“ASMA”
Disusun untuk memenuhi tugas profesi keperawatan Departemen
Emergency
DISUSUN OLEH
NIM. 150070300011156
2. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkial.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-
obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan,
logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6) Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan
nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput lender,
penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan yang lebih ringan
kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat dijumpai pada keadaan
tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat rendah ke satu atau lebih
pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat pemicu tersebut merangsang
degranulasi sel mast dijalan nafas yang menyebabkan pembebasan berbagai
mediator yang bertanggung jawab untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang
terpenting mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa
histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang
berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi
menyebabkan peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena
penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru; penurunan
elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru; peningkatan usaha bernafas
dan dispneu; serta gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi yang terjadi tiba-
tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan jalan nafas besar,
dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya berespon baik terhadap
terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi setiap hari hampir selalu
memiliki komponen atau fase lambat yang menyebabkan penyakit jalan nafas halus
kronik dan kurang berespon terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil
diperkirakan merupakan sel efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik,
dimana beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel
bronkus serta perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin
sitokin (termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang
mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T type
TH2 dianggap berperan sentral, karena sel ini mampu mengenali antigen secara
langsung. Obstruksi pada asma biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi
menyebabkan penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang
disebabkan oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar dan Pa CO2 mungkin
rendah namun seiring dengan semakinparahnya obstruksi, PaCO2 meningkat
karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat yang timbul mencakup
hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik.
4. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi tingkatan penderita asma
Tingkat 1
- Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru.
- Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
Tingkat 2
- Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
- Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
Tingkat 3
- Tanpa keluhan.
- Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
- Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
Tingkat 4
- Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
- Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
Status Asmatikus
- Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa
serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat
refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan.
Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang
sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu
sampai dua jam.
b. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan
oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena
itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,
maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma
ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
c. Berdasarkan Derajat Penyakit
Derajat
No Gejala Gejala Malam Faal Paru Pengobatan
Asma
1 Intermitten- Gejala <1x/minggu £ 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80% - Inhalasi agonis B-2
- Tanpa gejala antar serangan - Variabilitas APE <20% jangka pendek
- Serangan singkat
2 Persisten - Gejala >1x/minggu tetapi > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80% - Bronkodilator
ringan <1x/hari - Variabilitas APE 20-30% jangka pendek +
- Serangan dapat obat anti inflamasi
mengganggu aktivitas dan
tidur
3 Persisten - Gejala setiap hari > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE 60-80% - Setiap hari
sedang - Serangan mengganggu - Variabilitas APE >30% memakai agonis B-
aktivitas dan tidur 2 jangka pendek
- Bronkodilator
jangka
pendek+kortikoster
oid
inhalasi+bronkodlat
or jangka panjang
(asma malam)
4 Persisten - Gejala terus menerus Sering - VEP1 atau APE £60%
berat - Sering kambuh - (Depkes RI, 2009; Mulia,
- Aktivitas fisik terbatas 2000)
7. PENATALAKSANAAN
Posisikan pasien semi fowler
Oksigen nasal atau masker
Menghindari faktor pencetus, seperti debu, asap, bulu binatang, marah.
Menggunakan obat-obatan :
- Golongan bronkodilator : Salbutamol,albuterol,isoproternol
Salbutamol paling sering digunakan dalam sediaan nobulasi
(ventolin),oral, dan injeksi.
- Golongan metilxantin :Aminophylin,teophylin
Dalam bentuk oral dan injeksi.
- Kortikosteroid : Prednison, dexametason, methylpertnisolon.
Untuk mengurangi efek inflamasi
- Long acting beta 2 adrenergic agent
Untuk mencegah bronkospasme
8. KOMPLIKASI
1. Atelektasis
2. Pneumothoraks
3. Emfisema
4. Gagal nafas
9. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental :
Lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan :
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas :
Kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan Fisik
1) Dada
a) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c) Keabnormalan struktur Thorax
d) Contour dada simetris
e) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna
merata
f) RR dan ritme selama satu menit.
2) Palpasi
a) Temperatur kulit
b) Premitus : fibrasi dada
c) Pengembangan dada
d) Krepitasi
e) Massa
f) Edema
3) Auskultasi
a) Vesikuler
b) Broncho vesikuler
c) Hyper ventilasi
d) Rochi
e) Wheezing
f) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Spirometri
b) Tes provokasi
c) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g) Pemeriksaan sputum.