HIPERBILIRUBINEMIA
Disusun Oleh :
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terucap hanya pada Allah SWT yang Maha Esa atas
Ridho-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas
mengenai, “Asuhan Keperawatan Pada Penderita Hiperbilirubinema” yang
merupakan pengetahuan penting yang harus diketahui.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang
senantiasa taat dalam menjalankan syariatnya.
Kami ucapkan terima kasih yang tiada tara kepada seluruh pihak yang
telah membantu mensukseskan makalah ini hingga selesai, baik secara langsung
maupun tidak.
Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak
berkenan bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf yang
setulusnya.
Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayat dan rahmat senantiasa
menyertai kita semua menuju terciptanya keridhoan Allah SWT.
.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................5
A. Definisi ......................................................................................................................7
B. Etiologi ......................................................................................................................8
C. Klasifikasi...................................................................................................................8
D. Anatomi Fisiologi.......................................................................................................9
E. Patofisiologi..............................................................................................................11
F. Pathway....................................................................................................................12
G. Faktor Risiko ...........................................................................................................13
H. Laboratorium ...........................................................................................................13
I. Pelaksanaan..............................................................................................................15
A. Pengkajian ...............................................................................................................14
B. Diagnosa...................................................................................................................19
C. Perencanaan .............................................................................................................20
A. Pengkajian....................................................................................................................
B.
3
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................24
Kesimpulan...........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................25
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperbilirubinema adalah suatu kejadian klinik yang sering muncul pada
bayi baru lahir. 25-50% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Ada dua perhitungan jumlah bilirubin, yaitu bilirubin direct dan bilirubin indirect.
Hiperbilirubinemia merupakan istilah yang sering dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar bilirubin.
Ikterus akan tampak secara visual jika kadar bilirubin lebih dari 5-7 mg/dl. Setiap
bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama ikterus ditemukan dalam
24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin indirek meningkat 5 mg/dL
dalam 24 jam dan bilirubin direk > 1mg/dL merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologis.
Hiperbilirubin merupakan keadaan yang umum terjadi pada bayi preterm
maupun aterm. 4 Peningkatan kadar bilirubin > 2 mg/dL sering ditemukan hari hari
pertama setelah lahir. 60% neonatus yang sehat mengalami Ikterus. Pada
umumnya,peningkatan kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan 2
pengobatan. Namun beberapa kasus berhubungan dengan dengan beberapa
penyakit, seperti penyakit hemolitik, kelainan metabolisme dan endokrin , kelainan
hati dan infeksi.
Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul lama atau
kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dan ikterus
fisiologis. Gejala paling mudah diidentiikasi adalah ikterus yang didefinisikan
sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning. Ikterus terjadi apabila terdapat
akumulasi bilirubin dalam darah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari hiperbilirubinemia?
2. Bagaimana etiologi dari hiperbilirubinemia?
3. Bagaimana klasifikasi dari hiperbilirubinemia?
4. Bagaimana anatomi fisiologi dari hiperbilirubinemia?
5
5. Bagaimana patofisiologi dari hiperbilirubinemia?
6. Apa saja faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia?
7. Bagaimana laboratorium dari hiperbilirubinemia?
8. Bagaimana penatalaksanaan hierbilirubinemia?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari hiperbilirubinemia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari hiperbilirubinemia.
2. Untuk mengetahui etiologi dari hiperbilirubinemia.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari hiperbilirubinemia.
4. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari hiperbilirubinemia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari hiperbilirubinemia.
6. Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia.
7. Untuk mengetahui laboratorium dari hiperbilirubinemia.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari hiperbilirubinemia.
6
BAB II
ISI
A. DEFINISI HIPERBILIRUBINEMIA
B. ETIOLOGI HIPPERBILIRUBINEMIA
7
hepatoseluler. Hiperbilirubinemia terisolasi (hiperbilirubinemia tanpa kelainan
fungsi hati lain) disebabkan oleh kelainan herediter, yaitu sindroma Gilbert,
sindroma Crigler-Najjar tipe 1 dan tipe 2, sindroma Dubin-Johnson, dan
sindroma Rotor. Kolestasis intrahepatik juga dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia ekstrahepatik dapat disebabkan oleh
koledokolitiasis, kanker pankreas, striktur traktus biliaris, kolangiokarsinoma,
kolangitis autoimun, atau infeksi seperti tuberkulosis dan askariasis.
Hiperbilirubinemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Menurut Klous dan Fanaraft
(1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
8
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5mg% atau lebih setiap 24 jam.
3. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan 12,5 mg%
pada neonatus kurang bulan.
4. Ikterus yang disertai hemolisis.
5. Ikterus disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gram, defikasi, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia,
hiperkarbia.
C. KLASIFIKASI HIPERBILIRUBINEMIA
Menurut (Ridha, 2014) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologis:
a) Ikterik fisiologis
Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau
ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang
sampai hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai dasar patologis
potensi kern icterus. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa,
kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada
9
BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas, kecepatan kadar
bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b) Ikterik patologis
Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin
5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10
mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi cukup bulan,
ikterik yang disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau
kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik
menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari
pada bayi baru lahir BBLR. Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik
patologis:
1. Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan golongan darah ibu
dan anak seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
D. ANATOMI FISIOLOGI
Hati yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah
pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengkeskresikan
sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat
10
penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya
nutrien langsung dari traktus gastrointestinal, kemudian hati akan menyimpan atau
mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di
bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik.
Hati merupakan oragan yang penting, khususnya dalam pengaturan
metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengkeskresikan empedu
yang memegang peranan utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak
dalam traktus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam
aliran darah dan mengekskresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan
oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu (vesika
velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan, pada saat ini,
kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum
(usus). (Brunner Suddart, 2001:1150).
11
E. PATOFISIOLOGI HIPERBILIRUBINEMIA
Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan
oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,
bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas
bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke
asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk
12
kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal,
tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan
hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
F. PATHWAY
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
Indikasi fototerapi
I. PENATALAKSANAAN
Tindakan umum meliputi :
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah trauma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
4. Fototerapi
16
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi
dapat mneurunkan bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi biliar bilirubin
tak terkonjungsi menjadi isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke empedu dan diekskresikan ke dalam duodenum untuk
dibuang Bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati (Avrey dan Taeusch,
1984).
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5
mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
fototerapi propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat
badan lahir rendah.
5. Tranfusi tukar
Transfusi tukar merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan mencegah
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian tranfusi tukar dilakukan
apabila kadar bilirubin indirek 20mg%, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu
0,3-1mg/jam, anemia berat dengab gejala gagal jantung dan kadar haemoglobin
tali pusat 14 mg% dan diuji cooms direk positif. Transfusi tukar digunakan untuk
:
a. Megatasi anemia sel darah merah yang tidak suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan).
c. Menghilangkan serum bilirubin.
d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
bilirubin.
17
BAB III
HIPERBILIRUBINEMIA
A. Pengkajian
Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan data dasar tentang kesehatan klien baik
fisik,psikososial, maupun emosional. Data dasar ini digunakan untuk menetapkan
status kesehatan klien, menemukan masalah actual ataupun potensial serta sebagai
acuan dalam memberikan edukasi pada klien. (Debora, 2013)
a) Identitas pasien
Meliputi nama, no RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi,
serta diagnose medis (Muttaqin, 2011).
b) Riwayat Kesehatan
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total . 10 mg/dl, bilirubin
serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik
waktu, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.
c) Pemeriksaan fisik dan fungsional
Pemerikasaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit, terjadi
pembesaran hati, feses pucat berwarna seperti dempul dan pemeriksaan
neurologis dapat ditemukan adanya kejang,opistotonus, tidak mau minum, letargi,
reflek moro lemah, atau tidak ada sama sekali (Hidayat, 2008)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan dalam masalah
ini adalah Ikterik Neonatus. Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa
neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi
masuk kedalam sirkulasi (PPNI, 2017)
18
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal
yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan
keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk pasien, keluarga
dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008)
Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah ikterik neonatus mengacu pada Nursing Outcome
Clacifikation (NOC) menurut Moorhead, (2013) adalah sebagai berikut:
a) Tujuan dan kriteria hasil
NOC :
a. Adaptasi Bayi Baru Lahir (0118)
Respon adaptif terhadap lingkungan ekstrauterin oleh bayi bary lahir yang matang
secara fisiologis selama 28 hari pertama.
b. Keberhasilan menyusui bayi (1000)
Perlekatan bayi untuk mengisap dari payudara ibu untuk pemenuhan makan selama 3
minggu pertama menyusui.
c. Pengelolaan Bayi premature (0117)
Integrasi ekstrauterin dari fungsi fisiologis dan fungsi perilaku oleh bayi baru lahir dengan
usia gestasi 24 sampai 37 minggu
Kriteria hasil :
a. Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)
b. Warna kulit normal (tidak ikterik)
c. Refleks mengisap baik
d. Mata bersih (tidak ikterik)
e. Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
f. Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)
19
hyperbilirubinemia (misalnya Rh atau incompatibility ABO, plositemia, sepsis,
premature, malpresentasi).
b. Monitor tanda tanda vital per protocol atau sesuai kebutuhan
c. Observasi tanda-tanda warna kuning
d. Tutupi kedua mata bayi, hindari penekanan yang berlebih.
e. Buka penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu dimatikan , bias dilakukannya
kontak bayi dan orang tua dan memungkinkan dilakukannya aktivitas menyusui.
f. Cek intensitas lampu setiap hari
g. Monitor kadar serum bilirubin per protocol, sesuai kebutuhan, atau sesuai
dengan permintaan dokter
h. Observasi tanda-tanda dehidrasi ( misalnya turgor kulit buruk, kehilangan
berat badan).
i. Ubah posisi bayi setiap 4 jam per protocol.
j. Dorong pemberian makan 8 kali per hari.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Berdasarkan terminilogi Nursing Outcome Clacifikation (NIC), implementasi terdiri dari
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi (atau program keperawatan). Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2010)
Implementasi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan ikterik neonatus pada
bayi hiperbilirubineia adalah fototerapi, fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari
suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah
larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
Fototerapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang
sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu
duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan keluar dalam feses(Marmi , 2015).
E. Evaluasi Keperawatan
20
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008). Berdasarkan kriteria hasil dalam
perencanaan keperawatan diatas adalah sebagai berikut:
(a) Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)
(b) Warna kulit normal (tidak ikterik)
(c) Refleks mengisap baik
(d) Mata bersih (tidak Ikterik)
(e) Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
(f) Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)
21
BAB IV
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Tanggal / jam masuk : Rabu, 24 Februari 2021 pukul 09:00 WIB
Ruang : Aster
No.RM : 15423
I. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama : By. T
Umur / Tanggal lahir : 24 Februari 2021
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum kawin
Alamat : Wringinputih Rt 02 / Rw 03, Borobudur
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Wringinputih Rt 02 / Rw 03, Borobudur
Hubungan dengan pasien : Ibu kandung
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Bayi kuning sejak 24 jam pertama kelahiran, kuning di seluruh tubuh dan kulit
terkelupas.
2. Alasan masuk Rumah Sakit
22
Bayi tampak kuning pada seluruh tubuh, lemas, rewel dan tidak mau menyusu.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 14.00 WIB, By.T tampak
kuning pada seluruh tubuh, sklera, dan kuku. Kulit tampak terkelupas, kering dan
kurang elastis, By.T dirawat di dalam inkubator, penambahan berat badan belum ada,
suhu tidak stabil, By.T tidak mendapatkan ASI langsung dari ibu karena tidak lancar
dalam produksi ASI ditambah lagi kondisi ibu yang belum stabil dan masih.
dirawat di ruang rawat inap HCU kebidanan RSUD Tidar Magelang.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Saat dikaji, keluarga mengatakan ibu tidak rutin memeriksakan kehamilan, pernah
mengalami keputihan selama hamil, dan terakhir ibu dengan eksklamsia. Ibu pernah
demam saat hamil, nutrisi selama kehamilan tidak terpenuhi karena faktor ekonomi
dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya intake nutrisi selama kehamilan..
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada penyakit turunan.
6. Riwayat alergi
Tidak mempunyai alergi.
7. Riwayat kehamilan
- Status kehamilan : G1,P1,A0,H1
- Pemeriksaan kehamilan / ANC : tidak ada
- Masalah kehamilan : eksklamsia dan keputihan
- Konsumsi obat selama hamil : tidak ada
8. Riwayat kelahiran
- Usia gestasi : 38-39 mg
- BB lahir : 2700 gr
- PB lahir : 48 cm
- Jenis persalinan : Spontan
- Kesulitan : Tidak ada
- Air ketuban : Keruh
- Kelainan bayi : Kulit pecah-pecah
- Inisiasi Menyusui Dini (IMD) : ada
23
- Pemberian Vit K : ada
III. Pengkajian Fokus
1. Persepsi terhadap kesehatan
Orangtua klien merasa status kesehatan anaknya penting, kesadaran keluarga klien
untuk pergi ke pelayanan kesehatan juga baik.
2. Pola metabolik-nutrisi
Kebutuhan cairan : 240 ml/kgBB/hr
Cara pemberian : enteral (PASI), oral, 8x/hr
3. Pola eliminasi
Konsistensi Lembek -
Bau - -
4. Pola aktivitas-latihan
Aktivitas 0 1 2 3 4
Keterangan :
Mandi v 0 = mandiri
1 = dibantu alat
Berpakaian v 2 = perlu bantuan orang lain
3 = dibantu orang lain &
Eliminasi v
alat
Mobilisasi v 4 = tidak mampu
24
Makan v
5. Pola istirahat tidur
Kualitas tidur klien sering terbangun.
6. Pola persepsi kognitif
- Bayi tidak mau menetek
- Feses berwarna pucat
7. Pola konsep diri dan persepsi
- Klien tidak menunjukan penolakan terhadap lingkungan.
- Keluarga klien sangat memperhatikan perkembangan kondisi klien
8. Pola hubungan dan peran
Klien tinggal bersama orang tua kandung.
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Klien berjenis kelamin perempuan.
10. Pola toleransi terhadap stress
Klien mendapat support dari kelurga dalam tindakan medis yang diberikan
11. Pola keyakinan dan nilai
Klien beragama Islam
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : letargi
Kesadaran : compos mentis
HR : 150x/menit
RR : 40x/menit
TD :-
S : 34° C
PB : 48 cm
BB : 2700 gr
LLA : 12 cm
Lingkar perut : 32 cm
b. Kepala
- Lingkar kepala : 35 cm
25
- Ubun-ubun besar : 4 x 2 cm
- Ubun-ubun kecil : 0,5 x 0,5 cm
- Bentuk : normal
- Rambut klien hitam
c. Mata
- Simetris
- Sklera ikterik
- Konjungtiva tidak anemis
- Sekret tidak ada
d. Hidung
- Simetris
- Jalan nafas bersih
- Pernafasan cuping tidak ada
e. Mulut
- Struktur mulut : utuh
- Palatum : utuh
- Gusi : utuh
- Lidah : merah muda
- Warna bibir : merah
- Reflek routing : (+)
- Reflek sucking : (+)
f. Leher
- Tidak ada pembengkakan
- Tidak ada kelainan
g. Thorax
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : nyeri tekan tidak ada
A : irama regular, suara vesikuler
h. Abdomen
26
I : tali pusar kering
P : suara abdomen tympani
P : pembesaran hepar tidak teraba, tidak ada massa
A : bising usus 10x/menit (teratur)
i. Kulit
- Turgor kembali lambat
- Kelembaban buruk
- Warna kulit tidak sianosis
- Lanugo : ada
- Pemeriksaan ikterus (kreamer) : ikterus grade II dan III
V. Program Terapi
- Terapi sinar atau fototerapi : >96 jam
- Terapi obat :
1. Amphicilline 2x165mg (iv)
2. Gentamicin 1x16mg (iv)
- ASI adekuat
VI. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium pada 24 Februari 2021
- Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal 0,3-1)
- Bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal <0,20)
- Bilirubin indirek 14 mg/dl (normal <0,80)
27
B. Analisa Data
DO:
- By. T tampak kuning pada
sklera, wajah, leher, hingga
pusar
- Bilirubin grade II-III
- Hasil laboratorium
menunjukkan
kadar bilirubin total 14,5
mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,5 mg/dl
(normal <0,20), bilirubin
indirek 14 mg/dl (normal <
0,80).
- Bayi tampak malas dan lebih
suka tidur sepanjang hari.
- By. T lahir premature dengan
usia kehamilan 34-35minggu
- Ibu dengan riwayat DM dan
mengalami PEB.
DS: - Bayi rewel dan menangis Efek fototerapi Hipotermi
28
peningkatan suhu tubuh.
- Suhu 34°C.
DO - Bayi berkeringat
:
- Fototerapi sementara
dihentikan dan diberikan
intake cairan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hyperbilirubinemia neonatal pada bayi prematur b.d malfungsi hati d.d sklera dan kulit
kuning. (Nanda, hal 175)
29
2. Hipertermia b.d pemajanan suhu lingkungan tinggi d.d kulit terasa hangat. (Nanda, hal
434)
3. Defisien volume cairan b.d asupan cairan kurang d.d penurunan turgor kulit. (Nanda,
hal 181)
D. Rencana Keperawatan
30
3 25 februari 3 Setelah dilakukan Tindakan Monitor tanda-tanda vital, yang
2021/09.30 keperawatan 1x24 jam, sesuai
diharapkan : Pantau adanya tanda dan gejala
Turgor kulit norma < 2 retensi cairan
detik Berikan cairan, yang sesuai
Membran mukosa Timbang berat badan harian dan
lembab pantau gejala
Berat badan stabil Amati membran brukal pasien,
(NOC, hal 192 kode 0601) sklera, dan kulit terhadap indikasi
perubahan cairan dan keseimbangan
elektrolit (misalnya, kekeringan,
sianosis, dan jaundice)
(NIC, hal 167 kode 2080)
E. Implementasi Keperawatan
31
mengenai prosedur dan
perawatan fototerapi
2 26 februari 2021/13.00 2 1. Mengukur dan timbang
berat bayi baru lahir
2. Memonitor suhu tubuh bayi
3. Memonitor warna kulit
bayi baru lahir
4. menguatkan atau sediakan
informasi tentang bbl
mengenai kebutuhan
nutrisinya
5. Meletakkan bayi baru lahir
dengan kontak kulit ke
kulit dengan orangtua,
dengan tepat.
3 26 februari 2021/14.00 3 1. Memberikan cairan, yang
sesuai
2. Menimbang berat badan
harian dan pantau gejala
3. Memantau adanya tanda
dan gejala retensi cairan
4. Memonitor tanda-tanda
vital, yang sesuai
5. Mengamati membran
brukal pasien, sklera, dan
kulit terhadap indikasi
perubahan cairan dan
keseimbangan elektrolit
(misalnya, kekeringan,
sianosis, dan jaundice)
F. Ealuasi Keperawatan
32
TGL/PUKU Dx EVALUASI TTD
L
26 februari I S :-
2021/15.00 O:
- Sklera normal tidak ikterik
- Warna kulit kemerahan
- Membran mukosa lembab
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan (pasien pulang)
S:-
O:
II - Pengeluaran keringat saat fototerapi tidak ada
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5℃)
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan ( pasien pulang)
S:-
O:
- Turgor kulit norma < 2 detik
III
- Membran mukosa lembab
- Berat badan stabil
A : Masalah Teratasi
P : Intervensi dihentikan ( pasien pulang )
PENUTUP
KESIMPULAN
33
minggu pertama. Dalam perhitungan bilirubin terdiri dari bilirubin direk dan bilirubin
indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan,
gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. . Gejala
paling mudah diidentiikasi adalah ikterus yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput
lendir menjadi kuning. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.
34
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-hepatologi/hiperbilirubinemia/patofisiologi
Ridha, N, H., 2017. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Belajar: Yogyakarta.
Rohsiswatmo, R., & Amandito, R. (2018). Hiperbilirubinemia pada Neonatus > 35 Minggu di
Indonesia: Pemeriksaan dan Tatalaksana Terkini. Sari Pediatri, 20(2): 115-122.
Rulina Suradi, Debby Letupeirissa. 2013. Air Susu Ibu dan Ikterus IDAI. Diakses di:
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus
Nurarif, H. A., Kusuma, H., 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. MediAction: Jogjakarta.
35