Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

HIPERBILIRUBINEMIA

Dosen Pengampu: Tulus Puji Hastuti, S. Kep. Ns, M. Kes.

Disusun Oleh :

1. Mohammad Risa Ardiansyah ( P1337420519001 )


2. Octavia Rina Fauziah ( P1337420519005 )
3. Rizka Mila Afrida ( P1337420519012 )
4. Erlina Setia Widayati ( P1337420519013 )
5. Nita Rokasih Eka Suci ( P1337420519023 )
6. Ryanda Fikri Husein ( P1337420519031 )
7. Danik Rahmawati ( P1337420519032 )

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terucap hanya pada Allah SWT yang Maha Esa atas
Ridho-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas
mengenai, “Asuhan Keperawatan Pada Penderita Hiperbilirubinema” yang
merupakan pengetahuan penting yang harus diketahui.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang
senantiasa taat dalam menjalankan syariatnya.
Kami ucapkan terima kasih yang tiada tara kepada seluruh pihak yang
telah membantu mensukseskan makalah ini hingga selesai, baik secara langsung
maupun tidak.
Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak
berkenan bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf yang
setulusnya.
Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayat dan rahmat senantiasa
menyertai kita semua menuju terciptanya keridhoan Allah SWT.
.

Magelang, 1 Maret 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................2

Daftar Isi.................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................5

A. Latar Belakang ..........................................................................................................5


B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................6

BAB II ISI .............................................................................................................................7

A. Definisi ......................................................................................................................7
B. Etiologi ......................................................................................................................8
C. Klasifikasi...................................................................................................................8
D. Anatomi Fisiologi.......................................................................................................9
E. Patofisiologi..............................................................................................................11
F. Pathway....................................................................................................................12
G. Faktor Risiko ...........................................................................................................13
H. Laboratorium ...........................................................................................................13
I. Pelaksanaan..............................................................................................................15

BAB III KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN..................................................14

A. Pengkajian ...............................................................................................................14
B. Diagnosa...................................................................................................................19
C. Perencanaan .............................................................................................................20

BAB IV KASUS HIPERBILIRUBINEMIA...........................................................................

A. Pengkajian....................................................................................................................
B.

3
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................24

Kesimpulan...........................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................25

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperbilirubinema adalah suatu kejadian klinik yang sering muncul pada
bayi baru lahir. 25-50% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Ada dua perhitungan jumlah bilirubin, yaitu bilirubin direct dan bilirubin indirect.
Hiperbilirubinemia merupakan istilah yang sering dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar bilirubin.
Ikterus akan tampak secara visual jika kadar bilirubin lebih dari 5-7 mg/dl. Setiap
bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama ikterus ditemukan dalam
24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin indirek meningkat 5 mg/dL
dalam 24 jam dan bilirubin direk > 1mg/dL merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologis.
Hiperbilirubin merupakan keadaan yang umum terjadi pada bayi preterm
maupun aterm. 4 Peningkatan kadar bilirubin > 2 mg/dL sering ditemukan hari hari
pertama setelah lahir. 60% neonatus yang sehat mengalami Ikterus. Pada
umumnya,peningkatan kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan 2
pengobatan. Namun beberapa kasus berhubungan dengan dengan beberapa
penyakit, seperti penyakit hemolitik, kelainan metabolisme dan endokrin , kelainan
hati dan infeksi.
Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul lama atau
kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dan ikterus
fisiologis. Gejala paling mudah diidentiikasi adalah ikterus yang didefinisikan
sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning. Ikterus terjadi apabila terdapat
akumulasi bilirubin dalam darah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari hiperbilirubinemia?
2. Bagaimana etiologi dari hiperbilirubinemia?
3. Bagaimana klasifikasi dari hiperbilirubinemia?
4. Bagaimana anatomi fisiologi dari hiperbilirubinemia?

5
5. Bagaimana patofisiologi dari hiperbilirubinemia?
6. Apa saja faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia?
7. Bagaimana laboratorium dari hiperbilirubinemia?
8. Bagaimana penatalaksanaan hierbilirubinemia?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari hiperbilirubinemia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari hiperbilirubinemia.
2. Untuk mengetahui etiologi dari hiperbilirubinemia.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari hiperbilirubinemia.
4. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari hiperbilirubinemia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari hiperbilirubinemia.
6. Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia.
7. Untuk mengetahui laboratorium dari hiperbilirubinemia.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari hiperbilirubinemia.

6
BAB II
ISI

A. DEFINISI HIPERBILIRUBINEMIA

Hiperbilirubinemia adalah kondisi di mana terjadi akumulasi bilirubin


dalam darah, misalnya akibat hepatitis A, anemia hemolitik, kanker pankreas,
ataupun ikterus neonatorum. Hiperbilirubinemia dapat terjadi karena produksi
bilirubin yang berlebih, gangguan fungsi hepar, atau ekskresi bilirubin yang
terganggu.

Hiperbilirubinemia yaitu suatu kondisi dimana kadar bilirubin serum total


dalam darah meningkat > 10 mg%. Hiperbilirubin adalah dislokasi kuning pada
kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Hiperbilirubinemia didefinisikan
sebagai kadar bilirubin darah lebih dari 3 mg/dL. Hiperbilirubinemia secara klinis
dapat diamati pada jaringan seperti sklera, mukosa, dan kulit, karena bilirubin
mengalami penumpukan pada jaringan-jaringan tersebut.

Hiperbilirubin yang bersifat patologis adalah hiperbilirubin yang dapat


menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, sehingga
setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian terutama pada ikterus
patologis atau hiperbilirubinemia apabila ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5mg/dL dalam 24 jam.

Hiperbilirubinemia pada neonatus disebut juga ikterus neonatorum adalah


keadaan klinis pada neonatus yang ditandai dengan pewarnaan kuning pada kulit,
mukosa, skelera akibat dari akumulasi bilirubin (direk maupun indirek) di dalam
serum darah yang secara klinis akan mulai tampak di daerah muka, apabila
kadarnya mencapai 5-7mg/dL.

B. ETIOLOGI HIPPERBILIRUBINEMIA

Etiologi hiperbilirubinemia dibagi menjadi hiperbilirubinemia intrahepatik


dan ekstrahepatik. Hiperbilirubinemia intrahepatik terutama disebabkan gangguan
pada hepatosit, seperti infeksi, drug-induced liver injury, sirosis hepatis, karsinoma

7
hepatoseluler. Hiperbilirubinemia terisolasi (hiperbilirubinemia tanpa kelainan
fungsi hati lain) disebabkan oleh kelainan herediter, yaitu sindroma Gilbert,
sindroma Crigler-Najjar tipe 1 dan tipe 2, sindroma Dubin-Johnson, dan
sindroma Rotor. Kolestasis intrahepatik juga dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia ekstrahepatik dapat disebabkan oleh
koledokolitiasis, kanker pankreas, striktur traktus biliaris, kolangiokarsinoma,
kolangitis autoimun, atau infeksi seperti tuberkulosis dan askariasis.
Hiperbilirubinemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Menurut Klous dan Fanaraft
(1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas), yaitu


bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan
komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa
melewati sawar darah otak. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia (AH,
Markum, 1991).
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat), yaitu bilirubin larut
dalam air dan tidak toksik untuk otak.
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah
tampak ikterus pada sklera. Ikterus yang tampak 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada BBL, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Adanya
ikterus yang timbul. Ikterus ada 2 macam, yaitu fisiologis dan patologis. Ikterus
fisiologis timbul pada hari kedua dan ketiga dan menghilang pada minggu pertama
>2 mg/dl, selambat-lambatnya adalah 10 hari pertama setelah lahir. Ikterus
patologis terjadi sebelum usia 24 jam pada bayi, setiap peningkatan kadar bilirubin
serum yang memerlukan fototerapi, peningkatan kadar bilirubin serum total >0,5
mg/dl/jam, adanya tanda-tanda penyakit yang tidak mendasar pada setiap bayi
(muntah, latergis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea, atau suhu yang tidak stabil)
Dikatakan hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut:
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama.

8
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5mg% atau lebih setiap 24 jam.
3. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan 12,5 mg%
pada neonatus kurang bulan.
4. Ikterus yang disertai hemolisis.
5. Ikterus disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gram, defikasi, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia,
hiperkarbia.

Peningkatan bilirubin pada neonatus sering terjadi akibat:

a. Selama masa janin, bilirubin diekskresi (dikeluarkan) melalui plasenta ibu,


sedangkan setelah lahir harus diekskresikan oleh bayi sendiri dan memerlukan
waktu adaptasi selama kurang lebih satu minggu.
b. Jumlah sel darah merah lebih banyak pada neonatus.
c. Lama hidup sel darah merah pada neonatus lebih singkat (sekitar 70-90 hari)
dibanding lama hidup sel darah merah pada usia yang lebih tua (120 hari).
d. Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur (bayi kurang
bulan) atau bayi yang mengalami gangguan pertumbuhan intrauterin (dalam
kandungan) sedikit.
e. Uptake (ambilan) dan konjugasi (pegikatan) bilirubin oleh hati belum sempurna,
terutama pada bayi prematur.
f. Sirkulasi enterohepatik meningkat.

C. KLASIFIKASI HIPERBILIRUBINEMIA
Menurut (Ridha, 2014) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologis:
a) Ikterik fisiologis
Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau
ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang
sampai hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai dasar patologis
potensi kern icterus. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa,
kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada

9
BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas, kecepatan kadar
bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b) Ikterik patologis
Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin
5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10
mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi cukup bulan,
ikterik yang disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau
kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik
menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari
pada bayi baru lahir BBLR. Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik
patologis:
1. Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan golongan darah ibu
dan anak seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.

2. Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-6


Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.
3. Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
4. Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit,karena
toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan sebagainya.
5. Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.
6. Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti
solfonamida, salisilat, sodium benzoate, gentamisin, dan sebagainya.
7. Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit
hiscprung, stenosis, pilorik, meconium ileus dan sebagainya.

D. ANATOMI FISIOLOGI
Hati yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah
pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengkeskresikan
sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat

10
penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya
nutrien langsung dari traktus gastrointestinal, kemudian hati akan menyimpan atau
mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di
bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik.
Hati merupakan oragan yang penting, khususnya dalam pengaturan
metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengkeskresikan empedu
yang memegang peranan utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak
dalam traktus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam
aliran darah dan mengekskresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan
oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu (vesika
velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan, pada saat ini,
kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum
(usus). (Brunner Suddart, 2001:1150).

11
E. PATOFISIOLOGI HIPERBILIRUBINEMIA
Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan
oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,
bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas
bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke
asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk

12
kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal,
tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan
hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

F. PATHWAY

Hemoglobin

Globin Hema

Bilivirdin Feco

Peningkatan destruksi eritosit ( gangguan konjungsi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik ), Hb dan eritosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih/bilirubin yang tidak berkaitan dengan albumin


meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik


13
Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconium terlambat,
obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit Leterus pada sclera, leher, dan


badan penigkatan bilirubin
indirex > 12mg/dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri Kekurangan volume Gangguan suhu tubuh


