Anda di halaman 1dari 35

1

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN HIV/AIDS DENGAN TB PARU
DI RUANG DAHLIA 3 RSUP. DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi
Program Studi Ilmu Keperawatan













Disusun Oleh:
Ristia Anggarini
13/ 359170/KU/16493




PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2014
2

HIV/AIDS
A. Definisi
HIV adalah virus yang menyebar dari satu orang ke orang lainnya yang
merusak sistem imun sampai tidak berfungsi. Virus HIV termasuk agen viral
golongan retrovirus yaitu rantai tunggal RNA yang didalamnya terdapat
informasi genetik ditransfer ke dalam DNA rantai ganda dalam nucleus sel
hospes (mempunyai afinitas kuat terhadap limfosit T) agar RNA tersebut
dapat bereplikasi.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat seseorang mengalami
penurunan sistem kekebalan tubuh akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh
virus HIV. Virus HIV yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang
sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari
gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Dengan demikian
paparan infeksi oleh bakteri sangat mudah menginfeksi penderita AIDS
karena sistem imun yang tidak mampu melakukan fungsinya sebagai
pertahanan tubuh secara normal.
B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang patogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV. AIDS disebabkan oleh virus yang
mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV yang nama ilmiahnya
disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan mempunyai afinitas
yang kuat terhadap limfosit T.
AIDS disebabkan oleh virus HIV, faktor resiko kelompok yang memiliki
kerentanan terinfeksi HIV:
1. Lelaki homoseksual atau biseks. .
3

2. Orang yang ketagian obat intravena


3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi
6. Orang yang melakukan seks bebas tanpa memakai pelindung (kondom)
7. Pengguna jarum suntik secara bersama-sama (biasanya para pengguna
narkoba).
8. Penerima transfusi darah.
9. Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi virus HIV.
C. Manifestasi klinis
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Virus HIV masih dalam bentuk RNA. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness (demam, lemas, pegal-pegal, sakit kepala, menggigil,
mual, dan muntah).
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS
pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan
tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
Berdasarkan hasil workshop di Bangui, Afrika Tengah, bulan Oktober
1985, telah disusun suatu ketentuan klinik (untuk negara-negara yang masih
belum memiliki fasilitas diagnostik yang cukup) sebagai berikut:
a. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang
lain seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid yang
lama.
4

Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan lebih dari 10%
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan (kontinyu atau intermitten)
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia/ HIV enselopati
Gejala Minor:
1. Batuk lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis pruritik umum
3. Herpes zoster recurrens
4. Kandidiasis oro-faring
5. Limfadenopati generalisata
6. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
7. Onikomikosis
8. Dermatofitosis
b. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor
dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang
lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama
atau etiologi lain.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
1. Limfadenopati generalisata
2. Kandidiasis oro-faring
3. Infeksi umum yang berulang
4. Batuk persisten
5. Dermatitis generalisata
6. Infeksi HIV pada ibunya

5

Kriteria WOH menyusun klasifikasi klinis dari infeksi HIV sebagai berikut:
a. Stadium Klinis I
- Asimtomatis
- Limfadenopati Meluas Persistent
- Skala Aktivitas I: asimtomatis, aktivitas normal
b. Stadium Klinis II
- Berat badan menurun <10% dari BB semula
- Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti dermatitis seboroik, infeksi
jamur kuku, ulkus oral yang rekuren, Cheilitis angularis
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakir
- Infeksi saluran napas bagian atas seperti sinusitis bakterial
- Skala Aktivitas 2: simtomatis, aktivitas normal
c. Stadium Klinis III
- Berat badan menurun >10% dari BB semula
- Diare kronis yang berulang
- Demam tanpa sebab yang jelas yang (intermiten atau konstan) >1
bulan
- Kandidiasis Oral (thrush)
- Hairy leukoplakia oral
- TB paru, dalam 1 tahun terakir
- Infeksi bakteri berat (pnemonia, pyomiositis)
- Skala Aktivitas 3: selama 1 bulan terakir tinggal di tempat tidur
<50%
d. Stadium Klinis IV
- HIV wasting syndrome (BB turun 10% ditambah diare kronik >1 bln
atau demam >1 bln yg tidak disebabkan penyakit lain)
- Pneumocystis carinii pneumonia
- Toxoplasmosis pada otak
- Cryptosporidosis dgn diare >1 month
- Cryptococcosis, extrapulmonary
6

