Anda di halaman 1dari 34

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hiperparatiroid

Fasilitator:
Yulis Setiya Dewi, S.Kep., Ns., M.Ng

Disusun Oleh:
Kelompok 3 / A-2
Sucowati Dwi Jatis 131411131032
Roudhotul Jannah 131411131035
Nur Hidayanti 131411131044
Nining Ambarwati 131411131050
Ani Rihlatun Ni’mah 131411131065
Arfa Zikriani 131411133024
Yenis Anggi Prastiwi 131411133033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah
“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Hiperparatiroid” dengan baik.
Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Yulis Setiya
Dewi, S.Kep. Ns., M.Ng., selaku fasilitator yang memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adaya kritik dan saran yang dapat
membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
Penyusun juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara pribadi
serta bagi teman sejawat supaya bisa saling belajar.

Surabaya, 2 April 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i

Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................ iii

BAB 1 Pendahuluan .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................. 3

BAB 2 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 4


2.1 Definisi Hiperparatiroid......................................................... 4
2.2 Klasifikasi Hiperparatiroid .................................................... 4
2.3 Etiologi Hiperparatiroid......................................................... 6
2.4 Patofisiologi Hiperparatiroid ................................................. 8
2.5 Manifestasi Klinis Hiperparatiroid ........................................ 12
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Hiperparatiroid .............................. 14
2.7 Penatalaksanaan Hiperparatiroid ........................................... 15
2.8 Komplikasi Hiperparatiroid ................................................... 16
2.9 Perbedaan Hipoparatiroid dengan Hiperparatiroid................ 17
2.10 WOC (Web of Caution) Hiperparatiroid ............................... 21

BAB 3 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hiperparatiroid.............. 22


3.1 Pengkajian ............................................................................. 22
3.2 Diagnosa ................................................................................ 24
3.3 Intervensi ............................................................................... 24
3.4 Evaluasi ................................................................................. 29

BAB 4 Kesimpulan ..................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hiperparatiroid merupakan karakter penyakit yang
disebabkan kelebihan sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino
polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh
konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan
kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium
oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga
menyebabkan phosphaturia jika kekurangan cairan fosfat.
Hiperparatiroidisme terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier (Lawrence
Kim, MD, 2005, section 2).
Penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap
tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang
lebih besar 2 kali dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang
diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita
dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas
sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroid. Hiperparatiroid primer
merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab
yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi
yang sering adalah dekade ke-6 dan wanita lebih sering 3 kali dibandingkan
laki-laki. Insidennya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus
dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin
multipel tipe I dan II (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Kita sebagai perawat sebaiknya lebih gencar lagi dalam
menanggulangi masalah pasien dengan gangguan berbagai sekresi hormon.
Promosi kesehatan sangat diperlukan sebagai upaya preventif untuk
memberikan informasi yang cara yang tepat agar bisa mencegah terjadinya
gangguan tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah definisi dari hiperparatiroid?
1.2.2 Apa sajakah klasifikasi dari hiperparatiroid?
1.2.3 Apa sajakah etiologi dari hiperparatiroid?
1.2.4 Bagaimanakah patofisiologi dari hiperparatiroid?
1.2.5 Apa sajakah manifestasi klinis dari hiperparatiroid?
1.2.6 Apa sajakah pemerikasaan diagnostik pada hiperparatiroid?
1.2.7 Bagaimanakah penatalaksanaan pada hiperparatiroid?
1.2.8 Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan oleh hiperparatiroid?
1.2.9 Apakah perbedaan dari hipoparatiroid dan hiperparatiroid?
1.2.10 Bagaimanakah Web of Caution dari hiperparatiroid?
1.2.11 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan
hiperparatiroid?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep pembuatan
asuhan keperawatan klien dengan hiperparatiroid secara
komprehensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari hiperparatiroid.
2. Mengetahui klasifikasi dari hiperparatiroid.
3. Mengetahui etiologi dari hiperparatiroid.
4. Mengetahui manifestasi klinis klien dengan hiperparatiroid.
5. Mengetahui patofisiologi dari hiperparatiroid.
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada hiperparatiroid.
7. Mampu menjelaskan penatalaksanaan pada klien dengan
hiperparatiroid.
8. Mengetahui komplikasi pada hiperparatiroid.
9. Mengetahui perbedaan dari hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
10. Mampu menjelaskan Web of Caution dari hiperparatiroid.

2
11. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
hipoparatiroid dan hiperparatiroid.

1.4 Manfaat
Dapat digunakan sebagai acuan bagi peyusun serta rekan sejawat dalam
praktik memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
hiperparatiroid. Dan sebagai pedoman untuk memberikan promosi kesehatan
kepada masyarakat dengan tujuan untuk menangani penyakit hiperparatiroid.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Hiperparatiroid


Hiperparatiroid adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
kelebihan mensekresikan hormon paratiroid melampaui batas normal
(Tambayong, 2000). Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh
konsentrasi cairan ion kalsium. Hormon paratiroid juga menyebabkan
phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. Hiperparatiroid biasanya terbagi
menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence, 2005). Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat
membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium,
dengan kata lain satu dari keempat kelenjar tersebut terus mensekresi hormon
paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau
meningkat.
Hiperparatiroid adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Efek utama dari
hormon paratiroid yaitu meningkatkan konsentrasi kalsium serum dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal (Kim,
2005). Hiperparatiroid adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid yang ditandai dengan erosi/dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium (Smeltzer, 2001).

1.2 Klasifikasi Hiperparatiroid


1.2.1 Hiperparatiroid Primer Commented [E31]: karena disfungsi kel paratiroid

Hiperparatiroid primer adalah salah satu gangguan endokrin tersering


dan merupakan penyebab penting hiperkalsemia (Vinay, 2007).
Hiperparatiroid primer merupakan bentuk yang paling banyak disebabkan
oleh adenoma maupun hyperplasia (Pranoto, 2006). Pada keadaan yang
jarang (kurang dari 1% kasus), penyakit ini disebabkan oleh karsinoma

4
paratiroid. Hiperparatiroid primer biasanya mengenai orang dewasa dan lebih
sering pada perempuan (post menopausal) daripada laki-laki (Pranoto, 2006).
Hasil pemeriksaan ini berdasarkan pada kadar kalsium serum dalam
skrining darah yang rutin. Hal ini akan menyebabkan kadar fosfat dalam
serum menurun dan sebaliknya kadar fosfat dalam urin sangat tinggi. PTH
menyebabkan pelepasan kalsium dari tulang maka kadar alkali fosfatase
mengalami kenaikan sebagaimana pada setiap penyebab destruksi tulang
yang lain (kadar alkali fosfatase dapat mengalami kenaikan sebagimana pada
setiap penyebab destruksi tulang yang lain). Kelebihan hormon PTH akan
meningkatkan cAMP urin (cAMP merupakan second messengger yang
distimulasi oleh banyak reseptor yang di rangsang oleh PTH ) (Aaron, 2013).
Hiperparatiroid primer dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan akibat,
yaitu:
1) Hiperkalsemia
2) Kalsifikasi visceral
3) Peningkatan resorpsi tulang
4) Hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptikus, sindrom Zollinger Ellison’s,
pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis
syndrome, hiperurisemia, gout.
1.2.2 Hiperparatiroid Sekunder Commented [E32]: karena gang. organ lain

Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi


hormon paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan
normal, karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada
keadaan ini terdapat hiperplasi dan hiperfungsi merata pada keempat kelenjar
paratiroid, terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah
kegagalan ginjal menahun, dan glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun.
Hiperparatiroid sekunder terjadi karena hiperplasi kelenjar paratiroid
yang disebabkan oleh adanya disfungsi dari system organ yang lain (Pranoto,
2006). Penyebab yang banyak adalah gagal ginjal, namun dapat disebabkan
pula oleh karena osteogenesis imperfect, penyakit Paget, multiple myeloma,
karsinoma dengan metastasis tulang (Pranoto, 2006). Hiperparatiroid
sekunder diakibatkan oleh hipokalsemia dengan atau tanpa hiperfosfatemia

5
sehingga menyebabkan stimulasi sekresi parathormone (PTH). Hipokalsemia
pada gagal ginjal disebabkan oleh karena produksi kalsitriol menurun
sehingga terjadi gangguan absorpsi kalsium di usus dan juga akibat dari
retensi fosfat (Pranoto, 2006).
Sekresi PTH seluruhnya diatur oleh kadar kalsium, jadi
hiperparatiroidisme sekunder tidak dikaitkan oleh hipofisa. Penurunan kadar
kalsium dalam darah menyebabkan peningkatan PTH pada tubuh sebagai
homeotasis pada darah. Hal ini disebabkan oleh defisiensi vitamin D atau juga
bisa disebabkan oleh gagal ginjal (Aaron, 2013).
1.2.3 Hiperparatiroid Tersier
Istilah hiperparatiroid tersier digunakan adalah perkembangan lanjut
tipe sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid seperti;
hiperparatiroid primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan
pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu
berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul
ekstirpasi adenoma. Hiperparatiroidisme tersier terjadi oleh karena hiperplasi
atau adenomatosis multiple setelah terjadi stimulasi sekunder yang
berkepanjangan (Pranoto, 2006). Sering terjadi pada penderita gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis jangka panjang dan dapat pula disebabkan dari
hiperparatiroid sekunder akibat defisiensi vitamin D. Pemberian vitamin D
kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.
Kejadian ini dapat dicegah dengan memberikan terapi yang efektif pada
hiperparatiroid sekunder. Pada hiperparatiroid primer maupun tersier terapi
yang paling tepat adalah pembedahan yaitu paratiroidektomi.

1.3 Etiologi Hiperparatiroid


Pada hiperparatiroid, terjadi kelebihan PTH. Penyebabnya mencakup:
1) Adenoma tunggal (paling sering) dan atau adenoma multiple
2) Hiperplasia atau kanker (jarang) (Brooker, 2008).
Hiperparatiroid dapat bersifat primer (yang disebabkan oleh hiperplasia
atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus ini biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis. Pada 80% kasus, hiperparatiroid

6
primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak, 18% kasus diakibatkan oleh
hiperplasia kelenjar paratiroid; dan 2 % kasus disebabkan oleh karsinoma
paratiroid. Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau
karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar
lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenjar membesar
(Hotma, 1999).
Rubenstein (2007) juga berpendapat etiologi hiperparatiroid yaitu:
1) Hiperparatiroid primer (adenoma atau hiperplasia paratiroid).
2) Hiperparatiroid sekunder (peningkatan sekresi PTH terjadi sebagai respons
terhadap hipokalsemia, misalnya pada gagal ginjal, malabsorbsi.
3) Hiperparatiroid tersier, jika hiperparatiroid sekunder menjadi tidak
terkendali akan berkembang adenoma paratiroid otonom, menyebabkan
peningkatan PTH dan kalsium serum.

Gambar 2-3 Hiperplasia dan Neoplasma Paratiroid


(Rubenstein, 2007)

Sedangkan penyebab hiperparatiroidisme menurut (Hartono, 2012)


diantaranya:
1) Gagal ginjal kronis
2) Penyakit tulang
3) Tumor malignan kelenjar paratiroid
4) Adenoma benigna
5) Hipertrofi kelenjar paratiroid
6) Defisiensi vitamin D
7) Malabsorpsi

7
1.4 Patofisiologi Hiperparatiroid
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma
paratiroid jinak, 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid dan
2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid. Normalnya terdapat empat
kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh
pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada
hiperplasia paratiroid, keempat kelenjar membesar. Karena diagnosa adenoma
atau hiperplasia tidak dapat ditegakkan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah
untuk meneliti keempat kelenjar tersebut diangkat dan lainnya dibiarkan utuh.
Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan
mengangkat ketiga kelenjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang
seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium – fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia
primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran
kelenjar paratiroid dan hiperfungsi adalah mekanisme kompensasi yang
dicetuskan oleh retensi fosfat dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan
penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D,
seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroid ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH
terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan
resorpsi kalsium dari lumen tubulus ginjal. Eksresi kalsium dalam urine
berkurang. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang
selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus sehingga
hiperkalsemia dan hipofosfatmia kompensatori adalah abnormalitas biokimia
yang dideteksi melalui analisis darah konsentraisi PTH serum juga meningkat.
Produksi hormon paratiroid yang berlebihan disertai dengan gagal
ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulang
yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystic, suatu penyakit meningkatnya
resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang
lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung
(Lawrence, 2005).

8
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang
langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan
ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium
serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasemia
kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan
hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari
usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH. Pada saat kadar kalsium
serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara
berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan
insidens nefrolithiasis, yang mana dapat menimbulkan penurunan creatinin
clearens dan gagal ginjal. Vitamin D mempunyai peran penting dalam
metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target
organ.
Pelepasan PTH yang tetap sangat diharapkan, PTH yang tidak
terkendali dengan sempurna dari jaringan paratiroid yang hiperfungsi
menyebabkan respon organ target fisiologis secara berlebihan.
1) Hiperkalsemia
Kelebihan hormon PTH dapat merangsang transport kalsium ke
dalam darah dari rongga usus dan tubulus ginjal demikian juga dari tulang,
usus dan ginjal tidak mampu mengoreksi hiperkalsemia. Jika demikian
maka akan bertentangan dengan keadaan hiperkalsemia lain (non
paratiroid), garis pertahanan pertama terhadap hiperkalsemia, kehilangan
kalsium yang meningkat melalui ginjal dan usus, tidak ada pada pasien
dengan hiperparatiroid primer. Permulaan patofisiologi, ketika nilai kalsium
serum di bawah 11,5 mg/dL (2,88 mmol/L) (normal 8,9-10,1 mg/dL)
kalsium urin dapat relatif rendah untuk derajat hiperkalseminya. Pasien-
pasien dengan nilai kalsium serum lebih besar dari 12 mg/dL (3 mmol/L),
ketika mekanisme tubulus ginjal telah diatasi, atau pada pasien-pasien
dengan penurunan kapasitas tubulus ginjal untuk meresorpsi kalsium yang
tidak ada hubungannya, barulah terjadi mekanisme adaptasi ginjal untuk
mengoreksi hiperkalsemia mulai bekerja dan hiperkalsiuria timbul.
Sayangnya, mekanisme adaptasi terapan yang kronis ini (hiperkalsiuria)

9
bersama-sama dengan perubahan-perubahan lain pada komposisi urin yang
terjadi pada hiperparatiroidi primer (yakni pH meningkat karena
bikarbonaturia), ikut membantu terjadinya urolitiasis dan infeksi saluran
kencing yang sangat sering pada pasien-pasien ini.
Banyak pasien dengan hiperparatiroid mengalami penurunan
reabsorpsi fosfat pada tubulus ginjal, hiperfosfaturia, hipofosfatemia. Pada
orang normal atau pasien normal dengan pengurangan kapasitas untuk
mengkonversi 250 HD₃ menjadi 1,25 (OH)₂D₃, efek tubulus renalis dari
PTH membantu homeostatis mineral dengan merangsang produksi 1,25
(OH)₂D₃ dan dengan membersihkan fosfat darah yang diambil dari tulang
selama resorpsi kalsium. Namun, pada pasien dengan hiperparatiroid,
hiperkalsemia diperhebat oleh peningkatan produksi 1,25 (OH)₂D₃ dan
dengan penurunan jumlah fosfat serum yang tersedia untuk membentuk
kompleks dengan kalsium.
2) Kalsium pada Jaringan Lunak
Mekanisme lain untuk mengoreksi hiperkalsemia dibutuhkan sesuai
dengan berlanjutnya proses penyakit. Hal ini umumnya akan
mengakibatkan suatu keadaan “pertukaran” antara penurunan kadar kalsium
dan perkembangan organ. Salah satu mekanisme semacam ini ialah deposisi
kalsium pada jaringan lunak yang terjadi karena kelarutan normal produk
Ca2+ x PO43- dalam serum (kira-kira 40) berlebihan. Hal ini dapat
menimbulkan gejala-gejala reumatologis akibat kalsifikasi tendinitis dan
kondrokalsinosis, atau dapat pula mempengaruhi fungsi ginjal (sekunder
akibat nefrokalsinosis).
3) Defisiensi vitamin D Commented [E33]: komplikasi

Mekanisme adaptasi lainnya adalah defisiensi vitamin D, yang dapat


mengakibatkan pasien menderita hiperparatiroid yang berat dengan
eukalsemia. Pasien-pasien dengan cadangan vitamin D yang tipis dapat
terjadi deplesi vitamin D karena peningkatan jangka panjang kecepatan
konversi 250 HD3 menjadi 1,25 (OH)2D3 akibat peningkatan PTH dalam
sirkulasi. Pasien-pasien ini dapat mengalami osteomalasia yang hebat.
4) Peningkatan Degrasi PTH

10
Stimulasi oleh hiperkalsemia dari peningkatan degradasi bentuk-
bentuk PTH yang aktif secara biologis di jaringan perifer (misal: Hepar)
dan jaringan paratiroid. Bukti-bukti yang menyokong efek dari kalsium
ionik seperti itu terdapat pada hewan dan manusia. Jadi, mungkin
kalsium plasma tidak hanya mengatur sekresi PTH, tetapi juga
merupakan faktor yang penting untuk menentukan jumlah relatif PTH
yang aktif secara biologis dan fragmen-fragmen hormon yang tidak aktif
dalam sirkulasi. Salah satu mekanisme adaptasi yang diduga berperan
penting untuk mengoreksi hiperkalsemia akibat hiperparatiroid primer
adalah meningkatnya sekresi CT. Namun bukti menunjukkan bahwa hal
ini tidak terjadi pada sebagian besar pasien pada sebagian pasien
(terutama wanita), sekresi cadangan CT sebenarnya mengurang.
5) Asidosis Hiperkloremik
Pasien-pasien hiperparatiroid primer umumnya mengalami
asidosis hiperkloremik ringan sampai sedang, terutama akibat aksi kerja
PTH yang berlebihan, yang menyebabkan penurunan ion hidrogen dalam
urin dan peningkatan ekskresi bikarbonat. Efek ini juga cenderung untuk
memperburuk hiperkalsemia yang sudah ada, pertama dengan
terganggunya kemampuan albumin dalam darah untuk mengikat kalsium
ionik dan kedua akibat disolusi mineral di tulang.
6) Peningkatan cAMP di Urin
cAMP dalam urin yang berasal dari ginjal meningkat sampai
sebanyak 80% pada pasien-pasien hiperparatiroidisme primer. Hal ini
mungkin merupakan pencerminan peningkatan aktivitas adenil siklase
ginjal yang distimulasi PTH. Yang menarik, beberapa penelitian
menunjuk bahwa fosfaturia dan respons cAMP terhadap pemberian PTH
eksogen tidak menunjukkan adanya suatu keadaan refrakter atau
desensitisasi dari satu atau lebih komponen-komponen selular yang
bertanggung jawab terhadap efek tersebut. “Desensitisasi” semacam ini
dan fenomena meningkatnya ekskresi cAMP dalam urin telah digunakan
sebagai uji diagnostik untuk mengetahui adanya hiperparatiroid.
7) Ostetitis Fibrosa Kistika

11
Pasien-pasien yang terbukti secara radiologis menderita osteitis
fibrosa cystica sering mengalami peningkatan kadar isoenzim fosfatase
alkalis tulang dalam serum. Enzim tulang ini diproduksi oleh osteoblast
dan mungkin merupakan salah satu dari sejumlah enzim-enzim yang
terlibat pada proses mineralisasi dalam tulang. Pasien-pasien ini juga
mensekresi hidroksiprolin dalam jumlah yang lebih besar dari normal di
dalam urin. Asam amino ini bersifat unik terhadap kolagen, yang
merupakan struktur protein utama ditulang. Kombinasi peningkatan
semacam ini pada fosfatase alkalis serum dan ekskresi hidroksiprolin di
urin telah diinterpretasikan sebagai refleksi utama dari metabolisme yang
meningkat ditulang pada hiperparatiroid primer.

2.5 Manifestasi Klinis Hiperparatiroid


Hiperparatiroid primer ditandai dengan peningkatan kadar hormon
hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat serum
(Greenspan, 1998). Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan
kadar kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dL (normal,
9-11 mg/dL). Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran
normal tinggal. Namun, bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan
bersamaan, kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang proporsial. Pada
beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat tinggi
(15-20mg/dL). Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan
bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan
peningkatan kadar PTH serum total. Penentuan PTH amino akhir atau PTH
utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal.
Menurut Tamsuri (2009) gejala yang terdapat pada pasien dengan
Hiperparatiroid:
1) Cepat lelah (Letargi).
2) Penurunaan tonus otot sehingga otot menjadi lemah.
3) Reabsorbsi kalsium dari tulang meningkat sehingga terjadi
hiperkalsemia dalam darah. Hiperkalsemia darah dapat
menyebabkan gangguan klinis sekunder, yaitu:

12
a) Poliuri dan polidipsi
b) Neprolithiasis ginjal
c) Pankreatitis bahkan ulkus peptikum
4) Resorpsi kalsium tulang meningkat sehingga tulang mudah
fraktur di berbagai tempat.
5) Nyeri pinggang karena batu ginjal.
6) Henti jantung karena krisis hiperkalsemia.
7) Depresi refleks tendon profundan.
8) Mual dan muntah
9) Nyeri pada skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah
punggung dan persendian, nyeri ketika menyangga tubuh, fraktur
patologik, deformitas, dan pemendekan bada.
Hiperparatiroid sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar
kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan
fosfat serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang
tinggi sama dengan pada hiperparatiroid primer. Beberapa pasien menunjukkan
kadar kalsium serum tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal,
vaskular, neurologik yang disebabkan oleh hiperkalsemia.
Manifestasi klinis dari hiperparatiroid tersier meliputi hiperparatiroid
yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada
hiperparatiroid sekunder akut yang ditandai oleh:
1) Gejala apatis
2) Keluhan mudah lelah, kelemahan otot
3) Mual, muntah, konstipasi
4) Hipertensi dan aritmia jantung
Semua hal tersebut berkaitan dengan hiperkalsemia. Manifestasi
psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan
neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium
pada otak serta sistem saraf.

13
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Hiperparatiroid
Hiperparatiroid didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level
kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormon paratiroid. Penyakit
lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi
hanya hiperparatiroid yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak
hormon paratiroid.
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan radioimmunoassay PTH, sangat sensitif dan dapat
membedakan hiperparatiroid primer dengan penyebab
hiperkalsemia lain.
2) Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroid karena
menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon
paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya
dilakukan untuk melihat adaya komplikasi. Karena tingginya
kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang
karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan
resiko fraktura. Hasilnya adalah peningkatan kadar kalsium,
PTH, kreatinin, klorida dan alkali fosfatase; penurunan kadar
fosfor.
3) Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa
mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24
jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko
batu ginjal.
4) Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk
membedakan hiperparatiroid primer dengan keganasan, yang
dapat menyebabkan hiperkalsemia.
5) Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai Thallium serta biopsi jarum
halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan
untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada
kelenjar paratiroid.
6) Osteokalsin: meningkat

14
7) Fosfatase asam yang resisten-tartrat: meningkat
8) Sekresi asam basal: dapat meningkat
9) Kimia urin: peningkatan kadar kalsium dan klorida
10) Foto rontgen: memperlihatkan demineralisasi tulang yang difus.
Kista pada tulang, absorpsi tulang bagian korteks, dan erosi
subperiosteum osteum falang serta klavikula distal.

2.7 Penatalaksanaan pada Hiperparatiroid


Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroid primer adalah
tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiroid yang abnormal. Namun
demikian, pada sebagian pasien yang asimptomatik disertai dengan kenaikan
kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal. Pembedahan dapat
ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan
bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan
ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal caculi). Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 mL cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat
bukti bahwa minuman ini dapat menurunkan pH urin. Kepada pasien diminta
untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan
hemapturia. Pemberian diuretik thiazid harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroid primer karena obat ini akan menurunkan ekskresi kalsium lewat
ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien
harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adaya risiko
krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari
bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah,
diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang
harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress
akan melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat peroral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan thiazid ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak. Diet dan

15
obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga
menderita ulkus peptikum, ia memerlukan antasid dan diet protein yang
khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien
harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktifitas fisik disertai
dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejala
konstipasi yang merupakan masalah post operatif yang sering dijumpai pada
pasien.

2.8 Komplikasi Hiperparatiroid


Penderita hiperparatiroid sering memperlihatkan gejala psikiatrik
seperti skizophrenia, atau depresi. Sering juga terjadi miopati dan
hiperkalsemia. Pada penderita hipoparatiroid juga dapat terlihat gejala
psikiatrik seperti pada hiperparatiroid dan kadang disertai kejang akibat
hipokalsemia terutama pada penderita pasca operasi adenoma yang
mengakibatkan hiperparatiroid (Tamsuri, 2009).
Menurut Tandra (2008) hiperparatiroid dapat menyebabkan beberapa
komplikasi diantaranya:
1. Kekurangan vitamin D dan dapat menimbulkan osteoporosis.
Kelenjar paratiroid yang overaktif menyebabkan peningkatan
kalsium dalam darah, sedangkan kadar kalsium di tulang berkurang.
Keluhan yang timbul adalah mual, muntah, kekurangan cairan
tubuh, kerusakan ginjal, dan gangguan kesadaran.
2. Jika dilakukan operasi paratiroidektomi atau pengambilan kelenjar
paratiroid, akan ditemukan densitas tulang yang meningkat, dan
resiko fraktur tulang akan menurun.
3. Pada kehamilan kondisi hiperparatiroid juga membawa dampak
yang sangat besar diantaranya:
1) Hiperkalsemia darah: O2 menuju janin sehingga menyebabkan
(1) Abortus
(2) Persalinan prematur

16
(3) Kematian janin intrauteri, yang didahului dengan tetani janin,
termasuk organ vital jantung dan paru.
2) Peningkatan hormon maternal dapat menekan pengeluaran
hormon paratiroid janin sehingga janin mengalami:
(1) Hipokalsemia
(2) Penurunan kadar 1,25 dihroxyvitamine D
Gangguan ini menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit
darah janin dan menimbulkan tetani otot yang diakhiri dengan
kematian akibat gangguan kontraktilitas jantung janin.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan komplikasi:
1) Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak
cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
2) Latihan. Untuk membentuk kekuatan tulang dan menghambat
pengeroposan tulang.
3) Penuhi kebutuhan vitamin D sebelum berusia 50 tahun,
rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari
adalah 200 International Units (IU). Setelah berusia lebih dari 50
tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU
perhari.
4) Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan kerapuhan tulang
seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.
5) Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar
kalsium. Kondisi tertentu seperti penyakit gastrointestinal dapat
menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.

2.9 Perbedaan Hiperparatiroid dan Hipoparatiroid

Jenis Hiperparatiroid Hipoparatiroid


Definisi Hiperparatiroid adalah suatu Hipoparatiroid adalah hipofungsi
keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid atau kehilangan fungsi
paratiroid memproduksi lebih kelenjar paratiroid sehingga
banyak hormon paratiroid dari menyebabkan gangguan
biasanya. kelenjar paratiroid yang metabolisme kalsium dan fosfor;

17
disebabkan oleh tumor serum kalsium menurun (bisa
menghasilkan terlalu banyak PTH, sampai 5 mg %), serum fosfor
sehingga hypercalesemia dan meninggi (9,5-12,5 mg%).
hypophposphatemia.
Etiologi Salah satu penyebab Adapun etiologi yang dapat
hiperparatiroidisme dari banyaknya ditemukan pada penyakit
hiperfungsi kelenjar paratiroid hipoparatiroid, antara lain :
adalah adenoma soliter (penyakit 1. Defisiensi sekresi hormon
von Recklinghausen). paratiroid, ada dua penyebab
Hiperparatiroidisme yang herediter utama:
dapat terjadi tanpa kelainan • Post operasi pengangkatan
endokrin lainnya tetapi biasanya kelenjar partiroid dan total
bagian dari Multiple Endocrine tiroidektomi.
Neoplasia Syndrome. MENS 1 • Idiopatik, penyakit ini jarang
(Wermer’s syndrome) terdiri dari dan dapat kongenital atau
hiperparatiroid dan tumor dari didapat (acquired).
pituitari dan pankreas, juga 2. Hipomagnesemia.
berhubungan dengan hipersekresi 3. Sekresi hormon paratiroid yang
gaster dan ulkus peptikum tidak aktif.
(Zollinger-Ellison’s syndrome). 4. Resistensi terhadap hormon
paratiroid
(pseudohipoparatiroidisme)
Klasifikasi Klasifikasi Hiperparatiroid: Klasifikasi Hipoparatiroid:
1. Hiperparatiroidisme primer 1. Hipoparatiroid Neonatal
2. Hiperparatiroidisme 2. Simple idiopatik
sekunder hipoparatiroid
3. Hiperparatiroidisme tersier 3. Hipoparatiroid pasca bedah
Manifestasi  Asympthomatic  Tetani (iritabilitas otot) karena
Klinis
 Peningkatan kadar kalsium tingkat normal kalsium
serum  Kesemutan daerah periorbital,
 Nyeri tulang atau fraktur akibat tangan, dan kaki dari tingkat
excreating kalsium dari tulang kalsium yang abnormal

18
 Batu ginjal  Kelesuan karena rendahnya
 Sering buang air kecil sebagai tingkat hormon paratiroid
akibat dari peningkatan kalsium  Katarak developement
dalam urin (hiperkalsiuria)  Sawan karena tingkat kalsium
yang rendah akut

Pemeriksaan  Peningkatan kalsium serum Pemeriksaan Patologis yaitu:


Diagnostik 1. Erb’s Sign
 Peningkatan PTH serum
2. Chvostek’s Sign
 Penurunan phosphat serum
3. Trousseau Sign
 Peningkatan kalsium urin
4. Peroneal Sign
 Adanya tumor paratiroid
Pemeriksaan Diagnostik
menunjukkan pada USG
1. Tetanus
 Biopsi jarum halus tumor
2. Percobaan kalsium
paratiroid
intravena
3. Hasil laboraturium
4. Foto Rontgen
5. ECG

Penatalaksan  Operasi pengangkatan tumor  Lakukan pencegahan kejang


aan
paratiroid  Berikan kalsium glukonat
 Mengadministrasikan dengan infus lambat untuk
bifosfonat kalsium serum hypocalemia akut
rendah dengan meningkatkan  Oral kalsium-kalsium
penyerapan kalsium dalam glukonat, laktat, karbonat (Os-
tulang Cal)
 IV salin normal untuk  dosis besar vitamin D
mencairkan kalsium serum (calcicerol) untuk membantu
 Diuretik seperti furosemide penyerapan kalsium
untuk mengeluarkan kelebihan  Aluminium hidroksida gel
kalsium dalam urin (amphogel) atau aluminium
karbonat gel; dasar (basaljel)
untuk decrese tingkat fosfat

19
 Jauhkan trcheostomy set dan
suntik kalsium glukonat di
samping tempat tidur untuk
gangguan pernapasan dari
pembengkakan serta untuk
administrasi darurat kalsium

Komplikasi Komplikasi hiperparatiroid: Komplikasi hipoparatiroid:


1. Krisis hiperalsemia akut 1. Hipokalsemia
2. Insufisiensi ginjal kronik

20
2.10 WOC HIPERPARATIROID
Sekunder
Primer

Gagal Ginjal Akut Tersier


Adenoma Hiperplasia
karsinoma
Defisiensi Vitamin D Hiperparatiroid
Sekunder Kronis
Gangguan fungsi
kelenjar Paratiroid PTH ↑

HIPERPARATIROID

Penurunan kadar Penurunan


B2 B4 B5 B6
fosfat di ginjal absorbsi kalsium
di
Absorbsi kalsium di Hiperplasia gastrointestinal Resorbsi
Tubular Ginjal Kel.PTH otonom Gangguan Fungsi
usus ↑ Kompensatonik gastrointestinal tulang ↑
Mereabsorpsi Fosfat
Secara Berlebihan terganggu
Hiperkalsemi Reabsorbsi PTH Hiperplasia Osteitis
1. Vomiting
darah Ginjal ↑ 2. Refluks fibrosa
Hiperfosfaturia
3. Anoreksia sistik
Absorbsi Ca di otot 4. Konstipasi
Kalsifikasi Hiperkalsiuria Demineralis
Hipofosfatemia
koroner asi tulang
Penurunan BB
Absorbsi usus ↑
Nefrolithiasis Nefrokalsinosis Retensi fosfat
MK: N
MK: Cardiac Arrest Osteoporosis
MK: Retensi urin MK: Risiko
Debris kalsium sel ginjal
MK: Konstipasi MK: Resiko cedera:
Gangguan Drainase Urin Fraktur patologis
Eliminasi Oklusi
terganggu
urin Aktivasi enzim pankreas
MK:
Mual,muntah Pankreatitis Kelemahan

21
MK: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERPARATIROID

3.1 Pengkajian

1) Identitas: Nama, Umur, Alamat, Jenis Kelamin, No. Rekam Medik,


Pekerjaan.
2) Keluhan Utama: Nyeri pinggang hebat, sakit kepala, letargi, kelelahan otot.
3) Riwayat penyakit Sekarang: Anoreksia, konstipasi, nyeri tulang dan sendi.
4) Riwayat Penyakit Dahulu: Pernah mengalami batu ginjal.
5) Pemeriksaan Fisik: Adanya pembesaran pada daerah tiroid

B1: Nafas pendek, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman nafas


(Kussmaul).

B2: Hipertensi, perubahan irama jantung, palpitasi, disritmia jantung.

B3: Menurunnya daya ingat, emosi tidak stabil, gangguan tidur.

B4: Menurunnya frekuensi urin, adanya batu ginjal.

B5: Anoreksia, mual muntah, konstipasi, distensi abdomen.

B6: Adanya kelemahan otot, penurunan tonus otot, lethargi.

Analisa Data :

Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS: Pasien mengeluh sakit Adenoma,hiperplasia Resiko cedera: fraktur


pada persendian dan tulang patologi
saat beraktifitas
PTH naik

DO: Pemeriksaan radiologi


tampak penipisan tulang,

22
terbentuk kista dan Resorpsi tulang naik
trabekula pada tulang.

Osteitis fiibrosa sistik

Demineralisasi tulang

Resiko cidera

DS: Pasien mengaku sulit Reabsorbsi PTH ginjal Perubahan eliminasi urin
berkemih

Hiperkalsinuria
DO: Hasil pemeriksaan
menunjukkan pasien terkena
batu ginjal Nefrolithiasis,nefrokalsinosis

Oklusi tubulus

Drainase urin terganggu

DS: Nafsu makan menurun, Hiperkalsemi Perubahan Nutrisi kurang


mengeluh badan terasa dari kebutuhan
lemah, mual,mual muntah
setiap kali makan. Absorbsi usus naik

Aktivasi enzim prankeas

23
DO: BB pasien turun, badan
tampak lemah, porsi makan
Pankreatitis
tersisa setengah

Mual,muntah

DS: Pasien mengeluh sulit Absorbsi Ca di usus Konstipasi


BAB

Pemadatan feses
DO: Bising usus menurun

Konstipasi

3.2 Diagnosa

Diagnosa Keperawatan

1) Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan demineralisasi tulang


yang mengakibatkan fraktur patologi
2) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder
terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
dan mual
4) Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroid pada
saluran gastrointestinal

3.3 Intervensi
1) Diagnosa: Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi

24
Tujuan: Klien tidak mengalami cedera dibuktikan dengan tidak terjadinya
fraktur patologi akibat penipisan tulang yang dialami klien

Kriteria Hasil:
 Klien dapat beraktifitas dengan aman (dengan bantuan ataupun
tanpa bantuan)
 Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
 Hasil pemeriksaan menunjukkan pembentukan kista dan
trabekula pada tulang berkurang
 Klien tidak mengalami cedera akibat penipisan tulang yang
dialaminya
No. Intervensi Rasional

1. Mengidentifikasi faktor penyebab Faktor penyebab menentukan


resiko cedera tindakan apa yang harus
dilakukan, dapat berupa
dampak dari penyakit yang
diderita klien atau karena
trauma.

2. Kolaborasi:
Pemberian obat anti nyeri dan Nyeri yang dirasakan klien
obat untuk mencegah penipisan dapat berkurang sehingga
tulang yang semakin parah klien mudah beraktifitas dan
tidak merasa takut akibat dari
penipisan tulang yang
dialaminya

3. Monitoring kondisi klien terkait Masalah penipisan tulang


dengan masalah tulang yang yang dialami klien merupakan
dialami faktor resiko terjadinya
cedera pada klien saat
beraktifitas.

25
4. Atur aktivitas yang tidak Aktivitas yang terlalu berat
melelahkan untuk klien akan beresiko menimbulkan
kelelahan dan kelemahan fisik
klien.

5. Ajarkan klien untuk Dengan alat bantu klien dapat


menggunakan alat bantu berjalan beraktifitas dengan aman
bila diperlukan tanpa takut jatuh

2) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan keterlibatan


ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia
Tujuan: Eliminasi urin klien membaik kembali normal, seperti yang
ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai
60 mL/jam.

Kriteria Hasil:
 Klien dapat BAK secara rutin dengan haluaran urin dalam batas
normal
 Klien memiliki asupan cairan dan haluaran urin 24 jam yang
seimbang
 Fungsi ginjal klien tidak ada masalah
No. Intervensi Rasional

1. Monitoring hasil laboratorium Jika hasilnya membaik maka


klien terkait dengan fungsi ginjal eliminasi urin klien akan
dan haluaran urin kembali normal

2. Monitoring intake dan output Memenuhi kebutuhan


cairan keseimbangan cairan

3. Berikan asupan cairan sampai Asupan cairan yang banyak


2500 mL per hari atau lebih jika akan mempengaruhi kerja
tidak ada kontraindikasi ginjal untuk pengeluaran urin

26
4. Monitoring jumlah dan Jumlah dan karakteristik
karakterisitik haluaran urin klien menentukan sudah normalkah
haluaran urin klien

5. Monitoring pola eliminasi urin Mengetahui seberapa sering


pada klien klien berkemih

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan


dengan anoreksia dan mual
Tujuan: Kebutuhan makan klien dapat tercukupi dibuktikan dengan tidak
adanya mual dan berat badan klien dapat kembali seperti sebelum masuk
rumah sakit.

Kriteria Hasil:
 Mual berkurang
 Berat badan klien kembali normal seperti sebelum masuk rumah
sakit
 Mengembalikan pola makan klien dalam keadaan normal
No. Intervensi Rasional

1. Beri dorongan pada klien untuk Dapat memenuhi kebutuhan


makan secara teratur dan dengan nutrisinya
porsi yang cukup
2. Monitoring perilaku klien yang Mengetahui penyebab klien
menjadi faktor penyebab tidak nafsu makan sehingga
turunnya berat badan berat badannya menurun

3. Hilangkan faktor penyebab mual Dengan menghilangkan factor


penyebab mual nafsu makan
klien bisa kembali

4. Berikan lingkungan yang Lingkungan yang tidak


nyaman waktu klien makan nyaman misalnya ada bau

27
tidak sedap akan memicu rasa
mual

5. Kolaborasi:
Pemberian obat anti-emetik Obat anti-emetik bisa
sebelum makan (jika diperlukan) mengurangi rasa mual pada
klien

4) Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari


hiperparatiroid pada saluran gastriontestinal
Tujuan: Defekasi klien kembali normal dibuktikan dengan klien dapat
BAB sesuai kebiasaan klien sebelum MRS

Kriteria Hasil:
 Klien dapat BAB dalam batas normal
 Konstipasi yang dialami klien menurun
 Intake dan Output sama
No. Intervensi Rasional

1. Tingkatkan asupan cairan dan Serat akan mempermudah


serat dalam diet proses defekasi

2. Instruksikan pada klien ke kamar Walaupun tidak ingin defekasi


mandi untuk merangsang dengan setiap hari dirangsang
defekasi setiap hari maka klien akan terbiasa dan
bisa defekasi

3. Cegah terjadinya impaksi bila Impaksi akan menimbulkan


konstipasi sudah menetap komplikasi pada klien

4. Kolaborasi:
Pemberian pelunak feses atau Jika konstipasi menetap
laktasif jika diperlukan setelah dilakukan tindakan

28
maka harus dibantu dengan
pemberian obat

3.4 Evaluasi
1) Klien terhindar dari resiko cedera dan fraktur patologi tidak terjadi
2) Pembentukan kista dan trabekula pada tulang berkurang
3) Eliminasi urin klien membaik ditandai dengan asupan cairan dan haluaran
urin seimbang
4) Berat badan klien kembali normal seperti sebelum MRS
5) Nafsu makan klien kembali normal dan klien tidak lagi merasa mual
6) Klien dapat BAB setiap hari, asupan dan haluaran seimbang.

29
BAB 4
KESIMPULAN

Hiperparatiroid merupakan suatu kondisi kelebihan sekresi hormon


paratiroid oleh kelenjar paratiroid yang ditandai dengan erosi/dekalsifikasi tulang
dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroid primer
disebabkan oleh hiperplasia atau neoplasma paratiroid. Hiperparatiroid sekunder
dan tersier berhubungan dengan gagal ginjal kronis. Pemeriksaan hiperparatiroid
yaitu dengan pemeriksaan radioimmunoassay, tes darah, pemeriksaan antibodi
ganda hormon paratiroid. Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroid primer
adalah tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiroid yang abnormal.
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress akan
melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal. Pemberian
fosfat peroral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aaron, Berkowits. (2013). Patofisiologi Klinik. Tangerang: Bina Aksara Publiser.


Baradero, Mary. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin.
Jakarta: EGC.
Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth. (2001). Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Fawcet, Don W. (2002). Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Jakarta: EGC.
Hartono, Andri. (2012). Medikal Bedah Endokrin. Tangerang: Binarupa Aksara.
Hotma, Rumahorbo. (1999). Asuhan keperawatan Klien dengan Gangguan
Endokrin. Jakarta: EGC.
Lawrence, M. T. Jr., Stephen, J. McP., Maxine, A. P. (2005). Current Medical
Diagnosis And Treatment, McGraw-Hill Companies Inc.
Manuaba, Ida Bagus G, et al. (2007). Pengantar kuliah Obsetri. Jakarta: EGC.
Morton, Patricia Gonce. (2005). Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan
Dokumentasi SOAPIE. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Pranoto, Agung. 2006. Seri 2 Endokrin Metabolik Kapita Selekta Endokrinologi.
Surabaya: Devisi Endokrinologi FK UNAIR.
Rubenstein, David, et al. (2007). Lecture Notes: Kedokteran Klinis Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, Suzzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru. W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 ed.4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Syaiffudin. (2004). Anatomi Fisiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta:EGC
Tamsuri, Anas. (2009). Seri Asuhan Keperawatan; Klien Gangguan Keseimbangan
Cairan & Elektrolit. Jakarta: EGC.
Tandra, Hans. (2009). Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang
Osteoporosis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, IKAPI Jakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai