Anda di halaman 1dari 35

HIPERPARATIROIDISME

Anatomi Fisiologi
 Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm,
yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar
paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid
yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial.
Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga
merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang
kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid.
 Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada
manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid,
dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di
kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing
paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di
mediastinum.
Fisiologi
 Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid
memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di
kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga.
Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan
mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua
hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
 Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam
serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat
plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak
resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor pada
protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan
banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat
berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
Definisi

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang


disebabkan kelebihan hormone paratiroid
Aspek Epidemiologi

Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui


terkena penyakit ini tiap tahun dengan perbandingan 2
banding satu. Kasus terbanyak terjadi pada wanita yang
berusia 50 tahun keatas sekitar 10.000 orang yang bisa
terkena hiperparatiroidisme. Sedangkan di Indonesia
sendiri kira-kira sekitar 1000 orang diketahui terkena
hiperparatiroidisme tiap tahun. Wanita yang berusia 50
tahun keatas mempunyai resiko lebih besar dari pria.
Etiologi

Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer


disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15%
lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai
adenoma atau hyperplasia). Etiologi dari adenoma dan
hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.
Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari
berbagai sindrom, seperti syndrome
hiperparatiroidisme tumor atau hiperparatiroidisme
turunan.
Patofisiologi

Pada hiperparatiroidisme, kelebihan jumlah sekresi PTH


menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus
intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH
dihambat dengan tingginya ion kalsium serum.
Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau
hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH
berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Resorpsi
kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus
merupakan efek langsung dari peningkatan PTH. Pada saat
kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal
mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi
keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens
nefrolithiasis, yang dapat menimbulkan gagal ginjal.
Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap
pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi
berbentuk nodul pada kulit. Vitamin D memainkan peranan
penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh
PTH untuk bekerja di target organ. Kadar vitamin D dalam
tubuh dapat berkurang pada keadaan hiperparatiroid, yang
mungkin mengurangi kadar kalsium dalam sirkulasi.
Metabolisme vitamin D dapat menjadi gangguan pada gagal
ginjal kronik, yang menghambat absorpsi kalsium dari
traktus gastrointestinal.
PATHWAY
Manifestasi Klinik
 a) Sistem saraf pusat: Perubahan mental, penurunan
daya ingat, emosional tidak stabil, depresi, gangguan
tidur, koma.
 b) Neuromuscular: Tenaga otot berkurang
(paroxysmal muscular weakness), rasa sakit pada
sendi dan otot akibat penimbunan kalsium, dan
pergerakan tangan yang abnormal pada saat tidur.
 c) Gastrointestinal: kehilangan nafsu makan.
 d) Kardiovaskuler : Hipertensi
 e) Kulit: Pruritus.
Klasifikasi

1. Hiperparatiroid Primer
2. Hiperparatiroid Sekunder
3. Hiperparatiroid Tersier
Pencegahan

a. Pencgahan primer
 Hindari merokok
 Makan makanan yang beryodium dengan seimbang.
 Cek rutin kesehatan tiroid.
 Jangan mengkonsumsi alcohol.
 Konsumsi makanan yang baik untuk tiroid.
 Lakukan pola hidup bersih dan sehat seperti makan
bergizi, istirahat cukup,cuci tangan dan lain-lain
b. Pencegahan sekunder
 Kenali gejala atau keluhan yang timbul sebagai
dampak kesehatan akibat asap kebakaran hutan,
kendaraan dan asap industri
 Persiapkan obat obatan untuk pertolongan awal
 Segera ke dokter/pelayanan kesehatan terdekat
apabila terjadi masalah kesehatan yang mengganggu
c. Pencegahan tersier
 Berenti merokok
 Lakukan pengobatan maksimal dan teratur
 Konsumsi obat yang di berikan secara teratur.
Penatalaksanaan

1. Melakukan tindakan pembedahan


2. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat
3. Lakukan pemeriksaan kadar kreatinin dan kalsium
darah tiap 6 bulan, serta lakukan pemeriksaan densitas
mineral tulang dengan menggunakan alat Dual Energy
X-ray Absorptiometry (DEXA).
Komplikasi

1. Gagal ginjal
2. Hiperkalsemia
3. Pielonefritis
4. Obstruksi usus
5. Kematian
Terapi Farmakologi

1. Fosfat oral dapat menurunkan kadar kalsium darah


sampai 1 mg/dl, penurunan kalsium ini terjadi karena
fosfat dapat menyebabkan penurunan absorbsi kalsium
di usus dan menurunkan aktivitas 1-α hidroksilase
sehinga kadar 1,25 (OH)2 D dalam darah rendah
2. Bisphosphonates adalah kelompok obat yang
menjanjikan dalam pengobatan hilangnya densitas tulang
3. Terapi estrogen pada wanita postmenopause
menunjukkan sedikit penurunan pada kadar kalsium
darah (0,5-1 mg/dl) tanpa adanya perubahan pada kadar
PTH. Estrogen juga memberikan keuntungan pada
densitas mineral tulang
4. Preparat ini bekerja dengan cara mengikat dan
memodifikasi calcium sensing receptor pada chief sel
dipermukaan kelenjar paratiroid, yang akan
menyebabkan meningkatnya sensitivitas reseptor
terhadap kalsium. Cinacalcet efektif dalam menurunkan
PTH dan menjaga kadar kalsium dan fosfat
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERPARATIROIDISME
1.PENGKAJIAN
a. Biodata meliputi
nama, usia, jenis kelamin, suku dan kebangsaan, pendidikan, pekerjaaan, alamat, TMR )
b. Keluhan utama
Fraktur tulang. Kelemahan otot , kelelahan, tukak peptik, nyreri tulang
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit gagal ginjal
e. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit hiperparatiroidisme?
f. Pengkajian data dasar
1). Aktivitas / istirahat
Gejala : otot lemah, kelelahan
Tanda : atrofi otot
 
2). Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : disritmia, takikardi saat isirahat, syok
3). Makanan/ cairan
Gejala : mual muntah, anoreksia
 Tanda : pembesaran tiroid
4). Neurosensori
Tanda : gangguan status mental dan perilaku seperti: bingung,
gelisah, diorientasi
5). Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri tulang
6). Pernapasan
Pernapasan : takipnea
2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien
dengan hyperparathyroidisme, antara lain :
a. Resiko tinggi cedera b/d dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
b. Perubahan eliminasi urine b/d keterlibatan ginjal terhadap
hiperkalsemia
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia dan mual
Konstipasi b/d efek merugikan dari hiperkalsemia pada
saluran gastrointestinal.
d. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot.
3. INTERVENSI dan RASIONAL

a. Resiko tinggi cedera b/d dengan demineralisasi tulang yang


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
klien tidak mengalami cedera

Kriteria hasil : tidak terjadi cedera dan tidak adanya fraktur


patologik

Intervensi

1) Kendalikan lingkungan dengan menyingkirkan bahaya yang


tmpak jelas, menugurangi potensial cedera akibat jatuh ketika
tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan
posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahaya
2) Pertahankan tirah baring, hindarkan klien dari posisi
menetp dan ubah klien dengan hati-hati
3) Ajarkan cara melindungi diri dair trauma fisik seperti
cara mengubah posisi tubuh dan cara berjalan serta
menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
4) Izinkan kemandirian dan kebebsan maksimum
dengan memberikan kebebasan dalam lingkungan
yang aman .
5) Berikan dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk,
tongkat sesegera mungkin
6) Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau
rehabilitasi spesialis
7) Kaji ulang foto/evaluasi
Rasional
1) Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko
cedera dan membebaskan klien dari kekhawatiran konstan.
2) Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan
gangguan posisi/penyembuhan dang mengubah posisi
meningkatkan kenyamanan
3) Meningkatkan koping individu dan mengurangi resiko cedera
4) Memberikan kemandirian pada pasien
5) Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan
meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
6) Berguna dalam membuat aktivitas individual/program latihan
karena pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang
dalam gerakan
7) Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus atau
proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas
dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
b. Perubahan eliminasi urine b/d keterlibatan ginjal terhadap
hiperkalsemia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan klien dapat BAK dengan normal
Kriteria hasil : haluaran urin normal, dan tidak adanya batu

Intervensi
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karateristik urine
2) Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan
variasi
3) Tingkatkan asupan cairan
4) Periksa urine catat adanya batu ginjal untuk dianalisa
5) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat
kesadaran
Rasional
1) Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi
2) Kalkulus dapat menyebabkan eksibilitas saraf, yang
menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera
3) Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko
infeksi traktus urinarius, mencegah pembentukan batu
ginjal.
4) Dapat mengidentifikasi tipe batu sehingga membantu
dalam program terapi
5) Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit
dapat menjadi toksik
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia dan mual.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam klien tidak merasa mual dan muntah lagi
Kriteria hasil : napsu makan meningkat dan peningkatan berat
badan
Intervensi
1) Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet
rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia
2) Jelaskan pada klien bahwa mengkonsumsi susu dan
produk yang mengandung susu dapat menghilangkan
sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak enak
3) Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup
tinggi kalori
4) Timbang berat badan sesuai indikasi, catat masukan dan
haluaran
5) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
Rasional
1) Mengurangi jumlah absorbs kalsium dalam darah sehingga
dapat menurunkan kadar PTH
2) Susu dan produk yang mnegandung susu dapat
meningkatkan asam lambung sehingga dapat merangsang
muntah
3)Membantu menjaga pemasukan kalori yang cukup tinggi
sehingga dapat mempertahankan berat badan ideal
4)Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan
metabolic
5)Rasa tidak enak pada mulut menambahkan anoreksia
d. Konstipasi b/d efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran
gastrointestinal.
Tujuan : setelah dilakukam tindakan keperawatan selama 1x24
jam diharapakan tidak terjadi konstipasi lagi
Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan pola BAB normal,
seperti yang dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan
kebiasaan klien)
Intervensi
1) Upayakan tindakan yag dapat mencegah konstipasi dan
pengerasan fekal yang disebabkan oleh hiperkalsemia
2) Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi
yang memungkinkan
3) Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet, klien harus
minum sedikitnya 6-8 gelas perhari kecuali bila ada kontra
indikasi
Rasional
1) Membantu klien untuk bisa melaksanakan eliminasi BAB
secara teratur dan meningkatkan rasa nyaman
2) Aktivitas dapat merangsang peristaltic, meningkatkan
kembalinya aktivitas usus normal
3)Dapat memperbaiki konsistensi feses.
e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan klien dapat kembali beraktivitas lagi
Kriteria hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktifitas yang
diinginkan
Intervensi
1) Pertahankan isitirahat tirah baring atau duduk jika
diperlukan
2) Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin
3) Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi,
berdiri dan berjalan
4) Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk
menggunakan alat bantu
Rasional
1) Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan
kekuatan
2) Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum
3) Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan
mobilitas
4) Menghindair cedera akibat kecelakaan seperti jatuh
Discharge Planning
 Discharge planning merupakan serangkaian keputusan dan
aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam pemberian asuhan
keperawatan yang berlanjut dan terkoordinasi ketika
pasien akan pulang dari pelayanan kesehatan. Discharge
planning pada pasien hiperparatiroidisme disusun
berdasarkan tindakan keperawatan yang meliputi
observasi, mandiri, edukasi, dan kolaborasi yang disusun
sebagai berikut :
 a. Olahraga secara teratur
 b. Berhenti merokok
 c. Jika mengalami penurunan beraat badan, berikan
tambahan atau ekstra kalori atau protein kedalam diet
untuk meningkatkan kembali berat badan
Jurnal
ABSTRAK
Hiperparatiroid primer (HPTP) adalah kelainan yang ditandai dengan
hiperkalsemia dan peningkatan kadar hormon paratiroid (HPT). Namun
dalam sepuluh tahun terakhir, telah diperkenalkan presentasi baru dari
hiperparatiroidisme primer di mana HPT meningkat tetapi kadar
kalsium serum normal, tanpa adanya penyebab sekunder
hiperparatiroidisme. Kasus: dalam laporan kasus ini disajikan kasus
seorang laki-laki berumur 43 tahun dengan hiperparatiroidisme primer
dan normokalsemia, dimana pada pasien ini tidak dijumpai adanya batu
saluran kemih seperti gejala klasik HPTP pada umumnya, namun
dijumpai osteoporosis. Kesimpulan: dilaporkan satu kasus pasien
dengan HPTP, normokalsemia, dan osteoporosis.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/AMJ/article/download/3347/pdf_30

Anda mungkin juga menyukai