- Cytomegalovirus (CMV) pada organ selain liver, spleen, lymph


nodes
- Herpes simplex virus (HSV) mucocutaneous >1 month,
- Progressive multifocal leukonenphalopathy (PML)
- Mikosis dissemina (histoplasmosis, coccidioidmycosis)
- Candidiasis esophagus, trachea, bronchi atau lungs
- Atypical mycobacteriosis dissemina
- Non-typhoid Salmonella septicemia
- Extrapulmonary tuberculosis
- Lymphoma
- Kaposis Sarcoma (KS)
Tabel manifestasi klinik AIDS berdasarkan system organ yang terinfeksi:
Manifestasi-manifestasi klinik AIDS
No Kemungkinan penyebab Kemungkinan efek
1. Manifestasi oral
Lesi-lesi karena: candida, herpes
simpleks, sarcoma kaposis; kutil
papilomavirus oral, ginginitis
peridontitis
HIV; leukoplakia oral
Nyeri oral mengarah pada kesulitan
mengunyah dan menelan, penurunan
masukan cairan dan nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan dan keletihan,
cacat.
2 Manifestasi neurologic
a. Kompleks dimensia AIDS karena:
serangan langsung HIV pada sel-sel
syaraf
Perubahan kepribadian, kerusakan
kognitif, konsentrasi dan penilaian
kerusakan kemampuan motorik
kelemahan; perlu bantuan dengan
ADL atau tidak mampu melakukan
ADL
tidak mampu untuk berbicara atau
mengerti
paresis/plegia
7

inkontinensia urin
menyusahkan pemberi perawatan
ketidak mapuan untuk mematuhi
regimen medis
ketidakmampuan untuk bekerja
isolasi sosial
b. Enselofati akut karena
Reaksi obat-obat terapeutik,
Takar lajak obat
Hipoksia
Hipoglikemi karena pankreatitis akibat
obat
Ketidakseimbangan elektrolit
Meningitis atau ensefalitis yang
diakibatkan oleh cryptococus, virus
herpes simpleks, sitomegalovirus,
mycobacterium tuberculosis, sifilis,
candida, toxoplasma gondii
Limfoma
Infark serebral akibat vaskulitis, sifilis
meningovaskuler, hipotensi sistemik,
maranik endokarditis
Sakit kepala
Malaise
Demam
Paralysis total atau parsial; kehilangan
kemampuan kognisi, ingatan, penilaian,
orientasi atau afek yang sesuai,
penyimpangan sensorik; kejang, koma
dan kematian


. Neuropati karena inflamasi demielinasi
diakibatkan serangan HIV langsung,
reaksi obat, lesi sarcoma kaposis
Kehilangan control motorik; ataksia,
kebas bagian perifer, kesemutan, rasa
terbakar, depresi refleks,
ketidakmampuan untuk bekerja, isolasi
sosial
3 Manifestasi gastrointestinal
a. Diare
cryptosporidium, isopora belli,
Penurunan berat badan, anoreksia,
Demam, dehidrasi, malabsorpsi
8

microsporidum, sitomegalovirus, virus


herpes simpleks, mycobacterium avium
intacelulare, strongiloides stercoides,
enterovirus, adenovirus, salmonella,
shigella, campylobacter, vibrio
parahaemiliticus, candida, histoplasma
capsulatum, giardia, entamoba
histolytica, pertumbuhan cepat flora
normal, limfoma dan sarcoma kaposis
(malaise, kelemahan dan keletihan)
Kehilangan kemampuan untuk
melakukan funsi social karena
ketidakmampuan meninggalkan rumah
inkontinesia
b. Hepatitis
mycobacterium avium intacelulare,
cryptococus, sitomegalovirus,
histoplasma, coccidiomycosis,
microsporidum, virus epsten-barr, virus-
virus hepatitis(A, B, C, D) dan E,
limfoma, sarcoma kaposis, penggunaan
obat illegal, penggunaan alcohol,
penggunaan obat golongan sulfa
Anoreksia, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikterik, demam, malaise,
kemerahan, nyeri persendia,
keletihan(hepatomegali, gagal
hepatic,kematian)
c. Disfungsi biliari
kolangitis akibat sitimegalovirus dan
cryptosporidium: limfoma dan sarcoma
kaposis
Nyeri abdomen, anoreksia, mual dan
muntah ikterik
d. Penyakit anorectal
karena abses dan fistula, ulkus dan
inflamasi perianal yang diakibatkan dari
infeksi oleh chlamydia,
lymphogranulum venereum, gonore,
sifilis, shigella, campylobacter, M
tuberculosis, herpes simpleks, candida,
herpes simpleks, sitomegalovirus,
Eliminasi yang sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal, diare
9

obstruksi candida albicans karena


limfoma sarcoma kaposis; kutil
papilomavirus
4 Manifestasi respiratori
Infeksi
Pneumocytis carinii, mycobacterium
avium intracelulare, Mtuberculosis,
Candida, Chlamydia, histoplasma
capsulatum, toxoplasmagondii,
coccidiodes immitis, Cryptococcus
neoforms, sitomegalovirus, virus-virus
influenza, pneumococcus, strongyloides
Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
respiratori, kematian)
limfoma dan sarcoma kaposis Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
respiratori, kematian)
5 Manifestasi dermatologic
Lesi-lesi kulit stafilokokus(bullous
impetigo, etkima, folikulitis),
Lesi-lesi virus herpes simpleks (oral,
fasial, anal dan vulvovaginal)
Herpes zoster
Lesi-lesi miobakteri kronik timbul
diatas nodus-noduls limfe atau sebagai
ulserasi atau macula hemoragik
Lesi lain berhubungan dengan infeksi
pseudomonas aeruginosa, molluscum
contangiosum, candida albicans, cacing
gelang, Cryptococcus, sporoticosis
(dermatitis yang disebabkan oleh xerosis
reaksi obat trutama sulfa
Nyeri, gatal-gatal, rasa terbakar, infeksi
sekunder dan sepsis, cacat dan
perubahan citra diri
10

Lesi dari parasit seperti scabies atau


tuma ; sarcoma kaposis, dekubitus, dan
kerusakan integritas kulit akibat
lamanya tekanan dan inkontinens
6 Manifestasi sensorik
a. Pandangan
Sarcoma kaposis pada konjugtiva atau
kelopak mata, retinis sitomegalovirus
Kebutaan
b. pendengaran
Otitis eksternal akut dan otitis media;
kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-
reaksi obat
Nyeri dan kehilangan pendengaran

Penderita HIV seringkali mengalami kondisi penyembuhan penyakit yang
lebih lama dari orang normal. Misanya penderita mengalami influenza, pada
orang normal flu akan sembuh dengan sendirinya sembuh kurang lebih 1 minggu
tapi pada penderita HIV bisa sampai berbulan2 bahkan bisa meninggal karena
infliensa yang tidak kunjung sembuh.
Dengan demikian Tanda dan gejala sebagai manifestasi klinis penderita HIV
tidak dapat dijelaskan secara spesifik seperti penyakit lain karena sindrom yang
terjadi bisa sangat luas sehingga secara umum dapat dijelaskan dengan kondisi
klinis sebagai berikut:
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/ remaja dengan
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat
dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C. Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. Limpanodenopati
generalisata yang persisten (PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty ). Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
11

primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
2. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a. Angiomatosis Baksilaris
b. Kandidiasis Orofaring/ Vulva vaginal (peristen,frekuen / responnya
jelek terhadap terapi
c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5
o
C ) atau diare lebih dari 1
bulan.
e. Leukoplakial yang berambut
f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada
lebih dari satu dermaton saraf.
g. Idiopatik Trombositopenik Purpura
h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
3. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
b. Kanker serviks invasif
c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
d. Kriptokokosis ekstrapulmoner
e. Kriptosporidosis internal kronis
f. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k. Isoproasis intestinal yang kronis
l. Sarkoma Kaposi
m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
12

n. Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )


o. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
p. Pneumonia Pneumocystic Cranii
q. Pneumonia Rekuren
r. Leukoenselophaty multifokal progresiva
s. Septikemia salmonella yang rekuren
t. Toksoplamosis otak
u. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
D. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah
sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
13

memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang


serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, J umlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi
infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel
T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.


14

E. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes Serologis
Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan
Oncoprobe. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan
visual. Klien dinyatakan positif HIV apabila hasil dari ketiga tes
tersebut reaktif. Tes ini paling sering digunakan karena paling efektif
dan efisien waktu.
ELISA
The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) mengidentifikasi
antibodi yang secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV. Tes
ELISA tidak menegakkan diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih
menunjukkan seseorang pernah terinfeksi oleh HIV. Orang yang
darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut dengan orang yang
seropositif.
Western blot
Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang
teridentifikasi lewat ELISA.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
P24 ( Protein Pembungkus Human Immunodeficiency Virus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun:
Limfosit
Penurunan limfosit plasma <1200.
Leukosit
Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.
CD4 menurun <200
Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( CD8 ke CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
15

a. Albumin
F. Dampak HIV/AIDS
1. Psikologi
HIV adalah penyakit terminal dan kronis. J ika seseorang yang hamil
terdiagnosa dengan HIV, maka seseorang tersebut akan merasa seperti
terdakwa mati, dan merasakan kecemasan yang sangat, dan ketakutan,
ketakutan atau kecemasan tersebut tidak hanya berasal dari stigma
penyakit itu sendiri, tetapi juga karena adanya penurunan sistem imun
yang menyebabkan peningkatan resiko infeksi, misalnya vaginitis, herpes,
dan penyakit kelamin lain yang dianggap buruk oleh masyarakat. Dengan
kondisi fisik yang seperti itu maka dapat menurunkan harga diri sang ibu,
sehingga sang ibu mengalami gangguan body image.
Dampak psikologi yang lain yaitu depresi. Depresi terjadi karena dia
terdiagnosa HIV dan merasa tanpa harapan. Karena sifat dari virus itu
sendiri yang menyerang sistem pertahanan primer tubuh. Hal itu dapat
diikuti dengan perasaan bersalah tentang perilaku masa lalu, kesedihan
yang mendalam mengenai dirinya.
2. Isolasi
Tidak jarang penderita HIV mengalami kesedihan karena diisolasi
oleh keluarganya atau masyarakat. Karena terdapat banyak pendapat untuk
memasukkan ODHA ke tempat penampungan khusus penderita
HIV/AIDS. Hal itu berarti suatu diskriminasi dan isolasi terhadap ODHA.
Padahal tanpa melakukan kontak seksual maupun kontak darah dengan
ODHA, HIV/AIDS yang ada pada tubuh ODHA tidak akan menular ke
individu lain, termasuk kepada OHIDA. Selain itu orang dengan status
terinfeksi HIV masih produktif seperti orang sehat pada umumnya.
Hal lain yang dapat membuat seseorang merasa depresi adalah
isolasi dari keluarga dan masyarakat. Keluarga mungkin bertanya-tanya
mengapa dia bisa terinfeksi HIV. Bisa saja karena tertular oleh suami.
Namun, keluarga tidak mau tahu hal itu sehingga tetap mengisolasi.
16

Sebagian masyarakat melakukan diskriminasi karena kurang


memperoleh informasi yang benar bagaimana cara penularan HIV/AIDS,
hal-hal apa saja yang dapat menularkan dan apa saja yang tidak dapat
menularkan. Ketakutan terhadap HIV/AIDS sebagai penyakit yang
mematikan. Sehingga mereka belum percaya sepenuhnya informasi yang
diberikan.
3. Stigma
HIV merupakan penyakit yang paling ditakuti di masyarakat. Karena
pada faktanya penyakit tersebut bisa ditularkan melalui pertukaran cairan
tubuh, paling banyak melalui kontak seksual dan pemakaian obat-obatan
IV. Hal itu menambah stigma tentang HIV bahwa seseorang dengan HIV
tersebut bukan merupakan orang baik-baik. Anggapan itu akan muncul
bila masyarakat belum mengetahui informasi yang benar tentang HIV.
Padahal bisa saja seseorang yang terkena HIV adalah petugas kesehatan
yang terpapar dengan cairan penderita HIV.
Pada kenyataanya issu yang berkembang, orang dengan HIV
mendapatkan suatu diskriminasi di masyarakat, pekerjaan, dan perawatan
kesehatan. Dengan adanya stigma tersebut maka seseorang yang berisiko
tinggi terkena HIV akan merasa malu jika ingin memeriksakan dirinya ke
pelayanan kesehatan.
4. Fisik
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan
cacat.
b. Neurologik
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi social.
17

Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,


hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri

18

G. Pencegahan
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui
hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh
yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar
kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur,
air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus
infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya
secara umum dapat diabaikan.
1. Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa
pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan
heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan
seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta
kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan
kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira
80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom
digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki
berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan
dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini
untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular
seksual lainnya.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan
terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan
pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada
kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk
cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita
memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam
vagina-untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan.
Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan
harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal
19

menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan


seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap
hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan
strategi pencegahan HIV yang penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi
menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju
infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1%
per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara
maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan
Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda
yang tetap melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun telah mengetahui
tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas
infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba
telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup
langka di negara-negara maju.
2. Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti
mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci
tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna
narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan
untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik,
kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang
perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.
Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan
oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara
maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum
atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan
kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan
dari apotek tanpa perlu resep dokter.

20

3. Penularan dari ibu ke anak


Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan
pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu
ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). J ika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak
menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-
bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun
2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama
melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di
Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak
(hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.
H. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan
pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah
terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.
Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
penatalaksanaanya yaitu :
1. Konseling
Dengan adanya masalah-masalah baik fisik maupun psikologis yang
terdapat pada penderita HIV, maka untuk mengatasi masalah tersebut
21

dapat dilakukan dengan cara bicara dengan seorang konselor tentang


perasaan dan dengan dokter tentang:
Dampak HIV
Perkembangan HIV
Penggunanan pengobatan antiretrovirus dan lainnya
Konsepsi yang aman jika partner HIV-negatif.
2. Nutrisi Dan Latihan
Beberapa wanita dengan HIV mungkin akan sulit untuk
meningkatkan berat badan. Karena efek samping dari pengobatan HIV
mungkin akan sulit untuk meningkatkan berat badan atau bahkan dapat
menyebabkan penurunan berat badan. Pada kunjungan pertama pengkajian
yang teliti pada status nutrisi harus dilakukan.
3. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Seseorang dengan HIV akan mengalami penurunan CD4 dimana
sel tersebut berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh. Dengan adanya
penurunan CD4 maka akan terjadi penurunan daya tahan tubuh. Sehingga
diperlukan penanganan untuk meningkatkan daya tahan tubuh tersebut
yaitu melalui obat, nutrisi dan latihan. Hal tersebut bertujuan
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
oppurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
4. Terapi ARV
Tujuan Terapi antiretroviral ditujukan untuk
Memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup
Mencegah progresi dan infeksi oportunistik
Menurunkan angka kematian terkait AIDS
Menurunkan terjadinya penurlaran kepada orang lain



22

Klasifikasi antiretroviral:
a. Entry Inhibitor (fussion inhibitor, CCR5 inhibitor, CXCR4 inhibitor)
mencegah masuknya HIV kedalam sel yang mempunyai reseptor CD4
sehingga sel tidak terinfeksi oleh HIV. contoh: FI =Enfuvirtide (ENF)
CCR5 antagonis =Maraviroc (MRV)
b. Reverse Transciptase Inhibitor
Mencegah perubahan HIV-RNA menjadi HIV DNA sehingga HIV tidak
dapat masuk sel inti sel limfosit dan tidak dapat mengalami pembelahan
sel
o NRTI menghambat pembentukan enzim reverse transkiptase
Contoh : Zidovudine (AZT), Stavudine (d4T), Lamivudine (3TC)
Didanosine (ddI), Abacavir (ABC), Zalcitabine (ddC) dan
Emtricitabine (FTC)
o NtRTI
Contoh : Tenofovir (TDF)
o NNRTI dengan membentuk sel bayangan CD4
Contoh : Efavirens (EFV), Nevirapine (NVP), Delavirdine (DLV)
3. Integrase Inhibitor
contoh: Raltegravir
4. Protease Inhibitor
contoh: Lopinavir (LPV), Indinavir (IDV), Nelfinafir (NFV), Saquinavir
(SQV), Amprenavir (APV), Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV),
Fosamprenavir (FPV), Tipranavir (TPV) dan Darunavir (DRV)
5. Maturation Inhibitor
6. Cd4 Binding Inhibitor
Diindonesia pemberian program terapi untuk HIV. Program primer disebut
lini 1 yaitu Zidovudine (AZT), Stavudine (d4T), Lamivudine (3TC),
Efavirens (EFV), Nevirapine (NVP) bila terjadi resistensi akan diberikan
terapi lini 2 yaitu: Didanosine (ddI), Tenofovir (TDF) dan Lopinavir
(LPV).
5. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
23

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti


interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk
menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
6. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan
yang mengganggu fungsi imun.
7. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Pemberian terapi selalu menggunakan minimal kombinasi 3 obat ARV hal ini
dimaksudkan agar mengurangi kesempatan virus untuk bermutasi menjadi resisten
terhadap obat ARV (HAART=Highly Active Anti Retoviral Therapy). Berikut
konsep umum pemberian ARV terbagi dalam 4 fase:
1. fase start
Fase dimana dilakukan serangkaian pemeriksaan , evaluasi klinis dan
pemberian konseling kepada klien untuk memahami tujuan terapi, dan
pemilihan kombinasi ARV yang dirasa sesuai, memulai pemberian terapi,
mengevaluasi dan melakukan pemberhentian sementara dan memulainya
lagi.
2. fase substitute
Mengganti salah satu obat ARV pada lini 1 dengan alas an sebagai berikut:
Toksisitas, Efek samping, Hamil/ Risiko Hami, TB aktif, Ada obat baru,
Stok obat habis
3. fase switch
Mengganti semua regimen ARV (beralih ke lini 2) dengan alas an gagal
pengobatan secara klinis, imunologis dan virologist.
4. fase stop
Menghentikan pengobatan ARV dengan alasan fase-fase yang terlewati
menimbulkan toksiksitas yang semakin parah, hamil, gagal pengobatan,
kepatuhan buruk, sakit/mrs, stok obat habis, kekurangan biaya dan
keputusan pasien.
24

TB PARU
A. Definisi
TB adalah penyakit akibat kuman mycobakterium tuberkulosis sistemis
sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansyur, 2000).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddat,
2003: hal 584). Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian
bawah yang menyerang jaringan paru atau atau parinkin paru oleh basil
mycobakterium tuberkulosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh
(meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe, dll) dengan lokasi terbanyak
diparu, yang biasanya merupakan lokasi primer.
B. Etiologi
Agen infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis complex adalah:
1. Mycobakterium tuberculosis
2. Varian asian
3. Varian african I
4. Varian asfrican II
5. Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
1. Mycobacterium cansasli
2. Mycobacterium avium
3. Mycobacterium intra celulase
4. Mycobacterium scrofulaceum
5. Mycobacterium malma cerse
6. Mycobacterium xenopi
25

Tuberculosis disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis.


Penyebaran kuman Mycobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang
terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone)
yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang
yang terinfeksi sebelumnyan (Sylvia.A.Price.1995.hal 754 ).
C. Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
Risiko penularan:
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk
of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
26

berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti


10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif
menjadi positif.
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberculosis adalah :
Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB
aktif
Individu imunosupresif (Termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi
dengan HIV)
Pengguna obat-obatan IV dan alkoholik
Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
(tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak
dibawah usia 15 tahun atau dewasa muda antara yang berusia 15-44
tahun )
Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(misalnya diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi,
bypass gasterektomi yeyunoileal )
Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi ( Asia tenggara,
Afrika, Amerika latin, karibia )
Setiap individu yang tinggal di institusi ( misalnya fasilitas
perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara )
Indivudi yang tinggal di daerah perumahan substandart kumuh
Petugas kesehatan





27

D. Patofisiologi

E. Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
28

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah


Gejala khusus:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.
Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
F. Diagnosa
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal
yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
29

Rontgen dada (thorax photo).


Uji tuberkulin.
Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam
meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai
pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan
dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan
30

BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.


Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan
sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami
hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
31

bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan


alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks, dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
dan sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan
infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak
umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 12 tahun 92%, 2 4 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612
tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya
pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan
(ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >=10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
32


Bagan alur diagnosis TB Paru
G. Klasifikasi TB
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:
a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
a. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
b. Registrasi kasus secara benar
c. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
d. Analisis kohort hasil pengobatan


33

Beberapa istilah dalam definisi kasus:


1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat
diperlukan untuk:
a. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
mencegah timbulnya resistensi
b. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-
effective)
c. Mengurangi efek samping
Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru: Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru: Adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
34

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak


SPS
b. pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
c. perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka
untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien
TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat
35

DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007
Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Kelompok Kerja TB Anak
Depkes IDAI. 2008
International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public
Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6,
EGC, J akarta
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. J akarta.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
UI : Media Aescullapius

Anda mungkin juga menyukai