Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

ACUTE MYELOID LEUKEMIA (AML)


Di Ruang 23 U RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun oleh
Profesi Ners PSIK Universitas Brawijaya
Universitas

2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Hari / Tanggal : Kamis, 25 April 2019


Waktu : Pukul 10.00 s/d selesai
Pokok Bahasan : Acute Myeloid Leukemia (AML)
Sasaran : Pasien dan Keluarga pasien ruang 23 U RSSA Malang
Penyuluh : Mahasiswa profesi ners UB dan
Tempat : Di ruang 23 U RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
A. Latar Belakang
Melihat data diatas dapat disimpulkan bahwa kejadian gagal jantung cukup tinggi
dan diperlukan pengenalan penyakit gagal jantung lebih dini, sehingga penulis
menganggap perlu dilakukan tindak lanjut berupa penyuluhan mengenai gagal jantung
pada masyarakat RSU dr. Saiful Anwar Malang khususnya pasien dan keluarga pasien
untuk menambah pemahaman dan pengetahuan berupa definisi, etiologi, manifestasi
klinis, pemeriksaan, hingga penatalaksanaan gagal jantung (Heart Failure)
B. Tujuan Instruksional
- Tujuan Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan para peserta mampu mengetahui dan
memahami lebih luas mengenai bagaimana AML muncul, tanda gejala dan
komplikasi yang dapar terjadi.
- Tujuan Khusus :
Setelah penyuluhan, peserta penyuluhan mengetahui dan mampu untuk :
1. Menjelaskan pengertian AML
2. Menjelaskan etiologi AML
3. Menjelaskan manifestasi klinis AML
4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk AML
5. Menjelaskan penatalaksanaan yang dilakukan untuk AML
6. Menjelaskan komplikasi AML
C. Sub Pokok Bahasan
Kenali AML
D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi/tanya jawab
E. Media
1. PPT
2. Leaflet tentang AML
F. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Metode Media
Pendahuluan 5 menit - Mengucapkan salam - Menjawab salam Ceramah Laptop
- Memperkenalkan diri - Menyetujui
- Menjelaskan judul
kontrak waktu
materi serta tujuan - Mendengarkan
yang akan dicapai
- Kontrak waktu
- Memulai materi - Mendengarkan Leaflet dan
- Menjelaskan peserta ppt
materi
tentang : penyuluhan yang
1. Menjelaskan
dberikan
pengertian AML - Mambaca leaflet
2. Menjelaskan
sebagai
etiologi AML
3. Menjelaskan pendukung
manifestasi klinis
AML
Penyajian 20 menit 4. Menjelaskan Ceramah
pemeriksaan
penunjang untuk
AML
5. Menjelaskan
penatalaksanaan
yang dilakukan
untuk AML
6. Menjelaskan
komplikasi AML
- Memberikan umpan - Memberikan
balik kepada peserta pertanyaan, jika
(memberikan ada hal yang
pertanyaan) tidak dimengerti
- Tanya jawab - Menjawab umpan
- Menjawab
balik yang
Penutup 5 menit pertanyaan Ceramah
diberikan oleh
- Menyimpulkan hasil
penyuluh
penyuluhan
- Mengucapkan terima
kasih
- Menutup acara
penyuluhan

G. Evaluasi
- Prosedur penilaian : Selama proses penyuluhan berlangsung dan setelah selesai
penyuluhan
- Peserta dapat mengajukan pertanyaan
- Peserta dapat menjawab umpan balik yang diberikan oleh penyuluh
- Peserta dapat menyebutkan kembali hal-hal penting yang ada dalam materi yang
telah disampaikan
H. Materi (terlampir)
I. Daftar Pustaka
Materi (Lampiran)
ACUTE MYELOID LEUKEMIA (AML)
A. Pengertian AML
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Arief
Mansjoer, dkk, 2002). Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and
Bare, B.G, 2001)
AML (Acute Myelogenous Leukimia) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel – sel progenitor dari seri myeloid
(Purnomo, 2005). AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok
usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2001).

B. Klasifikasi AML
Menurut Wakui (2008), FAB telah mengklasifikasikan LMA menjadi 8 subtipe berdasarkan
pada hasil pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Berikut klasifikasi AML
1) M0 (AML berdiferensiasi minimal)
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengan diferensiasi minimal.
2) M1 (AML tanpa maturasi)
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus
AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Sel
leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula,
dimana tipe 1 dominan di M1
3) M2 (AML dengan berbagai derajat maturasi
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit
matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih dari
50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
4) M3 (leukemia promielositik)
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain
mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran,
kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa
promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini
5) M4 (Leukemia mielomonositik)
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan
dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan
tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah
peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan
eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4
mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
6) M5 (Leukemia monoblastik)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan
adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi
dan hasil perawatannya cukup baik.
7) M6 (Eritroleukemia)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal
berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan
maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma. M6 disebut Myelodisplastic
Syndrome (MDS) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit. M6
jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar.
8) M7 (Leukemia megakarioblastik)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.

C. Faktor Resiko AML


Meskipun beberapa faktor risiko untuk AML telah diidentifikasi, penyebab spesifik dari
penyakit ini masih belum jelas. Namun terdapat beberapa faktor prediposisi dari AML pada
populasi tertentu (Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006).
a. Obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone, chloroquine dan
methoxypsoralen dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sumsum tulang yang
kemudian beresiko terhadap terjadinya AML.
b. Senyawa kimia seperti yang terkandung pada rokok, pestisida, herbisida, dan benzene
diketahui berpotensi merangsang perkembangan AML.
c. Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan AML, seperti pada orang-orang yang
selamat dari bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek leukomogenik dari
paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan
mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman.
d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan kromosom, seperti pada sindrom Down
(trisomi kromosom 21), sindrom Bloom, anemia Fanconi dan klinefelter, diketahui
mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita
AML.
e. Terapi radiasi dengan menggunakan golongan alkylating agent dan topoisomerase II
inhibitor diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya AML. Golongan alkylating
agent seperti cychlophospamide, melphalan, dan nitrogen mustard sering dihubungkan
dengan kejadian abnormalitas pada kromosom 5 dan/atau 7. Terpapar golongan
topoisomerase II inhibitor seperti etoposide dan teniposide sering menyebabkan
abnormalitas pada kromosom 11 dan/atau 27.

D. Patofisiologi
(terlampir)

E. Manifestasi Klinis AML


Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan biasanya terkait dengan infiltrasi leukemik
ke sumsum tulang dengan hasil akhir sitopenia. Pada pasien dapat dijumpai lelah,
perdarahan, atau infeksi dan demam karena penurunan sel darah merah, trombosit, atau
sel darah putih. Gejala umumnya adalah pucat, lelah, dan sesak napas saat beraktivitas
dapat pula dijumpai nyeri tulang atau sendi, pembengkakan abdomen, ruam kulit, gejala
saraf pusat seperti kejang, muntah, kesemutan, penglihatan kabur. Hiperleukositosis (>
100.000 sel darah putih/ mm3 ) dapat menyebabkan gejala leukostasis, misalnya disfungsi
atau perdarahan okuler dan serebrovaskular yang termasuk kegawatdaruratan medis,
walaupun jarang.
Menurut Safitri (2010), Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu
dan dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu
1) Gejala kegagalan sumsum tulang
Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan keluhan umum yang paling
sering.leukemia menekan fungsi sumsun tulang sehingga menyebabkan kombinasi dari
anemia,leucopenia dan trombositopenia. Gejala yang khas adalah lelah dan sesak nafas
(akibat darianemia), infeksi bakteri (akibat dari leucopenia) dan perdarahan (akibat dari
trombositopenia atau terkadang akibat dari koagulasi intravaskuler diseminata).
Pemeriksaan fisik juga sering ditemukan kulit pucat, memar, dan perdarahan serta
demam sebagai tanda infeksi. Perdahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau
ptekie yang sering dijumpai di eksermitas bawah atau berupa epitaksis, perdarahan
gusi, dan retina.
2) Gejala sistemik
Gejala sistemik yang ditemukan dapat berupa malaise, penurunan berat badan,
berkeringat, dan penurunan nafsu makan, serta kelainan metabolic seperti
hiperkalsemia (sangat jarang).
3) Gejala lokal
Gejala lokal yang terkadang ditemukan berupa tanda infiltrasi leukemia sel blast di kulit,
gusi atau sistem saraf pusat. Infiltrasi sel-sel blast dikulit akan menyebabkan leukemia
yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit. Infiltrasi sel-sel blast
di jaringan lunak akan menyebabkan nodul dibawah kulit. Infiltrasi sel-sel blast di dalam
tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dnegan stimulasi ringan.
Infiltrasi sel-sel blast kedalam gusi akan menyebabkan pembengkakan pada gusi. Selain
itu dapat terjadi hepatomegali dan splenomegali akibat infiltrasi sel-sel blast dihati dan
limpa.

F. Pemeriksaan Diagnostik AML


a. Morfologi
Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk diagnosis AML.
Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan May-Grunwald-
Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang akurat, diperlukan setidaknya 500 sel
nucleated dari sumsum tulang dan 200 sel darah putih dari perifer. Hitung blast sumsum
tulang atau darah ≥ 20% diperlukan untuk diagnosis AML, kecuali AML dengan t(15;17),
t(8;21), inv(16), atau t(16;16) yang didiagnosis terlepas dari persentase blast.
b. Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry, sering untuk menentukan tipe sel
leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20% sel
leukemik mengekpresikan penanda (untuk sebagian besar penanda).
c. Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa. Pemeriksaan
sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti translokasi, inversi,
delesi, adisi.
d. Sitogenetika molekuler
Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization) yang juga
merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1-RUNX1T1,
CBFB-MYH11, fusi gen MLL dan EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q.
e. Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan penyakit jika
diperkirakan telah menyebar ke organ lain. Contoh pemeriksaannya antara lain X-ray
dada, CT scan, MRI (Yuliana, 2017).
Pemeriksaan peenunjang lain yang dapat dilakukan dinataranya :
 Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah
lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak
sembarang umur, hitung darah lengkap biasanya juga menunjukkan normositik,
anemia normositik.
 Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
 Retikulosit : jumlah biasaya rendah
 Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
 Sel Darah Putih : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature
 Partial Thromboplastin Time : memanjang
 Laktat Dehidrogenase : mungkin meningkat
 Asam urat serum : mungkin meningkat
 Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
 Copper serum : meningkat
 Zink serum : menurun
 Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
 Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
 Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
 Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
 Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
 Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
 Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan (Smeltzer & Suzanne,
2002).

G. Penatalaksanaan AML
Tujuan terapi adalah memberantas atau eradikasi sel- sel leukemia dengan obat anti
leukemia. Prinsip system pengobatannya adalah melakukan induksi, konsolidasi, rumatan,
dan reinduksi. Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan (Arief Mansjoer, dkk, 2002):
a. Tranfusi darah diberikan bila kadar Hb< 6 g%. Trombosit diberi bila terjadi
trombositopenia berat dan perdarahan masif.
b. Kortikosteroid
c. Sitostatik
d. Hindari infeksi sekunder, penderita di isolasi
e. Imunoterapi.
Berdasarkan (Yuliana, 2017) terapi AML dapat dibagi menjadi :
 Terapi Induksi
Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplit yang didefinisikan sebagai
blast dalam sumsum tulang 1.000/μL, dan trombosit ≥ 100.000/μL
a. Untuk pasien usia 18-60 tahun terapi yang diberikan adalah: Tiga hari
anthracycline (daunorubicin 60 mg/m2 , idarubicin 10-12 mg/ m2, atau
anthracenedione mitoxantrone 10-12 mg/m2 ), dan 7 hari cytarabine (100-200
mg/ m2 infus kontinu) atau dikenal dengan “3 + 7” merupakan standar terapi
induksi. Respons komplit tercapai pada 60-80% pasien dewasa yang lebih muda.
b. Untuk pasien usia 60-74 tahun terapi yang diberikan serupa dengan pasien yang
lebih muda, terapi induksi terdiri dari 3 hari anthracycline (daunorubicin 45-60
mg/m2 atau alternatifnya dengan dosis ekuivalen) dan 7 hari cytarabine 100-200
mg/m2 infus kontinu). Penurunan dosis dapat dipertimbangkan secara
individual.8 Pada pasien dengan status performa kurang dari 2 serta tanpa
komorbiditas, respons komplit tercapai pada sekitar 50% pasien.
 Terapi konsolidasi
Terapi konsolidasi atau pasca-induksi diberikan untuk mencegah kekambuhan dan
eradikasi minimal residual leukemia dalam sumsum tulang. Secara umum, terdapat
2 strategi utama terapi ini, yaitu kemoterapi dan transplantasi sel punca
hematopoietik. Pertimbangan pemberian terapi didasarkan pada risiko penyakit yang
dinilai dengan profil sitogenetika dan molekuler.
a. Pasien usia 16-60 tahun dengan risiko favorable mendapat terapi cytarabine 1-
1,5 g/ m2 IV setiap 12 jam selama 3 hari atau 1-1,5 g/ m 2 IV hari 1-6 sebanyak 2-
4 siklus.
b. Pasien dengan risiko intermediate I, intermediate II, atau adverse,
dipertimbangkan untuk dilakukan transplantasi sel hematopoietik alogeneik. Jika
tidak mungkin, diberi terapi konsolidasi seperti berikut: cytarabine 1-1,5 g/ m 2 IV
setiap 12 jam selama 3 hari atau 1-1,5 g/ m2 IV hari 1-6 sebanyak 2-4 siklus.
c. Pasien usia di atas 60 tahun dengan risiko favorable tanpa kondisi penyulit
mendapat terapi cytarabine 0,5-1 g/m2 IV setiap 12 jam hari 1-3 atau 0,5-1 g/m2
IV hari 1-6 sebanyak 2-3 siklus
 Terapi kekambuhan
Pada sebagian besar pasien AML yang mencapai remisi komplit, leukemia akan
kambuh dalam 3 tahun setelah diagnosis. Secara umum, prognosis pasien setelah
kambuh adalah buruk. Pasien dengan kekambuhan dini (respons komplit pertama
kurang dari 6 bulan), sitogenetika adverse, atau usia lebih tua memiliki outcome
buruk.Terapi disesuaikan dengan kondisi pasien. Skor prognostik yang
memperkirakan harapan hidup dapat menjadi dasar penentuan terapi. Skor
prognostik dihitung sebagai berikut:
a. Durasi remisi sebelum relaps: > 18 bulan (skor 0); 7-18 bulan (skor 3); ≤ 6 bulan
(skor 5).
b. Sitogenetik saat didiagnosis: inv(16) atau t(16;16) (skor 0); t(8;21) (skor 3);
lainnya (skor 5).
c. Transplantasi sel punca hematopoietik: tidak (skor 0), ya (skor 2).
d. Usia saat kambuh: ≤ 35 tahun (skor 0); 36- 45 tahun (skor 1); > 45 tahun (skor 2)
Terapi kekambuhan bertujuan untuk mencapai remisi baru dan mengarah pada
transplantasi sel punca hematopoietik. Beberapa regimen yang digunakan adalah:
a. Cytarabine dosis sedang (0,5-1,5 g/m2 IV setiap 12 jam hari 1-3)
b. MEC (mitoxantrone 8 mg/m2 hari 1-5, etoposide 100 mg/m2 hari 1-5, cytarabine
100 mg/m2 hari 1-5)
c. FLAG-IDA (fludarabine 30 mg/m2 IV hari 1-5, cytarabine 1,5 g/m2 IV diberikan 4
jam setelah infus fludarabine hari 1-5, idarubicin 8 mg/m2 IV hari 3-5, GCSF 5
μg/ kg subkutan dari hari 6 sampai sel darah putih > 1 g/L)
Beberapa studi melaporkan data harapan hidup sekitar 5-15 bulan dengan
pemberian regimen terapi salvage. Jika pasien tidak dapat menerima terapi salvage
intensif, diberi terapi dengan intensitas lebih rendah (misalnya cytarabine dosis
rendah, agen hipometilasi) atau perawatan suportif terbaik. Transplantasi sel punca
hematopoietik termasuk terapi konsolidasi terpilih jika remisi kedua tercapai.The
International Bone Marrow Transplant Registry menunjukkan bahwa pada lebih dari
3.500 transplantasi sel punca alogeneik pada pasien AML, 3-year leukemia free
survival rate sekitar 60%, 35%, dan 25% selama remisi komplit pertama, remisi
komplit berikutnya, dan kekambuhan.
H. Komplikasi AML
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang
laintertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme
(terjadigranulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang
disekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang. Proliferasi sel leukemia dalam
organmengakibatkan pembesaran limpa atau hepar. Kegagalan sumsum tulang merupakan
hipofungsi sumsum tulang primer sehingga terjadi penurunan produksi semua unsur sel
hemopoietik (pansitopeni). Kegagalan susmsum tulang merupakan ketidaksanggupan
sumsum tulang membentuk sel-sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan
primer sistem sel mengakibatkan anemia, leukopenia dan trombositopenia
a. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka
anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut.
Proses terapi AML juga dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.
b. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia)
pada keadaan AML dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat
menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan
hematom.
c. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada AML dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan
ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang
berkembang pesat.
d. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat
keadaan AML sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah
besar, bahkan beresiko untuk pecah.
e. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan
kasus AML memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar
trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang
abnormal dan mengakibatkan stroke.
f. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan AMLadalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar
leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
Daftar Pustaka
Bakta, I made. 2010. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Behrman, Kliegman, Arvin. 2008. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15. Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Desen, Wan. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. Jakarta: Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. 2006. Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta: EGC
Permono B, Ugrasena IDG. 2008. Leukemia Akut dalam Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. 2006.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Supandiman, Iman. Prof. dr. DSPD. H. 2007. Hematologi Klinik Ed. 2. Penerbit Alumni :
Bandung
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2008. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Patofisiologi

Gangguan citra tubuh

alopecia

Anda mungkin juga menyukai