cairan tubuh

G. FAKTOR RISIKO TERJADINYA HIPERBILIRUBINEMIA


1. Faktor Maternal
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
2. Faktor Perinatal
a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
a. Prematuritas
b. Faktor genetic
14
c. Polisitemia
d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e. Rendahnya asupan ASI
f. Hipoglikemia
g. Hipoalbuminemia
H. LABORATORIUM
1. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A,
anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif,
anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total
Kadar direk (terkonjungsi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirekn(tidak terkonjungsi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi pratern tergantung pada berat badan.
4. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi pratern.
5. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap < 30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemia dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
6. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin normal pada neonatus adalah 12-24 gr/dL. Pemeriksaan darah
lengkap yang dibutuhkan untuk diagnosa adalah kadar hemoglobin neonatus < 15
gr/dL.
7. Hematokrit (Ht)
Hematokrit mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia,
penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
15
8. Retikulosit
Kadar normal retikulosit bayi baru lahir adalah 2,5-6,5%. Peningkatan ritikulosit
menandakan peningkatan SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan
dengan penyakit Rh. Hemolisis berlebihan menyebabkan jumlah Retikulosit
meningkat.
9. Golongan darah bayi atau ibu: inkompatibilitas ABO (ketidaksesuaian golongan
darah)
Menurut Maryanti et all (2011), Lissauer & Fanaroff (2008) slah satu penyebab
terjadinya hiperbilirubin pada bayi adalah kondisi medis golongan darah antara
ibu dan bayi berbeda sewaktu masa kehamilan, dimana golongan darah ibu O
sedangkan bayi golongan darah A atau B. Ibu dengan golongan darah O
menghasilan antibodi anti-A dan anti-B yang dapat menghancurkan sel darah
merah janin, penghancuran sel darah merah menyebabkan peningkatan produksi
bilirubin.
10. Uji Coombs darah tali pusat
Uji ini digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi pada sel permukaan darah
merah yang menyebabkan sel darah merah tersebut mengalami lisis sehingga
berpotensi untuk menjadi hiperbilirubinemia pada neonatus. Hasil positif uji
Coomb indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, anti-B dalam
darah ibu dan bayi baru lahir. Hasil positif dari uji Coomb direk menandakan
adanya sentiasi (Rh-positif, antiA, anti-B) sel darah merah pada neonatus.

I. PENATALAKSANAAN
Tindakan umum meliputi :
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah trauma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
4. Fototerapi

16
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi
dapat mneurunkan bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi biliar bilirubin
tak terkonjungsi menjadi isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke empedu dan diekskresikan ke dalam duodenum untuk
dibuang Bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati (Avrey dan Taeusch,
1984).
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5
mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
fototerapi propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat
badan lahir rendah.
5. Tranfusi tukar
Transfusi tukar merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan mencegah
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian tranfusi tukar dilakukan
apabila kadar bilirubin indirek 20mg%, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu
0,3-1mg/jam, anemia berat dengab gejala gagal jantung dan kadar haemoglobin
tali pusat 14 mg% dan diuji cooms direk positif. Transfusi tukar digunakan untuk
:
a. Megatasi anemia sel darah merah yang tidak suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan).
c. Menghilangkan serum bilirubin.
d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
bilirubin.

17
BAB III

KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERBILIRUBINEMIA

A. Pengkajian
Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan data dasar tentang kesehatan klien baik
fisik,psikososial, maupun emosional. Data dasar ini digunakan untuk menetapkan
status kesehatan klien, menemukan masalah actual ataupun potensial serta sebagai
acuan dalam memberikan edukasi pada klien. (Debora, 2013)
a) Identitas pasien
Meliputi nama, no RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi,
serta diagnose medis (Muttaqin, 2011).
b) Riwayat Kesehatan
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total . 10 mg/dl, bilirubin
serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik
waktu, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.
c) Pemeriksaan fisik dan fungsional
Pemerikasaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit, terjadi
pembesaran hati, feses pucat berwarna seperti dempul dan pemeriksaan
neurologis dapat ditemukan adanya kejang,opistotonus, tidak mau minum, letargi,
reflek moro lemah, atau tidak ada sama sekali (Hidayat, 2008)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan dalam masalah
ini adalah Ikterik Neonatus. Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa
neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi
masuk kedalam sirkulasi (PPNI, 2017)

18
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal
yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan
keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk pasien, keluarga
dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008)
Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah ikterik neonatus mengacu pada Nursing Outcome
Clacifikation (NOC) menurut Moorhead, (2013) adalah sebagai berikut:
a) Tujuan dan kriteria hasil
NOC :
a. Adaptasi Bayi Baru Lahir (0118)
Respon adaptif terhadap lingkungan ekstrauterin oleh bayi bary lahir yang matang
secara fisiologis selama 28 hari pertama.
b. Keberhasilan menyusui bayi (1000)
Perlekatan bayi untuk mengisap dari payudara ibu untuk pemenuhan makan selama 3
minggu pertama menyusui.
c. Pengelolaan Bayi premature (0117)
Integrasi ekstrauterin dari fungsi fisiologis dan fungsi perilaku oleh bayi baru lahir dengan
usia gestasi 24 sampai 37 minggu
Kriteria hasil :
a. Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)
b. Warna kulit normal (tidak ikterik)
c. Refleks mengisap baik
d. Mata bersih (tidak ikterik)
e. Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
f. Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)

b) Adapun intervensi yang dapat dirumuskan sesuai dengan Nursing Interventions


Clacifikation (NIC) menurut Gloria, (2013) yaitu :
1. Fototerapi neonatus
Penggunaan terapi lampu untuk mengurangi kadar bilirubin pada bayi baru lahir.
a. Kaji ulang riwayat maternal dan bayi mengenai adanya factor risiko terjadinya

19
hyperbilirubinemia (misalnya Rh atau incompatibility ABO, plositemia, sepsis,
premature, malpresentasi).
b. Monitor tanda tanda vital per protocol atau sesuai kebutuhan
c. Observasi tanda-tanda warna kuning
d. Tutupi kedua mata bayi, hindari penekanan yang berlebih.
e. Buka penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu dimatikan , bias dilakukannya
kontak bayi dan orang tua dan memungkinkan dilakukannya aktivitas menyusui.
f. Cek intensitas lampu setiap hari
g. Monitor kadar serum bilirubin per protocol, sesuai kebutuhan, atau sesuai
dengan permintaan dokter
h. Observasi tanda-tanda dehidrasi ( misalnya turgor kulit buruk, kehilangan
berat badan).
i. Ubah posisi bayi setiap 4 jam per protocol.
j. Dorong pemberian makan 8 kali per hari.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Berdasarkan terminilogi Nursing Outcome Clacifikation (NIC), implementasi terdiri dari
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi (atau program keperawatan). Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2010)
Implementasi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan ikterik neonatus pada
bayi hiperbilirubineia adalah fototerapi, fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari
suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah
larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
Fototerapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang
sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu
duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan keluar dalam feses(Marmi , 2015).
E. Evaluasi Keperawatan

20
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008). Berdasarkan kriteria hasil dalam
perencanaan keperawatan diatas adalah sebagai berikut:

(a) Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)
(b) Warna kulit normal (tidak ikterik)
(c) Refleks mengisap baik
(d) Mata bersih (tidak Ikterik)
(e) Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
(f) Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)

21
BAB IV

KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Tanggal / jam masuk : Rabu, 24 Februari 2021 pukul 09:00 WIB
Ruang : Aster
No.RM : 15423
I. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama : By. T
Umur / Tanggal lahir : 24 Februari 2021
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum kawin
Alamat : Wringinputih Rt 02 / Rw 03, Borobudur
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Wringinputih Rt 02 / Rw 03, Borobudur
Hubungan dengan pasien : Ibu kandung
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Bayi kuning sejak 24 jam pertama kelahiran, kuning di seluruh tubuh dan kulit
terkelupas.
2. Alasan masuk Rumah Sakit

22
Bayi tampak kuning pada seluruh tubuh, lemas, rewel dan tidak mau menyusu.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 14.00 WIB, By.T tampak
kuning pada seluruh tubuh, sklera, dan kuku. Kulit tampak terkelupas, kering dan
kurang elastis, By.T dirawat di dalam inkubator, penambahan berat badan belum ada,
suhu tidak stabil, By.T tidak mendapatkan ASI langsung dari ibu karena tidak lancar
dalam produksi ASI ditambah lagi kondisi ibu yang belum stabil dan masih.
dirawat di ruang rawat inap HCU kebidanan RSUD Tidar Magelang.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Saat dikaji, keluarga mengatakan ibu tidak rutin memeriksakan kehamilan, pernah
mengalami keputihan selama hamil, dan terakhir ibu dengan eksklamsia. Ibu pernah
demam saat hamil, nutrisi selama kehamilan tidak terpenuhi karena faktor ekonomi
dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya intake nutrisi selama kehamilan..
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada penyakit turunan.
6. Riwayat alergi
Tidak mempunyai alergi.
7. Riwayat kehamilan
- Status kehamilan : G1,P1,A0,H1
- Pemeriksaan kehamilan / ANC : tidak ada
- Masalah kehamilan : eksklamsia dan keputihan
- Konsumsi obat selama hamil : tidak ada
8. Riwayat kelahiran
- Usia gestasi : 38-39 mg
- BB lahir : 2700 gr
- PB lahir : 48 cm
- Jenis persalinan : Spontan
- Kesulitan : Tidak ada
- Air ketuban : Keruh
- Kelainan bayi : Kulit pecah-pecah
- Inisiasi Menyusui Dini (IMD) : ada

23
- Pemberian Vit K : ada
III. Pengkajian Fokus
1. Persepsi terhadap kesehatan
Orangtua klien merasa status kesehatan anaknya penting, kesadaran keluarga klien
untuk pergi ke pelayanan kesehatan juga baik.
2. Pola metabolik-nutrisi
Kebutuhan cairan : 240 ml/kgBB/hr
Cara pemberian : enteral (PASI), oral, 8x/hr
3. Pola eliminasi

Indikator Buang Air Besar Buang Air Kecil

Kesulitan Tidak Tidak

Konsistensi Lembek -

Alat bantu Tidak ada Diapers

Warna Pucat Gelap dan pekat

Bau - -

Frekuensi 6-7 x/hr 7-8 x/hr

4. Pola aktivitas-latihan

Aktivitas 0 1 2 3 4
Keterangan :
Mandi v 0 = mandiri
1 = dibantu alat
Berpakaian v 2 = perlu bantuan orang lain
3 = dibantu orang lain &
Eliminasi v
alat
Mobilisasi v 4 = tidak mampu
24
Makan v
5. Pola istirahat tidur
Kualitas tidur klien sering terbangun.
6. Pola persepsi kognitif
- Bayi tidak mau menetek
- Feses berwarna pucat
7. Pola konsep diri dan persepsi
- Klien tidak menunjukan penolakan terhadap lingkungan.
- Keluarga klien sangat memperhatikan perkembangan kondisi klien
8. Pola hubungan dan peran
Klien tinggal bersama orang tua kandung.
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Klien berjenis kelamin perempuan.
10. Pola toleransi terhadap stress
Klien mendapat support dari kelurga dalam tindakan medis yang diberikan
11. Pola keyakinan dan nilai
Klien beragama Islam
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : letargi
Kesadaran : compos mentis
HR : 150x/menit
RR : 40x/menit
TD :-
S : 34° C
PB : 48 cm
BB : 2700 gr
LLA : 12 cm
Lingkar perut : 32 cm
b. Kepala
- Lingkar kepala : 35 cm

25
- Ubun-ubun besar : 4 x 2 cm
- Ubun-ubun kecil : 0,5 x 0,5 cm
- Bentuk : normal
- Rambut klien hitam
c. Mata
- Simetris
- Sklera ikterik
- Konjungtiva tidak anemis
- Sekret tidak ada
d. Hidung
- Simetris
- Jalan nafas bersih
- Pernafasan cuping tidak ada
e. Mulut
- Struktur mulut : utuh
- Palatum : utuh
- Gusi : utuh
- Lidah : merah muda
- Warna bibir : merah
- Reflek routing : (+)
- Reflek sucking : (+)
f. Leher
- Tidak ada pembengkakan
- Tidak ada kelainan
g. Thorax
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : nyeri tekan tidak ada
A : irama regular, suara vesikuler
h. Abdomen

26
I : tali pusar kering
P : suara abdomen tympani
P : pembesaran hepar tidak teraba, tidak ada massa
A : bising usus 10x/menit (teratur)
i. Kulit
- Turgor kembali lambat
- Kelembaban buruk
- Warna kulit tidak sianosis
- Lanugo : ada
- Pemeriksaan ikterus (kreamer) : ikterus grade II dan III
V. Program Terapi
- Terapi sinar atau fototerapi : >96 jam
- Terapi obat :
1. Amphicilline 2x165mg (iv)
2. Gentamicin 1x16mg (iv)
- ASI adekuat
VI. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium pada 24 Februari 2021
- Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal 0,3-1)
- Bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal <0,20)
- Bilirubin indirek 14 mg/dl (normal <0,80)

27
B. Analisa Data

Data Penyebab Masalah


DS: Dokter mengatakan By. T Prematuritas Ikterus Neonatus
tampak ikterik sejak 24jam
pertama kelahiran, bilirubin
grade II – III, dan di
indikasikan untuk segera
mendapat fototerapi.

DO:
- By. T tampak kuning pada
sklera, wajah, leher, hingga
pusar
- Bilirubin grade II-III
- Hasil laboratorium
menunjukkan
kadar bilirubin total 14,5
mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,5 mg/dl
(normal <0,20), bilirubin
indirek 14 mg/dl (normal <
0,80).
- Bayi tampak malas dan lebih
suka tidur sepanjang hari.
- By. T lahir premature dengan
usia kehamilan 34-35minggu
- Ibu dengan riwayat DM dan
mengalami PEB.
DS: - Bayi rewel dan menangis Efek fototerapi Hipotermi

- Perawat ruangan mengatakan


By. T mengalami

28
peningkatan suhu tubuh.
- Suhu 34°C.

DO - Bayi berkeringat
:
- Fototerapi sementara
dihentikan dan diberikan
intake cairan

- Kulit terasa hangat


DS - Perawat ruangan Intake cairan tidak Risiko kekurangan
: mengatakan By. T berisiko adekuat dan efek volume cairan
untuk kekurangan volume fototerapi
cairan.
DO
: Kulit kering.
Turgor kulit kurang elastis.
Mukosa kering.
Reflek sucking lemah.
Bayi malas menyusu.

Produksi ASI ibu sedikit.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Hyperbilirubinemia neonatal pada bayi prematur b.d malfungsi hati d.d sklera dan kulit
kuning. (Nanda, hal 175)

29
2. Hipertermia b.d pemajanan suhu lingkungan tinggi d.d kulit terasa hangat. (Nanda, hal
434)
3. Defisien volume cairan b.d asupan cairan kurang d.d penurunan turgor kulit. (Nanda,
hal 181)

D. Rencana Keperawatan

No. Tanggal/Jam No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. 25 februari 1 Setelah dilakukan Tindakan  Observasi tanda-tanda warna kuning
2021/09.00 keperawatan 1x24 jam,  Observasi tanda-tanda dehidrasi
diharapkan : (misalnya : depresi fontanel, turgor
 Sklera normal tidak kulit buruk, kehilangan berat badan)
ikterik  Tempatkan lampu fototerapi di atas
 Warna kulit kemerahan bayi dengan tinggi yang sesuai
 Membran mukosa  Cek intensitas lampu setiap hari
lembab  Monitor kadar serum bilirubin per
(NOC, hal 107 kode 1101) protokol atau sesuai dengan
permintaan dokter
 Edukasi keluarga mengenai prosedur
dan perawatan fototerapi
(NIC, hal 112, kode : 6924)
2. 25 februari 2 Setelah dilakukan Tindakan  Ukur dan timbang berat bayi baru
2021/09.15 keperawatan 1x24 jam, lahir
diharapkan :  Monitor suhu tubuh bayi
 Pengeluaran keringat  Monitor warna kulit bayi baru lahir
saat fototerapi tidak ada  Kuatkan atau sediakan informasi
 Suhu tubuh dalam batas tentang bbl mengenai kebutuhan
normal (36-37,5℃) nutrisinya
(NOC, hal 564 kode : 0800)  Letakkan bayi baru lahir dengan
kontak kulit ke kulit dengan
orangtua, dengan tepat.
(NIC, hal 352 kode : 6824)

30
3 25 februari 3 Setelah dilakukan Tindakan  Monitor tanda-tanda vital, yang
2021/09.30 keperawatan 1x24 jam, sesuai
diharapkan :  Pantau adanya tanda dan gejala
 Turgor kulit norma < 2 retensi cairan
detik  Berikan cairan, yang sesuai
 Membran mukosa  Timbang berat badan harian dan
lembab pantau gejala
 Berat badan stabil  Amati membran brukal pasien,
(NOC, hal 192 kode 0601) sklera, dan kulit terhadap indikasi
perubahan cairan dan keseimbangan
elektrolit (misalnya, kekeringan,
sianosis, dan jaundice)
(NIC, hal 167 kode 2080)

E. Implementasi Keperawatan

No Tanggal/Pukul Dx Tindakan/Implementasi TTD


1 26 februari 2021/11.00 1 1. Mengobservasi tanda-tanda
warna kuning
2. Mengobservasi tanda-tanda
dehidrasi
3. Menempatkan lampu
fototerapi di atas bayi
dengan tinggi yang sesuai
4. Mengecek intensitas lampu
setiap hari
5. Memonitor kadar serum
bilirubin per protokol atau
sesuai dengan permintaan
dokter
6. mengedukasi keluarga

31
mengenai prosedur dan
perawatan fototerapi
2 26 februari 2021/13.00 2 1. Mengukur dan timbang
berat bayi baru lahir
2. Memonitor suhu tubuh bayi
3. Memonitor warna kulit
bayi baru lahir
4. menguatkan atau sediakan
informasi tentang bbl
mengenai kebutuhan
nutrisinya
5. Meletakkan bayi baru lahir
dengan kontak kulit ke
kulit dengan orangtua,
dengan tepat.
3 26 februari 2021/14.00 3 1. Memberikan cairan, yang
sesuai
2. Menimbang berat badan
harian dan pantau gejala
3. Memantau adanya tanda
dan gejala retensi cairan
4. Memonitor tanda-tanda
vital, yang sesuai
5. Mengamati membran
brukal pasien, sklera, dan
kulit terhadap indikasi
perubahan cairan dan
keseimbangan elektrolit
(misalnya, kekeringan,
sianosis, dan jaundice)

F. Ealuasi Keperawatan

32
TGL/PUKU Dx EVALUASI TTD
L
26 februari I S :-
2021/15.00 O:
- Sklera normal tidak ikterik
- Warna kulit kemerahan
- Membran mukosa lembab
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan (pasien pulang)

S:-
O:
II - Pengeluaran keringat saat fototerapi tidak ada
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5℃)
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan ( pasien pulang)

S:-
O:
- Turgor kulit norma < 2 detik
III
- Membran mukosa lembab
- Berat badan stabil
A : Masalah Teratasi
P : Intervensi dihentikan ( pasien pulang )

PENUTUP

KESIMPULAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinik yang paling sering


ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25-50% bayi baru lahir menderita ikterus pada

33
minggu pertama. Dalam perhitungan bilirubin terdiri dari bilirubin direk dan bilirubin
indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan,
gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. . Gejala
paling mudah diidentiikasi adalah ikterus yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput
lendir menjadi kuning. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.

34
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-hepatologi/hiperbilirubinemia/patofisiologi

Ridha, N, H., 2017. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Belajar: Yogyakarta.

Rohsiswatmo, R., & Amandito, R. (2018). Hiperbilirubinemia pada Neonatus > 35 Minggu di
Indonesia: Pemeriksaan dan Tatalaksana Terkini. Sari Pediatri, 20(2): 115-122.

Rulina Suradi, Debby Letupeirissa. 2013. Air Susu Ibu dan Ikterus IDAI. Diakses di:
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus

Nurarif, H. A., Kusuma, H., 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. MediAction: Jogjakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai