I. IDENTITAS PASIEN
bersaudara
i. Alamat : Malang
j. Kultur : Jawa
k. Agama : Islam
usus meningkat
III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
a. Prenatal :-
lahir.
c. Post Natal :-
c. Riwayat penggunaan
b. Genogram :-
VI. RIWAYAT SOSIAL
Keluarga
Sebaya
perawat)
Eliminasi BAK normal BAK normal
Aktivitas bermain - -
VIII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
f. Obat-obatan sekarang :-
g. Hasil Px. Penunjang : hasil foto colon in loop tampak bayangan gas usus
rasio recto-sigmoideus.
h. Tindakan operasi :-
i. Tindakan keperawatan :-
j. Lain-lain :-
palpebra(-)
tiroid
f. Thorax
2. Jantung : IC (-)
meningkat, timpani.
Musculoskeletal
c. Adaptasi sosial :-
d. Bahasa :-
Hasil foto colon in loop tampak bayangan gas usus prominement, hasil kontras tampak
perut kembung
DO : terdapat distensi
abdomen, bising usus
meningkat, perkusi
abdomen timpani
DS : Ketidakadekuatan Resiko Infeksi
kontras tampak
sigmoideus.
mengonsumsi cairan
2,5 L setiap hari,
kontraindikasikan
Lakukan program
defekasi. Letakkan
hari, sedekat
mungkin kewaktu
diketahui)
Kolaborasi
pemeberian laksatif,
enema atau
supositoria sesuai
instruksi.
Resiko infeksi b.d Monitor tanda dan
lingkungan pasien
Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika perlu.
XIV. IMPLEMENTASI
No DIAGNOSA IMPLEMENTASI
1. Gangguan eliminasi fekal Mengobservasi bising usus dan periksa
kontraindikasikan
2. Resiko infeksi b.d Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
ketidakadekuatan sistemik
berbau menyengat
konstipasi
Resiko infeksi b.d S: Ibu pasien mengatakan
resiko infeksi
LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun oleh:
Ananda Dita Qur’annila Putri 201710300511095
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rektum atau bagian rektosigmoid colon. Akibat ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
(Betz, Cecily & Sowden, 2000).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm denagn berat lahir ≤ 3 kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief
Mansjoeer,2000)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit Hirschsprung yaitu kegagalan sel-sel krista neuralis
untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk
kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah
tersebut.sehingga menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses
dalam lumen terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan
dinding kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau
kronis tergantung panjang usus yang mengalami aganglion.
Selain akibat dari aganglion, faktor penyebab lain penyakit Hirschsprung
adalah adanya riwayat keluarga yang terkena penyakit tersebut. Terdapat
kecenderungan bahwa penyakit Hirschsprung dipengaruhi oleh riwayat atau latar
belakang keluarga dari ibu.Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita
perempuan dengan perbandingan 4:1.
C. PATOFISIOLOGI
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar( Price, S & Wilson, 1995 :
141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion
parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu
atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus
abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami
distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi
tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat.
Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama
berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang
abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis.
Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami
kematianDona L.Wong,1999:2000)
D. PATHWAYS
Peristaltik abnormal
dan distensi
napas
Resiko Infeksi
E. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan usia penderita tanda dan gejala penyakit Hirschsprung dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Periode neonates
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
2. Muntah berisi empedu
3. Enggan minum
4. Distensi abdomen
5. Obstruksi usus
b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa
kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak
(Lakhsmi, 2008).
Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni :
1. Konstipasi kronis
2. Malnutrisi
3. Anemia
4. Perut membuncit (abdomen distention)
5. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang
padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan
bau feses dan gas yang busuk
6. Terdapat tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di
sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah
terdapat komplikasi peritonitis
7. Infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan kadang-kadang
dilatasi kolon yang berbahaya
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit Hirschsprung dapat di
klasifikasikan dalam 4 kategori :
1. Ultra short segment : Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari
rectum.
2. Short segment : Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.
3. Long segment : Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
4. Very long segment : Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan
kadang sebagian usus kecil.
G. KOMPLIKASI
H. PENATALAKSANAAN
1. Preoperatif
a. Diet
Pada periode preoperatif neonates dengan penyakit Hirschsprung menderita gizi
buruk disebabkan karena gangguan pada gastrointestinal. Sebagian besar
memerlukan asupan nutrisi parenteral dan cairan. Meskipun demikian bayi dengan
penyakit Hirschsprung yang didiagnosis melalui suction rektal biopsi dapat
diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15ml/kg berat badan tiap 3 jam selama
dilatasi rectal preoperatif dan irigasi rectal.
b. Terapi farmakologik
Terapi ini dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk mencegah
komplikasinya.Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresirectum dan
kolon melalui serangkaian pemerikasaan dan pemasangan irigasituba rectal dalam
24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam
beberapa jam sebelum pembedahan.
2. Operatif
a. Tindakan bedah sementara
Tindakan ini berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling
distal.Tindakan ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi usus dan
mencegah enterokolitis sebgai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain
dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan bedah
definitif usus dan mengecilkan kaliber usus yang telah besar sehingga
memungkinkan dilakukan anastomose.
b. Tindakan bedah definitif
1) Prosedur Swenson
Merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk mengangani penyakit
Hirschsprung.Segmen aganglionik direseksi sehingga kolon sigmoid kemudian
dianastomose oblique dilakukan antar kolon normal dengan rectum bagian distal.
2) Prosedur Duhamel
Pertama kali diperkenalkan tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson.Poin
utamanya adalah pendekatan retrorectal digunakan dan beberapa bagian rectum
yang aganglionik dipertahankan.Usus aganglionik direseksi hingga bagian rectum
dan rectum dijahit.Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang
retrorektal (diantara rectum dan sacrum), kemudian end-to-side anastomosis
dilakukan pada rectum yang tersisa.
3) Prosedur Soave
Diperkenalkan pada tahun 1960, intinya membuang mukosa dan submukosa dari
rectum dan menarik ganglionik ke arah ujung maskuler rectum aganglionik.
4) Myomectomy Anorectal
Prosedur ini merupakan alternative operasi lain bagi anak dengan penyakit
Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang sedikit bagian
midline posterior rektal. Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektalekstra-
mukolas yang bermula sekitar proksimal garis dentate.Mukosa dan submukosa
dipertahankan.
3. Post Operatif
Pada awal jangka masa postoperatif sesudah PERPT (Primary Endorectal Pull-
Through), pemberian makanan peroral dimulakan segera untuk membantu
penyesuaian (adaptasi usus) dan penyembuhan anastomosis.Pemberian makanan
rata-rata dimulai pada hari kedua setelah operasi dilakukan dan pemberian nutrisi
enteral secara penuh dumulakan pada pertengan hari keempat.Intoleransi protein
sering terjadi selama periode ini dan memerlukan perubahan formula.ASI tidak
dikurangi atau dihentikan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan
lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang
melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada
anak laki-laki dan perempuan. (Ngastiyah, 2005)
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),
perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi
sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut.Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita klien selain penyakit Hirschsprung.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis.Pada keadaan
umum terlihat lemah atau gelisah.Tanda-tanda vital didapatkan hipertermi dan
takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya
perforasi.Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan :
Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan
rectum dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau
busuk.
Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan
hilangnya bisng usus.
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik
a) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah
b) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c) Simple suction rectal biopsy (biopsi isap) mencari sel ganglion pada daerah
sub mukosa.
d) Biopsy rectal (biopsi otot rectum) yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolineseterase.
Pemeriksaan laboratorium
a) Kimia darah
b) Darah rutin
c) Profil koagulasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglionosis
2) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
asupan
3) Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar
cairan tubuh dari muntah
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (pembedahan)
Intervensi :
1) Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan dan
kebiasan makan
Rasional : Memberi informasi tentang kebutuhan pemasukan/ difisiensi
2) Monitor turgor kulit
Rasional : mengkaji pasokan nutrisi yang adekuat
3) Monitor mual dan muntah
Rasional : mengkaji adanya pengeluaran output berlebih
4) Pantau / Timbang berat badan
Rasional : Sebagai indicator langsung dalam mengkaji perubahan status nutrisi
5) Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI rutin
Rasional : untuk mempertahankan masukan nutrisi pada pasien
6) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan.
Rasional : untuk menambah masukan nutrisi yang baik bagi pasien
Morgan Speer, Kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC
Pedro Luiz Toledo de Arruda Lourenc¸a˜o, Felipe Gilberto Valerini, Antonio Jose Maria Cataneo,
y
Erika Veruska Paiva Ortolan, Guilherme Lopes da Silveira, Mariana Floriano Luiza Piva, Lucas da
z
Matta Cucco, and Maria Aparecida Marchesan Rodrigues
ABSTRACT
What Is Known
Objective: To analyse the diagnostic capacity of barium enema (BE) in the
diagnostic investigation for Hirschsprung’s disease (HD) was analyzed for
transition zone (TZ) identification and rectosigmoid index (RSI) 1.0 deter-
mination.
Barium enema is a well established, safe and low-cost
screening tool in the workup for diagnosis of
Patients and Methods: BE images were analyzed retrospectively by 2 Hirschsprung’s disease.
examiners and the results were compared with the histopathology of rectal
biopsies.
Transition zone identification and the rectosigmoid
index 1.0 are used for diagnostic interpretation of the
Results: TZ identification and RSI 1.0 were assessed separately and barium enema for Hirschsprung’s disease.
combined in 43 patients. Twelve (27.9%) patients had the diagnosis of HD
based on rectal biopsies. TZ identification presented better diagnostic
capacity for the 2 examiners than RSI 1.0. However, interexaminer What Is New
agreement was higher for RSI 1.0 than for TZ identification. The
combination of TZ identification and RSI 1.0 increased the sensitivity Rectosigmoid index is more objective than transition
zone identification with higher interexaminer agreement.
T he diagnosis of Hirschsprung’s disease (HD), a congenital malformation Received June 20, 2018; accepted December 6, 2018.
of the enteric nervous system, is based on the histopathological analysis of y
rectal biopsies (1,2). The workup to select patients for rectal biopsies usually From the Department of Surgery, the Department of Pathology, Botucatu
begins with less invasive radiologic procedures, like barium enema (2–5). Medical School, Unesp - Sa˜o Paulo State University, Botucatu, and the
When investigat-ing for HD, the radiological finding classically used in
z
Department of Radiology, Mega Imagem Clinic, Santos, Sa˜o Paulo,
interpreting BE is the identification of the transition zone (TZ), a conical area Brazil.
between the aganglionic spastic segment and the proximal dilated
Address correspondence and reprint requests to Pedro Luiz Toledo de
Arruda Lourenc¸a˜o, Assistant Professor, Division of Pediatric Surgery,
Department of Surgery, Botucatu Medical School, Unesp - Sa˜o Paulo
State University, Botucatu, Sa˜o Paulo CEP 18618-687, Brazil (e-mail:
plourencao@gmail.com). normoganglionic colon (6). This radiological signal is present in most
HD patients, although its identification depends on subjective
The authors report no conflicts of interest. interpretation of each examiner (4,7). Other possibility to provide a
more objective evaluation is to determine the rectosigmoid index
(RSI), which is a numerical ratio between the largest diameter of the
Supplemental digital content is available for this article. Direct URL
citations appear in the printed text, and links to the digital files are rectum and the largest diameter of the sigmoid (7). Previous studies
provided in the HTML text of this article on the journal’s Web site have evaluated the applicability and diagnostic capacity of the RSI in
(www.jpgn.org). the diagnostic investigation for HD (7–10). They have shown
important differences and conflicting results (7–10).
e62
PATIENTS AND METHODS
patient age from 0 to 15 years, performance of BE as a screening test, prior intestinal preparation or touching (6). Fifty percentage
and histopathological analysis of a rectal biopsy with clear results to diluted barium sulfate was used as a contrast medium, injected by
determine a conclusive diagnosis of HD or its exclusion. The exclu- a thin rectal probe with no balloon inflation, under fluoroscopic
sion criteria were patients whose rectal biopsies led to the diagnosis of control, and the patient in the lateral decubitus position (6).
other intestinal dysganglionoses and those without BE images avail-
able in medical records. This study was approved by the local research
ethics committee (protocol number 51107715.1.0000.5411).
Analysis of Barium Enema Images
The following data were retrieved from patient medical
records: sex, age at BE and the result of the histopathological
analysis of rectal biopsy. For patients with diagnosis of HD sub- The images recovered from the contrast examinations were
mitted to surgical treatment, the results of the histopathological independently analyzed by 2 physicians with similar experience (11
analysis of surgical specimens were retrieved, focusing on the years) in BE analysis on the diagnoses of HD. One was a radiologist
evaluation of the extent of the resected aganglionic zone. (Examiner 1) and the other was a pediatric surgeon (Examiner 2).
Both examiners were blinded to the clinical information and the
histopathological analyses of the corresponding rectal biopsies.
All barium enema were performed under supervision of the Descriptive analysis was performed to characterize the
same medical team, according to Swenson’s technique, without patients by percentage and median distributions, with respective
FIGURE 1. (A) Transition zone identification at distal transverse colon, near to splenic flexure (arrow). (B) Measures used for the RSI calculation: R-
R’: largest diameter of the rectum, S-S’: largest diameter of the sigmoid. RSI ¼ rectosigmoid index.
www.jpgn.org e63
minimum and maximum values, after identifying the nonparametric TABLE 1. Measures of diagnostic capacity obtained for the barium enema
distribution of the data using the Kolmogorov-Smirnov normality test. methods analyzed
The results of BE analysis were compared with the results of
histopathological analysis of the corresponding rectal biopsy, con-
sidered the gold standard examination. Values of sensitivity, speci-
ficity, positive predictive value (PPV), negative predictive value TZ identification
(NPV), accuracy, and area under the ROC curve were determined for
TZ identification and RSI 1.0 analyzed separately and com-bined (by
TZ identification RSI 1.0 þ RSI 1.0
the presence of at least 1 of these 2 findings). The interexaminer
agreement for results of TZ identification and RSI calculation was
evaluated using kappa statistics and the intraclass correlation Examiner 1
coefficient. The influence of patient age on the chances of a correct
Sensitivity 100% 66.6% 100%
diagnosis based on the analysis of TZ identification and RSI
calculation was investigated by a simple logistic regression model. Specificity 45.1% 41.9% 41.9%
The level of significance considered was 5% and analyses were
performed using SPSS 22.0 software for Windows. Area under the 0.72 0.54 0.71
ROC curve
Examiner 2
One hundred and 2 patients were submitted to BE and rectal Sensitivity 83.3% 83.3% 92.3%
biopsies for diagnostic investigation for HD. Of these, 59 patients
were excluded from the study as BE images were not available in the Specificity 61.2% 45.1% 40%
hospital medical records or because the histopathological diagnosis
indicated other intestinal dysganglionoses. Thus, the study consisted Area under the 0.72 0.64 0.66
of 43 patients, 22 (51.2%) girls and 21 (48.8%) boys, with median age
of 36 (1–168) months. Twelve (27.9%) patients had a ROC curve
histopathological diagnosis of HD based on rectal biopsies, 7 (58.3%)
PPV 45.4% 37.0% 40%
were boys and 5 (41.7%) girls, with a median age of 12 (1–168)
months. The diagram reporting the flowchart of participants of the NPV 90.4% 87.5% 92.3%
study is presented in the supplemental digital content
(http://links.lww.com/MPG/B552). Accuracy 67.4% 55.8% 55.8%
Evaluation of Barium Enema Diagnostic NPV ¼ negative predictive value; PPV ¼ positive predictive value; RSI
Capacity
¼ rectosigmoid index; TZ ¼ transition zone.
DISCUSSION
TABLE 2. Agreement between the examiners on the results obtained for the barium enema methods
Magnitude of the
based on TZ identification
e64 www.jpgn.org
retention (20), which may be the main reason for false-positive results
in identifying TZ in the rectum. Regarding the errors related
3. Pochaczevsky R, Leonidas JC. The ‘‘Recto-Sigmoid Index’’: a mea- e. Hwang TJ, Servaes S, Mattei P, et al. Radiologist performance in the
surement for the early diagnosis of Hirschsprung’s disease. Am J interpretation of contrast enemas performed for Hirschsprung’s
Roentgenol Radium Ther Nucl Med 1975;123:770–7. disease in children >1 year of age. Clin Radiol 2017;72:519.e11–1.
4. Garcia R, Arcement C, Hormaza L, et al. Use of the recto-sigmoid f. Putnam LR, John SD, Greenfield SA, et al. The utility of the contrast
index to diagnose Hirschsprung’s disease. Clin Pediatr (Phila) 2007; enema in neonates with suspected Hirschsprung disease. J Pediatr
46:59–63. Surg 2015;50:963–6.
5. Sahu RK, Kothari S, Rahaman R, et al. Evaluation of suspicious g. Wu XJ, Zhang HY, Li N, et al. A new diagnostic scoring system to
Hirschsprung disease in children using radiologic investigation differentiate Hirschsprung’s disease from Hirschsprung’s disease-
method: a prospective observational study. Int Surg J 2017;4:1525–31. allied disorders in patients with suspected intestinal dysganglionosis.
Int J Colorectal Dis 2013;28:689–96.
6. Frongia G, Gu¨nther P, Schenk JP, et al. Contrast Enema for
Hirschsprung Disease Investigation: diagnostic accuracy and validity h. Miot HA. Agreement analysis in clinical and experimental trials. J
for subsequent diagnostic and surgical planning. Eur J Pediatr Surg Vasc Bras 2016;15:89–92.
2016;26:207–14.
i. Muller CO, Mignot C, Belarbi N, et al. Does the radiographic transition
7. de Arruda Lourenc¸a˜o PL, Takegawa BK, Ortolan EV, et al. Does zone correlate with the level of aganglionosis on the specimen in
calretinin immunohistochemistry reduce inconclusive diagnosis in rec- Hirschsprung’s disease? Pediatr Surg Int 2012;28:597–601 .
tal biopsies for Hirschsprung disease? J Pediatr Gastroenterol Nutr
2014;58:603–7. j. Shayan K, Smith C, Langer JC. Reliability of intraoperative frozen
sections in the management of Hirschsprung’s disease. J Pediatr Surg
8. Noblett HR. A rectal suction biopsy tube for use in the diagnosis of 2004;39:1345–8.
Hirshsprung’s disease. J Pediatr Surg 1969;4:406–9.
k. Rajindrajith S, Devanarayana NM. Constipation in children: novel
9. Swenson O, Fisher JH, MacMahon H. Rectal biopsy as and aid in the insight into epidemiology, pathophysiology and management. J Neu-
diagnosis of Hirschsprung’s disease. N Engl J Med 1955;253:632–5. rogastroenterol Motil 2011;17:35–47.
e66 www.jpgn.org
Copyright © ESPGHAN and NASPGHAN. All rights reserved.