang , penyakit tulang yang

sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystika, suatu penyakit meningkatnya

resorbsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang

lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung.

3. Kerusakan ginjal

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12mg/dL, tubular ginjal

mereasorpsi kalsium secar berlebihan sehingga terjadi keadaan

hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insien nefrolithiasis (batu ginjal),


yang menimbulkan penurunan kreatini klearens dan gagal ginjal.

Peningkatan kadar kalsium pada ekstraelular dapat mengendap pada

jaringan halus. (Tarwoto, 2013)

Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita

hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok

ginjal. Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan

terus mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan

kalsium masih dalam level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada

kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan menyebabkan

hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi

kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat
sering naik. (Tarwoto, 2013)

H. Manifestasi Klinis

Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme adalah asimtomatik.

Manifestasi utama dari hiperparatiroidisme terutama pada ginjal dan tulang.

1. Kelainan pada ginjal terutama akibat deposit kalsium pada parenkim

ginjalatau nefrolitiasis yang rekuren. Dengan deteksi dini, komplikasi ke

ginjal dapat berkurang pada ± 20 % pasien. Batu ginjal biasanya terdiri dari

kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien episode

berulang dari nefrolitiasis atau pembesaran kalikuli ginjal dapat mengawali

obstruksi traktus urinarius, infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga

menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan retensi fosfat.

2. Manifestasi ke tulang dari hiperparatiroidisme adalah osteitis fibrosa

cystica. Osteitis fibrosa cystica sangat jarang terjadi pada

hiperparatiroidisme primer. Secara histologis, gambran patognomonik

adalah peningkatan giant multinukleal osteoklas pada lakuna Howship dan

penggantian sel normal dan sumsum tulang dengan jaringan fibrotik. Pada
pasien disertai dengan gejala disfungsi sistem saraf pusat, nervis dan otot

perifer, traktus gastrointestinal, dan sendi. Manifestasi dari neuromuscular

termasuk tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), mudah

lelah, dan atrofi otot yang mungkin menyolok adalah tanda kelainan

neuromuscular primer.

3. Manifestasi pada traktus gastrointestinal kadang-kadang ringan dan

termasuk kelainan abdominal yang agak susah didiagnosis, kelainan

lambung dan pancreas. Pada pasien dengan hiperparatiroidisme ulkus

duodenum mungkin akibat dari tumor pancreas yang meningkatkan jumlah

gastrin Khondrokalcinosis dan pseudogout frekuensinya kurang pada

hiperparatiroidisme yang di skrining dari beberapa pasien. Efek dari

hiperkalsemia adalah sebagai berikut:

a. Sistem saraf pusat: Perubahan mental, penurunan daya ingat, emosional

tidak stabil, depresi, gangguan tidur, koma.

b. Neuromuscular: Tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular

weakness), rasa sakit pada sendi dan otot akibat penimbunan kalsium,

pruritus, dan pergerakan tangan yang abnormal pada saat tidur.


c. Gastrointestinal: Ulkus peptikum, pankreatitis, nausea, vomiting, reflux,

dan kehilangan nafsu makan.

d. Kardiovaskular: Hipertensi.

e. Mata: Konjunctivitis, keratopathy.

f. Kulit: Pruritus. (Syamsuhidayat, 2011).

I. Komplikasi

Meningkatnya kadar PTH dapat meningkatkan kadar kalsium yang eksrem

dan dapat menyebabkan krisis hiperkalsemik akut, yaitu jika kadar darah lebih

dari 15 mg/dL. Komplikasi yang lain adalah :

1. Gangguan jantung seperti hipertensi dan gangguan irama jantung


2. Kerusakan tulang seperti osteoporosis dan fraktur patologis

3. Kerusakan ginjal seperti piolonefritis, gagal ginjal, nefrolithiasis

4. Gangguan impuls saraf yang dapat menimbulkan kelemahan

neuromuskular. (Syamsuhidayat, 2011).

J. Pemeriksaaan Penunjang

1. Laboratorium:

a. Kalsium serum meninggi

b. Fosfat serum rendah

c. Fosfatase alkali meninggi

d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah

2. Foto Rontgen:

a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi

b. Cystic-cystic dalam tulang

c. Trabeculae di tulang

PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

(Syamsuhidayat, 2011).

K. Penatalaksanaan
1. Mobilisasi, mobilisasi tubuh akan berdampak pada peningkatan absorpsi

kalsium ketulang, sehingga menambah deposit kalsium tulang dan

menurunkan kadar kalsium darah. Pada keadaan bed rest akan

meningkatkan reabsorpsi kalsium tulang dan meningkatkan sekresi kalsium.

Pasien dianjurkan untuk lebih banyak mobilitas sesuai kemampuan dan

batas toleransinya.

2. Terapi cairan, untuk mengurangi resiko pembentukan batu pasien

dianjurkan untuk minum lebih dari 2000 ml/hari. Hindari faktor-faktor yang

dapat menyebabkan dehidrasi seperti diare dan muntah. Pemberian jus buah
yang asam dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman ini dapat

menurunkan pH urin dan mencegah pembentukan batu ginjal.

3. Diet, pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium dan

rendah vitamin D.

4. Pembedahan, dilakukan pada pasien hiperparatiroidisme primer untuk

mengangkat jaringan paratiroid yang abnormal. Pembedahan juga dilakukan

untuk mengangkat batu ginjal. (Syamsuhidayat, 2011).

L. Medikasi

1. Pemberian normal saline untuk hidrasi dan mencegah pembentukan batu

2. Furosemide (lasix) IV, merupakan loop diuretik untuk meningkatkan

kalsiuresis. Pengguna obat ini harus diperhatikan efek samping seperti

dehidrasi, hipotensi orthostik, hipokalemia, hiponatremia, hipokalsemia,

hipomagnemia.

3. Mitramycin IV, merupakan agen kemotherapi yang efektif menurunkan

kadar serum kalsium dengan cara menghambat resorpsi tulang. Obat ini

mempunyai efek samping seperti trombositopenia, perdarahan, mual dan

muntah, diare, meningkatnya BUN dan kreatinin, menurunnya serum


kalsium.

4. Kalsitonin, bekerja dengan menghambat resorpsi tulang. Efek samping obat

ini adalah mual, muntah, sering BAK dan hipokalsemia.

5. Gallium nitrat, bekerja dengan menghambat resorpsi tulang, penggunaan

oabat ini mempunyai efek samping diantaranya menungkatnya BUN,

meningkatnya kreatin, menurunnya serum bikarbonat, anemia, hpotensi,

hipokalsemia dan mual. (Syamsuhidayat, 2011).


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan

hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1. Riwayat kesehatan klien.

2. Riwayat penyakit dalam keluarga.

3. Keluhan utama, antara lain :

a. Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

b. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan

nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan

c. Depresi

d. Nyeri tulang dan sendi.

4. Riwayat trauma/fraktur tulang.

5. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.


6. Pemeriksaan fisik yang mencakup :

a. Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.

b. Amati warna kulit, apakah tampak pucat.

c. Perubahan tingkat kesadaran.

7. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik

seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan

mengancam.

8. Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

a. Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium

dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam


menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan

laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan

peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik

menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.

b. Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista


dan trabekula pada tulang.

Menurut Martin Susan Tucker, dkk (2008), pengkajian yang dilakukan pada

klien dibagi menjadi dua yakni :

1. Data subjektif

a. Keletihan:

1) Aktivitas mental lambat

2) Perubahan mood

3) Kehilangan ingatan

4) Depresi

5) Mudah letih

6) Nyeri sendi

7) Sulit berkemih

2. Data objektif

a. Sistem Neurologis:

1) Apatis

2) Penurunan fungsi kongnitif

3) Mengantuk

4) Refleks hiperaktif

b. Sistem Muskuloskeletal:

1) Kelemahan otot ( proksimal)

2) Nyeri tulang saat menopang berat badan

3) Atraugia
4) Perawakan pendek, deformitas tulang

5) Fraktur

6) Nyeri sendi

7) Penurunan fungsi pendengaran

b. Sistem Kardiovaskuler:

1) Hipertensi

2) Perubahan EKG

c. Sistem Gastrointenstinal:

1) Ketidaknyamanan abdomen

2) Polidipsia

3) Mual dan muntah

4) Anorexia

5) Penuruna berat badan

6) Konstipasi

d. Sistem Renal:

1) Poliurea

2) Dysurea: sulit berkemih


3) Dehidrasi

4) Kolik renal

5) Urenia batu ginjal

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien hiperparatiroid

menurut Martin Susan Tucker, dkk (2008) adalah :

1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan Hiperkalsemia

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (penyakit)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot


4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

anoreksia

C. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC Rasional

1 Kekurangan Tujuan: b. Pantau status hidrasi a. Mengetahui perkembanga

volume cairan Setelah (kelembapan pasien setelah dilakukan

berhubungan dilakukan membran mukosa, perawatan

dengan intervensi selam keadekuatan nadi b. Untuk menambah cairan

kehilangan 3x24 jam, c. Tingkatkan asupan yang hilang

cairan aktif kebutuhan cairan oral (berikan cairan c. Untuk memenuhi asupan

dapat terpenuhi. diantara waktu cairan pasien

Kriteri Hasil: makan) d. Untuk mengevaluasi efek

a. Kulit dan d. Anjurkan pasien hiperkalsemia

membran untuk e. Untuk meningkatkan

mukosa menginformasikan hidrasi yang adekuat

lembab perawat bila haus


e. Kaji kekuatan dan

mobilitas otot

f. Kolaborasi :

Berikan terapi IV

2 Nyeri akut Tujuan : a. Kaji secara a. Dapat membantu dalam

berhungan Setelah komperehensif menentukan intervensi

dengan agen dilakukan tentang nyeri, meliputi selanjutnya

cedera fisik intervensi selam : lokasi, karakteristik, b. Bisa mengurangi nyeri

(penyakit) 3x24 jam, nyeri onset, durasi, yang di derita klien

pada klien frekuensi, kualitas, c. Agar klien dan keluarga


berkurang atau intensitas atau mengerti dengan nyeri

hilang beratnya nyeri dan yang dialami oleh klien

Kriteria Hasil : faktor-faktor d. Pereda nyeri yang efektif

a. Klien perdisposisi pada pasien untuk

mengatakan b. Anjurkan pasien untuk mengurangi sensasi nyeri

nyeru melakukan tindakan dari dalam

berkurang kenyamanan yang

b. Ekpresi wajah efektif seperti :

tenang distraksi, relaksasi,

atau kompres hangat

dingin

c. Berikan informasi

tentang nyeri seperti

penyebab nyeri,

berapa lama akan

berlangsung, dan

antisipasi
ketidaknyamanan

akibat prosedur.

d. Kolaborasi : berikan

obat anti nyeri

(analgetik)
3 Intoleransi Setelah a. Kaji respon a. Untuk mengetahui

aktivitas dilakukan emosisosial dan perkembangan pasien

berhubungan intervensi selam spiritual terhadap b. Memudahkan pasien untuk

dengan 3x24 jam, pasien aktivitas beraktivitas

kelemahan otot dapat melakukan b. Bantu pasien untuk c. Untuk mencegah kelelahan

aktivitas dengan mengidentifikasi d. Untuk latihan ketahanan

normal. pilihan aktivitas

Kriteria hasil : c. Ajarkan tentang

a. Saturasi pengaturan aktivitas

oksigen dalam dan teknik

batas normal managemen waktu

b. Tekanan darah d. Kolaborasikan dengan

dalam batas ahli terapi fisik

normal saat

beraktivitas

c. Rata-rata

respirasi dalam
batas normal

d. Saat

beraktivitas

melaporkan

adanya

kekuatan otot

e. Mampu

memenuhi

kebutuhan

sehari-hari
4 Ketidak Setelah a. Kaji kendungan a. Memenuhi kandungan

seimbangan dilakukan nutrisi dan kalori nutrisi dan kalori yang

nutrisi kurang intervensi selama b. Berikan pasien seimbang

dari kebutuhan 3x24 jam, minuman dan kudapan b. Agar nutrisi terpenuhi

tubuh diharapkan bergizi, tinggi protein, dengan baik

berhubungan nutrisi klien tinggi kalori yang siap c. Untuk mengurangi mual

dengan terpenuhi. di konsumsi dan muntah

anoreksia Kriteria hasil : c. Instruksikan ke pasien d. Mengurangi mual dan

a. Adanya agar menarik napas muntah

peningkatan dalam perlahan dan

BB sesuai menelan secara sadar

dengan tujuan d. Berikan obat

b. Tidak ada antiemetik

tanda-tanda

malnutrisi

c. Tidak adanya

penurunan BB
yang berarti

(Martin, 2008).

D. Evaluasi

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

a. Kulit dan membran mukosa lembab

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (penyakit)

a. Klien mengatakan nyeri berkurang

b. Ekspresi wajah tenang

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot

a. Saturasi oksigen dalam batas normal


b. Tekanan darah dalam batas normal saat beraktivitas

c. Rata-rata respirasi dalam batas normal saat beraktivitas

d. Melaporkan adanya kekuatan otot

e. Mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari

4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia

a. Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan

b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

c. Tidak adanya penurunan BB yang berarti. (Martin, 2008).


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan

sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu

penanganan pada penderita hiperparatiroidisme yaitu dengan cara

pengangkatan jaringan paratiroid, namun terkadang jaringan yang diangkat

terlalu banyak sehingga menyebabkan hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah

gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan
ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh

kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid

atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid

(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.

Jadi kedua penyakit diatas memiliki keterkaitan yang dapat saling

mempengaruhi.

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sofia Rhosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


Deepulish.

Smeltzer, Suzzanne C. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8. Jakarta: EGC.

Syamsuhidayat, R & Wim de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Syamsuhidayat, R., &Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Edisi


II. Jakarta : CV Sagung Seto.

Tucker, Susan Martin, dkk. (2008). Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai