Anda di halaman 1dari 209

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

STIGMA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA


DENGAN GANGGUAN JIWA: SKIZOFRENIA

PENELITIAN KUALITATIF

Oleh:

NURULLIA HANUM HILFIDA


NIM. 131211131024

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

STIGMA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA


DENGAN GANGGUAN JIWA: SKIZOFRENIA

PENELITIAN KUALITATIF

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


dalam Program Studi Pendidikan Ners
pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan UNAIR

Oleh:

NURULLIA HANUM HILFIDA


NIM. 131211131024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ii

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

iii

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

iv

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

MOTTO

QS. AL BAQARAH (2): 186

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku


(Allah), maka (jawablah), bahwasanya Aku (Allah) adalah dekat. Aku
(Allah) mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran”.

vi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
limpahan karuniaNya, sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul
“Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota Keluarga dengan Gangguan Jiwa:
Skizofrenia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga.
Bersama ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih dengan hati yang
tulus kepada:
1. Dr. Ah. Yusuf S., S.Kp., M.Kes., selaku pembimbing I yang telah
memberikan dukungan, bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan
skripsi ini.
2. RR. Dian Tristiana, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, nasehat, pengarahan dan mendengarkan
dengan sabar atas keluh kesah dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima
kasih atas bantuan ibu dalam meminjamkan alat perekam suara (MP3) yang
telah menjadi alat penelitian. Semoga Allah membalasnya bu.
3. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan Program Studi Pendidikan Ners.
4. Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Dr. Hanik Endang Nihayati, S.Kep., Ns., M.Kep. dan Aria Aulia Nastiti,
S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen penguji seminar proposal dan skripsi yang
telah memberikan saran dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini
6. Kedua orang tua tercinta saya Bapak Hambali dan Ibu Ahsanatul Munawaroh,
S.Ag dan kedua adikku tersayang Muhammad Syifaut Tamam dan
Muhammad Syihabuddin Ridho yang telah memberikan doa sepanjang
waktu, menguatkan, memberi dukungan, motivasi, perhatian dan membantu
dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tak lupa pula alm. Mbah Misni
atas do’a, kasih sayang, perhatian, ketulusan dalam merawat saya sejak kecil,
serta seluruh keluarga besar Bani Tauhid yang telah memberikan semangat
dan do’a yang selalu kalian berikan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi
ini.
7. Segenap Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
memberikan ilmu, pengalaman dan pengarahan. Terima kasih telah
mengajarkan dan memotivasi untuk menjadi calon perawat yang profesional.
8. Segenap staf pendidikan, akademik, sekretariatan, perpustakaan dan
khususnya Pak Hendy yang telah dengan sabar mencarikan skripsi dan tesis
di koleksi Ruang Baca Henderson Fakultas Keperawatan Universitas

vii

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Airlangga. Terima kasih atas segala bantuan yang diberikan dari awal
pembuatan proposal hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
9. dr. Adi Wirachijanto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Jiwa Menur.
Terima kasih telah memberikan ijin dan membantu dalam melakukan
penelitian ini.
10. Pak Habib, Bu Rusta dan Bu Ima selaku Perawat RSJ Menur yang telah
membimbing, memberikan arahan, dan bantuan dalam penyelesaian skripsi
ini di RSJ Menur.
11. Pak Habib, Bu Hera, Bu Rusta, dan Bu Rose selaku penguji uji etik penelitian
di RSJ Menur yang telah memberikan masukan dan saran sebelum
dilakukannya penelitian.
12. Bu Nur dan Bu Salmi selaku staf bagian Diklat-Lit RSJ Menur. Terima kasih
telah membantu segala urusan yang berkaitan dengan perijinan penelitian di
RSJ Menur.
13. Bu Sampini selaku pegawai RSJ Menur yang selalu siap sedia membantu
dalam proses penelitian di RSJ Menur.
14. Seluruh Responden di wilayah kerja Ruangan Wijaya Kusuma, Rumah Sakit
Jiwa Menur, Surabaya yang telah bersedia meluangkan waktunya dan
berpartisipasi dalam penelitian ini.
15. Teman-temanku yang turut membantu terjun langsung dalam penelitian Elin
Suryani, Inka Noveliana, Retno Dewi P., Uswatun Khasanah, Indah Agustina,
Dyah Eka Widyaningrum, dan Imawati Annisa S. Terima kasih atas bantuan
kalian semoga Allah memberikan jalan kemudahan untuk kalian ya.
16. Kepada sahabat tercinta dari Ika Pratiwi, Etik Trisusilowati, Alfita Nadziir,
Ayu Susilawati, Retno Dewi P. yang selalu mendengarkan keluh kesah
dengan sabar, menjadi tempat bercerita, penghibur dan penyemangat di saat
susah maupun senang. Sampai jumpa di jalan sukses ya, jangan lupakan
masa-masa indah kita bersama.
17. Teman seperjuangan dalam konferensi Mar’atus Sholihah, Zeinidar Auliyaun
Nashiroh, Fani Lailatul Hikmah dan Rifky Octavia Pradipta. Terima kasih
atas inspirasi dan pengalaman yang diberikan saat di Brunei, dari situ saya
sedikit bisa belajar bagaimana menulis karya tulis atau paper. Salam sukses
untuk kita semua.
18. Kepada sahabatku SMA, Dwi Ayu Kurniawati, Mufrihatul Hayati, Umi
Afiatus Solikha dan Elin Suryani yang selalu memberikan semangat dalam
mengerjakan skripsi dan memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini supaya
bisa bercuap-cuap dan sharing dengan pengalaman yang didapatkan.
19. Sahabatku di Bem Unair 2015, Mitha Ayu Paramedhita, M. Hamami, serta
kementerian Pemuda Bem Unair 2015 lain yang selalu memberikan inspirasi
kepada mahasiswa di UNAIR untuk terus berkarya dan berprestasi.
20. Teman seperjuangan dosen pembimbing Imawati Annisa Safitri, Dyah Eka
Widyaningrum, dan Winda Kusumawardani yang selalu siap membantu

viii

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dalam penelitian di RSJ Menur dan selalu memberi semangat Aulia Faridatul
Umam, Ardhiana Novi Wulandari, Manis Aero dan Vita Ardani memberikan
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
21. Kepada Keluarga Yagmur wa Bahar, Munjayana, Rodhiatul Ardhani, Vika
Maulidiyah (selalu memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi),
Hernita Riski, Anisaul Makarimah, dan Siti Mei Sarah (selalu memberikan
tawa dan canda setiap hari), Miftahul Ulumiah (teman sekamar dengan rela
ikhlas meminjamkan headset dalam proses pengerjaan verbatim), Inayatul
Khoeriyah, Khoirunnisa Firdausa, Nabela, dan Yousida Hariani, Terima kasih
telah menampung diri ini dalam lingkaran kebahagiaan kalian selama 2 tahun
ini
22. Kepada Ustadz dan Ustadzah Lembaga Kursus Al Qur’an Al Falah Surabaya
selalu memberikan doa, dan penyemangat, khususnya Mbak Hanifah, Dek
Nabilah, Bu Binti, dan Kibti yang selalu mendengarkan curhatan saya
bagaimana lika-liku dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga menjadi berkah,
Insyaallah.
23. Kepada santri-santri Lembaga Kursus Al Qur’an Al Falah yang senantiasa
dengan tulus memberikan doa kepada saya untuk penyelesaian skripsi ini.
24. Kepada Mbak Silfia Desi A angkatan 2011 Fakultas Keperawatan UNAIR
yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada saya untuk
menyelesaikan skripsi ini.
25. Untuk keluarga Klodan KKN BBM ke 53 Universitas Airlangga, yang selalu
memberikan pengalaman terjun langsung ke masyarakat dan selalu
memberikan senyum manis terbaik untuk masyarakat.
26. Teman-teman seperjuangan wahai Arolas, Angkatan 2012 yang telah
memberikan dukungan, informasi dan semangat baik secara langsung ataupun
tidak demi terselesainya skripsi ini. Semoga pertemanan yang kita jalin dan
ilmu yang kita amalkan bisa bermanfaat. Vardgivare 2012. Arolas Istimewa.
27. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa
saya sebutkan satu-persatu
Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan
di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan. Amin Yaa Rabbal „Alamiin

Surabaya, 06 Agustus 2016

Nurullia Hanum Hilfida

ix

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRAK

STIGMA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA


DENGAN GANGGUAN JIWA: SKIZOFRENIA

Penelitian Kualitatif

Nurullia Hanum Hilfida


Program Studi S1 Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115 Telp. (031)5913752, Fax.(031)5913257
E-mail: hanum_nurullia@yahoo.com

Pendahuluan: Stigma berpengaruh pada individu atau seluruh anggota keluarga.


Stigma tidak hanya terjadi pada penderita gangguan jiwa akan tetapi keluarga juga
mendapatkan dampaknya. Stigma keluarga adalah persepsi negatif, sikap, emosi,
dan sikap menghindari ke keluarga oleh masyarakat sehingga menimbulkan
konsekuensi yang dirasakan oleh keluarga baik secara emosional, sosial,
interpersonal dan finansial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan
jiwa. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif pendekatan
fenomenologis dengan Partisipan 8 orang dengan metode wawancara mendalam.
Partisipan adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa dengan
lama menderita minimal 1 tahun. Hasil: hasil penelitian ini didapatkan 23 tema
yaitu sikap keluarga, persepsi keluarga, pengetahuan, jenis perawatan, sumber
daya pendukung, kepatuhan terhadap aturan perawatan, upaya keluarga, respon
kehilangan, beban keluarga, respon masyarakat, penyesuaian diri, stigma
masyarakat, stigma keluarga, sikap masyarakat ke keluarga, beban keluarga,
keretakan hubungan keluarga, gangguan aktivitas, status kesehatan, hubungan
sosial, kesembuhan, menjalankan peran, tetap merawat, keyakinan, dan
mewujudkan keinginan. Analisis: persepsi negatif oleh orang lain atau
masyarakat, keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa masih dirasakan
oleh keluarga yaitu sikap masyarakat menghindar ke keluarga dan keluarga
merasakan malu kepada masyarakat dan membatasi hubungan sosial dengan
lingkungannya. Persepsi negatif itulah yang dapat menjadikan stigma keluarga.
Diskusi: Keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa merasakan
stigma dari masyarakat. Konsekuensi stigma keluarga yang didapatkan dari
penelitian ini bertambah konsekuensi finansial, merupakan sebuah beban bagi
keluarga dalam memberikan perawatan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
menggali lebih dalam tentang stigma keluarga yang memilki anggota keluarga
gangguan jiwa dengan memperluas pengambilan data yang mendukung.

Kata kunci: Stigma keluarga, Gangguan jiwa, Penelitian Kualitatif

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRACT

FAMILY STIGMA WHO HAVE A FAMILY MEMBER WITH MENTAL


DISORDERS: SCHIZOPHRENIA

Qualitative Research

Nurullia Hanum Hilfida


Bachelor of Nursing Student, Nursing Faculty, Airlangga University
Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115 Telp. (031)5913752, Fax.(031)5913257
E-mail: hanum_nurullia@yahoo.com

Introduction: Stigma affects individuals as well as the entire families. Stigma is


not only occurs in people with mental disorders, but also families will also get
affected. Family Stigma is negative perceptions, attitudes, emotions, and avoid
social relationship to the family by others or societies, so that families feel
inflicted consequences includes emotionally, socially, interpersonal and financial
consequences. The purpose of this study is to describe of family stigma who have
family members with mental disorders. Methods: This study used a qualitative
research design phenomenological approach, the participation this study were 8
people, data were collected with in-depth interviews. Participants were families
who had family members with mental disorders minimal 1 year. Results: Results
of this study obtained 23 themes, namely the attitude of the family, family
perception, knowledge, type of treatment, support resources, adherence to the
rules of treatment, family effort, the lost response, the burden of the family, the
community response, conformity, public stigma, family stigma, public attitudes to
the family, the burden of the family, the family rift, interruption of activity,
decrease health status, social relationships, healing, role, caring, confidence, and
realize the desire. Analysis: Negative perceptions by others, societies or family to
members family are still being felt by families, there are others or societies‟s
avoid to families and families feel shame to others or societies and also limit the
social relationship with the environment. So that, perception negative is one of
caused being family stigma. Discussion: Families who have family members with
mental disorders feel the stigma of society. The consequences of family stigma
gained from this study get financial consequences, which is a financial burden for
the family in providing care. Future studies are expected to quarry deeper into the
family stigma who have family members with mental disorders by expanding the
data retrieval support.

Keywords: Family stigma, Mental Disorders, Qualitative Research

xi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ......................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI .......................................v
MOTTO ................................................................................................................. vi
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. vii
ABSTRAK ...............................................................................................................x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv
DAFTAR TABEL .................................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah ...............................................................................8
1.3 Rumusan Masalah ..................................................................................8
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................10
1.4.1 Tujuan umum .............................................................................10
1.4.2 Tujuan khusus ............................................................................10
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................10
1.5.1 Manfaat teoritis ..........................................................................10
1.5.2 Manfaat praktis ...........................................................................11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Stigma...................................................................................................12
2.1.1 Pengertian Stigma ......................................................................12
2.1.2 Penyebab Stigma ........................................................................13
2.1.3 Proses Stigma .............................................................................13
2.1.4 Komponen Stigma ......................................................................15
2.1.5 Jenis Stigma................................................................................16
2.1.6 Aspek-aspek Stigma ...................................................................17
2.1.7 Mekanisme Stigma .....................................................................19
2.1.8 Respon Stigma............................................................................20
2.1.9 Dampak Stigma ..........................................................................20
2.2 Stigma Keluarga ...................................................................................22
2.3 Keluarga ...............................................................................................26
2.3.1 Pengertian Keluarga ...................................................................26
2.3.2 Struktur Keluarga .......................................................................26
2.3.3 Tipe-tipe Keluarga......................................................................27
2.3.4 Fungsi Keluarga .........................................................................28
2.3.5 Peran Keluarga ...........................................................................29
2.3.6 Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga ................................31

xii

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.3.7 Tugas Kesehatan Keluarga .........................................................35


2.4 Gangguan Jiwa .....................................................................................37
2.4.1 Pengertian Gangguan Jiwa .........................................................37
2.4.2 Sumber Penyebab Gangguan Jiwa .............................................37
2.4.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa .........................................................38
2.5 Skizofrenia ...........................................................................................40
2.5.1 Pengertian Skizofrenia ...............................................................40
2.5.2 Sejarah Skizofrenia ....................................................................41
2.5.3 Etiologi Skizofrenia....................................................................41
2.5.4 Tipe-tipe Skizofrenia ..................................................................43
2.5.5 Gejala dan Gambaran Klinis Skizofrenia ...................................44
2.5.6 Fase Skizofrenia .........................................................................45
2.5.7 Terapi Skizofrenia ......................................................................46
2.6 Keaslian Penulisan ...............................................................................48
2.7 Kerangka Pikir Penelitian .....................................................................52

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ..................................................................................54
3.2 Populasi, Subyek Penelitian, dan Sampling .........................................55
3.2.1 Populasi ......................................................................................55
3.2.2 Subyek Penelitian .......................................................................55
3.2.3 Sampling .....................................................................................56
3.3 Instrumen atau Bahan Penelitian ..........................................................57
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................57
3.4.1 Tempat Penelitian .......................................................................57
3.4.2 Waktu Penelitian ........................................................................57
3.5 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................58
3.5.1 Alat Pengumpulan Data .............................................................58
3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data ......................................................59
3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data .....................................................62
3.6.1 Pengolahan Data .........................................................................62
3.6.2 Analisis Data ..............................................................................62
3.7 Kerangka Operasional ..........................................................................65
3.8 Etika Penelitian.....................................................................................66
3.9 Keabsahan Data ....................................................................................68

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................71
4.2 Karakteristik Partisipan ........................................................................73
4.3 Gambaran Tema ...................................................................................74
4.3.1 Persepsi keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa ....74
4.3.2 Perasaan keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan
jiwa 93
4.3.3 Aspek-aspek Stigma ...................................................................99
4.3.4 Dampak yang dirasakan keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwaeluargan ..........................................111
4.3.5 Harapan Keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa
.......................................................................................................... 120

xiii

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN


5.1 Intrepretasi Hasil Penelitian ...............................................................125
5.1.1 Persepsi Keluarga .....................................................................126
5.1.2 Perasaan Keluarga ....................................................................137
5.1.3 Aspek-aspek Stigma .................................................................141
5.1.4 Dampak yang Dirasakan ..........................................................146
5.1.5 Harapan Keluarga .....................................................................151
5.2 Keterbatasan Hasil Penelitian .............................................................154

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan.............................................................................................156
6.2 Saran ...................................................................................................158

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................159


LAMPIRAN .........................................................................................................167

xiv

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota


Keluarga dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia ................................. 8
Gambar 2.1 Skema Proses Stigma ........................................................................ 15
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota
Keluarga dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia ................................ 53
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota
Keluarga dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia ................................ 65
Gambar 4.1Tema 1 Sikap, Tema 2 Persepsi, Tema 3 Pengetahuan keluarga
Persepsi Keluarga: Keluarga melihat anggota keluarga dengan
ganguan jiwa .................................................................................... 75
Gambar 4.2 Tema 4 Jenis Perawatan, Tema 5 Kepatuhan terhadap Aturan
Perawatan, Tema 6 Sumber Daya Pendukung dan Tema 7 Upaya
Keluarga ........................................................................................... 86
Gambar 4.3 Tema 7 Respon Kehilangan dan Tema 8 Beban Keluarga: Perasaan
keluarga memiliki anggota keluarga gangguan jiwa ....................... 94
Gambar 4.4 Tema 9 Respon Masyarakat, Tema 10 Penyesuaian Diri Masyarakat,
Tema 11 Stigma Masyarakat: Pandangan dan perlakuan masyarakat
terhadap penderita gangguan jiwa ................................................. 100
Gambar 4.5 Tema 12 Stigma keluarga oleh masyarakat, dan Tema 13 Sikap
masyarakat ke keluarga: perlakuan masyarakat ke keluarga yang
memiliki anggota kelurga gangguan jiwa ..................................... 106
Gambar 4.5 Tema 14 Beban Keluarga, Tema 15 Keretakan Hubungan Keluarga,
Tema 16 Gangguan Aktivitas Keluarga, Tema 17 Status Kesehatan
Keluarga, dan Tema 18 Hubungan Sosial: Dampak yang dirasakan
keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan
jiwa................................................................................................. 113
Gambar 4.5 Tema 19 Kesembuhan, Tema 20 Menjalankan Peran, Tema 21 Tetap
Merawat, Tema 22 Keyakinan/agama, dan Tema 23 Mewujudkan
Keinginan: harapan keluarga terhadap anggota keluarga
gangguan. ....................................................................................... 121

xv

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keaslian penelitian ................................................................................ 48


Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota
Keluarga dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia ..................................... 57
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan ......................................................................... 73

xvi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Fasilitas Pengambilan Data Awal .............................. 167


Lampiran 2 Uji Etik Penelitian ........................................................................... 168
Lampiran 3 Permohonan Fasilitas Pengambilan Data Penelitian ...................... 169
Lampiran 4 Ijin Penelitian Skripsi...................................................................... 170
Lampiran 5 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ................................ 171
Lampiran 6 Lembar Penjelasan Penelitian ......................................................... 172
Lampiran 7 Lembar Persetujuan ........................................................................ 174
Lampiran 8 Data Demografi Partisipan.............................................................. 175
Lampiran 9 Panduan Wawancara bagi Peneliti .................................................. 176
Lampiran 10 Catatan Lapangan ........................................................................... 177
Lampiran 11 Data Partisipan ................................................................................ 178
Lampiran 12 Analisis Data Penelitian .................................................................. 179

xvii

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stigma terhadap penderita gangguan jiwa di Indonesia masih sangat kuat.

Dengan adanya stigma ini, orang yang mengalami gangguan jiwa terkucilkan, dan

dapat memperparah gangguan jiwa yang diderita. Pada umumnya, penderita

gangguan jiwa berat (skizofrenia) dirawat dan diberi pengobatan di rumah sakit.

Setelah membaik dan dipulangkan ke rumah, tidak ada penanganan khusus yang

berkelanjutan bagi penderita. Penderita gangguan jiwa sulit untuk langsung

sembuh dalam satu kali perawatan, namun membutuhkan proses yang panjang

dalam penyembuhan. Karena itu, dibutuhkan pendampingan yang terus menerus

sampai pasien benar-benar sembuh dan dapat bersosialisasi dengan orang lain

secara normal. Ketika di rumah, dukungan dan perawatan dari keluarga dan

lingkungan sekitar sangat dibutuhkan agar penderita bisa menjalani proses

penyembuhannya. Apabila penanganan yang dilakukan tidak berlanjut sesuai

dengan perawatan, maka stigma terhadap gangguan jiwa akan semakin kompleks

(Hendriyana, 2013; Lestari & Wardhani, 2014).

Stigma merupakan salah satu hambatan yang mencegah orang dengan

gangguan jiwa mendapat perawatan (Cooper, Corrigan, & Watson, 2003). Dalam

kenyataannya, 50 - 60% orang dengan gangguan jiwa menghindari perawatan

karena takut mendapat stigma (Substance Abuse and Mental Health Services

Administration, 2003 dalam Park, et al, 2014). Stigma tidak hanya terjadi pada

penderita gangguan jiwa, namun juga pada anggota keluarga yang terkait juga

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

bisa terkena dampaknya. Struktur budaya di lingkungan masyarakat juga turut

andil mempengaruhi pembentukan nilai dan norma di dalam keluarga. Keluarga

merasakan adanya anggapan negatif labelling dan diskriminasi yang

mempengaruhi kehidupan mereka, sehingga menumbuhkan keinginan menarik

diri secara fisik dan sosial dan membatasi diri untuk menggunakan kesempatan

berbaur dengan lingkungan masyarakat (Napolion, 2010). Keluarga juga

menyembunyikan anggota keluarga yang sakit sehingga terjadi penundaan atau

keterlambatan dalam perawatan, dan diskriminasi pelayanan. Hal ini bisa

menyebabkan kualitas hidup rendah, depresi dan peningkatan beban emosi

keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Agiananda (2006) menunjukkan hasil

bahwa keluarga juga mengalami beban dalam merawat anggota keluarga yang

menderita skizofrenia. Beban yang dirasakan berupa beban finansial dalam biaya

perawatan, beban psikologis dalam menghadapi perilaku pasien serta beban sosial

terutama dalam menghadapi stigma dari masyarakat tentang anggota keluarganya

yang mengalami gangguan jiwa (Yosep, 2010; Leafley, 1989 dalam Park & Park,

2014; Girma, et al. 2014).

Gangguan jiwa merupakan sebuah sindrom perilaku yang dimiliki seseorang

secara khas yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik dan gangguan tersebut

tidak berhubungan dengan orang tersebut akan tetapi dengan masyarakat. Secara

umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013

dibagi menjadi dua bagian, yaitu gangguan jiwa berat atau kelompok psikosa dan

gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa

kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan sebagainya. Skizofrenia

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

termasuk dalam kelompok gangguan jiwa berat (Maslim, 2002; Maramis, 2010;

Yusuf, 2015).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak terjadi, yang

merupakan salah satu jenis penyakit kejiwaan yang dapat menurunkan kualitas

hidup manusia. Skizofrenia disebabkan oleh ketidakseimbangan dopamine (zat

kimia yang mengatur kesenangan dan kepuasan) pada sel otak yang membuat

penafsiran terhadap suatu hal. Penderita skizofrenia mengalami halusinasi, pikiran

tidak logis, waham yang menyebabkan berperilaku agresif, dan sering berteriak-

teriak histeris. Walaupun gejala pada setiap penderita bisa berbeda, tetapi secara

kasat mata perilaku penderita skizofrenia berlainan dengan orang normal

(Maramis, 2005; Ariananda, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO), masalah gangguan jiwa di

seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO memperkirakan

bahwa 25 juta orang menderita skizofrenia, sedangkan jumlah penderita

skizofrenia di Indonesia sekitar 2,6 juta penderita (Siswadi, 2014). Riset

kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi Penduduk Indonesia

(skizofrenia) gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah

1,7/1000. Hal ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat

(psikotis). Angka gangguan jiwa berat di Jawa Timur adalah sekitar 2,2/1000. Jika

dihitung dengan penduduk Jawa Timur sebanyak 38 juta lebih, dan gangguan jiwa

berat dialami oleh penduduk dewasa (sekitar 70%), maka gangguan jiwa berat di

Jawa Timur adalah 2,2/1000 x (70% x 38 juta) = sekitar 58.520 orang (Yusuf,

2015). Kami telah melakukan studi pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Menur

Surabaya pada bulan Maret 2016, bahwa jumlah seluruh pasien skizofrenia di

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya adalah 18.774 jiwa, sedangkan pasien

skizofrenia RSJ Menur yang memiliki keluarga berjumlah 17.835 keluarga (RSJ

Menur, 2016).

Pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa masih banyak terjadi,

dimana sekitar 20.000 hingga 30.000 penderita gangguan jiwa di seluruh

Indonesia mendapat perlakuan tidak manusiawi dengan cara dipasung (Purwoko,

2010). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat sebesar

dengan 14,3 % atau sekitar 57.000 kasus gangguan jiwa yang pernah dipasung

(Kemenkes RI, 2015). Pasung merupakan bentuk diskriminasi masalah perilaku

terhadap penderita gangguan jiwa berat akibat stigma (Thornicroft, et al, 2008).

Goffman (1963) mengungkapkan, “stigma as a sign or a mark that

designates the bearer as “spoiled” and therefore as valued less than “normal”

people”. Stigma merupakan tanda atau ciri yang menandakan pemiliknya

membawa sesuatu yang buruk dan oleh karena itu dinilai lebih rendah

dibandingkan dengan orang normal. Pengertian yang diberikan oleh Goffman ini

sesuai dengan kenyataan dimana banyak penderita skizofrenia dikucilkan,

didiskriminasi, dan dihilangkan haknya dalam mendapatkan pekerjaan. Menurut

penelitian yang dilakukan Moya (2010), menyebutkan bahwa stigma dapat

menyebabkan stress psikologis, depresi, ketakutan, masalah dalam pernikahan,

pekerjaan dan menambah parahnya kondisi penyakit.

Keluarga juga akan mengalami tekanan berat selama tinggal dengan Orang

Dengan Skizofrenia (ODS). Keluarga dituntut sebagian besar waktunya untuk

merawat dan memberikan dukungan sosial demi kondisi ODS yang lebih baik.

Keluarga juga dihadapkan dengan stigma masyarakat mengenai ODS yang dapat

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

berdampak pada timbulnya rasa malu hingga penarikan diri secara sosial, selain

itu biaya perawatan yang tinggi serta perubahan peran dan tanggung jawab antar

anggota keluarga menimbulkan dinamika perubahan tertentu dalam keluarga. Hal

ini dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan keluarga, menimbulkan kecemasan

hingga depresi, dan pada akhirnya dapat menjadikan keluarga ataupun keluarga

tersebut mengalami ketidakberdayaan (Gitasari & Savira, 2015).

Pada beberapa kasus, keluarga yang tidak memahami gangguan jiwa dan

tidak mengerti cara menanganinya terpaksa melakukan tindakan seadanya, seperti

memasung penderita gangguan jiwa, dan membawanya ke dukun atau tempat non

medis. Anggapan yang masih berkembang di Indonesia bahwa skizofrenia

merupakan penyakit kutukan dan yang masih ada serta dipertahankan oleh

masyarakat adalah memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia adalah aib,

sehingga harus disembunyikan. Keluarga lebih memilih untuk merahasiakan

keberadaan penderita skizofrenia daripada membawanya ke rumah sakit untuk

diberikan terapi penyembuhan. Seharusnya keluarga sebagai lingkungan terdekat

dengan penderita skizofrenia dapat mendukung keberfungsian sosial dengan

menciptakan lingkungan sosial yang kondusif.

Menurut Mohr & Regan (2000), keluarga akan mengalami pengalaman

yang penuh stress dengan perasaan berduka dan trauma sehingga membutuhkan

perhatian dan dukungan dari tenaga kesehatan yang profesional. Dampak lain dari

stigma pada anggota keluarga adalah harus menyesuaikan kebiasaan klien seperti

menurunnya motivasi, kesulitan menyelesaikan tugas, menarik diri dari orang

lain, defisit perawatan diri, makan dan kebiasaan tidur yang ke semuanya dapat

menguras konsentrasi dari keluarga (Lee, 2003). Dengan demikian stigma bagi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

keluarga adalah hal yang menakutkan, merugikan, menurunkan harga diri

keluarga, memalukan, sesuatu yang perlu dirahasiakan, tidak rasional, kemarahan,

keputusasaan dan keadaan tidak berdaya (Gullikson, 1992).

Stigma keluarga merupakan sikap keluarga dan masyarakat yang

menganggap bahwa bila salah seorang anggota keluarga menderita skizofrenia

merupakan aib bagi anggota keluarganya (Hawari, 2009). Stigma keluarga adalah

orang lain atau masyarakat memiliki persepsi negatif, sikap, emosi dan

penghindaran dari masyarakat ke keluarga akibat ketidakbiasaan keluarga

(memiliki anggota keluarga yang sakit) sehingga menimbulkan konsekuensi

emosional, sosial, dan interpersonal yang dapat menurunkan kualitas hidup

keluarga (Park & Park, 2014). Sedangkan menurut Larson & Corrigan (2008)

stigma keluarga adalah sebuah kasus stigma khusus yang dialami oleh individu

sebagai konsekuensi akibat kaitannya dengan anggota keluarga yang mengalami

stigma. Stigma dirasakan oleh setiap anggota keluarga (Corrigan & Watson, 2003)

dan mempengaruhi seluruh area kehidupan keluarga, menyebabkan isolasi secara

fisik dan sosial serta membatasi kesempatan anggota keluarga untuk dapat

berintegrasi dengan kehidupan di lingkungan masyarakat (Goffman, 1963 dalam

Malshc, 2008). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stigma

keluarga merupakan persepsi negatif oleh masyarakat atau orang lain yang

mempengaruhi pandangan dan perlakuan masyarakat ke keluarga tentang sikap,

dan emosi, hubungan sosial sehingga dapat menimbulkan konsekuensi pada

keluarga, baik berupa emosi, sosial, interpersonal yang dapat menurunkan kualitas

hidup keluarga.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larson & Carrigan (2008)

menjelaskan bahwa stigma keluarga dengan gangguan jiwa yang dialami oleh

anggota keluarga memiliki dampak negatif pada anggota keluarga. Peneliti

menyorot tiga poin yang relevan, pertama, stigma keluarga termasuk prasangka

dan diskriminasi yang dialami oleh individu dengan keluarga dengan gangguan

jiwa. Kedua, keluarga mengambil peran utama dalam mendukung keluarga

dengan gangguan jiwa. Ketiga, layanan terencana bahwa stigma dapat

dimanfaatkan dengan dilaksanakan program-program berikut; program

pendidikan berfokus pada dukungan anggota keluarga yang menghadapi stigma

keluarga; program pendidikan untuk mengurangi stigma dalam kesehatan jiwa

profesional; program siaran radio untuk mengurangi stigma masyarakat melalui

forum interaktif dengan menceritakan kisah-kisah pribadinya. Pada penelitian ini

hanya difokuskan pada keluarga dimana anggota keluarga memiliki beberapa

bentuk gangguan jiwa saja.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Yin, et al (2014) menjelaskan tentang

pengalaman caregiver (pengasuh) yang merawat penderita skizofrenia yang

mendapatkan stigma dan diskriminasi menjelaskan bahwa caregiver yang

mendapatkan stigma, sangat berhubungan dengan dukungan sosial, ikatan

keluarga, tingkat pendidikan penderita, dan faktor di lingkup keluarga

Berdasarkan penjelasan diatas, stigma keluarga merupakan hal yang penting

bagi perawat, hal tersebut karena memiliki implikasi pada praktik keperawatan

yaitu stigma keluarga memiliki pengaruh negatif pada status kesehatan keluarga,

pelayanan kesehatan keluarga termasuk perawat, cenderung fokus hanya pada

kondisi medis pasien saja, belum banyak membahas tentang gambaran stigma

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

keluarga gangguan jiwa. Oleh karena itu, Peneliti ingin mengeksplorasi stigma

keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia

dengan metode penelitian kualitatif, pendekatan fenomenologis.

1.2 Identifikasi Masalah

1,7/1000 penduduk Penyebab stigma :


Indonesia mengalami 1. Diri
gangguan jiwa berat 2. Masyarakat
(psikosis/skizofrenia) 3. Lembaga
(Riskesdas, 2013) 4. Struktur
Faktor yang
mempengaruhi
terjadinya stigma : STIGMA Keluarga:
1. Faktor budaya Keluarga dengan Orang lain/masyarakat
2. Faktor sosioekonomi anggota keluarga yang memiliki persepsi
3. Faktor pengetahuan Skizofrenia negatif, sikap, emosi
4. Faktor psikologis dan hubungan sosial ke
keluarga yang
memiliki anggota
keluarga yang sakit.
Dampak Stigma bagi Keluarga :
1. Stress, depresi
2. Kualitas hidup rendah
3. Peningkatan beban emosi
keluarga
4. Membatasi kegiatan sosialnya

Gambar 1.1 Identifikasi masalah tentang stigma keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia (2016)

1.3 Rumusan Masalah

Keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan penderita

skizofrenia dan dianggap paling banyak mengetahui kondisi dan berpengaruh

besar pada penderita skizofrenia, sehingga keluarga merupakan kunci utama

dalam perawatan dan penyembuhan penderita skizofrenia. Pada keluarga dengan

gangguan jiwa, stressor yang dihadapi berbeda dengan keluarga yang memiliki

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

masalah kesehatan lain. Keluarga harus mampu mengatur waktu dengan baik,

merawat anggota keluarga gangguan jiwa dan dirinya sendiri, serta memberikan

dukungan sosial yang baik untuk anggota keluarga dengan gangguan jiwa:

skizofrenia.

Keluarga kerap dihadapkan dengan stigma masyarakat mengenai keluarga

yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia yang mana

dapat berdampak timbulnya rasa malu dan masih menganggap bahwa hal tersebut

merupakan aib keluarga, sehingga keluarga mengalami penarikan diri secara

sosial atau membatasi aktivitas sosialnya. Selain itu, beban yang dirasakan oleh

keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia

adalah beban secara ekonomi, beban fisik, psikologis, sosial, kultural dan

spiritual. Serta perubahan peran dan tanggung jawab antar anggota keluarga

menimbulkan dinamika perubahan tertentu dalam keluarga. Hal ini dapat

berpengaruh pada kesehatan keluarga, yaitu menimbulkan kecemasan hingga

depresi, dan pada akhirnya dapat menjadikan keluarga tersebut mengalami

ketidakberdayaan atau penurunan kualitas hidup.

Hal ini yang membuat stigma tersebut memiliki keunikan tersendiri karena

setiap individu memiliki perbedaan sikap, perilaku, dan pandangan khususnya

pada keluarga yang memandang anggota keluarga dengan gangguan jiwa,

sehingga penelitian ini ingin menjawab secara kualitatif tentang “Stigma keluarga

yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia” ?

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

10

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Mendapatkan gambaran stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga

dengan gangguan jiwa: skizofrenia.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengeksplorasi persepsi keluarga tentang gangguan jiwa: skizofrenia

2. Mengeksplorasi aspek-aspek stigma keluarga tentang gangguan jiwa:

skizofrenia

3. Mengeksplorasi dampak atau akibat dari stigma keluarga tentang

gangguan jiwa: skizofrenia

4. Mengeksplorasi harapan keluarga tentang gangguan jiwa: skizofrenia.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

Menambah kajian teori mengenai stigma khususnya stigma keluarga yang

memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia. Serta, hasil dari

penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi program yang sudah

dilaksanakan dalam bidang keperawatan jiwa, serta dapat dijadikan sebagai

acuan untuk membuat rancangan penanganan terutama pada keluarga dengan

penderita skizofrenia di Indonesia.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11

1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi keluarga

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada

keluarga tentang gambaran stigma pada keluarga terhadap anggota keluarga

dengan gangguan jiwa: skizofrenia

2. Bagi Peneliti

Menambah wawasan khasanah ilmu keperawatan jiwa, khususnya

stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa:

skizofrenia.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai studi kualitatif stigma

keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa:

skizofrenia, sehingga diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan

Ilmu Keperawatan Jiwa dan praktik keperawatan.

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi tentang

bagaimana pandangan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa dan

keluarga serta dapat memberikan penurunan stigma masyarakat terhadap

penderita dan keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stigma

2.1.1 Pengertian stigma

Kata stigma berasal dari bahasa Inggris yang artinya noda atau cacat.

Menurut The American Heritage Dictionary (2012), stigma adalah "sebuah aib

atau ketidaksetujuan masyarakat dengan sesuatu, seperti tindakan atau kondisi".

Hal ini berasal dari stigma latin atau stigmat-, yang berarti "tanda tato" atau

"menunjukkan budak atau status kriminal". Menurut Thesaurus, sinonim dari

stigma yang brand, tanda, dan noda. Kata brand didefinisikan sebagai nama

yang diberikan untuk produk atau layanan, tanda adalah yang membedakan

simbol, sedangkan noda didefinisikan sebagai simbol aib keburukan (Thesaurus,

2006).

Jones (1984 dalam Koesomo, 2009) menyatakan bahwa stigma adalah

penilaian masyarakat terhadap perilaku atau karakter yang tidak sewajarnya.

Stigma adalah fenomena sangat kuat yang terjadi di masyarakat, dan terkait erat

dengan nilai yang ditempatkan pada beragam identitas sosial (Heatherton, et al,

2003). Menurut Chaplin (2004), stigma adalah suatu cacatan atau cela pada

karakter seseorang. Sedangkan, Goffman (1963) menyatakan “stigma as a sign

or a mark that designates the bearer as “spoiled” and therefore as valued less

than normal people”. Stigma adalah tanda atau ciri yang menandakan

pemiliknya membawa sesuatu yang buruk dan oleh karena itu dinilai lebih

rendah dibandingkan dengan orang normal (Heatherton, et al, 2003).

12

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Goffman menghasilkan suatu

simpulan bahwa seseorang yang dikenai stigma tidak diperlakukan sama dengan

orang lain. Hal ini merupakan bentuk diskriminasi yang membuat orang yang

dikenai stigma kehilangan beberapa kesempatan penting dalam hidup sehingga

pada akhirnya tidak leluasa untuk berkembang (Hinshaw, 2007).

Stigma merupakan hambatan yang dapat mencegah pasien gangguan jiwa

untuk mendapatkan perawatan dan kepedulian yang tepat (Cooper, Corrigan, &

Watson, 2003). Menurut Hawari (2001) dalam kaitannya dengan gangguan jiwa

skizofrenia, stigma adalah sikap keluarga dan masyarakat yang menganggap

bahwa jika ada salah satu anggota keluarga yang menjadi penderita skizofrenia,

hal itu merupakan aib bagi keluarga.

2.1.2 Penyebab stigma

Butt, et al (2010), menekankan bagaimana stigma terjadi pada berbagai

tingkat. Terdapat 4 tingkat utama terjadinya stigma :

1. Diri: berbagai mekanisme internal yang dibuat diri sendiri, yang kita sebut

stigmatisasi diri

2. Masyarakat: gosip, pelanggaran, dan pengasingan di tingkat budaya dan

masyarakat

3. Lembaga: perlakuan preferensial atau diskriminasi dalam lembaga-lembaga

4. Struktur: lembaga-lembaga yang lebih luas seperti kemiskinan, rasisme, serta

kolonialisme yang terus menerus mendiskriminasi suatu kelompok tertentu.

2.1.3 Proses stigma

Menurut Pfuhl (dalam Simanjutak: 2005) proses pemberian stigma yang

dilakukan masyarakat terjadi melalui tiga tahapan, yaitu:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14

1. Proses interpretasi, pelanggaran norma yang terjadi dalam masyarakat

tidak semuanya mendapatkan stigma dari masyarakat, tetapi hanya

pelanggaran norma yang diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai suatu

penyimpangan perilaku yang dapat menimbulkan stigma

2. Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang,

setelah pada tahap pertama dilakukan dimana terjadinya interpretasi

terhadap perilaku yang menyimpang, maka tahap selanjutnya adalah

proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang oleh

masyarakat

3. Perilaku diskriminasi, tahap selanjutnya setelah proses kedua dilakukan,

maka masyarakat memberikan perlakuan yang bersifat membedakan

(diskriminasi)

Proses stigma menurut International Federation–Anti Leprocy

Association (ILEP, 2011): Orang-orang yang dianggap berbeda sering diberi

label, masyarakat cenderung berprasangaka dengan pandangan tertentu dengan

apa yang orang alami seperti sangat menular, mengutuk, berdosa, berbahaya,

tidak dapat diandalkan dan tidak mampu mengambil keputusan dalam kasus

mental. Masyarakat tidak lagi melihat penderita yang sebenarnya tetapi hanya

melihat label saja, kemudian memisahkan diri dengan penderita dengan

menggunakan istilah “kita” dan “mereka” sehingga menyebabkan penderita

terstigmatisasi dan mengalami diskriminasi.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15

Gambar 2.1 Skema Proses Stigma (ILEP, 2011)

2.1.4 Komponen stigma

Menurut Link dan Phelan (dalam Scheid & Brown, 2010) stigma

mengacu pada pemikiran Goffman, komponen-komponen dari stigma sebagai

berikut:

1. Labelling

Labelling adalah pembedaan dan memberikan label atau penamaan

berdasarkan perbedaan-perbedaan yang dimiliki anggota masyarkat tersebut

(Link & Phelan dalam Scheid & Brown, 2010). Sebagian besar perbedaan

individu tidak dianggap relevan secara sosial, namun beberapa perbedaan yang

diberikan dapat menonjol secara sosial. Pemilihan karakteristik yang menonjol

dan penciptaan label bagi individu atau kelompok merupakan sebuah prestasi

sosial yang perlu dipahami sebagai komponen penting dari stigma.

Berdasarkan pemaparan di atas, labelling adalah penamaan berdasarkan

perbedaan yang dimiliki kelompok tertentu.

2. Stereotype

Stereotype adalah kerangka berpikir atau aspek kognitif yang terdiri dari

pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial tertentu (Judd, Ryan &

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16

Parke dalam Baron & Byrne, 2003). Menurut Rahman (2013) stereotip

merupakan keyakinan mengenai karakteristik tertentu dari anggota kelompok

tertentu. Stereotype adalah komponen kognitif yang merupakan keyakinan

tentang atribut personal yang dimiliki oleh orang-orang dalam suatu kelompok

tertentu atau kategori sosial tertentu (Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

3. Separation

Separation adalah pemisahan “kita” (sebagai pihak yang tidak memiliki

stigma atau pemberi stigma) dengan “mereka” (kelompok yang mendapatkan

stigma). Hubungan label dengan atribut negatif akan menjadi suatu

pembenaran ketika individu yang dilabel percaya bahwa dirinya memang

berbeda sehingga hal tersebut dapat dikatakan bahwa proses pemberian

stereotip berhasil (Link & Phelan dalam Scheid & Brown, 2010). Berdasarkan

pemaparan diatas, separation artinya pemisahan yang dilakukan antara

kelompok yang mendapatkan stigma dengan kelompok yang tidak

mendapatkan stigma.

4. Diskriminasi

Diskriminasi adalah perilaku yang merendahkan orang lain karena

keanggotaannya dalam suatu kelompok (Rahman, 2013). Menurut Taylor,

Peplau, dan Sears (2009) diskriminasi adalah komponen behavioral yang

merupakan perilaku negatif terhadap individu karena individu tersebut adalah

anggota dari kelompok tertentu.

2.1.5 Jenis stigma

Larson & Corrigan; Werner, Goldstein, & Heinik (2011) menjelaskan

tentang tiga jenis stigma:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17

1. Stigma struktural

Stigma struktural mengacu pada ketidakseimbangan dan ketidakadilan

jika dilihat dari lembaga sosial. Misalnya, merujuk ke kualitas rendah

perawatan yang diberikan oleh profesional kesehatan menjadi stigma

individu atau kelompok.

2. Stigma masyarakat

Stigma masyarakat menggambarkan reaksi atau penilaian negatif dari

masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa.

3. Stigma oleh asosiasi

Stigma oleh asosiasi didefinisikan sebagai diskriminasi karena memiliki

hubungan dengan seorang individu yang terstigma

2.1.6 Aspek-aspek stigma

Menurut Heatherton, et al (2003) aspek stigma adalah sebagai berikut:

1. Perspektif

Perspektif merupakan pandangan orang dalam menilai orang lain.

Misalnya, seseorang yang memberikan stigma pada orang lain. Perspektif yang

dimaksudkan dalam stigma berhubungan dengan pemberi stigma (perceiver)

dan penerima stigma (target). Seseorang yang memberikan stigma pada orang

lain termasuk dalam golongan nonstigmatized atau dalam bahasa sehari-hari

disebut dengan orang normal. Seseorang yang memberikan stigma ini

melibatkan aktivitas persepsi, ingatan atau pengalaman, interpretasi, dan

pemberian atribut (Heatherton, et al, 2003). Proses perilaku ini dapat

menegaskan dan memperburuk seseorang yang dikenai stigma.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

18

2. Identitas

Aspek stigma yang berikutnya adalah identitas. Identitas ini terdiri dari

dua hal, yakni identitas pribadi dan identitas kelompok. Stigma dapat diberikan

pada orang yang memiliki ciri-ciri pribadi. Misalnya perbedaan warna kulit,

cacat fisik, dan hal lain yang menimbulkan kenegatifan. Hal yang lain adalah

identitas kelompok. Seseorang dapat diberi stigma karena dia berada di dalam

kelompok yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan kelompok

kebanyakan.

3. Reaksi

Aspek reaksi terdiri dari 3 sub aspek yang prosesnya berjalan bersamaan

Aspek tersebut yakni aspek kognitif, afektif, dan behavior. Aspek kognitif

prosesnya lebih lambat dikarenakan ada pertimbangan dan tujuan yang jelas.

Aspek kognitif ini meliputi pengetahuan mengenai tanda-tanda orang yang

dikenai stigma. Misalnya, pada orang dengan skizofrenia cenderung

dipersepsikan membahayakan, merugikan, sehingga dalam kognisi orang yang

memberi stigma penderita skizofrenia harus dihindari.

Aspek berikutnya adalah aspek afektif. Sifat dari aspek afektif yakni

primitive, spontan, mendasar dan tidak dipelajari. Aspek afektif pada orang

yang memberikan stigma ini misalnya adalah perasaan-perasaan tidak suka,

merasa terancam, dan jijik. Sehingga pada prakteknya dimungkinkan seseorang

yang merasa demikian akan menunjukan perilaku menghindar.

Hasil akhir dari kedua proses tersebut adalah aspek behavior. Aspek

behavior didasarkan oleh kognitif dan afektif. Pada kenyataanya seseorang

yang memiliki pikiran buruk dan perasaan terancam pada orang yang terkena

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

19

stigma akan menunjukan perilaku penghindaran dan tidak bersedia

berinteraksi.

2.1.7 Mekanisme stigma

Mekanisme stigma dikemukakan oleh Major & O’Brien (2004), yakni

meliputi:

1. Perilaku stereotype dan diskriminasi

Seseorang yang dikenai stigma pada mulanya mendapatkan perlakuan

yang negatif dari lingkunganya. Kemudian berlanjut pada adanya diskriminasi.

Diskriminasi ini secara terus menerus dapat menimbulkan stigma.

2. Proses pemenuhan harapan

Menjadi orang yang di stereorype menyebabkan orang tersebut distigma.

Sebaiknya tidak terlalu terpengaruh dengan perilaku seterotip atau prasangka

yang ditujukan apabila ingin mengembangkan diri.

3. Perilaku stereotype muncul otomatis

Stigma muncul karena ada budaya atau stereotype yang berkembang di

dalam masyarakat. Pada umumnya masyarakat mengetahui bahwa objek yang

dikenai stigma memiliki hal yang membuat masyarakat enggan untuk menjalin

interaksi. Stigma dapat mempengaruhi kelompok lain untuk memberikan

stigma.

4. Stigma sebagai ancaman terhadap identitas

Perspektif ini berasumsi bahwa stigma membuat seseorang terancam

identitas sosialnya. Orang yang menjadi objek stigma meyakini bahwa

prasangka dan stereotype terhadap dirinya itu benar dan merupakan identitas

pribadi.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

20

2.1.8 Respon stigma

Respon adalah reaksi, tanggapan atau jawaban atas stimulus yang ada

(Purwodarminto, 2006). Respon stigma dapat didefinisikan sebagai reaksi,

tanggapan seseorang terhadap stigma yang dialami sebagai stimulus. Stigma

yang diartikan sebagai stimulus dapat memberikan respon berbagai macam

termasuk respon kehilangan. Respon kehilangan menurut Kuble-Ross terdiri dari

menyangkal, marah, menawar, depresi dan menerima.

2.1.9 Dampak stigma

Hasil Penelitian Phulf (dalam Simanjutak; 2005) menemukan ada

beberapa dampak atau akibat dari stigma, yaitu:

1. Stigma sulit mencari bantuan

2. Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan karena stigma

dapat menyebabkan erosinya self-confidence sehingga menarik diri dari

masyarakat

3. Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga sulit mendapatkan akomodasi

dan pekerjaan

4. Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi

5. Keluarganya menjadi lebih terhina dan terganggu.

Dampak stigma terhadap penderita gangguan jiwa tidak saja pada

individu, namun juga bisa berdampak pada keluarga dan masyarakat:

1. Dampak pada individu

Pada individu, stigma berdampak pada individu, seperti: harga diri rendah,

penilaian negatif pada diri sendiri (self-stigma), ketakutan, diasingkan,

kehilangan kesempatan kerja karena diskriminasi, menambah depresi, dan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21

meningkatnya kekambuhan (Goffmand, 2004). Stigma juga menyebabkan

seseorang atau grup tersebut merasa terkucilkan, tidak berguna, terisolasi dari

masyarakat luas (Jones et. al, 1984).

2. Dampak stigma pada keluarga

Stigmatisasi juga berdampak terhadap keluarga dalam memberikan

asuhan pada klien. Pemberian asuhan dari keluarga umumnya berbentuk

dukungan fisik, emosional, finansial dan bantuan yang paling rendah dalam

aktifitas sehari-hari. Dampak stigma dapat berupa beban finansial, kekerasan

dalam rumah tangga, penurunan kesehatan fisik dan mental pada keluarga

pengasuh, aktifitas rutin keluarga terganggu, kekhawatiran menghadapi masa

depan, stress, dan merasa tidak dapat menanggulangi masalah (Carol, et al,

2004). Menurut Mohr & Regan (2000), keluarga akan mengalami pengalaman

yang penuh stress dengan perasaan berduka dan trauma sehingga

membutuhkan perhatian dan dukungan dari tenaga kesehatan yang profesional.

Dampak lain dari stigma pada anggota keluarga adalah harus

menyesuaikan kebiasaan klien seperti menurunnya motivasi, kesulitan

menyelesaikan tugas, menarik diri dari orang lain, ketidakmampuan mengatur

keuangan, defisit perawatan diri, makan dan kebiasaan tidur yang kesemuanya

dapat menguras konsentrasi dari keluarga (Lee, 2003). Dengan demikian

stigma bagi keluarga adalah hal yang menakutkan, merugikan, menurunkan

harga diri keluarga, memalukan, sesuatu yang perlu dirahasiakan, tidak

rasional, kemarahan, sesuatu yang kotor, keputusasaan dan keadaan tidak

berdaya (Gullekson, 1992).

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22

3. Dampak stigma pada masyarakat

Ketika masyarakat meyakini benar terhadap stigma dan itu berlangsung

lama, maka akan mempengaruhi konsep diri dalam kelompok atau masyarakat.

Masyarakat akan menampilkan perilaku frustasi dan tidak nyaman di

masyarakat akibat stigma (Herman & Smith, 1989).

2.2 Stigma Keluarga

Stigma keluarga merupakan sikap keluarga dan masyarakat yang

menganggap bahwa bila salah seorang anggota keluarga menderita skizofrenia

merupakan aib bagi anggota keluarganya (Hawari, 2009). Sedangkan menurut

Larson & Corrigan (2008) stigma keluarga adalah sebuah kasus stigma khusus

yang dialami oleh individu sebagai konsekuensi akibat kaitannya dengan anggota

keluarga yang mengalami stigma. Menurut Park & Park (2014) stigma keluarga

dibentuk dari orang lain atau masyarakat memiliki persepsi negatif, sikap, emosi

dan penghindaran dari masyarakat ke keluarga akibat ketidakbiasaan keluarga

(memiliki anggota keluarga yang sakit) sehingga menimbulkan konsekuensi

emosional, sosial, dan interpersonal yang dapat menurunkan kualitas hidup

keluarga

Stigma keluarga yang terkait dengan gangguan jiwa digambarkan oleh

Larson & Corrigan (2008):

1. Stereotype Blame (Menyalahkan)

Keluarga dengan anggota yang memiliki gangguan jiwa bisa mengalami malu

karena orang lain mungkin menyalahkan mereka entah bagaimana bertanggung

jawab atas gangguan tersebut.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

23

2. Shame (Malu)

Pada gilirannya, anggota keluarga mengalami rasa malu untuk disalahkan

untuk penyakit gangguan jiwa. Malu ini dapat menyebabkan anggota keluarga

menghindari kontak dengan tetangga dan teman-teman.

3. Contamination (Kontaminasi)

Kontaminasi menjelaskan seberapa dekat hubungan dengan orang terkena

stigma mungkin menyebabkan berkurangnya dengan mengurangi nilai stigma

tersebut. Stigma keluarga berdampak negatif terhadap individu dalam berbagai

cara. Anggota keluarga dapat menghindari situasi sosial, dan dapat menghabiskan

energi dengan menyembunyikan rahasia, dan mengalami diskriminasi dalam

pekerjaan atau dalam situasi rumah tangga (Larson & Corrigen, 2008).

Dalam stigma keluarga terdapat tiga konsep diantaranya menurut Park &

Park, 2014:

1. Antecendents

Walker & Avant (2005), mendefinisikan antecendents adalah faktor

peristiwa-peristiwa atau insiden yang harus terjadi sebelum terjadinya konsep.

Dalam hal stigma keluarga, beberapa antecendents dapat ditampilkan yang

mengarah ke terjadinya fenomena tersebut:

a. The overall unusualness of the family

Salah satu contoh fenomena ini adalah terjadinya kejadian negatif dalam

keluarga. Secara khusus, ini mengacu pada terjadinya riwayat atau situasi

negatif, peristiwa, kejadian, masalah, atau penyakit dalam satu keluarga, yang

mempengaruhi baik seluruh keluarga atau satu anggota. Hal ini dapat termasuk

yang terlibat dalam tindakan kejahatan atau memiliki anggota keluarga yang

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

24

sakit. Jika penyakit memerlukan beban pengasuh tinggi, hal ini dapat terjadi

dengan tak terduga, masalah perilaku kronis atau konflik dengan tetangga, maka

yg bisa kuat dan akan lebih mungkin menyebabkan keluarga yang mendapatkan

stigma (Lefley, 1989).

b. Kebiasaan tidak wajar yang memiliki karakteristik atau terstruktur dalam

keluarga

Salah satu yang nyata berbeda dari norma masyarakat pada umumnya.

Keluarga dengan orang tua yang homoseksual, keluarga orang tua tunggal,

keluarga minoritas, atau keluarga yang tergabung dalam pseudo-religions adalah

contoh dari unit keluarga unordinary.

c. Tersebar luasnya informasi tentang keluarga

Dengan kata lain, orang-orang di lingkungan sekitar atau kota

mengetahui aspek negatif keluarga, seperti kejadian negatif yang mereka masuk

di dalamnya, penyakit dari anggota keluarga, atau karakteristik dari biasa atau

struktur keluarga.

2. Attributes

Tiga atribut kunci definisi stigma keluarga yang diidentifikasi:

a. Orang lain memiliki persepsi negatif, sikap, emosi, dan menghindari sikap ke

keluarga (dan setiap anggota keluarga), karena unusualness family, termasuk

situasi negatif, kejadian, perilaku, masalah atau penyakit terkait dengan

keluarga, atau karena tidak biasa dalam karakteristik atau struktur keluarga

(Corrigan et al., 2006; Larson & Corrigan, 2008; Phelan, Bromet, & Link,

1998; van Dam, 2004; . Werner et al, 2011);

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25

b. Orang lain percaya bahwa unusualness family dapat merugikan,

membahayakan, tidak sehat, mampu mempengaruhi pandangan negatif ke

mereka, atau berbeda dari norma-norma sosial pada umumnya (Brickley et al,

2009; Hinshaw, 2005; Pirutinsky, Rosen, Shapiro Safran, & Rosmarin, 2010);

dan

c. Orang lain percaya bahwa anggota keluarga secara langsung atau tidak

langsung terkontaminasi oleh anggota keluarga yang bermasalah, sehingga

setiap anggota keluarga juga dianggap merugikan, berbahaya, tidak sehat,

mampu mempengaruhi efek negatif pada orang lain, atau berbeda dari norma-

norma sosial pada umumnya (Corrigan, et al.; Larson & Corrigan; Van Dam;

Waller, 2010).

3. Consequences

Walker dan Avant (2005) mendefinisikan konsekuensi dari konsep sebagai

hasil dari terjadinya konsep. Konsekuensi emosional dari keluarga yang

mengalami stigma biasanya memiliki perasaan mengabaikan dan tidak hormat.

Terkait hal itu, merasa malu, ketakutan, kecemasan, rasa putus asa, rasa bersalah,

khawatir, dan perhatian yang berlebihan (Brickley et al, 2009;. Dalky, 2012;

Larson & Corrigan, 2008; Mwinituo & Mill, 2006; van Dam, 2004; Werner et al,

2010.; Wong et al., 2009). Selain itu, secara sosial, keluarga bisa merasakan

diskriminasi, seperti kehilangan pekerjaan atau tempat tinggal, memiliki reputasi

yang buruk, beban keluarga dan sebagainya (Larson & Corrigan; Lefley, 1989;

Pirutinsky et al, 2010.; van Dam). Karena itu, keluarga mungkin menghindari

hubungan sosial, menghabiskan energi untuk menyembunyikan rahasia keluarga,

atau pindah ke daerah lain, dan bisa menyebabkan isolasi sosial pada keluarga

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

26

(Corrigan et al, 2006;. Mwinituo & Mill, 2006). Akhirnya, keluarga tidak

mendapatkan bantuan yang konsisten atau dukungan, dan dengan demikian,

kualitas hidup mereka akan menurun.

2.3 Keluarga

2.3.1 Pengertian keluarga

Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), keluarga adalah unit terkecil

dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang

terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan

saling ketergantungan. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk

meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota (Sudiharto,

2007).

2.3.2 Struktur keluarga

Menurut Murwani (2007), struktur keluarga terdiri atas:

1. Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga yang berfungsi: bersifat terbuka dan jujur, (selalu

menyelesaikan konflik keluarga, berpikiran positif, dan tidak mengulang-ulang

isu dan pendapat sendiri.

Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk:

a) Karakteristik pengirim: yakin dalam mengemukakan sesuatu atau

pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan

menerima umpan balik.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

27

b) Karakteristik penerima: siap mendengarkan, memberi umpan balik,

melakukan validasi

2. Struktur Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi

sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi

individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak, dan

sebagainya.

3. Nilai-nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar

atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga

juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.

Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem

nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat

dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah

(Murwani, 2007).

2.3.3 Tipe-tipe keluarga

Menurut Sudiharto (2007), bentuk tipe-tipe keluarga antara lain :

1. Keluarga Inti (Nuclear Family), Keluarga yang dibentuk karena ikatan

perkawinan yang direncanakan yang terdiri suami, istri, dan anak-anak baik

karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

2. Keluarga besar (Extended Family), Keluarga inti ditambah keluarga yang

lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu

termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,

serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families).

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

28

3. Keluarga Campuran (Blended Family), keluarga yang terdiri dari suami,

istri, anak-anak kandung dan anak-anak tiri.

4. Keluarga menurut hukum umum (Common Law Family) Anak-anak yang

tinggal bersama.

5. Keluarga orang tua tinggal, keluarga yang terdiri dari pria atau wanita,

mungkin karena telah bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak

pernah menikah, serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.

6. Keluarga Hidup Bersama (Commune Family), keluarga yang terdiri dari

pria, wanita dan anak-anak yang tinggal bersama berbagi hak dan

tanggungjawab, serta memiliki kepercayaan bersama.

7. Keluarga Serial (Serial Family), keluarga yang terdiri dari pria dan wanita

yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian

bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan

pasangannya masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu

keluarga.

8. Keluarga Gabungan (Composite Family), keluarga yang terdiri dari suami

dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poligami) atau istri dengan

beberapa suami dan anak-anaknya (poliandri).

9. Hidup bersama dan tinggal bersama (Cohabitation Family), keluarga yang

terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan

yang sah

2.3.4 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Sudiharto, (2007),

antara adalah sebagai berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

29

1. Fungsi Afektif (The affective function), fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan

individu dan psikososial keluarga.

2. Fungsi Sosialisasi dan penempatan sosial (socialization and social

placement function), fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain di luar rumah.

3. Fungsi Reproduksi (reproductive function), untuk mempertahankan generasi

menjadi kelangsungan keluarga

4. Fungsi Ekonomi (the economic function), keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi Perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healthy care function),

fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar

tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas

keluarga di bidang kesehatan.

2.3.5 Peran keluarga

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu sistem (Mubarak, dkk.

2009). Peran merujuk kepada beberapa perilaku yang kurang lebih bersifat

homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang

peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak, dkk. 2009). Peran keluarga

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

30

adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks

keluarga. Jadi, peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi

dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan

pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008).

Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang mempengaruhi

keluarga yaitu

1. Peran Formal

Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah

perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara

merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-

perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu

sistem. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-

ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat

anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan

keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif

dari pasangan), dan peran sosial.

2. Peran Informal Keluarga

Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga

keseimbangan dalam keluarga.

Peran keluarga dalam perawatan di rumah adalah (Ngadiran, 2010):

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

31

1. Menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan menyenangkan sehingga

membantu memulihkan kesehatan fisik, psikologis, dan sosial yang

memuaskan

2. Mengatasi dan ikut bertanggung jawab atas terlaksananya pengobatan

lanjutan di fasilitas kesehatan yang ada dan pengawasan dalam pemberian

obat di rumah

3. Membantu pelaksanaan kegiatan sebelum dan setelah perawatan klien dan

bertanggung jawab atas kemandirian klien

4. Menjalankan kerjasama yang baik dengan petugas kersehatan dalam

rangka partispasi dalam proses pengobatan dan pemulihan di rumah

5. Menciptakan hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga dan

tetangga dalam rangka pemberian pengertian kepada masyarakat terkait

tentang keadaan, perilaku dan penyakit klien sehingga bersifat positif,

suportif, dan membantu menentramkan apabila klien memperlihatkan

perilaku negatif

6. Membantu mencari tempat kerja di masyarakat sehingga kondisi klien

yang baik tetap dapat dipertahankan dan dikembangkan

7. Berpartisipasi secara aktif dan konstruktif dalam proses terapi keluarga

2.3.6 Tahap dan tugas perkembangan keluarga

Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman (1998) adalah:

1. Tahap 1 (Keluarga Pemula)

Keluarga pemula perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya

sebuah keluarga baru, keluarga yang menikah atau prokreasi dan perpindahan

dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

32

Tugas perkembangan keluarga yaitu membangun perkawinan yang saling

memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis,

keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orangtua).

2. Tahap II (Keluarga yang sedang mangasuh anak)

Keluarga yang sedang mengasuh anak Tahap kedua dimulai dengan

kelahiran anak pertama hingga bayi berumur 30 bulan. Biasanya orang tua

bergetar hatinya dengan kelahiran anak pertama mereka, tapi agak takut juga.

Kekhawatiran terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena

ibu dan bayi tersebut mulai mengenal. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan

semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercaya kepada mereka. Peran

tersebut pada mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi orang

tua baru.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah membentuk keluarga muda

sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru kedalam

keluarga), rekonsilisiasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan

kebutuhan anggota keluarga, mempertahankan hubungan perkawinan yang

memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan

menambahkan peran-peran orangtua dan kakek-nenek.

3. Tahap III (Keluarga dengan anak usia pra sekolah)

Keluarga yang anak usia prasekolah Tahap ketiga siklus kehidupan

keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 tahun dan berakhir ketika

anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri tiga hingga lima

orang, dengan posisi suami - ayah, istri – ibu, anak laki-laki – saudara, anak

perempuan – saudari. Keluarga menjadi lebih majemuk dan berbeda.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

33

Tugas perkembangan keluarga ini adalah memenuhi kebutuhan anggota

keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan, mensosialisasikan

anak. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan

anak-anak yang lain. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga

(hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan diluar keluarga

(keluarga besar dan komunitas)

4. Tahap IV (Keluarga dengan anak usia sekolah)

Keluarga dengan anak usia sekolah. Tahap ini dimulai ketika anak

pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir

pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya mencapai

jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap ini.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah membantu sosialisasi anak

dengan tetangga, sekolah dan lingkungan, mempertahankan hubungan

perkawinan bahagia, memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin

meningkat, meningkatkan komunikasi terbuka.

5. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)

Keluarga dengan anak remaja. Ketika anak pertama melewati umur 13

tahun, tahap kelima dari siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini

berlangsung selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat

jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih

tinggal dirumah hingga brumur 19 atau 20 tahun.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah menyeimbangkan kebebasan

dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri,

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

34

memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka

antara orangtua dan anak-anak.

6. Tahap VI (Keluarga dengan melepaskan anak usia dewasa muda)

Keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda. Permulaan dari fase

kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang

tua dan berakhir dengan rumah kosong, ketika anak terakhir meninggalkan

rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa

banyak anak yang ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang belum

menikah yang masih tinggal di rumah.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah memperluas keluarga inti

menjadi keluarga besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu

orang tua suami/isteri yang sedang sakit dan memasuki masa tua, membantu

anak untuk mandiri di masyarakat, penataan kembali peran dan kegiatan rumah

tangga.

7. Tahap VII (Orangtua usia pertengahan)

Orang tua pertengahan. Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga,

tahap usia pertengahan dari bagi oarngtua, dimulai ketika anak terakhir

meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu

pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55

tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-8 tahun

kemudian.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah mempertahankan kesehatan,

mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-

anak, meningkatkan keakraban pasangan.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

35

8. Tahap VIII (Keluarga dengan masa pensiun dan lansia)

Keluarga dalam masa pensiun dan lansia Tahap terakhir siklus kehidupan

keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa

pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir

dengan pasangan lain meninggal.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah mempertahankan suasana

rumah yang menyenangkan, adaptasi dengan perubahan, kehilangan pasangan,

teman, dll, mempertahankan keakraban suami-isteri dan saling merawat,

mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat, melakukan

Life Review.

2.3.7 Tugas kesehatan keluarga

Keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan yang terjadi pada

salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi seluruh sistem. Keluarga juga

sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau

memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompok. Untuk itu, keluarga

mempunyai beberapa tugas kesehatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan

derajat kesehatan anggota keluarga, yaitu (Bailon & Maglaya, 1998 dalam Efendi

& Makhfudli, 2009):

1. Mengenal gangguan kesehatan setiap anggota keluarga

Keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi

pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhi serta

persepsi keluarga terhadap masalah. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan

dan perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga. Apabila menyadari

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

36

perubahan keluarga perlu dicatat kapan terjadi, perubahan apa yang terjadi, dan

berapa besar perubahan yang ditimbulkan.

2. Mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat

Keluarga terlebih dahulu harus mengetahui mengenai sifat dan luas

masalah, dapat merasakan masalah kesehatan, mampu menghadapi masalah yang

dialami, memiliki sifat positif terhadap masalah kesehatan, mampu menjangkau

fasilitas kesehatan, percaya kepada tenaga kesehaatan dan mendapatkan informasi

yang benar tentang tindakan dalam mengatasi masalah sehingga keluarga mampu

mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang

sedang dialami anggota keluarga.

3. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga ketika sakit

Keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi,

prognosis, dan perawatan), perawatan yang dibutuhkan oleh yang sakit,

keberadaan fasilitas kesehatan untuk perawatan, manfaat pemeliharaan

lingkungan, sumber yang ada dalam keluarga (finansial, fasilitas fisik,

psikososial), serta seberapa penting sikap keluarga terhadap anggota keluarga

yang sakit.

4. Memodifkasi lingkungan sekitar untuk kesehatan

Keluarga harus mengetahui fasilitas dalam keluarga yang dimiliki, manfaat

dari pemeliharaan lingkungan, arti penting hygiene sanitasi serta sikap keluarga

terhadap hygiene dan sanitasi, pencegahan penyakit, dan kekompakan antar

anggota keluarga.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

37

5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

Keluarga harus mengetahui keberadaan fasilitas yang memberikan

pelayanan perawatan dan keterjangkauan bagi keluarga, manfaat yang diperoleh

dari fasilitas kesehatan, kepercayaan keluarga terhadap fasilitas dan tenaga

kesehatan, pengalaman sebelum ini terhadap petugas kesehatan.

2.4 Gangguan Jiwa

2.4.1 Pengertian gangguan jiwa

Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom perilaku seseorang

yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau

hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia,

yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik dan gangguan itu tidak hanya terletak

di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim,

2002; Maramis, 2010). Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan

variasi penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan

penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai dengan adanya

penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta

adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).

2.4.2 Sumber penyebab gangguan jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan somato-psiko-sosial. Dalam mencari

penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala gangguan jiwa

yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap

sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

38

1. Faktor somatik (somatogenik)

Yakni akibat gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia,

termasuk tingkat kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal

dan perinatal.

2. Faktor psikologik (psikogenik)

Terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah, persaingan antar

saudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat.

Selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri dan pola

adaptasi juga akan mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah.

Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan,

depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.

3. Faktor sosial budaya

Meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi,

perumahan dan masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas

kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan

keagamaan.

2.4.3 Klasifikasi gangguan jiwa

1. Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)

Menurut UU RI No. 18 tahun 2014, Orang Dengan Gangguan Jiwa

(ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan

perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau

perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan

hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Orang Dengan

Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah pasien pengidap gangguan jiwa yang sudah

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

39

terdeteksi penyakitnya oleh dokter. Dengan kata lain orang tersebut sudah

berobat dan mendapat diagnosis dan penanganan utnuk penyakitnya. ODGJ

dibagi menjadi dua yaitu psikosis berupa bisikan dan persasaan paranoid serta

neurosis yaitu depresi, bipolar, kecemasan dan insomnia (Wijayanti).

2. Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK)

Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) adalah orang yang

mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan,

dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa

(UU RI No. 18 tahun 2014). Sedangkan, menurut Wijayanti ODMK adalah

orang dengan masalah kejiwaan dan berpotensi mengalami gangguan jiwa,

namun belum terdiagnosis oleh dokter sebagai penyakit. ODMK mempunyai

potensi untuk mengidap gangguan kejiwaan dan masalah fisik.

Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan

Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa

berat/kelompok psikosa dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan

mental emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan

sebagainya.

Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia

(PPDGJ) pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM,

tetapi pada PPDGJ III ini disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi

PPDGJ III, meliputi hal berikut (Yusuf, 2015):

1. F00 – F09: gangguan mental organik (termasuk gangguan mental

simtomatik)

2. F10 – F19: gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

40

3. F20 – F29: skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham

4. F30 – F39: gangguan suasana perasaan (mood/afektif)

5. F40 – F48: gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait

stress

6. F50 – F59: sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan

fisiologis dan faktor fisik

7. F60 – F69: gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

8. F70 – F79: retardasi mental

9. F80 – F89: gangguan perkembangan psikologis

10. F90 – F98: gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada

anak dan remaja

2.5 Skizofrenia

2.5.1 Pengertian skizofrenia

Ada beberapa macam gangguan jiwa salah satunya yang banyak diderita

oleh masyarakat adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa

yang ditandai oleh adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya

perbedaan dari pikiran, disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar

(Parawisata, 2006). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak

terjadi, gejalanya ditandai dengan adanya distorsi realita, disorganisasi

kepribadian yang parah, serta ketidapkmampuan individu berinteraksi dengan

kehidupan sehari-hari (Elvira & Hadisukanto, 2010). Skizofrenia disebabkan

oleh ketidakseimbangan dopamine (zat kimia yang mengatur kesenangan dan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

41

kepuasan) pada sel otak yang membuat penafsiran abnormal terhadap suatu hal

(Maramis, 2005).

Skizofrenia sifatnya adalah gangguan yang lebih kronis dan melemahkan

dibandingkan dengan gangguan mental yang lain. Pasien skizofrenia yang

pernah dirawat di rumah Sakit akan kambuh 50 - 80%, harapan hidup pasien

skizofrenia 10 tahun lebih pendek dari pada non pasien skizofrenia (Puspitasari,

2009).

2.5.2 Sejarah skizofrenia

Istilah skizofrenia pertama kali dicetuskan oleh psikiater

berkewarganegaraan Swiss yakni Eugen Bleuler pada tahun 1911. Istilah

skizofrenia digunakan untuk mengganti istilah sebelumnya yang dicetuskan

Emil Kraeplin yakni dementia praecox. Skizofrenia sendiri berasal dari kata

Yunani schitos yang berarti terpotong atau terpecah dan phren yang berati otak

(Nevid, et al, 2005).

2.5.3 Etiologi skizofrenia

Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu :

1. Diatesis-stres model

Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan

lingkungan yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat

menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor tersebut

saling berpengaruh secara dinamis (Kaplan & Sadock, 2004).

2. Faktor biologis

Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang menyatakan

bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

42

bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia (Kaplan

& Sadock, 2004).

3. Genetika

Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat

umum 1% pada orang tua resiko 5% pada saudara kandung 8% dan pada anak

12% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah

dipisahkan dari orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%.

Pada kembar monozigot 47%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 12%

(Kaplan & Sadock, 2004).

4. Faktor psikososial

a) Teori perkembangan

Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya

perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan

berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi

terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan sosial pada penderita

skizofrenia (Sirait, 2008).

b) Teori belajar

Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang menderita

skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang

mungkin memiliki emosional yang bermakna (Sirait, 2008).

c) Teori keluarga

Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam menimbulkan

skizofrenia. Namun beberapa penderita skizofrenia berasal dari keluarga yang

disfungsional (Sirait, 2008).

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

43

2.5.4 Tipe-tipe skizofrenia

Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostik tersebut, skizofrenia di dalam

DSM-IV dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu (Kaplan &

Sadock, 2004) :

1. Skizofrenia paranoid

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang

menonjol secara berulang-ulang

b) Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini : pembicaraan

yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik,

atau efek yang datar atau tidak sesuai.

2. Skizofrenia terdisorganisasi

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Di bawah ini semuanya menonjol :

1) Pembicaraan yang tidak terorganisasi

2) Perilaku yang tidak terorganisasi

3) Afek yang datar atau tidak sesuai

b) Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik

3. Skizofrenia katatonik

Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang-

kurangnya dua hal berikut ini :

a) Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi atau stupor

b) Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi

oleh stimulus eksternal)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

44

c) Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak adanya

motivasi terhadap semua bentuk perintah atau mempertahankan postur

yang kaku dan menentang semua usaha untuk menggerakkannya) atau

mutism

d) Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditunjukkan oleh posturing

(mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara disengaja), gerakan

stereotipik yang berulang-ulang, manerism yang menonjol, atau bermuka

menyeringai secara menonjol

e) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna)

4. Skizofrenia tidak tergolongkan

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria

untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.

5. Skizofrenia residual

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi, dan

perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik yang menonjol

b) Terdapat terus tanda-tanda gangguan, seperti adanya gejala negatif atau dua

atau lebih gejala yang terdapat dalam kriteria A, walaupun ditemukan dalam

bentuk lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang

tidak lazim)

2.5.5 Gejala dan gambaran klinis

Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya

campuran dari dua karakteristik (baik gejala postif maupun gejala negatif) (APA,

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

45

2000). Secara umum, karakteristik gejala skizofrenia (kriteria A), dapat

digolongkan dalam tiga kelompok :

1. Gejala positif, yaitu tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada,

namun pada pasien skizofrenia justru muncul. Gejala postitif adalah gejala

yang bersifat aneh, antara lain berupa delusi, halusinasi, ketidakteraturan

pembicaraan, dan perubahan perilaku (Kaplan & Sadock, 2004).\

2. Gejala negatif, yaitu menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu, seperti

perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira,

menarik diri, ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan

sosial, serta kurangnya motivasi untuk beraktivitas (Kaplan & Sadock,

2004).

3. Gejala lainnya (disorganisasi), perilaku yang aneh dan disorganisasi

pembicaraan. Perilaku yang aneh ini, misalnya katatonia, dimana pasien

menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampilkan pose tubuh

yang aneh; atau waxy flexibilty, yaitu orang lain dapat memutar atau

membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan

dipertahankan dalam waktu yang lama. Sedangkan disorganisasi

pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan

pembicaraan, sehingga orang lain mengerti, dikenal dengan gangguan

berpikir formal (Prabowo, 2007).

2.5.6 Fase skizofrenia

Terdapat tiga fase utama dalam berkembangnya perjalanan skizofrenia,

diantaranya (Prabowo, 2007):

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

46

1. Fase prodromal

ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum

fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat

gangguan penggunaan zat. Awal munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah

melewati periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai

menarik diri secara sosial dari lingkungannya. Fase prodromal ini berlangsung

selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun.

2. Fase aktif gejala

ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia secara jelas. Sebagian

besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuannya

untuk melihat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai akibatnya

episode psikis dapat ditandai oleh adamya kesenjangan yang semakin besar

antara individu dengan lingkungan sosialnya.

3. Fase Residual

terjadi setelah fase aktif, tidak disebabkan oleh gangguan afek atau

gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien

skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali.

2.5.7 Terapi skizofrenia

1. Terapi Farmakologi

Pada pendekatan farmakologis, penderita skizofrenia biasanya diberikan

obat antipsikotik. Antipsikotik juga dikenal sebagai penenang mayor atau

neuroleptik (Nevid, et al 2005). Pengobatan antipsikotik membantu

mengendalikan perilaku skizofrenia yang mencolok dan mengurangi kebutuhan

untuk perawatan rumah sakit jangka panjang apabila dikonsumsi pada saat

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

47

pemeliharaan atau secara teratur setelah episode akut (Kane, 1996; Sheitman,

1998 dalam Nevid, et al 2005).

Pemberian terapi farmakologi dengan memberikan obat-obatan saja tidak

cukup untuk membantu penderita skizofrenia untuk memenuhi sisi kebutuhan

hidupnya. Terapi farmakologi juga harus ditunjang dengan pemberian terapi lain

yang bersifat membantu penderita agar dapat kembali ke lingkungan sosial

melalui psikoedukasi dan pelatihan-pelatihan keterampilan sosial.

2. Terapi psikososial

Salah satu dampak yang terjadi pada penderita skizofrenia adalah

menjalin hubungan sosial yang sulit. Hal ini dikarenakan skizofrenia merusak

fungsi sosial penderitanya. Untuk mengatasi hal tersebut, penderita diberikan

terapi psikososial yang bertujuan agar dapat kembali beradaptasi dengan

lingkungan sosialnya, mampu merawat diri sendiri, tidak bergantung pada orang

lain (Hawari, 2001).

3. Rehabilitasi

Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit jiwa

yang dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, diantaranya

terapi okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis,

menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-

6 bulan (Hawari, 2001).

4. Program intervensi keluarga

Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya

intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-

hari, mendidik anggota keluarga tentang skizofrenia, mengajarkan bagaimana cara

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

48

berhubungan dengan cara yang tidak terlalu frontal terhadap anggota keluarga

yang menderita skizofrenia, meningkatkan komunikasi dalam keluarga, dan

memacu pemecahan masalah dan keterampilan koping yang baik (Nevid, et al,

2005).

2.6 Keaslian Penulisan

Tabel 2.1 Keaslian penulisan stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga
dengan gangguan jiwa: skizofrenia

Metode
No Judul Artikel; Penulis; (Desain, Sampel,
Hasil Penelitian
. Tahun Variabel, Instrumen,
Analisis)
1. Experiences of Stigma D : cross sectional study Caregiver yang merawat
and Discrimination S : anggota keluarga penderita skizofrenia
among Caregivers of dengan anggota keluarga mengalami stigma, yang
Persons with skizofrenia mana sangat berkaitan
Schizophrenia in I: MCESQ (Modified dengan dukungan sosial,
China: a Field Survey Consumer Experiences of kekerabatan, tingkat
(Yin, et al 2014) Stigma Questionnaire) pendidikan penderita, dan
A: socio-demographic faktor di lingkup
characteristics, keluarga. Diskriminasi
deskriptive anayses of lebih jarang dilaporkan
stigma and oleh caregiver.
discrimination, bivariate
correlation, regression
analyses

2. The Stigma of Deskriptif Peneliti menjelaskan


Families with Mental stigma keluarga berkaitan
Illness dengan penyakit mental
(Larson & Corrigan, yang dialami oleh
2008) anggota keluarga serta
jenis stigma negatif yang
berdampak pada anggota
keluarga dan kerabat
dengan penyakit mental.
Stigma keluarga termasuk
prasangka dan
diskriminasi yang dialami
oleh individu dengan
kerabat dengan penyakit

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

49

mental. Keluarga
mengambil peran utama
dalam mendukung
kerabat dengan penyakit
mental. Layanan
terencana bahwa stigma
dapat dimanfaatkan
dengan dilaksanakan
program pendidikan
berfokus pada dukungan
anggota keluarga yang
menghadapi stigma
keluarga; program
pendidikan untuk
mengurangi stigma dalam
kesehatan jiwa
profesional; program
siaran radio untuk
mengurangi stigma
masyarakat melalui
forum interaktif dengan
menceritakan
pengalaman pribadi.
3. Stigma dan D : Studi Literatur Menunjukkan penderita
Penanganan Penderita yang diduga menderita
Gangguan Jiwa yang gangguan jiwa yang
Dipasung dipasung lebih banyak
(Lestari & Wardhani, dilakukan oleh keluarga
2014) sebagai alternatif terakhir
untuk penanganan
gangguan jiwa, setelah
segala upaya pengobatan
medis dilakukan
keluarga. Namun
ketidaktahuan keluarga
dan masyarakat sekitar
atas deteksi dini dan
penanganan paska
pengobatan di Rumah
Sakit Jiwa menyebabkan
penderita tidak tertangani
dengan baik. Selain itu
penderita gangguan jiwa
seringkali mendapat
stigma dari lingkungan
sekitarnya. Stigma karena
menderita gangguan jiwa
melekat pada penderita

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

50

sendiri maupun
keluarganya. Stigma
menimbulkan
konsekuensi kesehatan
dan sosial-budaya pada
penderita gangguan jiwa,
seperti penanganan yang
tidak maksimal, dropout
dari pengobatan,
pemasungan dan
pemahaman yang berbeda
terkait penderita
gangguan jiwa.
4. Stigma Masyarakat D : Mix-method Bentuk-bentuk stigma
terhadap Skizofrenia (kualitatif dan kuantitatif yang ditunjukan oleh
(Ariananda, 2015) deskriptif) masyarakat terhadap
S : 390 orang penderita skizofrenia.
I : Kuisioner terbuka Bentuk stigma
masyarakat terhadap
penderita skizofrenia
yakni, masyarakat
menggambarkan
penderita skizofrenia
sebagai orang dengan
gangguan jiwa,
masyarakat merasa takut
saat bertemu dengan
penderita skizofrenia,
berbicara sendiri,
masyarakat menunjukan
perilaku menghindar saat
bertemu dengan penderita
skizofrenia.
5. Pengalaman Family D : Penelitian Kualititatif Penelitian ini menghasilkan
Caregiver Orang dengan Pendekatan tiga tema besar. Tema besar
dengan Skizofrenia Fenomenologi. pertama adalah masalah
(Gitasari & Savira, S : Partisipan penelitian yang dihadapi caregiver
2015) berjumlah 6 orang. selama merawat, yang
terdiri dari empat sub tema
I : peneliti dengan
yakni mendapat perlakuan
wawancara semi dan sikap negatif, dampak
terstruktur merawat ODS (Orang
A : Analisis Dengan Skizofrenia) pada
Fenomenologis caregiver, beban finansial,
Interpretatif serta kerugian akibat
merawat ODS. Tema besar
kedua adalah usaha yang
dilakukan caregiver untuk
mengatasi masalah selama

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

51

merawat, yang terdiri dari


dua sub tema yakni
mencoba beberapa
pengobatan agar keadaan
ODS lebih baik, serta
mencoba berbagai cara
untuk mengurangi beban
merawat. Tema besar ketiga
adalah faktor-faktor yang
membuat caregiver tetap
mau merawat, yang terdiri
dari empat sub tema yakni
ikatan keluarga, dukungan
orang-orang di sekitar,
kepasrahan pada Tuhan,
serta hikmah.
6. Family Stigma: A Analisis konsep Terdapat tiga kata kunci
Concept Analysis tanda yang diidentifiksi:
(Park & Park, 2014) a)Orang lain memiliki
persepsi negatif, sikap,
emosi, dan memilih sikap
menghindari ke keluarga,
karena ketidakbiasaan
keluarga termasuk situasi
negatif, kejadian, sikap,
masalah atau penyakit
yang mengasosiasi dari
keluarga, atau karena
karakter yang tidak asli
atau struktur dari
keluarga,
b) Orang lain percaya
bahwa ketidakbiasaan
keluarga menjadi hal yang
merugikan,
membahayakan, tidak
sehat, dapat
mempengaruhi negatif,
atau berbeda dari norma
sosial pada umumnya,
c)Orang lain percaya bahwa
anggota keluarga secara
langsung atau tidak
langsung terkontaminasi
oleh masalah dalam
anggota keluarga,
sehingga setiap anggota
keluarga juga
menganggap sebagai hal
yang merugikan,
membahayakan, tidak
sehat, dapat

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

52

mempengaruhi efek
negatif kepada yang lain,
atau berbeda dari norma
sosial pada umumnya.

2.7 Kerangka Pikir Penelitian

Family Unusualness
A
n  Kejadian negatif atau riwayat kejadian negatif (misal : penyakit
t atau kriminal)
e  Berbeda dengan norma yang ada di masyarakat (misal : orangtua
c homoseks, keluarga single parent, keluarga minoritas atau
e keluarga yang anggota keluarganya pseudo-religions)
n
d
e
n
t Stigma Keluarga

A  Orang (yang lain) memiliki persepsi negatif, sikap, emosi, dan sikap
t menghindari ke keluarga (dan setiap anggota keluarga)
t  Orang (yang lain) percaya bahwa ketidakbiasaan keluarga adalah
r menyebabkan kerugian, membahayakan, tidak sehat, dapat
i mempengaruhi mereka dari pandangan negatif, atau berbeda dari
b norma sosial pada umumnya
u  Orang (yang lain) percaya bahwa anggota keluarga secara langsung
t atau tidak langsung terkontaminasi oleh masalah anggota keluarga
e

Emotional Social Interpersonal


C  Diabaikan dan tidak  Diskriminasi  Menghindari hubungan
o dihormati  Kehilangan sosial
n  Rasa takut pekerjaan/ dipecat  Melindungi atau
s  Kegelisahan atau kehilangan menghabiskan energi
e  Sebuah perasaan tempat tinggal untuk menyembunyikan
q keputusasaan  Memiliki reputasi rahasia keluarga
u  Pindah ke daerah yang
 Merasa bersalah yang buruk
e  Beban keluarga
 Rasa malu lain
n
c  Khawatir
e  Konsentrasi yang
berlebihan

Penurunan kualitas hidup keluarga

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

53

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota Keluarga
dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia dengan Model Konsep Stigma
Keluarga (Park & Park, 2014)

Stigma keluarga disebabkan oleh tingkat kebiasaan yang tidak wajar oleh

keluarga (family unusuallness) dalam kesatuan keluarga. Kebiasaan tersebut dapat

terjadi karena budaya dari masyarakat setempat, seperti kejadian negatif, penyakit,

atau kejadian yang lain dengan keluarga tunggal (single family). Atau dengan

keluarga yang berbeda pada umumnya dalam struktur dan karakteristik. Terdapat

tiga atribut dalam stigma keluarga yaitu (1) Orang lain yang memiliki persepsi

negatif, sikap, emosi, dan sikap menghindari ke keluarga (dan setiap anggota

keluarga); (2) Orang lain yang percaya bahwa ketidakbiasaan keluarga adalah

menyebabkan kerugian, membahayakan, tidak sehat, dapat mempengaruhi mereka

dari pandangan negatif, atau berbeda dari norma sosial pada umumnya; (3) Orang

lain percaya bahwa anggota keluarga secara langsung atau tidak langsung

terkontaminasi oleh masalah anggota keluarga.

Konsekuensi pada stigma keluarga yaitu konsekuensi emosional, yang

terdiri dari diabaikan dan tidak dihormati, rasa takut, kegelisahan, sebuah perasaan

keputusasaan, merasa bersalah, rasa malu, khawatir, konsentrasi yang berlebihan.

Sedangkan pada konsekuensi sosial yaitu diskriminasi, kehilangan pekerjaan atau

dipecat atau kehilangan tempat tinggal, memiliki reputasi yang buruk, beban

keluarga. Selanjutnya, konsekuensi interpersonal yang terdiri dari menghindari

hubungan sosial, melindungi atau menghabiskan energi untuk menyembunyikan

rahasia keluarga, pindah ke daerah yang lain, dan isolasi sosial. Dari ketiga

konsekuensi stigma keluarga tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas

hidup oleh keluarga.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang desain penelitian, populasi, subyek penelitian

dan sampling, instrumen atau bahan penelitian, tempat dan waktu penelitian,

prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data, kerangka

operasional, etika penelitian dan keabsahan data.

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif, yaitu suatu cara

untuk mempelajari masalah berdasarkan gambaran yang kompleks dan holistik,

diwujudkan dalam kata-kata disajikan dalam bentuk informasi yang detail dan

ditempatkan pada situasi alamiah (Creswell, 1998). Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah fenomenologi deskriptif, yaitu suatu metode ilmiah

untuk mengeksplorasi langsung, menganalisis dan mendiskripsikan fenomena

tertentu, sebebas mungkin dari perkiraan yang belum teruji (Speziale & Carpenter,

2003). Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam

para subjek mengenai pengalaman beserta maknanya.

Penelitian ini dilakukan secara bebas tanpa terikat yang bertemakan stigma

keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa: skizofrenia dengan

subjektifitas partisipan dengan sudut pandang penelitian. Sementara konsep dan

hasil penelitian yang telah ada merupakan pendukung dalam menjustifikasi hasil

penelitian.

Peneliti ingin mengetahui stigma dalam keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan skizofrenia, dimana dengan melalui interpretasi

mendalam dari partisipan yang terlibat secara langsung merawat anggota keluarga

54

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

55

dengan skizofrenia. Oleh karena itu, peneliti menggunakan penelitian kualitatif

dengan pendekatan fenomenologi deskriptif.

3.2 Populasi, Subyek Penelitian, Sampling

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang digunakan dalam

penelitian (Notoadmodjo, 2003). Populasi menurut Cresswell (2012), adalah

sekelompok individu yang memiliki karakteristik yang sama atau relatif sama.

Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga

dengan gangguan jiwa: skizofrenia yang dirawat dan menjalankan rawat inap

di Ruangan Wijaya Kusuma, Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya.

3.2.2 Subyek Penelitian

Subyek Penelitian adalah bagian dari populasi, merupakan sebagian besar

dari keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa:

skizofrenia yang akan dipilih dalam penelitian ini. Dalam penelitian kualitatif,

subyek penelitian disebut sebagai partisipan, narasumber atau informan.

Penelitian ini dilakukan di Ruangan Wijaya Kusuma, Rumah Sakit Jiwa

Menur Surabaya dengan pemilihan partisipan berdasarkan pada kriteria tertentu

yang dibuat oleh peneliti. Kriteria yang ditentukan peneliti dalam pemilihan

partisipan pada penelitian ini antara lain:

a) Partisipan penelitian adalah family caregiver (orang tua/anak, suami/istri

atau anggota keluarga lainnya) yang merawat anggota keluarga dengan

gangguan jiwa: skizofrenia

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

56

b) Jika terdapat lebih dari satu family caregiver di dalam keluarga, maka

dipilih salah satu yang paling utama untuk menjadi partisipan penelitian.

c) Family caregiver memiliki minimal 1 tahun pengalaman dalam melakukan

perawatan dengan anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia.

d) Partisipan berusia minimal 20 tahun, karena dianggap sudah dewasa dan

mampu bertanggungjawab atas informasi yang disampaikan selama

penelitian

e) Mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa Indonesia

atau bahasa daerah (bahasa Jawa) yang dimengerti oleh partisipan dan

peneliti

f) Partisipan tinggal bersama dengan anggota keluarga dengan gangguan jiwa:

skizofrenia sejak didiagnosa gangguan jiwa

g) Partisipan dalam kondisi sehat fisik dan mental saat dilakukan wawancara.

Menurut Creswell 2012 dalam Tristiana 2014, menyebutkan bahwa

jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif adalah 5 sampai 10 orang, tetapi

jika saturasi telah tercapai dimana tidak ada lagi informasi baru yang

didapatkan pada pertanyaan yang sama maka pengambilan data dapat

dihentikan dan jumlah partisipan tidak ditambah.

3.2.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Pada penelitian ini, Partisipan dalam penelitian ini

diperoleh dengan menetapkan populasi dan melakukan seleksi sampel

menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel yang

sesuai dengan tujuan penelitian.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

57

3.3 Instrumen atau Bahan Penelitian

Instrumen untuk pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

pedoman wawancara, alat perekam suara (MP3) dan catatan lapangan (field note)

untuk menyatakan ekspresi partisipan.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

3.4.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Ruangan Wijaya Kusuma, Rumah Sakit Jiwa

Menur Surabaya.

3.4.2 Waktu Penelitan

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2016 sampai Agustus 2016 dan

kurang lebih berlangsung selama enam bulan terhitung dari pengembangan

proposal sampai dengan perbaikan dan pengumpulan skripsi seperti yang

dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Stigma Keluarga yang Memiliki


AnggotaKeluarga dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia.
Rencana penelitian Maret April Mei Juni AgustJuli
us
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3
Proposal penelitian
Ujian Proposal
Perbaikan proposal
Uji Etik Penelitian
Uji coba instrumen
Pengumpulan dan
analisa data
Penyusunan laporan
akhir
Sidang Skripsi
Perbaikan hasil skripsi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

58

3.5 Prosedur Pengumpulan Data

3.5.1 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini terdiri dari adalah

peneliti, pedoman wawancara, alat perekam suara (MP3), alat tulis dan catatan

lapangan (field note).

Peneliti merupakan instrumen kunci karena peneliti bersifat independent

(tidak memihak) dan tidak memiliki pikiran negatif kepada partisipan.

Pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti dikendalikan dan tidak boleh

mengarahkan saat proses wawancara dengan partisipan. Tehnik yang

digunakan oleh peneliti saat proses wawancara yaitu komunikasi terapeutik

dengan mendengarkan semua ungkapan dari partisipan, fokus selama kegiatan

wawancara, tidak mengganggu fokus partisipan, memperhatikan proses

nonverbal partisipan dan melakukan pencatatan penting selama wawancara

sedang berlangsung.

Alat pengumpulan data selanjutnya, yaitu pedoman wawancara.

Pedoman wawancara ini merupakan panduan wawancara yang tidak baku

digunakan untuk memfokuskan kembali partisipan jika partisipan tidak fokus

terhadap informasi yang disampaikan.

Alat tulis dan catatan lapangan (field note) merupakan alat pengumpulan

data selanjutnya, ini digunakan untuk menuliskan/mencatat respon nonverbal

dari partisipan. Selanjutnya, yaitu alat perekam suara (MP3) digunakan untuk

merekam pembicaraan selama proses wawancara agar tidak ada ungkapan-

ungkapan dari partisipan yang terlewatkan.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

59

3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

fenomenologi dan menggunakan tehnik wawancara mendalam dengan

pertanyaaan semi struktur dalam proses pengelolaan data. Wawancara

dilengkapi fieldnote untuk mengidentifikasi respon nonverbal dan situasi

selama proses wawancara. Peneliti membagi tiga tahapan, yaitu :

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini, prosedur pengumpulan data dimulai setelah mendapatkan

surat keterangan lulus uji etik dan surat ijin penelitian dari Fakultas

Keperawatan Universitas Airlangga. Surat lulus uji etik dan surat ijin kemudian

diserahkan ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur yang ditujukan kepada Direktur

RSJ Menur tembusan ke bagian Diklat RSJ Menur. Peneliti kemudian

mendapatkan ijin dari bagian Diklat RSJ Menur yang selanjutnya dianjurkan

meminta ijin kepada kepala ruangan. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari

rumah sakit yang akan dilakukan penelitian, selanjutnya Peneliti memilih

partisipan sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pendekatan yang dilakukan pertama yaitu memberikan penjelasan kepada

partisipan tentang maksud dari penelitian dan peneliti kemudian memberikan

Informed Consent kepada partisipan. Setelah partisipan menandatangani serta

menyetujui pelaksanaan menjadi partisipan peneliti, kemudian menanyakan

kepada partisipan kesediaan waktu partisipan untuk dilakukan wawancara.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

60

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini, wawancara dilakukan dengan tiga fase :

a) Fase Orientasi

Fase orientasi dilakukan setelah partisipan menandatangani informed

consent sebagai bukti persetujuan untuk menjadi partisipan, kemudian

dilakukan wawancara di tempat yang disepakati bersama antara peneliti

dengan partisipan. Selama wawancara peneliti membuat suasana yang

nyaman dan kondusif. Peneliti dan partisipan saling berhadapan. Peneliti

menyiapkan alat tulis dan alat perekam suara yang akan digunakan. Alat

perekam suara (MP3) diletakkan di atas meja antara peneliti dan partisipan

agar selama wawancara proses perekaman bisa berjalan dengan baik dan

jelas. Setelah terjalin kepercayaan antara partisipan dan peneliti maka peneliti

mulai melakukan wawancara mendalam.

b) Fase Kerja

Wawancara dilakukan mendalam dengan mengajukan pertanyaan

kepada partisipan “Bagaimana Anda melihat anggota keluarga dengan

gangguan jiwa?” Pertanyaan tersebut digunakan untuk memulai proses

wawancara agar dapat masuk ke pertanyaan inti sesuai dengan pedoman

wawancara. Pedoman wawancara digunakan sebagai panduan wawancara

yang berisi pertanyaan terbuka untuk menguraikan pertanyaan inti.

Peneliti mengikuti arah jawaban yang diberikan oleh partisipan. Ketika

partisipan tidak mampu memberikan informasi, peneliti mencoba

menjelaskan makna pertanyaan yang lebih dimengerti oleh partisipan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

61

kemudian mempersilahkan kembali partisipan untuk menjawab pertanyaan

dari peneliti.

c) Fase Terminasi

Proses wawancara akan diterminasi ketika partisipan telah menjawab

semua pertanyaan, peneliti menutup wawancara dengan mengucapkan terima

kasih kepada partisipan atas kesediaan dan partisipasi partisipan dalam

terlaksananya wawancara serta wawancara diakhiri dengan menyimpulkan

hasil wawancara yang telah dilakukan. Peneliti membuat kontrak kembali

untuk pertemuan selanjutnya dengan partisipan yaitu dengan tujuan untuk

melakukan validasi data.

3. Tahap Terminasi

Peneliti melakukan validasi gambaran fenomena yang dialami oleh

partisipan sebelum melakukan penggabungan data yang muncul selama

validasi data ke dalam deskripsi akhir yang mendalam. Proses validasi

verbatim dilakukan dengan meminta partisipan membaca hasil verbatim,

kemudian peneliti menanyakan apakah hasil verbatim sesuai dengan apa yang

disampaikan oleh partisipan selama wawancara. Setelah partisipan menyetujui

gambaran hasil verbatim, maka peneliti memvalidasi selesa dan memberikan

penghargaan kepada partisipan atas kesediaan dan kerjasamanya selama proses

penelitian.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

62

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dimulai setelah dilakukan wawancara secara

mendalam. Peneliti menulis transkrip dalam bentuk verbatim berdasarkan hasil

wawancara dengan alat perekam suara didengarkan secara berulang-ulang dan

digabungkan dengan catatan lapangan (fieldnote).

Data yang telah ada kemudian diberikan kode (coding) untuk

memudahkan dalam menganalisa data terhadap kata kunci dari partisipan satu

dengan partisipan lainnya. Hal ini dilakukan untuk membedakan antara

transkrip masing – masing partisipan.

3.6.2 Analisis Data

Proses analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode interpretasi data sembilan langkah menurut (Collaizi, 1978 dalam

Speziale & Carpenter, 2003). Metode tersebut dipilih karena langkah-langkah

analisis data dalam Collaizi cukup sederhana, jelas dan terperinci untuk

digunakan dalam penelitian ini.

1. Mendeskripsikan fenomena yang diteliti (Collaizi, 1978 dalam Speziale &

Carpenter, 2003). Peneliti memahami stigma keluarga yang memiliki

anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia dengan memperkaya

informasi dengan membaca jurnal dan buku yang telah ada. Cara yang akan

ditempuh oleh peneliti, yaitu setelah memperkenalkan diri dengan

partisipan, peneliti akan melakukan pendekatan dalam rangka membina

hubungan saling percaya. Peneliti dan partisipan akan membicarakan

pengalaman anggota keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

63

jiwa: skizofrenia, sehingga peneliti mempunyai bayangan terhadap stigma

keluarga tentang gangguan jiwa: skizofrenia.

2. Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat partisipan (Collaizi,

1978 dalam Speziale & Carpenter, 2003). Peneliti melakukan wawancara

dan menuliskannya dalam bentuk verbatim untuk dapat mendeskripsikan

stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa:

skizofrenia

3. Membaca seluruh deskripsi fenomena melalui pendapat partisipan (Collaizi,

1978 dalam Speziale & Carpenter, 2003). Peneliti membaca hasil verbatim

secara menyeluruh sampai peneliti faham dan merasa mampu untuk

memahami stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan

gangguan jiwa: skizofrenia.

4. Membaca kembali transkrip hasil wawancara dan mengutip pernyataan-

pernyataan yang bermakna (Collaizi, 1978 dalam Speziale & Carpenter,

2003). Setelah mampu memahami stigma keluarga tentang gangguan jiwa,

peneliti membaca kembali transkrip hasil wawancara, memilih pernyataan-

pernyataan dalam verbatim yang signifikan dan sesuai dengan tujuan khusus

peneliti dan memilih kata kunci pada pernyataan yang telah dipilih dengan

memberi garis penanda dan kode tujuan khusus.

5. Menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan signifikan

(Collaizi, 1978 dalam Speziale & Carpenter, 2003). Peneliti membaca

kembali kata kunci yang telah diidentifikasi dan mencoba menemukan

esensi atau makna dari kata kunci untuk membentuk kategori.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

64

6. Mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan ke dalam

kelompok tema (Collaizi, 1978 dalam Speziale & Carpenter, 2003). Peneliti

membaca seluruh kategori yang ada, membandingkan dan mencari

persamaan diantara kategori tersebut, dan pada akhirnya mengelompokkan

kategori-kategori yang serupa ke dalam sub-sub tema, sub tema dan tema.

7. Menuliskan deskripsi yang lengkap (Collaizi, 1978 dalam Speziale &

Carpenter, 2003). Penulis merangkai tema yang ditemukan selama proses

analisis data dan menuliskannya menjadi sebuah deskripsi yang terkait

dengan stigma keluarga tentang gangguan jiwa: skizofrenia dalam bentuk

hasil penelitian.

8. Menemui partisipan untuk melakukan validasi deskripsi hasil analisis

(Collaizi, 1978 dalam Speziale & Carpenter, 2003). Peneliti kembali kepada

partisipan dan meminta partisipan untuk membaca kisi-kisi hasil analisis

tema. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah gambaran tema yang

diperoleh sebagai hasil penelitian sesuai dengan keadaan yang dialami

partisipan mengenai stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga

dengan gangguan jiwa: skizofrenia.

9. Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisis

(Collaizi, 1978 dalam Speziale & Carpenter, 2003). Peneliti menganalisis

kembali data yang telah diperoleh selama melakukan validasi kepada

partisipan untuk ditambahkan ke dalam deskripsi akhir yang mendalam pada

laporan penelitian sehingga pembaca mampu memahami stigma keluarga

yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

65

3.7 Kerangka Operasional

Kerangka operasional penelitian merupakan suatu desain tentang alur

penelitian sehingga dapat dilihat secara jelas gambaran tentang proses dan

jalannya penelitian.

Populasi
Keluarga yang memiliki
anggota keluarga skizofrenia di
RSJ Menur Surabaya

Purposive sampling

Subyek Penelitian
Sampel yang mewakili penelitian
ini sesuai dengan kriteria inklusi

Uji coba instrumen ke partisipan

Prosedur pengumpulan
data :
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Pelaksanaan
3. Tahap Terminasi

Analisis data :
Metode sembilan langkah menurut (Collaizi, 1978
dalam Speziale & Carpenter, 2003)

Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota
Keluarga dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

66

3.8 Etika Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah partisipan; keluarga yang memiliki

anggota keluarga gangguan jiwa: skizofrenia. Penelitian ini menggunakan

beberapa prinsip etik yang diterapkan dalam penelitian berdasarkan Belmont

Report (1978, dalam Polit & Hungler, 1997), yaitu meliputi prinsip beneficience,

prinsip justice dan prinsip menghargai martabat manusia.

1. Prinsip Beneficience

Peneliti melaksanakan penelitan sesuai dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian

dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficience). Peneliti

meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficience). Apabila

penelitian berpotensi mengakibatkan stress tambahan maka subyek dikeluarkan

dalam kegiatan penelitian (Milton, 1999; Loiselle, et al, 2004). Dalam prinsip ini,

Peneliti ingin memberikan manfaat kepada keluarga dengan memberikan

edukasi/pengetahuan tentang keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan

jiwa.

2. Prinsip Justice (Keadilan)

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi

prinsip keterbukaan dalam penelitian yang dilakukan secara jujur, hati-hati,

profesional, berperikemanusiaam, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,

keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis, serta perasaan religius subyek

penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip

keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Prinsip keadilan menekankan

sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

67

merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas

masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti

mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan

perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam

penelitian.

3. Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi adalah menghormati harkat derajat manusia dan bebas

paksaan. Peneliti perlu mempertimbangan hak-hak subyek untuk mendapatkan

informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki

kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam

kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip

menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan

formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri dari:

a) Penjelasan manfaat penelitian

b) Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan

c) Penjelasan manfaat yang akan didapatkan

d) Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek

berkaitan dengan prosedur penelitian

e) Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja

f) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan. Namun kadangkala, formulir

persetujuan subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi subyek itu sendiri

terutama untuk penelitian-penelitian klinik karena terdapat perbedaan

pengetahuan dan otoritas antara peneliti dengan subyek (Sumathipala &

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

68

Siribaddana, 2004). Kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan adanya

prosedur penelitian (Syse, 2000).

3.9 Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan istilah dalam penelitian kualitatif untuk menjaga

ketepatan (Speziale & Carpenter, 2005), terdapat empat kriteria keabsahan data

yaitu: credibility (kepercayaan), dependebility (kebergantungan), confirmability

(kepastian), transferability (keteralihan).

1. Credibility (Kepercayaan)

Credibility merupakan suatu cara yang membuktikan bahwa hasil penelitian

dapat dipercaya yaitu ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai

pengalamannya (Lincoln & Guba, 1985 dalam Magnee, 2004). Tujuan prosedur

ini adalah untuk memvalidasi keakuratan hasil laporan transkrip kepada partisipan

terhadap apa yang diceritakan oleh partisipan. Peneliti melakukan penelitian

dengan prinsip menggunakan asisten peneliti untuk membantu pencatatan

nonverbal partisipan selama proses wawancara berlangsung, kemudian

mencocokkan interpretasi antara peneliti dengan asisten peneliti tentang respons

verbal dan nonverbal partisipan.

Dalam penelitian ini, credibility dilakukan dengan meminta partisipan

penelitian untuk membaca kembali verbatim wawancara dan atau kisi-kisi hasil

analisis tema, kemudian partisipan diminta untuk memberikan umpan balik

apakah verbatim hasil wawancara dan kisi-kisi hasil analisis tema telah sesuai

dengan maksud yang disampaikan oleh pertisipan terkait pengalaman yang

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

69

dialami partisipan. Validasi dari partisipan dilakukan 1 kali dengan melakukan

pertemuan dengan partisipan.

2. Dependability (Kebergantungan)

Dependability dalam penelitian kualitatif adalah suatu bentuk kestabilan

data (Polit & Hungler, 1997). Dalam penelitian ini dependability dilakukan

dengan cara melakukan inqury audit, yaitu suatu proses audit yang dilakukan oleh

external reviewer untuk meneliti dengan kecermatan data-data dan dokumen yang

mendukung selama proses penelitian. Eksternal reviewer dalam penelitian ini

adalah dosen pembimbing skripsi yang memeriksa cara dan hasil analisis yang

telah dilakukan peneliti, memberikan penekanan dan arahan dalam menggunakan

data hasil penelitian yang telah diperoleh untuk digunakan selama proses analisis

data.

3. Confirmability (Kepastian)

Confirmability adalah suatu objektivitas atau kenetralan data, dan

bergantung pada kesepakatan atau persetujuan beberapa orang terhadap

pandangan, pendapat dan penemuan dari penelitian (Polit & Hungler, 1997).

Confirmability dalam penelitian ini dilakukan dengan inquiry audit melalui

penerapan audit trail. Peneliti mengumpulkan secara sistematis material dan hasil

dokumentasi penelitian, dalam hal ini adalah transkrip wawancara dan field notes,

dan meminta dosen pembimbing skripsi sebagai eksternal reviewer dengan

melakukan analisis pembanding untuk menjamin objektivitas hasil penelitian.

Selain itu confirmability juga diterapkan dengan meminta konfirmasi pada

partisipan terkait hasil verbatim wawancara dan atau kisi-kisi hasil analisis tema

yang telah disusun.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

70

4. Transferability (Keteralihan)

Transferability adalah suatu kemampuan hasil penelitian untuk diterapkan

pada tempat atau kelompok lain yang memiliki karakteristik serupa. Salah satu

cara yang diterapkan oleh peneliti untuk menjamin transferability hasil penelitian

ini adalah dengan cara menggambarkan tema-tema hasil penelitian kepada sampel

lain yang tidak terlibat dalam penelitian yang memiliki karakteristik serupa,

kemudian mengidentifikasi apakah sampel tersebut menyetujui tema-tema yang

dihasilkan oleh penelitian ini.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Bab ini dibahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan, meliputi

gambaran umum lokasi penelitian, gambaran umum partisipan meliputi jenis

kelamin, usia, agama, pekerjaan, tingkat pendidikan, agama, lamanya anggota

keluarga menderita gangguan jiwa, keluarga yang tinggal serumah, serta analisis

tema yang muncul dari perspektif mengenai stigma keluarga.

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di ruang tunggu keluarga Ruang Wijaya

Kusuma yang terletak di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Rumah Sakit Jiwa

Menur adalah Badan Layanan Umum Daerah yang terletak di Jalan Raya Menur

120 Surabaya, Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, dengan

luas tanah 38.000,00 m2 dan luas bangunan 25.307 m² (LAKIP RSJ Menur,

2014).

Visi dari Rumah Sakit Jiwa Menur adalah menjadi rumah sakit jiwa kelas A

pendidikan dengan pelayanan holistik dan komprehensif yang berakhlak untuk

kesejahteraan bersama (LAKIP RSJ Menur, 2014). Rumah Sakit Jiwa Menur

mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan jiwa secara berdayaguna dan

berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif,

pencegahan dan pelayanan rujukan kesehatan jiwa serta penyelenggaraan

pendidikan, pelatihan tenaga kesehatan, penelitian dan pengembangan di bidang

kesehatan jiwa (Perauran Daerah Provinsi Jatim, 2008).

71

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

72

Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya merupakan instansi milik pemerintah

Provinsi Jawa Timur dan menjadi satu-satunya rumah sakit di Surabaya yang

khusus untuk rehabilitasi mental, psikologi dan penyembuhan kejiwaan. Selain itu

juga menjadi pusat rujukan kesehatan jiwa yang paripurna. Fasilitas pelayanan

yang tersedia di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, meliputi: 1. Pelayanan jiwa

diantaranya rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat, 2. Pelayanan umum dan

spesialis diantaranya: poliklinik umum, gigi dan mulut, spesialis NAPZA,

spesialis jantung, paru, syaraf, psikiatri, THT, kulit dan kelamin, 3. Poliklinik

Psikologi, 4. Poliklinik Tumbuh Kembang, 5. Poliklinik VCT, 6. UGD, 7.

Pelayanan Askeskin, 8. Pelayanan Rehabilitasi, 9. Serta pelayanan penunjang

lainnya. Rumah sakit ini memiliki beberapa ruang rawat inap seperti Ruang Puri

Anggrek, Ruang Wijaya Kusuma, Ruang Flamboyan, Ruang Kenari, Ruang

Gelatik, dan Ruang Puri Mitra. Jumlah TT (Tempat Tidur) yang tersedia sebanyak

250 TT dari kapasitas total 300 TT (LAKIP RSJ Menur, 2014).

Penelitian ini dilakukan kepada keluarga klien gangguan jiwa yang sedang

menunggu keluarganya di Ruang Wijaya Kusuma Rumah Sakit Jiwa Menur.

Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 23 Juni - 3 Juli 2016 dengan jumlah

partisipan sebanyak 8 orang yang telah disesuaikan dengan kriteria inklusi dan

eksklusi. Saat peneliti melakukan penelitian, terdapat partisipan yang bukan

merupakan dalam kategori kriteria inklusi, sehingga partisipan tersebut tidak

dimasukkan dalam penelitian.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

73

4.2 Karakteristik Partisipan

Berikut ini merupakan data karakteristik partisipan yang diperoleh peneliti

melalui pengisian borang data demografi dan wawancara.

Tabel 4.1 Karakteristik partisipan

Lama
anggota
Jenis Pendidikan keluarga
No Inisial Usia Agama Pekerjaan
kelamin Terakhir menderita
gangguan
jiwa
1 P1 Perempuan 61 Katolik Wiraswasta SPK 15 tahun
Ibu Rumah
2 P2 Perempuan 61 Islam SD 16 tahun
Tangga
Ibu Rumah
3 P3 Perempuan 33 Islam SMA 30 tahun
Tangga
4 P4 Perempuan 60 Islam Wiraswasta SMA 3 tahun

5 L5 Laki-laki 47 Islam Swasta SMA 17 tahun

6 L6 Laki-laki 73 Islam Pensiunan SMP 22 tahun

7 P7 Perempuan 49 Kristen Wiraswasta SMA 11 tahun


Karyawan
8 P8 Perempuan 30 Islam SMA 26 tahun
swasta

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa partisipan dalam

penelitian ini berjumlah 8 orang dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan

dengan rentang usia 30 – 73 tahun. Agama yang dianut partisipan yaitu enam

orang bergama islam, satu orang beragama katolik dan satu orang beragama

kristen. Pekerjaan partisipan bervariasi yaitu: tiga orang wiraswasta, dua orang ibu

rumah tangga, satu orang swasta, satu orang pensiunan dan satu orang karyawan

swasta. Sebagian besar partisipan, yaitu: enam orang memiliki pendidikan terakhir

SMA, satu orang memiliki pendidikan terakhir SMP dan satu orang memiliki

pendidikan terakhir SD. Partisipan adalah keluarga yang memiliki anggota

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

74

keluarga gangguan jiwa dengan lama anggota keluarga menderita gangguan jiwa:

skizofrenia rentang 3 tahun – 30 tahun dan tinggal serumah dengan anggota

keluarga gangguan jiwa sejak pertama kali anggota keluarga gangguan jiwa

menderita gangguan jiwa.

4. 3 Gambaran Tema

Tema yang muncul dirumuskan berdasarkan jawaban partisipan terhadap

pertanyaan wawancara dan catatan lapangan (field note) selama proses wawancara

berlangsung. Penelitian ini menghasilkan 23 (dua puluh tiga) tema yang

dijabarkan sesuai tujuan penelitian.

4.3.1 Persepsi Keluarga terhadap anggota keluarga dengan gangguan jiwa

1. Keluarga Melihat anggota keluarga dengan gangguan jiwa

Keluarga melihat anggota keluarga dengan ganguan jiwa didapatkan tiga

tema yaitu sikap, persepsi, dan pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa.

Sikap adalah keadaan mental yang diatur melalui pengalaman yang memberikan

pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan

situasi yang berkaitan dengannya (Allport, 1935). Persepsi adalah tanggapan

(penerimaan) langsung dari sesuatu (KBBI). Sedangkan, tanda dan gejala adalah

manifestasi yang dirasakan oleh seseorang akibat sebuah penyakit atau kelainan.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

75

Optimis

Positif Menyadari

Bekerja keras
Tema 1 :
Sikap
Mengacuhkan diri

Tujuan khusus 1 Negatif Berontak


Persepsi Tidak percaya akan
Keluarga kemampuan

Kasar
Keluarga melihat Gejala
anggota keluarga emosional Pemarah
gangguan jiwa
Perilaku kekerasan

Tema 2 :
Gangguan Pola Makan
Persepsi
fisik berlebihan

Gangguan
sosial Menarik diri

Halusinasi
Tanda &
Gejala
Waham

Pengalaman traumstis &


kekecewaan mendalam
Tema 3:
Pengetahuan
Gangguan penggunaan zat
keluarga
psikoaktif

Penyebab
gangguan Gangguan proses berpikir
jiwa
Gangguan intelegensi

Ekonomi yang rendah

Gambar 4.1 Tema 1 Sikap, 2, Persepsi 3 Pengetahuan keluarga: Persepsi


Keluarga: Keluarga melihat anggota keluarga dengan ganguan
jiwa

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

76

Berdasarkan gambar di atas pada dimensi keluarga melihat anggota

keluarga dengan ganguan jiwa didapatkan tiga tema, yaitu sikap, persepsi, dan

tanda gejala gangguan jiwa.

Tema 1: Sikap

Keluarga melihat anggota keluarga dengan ganguan jiwa didapatkan

dengan sub tema positif dan negatif. Untuk sub tema positif terdapat tiga kategori,

yaitu optimis, menyadari dan bekerja keras. Sedangkan pada sub tema negatif

terdapat tiga kategori, yaitu mengacuhkan diri, berontak dan tidak percaya akan

kemampuan. Satu partisipan optimis terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

bahwa anggota keluarga tersebut bisa seperti orang normal, satu partisipan

menyatakan anggota keluarga menyadari bahwa apa yang dilakukan anggota

keluarga gangguan jiwa tidak baik, satu partisipan menyatakan telah bekerja keras

untuk mencukupi kebutuhan hidup anaknya. Sedangkan subtema sikap negatif

yang terdiri dari tiga kategori, yaitu satu partisipan menyatakan anggota keluarga

gangguan jiwa itu sering mengacuhkan dirinya, satu partisipan menyatakan

anggota keluarga gangguan jiwa memberontak atas apa yang kebijakan aturan

yang diberikan orang tuanya, dan satu partisipan menyatakan bahwa anggota

keluarga gangguan jiwa tidak mampu meminum obat dengan teratur.

Sikap positif

Sikap positif keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu

optimis, yang disampaikan oleh partisipan satu, yang dijelaskan dalam transkrip

wawancara sebagai berikut:

“...Saya lihat itu saya optimis (tangan dilipat di perut) ya.. dia karena kan

keinginannya itu seperti kita...” (P1)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

77

Sikap positif keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu

menyadari, yang disampaikan oleh partisipan enam, yang dijelaskan dalam

transkrip wawancara sebagai berikut:

“...Pokoknya dia itu, abis mukuli saya, mecah-mecahi piring, terus dia minta maaf

(tersenyum). “Ma, aku minta maaf yoo”...” (P4).

Sikap positif keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu

bekerja keras, yang disampaikan oleh partisipan tujuh, yang dijelaskan dalam

transkrip wawancara sebagai berikut:

“Saya mati-matian kuliahin dengan baik kalo dia butuh apa selalu tersedia,

supaya cepet selesai dan ini...” (P7)

Sikap negatif

Sikap negatif keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu

mengacuhkan diri yang disampaikan oleh partisipan satu, melalui transkrip

wawancara di bawah ini:

“...dia itu ya merasa juga lek dirinya itu kok gitu (terdiam) jadi dia itu maunya itu

ya kok, orang ngomong itu kadang gak cocok ya sama dia, engkuk dia maunya

keinginannya gak cocok sama si orang itu...” (P1)

Sikap negatif keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu

berontak yang disampaikan oleh partisipan lima, melalui transkrip wawancara di

bawah ini:

“...dia nggak mau, nggak seneng, sama aturan orang tua ngelawan...” (L5)

Sikap negatif keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu

tidak percaya akan kemampuan yang disampaikan oleh partisipan satu, melalui

transkrip wawancara di bawah ini:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

78

“Yah saya pikir dia itu bisa, tapi kalo rutin minum obat, terus bisa apa,, disiplin,

ya tapi gak bisa disiplin ya, ..... ya seperti kita...” (P1)

Tema 2: Persepsi

Keluarga melihat anggota keluarga dengan ganguan jiwa didapatkan

dengan sub tema gejala emosional yang terdiri dari tiga macam kategori, yaitu

kasar, pemarah dan perilaku kekerasan. Satu partisipan menyatakan bahwa

anggota keluarga gangguan jiwa itu berperilaku kasar. Lima partisipan

menyatakan bahwa anggota keluarga gangguan jiwa tidak bisa menahan emosi.

Lima partisipan menyatakan bahwa anggota keluarga gangguan jiwa juga sering

melakukan tindak kekerasan fisik. Sedangkan sub tema selanjutnya adalah

gangguan fisik, satu partisipan menyatakan bahwa anggota keluarga gangguan

jiwa suka makan berlebihan di saat anggota keluarga tersebut kambuh. Sub tema

selanjutnya, yaitu gangguan sosial, tiga partisipan menyatakan bahwa anggota

keluarga dengan gangguan jiwa lebih suka menyendiri, dan pendiam.

Kasar

Persepsi keluarga dalam melihat anggota keluarga gangguan jiwa, gejala

emosional, salah satu kategori gejala emosional adalah kasar, disampaikan oleh

partisipan dua, yang dijelaskan dalam transkrip wawancara sebagai berikut:

“Pikiran nopo kok kuasar, juahatt, opo-opo nguamuk. Opo-opo nguamuk. Nek

musuh ngoten iku diancam. Nggowo-nggowo...” (P2)

Pemarah

Persepsi keluarga dalam melihat anggota keluarga gangguan jiwa, gejala

emosional, salah satu kategori gejala emosional adalah pemarah, disampaikan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

79

oleh partisipan satu, dua, tiga, lima, dan enam yang dijelaskan dalam transkrip

wawancara sebagai berikut:

”...kalau sudah ngeblank gini lama-lama emosi ngomong iya ditanya wes marah

awale seh ngomel-ngomel trus...” (P1)

“Iku larenipun galak, galak nggih,. ..... ” (P2)

“...kalo minta sesuatu nggak dikasih kan ngamuk toh mbak ...... ” (P3)

“yoo pemarah, wong di rumah suka marah. .. ” (P5)

“...kuliahnya nggak bisa nerusin, marah-marah saya dipukuli. .. ” (P6)

Perilaku kekerasan

Persepsi keluarga dalam melihat anggota keluarga gangguan jiwa, gejala

emosional, salah satu kategori gejala emosional adalah perilaku kekerasan,

disampaikan oleh partisipan dua, tiga, empat, lima, enam, dan delapan yang

dijelaskan dalam transkrip wawancara sebagai berikut:

“...kulo nggeh kueppraaaki (mukul-mukul kepala) ngangge wedang....” (P2)

“...setelah kejadian e itu kan bapak kan sering mukul... mukul adekku toh mbak

.... juga mukuli saudarane, kakake... sampek GO ringan. ” (P3)

“....saya sudah dipukul (kedua tangan mengepal) dua kali. Dikuamplengi. ” (P4)

“....kadang-kadang ya mukul anak kecil .. ” (L5)

“...saya lari lari untuk minta tolong tetangga ditekek gini, dipukuli (tangan

mengepal) saya gitu loh. ” (L6)

“...Mukul anak-anak kecil (nada panik). . ” (P8)

Persepsi keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu sub tema

gangguan fisik, meliputi pola makan berlebihan yang disampaikan oleh partisipan

satu, melalui transkrip wawancara di bawah ini:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

80

“...mari mangan mie, engkuk kepingin anu, nasi goreng, gak wetengmu loh, isok

arep, engkuk ae..” (P1)

Persepsi keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa, yaitu sub tema

gangguan sosial, meliputi kategori menarik diri disampaikan oleh partisipan tiga,

lima, dan enam melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“iya, sering menyendiri. Nggak bisa umpamane dijak kumpul gitu jarang mau...”

(P3)

“...kalau di rumah pendiam...” (P5)

“...Anaknya juga pendiam, nggak ada ngomong, nggak banyak omong...” (P6)

Tema 3: Pengetahuan Keluarga

Pengetahuan keluarga terhadap penyebab gangguan jiwa dan didapatkan

sub tema diantaranya tanda dan gejala, penyebab gangguan jiwa.

Tanda dan gejala gangguan jiwa

Keluarga melihat anggota keluarga dengan ganguan jiwa didapatkan

dengan dua kategori yaitu waham dan halusinasi. Dua partisipan menyatakan

tanda gejala anggota keluarga gangguan jiwa adalah sering bicara sendiri, dan

bicara ngelantur. Tiga partisipan menyebutkan bahwa tanda dan gejala gangguan

jiwa adalah khayalannya yang membesar, perilaku aneh seperti ke makam-makam

pahlawan, dan tidak mau menerima barang dari tetangga karena dianggap sebagai

ancaman bagi anggota keluarga gangguan jiwa.

Tanda dan gejala gangguan jiwa, diantaranya halusinasi yaitu disampaikan

oleh partisipan dua, tiga, dan delapan melalui transkrip wawancara di bawah ini:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

81

“...lapor neng digoleki polisi Amerika, terus unutunge hiiiahahha (tertawa) kulo

niki dijak teng kantor polisi peng telu, nggih ngoten niku lapor. Lapor. Lapor...”

(P2)

“...sering opo jenenge ngomong dewe, sembarang ngelantur. Jadi kan kita yoo

anak-anak e yoo takut toh mbak...” (P3)

“...nyawang ibu ngono, ngomong-ngomong gak karuan...” (P8)

Tanda dan gejala gangguan jiwa, diantaranya waham yaitu disampaikan

oleh partisipan tiga, tujuh, dan delapan melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“...dia loh sering dikasih jajan, dikasih dikasih uang, dikasih apa sama tetangga.

Tambah yang ngasih itu dimusuhi....wong ok senengane musuhi wong ae...” (P3)

“...dia pergi pergi, nyekar, nyekar kemana-mana. Nyekar-nyekar ke Bung Karno,

ke Gadjah Mada,....Jogja keliling-keliling ke makam mbah-mbah orang ningrat,

makam-makam mbahe iku makam pak Harto...” (P7)

“...kalo dia habis makan dia tinggalkan separuh, bawa ke laut separuh...” (P7)

“...ibu kan curiga sama tetangga...” (P8)

Penyebab gangguan jiwa

Keluarga berhak mengetahui penyebab gangguan jiwa itu seperti apa dan

didapatkan beberapa kategori diantaranya pengalaman traumatis dan kekecewaan

yang mendalam, gangguan penggunaan zat psikoaktif, gangguan intelegensi,

gangguan proses berpikir dan ekonomi yang rendah.

Penyebab gangguan jiwa kategori pengalaman traumatis dan kekecewaan

yang mendalam yang disampaikan oleh partisipan satu, dua, tiga, dan empat

melalui transkrip wawancara berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

82

“ ...dia kan masih SMA kelas 3, terus hamil duluan ya situ minta dinikahi ya tak

nikahno ya. Terus melahirkan ditinggal istri e (tangan menunjuk lalu ke dahi)

anake ya itu mulai wes dee .. ” (P1)

“...... kan nggada pacaar. Bujang kaleh tahun. nah kaleh tahun niku dipek bojo

sebelah. Lahh,, terus kawinan. ” (P2)

“....Sakit yaa, karna kan dulu kan bapak itu kan punya toh mbaak.. pokoknya

kena sinden gara-garanya kan sawah, rumah, tanah itu terjual. Uangnya

habiss. ” (P3)

“..punya temen perempuan (mikir). Terus itu tuh ndak tau gimana ngilang..”

(P4).

Pengetahuan tentang penyebab gangguan jiwa kategori gangguan

penggunaan zat psikoaktif disampaikan oleh partisipan lima melalui transkrip

wawancara di bawah ini:

“....kena narkoba, pemakai narkoba, iya kalo jenis-jenisnya saya ndak tahu. . ”

(L5).

Pengetahuan tentang penyebab gangguan jiwa kategori gangguan

intelegensi disampaikan oleh partisipan satu melalui transkrip wawancara di

bawah ini:

“.......sebenere dee itu pinter memang yo kepintaren yoo terus akhire nggak

ngatasi (sambil senyum tertawa)...” (P1)

Penyebab gangguan jiwa kategori gangguan proses berpikir yang

disampaikan oleh partisipan tiga dan delapan melalui transkrip wawancara

berikut:

“....Kadang-kadang kan musuhi kanan kiri juga. .. ”

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

83

“.....Padahal dia loh sering dikasih jajan, dikasih dikasih uang, dikasih apa.

Tambah yang ngasih itu dimusuhi..” (P3)

“....orang gila itu seperti itu kan gak sadar apa seng dilakukan ndak sadar...”

(P3)

“....Awalnya itu curiga dari keluarga dulu. Terus lama-lama ke keluarga ee ke

keluarga juga ke tetangga...” (P8)

“....Mungkin dulunya ibu punya pengalaman menyakitkan hati saat kecil sering

dimusuhi saudara perempuannya...” (P8)

Penyebab gangguan jiwa kategori ekonomi yang rendah yang disampaikan

oleh partisipan enam melalui transkrip wawancara berikut:

“.....gak bisa meneruskan melanjutkan kuliahnya...” (L6)

berikut:

“.....gak bisa meneruskan melanjutkan kuliahnya...” (L6)

2. Cara Merawat anggota keluarga gangguan jiwa

Pada tujuan khusus persepsi keluarga cara merawat anggota keluarga

gangguan jiwa didapatkan empat tema, yaitu jenis perawatan yang dilakukan

oleh keluarga, sumber daya pendukung, kepatuhan terhadap aturan perawatan

dan upaya keluarga dalam perawatan.

Pada tema jenis perawatan didapatkan sub tema menangani kekambuhan.

Adapun sub tema menangani kekambuhan dengan kategori dibiarkan, dibawa ke

Rumah Sakit Jiwa, pengikatan, berinteraksi baik, dan meredam. Pada tema

selanjutnya, sumber daya pendukung terbagi menjadi dua sub tema sumber

pembiayaan dan sumber daya manusia, pada sumber pembiayaan meliputi

kategori BPJS dan jamkesmas. Pada sub tema melibatkan sumber daya meliputi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

84

kategori keluarga, anggota keluarga, petugas kesehatan, dan petugas keamanan..

Pada tema kepatuhan terhadap aturan perawatan terdapat dua subtema yaitu

regimen terapeutik dan kontrol. Subtema regimen terapeutik meliputi kategori

efektif dan tidak efektif. Pada sub tema kontrol didapatkan kategori pasien tidak

patuh. Tema ketujuh yaitu upaya keluarga dalam memberikan perawatan dengan

sub tema cara membawa ke rumah sakit jiwa, didapatkan kategori membujuk

dan memaksa, sub tema mencari pengobatan alternatif yang terdiri dari kyai,

dukun, orang pintar dan rumah sakit jiwa. Sub tema upaya keluarga selanjutnya

adalah mencari sumber informasi pengobatan didapatkan kategori keluarga dan

orang lain.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

85

Dibiarkan

Dibawa ke RSJ

Pengikatan

Tema 4: Menangani
Jenis Kekambuhan Mengajak
perawatan interaksi

Meredam

Efektif
Regimen
Tema 5: terapeutik
Tujuan khusus 1 Tidak efektif
Kepatuhan
Persepsi terhadap
Keluarga aturan
Kontrol Pasien Tidak patuh
perawatan

Tema 6: BPJS
Sumber daya Sumber
Cara merawat
pendukung pembiayaan
anggota Jamkesmas
keluarga
gangguan jiwa Keluarga

Orang lain
Melibatkan
sumber
daya Petugas kesehatan
manusia

Petugas
Keamananan

Dukun
Mencari
Pengobatan Kyai
alternatif

Orang pintar
Tema 7:
Upaya Rumah sakit
Keluarga
Mencari
sumber Orang lain
informasi
pengobatan Fasilitas kesehatan

Membujuk
Cara
membawa ke
RSJ Memaksa

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

86

Gambar 4.2 Tema 4 Jenis Perawatan, Tema 5 Kepatuhan terhadap Aturan


Perawatan, Tema 6 Sumber Daya Pendukung dan Tema 7 Upaya
Keluarga

Tema 4: Jenis Perawatan

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema menangani kekambuhan, yang meliputi

berbagai kategori, diantaranya dibiarkan, dibawa ke rumah sakit jiwa, pengikatan,

jaga perilaku dengan baik dan meredam. Satu partisipan menyatakan saat anggota

keluarga kambuh, keluarga membiarkan, satu partisipan menyatakan anggota

keluarga gangguan jiwa dibawa ke rumah sakit jiwa, satu partisipan menyebutkan

anggota keluarga gangguan jiwa dilakukan pengikatan, satu partisipan

menyatakan dengan menjaga bicara yang baik anggota keluarga gangguan jiwa

akan baik, dan dua partisipan menyatakan jenis perawatan anggota keluarga

gangguan jiwa diredam.

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema dibiarkan, yang disampaikan oleh

partisipan tiga melalui transkrip wawancara berikut:

“.....yahh.. dibiarkan sak polah tingkahe gimana, karepe gimana. ......... cara

merawat, yoo dibiarkan. ..” (P3)

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema menangani kekambuhan, yang meliputi

berbagai kategori, diantaranya dibawa ke rumah sakit jiwa disampaikan oleh

partisipan satu melalui transkrip wawancara berikut:

“ ..kalau sudah ngeblank gini sulit, wes ndak terkontrol ya, ya harus e ini deh anu

diamano (sambil tertawa) ya ini (dibawa ke rumah sakit jiwa)... ” (P1)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

87

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema menangani kekambuhan, yang meliputi

berbagai kategori, diantaranya pengikatan disampaikan oleh partisipan dua

melalui transkrip wawancara berikut:

“...Nggeh diiket niku bapake jan e. Tiyang mboten angsal. “ojo-ojo mbok taleni,

engkuk cacat.... cacat meriki tangane. Sikile. Ya Allah...” (P2)

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema menangani kekambuhan, yang meliputi

berbagai kategori, diantaranya jaga bicara yang baik disampaikan oleh partisipan

dua melalui transkrip wawancara berikut:

“...nggih marine niki nembe pokok e jogo omongane apik...” (P2)

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema menangani kekambuhan, yang meliputi

berbagai kategori, diantaranya meredam disampaikan oleh partisipan tiga dan

empat melalui transkrip wawancara berikut:

“...keluarga gitu sudah meredam loh mbak..” (P3)

“ ..iya tak redami. ...” (P4)

Tema 6: Kepatuhan terhadap Aturan Perawatan

Kepatuhan terhadap aturan keluarga dalam merawat anggota keluarga

gangguan jiwa terbagi menjadi dua sub tema yaitu regimen terapeutik dan kontrol.

Di dalam sub tema regimen terapeutik terdapat dua kategori yaitu efektif dan tidak

efektif. Lima partisipan menyatakan anggota keluarga gangguan jiwa tidak patuh

minum obat atau regimen terapeutik tidak efektif, dan tiga partisipan menyatakan

anggota keluarga gangguan jiwa patuh dalam minum obat atau regimen terapeutik

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

88

efektif. Pada sub tema kontrol dengan kategori tidak patuh dinyatakan oleh dua

partisipan, bahwasannya tidak patuh dalam jadwal kontrol.

Regimen terapeutik

Kepatuhan terhadap aturan keluarga dalam merawat anggota keluarga

gangguan jiwa yang memiliki sub tema regimen terapeutik dengan kategori tidak

efektif disampaikan oleh partisipan satu, tiga, enam, tujuh, dan delapan melalui

transkrip wawancara berikut:

“...ya minum tapi ya ga teratur ... ” (P1)

“...Dia itu gamau mbak, dikekang untuk minum obat ini. . ” (P3)

“...kalo di, dikasih minum obat sama keluarga (wajah marah) dia malah nggak

mau menerima, malah marah-marah gitu loh. ” (L6)

“...setelah di rumah dia ndak mau minum obat lagi. . ” (P7)

“ ..saya minumkan,, 3 hari itu. Ibu itu pinter kalo minum obat, saya ngasih, saya

lihat, Cuma pinter, gini-gini sendiri langsung dibuang. Kadang ngene mbak,

dimimik yoo,, maru ngono keluar rumah,, dimutahno ngene,, ibu itu pinter pokok

e.. kalo minum obat itu. ” (P8)

Kepatuhan terhadap aturan keluarga dalam merawat anggota keluarga

gangguan jiwa yang memiliki sub tema regimen terapeutik dengan kategori efektif

disampaikan oleh partisipan satu, tiga, lima melalui transkrip wawancara berikut:

“...yo wes minum-minum obat sendiri waktu e minum obat. .. ” (P1)

“...kalau yang nyuruh orang lain seperti dokter gitu ya dia berobat. Dia minum

sendiri ” (P3)

“...pokok e dipaksa minum obat. . ” (L5)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

89

Kontrol

Sub tema kontrol pada kepatuhan terhadap aturan keluarga merawat

anggota keluarga gangguan jiwa dengan kategori pasien tidak patuh disampaikan

oleh pertisipan satu, dan delapan melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“...kan waktue kontrol, “kenapa kamu?” ya minum tapi ya ga teratur...” (P1)

“...disuruh kontrol nggak mau.. nah itu,, mulai kumat lagi 3 bulan...” (P8)

Tema 5: Sumber Daya Pendukung

Pada sumber daya pendukung keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa memiliki dua sub tema sumber pembiayaan dan melibatkan

sumber daya manusia. Pada sub tema sumber pembiayaan terdiri dari kategori

BPJS dan Jamkesmas. Sedangkan sub tema melibatkan sumber daya manusia

terdiri dari kategori keluarga, orang lain, petugas kesehatan dan petugas

keamanan. Satu partisipan menyatakan anggota keluarga gangguan jiwa

menggunakan BPJS sebagai kartu jaminan kesehatan dan, satu partisipan

menyatakan menggunakan kartu jamkesmas sebagai kartu jaminan kesehatan.

Sumber pembiayaan

Sumber daya pendukung yang memiliki sub tema sumber pembiayaan

dengan kategori BPJS disampaikan oleh partisipan tujuh melalui transkrip

wawancara berikut:

“...saya pake bpjs makanya saya ambil langsung kelas 1 itu...” (P7)

Sumber daya pendukung yang memiliki sub tema sumber pembiayaan

dengan kategori Jamkesmas disampaikan oleh partisipan dua melalui transkrip

wawancara berikut:

“...Jamkesmas soale jamkesmas mpun wekdal...” (P2)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

90

Melibatkan sumber daya manusia

Sub tema melibatkan sumber daya didapatkan beberapa kategori yaitu

keluarga, orang lain, petugas kesehatan dan petugas keamanan. Pada kategori

keluarga disampaikan oleh partisipan dua, empat dan enam yang dijelaskan dalam

transkrip wawancara berikut:

“ ...nggeh langsung bingung (wajah terlihat serius), langsung kulo padoske tiyang

sepuh. . ” (P2)

“.......saya ngontak kakak saya, ngontak saudara-saudara saya, terus dia bilang,

“wes becik ngono gowoen po‟o nang kono (menur) gitu. .” (P4)

“....nah keluarga kita anak-anak saya ini umurnya dipindah aja biar ada

perkembangan gitu. . ” (P6)

Melibatkan sumber daya didapatkan kategori orang lain disampaikan oleh

partisipan lima yang dijelaskan dalam transkrip wawancara berikut:

“....terus diambilkan orang,, perawat kampung (garuk-garuk kepala) aja suruh

mandikan,, minum obat. . ” (L5)

Melibatkan sumber daya didapatkan kategori petugas kesehatan

disampaikan oleh partisipan lima yang dijelaskan dalam transkrip wawancara

berikut:

“ ......jadi ya dari dokter ya ndak papa, asal bisa ngurus diri sendiri aja, minimal

ya bisa mandi,, gosok gigi .. ” (L5)

Melibatkan sumber daya didapatkan kategori petugas keamanan

disampaikan oleh partisipan tiga dan tujuh yang dijelaskan dalam transkrip

wawancara berikut:

“..... .... .... sama polisi juga diamankan. .... ” (P3)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

91

“...................Kalo bawa ke rumah sakit mesti polisi yang bawa mbak...” (P7)

Tema 6: Upaya Keluarga

Upaya keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan beberapa sub tema, diantaranya cara membawa ke rumah sakit jiwa,

mencari alternatif pengobatan, mencari sumber informasi pengobatan, melibatkan

sumber daya, membawa ke pelayanan kesehatan.

Sub tema selanjutnya yaitu cara membawa ke rumah sakit jiwa meliputi

dua kategori, membujuk dan memaksa. Satu partisipan menyatakan bahwa cara

membawa anggota keluarga gangguan jiwa dengan membujuk, dan satu partisipan

menyebutkan dengan memaksa.

Cara membawa ke rumah sakit jiwa

keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa dengan sub tema

cara membawa ke rumah sakit jiwa, yang meliputi berbagai kategori, diantaranya

membujuk disampaikan oleh partisipan empat melalui transkrip wawancara

berikut:

“...ayo ta leh nak rumah sakit ae mari, engkuk nang kono nak IRD wae, nanti anu

kan dapat obat...”(P4)

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema cara membawa ke rumah sakit jiwa,

yang meliputi berbagai kategori, diantaranya memaksa disampaikan oleh

partisipan empat melalui transkrip wawancara berikut:

“....waktu itu, saya bawa ke sini ndak mau jadi paksa, saya telepon ambulans

sini...”(P4).

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

92

Mencari pengobatan alternatif

Sub tema mencari alternatif pengobatan didapatkan kategori yaitu dukun,

kyai, orang pintar dan rumah sakit. Pada kategori dukun, disampaikan oleh

partisipan dua yang dijelaskan dalam transkrip wawancara berikut:

“ ....... terusan ono niku wonten tiyang omong, “kono loh nang dukun apik”. Tak

parani..” (P2)

Mencari alternatif pengobatan pada kategori kyai disampaikan oleh

partisipan dua yang dijelaskan dalam transkrip wawancara berikut:

“......Kyai parani. Pondok, teruse pondok. Tuerus..” (P2)

Mencari alternatif pengobatan pada kategori orang pintar disampaikan

oleh partisipan delapan yang dijelaskan dalam transkrip wawancara berikut:

“ ...iku sebelum dibawa ke poli jiwa, dulu saya bawa ke orang pinter, katanya di

rumah banyak barang-barang gitu, di jiwa e ibu juga banyak .. ” (P8)

Mencari alternatif pengobatan pada kategori rumah sakit disampaikan oleh

semua partisipan yang dijelaskan dalam transkrip wawancara berikut:

“........tak bawa kesini (RSJ Menur), yah manut ae dibawa perlu berobat. . ” (P1)

“ .......Mpun terus kulo beto teng nggene karangmenjangan.” (P2)

“.......Terus akhire bapak dibawa kesini wes ben mari lah. ... ” (P3)

“................awalnya ya gitu, tak bawa ke sini .. ” (P4)

“....baru tau terus dibawa ke rumah sakit (garuk-garuk kepala).. ini sedang kayak

e sakit jiwa..” (L5)

“..punya inisiatif ke rumah sakit melihat keadaan fisik anak sudah drop badannya

kurus (kepala mengangguk) itu. Mangkanya dibawa ke RSAL itu ya. ” (L6)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

93

“ ...apa ya Ahh halusinasi nya ndak anu mulai dari situ dari situ, saya masukkan

lagi ke rumah sakit. Masuk ke rumah sakit maksud saya kalo sudah masuk rumah

sakit kasih obat kan dia bisa istirahat tenang. ” (P7)

“ ..Saya sama kakak saya, saya sama kakak saya yang punya inisiatif itu. Di bawa

ke menur..” (P8)

Mencari sumber informasi pengobatan

Sub tema mencari sumber informasi pengobatan didapatkan kategori yaitu

orang lain dan fasilitas kesehatan. Pada kategori orang lain, disampaikan oleh

partisipan dua dan empat yang dijelaskan dalam transkrip wawancara berikut:

“.....kulo beto wangsul (lawang), disanjangi tiyang-tiyang kengken mbeto teng

menur...” (P2)

“....Terus suatu hari, tetangga saya itu bilang, gowoen nang menur, bawaen ke

menur aja loh.. “Loh iya ta? Bisa? Yo bisaa...” (P4)

Mencari sumber informasi pengobatan didapatkan kategori fasilitas

kesehatan disampaikan oleh partisipan tiga yang dijelaskan dalam transkrip

wawancara berikut:

“...sama puskesmas dianjurkan untuk dibawa kesini (menur)...” (P3)

4.3.2 Perasaan keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa

Perasaan keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa ini

didapatkan tiga tema yaitu respon kehilangan, beban keluarga.

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan perasaan yang dirasakan oleh

keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan dua tema

yaitu respon kehilangan, dan beban keluarga. Pada tema kehilangan terdiri dari

lima kategori, yaitu menyangkal, marah, menawar, depresi dan menerima. Satu

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

94

partisipan mengungkapkan tidak menerima kondisi anggota keluarga gangguan

jiwa, satu partisipan menyatakan mudah emosi. Empat partisipan mengungkapkan

masih belum bisa menerima kondisi anggota keluarga gangguan jiwa, dua

partisipan menyatakan bahwa terbebani dengan kondisi anggota keluarga

gangguan jiwa, dan empat partisipan mengungkapkan telah menerima kondisi

anggota keluarga gangguan jiwa. Sedangkan pada tema beban keluarga terdiri dari

sub tema beban obyektif dengan kategori finansial, tiga partisipan menyatakan

bahwa memiliki beban finansial dan sub tema beban subyektif dengan kategori

takut, sedih, menderita, kecewa, jengkel, khawatir, dan malu.

Menyangkal

Marah

Tema 7: Menawar
Respon Depresi
Kehilangan
Menerima
Perasaan keluarga
yang memiliki Beban obyektif Finansial
anggota keluarga Tema 8:
gangguan jiwa Beban keluarga Beban subyektif Takut

Sedih

Menderita

Kecewa

Jengkel

Khawatir

Malu

Gambar 4.3 Tema 7 Respon Kehilangan, Tema 8 Beban Keluarga: Perasaan


keluarga memiliki anggota keluarga gangguan jiwa

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

95

Tema 7: Respon Kehilangan

Fase menyangkal

Berduka dengan fase menyangkal pada keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa disampaikan oleh partisipan tujuh yang dijelaskan dalam

transkrip sebagai berikut:

“...Kok punya anak sakit gini (menangis) gitu loh apa yang terjadi?. .. ” (P7)

“...Kok sampe terjadi masyaAllah (berkaca-kaca). ” (P7)

Fase marah

Respon kehilangan pada fase selanjutnya adalah marah terhadap kondisi

anggota keluarga gangguan jiwa disampaikan oleh partisipan tiga yang dijelaskan

dalam transkrip wawancara di bawah ini:

“ ...Tapi kan kadang-kadang kan kita juga emosi toh mbak. Iku kan, kadanan nek

dikasih tau terus, jawaaab teruss. ” (P3)

Fase menawar

Respon kehilangan pada fase selanjutnya adalah menawar terhadap

kondisi anggota keluarga gangguan jiwa disampaikan oleh partisipan tiga, lima,

enam dan tujuh yang dijelaskan dalam transkrip wawancara di bawah ini:

“....Gak tak parani lagi yoo orang tuane awak e dewe nek itu yoo nggak keluar

awak e dewe wes gitu tok...” (P3)

“....Ya semua dari Allah ya toh, Cuma kita kok sampek terjadi anak saya sakit

gini gitu (menangis)...” (L5)

“...saya sendiri kan juga punya adek kandung yang seperti itu,, jadi ya nggak

papa.. saya pikir yaa,, wes diterima (sambil tegak dan tertawa).. gimana lagi,

memang...” (L6)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

96

“...Tapi kembali lagi kepada ee ya kekuasaan Tuhan bahwa bukan kehendak kita,

ya maunya kita sih maunya semua mulus...” (P7)

Fase depresi

Respon kehilangan pada fase selanjutnya adalah depresi terhadap kondisi

anggota keluarga gangguan jiwa disampaikan oleh partisipan dua, tiga, dan enam

yang dijelaskan dalam transkrip wawancara sebagai berikut:

“......seng kulo kerasani ati kulo kok dike‟i penderitaan o‟ sa‟mono abote...” (P2)

“ .....kan seperti terbebani kan, seperti ke sini, ke sini kan orang kan mikir e seng

situk e ninggalno anak e kabeh. . ” (P3)

“.....kalo kaya gini anak saya sakit seumur hidup, buat apa saya hidup? Saya

gitu. ” (L6)

Fase menerima

Respon kehilangan pada fase menerima atas kondisi anggota keluarga

gangguan jiwa disampaikan oleh partisipan satu, enam dan tujuh yang dijelaskan

dalam transkrip wawancara sebagai berikut:

“... lah iki Puji Tuhan ya, aku isek bisa kerja, dikasi Tuhan sehat (tangan kiri ke

dada), bisa apa ngurus anak ... “ (P1)

“ ...Kita terima terima aja. ........... ” (L6)

“ ......... semua saya serahkan semua ke Tuhan ya, semua itu mungkin ya rencana

Tuhan ya (wajah pasrah). ...... ” (P7)

Tema 8: Beban Keluarga

Beban keluarga yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sub tema beban subyektif yaitu kategori finansial

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

97

yang disampaikan oleh partisipan satu, dua, empat, dan lima melalui transkrip

wawancara berikut:

“......mangkae yowes minta uang yo tak kasih, semua bilang jangan dikasih yo

kumat terus tambah nemen, ya wong dia keinginan e gitu...” (P1)

“...rokok e nem pak loh sedino sewengi. Aku sampek gudu nangis. Gak ono seng

mergawe (nada rendah) .... ” (P2)

“.saya ditinggal suami saya tanpa ditinggali pensiun. Gitu (sambil berbisik. ”

(P4)

“.... .... ..... .... Korban ya uang wess. ......... ” (L5)

Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, dengan kategori takut yang

disampaikan oleh partisipan dua melalui transkrip wawancara berikut:

“......Mboten waniii sak itik itik o. Niki aku gak wani guyon, nek omong-omong

sak karepe iyo iyo iyo cung iyo cung....” (P2)

“.......Mangkakno kulo mboten wani ngeloroi, sak itik-itik e, yowis tak sabari

engkuk nek ngamuk kulo mendel. .. ” (P2)

Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, dengan kategori sedih yang

disampaikan oleh partisipan dua dan delapan melalui transkrip wawancara

berikut:

“...kulo nggeh sedih mawon. Sediiih mawon.. piye toh kok mboten sedih..” (P2)

“....aduh mbaak,, sedih seru mbak aku iki. Opo maneh aku iki, wedok, anak

wedok.. ya Allah. .... ” (P8)

Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, dengan kategori menderita

yang disampaikan oleh partisipan dua, lima dan delapan yang dijelaskan dalam

transkrip wawancara berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

98

“.......ya Allah mbak, niku loh mbak ati kulo ngenes mbak. Saiki aku kelingan.

Seng kapundut niku bade diantem watu niku. .. ” (P2)

“..... .... ... ... tapi orang tua kan,, orang tua sakit .. ” (L5)

“...mbuatin seru mbak ....... “ (P8)

Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, dengan kategori kecewa

yang disampaikan oleh partisipan tujuh yang dijelaskan dalam transkrip

wawancara berikut:

“.......secara manusia saya kecewa, kecewa sekal ...bagaimana saya rasa jerih

payah saya bekerja rasanyaa cuapeek sekali gitu loh mbak ya. . ” (P7)

Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, dengan kategori jengkel

yang disampaikan oleh partisipan tujuh yang dijelaskan dalam transkrip

wawancara berikut:

“....saya yang down saya jengkel, saya gimana gitu loh. ” (P7)

Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, dengan kategori khawatir

yang disampaikan oleh partisipan dua dan lima yang dijelaskan dalam transkrip

wawancara berikut:

“....loh seng tak wedeni kan ngono, engkuk gek maksa-maksa, iyo nek pas gak

ndue bojo. Wes tau ndue bojo. Engkuk gek maksa-maksa merkosa, kan wedi aku

mbak ” (P2)

“..... kalo perasaan sedih sih ndak, Cuma khawatir aja. . ” (L5)

Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, dengan kategori malu yang

disampaikan oleh partisipan tiga, lima dan enam melalui transkrip wawancara

berikut:

“....yahh.. nek dibilang malu yo malu. ....... ” (P3)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

99

“....Malu, orang tua e gitu.. kepala sekolah. .. ” (L5)

“.....Namanya manusia kalo keadaan keluarga ya malunya juga malu..” (L6)

4.3.3 Aspek-aspek Stigma

1. Pandangan & perlakuan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa

Pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap anggota keluarga gangguan

jiwa didapatkan tiga tema, yaitu respon masyarakat, penyesuaian diri masyarakat

dan stigma masyarakat. Pada respon masyarakat terdiri dari sub tema respon

masyarakat positif yang meliputi menyadari, afeksi, perhatian dan didukung.

sedangkan sub tema respon masyarakat negatif terdapat dua kategori yaitu fisik,

dan musuh. Pada tema penyesuaian diri masyarakat memiliki dua kategori yaitu

adaptif dan maladaptif. Sedangkan pada tema stigma masyarakat ditemukan

empat kategori yaitu menghindari, menghina, penyakit turunan, dan meremehkan.

Sebanyak empat partisipan mengungkapkan respon masyarakat positif terhadap

penderita atau anggota keluarga gangguan jiwa, sedangkan dua partisipan

menyatakan respon negatif terhadap penderita atau anggota keluarga gangguan

jiwa. Pada tema penyesuaian diri didapatkan kategori adaptif dengan dinyatakan

oleh dua partisipan, dua partisipan juga mengungkapkan penyesuaian diri dengan

maladaptif terhadap anggota keluarga gangguan jiwa. Sedangkan pada tema

stigma masyarakat didapatkan satu partisipan yang mengungkapkan bahwa

anggota keluarga gangguan jiwa dihindari oleh masyarakat. Tiga partisipan

mengatakan penderita gangguan jiwa atau anggota keluarga gangguan jiwa sering

dihina, satu partisipan mengungkapkan gangguan jiwa adalah keturunan dan satu

partisipan mengungkapkan anggota keluarga gangguan jiwa sering diremehkan di

masyarakat.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

100

Menyadari

Afeksi
Positif
Tujuan khusus 2
Perhatian
Aspek- aspek Tema 9:
Stigma Respon masyarakat
Didukung

Negatif Dijadikan
Pandangan & musuh
perlakuan
masyarakat terhadap
penderita gangguan
jiwa Tema 10: Adaptif
Penyesuaian diri
Masyarakat
Maladaptif

Menghindar
Tema 11:
Stigma masyarakat
Menghina

Penyakit turunan

Meremehkan

Gambar 4.4 Tema 9 Respon Masyarakat, Tema 10 Penyesuaian Diri


Masyarakat,Tema 11 Stigma Masyarakat: Pandangan dan
Perilaku Masyarakat terhadap Penderita Gangguan Jiwa

Tema 9: Respon Masyarakat

Respon masyarakat terhadap anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan

dua sub tema yaitu positif dan negatif. Respon masyarakat positif diantaranya

menyadari, afeksi, perhatian, dan didukung. Sedangkan respon negatif dengan

kategori fisik dan musuh.

Respon positif masyarakat terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan kategori menyadari yang disampaikan partisipan tujuh melalui

transkrip wawancara berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

101

“...pandangan masyarakat ini menyadari kan anak ini dari dulu anaknya sopaan,

ramah, sosial sekali sama orang. .. ” (P7)

Respon positif masyarakat terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan kategori afeksi yang disampaikan partisipan dua melalui transkrip

wawancara berikut:

“.....Tapi tiyang-tiyang sae sedoyo. Sae, sae ne niku kadang-kadang, “wan.. “ “eh

yoo” nyauri ngoten. .” (P2)

Respon positif masyarakat terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan kategori perhatian yang disampaikan partisipan delapan melalui

transkrip wawancara berikut:

“ ...ndelok ibu, urip dewe, nah pandangan e tetangga iku ngene, karepe kongkon

nambakno, suruh ngobati. .. ” (P8)

Respon positif masyarakat terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan kategori didukung yang disampaikan partisipan tujuh dijelaskan

dengan transkrip wawancara di bawah ini:

“.....ndak ada pandangan buruk. Malah didukung masyarakat. ..” (P7)

Respon negatif masyarakat terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan kategori dijadikan musuh yang disampaikan partisipan dua dijelaskan

dengan transkrip wawancara di bawah ini:

“....Nggeh toh piyambak e (anggota keluarga gangguan jiwa) nek metu saitik

tantangan. Ambek wong dianuni, ngepruk ngoten iku. diapakne ki jenenge,

diparani tiyang kathah. pentungi. ” (P2)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

102

“....Dadi piyambak e (tetangga) niku coro anune piyambak e (tetangga) bento

dendam kale meriku (anggota keluarga gangguan jiwa)... terus namine Tonggo

niku nggeh mau. Musuhe iku namine Mono (tetangga)...” (P2)

Tema 10: Penyesuaian Diri Masyarakat

Pada penyesuain diri perlakuan dan perilaku masyarakat terhadap anggota

keluarga gangguan jiwa didapatkan dua kategori, yaitu adaptif dan maladaptif.

Kategori adaptif ini disampaikan oleh partisipan satu dan lima melalui transkrip

wawancara berikut:

“......nek kate kumat, wes rokokan ae, jalan iku wes nunduuuk ae wes gak tolah

toleh, orang-orang itu pada tau kalau kumat e dewe ngono...” (P1)

“....mungkin sudah biasa (ketawa),, soale di tiap kampung,, itu kan bukan

sendiri,, pasti ada yang lain,, yang sakit gini ... ” (L5)

Pada penyesuain diri perlakuan dan perilaku masyarakat terhadap anggota

keluarga gangguan jiwa didapatkan kategori maladaptif yang disampaikan oleh

partisipan dua dan empat melalui transkrip wawancara berikut:

“ ...diginikan sama kenalan gitu, diginikan “loh wong poso-poso e tukuuu roti?”

gitu padahal ndak beli roti. Lah itu dibawa ... Loh kan dibawa iku

tersinggungnya. .. (P2)

“....Dikejar.. mboten ngertos beto nopo beto nopo mboten ngertos. Cuma

merikine kok darah-darah, mpun roja-roja, dijotosi (pegang mata) mbuh

dinapaaken. ” (P4)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

103

Tema 11: Stigma Masyarakat

Stigma masyarakat yang didapatkan oleh anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan beberapa kategori, diantaranya adalah menghindari seperti yang

disampaikan oleh partispan lima melalui transkrip wawancara berikut:

“....Kalo sama yang sakit ya jelas dihindari, kadang kan bau, risih. ... ” (L5)

Stigma masyarakat yang didapatkan oleh anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan beberapa kategori, diantaranya adalah menghina yang disampaikan

oleh partispan empat, lima dan delapan melalui transkrip wawancara berikut:

“...yah wes biasa gitu, ndak gini, kadang-kadang diolok-olokan orang. ...... ” (P4)

“ ..kalo yang tidak menyadari ya kadang ya kalo mengolok sih gak pernah, Cuma

di belakang ngomel. .. ” (L5)

“...lah anak-anak kecil lak sering, nggak, sering nggojloki ibuk, kayak gila-

gila. ..” (P8)

Stigma masyarakat yang didapatkan oleh anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan beberapa kategori, diantaranya adalah anggota keluarga gangguan jiwa

merupakan penyakit keturunan yang disampaikan oleh partispan lima melalui

transkrip wawancara berikut:

“...kalo stigma masyarakat ya terserah orang-orang, ya terserah anu,, ya ada

yang bilang turunan mbak ya. .. ” (L5)

Stigma masyarakat yang didapatkan oleh anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan beberapa kategori, diantaranya adalah meremehkan anggota keluarga

gangguan jiwa yang disampaikan oleh partispan satu melalui transkrip wawancara

berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

104

“....Apa-apa itu lek kayak gak dianggep kayak gak, diremehno kayak disalahno

apa padahal de‟e iku kan mampu, ngerti (tangan kiri menunjuk)...” (P1)

2. Perlakuan masyarakat ke keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa

Perlakuan masyarakat terhadap keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa didapatkan dua tema, yaitu stigma keluarga oleh masyarakat dan

sikap masyarakat ke keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa.

Pada stigma keluarga oleh masyarakat terdiri dari sub tema respon masyarakat

masyarakat ke keluarga yang meliputi kategori menyalahkan, menghina, dijauhi,

tidak menghargai, tidak suka, membicarakan di belakang. Sedangkan pada sub

tema respon keluarga meliputi kategori malu dan membatasi hubungan sosial.

Tema selanjutnya adalah sikap masyarakat ke keluarga yang terdiri dari sub tema

positif dan negatif. Sub tema sikap masyarakat positif dengan kategori kasihan,

memaklumi, tidak dibenci, prasangka, dan perhatian. Sedangkan pada sub tema

sikap masyarakat yang negatif meliputi kategori tidak peduli, menjadikan jera,

marah, lelah, apatis, dan tidak suka.

Satu partisipan menyatakan menyalahkan bahwa masyarakat menyalahkan

keluarga yang mengambil keputusan yang salah, satu partisipan menyatakan

masyarakat ada yang menghina keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa, satu partisipan mengungkapkan bahwa masyarakat tidak

menghargai keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa, satu

partisipan menyatakan bahwa keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan

jiwa dijauhi oleh masyarakat, satu partisipan mengungkapkan bahwa masyarakat

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

105

tidak suka terhadap keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa, satu

partisipan menyatakan bahwa keluarga mendapatkan omongan buruk di belakang.

Sedangkan respon keluarga dengan kategori malu yang dinyatakan oleh

dua partisipan bahwa keluarga merasa malu memiliki anggota keluarga gangguan

jiwa, dan satu partisipan mengungkapkan bahwa ia membatasi hubungan

sosialnya dengan masyarakat.

Sikap positif masyarakat ke keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa dinyatakan oleh sebanyak lima partisipan, sedangkan empat

partisipan menyatakan bahwa masyarakat bersikap negatif ke keluarga yang

memiliki anggota keluarga gangguan jiwa.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

106

Menyalahkan

Menghina
Respon
masyarakat ke Tidak
keluarga menghargai

Tema 12: Dijauhi


Tujuan khusus 2 Stigma keluarga
Aspek- aspek oleh masyarakat Tidak suka
Stigma
Membicarakan
orang lain di
belakang
Perlakuan
masyarakat ke Malu
keluarga yang Respon
memiliki anggota keluarga
Hubungan
keluarga gangguan
sosial
jiwa terbatas

Kasihan

Memaklumi
Positif
Tidak benci

Tema 13:
Sikap masyarakat Prasangka
ke keluarga
Perhatian

Tidak Peduli

Menjadikan jera

Negatif Marah

Lelah

Apatis

Tidak suka

Gambar 4.5 Tema 12 Stigma keluarga oleh masyarakat, dan Tema 13 Sikap
masyarakat ke keluarga: perlakuan masyarakat ke keluarga yang
memiliki anggota kelurga gangguan jiwa

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

107

Tema 12: Stigma Keluarga oleh Masyarakat

Perlakuan masyarakat ke keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa mendapatkan tema stigma keluarga oleh masyarakat yang mana

didapatkan dua sub tema yaitu respon masyarakat ke keluarga dan respon

keluarga. Pada sub tema respon masyarakat ke keluarga didapatkan beberapa

kategori diantaranya menyalahkan, menghina, tidak menghargai, dijauhi, tidak

suka dan membicarakan orang lain di belakang. Sedangkan sub tema respon

keluarga didapatkan kategori malu dan membatasi hubungan sosial.

Respon masyarakat

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon masyarakat

kategori menyalahkan dinyatakan oleh partisipan satu melalui transkrip

wawancara berikut:

“....... ya itu aku ya itu wes kesalahan disalahno sama saudara-saudara sama

temen-temen, “kamu memange salahmu, arek durung kerjo gurung kuliah sekolah

gurung mari kok ngerabino, gak kuat (menggelengkan kepala) pikirane iku

gurung waktue, nanggung beban. ” (P1)

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon masyarakat

kategori menghina dinyatakan oleh partisipan lima melalui transkrip wawancara

berikut:

“.......kadang-kadang lewat gitu ...duduk gitu tau-tau itu (keluarga) dikasih

tetangga makanan basi gitu. .. itu orang tua kan sakit .. ” (L5)

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon masyarakat

kategori tidak menghargai dinyatakan oleh partisipan delapan melalui transkrip

wawancara berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

108

“ ...kalo saya sapa itu “mbak..” gak ada respon e ngono loh mbak.. mek mensem

tok biasa wes mari ngono. . ” (P8)

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon masyarakat

kategori dijauhi masyarakat disampaikan oleh partisipan satu melalui transkrip

wawancara berikut:

“...... mangkae saudara-saudaraku tuh ndak mau semua deket sama saya ....” (P1)

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon masyarakat

kategori tidak suka disampaikan oleh partisipan delapan melalui transkrip

wawancara berikut:

“....dadi gak seneng saya toh,, ada yang nggak suka...”.“....iya beda ya

pandangannya, jarang nyapa...” (P8)

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon masyarakat

kategori membicarakan orang di belakang disampaikan oleh partisipan lima

melalui transkrip wawancara berikut:

“...kalo yang tidak menyadari ya kadang ya kalo mengolok sih gak pernah.. cuma

di belakang itu ngomel. ”

“....stigma masyarakat juga muncul (tangan menunjuk),, “adek e kok gak di..”.

padahal nggak tahu,, Cuma sekedar ngomong. . ” (L5)

Respon keluarga

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon keluarga

kategori malu disampaikan oleh partisipan lima dan delapan melalui transkrip

wawancara berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

109

“ ...secara moral malu ya ada (nunduk) tapi balik lagi tergantung orangnya kuat

apa ndak ya,, kalo istri kuat,, orang tua perempuan kuat,, orang tua laki-laki ndak

kuat (ketawa) .. ”

“.....adek yang perempuan ya, yang belum kawin,, kadang-kadang kan secara

mental e pacaran, maen ke rumah.. punya family beban moral juga. .. ” (L5)

“ ..setiap pagi kan ibu ganggu orang,, jadi saya itu sungkannya itu banyak sama

tetangga saya itu. . ” (P8)

Stigma keluarga oleh masyarakat dengan sub tema respon keluarga

kategori hubungan sosial terbatas disampaikan oleh partisipan delapan melalui

transkrip wawancara di bawah ini:

“....jadi kalo saya pengen ngomong, tapi kok ealah mbuh aras-arasen

ngomong. . ” (P8)

Tema 13: Sikap Masyarakat ke Keluarga

Sikap masyarakat ke keluarga terdapat dua sub tema positif dan negatif.

Sikap positif masyarakat

Sub tema positif pada sikap masyarakat ke keluarga gangguan jiwa yaitu kategori

kasihan dijelaskan partisipan dua, tiga, enam dan delapan melalui transkrip

wawancara sebagai berikut:

“....Eh, nggeh sedoyo saake...” (P2)

“ ...Yah kasihan, yah kasihan ibu saya, yoo kasihan anak-anaknya, yang kok gak

bar-bar. . ” (P3)

“ ..... Semua itu ya kasihan ya, ko bisa gini kok bisa gini...Semua kasihan sama

saya. ” (L6)

“.....yang seneng kalo lihat saya itu kasihan, kasihan saya. . ” (P8)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

110

Sikap positif masyarakat ke keluarga dengan kategori memaklumi

dijelaskan partisipan tiga melalui transkrip wawancara sebagai berikut:

“....ndak papa, biasa. Tetangga saya sudah memaklumi (tersenyum)...” (P3)

Sikap positif masyarakat ke keluarga dengan kategori tidak dibenci

dijelaskan partisipan enam melalui transkrip wawancara sebagai berikut:

“....ndak ada yang benci sama saya...” (L6)

Sikap positif masyarakat ke keluarga dengan kategori prasangka dijelaskan

partisipan tiga melalui transkrip wawancara berikut:

“...ya ndak tahu. Dia tuh sudah ndak gunjingkan saya, yaa ndak ngomong-

ngomong soal lain...” (P3)

Sikap positif masyarakat ke keluarga dengan kategori perhatian dijelaskan

partisipan empat dan enam melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“...Yaa Cuma ditanya aja, nangndi kok suwe gak ketok rek. Gitu. Biasa. Mondok

ta? Iyaa.. oh yowes gapopo. Gitu. .. ” (P4)

“...saya kadang-kadang ngasih apa gitu, kadang termasuk uang untuk transport

kemana. ” (P6).

Sikap negatif masyarakat

Sikap masyarakat ke keluarga sub tema negatif dengan kategori tidak

peduli dijelaskan partisipan dua dan lima melalui transkrip wawancara di bawah

ini:

“....Ngerawat niku nak sakite, nek saiki dulur mboten perduli sedoyo...” (P2)

“....saudara, saudara kadang-kadang kalo hal semacam ini, Cuma status,, iya

hanya status saudara.. kalo dapat semacam ini, ngurus ini sana sini

“wowoowow..” alasanee...” (L5)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

111

Sikap negatif masyarakat ke keluarga dengan kategori menjadikan jera

dijelaskan partisipan lima melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“....ada yang coro jowone nyukurno...” (L5)

Sikap negatif masyarakat ke keluarga dengan kategori marah dijelaskan

partisipan delapan melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“ ...nah obatono ibumu iku,, ngunu marah-marah..” (P8)

Sikap negatif masyarakat ke keluarga dengan kategori lelah dijelaskan

partisipan delapan melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“....yo kesel (dengan keluarga) .. ” (P8)

Sikap negatif masyarakat ke keluarga dengan kategori apatis dijelaskan

partisipan delapan melalui transkrip wawancara di bawah ini:

“ .....pas ketemu saya itu cuek, ya kayak seneng gitu, iya saya bukan su‟udzon seh,

gimana ya. . ” (P8)

Sikap negatif masyarakat ke keluarga dengan kategori tidak suka

dijelaskan partisipan delapan melalui transkrip wawancara berikut:

“....ada yang nggak suka .. ” (P8)

4.3.4 Dampak yang dirasakan keluarga yang memiliki anggota keluarga

dengan gangguan jiwa

Dampak yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa didapatkan lima tema, yaitu beban keluarga, keretakan hubungan

keluarga, gangguan aktifitas keluarga, status kesehatan keluarga, dan hubungan

sosial.

Pada tema beban keluarga terdapat beberapa sub tema diantaranya beban

obyektif dan beban subyektif. Beban obyektif terdiri dari beban fisik, beban

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

112

finansial dan beban waktu. Lima partisipan menyatakan bahwa merasakan beban

fisik, empat partisipan mengatakan anggota keluarga mengalami beban finansial,

dan dua partisipan menyatakan beban waktu dalam merawat naggota keluarga

gangguan jiwa. Sub tema selanjutnya adalah beban subyektif, yang terdiri dari

kategori beban psikologis, beban pikiran dan beban moral. Enam partisipan

mengungkapkan bahwa merasakan beban psikologis, lima partisipan yang

memiliki anggota keluarga gangguan jiwa menyatakan beban pikiran, dan beban

moral dinyatakan oleh satu partisipan.

Tema keretakan hubungan ini didapatkan tiga kategori yaitu perceraian,

meninggal dan minggat. Tema selanjutnya adalah gangguan aktifitas keluarga

didapatkan dua kategori yaitu keteteran dan membolos kerja. Tema selanjutnya

adalah status kesehatan keluarga juga didapatkan dua kategori yaitu penurunan

status kesehatan fisik dan timbul penyakit. Selanjutnya, tema hubungan sosial,

didapatkan dua kategori yaitu jarang disapa dan malu.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Beban fisik Lelah fisik 113

Kekerasan fisik

Beban Beban waktu Mengorbankan waku


Obyektif
Tidak bekerja
Beban finansial
Penggunaan uang

Tidak kuat mental


Beban
Sedih
psikologis
Tema 14: Bingung
Beban keluarga
Kurang sabar
Tujuan khusus 3 Beban
Marah
Subyektif
Menyesal

Beban pikiran Stress


Dampak yang dirasakan
keluarga yang memiliki
anggota keluarga dengan Beban moral Malu
gangguan jiwa Perceraian
Tema 15:
Keretakan hubungan Meninggal
Tema 16 Keteteran
Gangguan aktifitas keluarga Minggat
keluarga Membolos kerja

Tema 17:
Penurunan fisik
Status kesehatan
Tema 18: Jarang disapa
keluarga Timbul penyakit
Hubungan sosial
dijauhi

Gambar 4.6 Tema 14 Beban Keluarga, Tema 15 Keretakan Hubungan Keluarga, Tema 16 Gangguan Aktivitas Keluarga, Tema 17
Status Kesehatan Keluarga, dan Tema 18 Hubungan Sosial: Dampak yang dirasakan keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

114

Tema 14: Beban Keluarga

Dampak yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa mendapatkan tema beban keluarga, yang terdiri dari dua sub tema

yaitu beban obyektif dan beban subyektif. Beban obyektif terdiri dari kategori

beban fisik, beban finansial, beban waktu, sedangkan beban subyektif terdiri dari

kategori beban pikiran, beban psikologis, dan beban moral.

Beban obyektif

Pada kategori beban obyektif didapatkan diantaranya beban fisik yang

terdiri dari lelah fisik yang diungkapkan oleh partisipan satu dan delapan dalam

transkrip wawancara berikut:

“ ....sekarang aja ya masih bisa tapi, terasa wes capek wes ini mikir itu juga ndak

secepat dulu-dulu. .. ” (P1)

“...pulang kerja ke duduk, terus dapat setengah hari ke sini, ke sidayu.. jadi kan

awak pegel kabeh, terus duwek barang yo.. pegel awak iyooo. ” (P8)

Pada kategori beban fisik didapatkan diantaranya kekerasan fisik yang

diungkapkan oleh partisipan dua, tiga dan empat dalam transkrip wawancara

berikut:

“...Ngantek rong tahun lorone. Gak iso opo-opo mbahe. Nggeh mbahe enggeh

seng disaduk, ngantek rong tahun. Ya Allah (ngelus dada) (kakek)..”

“....ojo-ojo mbok jotos, aku ojo mbok jotos aku ibu ojo mbok jotos” (tangan

menutup kepala) sampek anu ya Allah (merintih) .. ” (P2)

“.....adek saya kan dipukul bapak itu .... sampek tangannya sobek jahitan kan,

dipukul pakek kayu ... (anak)...” Punya istrinya dipukuli sampek buta. Ibu saya

kan buta. ” (P3)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

115

“....saya sudah dipukul (kedua tangan mengepal) dua kali... ..... . Terus saya

sampek lali, kalo keluar saya minta tolong sama orang, habis saya dipukuli lagi.

Dikuejar e mbak ” (P4)

Pada sub tema beban obyektif didapatkan kategori beban waktu yaitu

mengrobankan waktu yang disampaikan oleh partisipan tiga dan lima dalam

transkrip wawancara berikut:

“...Terus saya kan posisi ngerawat bapak jadi kan kita dibagi. Waktunya juga....

.... Jadi kan yo bingung toh mbak seperti ini .. ” (P3)

“...saya nunggu di sini, terus pengurusan di rumah... termasuk korban waktu

lah..” (L5)

Pada sub tema beban obyektif didapatkan kategori beban finansial

didapatkan diantaranya tidak bekerja yang disampaikan oleh partisipan dua dalam

transkrip wawancara berikut:

“....ojo rokok an, ojo ngono” rokok e nem pak loh sedino sewengi. Aku sampek

gudu nangis. Gak ono seng mergawe (nada rendah)... . mboten wonten seng

merdamel. ” (P2)

Pada kategori beban finansial didapatkan diantaranya penggunaan uang

yang disampaikan oleh partisipan dua, empat, lima dan delapan melalui transkrip

wawancara di bawah ini:

“....buk rokok buk” (tangan mencontohkan seperti orang merokok) ya Allah

(mengelus dada) aku ngantek melayu-melayu. Utang-utang ngoten niku..” (P2)

“ ..waktu saya itu untuk uang, soalnya saya ditinggal suami saya tanpa ditinggali

pensiun. Gitu (sambil berbisik) .. ” (P4)

“ ...seperti juga, masalah keuangan gitu,,” (P5)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

116

“...ya uang wess.. semuanya...” (P8)

Beban subyektif

Pada sub tema beban subyektif terdiri dari beban psikologis didapatkan

diantaranya tidak kuat mental yang diungkapkan oleh partisipan lima dalam

transkrip wawancara berikut:

“...bapak e meninggal bukan karena anu, tapi pusing,, kan nggak kuat mental

kan. .. ” (L5)

Pada kategori beban psikologis didapatkan diantaranya sedih yang

diungkapkan oleh partisipan dua, tiga, enam, tujuh dan delapan dalam transkrip

wawancara berikut:

“...kulo nggeh sedih mawon. Sediiih mawon.. piye toh kok mboten sedih. ” (P2)

“....Sopo neng seng tak jaluki tulung iki sopo, ni kan bingung mbak (sedih

menahan tangis) yaudah itu ae. Hehe (senyum sedih) .. ” (P3)

“ ..Semua merasakan kesedihan (tangan ditaruh di lutut), sampek terjadi sampek

terjadi gitu loh anak saya kan mengecewakan (mengangguk). ” (L6)

“....ya perasaan sedih, aku sedih kecewa ya (menunduk), semua saya serahkan

semua ke Tuhan ya, semua itu mungkin ya rencana Tuhan ya (wajah pasrah) .. ”

(P7)

“...aduh mbaak,, sedih seru mbak aku iki. Opo maneh aku iki, wedok, anak

wedok.. ya Allah.. mbuatin seru mbak..” (P8)

Pada kategori beban pikiran didapatkan stress yang disampaikan oleh

partisipan dua, tiga, empat, lima, enam, dan delapan melalui transkrip wawancara

berikut:

“...Mikir mboten wani omong. Tur mikir tok segalane. . ” (P2)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

117

“...Posisinya kan kasihan toh mbak, tua-tua semua gitu loh. Kalo saya, lah

kadang-kadang adek saya yang kesana. Terus saya kan posisi ngerawat bapak

jadi kan kita dibagi...”

“....sini itu kan dicabang (nada meninggi) toh uteke, ngono loh mbak.. bar

masalah iki genti nutuke masalah iki...” (P3)

“ mikir namanya anak,, mikir kok punya anak yang punya penyakit gini, sampe

meninggal juga kepala sekolah atau ayahnya itu. ” (L5)

“....si Junaidi Abdillah ini mungkin dendamnya masalahnya ini ndak bisa

meneruskan. Sekarangpun masih ingat juga marah. Sampai sekarang waah.. jadi

nggak menyadari kalau bapak itu ndak kerja, ndak punya penghasilan. ” (L6)

“.... ... awak pegel mikir, ibu ngono pisan, tak amuk i pisan mbak ” (P8)

Pada kategori beban moral didapatkan malu yang disampaikan oleh

partisipan lima dalam transkrip wawancara berikut:

“....adek yang perempuan ya, yang belum kawin,, kadang-kadang kan secara

mental e pacaran, maen ke rumah.. punya family beban moral juga. ” (L5)

Tema 15: Keretakan Hubungan Keluarga

Dampak yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa mendapatkan tema keretakan hubungan keluarga, yang terdiri dari

perceraian, meninggal dan minggat dari rumah.

Dampak yang dirasakan keluarga dengan perceraian yang disampaikan

oleh partisipan tiga dijelaskan dalam transkrip wawancara di bawah ini:

“....Terus akhire kan ibu saya pisahne dari bapak wes berakhir, takute ibu

dibunuh toh mbak. Kan orang gila itu seperti itu kan gak sadar apa seng

dilakukan ndak sadar. ” (P3)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

118

Pada kategori keluarga yang ditinggal meninggal akibat stress

disampaikan oleh partisipan limadijelaskan dalam transkrip wawancara di bawah

ini:

“......meninggal e bukan karena anu, tapi pusing,, kan nggak kuat mental kan..”

(L5)

Pada kategori keluarga yang ditinggal minggat akibat perlakuan anggota

keluarga gangguan jiwa kepada keluarganya disampaikan oleh partisipan dua

dijelaskan dalam transkrip wawancara di bawah ini:

“....minggat mbahe kakung (bapak) kesah, dadi anu kesah sedoyo...” (P2)

“... ayah saya sudah ndak tinggal sama ibu, wong nggak mau nang, ayah saya

nggak mau ya wong ibu saya nggak mau nang...” (P8)

Tema 16: Gangguan Aktifitas Keluarga

Dampak yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa mendapatkan tema gangguan aktifitas keluarga dengan kategori

keteteran dan membolos kerja.

Dampak yang dirasakan keluarga pada kategori keteteran disampaikan

partisipan tiga dan empat yang dijelaskan melalui transkrip wawancara berikut:

“...dampak e yo keluarga, hehehe (ketawa) dampak e keluarga keteteran semua.

Iyaa ndak ada seng kerja, ini ngurus anak di rumah ini juga ibu rumah tangga...”

(P3)

“....yah mengganggu, ini pun mengganggu saya besok minggu itu, punya itu

punya saya dipesenin orang 150. ... terima pesanan kue..” (P4)

Dampak yang dirasakan keluarga pada kategori membolos kerja

disampaikan partisipan lima yang dijelaskan melalui transkrip wawancara berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

119

“...dampak e opo toh, ya seperti butuh pengorbanan.. iya perlu untuk kerja gini,,

harus bolos,, saya nunggu di sini...” (L5)

Tema 17: Status Kesehatan Keluarga

Dampak yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa mendapatkan tema status kesehatan keluarga dengan kategori

penurunan fisik dan timbul penyakit.

Dampak yang dirasakan keluarga pada kategori penurunan fisik

disampaikan partisipan satu yang dijelaskan melalui transkrip wawancara berikut:

“...Kalo sekarang ya saya sudah usia segitu ya 61 kan udah rasae itu

kemampuan, kekuatan ya sudah lain ndak seperti dulu...” (P1)

Dampak yang dirasakan keluarga pada kategori timbul penyakit

disampaikan partisipan empat yang dijelaskan melalui transkrip wawancara

berikut:

“...yah ini, saya sakit jantung.... .... ada kalo ga 1 tahun. Jantung saya lemah..”

(P4)

Tema 18: Hubungan Sosial

Dampak yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa mendapatkan tema hubungan sosial dengan kategori jarang disapa

dan dijauhi.

Dampak yang dirasakan keluarga pada kategori jarang disapa disampaikan

partisipan delapan yang dijelaskan melalui transkrip wawancara berikut:

“ ....kalo saya sapa itu “mbak..” gak ada respon e ngono loh mbak.. mek mensem

tok biasa wes mari ngono..” .... Iya beda pandangannya, jarang nyapa..” (P8)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

120

Dampak yang dirasakan keluarga pada kategori dijauhi disampaikan

partisipan satu yang dijelaskan melalui transkrip wawancara berikut:

“......mangkae saudara-saudaraku tuh ndak mau semua deket sama saya ...” (P1)

4.3.5 Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan

lima tema yaitu kesembuhan, menjalankan peran, tetap merawat,

keyakinan/agama dan mewujudkan keinginan.

Sebanyak lima partisipan memiliki harapan kesembuhan untuk anggota

keluarga gangguan jiwa, satu partisipan mengungkapkan ingin menjalankan peran

untuk dirinya bisa bekerja dan anaknya dapat menjalankan peran dalam

keluarganya, tiga partisipan menyebutkan harapan terhadap anggota keluarga bisa

tetap merawat anggota keluarga gangguan jiwa sampai kapanpun, tiga partisipan

mengungkapkan dalam keyakinan nya ingin meningkatkan kebutuhan spiritual

anggota keluarga gangguan jiwa dan mewujudkan keinginan dapat tinggal

bersama dengan anggota keluarga gangguan jiwa dan dapat bekerja membiayai

keluarganya.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

121

Kembali ke
semula
Tema 19:
Kesembuhan
Tidak mengganggu
warga

Dapat bekerja
Tema 20:
Menjalankan
peran
Tujuan khusus 4 Anak sulung

Keluarga diberi
Harapan keluarga umur panjang
terhadap anggota Tema 21:
keluarga gangguan Tetap merawat
jiwa
Merawat dengan baik

Kebutuhan spiritual
Tema 22:
Keyakinan/
agama
Berdoa

Tinggal bersama
Tema 23:
Mewujudkan
keinginan
Rencana bekerja

Gambar 4.7 Tema 19 Kesembuhan, Tema 20 Menjalankan Peran, Tema 21 Tetap


Merawat, Tema 22 Keyakinan/agama, dan Tema 23 Mewujudkan
Keinginan: harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan
jiwa

Tema 19. Kesembuhan

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan

tema kesembuhan dengan kategori kembali ke semula dan tidak mengganggu

warga.

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa pada kategori

kembali ke semula atau normal disampaikan partisipan tiga, empat, tujuh, dan

delapan yang dijelaskan melalui transkrip wawancara berikut:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

122

“....Ya harapanku (senyum, kaki diluruskan) iku de‟e iku isa normal sembuh

seperti kita ya, kan gitu. .. ” (P3)

“....yah saya berdoa semoga dia bisa kembali ke masyarakat seperti dulu

(berkaca-kaca, mau menangis), gitu aja ndak ada lain-lain kok mbak .. ” (P4)

“....mudah-mudahan saat ini dia bisa sadar, sadar sepenuhnya dari hatinya ya

toh. ” (P7)

“....saya harapan saya itu mbak ya (berkaca-kaca),, saya pengen ibu itu

sembuh. .” (P8)

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa pada kategori

tidak mengganggu warga disampaikan partisipan delapan yang dijelaskan melalui

transkrip wawancara berikut:

“......nggak ganggu orang (senyum tertawa) saya maunya mbak ya. ” (P8)

Tema 20: Menjalankan Peran

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan

tema dapat menjalankan peran seperti semula dengan kategori dapat bekerja dan

anak sulung.

Menjalankan peran seperti semula oleh anggota keluarga merupakan

harapan keluarga dengan kategori dapat bekerja yang disampaikan oleh partisipan

tujuh dalam transkrip wawancara di bawah ini:

“....yaa pengennya dia itu bisa kerja, iso baik yaa biasa seperti dulu. .. ” (P7)

Menjalankan peran seperti semula oleh anggota keluarga merupakan

harapan keluarga dengan kategori sebagai anak sulung yang dapat menggantikan

kedudukan bapaknya yang disampaikan oleh partisipan tujuh dalam transkrip

wawancara di bawah ini:

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

123

“....Harapan saya suatu saat kalo dia masih bisa dipulihkan, disembuhkan, yah

dia bisa menduduki kedudukannya sebenarnya sebagai anak sulung, ya gitu aja

heheh...” (P8)

Tema 21: Tetap Merawat

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan

tema tetap bisa merawat dengan kategori diberi umur panjang dan merawat

dengan baik.

Tetap bisa merawat merupakan harapan keluarga terhadap anggota

keluarga gangguan jiwa dengan kategori diberikan umur panjang yang

disampaikan oleh partisipan dua dalam transkrip wawancara di bawah ini:

“ ...Terus nggeh nuwun teng Gusti Allah ben paringi umur panjang, pokoke mboh

berangkang mboh piye leh nggolek duwek anggo ngopeni lare kaleh toh niki kale

niku. Bapak e karo anak e... Utowo kulo urip teruss terusan ngopeni anake

sampek mergawe ” (P2)

Tetap bisa merawat merupakan harapan keluarga terhadap anggota

keluarga gangguan jiwa dengan kategori merawat dengan baik yang disampaikan

oleh partisipan tujuh dan delapan dalam transkrip wawancara di bawah ini:

“....Harus rawat anak saya dengan baik. Gitu loh ya toh.. nanti suatu saat gitu,

suatu saat perawatannya baik..” (P7)

“....pokoke saya ingin ngeramut ibu saya.. kasihan mbak ibu saya itu..” (P8)

Tema 22: Keyakinan/Agama

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan

tema keyakinan/agama dengan kategori kebutuhan spiritual dan doa.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

124

Keyakinan/agama dalam kategori kebutuhan spiritual disampaikan oleh

partisipan delapan melalui transkrip wawancara berikut:

“.....saya itu rindu ya kalau ada tempat nampung de‟e memperkuat iman...” (P8)

Keyakinan/agama dalam kategori berdoa disampaikan oleh partisipan

enam dan tujuh melalui transkrip wawancara berikut:

“.....Cuma ya setiap malam saya minta pertolongan pertama sama Allah...” (L6)

“....Saya minta sama yang Maha Kuasa untuk memberi betul-betul dia diberi

ketenangan, dibuka hatinya..” .....” oh ya keluarga, anak cucu saya, yang lain

ndak akan seperti itu...” (P7)

Tema 23: Mewujudkan keinginan

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan

tema mewujudkan keinginan dengan kategori tinggal bersama dan rencana

berusaha.

Mewujudkan keinginan merupakan harapan keluarga terhadap anggota

keluarga gangguan jiwa dalam kategori tinggal bersama disampaikan oleh

partisipan delapan melalui transkrip wawancara berikut:

“......saya pengen tinggal serumah sama ibu, ntah di rumah sana bah iku

ngontrak...” (P8)

Mewujudkan keinginan merupakan harapan keluarga terhadap anggota

keluarga gangguan jiwa dalam kategori rencana bekerja disampaikan oleh

partisipan dua melalui transkrip wawancara berikut:

“....Niki mengke nek saget kulo karep kulo bade sadeyan nopo-nopo nak saget...”

(P2)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

125

BAB 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab pembahasan ini akan menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan,

keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian dilakukan dengan

membandingkan hasil penelitian yang telah didapatkan dengan konsep, teori dan

hasil penelitian yang sesuai dengan konteks penelitian untuk dilakukan analisis

persamaan dan perbedaan. Kemudian, Peneliti akan membahas keterbatasan

penelitian.

5.1 Interpretasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini mengidentifikasi dua puluh tiga tema. Tema-tema

tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah

mendapatkan gambaran persepsi keluarga yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa, aspek-aspek stigma yang memiliki anggota keluarga gangguan

jiwa: skizofrenia, dampak keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan

jiwa dan harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa: skizofrenia

di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Gambaran persepsi anggota keluarga

gangguan jiwa dapat digambarkan dari enam tema, yaitu sikap, persepsi, tanda

dan gejala gangguan jiwa, respon kehilangan, beban keluarga, reaksi keluarga saat

anggota keluarga kambuh. Aspek-aspek stigma yang memiliki anggota keluarga

gangguan jiwa digambarkan dari lima tema, yaitu respon masyarakat, penyesuaian

diri masyarakat, stigma masyarakat, stigma keluarga oleh masyarakat, dan sikap

masyarakat ke keluarga. Dampak yang dirasakan oleh keluarga yang memiliki

anggota keluarga gangguan jiwa didapatkan tema beban keluarga, keretakan

125

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

126

hubungan keluarga, gangguan aktifitas keluarga, status kesehatan keluarga dan

hubungan sosial. Harapan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

didapatkan tema kesembuhan, menjalankan peran, tetap merawat,

keyakinan/agama dan mewujudkan keimginan.

5.1.1 Persepsi Keluarga

1. Keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa

Tema 1: Sikap Keluarga

Sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk

pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan

perilaku individu terhadap manusia lainnya. Sedangkan, Thurstone

mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu

objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Berdasarkan hasil wawancara, partisipan

memiliki dua aspek sikap positif dan negatif, kedua aspek tersebut dari jawaban

keluarga sama, tiga partisipan memiliki sikap positif dan tiga partisipan lain

memiliki sikap negatif terhadap anggota keluarga gangguan jiwa. Menurut

Wawan & Dewi (2010) sikap positif kecenderungan dalam bentuk tindakan

seperti mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan, sikap

negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, tidak

menyukai obyek tertentu.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sikap positif keluarga adalah

optimis terhadap anggota keluarga gangguan jiwa bahwa anggota keluarga

mampu berperilaku seperti orang normal. Menurut Segeresterom (1986)

optimisme adalah cara berpikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu

masalah. Optimis ini juga dapat membantu dalam meningkatkan kesehatan secara

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

127

psikologis, memiliki perasaan baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara

logis. Setiadi (2014) menyatakan bahwa keluarga perlu memperlakukan anggota

keluarga gangguan jiwa dengan sikap yang bisa membubuhkan dan mendukung

tumbuhnya harapan dan optimisme. Dengan demikian, sikap optimis merupakan

sebuah kekuatan keluarga untuk membuat anggota keluarga menjadi lebih baik.

Menurut Scheir & Carver (dalam Seligman & Martin. 1995) optimisme ini dapat

dipastikan membawa individu ke arah kebaikan kesehatan dan dijadikan sebagai

tujuan yang ingin dicapai.

Penerimaan terhadap anggota keluarga adalah merupakan sikap yang

positif dari keluarga, dimana tempat terbaik bagi anggota keluarga gangguan jiwa

adalah berada di tengah keluarga dan orang yang menyayanginya (Tarjum, 2004).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, keluarga menyadari bahwa

sebenarnya anggota keluarga gangguan jiwa menyadari akan yang dilakukan ke

keluarga seperti melakukan perilaku kekerasan kepada keluarga, sehingga timbul

dari anggota keluarga gangguan jiwa untuk meminta maaf ke keluarga yang

disakiti. Sikap positif juga ditunjukkan saat keluarga mengatakan ia sudah kerja

keras membiayai atau memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga gangguan

jiwa untuk menyekolahkan sampai lulus hingga akhirnya salah satu anggota

keluarga gangguan jiwa terdiagnosa dengan gangguan jiwa.

Masalah kejiwaan pada seseorang sering mendapat reaksi negatif dari

orang-orang di sekitarnya. Lahirnya sikap negatif tidak hanya terjadi pada anggota

keluarga gangguan jiwa akan tetapi juga pada caregiver atau keluarganya,

ditimbulkan oleh keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai etiologi

gangguan jiwa (Gitasari & Savira, 2015). Berdasarkan hasil wawancara yang

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

128

dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa keluarga melihat anggota keluarga

gangguan jiwa mengacuhkan dirinya, berontak terhadap aturan keluarga dan tidak

percaya akan kemampuan anggota keluarga gangguan jiwa.

Middlebrook (dalam Azwar, 2007) menyatakan bahwa tidak adanya

pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis,

cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Persepsi yang

kurang atau negatif dapat menjadikan pengetahuan yang kurang dan sikap yang

negatif terhadap anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa (Lestari, 2012).

Tema 2: Persepsi Keluarga

Persepsi merupakan sebuah proses pengorganisasian serta

pengintepretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga menciptakan

suatu respon yang menyatu dalam diri individu (Walgito, 2010). Persepsi

keluarga melihat anggota keluarga gangguan jiwa berdasarkan hasil wawancara

yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan gejala emosional, gangguan fisik dan

gangguan sosial.

Berdasarkan Teori emosi James-Lange menyatakan bahwa emosi adalah

hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh

sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Berdasarkan

hasil penelitian bahwa keluarga mempersepsikan sebagai respon yang datang dari

anggota keluarga bahwa anggota keluarga gangguan jiwa sering marah-marah,

kasar, dan melakukan perilaku kekerasan baik itu ke warga atau ke keluarganya

sendiri.

Gangguan ketidakmampuan mengontrol keinginan yaitu orang dengan

gangguan ini tidak dapat menolak dorongan dari dalam dirinya untuk melakukan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

129

hal-hal yang sebenarnya membahayakan diri sendiri atau orang lain. Depkes RI

(2000) menyatakan gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang

menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan

pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Keluarga

melihat anggota keluarga gangguan jiwa menarik diri, sering menyendiri, serta

jika di rumah menjadi lebih pendiam, dan tidak banyak berbicara.

Tema 3: Pengetahuan Keluarga

Pada tema pengetahuan didapatkan tiga sub tema yaitu tanda dan gejala,

penyebab gangguan jiwa, dan tiga kategori yaitu gangguan penggunaan zat

psikoaktif, gangguan intelegensi dan gangguan proses berpikir.

Tanda dan gejala gangguan jiwa

Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa tanda dan gejala keluarga yaitu

gangguan persepsi dan gangguan proses berpikir. Gangguan persepsi merupakan

ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan yang timbul

dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Dermawan &

Rusdi, 2013). Tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut menyuruh untuk

membunuh, melempar, membakar rumah, hal tersebut sebenarnya sebagai bentuk

kecemasannya.

Sedangkan, gangguan proses berpikir merupakan ketidakmampuan

individu memproses stimulus internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya

adalah berupa waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau

dibuktikan dengan realitas (Dialami, 2010). Tanda dan gejala menurut Direja,

(2011) waham adalah terbiasa menolak makan, tidak ada perhatian pada

perawatan diri, ekspresi wajah sedih dan ketakutan, gerakan tidak terkontrol,

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

130

mudah tersinggung, isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan

kenyataan, menghindar dari orang lain, mendominasi pembicaraan, berbicara

kasar, menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.

Pada penelitian yang dilakukan keluarga melihat anggota keluarga

gangguan jiwa melalui pengetahuan keluarga saat menceritakan bahwa anggota

keluarga gangguan jiwa sering bicara sendiri, isi pembicaraan tidak sesuai dengan

kenyataan, mudah tersinggung, berbicara kasar, membakar tulisan, melempar

kaca tetangga, ke makam-makam pahlawan besar, membawa makanan ke laut

serta melakukan perilaku kekerasan akibat gangguan proses berpikir dan

gangguan persepsinya.

Penyebab Gangguan Jiwa

Penyebab gangguan jiwa memang bervariatif, pada umumnya masyarakat

masih beranggapan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh santet, guna – guna

atau kekuatan supra natural. Salah satu penyebab gangguan jiwa adalah

pengalaman traumatis, sebuah survey yang dilakukan oleh Whitfield, et al (2005)

di San Diego, Amerika Serikat selama 4 tahun terhadap 50,000 pasien psychosis

menemukan sebanyak 64% dari responden pernah mengalami trauma waktu

mereka kecil (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and substance

abuse). Pada partisipan delapan menjelaskan pengalaman ibunya saat kecil sering

dimusuhi oleh saudara perempuan akibat semua keluarganya sayang dengan

ibunya, sehingga saudara perempuan selalu menjelek-jelekkan ibunya. Hubungan

tersebut tidak hanya cukup sampai saat masa kecil dan berlanjut sampai masing-

masing berkeluarga satu sama lain, dan partisipan merasa sejak saat dia duduk di

bangku SD, partisipan sudah diperlakukan aneh oleh ibunya (mengalami

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

131

gangguan jiwa), dicurigai dan lain sebagainya. Menurut (Ana, 2016)

Perkembangan kepribadian secara tidak langsung akan dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan sekitar serta kenangan dari masa lalu yang menyakitkan.

Rasa kecewa yang mendalam pada lingkungan sekitar, kematian,

mengidap penyakit parah, keretakan hubungan rumah tangga, perpisahan

merupakan kejadian yang berpotensi mengubah rasionalitas otak manusia (Ana,

2016) juga dapat menyebabkan gangguan jiwa. Berdasarkan wawancara yang

dilakukan oleh Peneliti bahwa partisipan kebanyakan ditinggal oleh pasangannya

atau perpisahan, sehingga secara mental tidak kuat dalam melakukan penyelesaian

masalah dan terjadinnya gangguan jiwa tersebut.

Pengetahuan keluarga terhadap gangguan jiwa adalah gangguan

penggunaan zat psikoaktif, yang dimaksud adalah kecanduan minuman keras dan

obat-obatan terlarang. Penggunaan obat terlarang yang bersifat adiksi untuk

menanggulangi stres akan tekanan hidup nyatanya justru dapat memicu terjadinya

gejala gangguan kejiwaan pada pemakainya (Ana, 2016). Hal tersebut selaras

dengan penelitian ini bahwa pada anggota keluarga partisipan satu dan lima

menjelaskan hal tersebut akibat pil-pil narkoba dan minum-minuman keras.

Pengetahuan keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa adalah

gangguan intelegensi. Selaras dengan yang dijelaskan oleh Yosep (2008) bahwa

faktor sumber penyebab gangguan jiwa adalah faktor psikologik yaitu

intelegensi. Berdasarkan penelitian ini, penyebab gangguan jiwa pada anggota

keluarga partisipan satu.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

132

Gangguan proses berpikir merupakan salah satu penyebab gangguan jiwa,

pada penelitian ini ditemukan bahwa partisipan menyatakan bahwa anggota

keluarga sering sadar atau tidak sadar apa yang dilakukannya.

Faktor ekonomi yang rendah juga dapat menyebabkan salah satu anggota

keluarga tidak dapat meneruskan studinya, sehingga depresi dan tidak bisa

menangani masalahnya dengan baik. Tuntutan dari faktor ekonomi ini akan

membuat seseorang yang tergolong pada masyarakat dengan nilai ekonomi rendah

mengalami kesulitan hidup yang berpengaruh pada beban pikiran berlebih seperti

membiayai sekolah anak.

2. Cara Merawat Anggota Keluarga Gangguan Jiwa

Tema 4: Jenis Perawatan

Jenis perawatan yang dilakukan oleh keluarga terhadap anggota keluarga

gangguan jiwa adalah menangani kekambuhan. Dalam menangani kekambuhan

memerlukan pengetahuan perawatan oleh keluarga supaya penanganan yang

diberikan keluarga tepat dilakukan. Notosoedirdjo & Latipun (2005) yang

menyatakan bahwa pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan

awal usaha dalam memberikan iklim kondusif bagi anggota keluarganya.

Keluarga berhak mengetahui dan mengenali bagaimana anggota keluarga kambuh

supaya dapat memberikan tindakan dan penanganan yang tepat untuk anggota

keluarga gangguan jiwa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti,

didapatkan bahwa keluarga menangani kekambuhan dengan cara membawa

langsung ke rumah sakit jiwa, dengan pengikatan oleh keluarga dan mengajak

berinteraksi supaya anggota keluarga gangguan jiwa tidak kambuh semakin parah.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

133

Hal tersebut membuktikan bahwa penanganan yang konstruktif dilakukan oleh

keluarga.

Penelitian ini juga didapatkan bahwa ada salah satu keluarga yang

membiarkan anggota keluarga gangguan jiwa saat kambuh. Hal tersebut

merupakan tidak sesuai dengan tugas kesehatan keluarga yang dijelaskan oleh

Effendi & Makhfudli (2009) bahwa jika ada salah satu anggota keluarga yang

sakit, maka keluarga harus memberikan tindakan yang tepat pada anggota

keluarga yang sakit. Secara tidak langsung ini merupakan sikap pasrah keluarga

dalam memberikan perawatan terhadap anggota keluarga dan akibat stigma yang

dirasakan oleh keluarga. Hal tersebut merupakan stigma, seperti pada penelitian

yang dilakukan oleh Cooper, et al (2003) stigma merupakan salah satu hambatan

yang mencegah orang dengan gangguan jiwa mendapat perawatan.

Tema 5: Sumber Daya Pendukung

Pada tema kelima ini adalah sumber daya pendukung, merupakan sumber

daya finansial dan sumber daya manusia. Pada sumber daya finansial berdasarkan

temuan peneliti saat mewawancarai keluarga bahwa sumber pembiayaan dalam

pelayanan kesehatan sebagian besar menggunakan jaminan kesehatan nasional,

sehingga keluarga tidak terbebani dengan adanya sumber biaya yang cukup besar

untuk dikeluarkan. Menurut Cumming dalam Notoatmodjo (2005) bahwa

kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan

akan mempengaruhi bagaimana mereka menggunakan pelayanan kesehatan.

Pada penelitian ini didapatkan sumber daya manusia yang terlibat dalam

memberikan perawatan yaitu keluarga, orang lain, petugas kesehatan, dan petugas

keamanan. Hal ini sesuai dengan Kendler, et al (2005) bahwa kenyamanan fisik

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

134

dan emosional yang diberikan kepada seseorang yang berasal dari keluarga,

teman, orang lain, yang berada di lingkungan sekitar orang tersebut yang disebut

sebagai dukungan sosial. Menurut Gallo, et al (1998 dalam Diana, 2006) sumber

dukungan sosial tersebut terbagi menjadi sistem pendukung formal dan informal.

Dukungan formal dari petugas kesehatan yaitu dokter, petugas keamanan seperti

dinas sosial dan polisi, sedangkan dukungan informal diperoleh dari orang lain

yaitu tetangga.

Tema 6: Kepatuhan terhadap Aturan Perawatan

Penelitian ini menemukan beberapa upaya keluarga dalam memberikan

perawatan terhadap anggota keluarga gangguan jiwa yang disarankan oleh dokter.

Saat ini diperkirakan 40% sampai 90% pasien gangguan jiwa dirawat oleh

keluarga di rumah (WHO, 2001). Kondisi ini menuntut keluarga mempunyai

kemampuan untuk merawat anggota keluarganya di rumah, termasuk memastikan

kepatuhan pasien patuh terhadap pengobatannya (Wardani, 2009).

Upaya tersebut sesuai dengan tugas kesehatan keluarga menurut Friedman

(1998) yang ketiga, yaitu memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang

sakit dengan membantu memenuhi kebutuhannya. Aturan yang diikuti oleh

keluarga meliputi memberikan obat sesuai aturan, membawa kontrol ke pelayanan

kesehatan. Akan tetapi, tidak semua keluarga mengikuti aturan tersebut,

keinginannya keluarga mematuhi aturan tersebut akan tetapi dari anggota keluarga

yang justru tidak patuh terhadap minum obat dan jadwal kontrol ke pelayanan

kesehatan, sehingga keluarga menjadi cukup sulit untuk mematuhi aturan.

Sebagian partisipan atau keluarga menyatakan bahwa anggota keluarga gangguan

jiwa akan patuh minum obat dan kontrol jika yang menyuruh adalah dokter atau

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

135

petugas kesehatan yang lain, akan tetapi jika sudah di rumah sudah tidak di

pelayanan kesehatan, anggota keluarga akan melanggar apa yang sudah

disarankan oleh dokter untuk patuh minum obat dan jadwal kontrol, dan keluarga

di sini tidak bisa memaksa, ada pula satu partisipan yang menyatakan ia memaksa

anggota keluarga untuk minum obat, kalau tidak minum obat, ia akan kambuh.

Regimen terapeutik ada yang efektif dan tidak efektif. Menurut Herdman

(2012) regimen terapeutik tidak efektif adalah pola mengatur dan

mengintegrasikan program pengobatan penyakit dan gejala sisia penyakit yang

tidak memuaskan untuk memenuhhi tujuan kesehatan tertentu dalam rutinitas

sehari-hari. Pada penelitian ini didapatkan ketidakmampuan pasien mematuhi,

menjalankan dan mengambil tindakan pada program pengobatan dalam mencapai

tujuan kesehatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi keluarga untuk

memantau kepatuhan regimen terapeutik dan jadwal kontrol.

Tema 7: Upaya Keluarga

Penelitian ini menemukan beberapa upaya keluarga dalam memberikan

perawatan pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa yaitu dengan cara

membawa ke rumah sakit jiwa, mencari pengobatan alternatif, mencari sumber

informasi pengobatan.

Pada penelitian ini ditemukan cara membawa ke rumah sakit jiwa,

diantaranya ada dua cara yaitu dengan cara membujuk dan memaksa anggota

keluarga gangguan jiwa untuk berobat ke pelayanan kesehatan. Dalam merawat

anggota keluarga gangguan jiwa ada keyakinan dalam keluarga untuk membawa

pelayanan pengobatan tradisional terlebih dahulu baru ke pelayanan kesehatan

jiwa. Keluarga menentukan apa yang harus dilakukan jika salah satu anggota

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

136

keluarga sakit, kapan meminta pertolongan dan kepada siapa minta pertolongan.

Penelitian yang dilakukan di rumah sakit jiwa Lawang dan Menur (Widodo, 2000)

menunjukkan bahwa 119 orang (68 %) pasien pernah berobat ke dukun, orang

pintar, kiai, atau peramal sebelum dirawat di rumah sakit. Hal ini terjadi karena

kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara merawat pasien. Dua partisipan

menyebutkan bahwa sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan ia awalnya

membawa anggota keluarga ke dukun, kyai, atau orang pintar untuk pengobatan

spiritual, akan tetapi tetap sama tidak ada pengaruh sama sekali pada kondisi

anggota keluarga, kemudian melalui saran tetangga, akhirnya dibawa ke

pelayanan kesehatan jiwa. Terdapat satu partisipan yang tidak percaya akan hal-

hal mistis untuk berobat ke dukun, kyai atau orang pintar. Enam dari delapan

partisipan anggota keluarga sakit langsung dibawa ke pelayanan kesehatan jiwa.

Keterlibatan dukun dalam proses pengobatan mengindikasikan bahwa

faktor budaya masih menjadi faktor yang menentukan perilaku keluarga dalam

mencari bantuan. Diantara berbagai jenis pengobatan yang dijalani penderita

gangguan jiwa, pengobatan yang dirasakan paling berpengaruh terhadap perilaku

anggota keluarga penderita gangguan jiwa adalah terapi di rumah sakit jiwa (Aini,

2009). Terbukti bahwa diantaranya partisipan menyatakan bahwa setelah dibawa

ke rumah sakit jiwa terdapat perubahan kondisi yang jauh lebih baik dari

sebelumnya.

Upaya tersebut sesuai dengan tugas kesehatan keluarga menurut Friedman

(1998) yang kelima, yaitu mempertahankan hubungan timbal balik antara

keluarga dan lembaga layanan kesehatan. Dengan memanfaatkan layanan

kesehatan tersebut, keluarga akan dapat membuka komunikasi antar keluarga dan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

137

lembaga layanan kesehatan sehigga keluarga memperoleh informasi tentang

kondisi dan cara perawatan penderita gangguan jiwa.

Penelitian ini juga ditemukan bahwa upaya keluarga dalam mencari

sumber informasi merupakan sumber dukungan informasional bagi keluarga.

Menurut Bart (1994), Wahyu (2005) dan penelitian ini adalah adanya dukungan

informasional terkait jenis layanan kesehatan dan jenis terapi. Penjelasan lebih

luas, Bart (1994) menyatakan bahwa dukungan informasional juga diwujudkan

dalam bentuk pemberian nasehat, petunjuk, saran, dan umpan balik kepada

keluarga dengan anggota keluarga gangguan jiwa. Pada penelitian ini, pemberian

saran ke pelayanan kesehatan oleh orang lain dan fasilitas kesehatan.

5.1.2 Perasaan Keluarga

Tema 8: Respon Kehilangan

Tema kedelapan adalah respon kehilangan. Kehilangan adalah suatu

individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada kemudian tidak ada,

baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Potter & Perry, 2005). Memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa merupakan peristiwa yang bisa menyebabkan rasa

kehilangan bagi keluarganya.

Penelitian ini menemukan bahwa tahapan pada respons kehilangan mulai

terjadi saat keluarga mendengar didiagnosa gangguan jiwa. Pada awal diagnosa,

keluarga memiliki respon kaget, takut, tidak percaya, kemudian berkembang

menjadi marah untuk beberapa waktu. Kemudian menawar pada dirinya sendiri,

dilanjutkan dengan depresi hingga mencapai tahap menerima. Tahapan atau fase

dari kehilangan ini teridentifikasi dari lima tahap yaitu menyangkal, marah,

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

138

menawar, depresi dan menerima. Tahapan ini merupakan tahapan proses

kehilangan yang dikembangkan oleh Kubbler-Ross (2005).

Tahap pertama yaitu denial (penolakan/menyangkal), tahap ini dimulai

dari rasa tidak percaya saat menerima diagnosa seorang ahli. Manifestasi dari

kebingungan tersebut dapat berupa bingung apa yang harus dilakukan dan

peristiwa tersebut dapat terjadi pada keluarganya (Kubbler-Ross, 2008). Hal

tersebut selaras dengan penelitian ini, partisipan enam menyatakan bahwa tidak

percaya anaknya terdiagnosa gangguan jiwa, padahal anaknya pandai, dan

partisipan kaget saat pertama kali datang ke rumah sakit, dari petugas kesehatan

memindah ke poli jiwa, sehingga partisipan merasa bingung, kenapa bisa terjadi

pada keluarganya.

Kubbler (2008) Tahap kedua yaitu marah, yang ditandai dengan adanya

reaksi emosi atau marah, keluarga akan lebih sensitif terhadap masalah-masalah

kecil yang pada akhirnya dapat berpotensi memunculkan kemarahan. Selaras

dengan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti, bahwa partisipan delapan

menjelaskan bahwa kalau sudah capek pikiran, memicu emosi dan sensitif sampai

barang yang ada di depannya dipecahkan, kemudian anggota keluarga gangguan

jiwa juga dimarahi serta untuk pelampiasan suami juga kena marah, hal tersebut

membuat perasaan sensitif oleh partisipan delapan.

Tahapan ketiga adalah tawar menawar, tahap pada saat keluarga mulai

menghibur diri dengan pernyataan-pernyataan yang ditujukan pada dirinya sendiri

sebagai wujud pembelaan diri atas keadaan yang dialami (Kubbler-Ross, 2008).

Pada tahap ini empat partisipan merasakan dirinya masuk dalam tahap ini.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

139

Tahap selanjutnya adalah depresi (Kubbler-Ross, 2008) tahapan yang

muncul dalam bentuk keputusasaan dan kehilangan harapan. Pada partisipan enam

menyatakan bahwa anggota keluarga sakit gangguan jiwa buat apa partisipan

hidup, ia seperti kehilangan harapan dan mulai putus asa.

Tahapan terakhir adalah menerima (Kubbler-Ross, 2008) keluarga

memilih untuk pasrah dan mencoba menerima keadaan. Pada penelitian ini

sebanyak tiga partisipan menyatakan bahwa mereka pasrah akan keadaan.

Blaska (1998) menjelaskan bahwa berduka merupakan satu siklus yang

terus berputar, suatu saat keluarga merasa berduka, sesaat kemudian merasa

menerima, namun tiba-tiba merasa berduka kembali. Pendapat Blaska (1998)

dalam Collins (2008) memiliki karakteristik yang sama dengan hasil penelitian

ini, yaitu keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa setelah

mengetahui diagnosa gangguan jiwa. Partisipan enam telah berada pada fase

penerimaan, akan tetapi belum mengakhiri respon kehilangan pada tahap

menerima namun perasaan kembali dirasakan oleh partisipan kembali yaitu pada

tahap menyangkal dan tawar menawar. Partisipan enam merasakan kekecewaan

pada dirinya karena tidak bisa membiayai kuliah anaknya, sehingga anaknya

mengurung diri dan tidak bisa melanjutkan studinya, di sisi lain anaknya berniat

sekali untuk melanjutkan studinya, karena kondisi ekonomi keluarga tidak

mencukupi, akhirnya anaknya depresi, mengurung diri dan partisipan kembali

menyangkal dan tawar menawar.

Penyebab perasaan kehilangan yang dialami oleh keluarga yang memiliki

anggota keluarga gangguan jiwa berasal dari keluarga sendiri maupun orang lain.

Secara umum ditemukan kesamaan tahap akhir proses berduka menurut Kubbler

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

140

& Ross (2005), Bowlby & Parkes (1970, dalam Collins, 2008) dan temuan dalam

penelitian ini ditandai dengan kembalinya energi yang telah hilang selama proses

berduka, peningkatan kemampuan mengambil keputusan dan tumbuhnya

kepercayaan diri dan merencanakana cara untuk menyelesaikan masalah, dalam

penelitian ini keluarga merasa bersyukur dan dapat memahami keadaan anggota

keluarga gangguan jiwa dengan baik.

Tema 9: Beban Keluarga

Tema kesembilan adalah beban keluarga. Dalam beban keluarga ini

didapatkan beban obyektif dan beban subyektif. Beban obyektif merupakan beban

yang berhubungan dengan masalah dan pengalaman anggota keluarga meliputi

kesulitan finansial (WHO, 2008). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

peneliti bahwa beban pikiran yang dirasakan oleh sebagian partisipan menyatakan

bahwa beban finansial, seperti penggunaan uang setiap hari, anggota keluarga

gangguan jiwa minta kepada keluarga sehingga keluarga merasa mengalami

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan finansial keluarga sampai pada partisipan

dua mencari hutangan untuk membelikan keinginan anaknya karena jika tidak

mengabulkan permintaan anak (anggota keluarga gangguan jiwa), ia akan marah.

Beban subyektif adalah beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis

anggota keluarga (WHO, 2008) seperti perasaan kehilangan, sedih, cemas, dan

malu dalam situasi sosial. Dalam penelitian ini beban subyektif selaras dengan

menurut WHO, partisipan merasakan perasaan takut, sedih, menderita, kecewa,

jengkel, khawatir dan malu.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

141

5.1.3 Aspek-aspek Stigma

1. Perspektif (Pandangan dan Perlakuan Masyarakat ke penderita

gangguan jiwa)

Perspektif merupakan pandangan orang dalam menilai orang lain.

Perspektif yang dimaksudkan dalam stigma berhubungan dengan pemberi stigma

(perceiver) dan penerima stigma (target) (Heatherton, et al, 2003).

Tema 10: Respon Masyarakat

Respon masyarakat merupakan respon yang diberikan masyarakat

terhadap keberadaan anggota keluarga gangguan jiwa dalam penelitian ini respon

masyarakat memberikan respon positif dan respon negatif. Respon positif

masyarakat, bahwa masyarakat menyadari memang orang dengan gangguan jiwa

memiliki gangguan mental. Ada beberapa partisipan yang mendapat dukungan

dari keluarganya serta perhatian yang lebih.

Sedangkan respon negatif dari masyarakat, berdasarkan penelitian ada

salah satu partisipan mengatakan bahwa anggota keluarga sering sekali

mengganggu masyarakat sekitar seperti marah-marah, menyakiti orang lain,

memukul, sehingga masyarakat memiliki inisiatif untuk memberikan massa

kepada anggota keluarga gangguan jiwa supaya tidak membahayakan masyarakat

sekitarnya. Bahkan tetangga banyak yang memusuhi, ada salah satu tetangga yang

memiliki dendam dengan anggota keluarga gangguan jiwa, dengan nekat ingin

membunuh anggota keluarga gangguan jiwa tersebut. Hal ini termasuk bagian dari

aspek –aspek stigma yaitu identitas. Bahwa Stigma ini diberikan pada orang yang

memiliki ciri-ciri pribadi. Misalnya hal lain yang menimbulkan kenegatifan

(Heatherton, et al 2003).

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

142

Mayoritas pandangan masyarakat tentang gila membuat masyarakat

enggan untuk berinteraksi dengan penderita gangguan jiwa. Stigma yang melekat

pada penderita gangguan jiwa membuat keluarga dan masyarakat tidak

memberikan dukungan sosial dan kasih sayang, yang hal ini akan membuat proses

pengembalian keberfungsian sosial pasien terhambat dan meningkatkan resiko

kekambuhan penderita (Ariananda, 2015).

Tema 10: Penyesuaian Diri Masyarakat

Tema kesepuluh dalam penelitian ini, penyesuaian diri didiapatkan

kategori adaptif dan maladaptif. Penyesuaian diri masyarakat disampaikan oleh

partisipan satu dan lima. Menurut White dalam Bharatasari (2008), penyesuaian

diri atau adaptasi adalah proses penyesuaian terhadap suatu perubahan. Strategi

penyesuaian diri adalah mekanisme pertahanan, koping dan penguasaan.

Masyarakat melakukan respon penyesuaian diri dengan cara adaptif

dengan menyadari dan memaklumi bahwa kambuhnya anggota keluarga

gangguan jiwa seperti apa, sehingga masyarakat menyadari tanda dan gejala

penyebab gangguan jiwa. Sedangkan penyesuaian yang maladaptif dalam

penelitian ini, masyarakat menyerahkan kepada massa karena dianggap sudah

membahayakan warga dan salah satunya juga warga menggoda penderita

gangguan jiwa. Hal ini juga termasuk aspek stigma bagian reaksi aspek kognitif,

yaitu pengetahuan mengenai tanda-tanda orang yang dikenai stigma, misal orang

dengan gangguan jiwa yang dipersepsikan membahayakan masyarakat serta

merugikan masyarakat. Menurut Ariananda (2015) bentuk-bentuk perilaku

pelecehan terhadap penderita gangguan jiwa ditampilkan dengan mengejek,

dijadikan sebagai bahan lelucon.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

143

Tema 11: Stigma Masyarakat

Respon yang diberikan oleh masyarakat juga kepada anggota keluarga

gangguan jiwa adalah stigma masyarakat. Stigma yaitu sikap masyarakat terhadap

individu yang mengalami gangguan jiwa serta menunjukkan abnormalitas pada

pola perilakunya, serta dipandang memilki identitas sosial yang menyimpang,

sehingga membuat masyarakat tidak dapat menerima sepenuhnya (Syaharia,

2008). Stigma yang paling umum terjadi, ditimbulkan oleh pandangan sebagian

masyarakat yang mengidentikkan gangguan jiwa dengan “orang gila”. Oleh

karena itu, masih banyak orang menanggapi penderita gangguan jiwa dengan

perasaan takut dan mengganggap mereka bahaya, sehingga tak jarang masyarakat

memperlakukan mereka dengan cara menghina, menghindari, sejalan dengan yang

dilakukan oleh Peneliti bahwasannya, masyarakat memberikan perlakukan pada

partisipan lima dengan menghindar. Penderita gangguan jiwa dikucilkan dari

pergaulan di lingkungannya, tidak diberi peran dan dukungan sosial serta diejek

(Noorkasani, dkk, 2007). Sedangkan partisipan delapan dengan menghina dan

partisipan lima dan enam menganggap bahwa penyakit gangguan jiwa tidak bisa

disembuhkan, dan partisipan lima menganggap juga gangguan jiwa adalah

penyakit keturunan.

2. Perlakuan Masyarakat ke Keluarga yang memiliki Anggota Keluarga

Gangguan Jiwa

Tema 12: Stigma keluarga oleh masyarakat

Stigma keluarga merupakan persepsi negatif, sikap negatif yang timbul dari

orang lain atau masyarakat sehingga keluarga juga memandang anggota keluarga

yang sakit sebagai konsekuensi sikap ke pasien akibat perlakuan dari masyarakat.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

144

Bisa dikatakan bahwa stigma muncul berasal dari persepsi negatif. Berdasarkan

Larson & Corrigan (2008) stigma keluarga digambarkan dengan tiga hal yaitu

menyalahkan, malu dan kontaminasi. Pada penelitian ini, stigma keluarga oleh

masyarakat terdiri dari respon masyarakat ke keluarga dan respon keluarga.

Respon masyarakat ke keluarga ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dengan teori Larson & Corrigan (2008) bahwa stigma keluarga memiliki

beberapa poin diantaranya stereotype blame dimana keluarga dengan anggota

yang memiliki gangguan jiwa bisa mengalami malu karena orang lain mungkin

menyalahkan keluarga, entah bagaimana bertanggung jawab atas gangguan

tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan di atas bahwa partisipan menyatakan

tentang perlakuan masyarakat yang menyalahkan keluarga akibat kesalahan

keluarga dalam pengambilan keputusan dalam menikahkan anak di usia muda

oleh partisipan, sehingga partisipan merasakan duka yang mendalam, anak satu-

satunya sebagai harapan orang tua akan tetapi terkena penyakit gangguan jiwa.

Masyarakat juga menghina keluarga, tidak menghargai keluarga, tidak menyukai,

membicarakan di belakang dan menjauhi atau menghindar. Penghindaran ini

merupakan aspek stigma reaksi, dimana pada aspek ini masyarakat memulai

menghindar dengan diawali rasa tidak suka dengan keluarga sehingga prakteknya

dimungkinkan seseorang menunjukkan perilaku dengan menghindar.

Sedangkan respon keluarga dari masyarakat yaitu malu dan membatasi

hubungan sosial dengan masyarakat. Sejalan dengan teori Larson & Corrigan

(2008) yang menyatakan bahwa pada gilirannya, anggota keluarga mengalami

rasa malu untuk disalahkan untuk penyakit gangguan jiwa. Malu ini dapat

menyebabkan anggota keluarga menghindari hubungan sosial dengan lingkungan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

145

sekitarnya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Park &

Park (2014) bahwa stigma keluarga dibentuk dari orang lain atau masyarakat

memiliki persepsi negatif, sikap, emosi dan penghindaran dari masyarakat ke

keluarga akibat ketidakbiasaan keluarga (memiliki anggota keluarga yang sakit)

sehingga menimbulkan konsekuensi emosional, sosial, dan interpersonal yang

dapat menurunkan kualitas hidup keluarga

Tema 13: Sikap Masyarakat Ke Keluarga

Gambaran persepsi masyarakat yang tercermin pada sikap masyarakat

tidak hanya berdampak pada klien saja akan tetapi pada keluarga. Persepsi

masyarakat akan mempengaruhi sikap dan perlakuan masyarakat terhadap

anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa (Romadhon, 2011). Sikap negatif

masyarakat ke keluarga berdasarkan penelitian yang dilakukan, masyarakat tidak

peduli dengan keluarga acuh tak acuh, kemudian salah satu partisipan menyatakan

masyarakat menjadikan jera ke keluarga, ada juga yang marah, lelah dan apatis

akibat perilaku anggota keluarga. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini dan

penelitian oleh Park & Park (2014) bahwa stigma keluarga dibentuk dari orang

lain atau masyarakat memiliki persepsi negatif, sikap, emosi dan penghindaran

dari masyarakat ke keluarga akibat ketidakbiasaan keluarga (memiliki anggota

keluarga yang sakit) sehingga menimbulkan konsekuensi emosional, sosial, dan

interpersonal yang dapat menurunkan kualitas hidup keluarga.

Namun, pada Pada penelitian ini sikap masyarakat ke keluarga didapatkan

sikap positif masyarakat ke keluarga diantaranya banyak masyarakat yang kasihan

kepada kondisi keluarga yang dirasakan oleh partisipan dua, tiga, enam dan

delapan. Masyarakat juga memaklumi akan kondisi keluarga dengan gangguan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

146

jiwa, salah satu partisipan menyatakan juga tidak dibenci oleh masyarakat, malah

banyak yang baik kepada mereka, masyarakat juga perhatian kepada keluarga

diberi uang oleh tetangga, makanan. Oleh karena itu, stigma keluarga berasal dari

pengetahuan dan persepsi negatif dari orang lain atau masyarakat sehingga

menimbulkan konsekuensi yang diterima oleh keluarga yang dapat menurunkan

kualitas hidup keluarga.

5.1.4 Dampak yang dirasakan

Tema 14: Beban Keluarga

Pada tema keempat belas ini beban keluarga sebagai akibat dampak yang

dirasakan oleh keluarga gangguan jiwa. Beban keluarga diartikan sebagai stress

atau efek dari klien gangguan jiwa terhadap keluarganya (Mohr, 2006). Beban

keluarga adalah tingkat pengalaman stress keluarga sebagai dampak keberadaan

anggota keluarga terhadap anggota keluarganya (Fontain, 2008). Penelitian ini

menyebutkan beban keluarga meliputi beban fisik, beban psikologis, beban

finansial, beban pikiran, beban waktu, dan beban moral.

Beban fisik yang ditemukan dalam penelitian ini adalah

caregiver/keluarga yang merawat merasakan kelelahan fisik dan korban kekerasan

fisik dari anggota keluarga gangguan jiwa. Gray (2003) menyatakan bahwa

keluarga akan merasakan masalah kesehatan secara fisik sebagai dampak stress

yang terus berkelanjutan.

Beban psikologis ditemukan bahwa keluarga tidak kuat mental

menghadapi kenyataan bahwa anggota keluarga terdiagnosa gangguan jiwa,

perbandingan kuat mental tidaknya berdasarkan penelitian yang dilakukan

seorang perempuan lebih tegar menghadapi kenyataan bahwa anggota keluarga

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

147

terdiagnosa gangguan jiwa. Beban psikologis dinyatakan oleh partisipan dalam

bentuk sedih, bingung, kurang sabar, marah, dan menyesal. Lima partisipan

merasakan beban psikologis karena perilaku setiap anggota keluarga bervariatif.

Beban finansial yang dialami keluarga selama merawat dan memenuhi

kebutuhan anggota keluarga gangguan jiwa sangat berat, sehingga dikhawatirkan

keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga dapat mempengaruhi upaya keluarga

dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa (Koesomo, 2009). Beban

keluarga, ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan potensi yang dimiliki keluarga

dipersepsi keluarga menjadi beban dalam merawat klien dengan gangguan jiwa

dinyatakan partisipan dengan perasaan sedih ingin menangis sambil mengelus

dada karena tidak ada yang menghidupi kecukupan keluarga partisipan,

sedangkan anggota keluarga gangguan jiwa setiap hari meminta keluarganya uang

untuk memenuhi keinginannya.

Beban pikiran, penelitian ini menemukan beban pikiran pada keluarga

yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa dapat berdampak negatif

pada keluarga. Beban pikiran yang dirasakan partisipan berasal dari caregiver

seperti jenuh, bosan selama merawat anggota keluarga gangguan jiwa, serta beban

pikiran yang berasal dari anggota keluarga, dimana partisipan tidak dapat berhenti

memikirkan keadaan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

Beban waktu dimana keluarga harus mengrobankan waktu pribadinya

untuk merawat anggota keluarga gangguan jiwa. Beban waktu ini identik dengan

beban objektif keluarga yaitu merawat anggota keluarga gannguan jiwa menurut

WHO (2008) yaitu adanya pembatasan aktifitas kerja karena keluarga harus

menyediakan waktu untuk merawta anggota keluarga yang mengalami gangguan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

148

jiwa. Kondisi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan

perhatian yang intensif dan berkesinambungan, terkait perawatan, proses

pengobatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, keluarga

sebagai caregiver harus menyediakan waktu, bahkan mengorbankan waktu untuk

kepentingan pribadi selama merawat anggota keluarga gangguan jiwa.

Pada penelitian ini, keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan

jiwa ini merasakan beban moral yaitu malu. Keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa akan merasakan stigma yang dirasakan oleh penderita

gangguan jiwa, saat bertemu dengan tetangga akan membatasi aktifitas keluarga

di lingkungan masyarakat.

Tema 15: Keretakan Hubungan keluarga

Pada tema ini didapatkan hasil bahwa dampak keluarga yang memiliki

anggota keluarga gangguan jiwa adalah keretakan hubungan keluarga. Adanya

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa secara tidak langsung akan

menimbulkan konflik internal di dalam keluarga. Menurut Teori sistem keluarga,

apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, sebenarnya dapat disebabkan

adanya interaksi antaranggota keluarga dan/atau orang tua yang kurang harmonis

(Supartini, 2004). Karakteristik keluarga disfungsional ditandai dengan adanya

kematian salah satu atau kedua orangtua, kedua orangtua berpisah atau bercerai

(Ariani, 2009).

Dalam penelitian ini sejalan dengan teori di atas, bahwa partisipan

merasakan bahwa akibat anggota keluarga terdiagnosa gangguan jiwa, keluarga

merasa bahaya, sehingga salah satu partisipan memisahkan orang tua untuk

menjaga ibunya dalam kondisi yang lebih baik. Salah satu partisipan menyatakan

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

149

juga salah satu keluarga keluar dari rumah akibat anggota keluarga gangguan jiwa

melakukan tindakan kekerasan ke salah satu keluarga. Bahkan sampai salah satu

partisipan mengatakan bahwa keluarga meninggal karena kepikiran anaknya yang

memiliki anggota keluarga gangguan jiwa.

Tema 16: Gangguan Aktifitas Keluarga

Keluarga sebagai suatu sistem, dimana sistem keluarga merupakan bagian

dari suprasistem yang lebih besar dan disusun dari beberapa subsistem, perubahan

pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi semua anggota keluarga.

Konsekuensi keluarga sebagai pemberi pelayanan pada anggotanya yang

sakit dapat berpotensi positif dan negatif. Adapun potensi negatifnya adalah bila

keluarga merasakan peningkatan kebutuhan dan aktivitas yang tidak seimbang

sehingga dapat menimbulkan stress (Arafat, 2010). Perubahan yang signifikan

dirasakan oleh beberapa partisipan seperti membolos kerja, waktunya tersita untuk

melakukan perawatan dan pekerjaan rumah menjadi berantakan atau keteteran.

Pada tema ini didapatkan bahwa dampak keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa adalah gangguan aktifitas keluarga. Partisipan merasakan

keteteran dan membolos kerja. Dalam penelitian lain, Prawtaku (2006)

menyebutkan bahwa ketegangan peran/konflik peran lebih banyak dialami bagi

caregiver yang disebabkan karena meninggalkan pekerjaan untuk melakukan

perawatan yang berefek pada ekonomi keluarga.

Tema 17: Status Kesehatan Keluarga

Pada tema ini didapatkan hasil bahwa dampak keluarga yang memiliki

anggota keluarga gangguan jiwa adalah penurunan status kesehatan keluarga

berupa timbul penyakit dan penurunan fisik.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

150

Kemampuan yang ditunjukkan keluarga dalam memberikan asuhan

kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga (Sulistyowati, 2012).

Keluarga juga berperan sebagai mengambil keputusan untuk mencegah masalah

kesehatan dan memelihara/meningkatkan status kesehatan anggota keluarga,

karena apabila salah satu anggota keluarga memiliki masalah kesehatan akan

berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya karena dapat mempengaruhi

produktivitas keluarga. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga

mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota-

anggotakeluarga yang lain, dan keluarga-keluarga yang ada di sekitarnya (Effendi,

1998).

Tema 18: Hubungan Sosial

Pada tema penelitian yang didapatkan adalah hubungan sosial keluarga

dengan masyarakat. Partisipan merasakan dijauhi oleh masyarakat dan jarang

disapa. Penelitian yang dilakukan oleh (Arafat, 2010) aktivitas sosial yang

biasanya dilakukan oleh keuarg menjadi berkurang, tidak ada lagi waktu untuk

menghadiri acara keluarga dan kegiatan masyarakat.

Adanya salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

dalam keluarga secara otomatis akan mempengaruhi pola hubungan dan cara

bersikap keluarga terhadap lingkungan. Hal ini cenderung terjadi karena adanya

anggapan dari pihak keluarga bahwa lingkungan sekitar memandang anggota

keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebagai individu yang dianggap

menyimpang dari nilai dan norma yang dianut masyarakat, sehingga perlu dijauhi

dan dianggap berbahaya. Stigma inilah yang menyebabkan keluarga cenderung

menyembunyikan klien gangguan jiwa dengan cara dipasung atau dikurung di

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

151

dalam rumah sehingga tidak menjadi bahan ejekan bagi masyarakat (Keliat,

1996).

5.1.5 Harapan Keluarga

Penelitian ini mengidentifikasi harapan keluarga terhadap anggota

keluarga gangguan jiwa, yaitu kesembuhan, menjalankan peran, tetap merawat,

keyakinan/agama, mewujudkan keinginan.

Harapan merupakan proses dimana secara cukup intensif dan menetap

menstimulasi potensi perubahan fisiologi serius. Harapan merupakan jembatan,

sebagaimana perhatian dalam menangkal pengaruh buruk stress (Breznitz dalam

Appley & Trumbul, 1986).

Keluarga, pemberi pelayanan kesehatan jiwa dan anggota masyarakat

perlu memperlakukan penderita gangguan jiwa dengan sikap yang bisa

menumbuhkan dan mendukung tumbuhnya harapan dan optimisme. Harapan dan

optimisme akan menjadi motor penggerak pemulihan dari gangguan jiwa. Di lain

pihak, kata kata yang menghina, memandang rendah dan menumbuhkan

pesimisme akan bersifat melemahkan proses pemulihan. Harapan bisa tumbuh dan

diperkuat oleh dukungan keluarga, teman, penderita yang telah pulih, tenaga

kesehatan maupun relawan gangguan jiwa. Adanya harapan merupakan

pendorong proses pemulihan (Setiadi, 2014).

Tema19: Kesembuhan

Keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat membantu pasien

gangguan jiwa untuk kembali sehat terutama untuk kesembuhan secara sosial.

Adanya harapan sembuh dan bisa kembali seperti semula menimbulkan motivasi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

152

keluarga untuk siap menerima anggota keluarganya setelah menjalani perawatan

dan rehabilitasi dari rumah sakit jiwa.

Harapan keluarga terhadap anggota keluarga yang memiliki anggota

keluarga gangguan jiwa diantaranya pada penelitian ini adalah anggota keluarga

dapat kembali seperti biasa atau normal bisa melakukan aktivitas semula sehingga

keluarga dapat menjalankan aktivitas yang dilakukan sehari-hari dengan normal.

Tema 20: Menjalankan Peran

Peran adalah separangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran merujuk

kepada beberapa perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefenisikan

dan diharapkan secara normative dari seseorang peran dalam situasi social tertentu

(Mubarak, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan

oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan

seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan

individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari

oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi,

2008).

Perubahan yang terjadi akibat salah satu anggota keluarga sakit gangguan

jiwa yaitu peran yang dijalankan anggota keluarga bergeser (Aswadi, 2008). Pada

penelitian ini disebutkan bahwa harapan keluarga menjalankan peran dalam

struktur keluarga sehingga keluarga bisa menjalankan aktivitas seperti biasa. Pada

partisipan tujuh, menyatakan bahwa partisipan menginginkan anak sulungnya bisa

kembali menjalankan perannya untuk menggantikan ayahnya yang sudah

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

153

meninggal. Tentunya peran tersebut, mengharuskan dilaksanakannya tugas

tertentu sesuai dengan peran tersebut.

Tema 21: Tetap Merawat

Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini harapan keluarga terhadap

anggota keluarga bisa merawat dan diberikan umur panjang serta dapat merawat

dengan baik anggota keluarga gangguan jiwa. Hal ini sesuai dengan arti

perawatan keluarga yang sebenarnya yaitu peran yang dijalankan terkait merawat

anggota keluarga jika ada yang sakit (Aswadi, 2008).

Tema 22: Keyakinan/Agama

Karakter spiritual dalam keperawatam menunjukkan pengenalan bahwa

faktor alam yang tidak tampak dan tidak teraba dapat mempengaruhi pikiran dan

perilaku. Karakter spiritual meliputi sistem keyakinan dan nilai seseorang, intuisi,

cinta yang tulus, penghormatan pada kehidupan, dan pemberian kekuatan pribadi

(Hudak, 1997).

Pada penelitian ini, keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa

sebanyak tiga partisipan lebih banyak berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa untuk

diberikan ketebalan keimanan bagi anggota keluarga gangguan jiwa, supaya

anggota keluarga dibuka mata hatinya, karena kunci keberhasilan terletak pada

hati anggota keluarga gangguan jiwa. Drummond, et al (2007) menyatakan bahwa

support lain yang memberi kekuatan pada anggota keluarga gangguan jiwa adalah

support spiritual, saling mendoakan dan memberi kekuatan agar tetap bersabar

dan bijak.

Hasil penelitian Pierce (2007) menyatakan bahwa berdoa dan berserah diri

memberikan kekuatan dan semangat dalam melakukan proses perawatan.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

154

Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa untuk tetap memberikan dukungan

perilaku yang dibutuhkan untuk menjaga keutuhan dan ikatan emosional dalam

keluarga.

Tema 23: Mewujudkan Keinginan

Teori kebutuhan Maslow merupakan konsep aktualisasi diri yang

merupakan keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk

menjadi apapun yang mampu dicapai oleh setiap individu . Self Actualization

needs atau kebutuhan akan perwujudan diri, yakni kecenderungan untuk

mewujudkan dirinya sesuai dengan kemampuannya (Maslow, 1988 : 39). Hill

(2000) juga mengatakan bahwa kegigihan (persistensi) merupakan faktor penting

dalam merubah keinginan (desire) menjadi wujud nyata.

Teori diatas selaras dengan harapan keluargadalam penelitian ini,

partisipan ingin mewujudkan apa yang diinginkan sesuai dengan kemampuannya

yaitu pada partisipan dua menginginkan untuk berencana membuat usaha

dikarenakan partisipan dan keluarga tidak ada yang bekerja, kemudian partisipan

delapan ingin tinggal bersama ibu (yang mengalami gangguan jiwa) dikarenakan

ibunya tinggal sendiri, dan partisipan ingin lebih dekat dengan ibunya untuk

memantau dan merawat ibunya.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti masih memiliki keterbatasan

yaitu:

1) Penelitian ini berupa wawancara semistruktur dengan metode in depth

interview (wawancara mendalam) sebagai metode dalam pengumpulan data,

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

155

adanya keterbatasan pengalaman peneliti dalam menggali data melalui

wawancara akan mempengaruhi tingkat kedalaman dan keluasan data yang

diperoleh

2) Keterbatasan ketersediaan sumber referensi keperawatan terkait stigma

keluarga pada gangguan jiwa membuat peneliti harus menggunakan referensi

selain keperawatan yaitu referensi sosiologi, dan psikologi dan hal tersebut

mempengaruhi sudut pandang peneliti dalam menyusun skripsi ini.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

156

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan simpulan dan saran yang berhubungan dengan masalah

penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa.

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan pada bab

sebelumnya, disimpulkan bahwa terdapat 23 tema yang diperoleh peneliti.

Berdasarkan tujuan khusus yang disusun oleh peneliti, penelitian ini didapatkan

gambaran sebagai berikut:

1. Persepsi keluarga terhadap anggota keluarga gangguan jiwa merasakan takut

karena anggota keluarga melakukan perilaku kekerasan kepada keluarga,

sehingga keluarga khawatir dengan dirinya yang menjadi korban kekerasan

oleh anggota keluarga gangguan jiwa.

2. Perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada kepatuhan minum obat dan

jadwal kontrol membutuhkan perhatian khusus, karena pada penelitian ini

banyak anggota keluarga gangguan jiwa tidak patuh minum obat karena

menganggap dirinya tidak sakit dan tidak kontrol ke pelayanan kesehatan.

3. Keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa memiliki perasaan

kehilangan dan beban keluarga yang tinggi. Perasaan yang dirasakan oleh

keluarga setelah mengalami respon kehilangan adalah merasakan beban

keluarga, yaitu beban obyektif, dan beban subyektif.

156

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

157

4. Pandangan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa yaitu stigma

masyarakat masih melekat berupa penghindaran, dihina, penyakit keturunan

dan tidak bisa disembuhkan. Respon negatif masyarakat yang setiap kali ingin

berhubungan dengan masyarakat mendapatkan ancaman dari musuh akibat

perilaku penderita gangguan jiwa yang merugikan dan membahayakan warga.

5. Persepsi negatif dapat menimbulkan stigma. Stigma keluarga merupakan

persepsi negatif, sikap negatif yang timbul dari orang lain atau masyarakat

sehingga keluarga juga memandang anggota keluarga yang sakit sebagai

konsekuensi sikap ke pasien akibat perlakuan dari masyarakat.

6. Pada penelitian ini, stigma keluarga ada pada keluarga tersebut dibuktikan

bahwa respon masyarakat ke keluarga masih menyalahkan keluarga, menghina,

tidak menghagai, menjauhi keluarga, tidak suka dengan keluarga, dan

membicarakan di belakang jika tidak ada keluarga. Ini merupakan bagian dari

aspek stigma yaitu masyarakat memiliki persepsi menyalahkan keluarga yang

memilki anggota keluarga dengan gangguan jiwa, masyarakat tidak menyukai

akibat reaksi anggota keluarga gangguan jiwa yang dapat mengganggu

ketenangan warga, sehingga masyarakat risih, dan melakukan penghindaran

kepada keluarga. Ini berarti bahwa stigma keluarga masih dirasakan. Namun,

hal tersebut masih ada sikap positif dari masyarakat ke keluarga.

6. Dampak yang dirasakan keluarga yang memiliki anggota keluarga gangguan

jiwa adalah menyebabkan beban keluarga, keluarga merasakan keretakan

hubungan keluarga, gangguan aktivitas keluarga, penurunan status kesehatan

dan hubungan sosial terbatas.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

158

7. Harapan yang diinginkan oleh keluarga yaitu anggota keluarga sembuh dan

dapat hidup menjalankan aktivitas dengan normal, menjalankan peran sesuai

dengan struktur keluarga, tetap merawat, keyakinan/spiritualitas yang

meningkat, dan dapat mewujudkan keinginan keluarga.

6.2 Saran

1. Bagi layanan kesehatan

- Perlu adanya promosi kesehatan terkait dengan ketidaktahuan

masyarakat tentang layanan kesehatan terutama kesehatan jiwa.

- Promosi kesehatan bagaimana peran perawat dalam memberikan

perawatan kepada penderita gangguan jiwa

- Perlu adanya promosi kesehatan tentang keluarga dengan gangguan

jiwa, bagaimana cara penanganan jika penderita kambuh.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Perkembangan ilmu keperawatan jiwa diharapkan mampu

memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai topik bahasan dalam kelas

maupun praktik di masyarakat secara langsung.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Peneliti disarankan untuk melanjutkan dan menggali lebih dalam

lagi tentang stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan

gangguan jiwa melalui penelitian kualitatif lain yang lebih komprehensif.

Terutama dalam hal penetapan kriteria inklusi lebih spesifik pada pasien

gangguan jiwa yang dipasung oleh keluarga, dan sampel seperti perluasan

pengambilan data yang mendukung seperti keluarga pasien, anggota

keluarga pasien, lingkungan sekitar pasien serta petugas kesehatan.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

159

DAFTAR PUSTAKA

Allport, G.W. 1935. Attitudes dalam Handbook for Social Psychology.


C.Murchison (ed),Worcester. Mass : Clarc University Press.

Ana. 2016. 27 Penyebab Gangguan Jiwa pada Manusia. Halosehat.com diakses


dari http://halosehat.com/penyakit/gangguan-jiwa-mental/penyebab-
gangguan-jiwa pada 6 Agustus 2016 pukul 14.19 WIB.

Arafat, R. 2010. Pengalaman Pendampingan Keluarga dalam Merawat Anggota


Keluarganya pada Kondisi Vegetative dalam Konteks Asuhan Keperawatan
di RSUP. Fatwamati Jakarta. Depok: FIK UI Tesis.

Ariananda, RE. 2015. Stigma Masyarakat terhadap Penderita Skizofrenia.


Semarang : Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang.

Ariani, T A. 2009. Korelasi Pola Hubungan Orangtua Anak-anak dan


Keberfungsian Keluarga dengan Perkembangan Anak usia Prasekolah.
Surakarta: Univ. Sebelas Maret.

Aswadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi 2. Yogyakarta :

Benov, E., Siiri E., Elena F., Elisa H., Aine M., Edwin N., Sara P., Carina T.
2013. Stigma of Schizophrenia: Assesing Attitudes among European
University Students. Journal of European Psychology Students.

Blaska, JK. 1998. Cyclical grieving: reoccuring emotions experienced by paretnts


who have children with disabilities.

Blume Lawrene. 2002. Stigma & Social Control.

Brickley, D. B., Hanh, D. L. D., Nguyet, L. T., Mandel, J. S., Giang, L. T., &
Sohn, A. H. 2009. Community, Family, and Partner-Related Stigma
Experienced By Pregnant And Postpartum Women With HIV In Ho Chi Minh
City. Vietnam: AIDS and Behavior, 13(6), 1197e1204.

Buckles, B., Brewer, E., Kerecman, J., Ryan, J. 2008. Beyon Stigma and
Discrimination : Challenges for Social Work Practice in Psychiatric
Rehablitation and Recovery, Journal of Social Work in Disability &
Rehabilitation, vol. 7, no. 3.

Butt, L, Morin, J., Numbery, G., Peyon, I., Goo, A. 2010. Stigma dan HIV/AIDS
di Wilayah Pegunungan Papua. Cultural Antropology. Vol. 20, no. 3. Cipta.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

160

Collins, RC. 2008. Raising an Autistic Child: Subjective of Fathers.

Cooper, A. E., Corrigan, P. W., & Watson, A. C. 2003. Mental Illness Stigma and
Care Seeking. Journal of Nervous and Mental Disease. 191 (5).

Corrigan, P. W., & Watson, A. C. 2002. Forum-Stigma And Mental Illness:


Understanding The Impact of Stigma on People with Mental Illness. World
Psychiatry.

Corrigan, P. W., Watson, A. C., & Millier, F. E. 2006. Blame, Shame and
Contamination: The Impact of Mental Illness and Drug Dependence Stigma
on Family Members. Journal of family Psychology. 20 (2), 239-246.

Creswell, J. W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing Among


Five Tradition. London: Sage Publication.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta : Depkes RI.

Dermawan, D. & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.

Diana, B. 2006. Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami Istri


yang Mempunyai Anak Autisme. Depok: UI. Tesis

Dinos, S., Scott S., Marc S., Scott W., Michael K. 2004. Stigma: the Feelings and
Experiences of 46 People with Mental Illness: Qualitative Study. British
Journal of Psychiatry.

Direja, S. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Drummond, K, et al. 2008. Young Female Perceived Experience of Caring for


Husband with Stroke. Online Journal of Nursing Informations (OJNI) 11(2).

Effendi, N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2.


Jakarta: EGC.

Efendi & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori Dan


Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Elvira, S. D. & Gitayanti H. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI.

Friedman, M. M. 1998. Keperawatan Keluarga. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Fontain, K. 2008. Mental Health Nursing. Lipincoatt: Prentice Hall.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

161

Gitasari, N. & Savira, S.I. 2015. Pengalaman Family Caregiver Orang dengan
Skizofrenia. Surabaya: Unesa. Character, volume 03 no. 2.

Goffman E. 1963. Stigma: Notes on the management of spoiled identity.


Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Gray, D. 2003. Gender and Coping: The Parents of Children with High-
functioning. Autism. Social Sciences Medicine. 56, pp. 631-642.

Harrison, J & Gill, A. 2010. The Experience and Consequences of People with
Mental Health Problems, The Impact of Stigma Upon People with
Schizofrenia: a Way Forward, Journal of Psychiatric and Mental Health
Nursing, Vol. 17.

Hawari, D. 2006. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia edisi 2


cetakan 3. Jakarta : FK UI.

Hawari, D. 2009. Peran Keluarga Dalam Gangguan Jiwa. Edisi 21, Jurnal
Psikologi, Rumah Sakit Jiwa. Provinsi Jawa Barat, Bandung.

Hawari, D. 2012. Skizofrenia (Pendekatan Holistik Bio-psiko-sosial-spiritual).


Jakarta: FKUI.

Heatherton, T.F. Kleck, Hebl, dan Hull. 2003. The Social Psychology of Stigma.
New York: The Guilford Press.

Hendriyana, A. 2013. Setiap Tahun Penderita Gangguan Jiwa di Indonesia terus


Meningkat. Diakses dari: http://www.unpad.ac.id/profil/dr-suryani-skp-
mhscsetiap-tahun-penderita-gangguan-jiwa-di-indonesiaterus-meningkat/

Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and


Classification 2012-2014. Oxford: Willey-Blackwell.

Hinshaw, S. P. 2005. The Stigmatization of Mental Illness in Children and


Parents: Developmental Issues, Family Concerns, And Research Needs.
Journal of Child Psychology and Psychiatry, 46(7).

Hudak, G. 1997. Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik Edisi VI. Jakarta: EGC.

Kaplan, H. I., Sadock, B.J & Greb, J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri (Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis). Jakarta: Binarupa Aksara.

Keliat, B. A. 1996. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. 2012. Buku Pedoman Penghapusan Stigma & Diskriminasi bagi
Pengelola Program, Petugas Layanan Kesehatan dan Kader. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan & Direktorat
Pengendalian Penyakit Menular Langsung.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

162

Kemenkes RI. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-


2019. Jakarta.

Koesomo, R. F. P. 2009. Pengalaman Keluarga dalam Merawat Anak dengan


Autisme di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangun Bangsa Surabaya. Depok:
FIK UI. Tesis

Kreisman, D.E., & Joy, V.D. 1974. Family response to the illness of a relative: A
review of the literature. Schizophrenia Bulletin, 10(l):34-57.

Kubler-Ross, E. 2005. On Grief and Greiving: Finding the Meaning of Grief


Through the Five Stages of Loss.

Kubler Ross, Elizabeth. 2008. On Life After Death Revised. USA: Celestial Arts.

Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

LAKIP RSJ Menur. 2014. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah RS Jiwa Menur
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014. Surabaya: RSJ Menur.

Larson, J.E & Corrigan, P. 2008. The Stigma of Families with Mental Illness.
Academy Psychiatry. Proquest.

Lee, K. 2003. Mental Health Nursing 5 th ed. Pearson education, inc. BAB 2. h.
54-67.

Lefley, H. P. 1989. Family Burden and Family Stigma in Major Mental Illness.
The American psychologists, 44 (3), 556-560.

Lestari, S. 2012. Psikologi Keluarga. Jakarta: KENCANA.

Lestari, W. & Wardhani, YF. 2014. Stigma dan Penanganan Penderita


Gangguan Jiwa Berat yang Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
vol.17, no.2.

Litfiah. 2009. Psikologi Abnormal. Semarang: Widya Karya.

Loiselle, C.G., Profetto-McGrath, J., Polit, D.F., dan Beck, C.T. 2004. Canadian
Essentials of Nursing Research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Available from: http://www.fkep.unpad.ac.id/penelitian/prinsipprinsip-etika-
penelitian-ilmiah.html.

Magnee, C.L. 2004. Understanding Nursing Reserach: Roading and Using


Reserach in Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga


University Press.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

163

Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FK


UI.

Maslim. R., 2002. Gejala Depresi, Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
Dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Milton, C.L. 1999. Ethical Issues From Nursing Theoretical Perspectives.


Nursing Science Quarterly, 12(1): 20-25. Available from:
http://www.fkep.unpad.ac.id/penelitian/prinsip-prinsip-etikapenelitian-
ilmiah.html.

Mohr, W.K. 2006. Psychiatric-Mental Health Nursing (4th Edition). Philadelphia:


J.B Lipincott Company.

Morissan. 2013. Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Moya, E. M. 2010. Tuberculosis And Stigma: Impacts on Health-Seeking


Behaviors and Access in Ciudad Juárez, México and El Paso, Texas.The
University of Texas at El Paso.

Murwani. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Aplikasi Kasus.


Jokjakarta Mitra: Cendikia Press.

Nevid, J.S., Rathus, S.A & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal (Ed. Kelima
Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Ngadiran, A. 2010. Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga tentang Beban


dan Sumber Dukungan Keluarga dalam Merawat Klien dengan Halusinasi.
Jakarta: FIK UI.

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi kesehatan teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Rineka

Notosoedirdjo, M & Latipun. 2005. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan.


Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.

Noorkasani, Heryati, Ismail. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Pariwisata. 2006. Ilmu Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Park, S. & Park, K. S. 2014. Family Stigma: A Concept Analysis. Vol. 8, issue 3.

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tatakerja Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Timur.

Pierce, S. 2007. Happy Life, Healthy Life: Sembilan Tema Penting Bagaimana
Agar Hidup Sehat dan Bahagia. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

164

Pirutinsky, S., Rosen, D., Shaphiro, S. R., & Rosmarin, D. H. 2010. Do Medical
Models of Mental Illness relate to Increase or Decreased Stigmatization of
Mental Illness among Orthodox Jews? The Journal of Nervous and Mental
Illness Disease, 198 (7).

Polit, D.F & Hungler, B.P. 1997. Essensials of Nursing Research: Methodes,
Appraisal, and Utilizatio., 4th ed. Philadelphia: Lippincoat.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Prabowo, H. P. 2007. Interaksi Keluarga pada Remaja Penderita Skizofrenia :


Tinjauan Psikokultural Jawa. Semarang: Universitas Diponegoro.

Priyanto. 2007. Dinamika-ku: jangan abaikan pelayanan.

Purwoko, K. 2010. Duh... 30 Ribu Penderita Gangguan Jiwa Di Indonesia Masih


Dipasung.

Puspitasari, A. 2009. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Fitra Maya.
Pustaka Pelajar.

Romadhon, A.S. 2011. Persepsi Masyarakat terhadap Individu yang Mengalami


Gangguan Jiwa di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang. Tangerang: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah, Skripsi.

Seligman, E.P & Martin. 1995. The Optimistic Child, A Program that Safeguards
Children Againts Depression Builds Lifelong Ressillience.

Setiadi, G. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman bagi Penderita, Keluarga


dan Relawan Jiwa. Purworejo Jawa Tengah: Tirto Jiwo.

Setiadi. 2008. Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Shrivastava, A., Megan E. J., Meghana T., Siddhansh S., Gopa S., Iyer S., Nilesh
S., Shubhangi P. 2011. Origin and Impact of Stigma and Discrimination in
Schizophrenia – Patient‟s Perception: Mumbai Study. Canada: Stigma
Research and Action, Vol. 1, No. 1.

Sibitz, I., Unger, A., Woppmann, A., Zidek, T., Amering, M. 2009. Stigma
Resistance in Patients with Schizofrenia. Schizofrenia Bulletin, vol 10, no.
1093.

Simanjutak, W. 2005. Upaya Mengatasi Stigma Masyarakat pada Narapidana.


Depok: Fakultas Psikologi UI.

Sirait, A. 2008. Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps pada


Skizofrenia Remisi Sempurna Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

165

Sumatera Utara Tahun 2006. Tesis Magister Kesehatan Masyarakat.


Universitas Sumatera Utara.

Siswadi, A. 2014. Pemerintah Ragukan Riset Pendekatan Skizofrenia.

Smith, A & Caswellc C. 2010. Stigma and Mental Illness: Investigating Attitudes
of Mental Health and Non-Mental Health Professionals and Trainees, Journal
of Humanistic Counselling, Education and Development, vol. 9, no. 2.

Smith, J. A., Flowers, P & Larkin, M. 2009. Interpretative Phenomenological


Analysis: Theory, Method and Research. Los Angeles, London, New Delhi,
Singapore, Washington: Sage.

Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA). 2003.


The President‟s New Freedom Commision on Mental Health. Retrieved
January 4, 2013, from http://store.samhsa.gov/shin/content/SMA03-
3831/SMA03-3831.pdf

Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabet.

Sulistyowati, N. 2012. Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga


dengan Kekambuhan Skizofrenia di Desa Paringan Kecamatan Jenangan
Kabupaten Ponorogo. Surabaya: Fakultas Keperawatan UNAIR.

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Syaharia, A.R.H. 2008. Stigma Gangguan Jiwa Perspektif Kesehatan Mental


Islam. Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Skripsi.

Tarjum. 2004. Keluarga dan Penderita Gangguan Jiwa. Yogyakarta: Graha

The American Herritage Dictionary of English Language (5th ed.). 2012. Boston,
MA: Houghton Mifflin.

Thornicroft, G., Brohan, E., Kassam, A., Lewis-Holmes, E. 2008. Reducing


Stigma and Discrimination: Candidate Interventions, International Journal of
Mental Health Systems, 2:3.

Tristiana, RR. D. 2014. Psychological Well Being pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Surabaya: Fakultas Keperawatam
UNAIR. Tesis.

UU RI No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.

Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

166

Walgito, B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Walker, L. O., & Avant, K. C. 2005. Strategies for Theory Construction in


Nursing (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education.

Wardani, I. Y. 2009. Pengalaman Keluarga Menghadapi Ketidakpatuhan


Anggota Keluarga dengan Skizofrenia dalam Mengikuti Regimen Terapeutik:
Pengobatan. Depok: FIK UI Tesis.

Wawan & Dewi. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Werner, P., Goldstein, D., & Heinik, J. 2011. Development and Validaty of the
Family Stigma in Alzheimer‟s Disease Scale (FS-ADS). Alzheimer Disease
and Associated Disorders, 25 (1), 42-48.

Whitfield, C., Dubeb, S., Felitti, V. & Anda, R. 2005. Adverse Childhood
Experiences and Hallucinations. Child Abuse & Neglect, 29, 797–810.

Wijayanti, A. ODMK Kini Bukan Lagi Sampah Masyarakat. FISIPOL UFM.


Diakses dari http://fisipol.ugm.ac.id/news/odmk-kini-bukan-lagi-sampah-
masyarakat/id/ pada tanggal 08 April 2016, pukul 08.25 WIB.

Yarrow, M.R.; Clausen, J.A.; and Robbins, P.R. 1955. The social meaning of
mental illness. Journal of Social Issues, 11:33-48.

Yin, Y, Weijun Z., Zhenyu H., Fujun J., Yafang L., Huiwen X., Shuliang Z., Jing
G., Donghua T., Zhiyong Q. 2014. Experiences of Stigma and Discrimination
among Caregivers of Persons with Schizofrenia in China: a Field Survey.
Vol. 9.

Yosep, I. 2008. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Sumedang: Penyuluhan


Kesehatan Jiwa dan Bahaya Napza di Desa Legok Kidul Kecamatan Paseh
Kabupaten Sumedang.

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Yusuf, A., Rizky F. PK., Hanik EN. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


167
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 1

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

168

Lampiran 2

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

169

Lampiran 3

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

170

Lampiran 4

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

171

Lampiran 5

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

172

Lampiran 6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS
AIRLANGGA

PENJELASAN PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN : Stigma Keluarga yang Memiliki Keluarga dengan


Gangguan Jiwa: Skizofrenia
PENELITI : Nurullia Hanum Hilfida
NIM 1312111331024

Peneliti adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan


Universitas Airlangga.

Bapak/Ibu/Saudara telah diminta untuk berpartisipan dalam penelitian ini.


Partisipan ini sesungguhnya bersifat sukarela. Bapak/Ibu/Saudara berhak memilih
untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas
penelitian ini. Tidak ada konsekuensi atau dampak negatif jika Bapak/Ibu/Saudara
membatalkan untuk ikut berpartisipasi. Sebelum Bapak/Ibu/Saudara memutuskan
untuk berpartisipasi, maka saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai berikut :

1. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang stigma keluarga


yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia.
2. Penelitian ini bermanfaat bagi keluarga untuk menambah pengetahuan,
khususnya dalam ilmu keperawatan jiwa, sehingga diharapkan keluarga
menjadi pioner dalam perawatan kesehatan jiwa utama dan tidak ada
pandangan buruk karena memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa:
skizofrenia.
3. Jika Bapak/Ibu/Saudara untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, maka
peneliti akan melakukan wawancara sebanyak 1 - 2 kali. Pada pertemuan
pertama, peneliti akan melakukan BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya) pada
keluarga, kemudian pertemuan kedua peneliti akan mengajukan beberapa
pertanyaan terkait dengan pengalaman pengetahuan Bapak/Ibu/Saudara tentang
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia, sedangkan
pertemuan ketiga akan dilakukan untuk mengklarifikasi informasi yang
didapatkan pada pertemuan kedua. Wawancara akan dilakukan pada waktu dan
tempat yang telah disepakati.

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

173

4. Selama melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu perekam


suara yang bertujuan untuk merekam apa yang Bapak/Ibu/Saudara ucapkan.
Wawancara akan dilakukan selama 60-90 menit.
5. Penelitian ini tidak akan merugikan dan menimbulkan resiko bagi
Bapak/Ibu/Saudara. Apabila Bapak/Ibu/Saudara merasa tidak nyaman selama
wawancara, maka Bapak/Ibu/Saudara boleh tidak menjawab atau mengakhiri
wawancara serta mengundurkan diri dari penelitian.
6. Semua data dan catatan yang dikumpulkan selama penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya, dimana hasil penelitian hanya akan dipublikasikan kepada
pihak institusi pendidikan dalam hal ini adalah Universitas Airlangga dan
Rumah Sakit Jiwa Menur serta pihak terkait lainnya dengan tetap menjamin
kerahasiaan identitas.
7. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin
kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil catatan rekaman kepada
Bapak/Ibu/Saudara untuk diperiksa kembali kebenarannya sebelum analisa
data.
8. Jika ada yang belum jelas silahkan Bapak/Ibu/Saudara tanyakan pada peneliti.
9. Jika Bapak/Ibu/Saudara memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini, silahkan menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi
partisipan pada lembar yang telah disediakan.

Surabaya, Juni 2016

Peneliti

Nurullia Hanum Hilfida


131211131024

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

174

Lampiran 7

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS
AIRLANGGA

LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL PENELITIAN : Stigma Keluarga yang Memiliki Anggota


Keluarga dengan Gangguan Jiwa: Skizofrenia
PENELITI : Nurullia Hanum Hilfida
NIM 131211131024

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan oleh peneliti tentang penelitian yang

akan dilaksanakan sesuai judul di atas, saya mengetahui bahwa tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga

dengan gangguan jiwa: skizofrenia. Saya mengerti bahwa catatan mengenai

penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya, dan berkas yang mencantumkan

identitas hanya digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak

digunakan lagi akan dimusnahkan dan kerahasiaan data tersebut hanya diketahui

peneliti.

Selanjutnya saya secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan menyatakan

bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Surabaya,. .. Juni2016

Responden Peneliti

( ) (Nurullia Hanum Hilfida)

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

175

Lampiran 8

Kode Partisipan :

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Petunjuk : Isilah lembar kuesioner berikut ini :

A. Data Partisipan
1. Usia :

2. Jenis Kelamin :

3. Suku :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Status Pernikahan :

6. Agama :

7. Pekerjaan :

8. Nomor Telepon :

9. Alamat :

B. Data Anggota Keluarga yang Gangguan Jiwa: Skizofrenia


1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Tinggal serumah / tidak :

5. Lama menderita gangguan jiwa:

6. Perawatan yang diterima :

7. Berapa kali MRS :

8. Hubungan dengan partisipan :

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

176

Lampiran 9

PEDOMAN WAWANCARA

BAGI PENELITI

Judul Skripsi : Stigma Keluarga yang Memiliki Keluarga dengan Gangguan


Jiwa: Skizofrenia

Waktu wawancara :

Kode partisipan :

Tanggal :

Tempat :

Suasana ketika wawancara :

Saya ingin belajar dan mendapatkan gambaran tentang stigma keluarga yang
memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa: skizofrenia

No. Pertanyaan Wawancara


A. PERSEPSI & ASPEK – ASPEK STIGMA
1. Bagaimana anda melihat anggota keluarga dengan gangguan jiwa ?
2. Bagaimana anda merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa ?
3. Bagaimana perasaan Anda memiliki anggota keluarga dengan gangguan
jiwa?
4. Bagaiamana perlakuan masyarakat terhadap anggota keluarga Anda
dengan gangguan jiwa?
5. Bagaimana pandangan dan perlakuan masyarakat tentang Anda dan
keluarga, setelah mengetahui bahwa salah satu anggota keluarga Anda ada
yang menderita gangguan jiwa: skizofrenia ? lalu bagaimana Anda
menanggapinya ?
B. DAMPAK BAGI KELUARGA
6. Ceritakan kepada saya, dampak atau akibat yang anda rasakan dengan
memiliki anggota keluarga gangguan jiwa ?
C. HARAPAN KELUARGA
7. Ceritakan kepada saya, Apa harapan Anda dengan memiliki anggota
keluarga gangguan jiwa ?

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

177

Lampiran 10
CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan :

Kode partisipan :

Tempat dan waktu wawancara :

Lama wawancara :

Posisi partisipan :

Situasi wawancara :

Catatan kejadian :

Gambaran partisipan saat akan wawancara :

Gambaran partisipan selama wawancara :

Gambaran suasana tempat selama wawancara :

Respon partisipan saat terminasi :

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 11

DATA PARTISIPAN

PADA PENELITIAN : STIGMA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA:
SKIZOFRENIA

Lama menderita MRS di


Kode Jenis Status
No Usia (tahun) Pekerjaan Pendidikan Suku Agama anggota keluarga RSJ
Partisipan kelamin pernikahan
ggn jiwa Menur
1. P1 Wanita 61 tahun Janda Wiraswasta SPK Jawa Katolik 15 tahun 2 kali
Ibu Rumah Islam
2. P2 Wanita 61 tahun Kawin SD Jawa 16 tahun 12 kali
Tangga
Ibu Rumah Islam
3. P3 Wanita 33 tahun Kawin SMA Jawa 30 tahun 1 kali
Tangga
4. P4 Wanita 63 tahun Janda Wiraswasta SMA Jawa Islam 3 tahun 10 kali
5. L5 Pria 47 tahun Kawin Swasta SMA Jawa Islam 17 tahun 1 kali
6. L6 Pria 73 tahun Kawin Pensiunan SMP Jawa Islam 22 tahun 3 kali
7. P7 Wanita 49 tahun Janda Wiraswasta SMA Jawa Kristen 11 tahun 20-30 kali
Karyawan
8. P8 Wanita 30 tahun Kawin SMA Jawa Islam 26 tahun 2 kali
swasta

178
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 12

ANALISIS DATA PENELITIAN

STIGMA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA: SKIZOFRENIA

NO TUJUAN TEMA SUB KATEGORI KATA KUNCI PARTISIPAN


KHSUSUS TEMA 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Persepsi Keluarga : Sikap Positif Optimis ...Saya lihat itu saya optimis (tangan dilipat di perut) v
ya.. dia karena kan keinginannya itu seperti kita...
1. Keluarga melihat Menyadari ...Pokoknya dia itu, abis mukuli saya, mecah-mecahi v
anggota keluarga piring, terus dia minta maaf (tersenyum). “Ma, aku
dengan gangguan minta maaf yoo”...
jiwa Bekerja keras Saya mati-matian kuliahin dengan baik kalo dia v
butuh apa selalu tersedia, supaya cepet selesai dan
ini...
Negatif Mengacuhkan diri ...dia itu ya merasa juga lek dirinya itu kok gitu v
(terdiam) jadi dia itu maunya itu ya kok, orang
ngomong itu kadang gak cocok ya sama dia, engkuk
dia maunya keinginannya gak cocok sama si orang
itu...
Berontak dia nggak mau, nggak seneng, sama aturan orang tua v
ngelawan..
Tidak percaya akan Yah saya pikir dia itu bisa, tapi kalo rutin minum v
kemampuan obat, terus bisa apa,, disiplin, ya tapi gak bisa
disiplin ya, ...... ya seperti kita..
Persepsi Gejala emosional Kasar Pikiran nopo kok kuasar, juahatt, opo-opo nguamuk. v
Opo-opo nguamuk. Nek musuh ngoten iku diancam.
Nggowo-nggowo...
Pemarah Wess emosi ya, ya karena memicu emosi itu.. v v
... tempramental.. v
kalo kambuh ya marah-marah v v
Perilaku kekerasan .. kejadian e itu ... kan sering mukul ... V v v v
sepulang ke pasar itu semua sudah pecah. Semua v
sudah pecah (diam sejenak)..
... lempar kaca.. v

179
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gangguan fisik Pola makan ...mari mangan mie, engkuk kepingin anu, nasi v
berlebihan goreng, gak wetengmu loh, isok arep, engkuk ae..
Gangguan Sosial Menarik diri sering menyendiri. Nggak bisa umpamane dijak v v
kumpul gitu jarang mau..
... di rumah pendiam... v v
Pengetahuan Tanda dan gejala Halusinasi terus sering opo jenenge ngomong dewe, sembarang V v v
Keluarga gangguan jiwa ngelantur.
Waham khayalannya sudah semakin membesar mbak. v
Membesar gitu.
...kalo dia habis makan dia tinggalkan separuh, bawa v
ke laut separuh..
... Nyekar-nyekar ke Bung Karno, ke Gadjah Mada . v
... nggak mau dapat barang-barang dari tetangga, v v
nanti dikira itu..
Penyebab Pengalaman ....dia kan masih SMA kelas 3, terus hamil duluan ya v
Gangguan Jiwa Traumatis dan situ minta dinikahi ya tak nikahno ya. Terus
kekecewaan yang melahirkan ditinggal istri e (tangan menunjuk lalu ke
mendalam dahi) anake ya itu mulai wes dee...
...... kan nggada pacaar. Bujang kaleh tahun. nah v
kaleh tahun niku dipek bojo sebelah. Lahh,, terus
kawinan...
....Sakit yaa, karna kan dulu kan bapak itu kan punya v
toh mbaak.. pokoknya kena sinden gara-garanya kan
sawah, rumah, tanah itu terjual. Uangnya habiss....
..punya temen perempuan (mikir). Terus itu tuh ndak v
tau gimana ngilang..
Gangguan kena narkoba, pemakai narkoba, iya kalo jenis- v
penggunaan zat jenisnya saya ndak tahu..
psikoaktif
Gangguan ...sebenere dee itu pinter memang yo kepinteren yoo v
intelegensi terus akhire nggak ngatasi (sambil senyum
tertawa)...
Gangguan proses orang gila itu seperti itu kan gak sadar apa seng v
berpikir dilakukan ndak sadar.
....Awalnya itu curiga dari keluarga dulu. Terus v
lama-lama ke keluarga ee ke keluarga juga ke
tetangga...
Ekonomi yang ....gak bisa meneruskan melanjutkan kuliahnya... v
rendah
2. Cara merawat Jenis perawatan Menangani Dibiarkan “...yahh.. dibiarkan sak polah tingkahe gimana, v
anggota keluarga kekambuhan karepe gimana... ..... cara merawat, yoo dibiarkan... “

180
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

gangguan jiwa Dibawa ke rumah ... kalau sudah ngeblank gini sulit, wes ndak v
sakit jiwa terkontrol ya, ya harus e ini deh anu diamano (sambil
tertawa) ya ini..
Pengikatan nggeh diiket niku bapake jan e. Tiyang mboten v
angsal. “ojo-ojo mbok taleni, engkuk cacat” cacat
meriki tangane. Sikile. Ya Allah..
Melakukan nggih marine niki nembe pokok e jogo omongane v
interaksi apik..
Meredam keluarga gitu sudah meredam loh mbak v v
Kepatuhan Regimen Tidak efektif pak ngombe obat iki”, dia ndak mau.. v
terhadap aturan terapeutik Kalo di rumah kan dikasih resep lagi, diambilkan v v
obatnya nggak mau, obatnya itu dibuang gitu loh...
dia ndak mau minum obat lagi. v v
dia nambeng, dia ndak mau berobat kalo sudah v
pulang.
Efektif ...kalau yang nyuruh orang lain seperti dokter gitu v
ya dia berobat. Dia minum sendiri.
yo wes minum-minum obat sendiri waktu e minum v
obat
pokok e dipaksa minum obat.. v
Kontrol Pasien Tidak patuh disuruh kontrol nggak mau.. nah itu,, mulai kumat v
lagi 3 bulan..
kan waktue kontrol, “kenapa kamu?” ya minum tapi v
ya ga teratur..
Sumber daya Sumber BPJS saya pake bpjs makanya saya ambil langsung kelas 1 v
pendukung pembiayaan itu
Jamkesmas Jamkesmas soale jamkesmas mpun wekdal. v
Melibatkan Keluarga nggeh langsung bingung (wajah terlihat serius), v
sumber daya langsung kulo padoske tiyang sepuh..
...saya ngontak kakak saya, ngontak saudara-saudara v
saya, terus dia bilang, “wes becik ngono gowoen
po’o nang kono (menur) gitu”...
nah keluarga kita anak-anak saya ini umurnya v
dipindah aja biar ada perkembangan gitu...
Orang lain terus diambilkan orang,, perawat kampung (garuk- v
garuk kepala) aja suruh mandikan,, minum obat..
Petugas kesehatan ...jadi ya dari dokter ya ndak papa, asal bisa ngurus v
diri sendiri aja, minimal ya bisa mandi,, gosok gigi...
Petugas keamanan sama polisi juga diamankan.. v

181
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

.....Kalo bawa ke rumah sakit mesti polisi yang bawa v


mbak...
Upaya keluarga Cara membawa Membujuk “ayo toh le.. koen gak sakno ambek mama ta leh.. v
ke rumah sakit “ayo toh le.. koen gak sakno ambek mama ta leh.. v
jiwa “ayo ta leh nak rumah sakit ae mari, engkuk nang v
kono nak IRD wae, nanti anu kan dapat obat”.
Memaksa ..waktu itu, saya bawa ke sini ndak mau jadi paksa, v
saya telepon ambulans sini....
Mencari alternatif Dukun ... terusan ono niku wonten tiyang omong, “kono loh v
pengobatan nang dukun apik”. Tak parani..
Kyai ...Kyai parani. Pondok, teruse pondok. Tuerus.. v
Orang pinter iku sebelum dibawa ke poli jiwa, dulu saya bawa ke v
orang pinter..
Rumah sakit ....tak bawa kesini (RSJ Menur), yah manut ae v v v v v v v
dibawa perlu berobat.
......Mpun terus kulo beto teng nggene v v
karangmenjangan.
Mencari sumber Orang lain kulo beto wangsul (lawang), disanjangi tiyang-tiyang v
informasi kengken mbeto teng menur.
pengobatan ....tetangga saya itu bilang, gowoen nang menur, v
bawaen ke menur aja loh..
Fasilitas kesehatan sama puskesmas dianjurkan untuk dibawa kesini v
(menur)
Melibatkan Keluarga nggeh langsung bingung (wajah terlihat serius), v
sumber daya langsung kulo padoske tiyang sepuh..
...saya ngontak kakak saya, ngontak saudara-saudara v
saya, terus dia bilang, “wes becik ngono gowoen
po’o nang kono (menur) gitu”...
nah keluarga kita anak-anak saya ini umurnya v
dipindah aja biar ada perkembangan gitu...
Orang lain terus diambilkan orang,, perawat kampung (garuk- v
garuk kepala) aja suruh mandikan,, minum obat..
Petugas kesehatan ...jadi ya dari dokter ya ndak papa, asal bisa ngurus v
diri sendiri aja, minimal ya bisa mandi,, gosok gigi...
Petugas keamanan sama polisi juga diamankan.. v
.....Kalo bawa ke rumah sakit mesti polisi yang bawa v
mbak...
2. Perasaan keluarga Respon Tahapan/fase Menyangkal Kok punya anak sakit gini (menangis) gitu loh apa v
memiliki anggota kehilangan yang terjadi?
keluarga gangguan Kok sampe terjadi masyaAllah (berkaca-kaca).. v

182
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

jiwa
Masa kecilnya gini (menangis) v
Marah ...Tapi kan kadang-kadang kan kita juga emosi toh v
mbak. Iku kan, kadanan nek dikasih tau terus,
jawaaab teruss..
Menawar Gak tak parani lagi yoo orang tuane awak e dewe v
nek itu yoo nggak keluar awak e dewe wes gitu tok.
ya semua itu kita terima saja, Cuma kita yang saya v
anu apa harap apa Cuma saya kok larinya anak saya
kok sampek sakit..
Tapi kembali lagi kepada ee ya kekuasaan Tuhan v
bahwa bukan kehendak kita, ya maunya kita sih
maunya semua mulus...
kok suwi-suwi kok namane wes gak ada sapa-sapa v
gek ingeti dolan anu dewe ok mesakne jenenge wong
tuwek..
Ya semua dari Allah ya toh, Cuma kita kok sampek v
terjadi anak saya sakit gini gitu (menangis)
saya sendiri kan juga punya adek kandung yang v
seperti itu,, jadi ya nggak papa.. saya pikir yaa,, wes
diterima (sambil tegak dan tertawa).. gimana lagi,
memang..
Depresi Pun kadang kudu njueriittt... v
...seng kulo kerasani ati kulo kok dike’i penderitaan v
o’ sa’mono abote.
.... kan seperti terbebani kan, seperti ke sini, ke sini v
kan orang kan mikir e seng situk e ninggalno anak e
kabeh...
.....kalo kaya gini anak saya sakit seumur hidup, buat v
apa saya hidup? Saya gitu...
....kalo kaya gini anak saya sakit seumur hidup, buat v
apa saya hidup? Saya gitu...
Menerima Kita terima terima aja... v
... lah iki Puji Tuhan ya, aku isek bisa kerja, dikasi v
Tuhan sehat (tangan kiri ke dada), bisa apa ngurus
anak ...
semua saya serahkan semua ke Tuhan ya, semua itu v
mungkin ya rencana Tuhan ya (wajah pasrah)...

183
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Beban keluarga Beban obyektif Finansial ...mangkae yowes minta uang yo tak kasih, semua v
bilang jangan dikasih yo kumat terus tambah nemen,
ya wong dia keinginan e gitu...
rokok e nem pak loh sedino sewengi. Aku sampek v
gudu nangis. Gak ono seng mergawe (nada rendah)
saya ditinggal suami saya tanpa ditinggali pensiun. v
Gitu (sambil berbisik).
Korban ya uang wess.. v
Beban subyektif Takut ...Mangkakno kulo mboten wani ngeloroi, sak itik- v
itik e, yowis tak sabari engkuk nek ngamuk kulo
mendel....
Nggeh gak wani aku ngandani. Gak wani. Engkuk v
nek ngandani ngamuuk.
...Mboten waniii sak itik itik o. Niki aku gak wani v
guyon, nek omong-omong sak karepe iyo iyo iyo
cung iyo cung ..
Sedih kulo nggeh sedih mawon. Sediiih mawon.. piye toh v
kok mboten sedih..
aduh mbaak,, sedih seru mbak aku iki. Opo maneh v
aku iki, wedok, anak wedok.. ya Allah..
Menderita ....ya Allah mbak, niku loh mbak ati kulo ngenes v
mbak. Saiki aku kelingan. Seng kapundut niku bade
diantem watu niku....
... tapi orang tua kan,, orang tua sakit v
mbuatin seru mbak.. v
Kecewa ...secara manusia saya kecewa, kecewa sekali.. v
...bagaimana saya rasa jerih payah saya bekerja v
rasanyaa cuapeek sekali gitu loh mbak ya..
Jengkel saya yang down saya jengkel, saya gimana gitu loh. v
Khawatir loh seng tak wedeni kan ngono, engkuk gek maksa- v
maksa, iyo nek pas gak ndue bojo. Wes tau ndue
bojo. Engkuk gek maksa-maksa merkosa, kan wedi
aku mbak...
kalo perasaan sedih sih ndak, Cuma khawatir aja... v
enggeh seng disaduk, ngantek rong tahun. Ya Allah v
(ngelus dada).. Aku dadi wedi nek nang anake..
Malu yahh.. nek dibilang malu yo malu. v
Malu, orang tua e gitu.. kepala sekolah v
Namanya manusia kalo keadaan keluarga ya v
malunya juga malu..

184
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Aspek-aspek Respon Positif Menyadari pandangan masyarakat ini menyadari kan anak ini v
Stigma masyarakat dari dulu anaknya sopaan, ramah, sosial sekali sama
orang....
1. Perlakuan Afeksi Tapi tiyang-tiyang sae sedoyo. Sae, sae ne niku v
masyarakat kadang-kadang, “wan.. “ “eh yoo” nyauri ngoten.
terhadap Perhatian ndelok ibu, urip dewe, nah pandangan e tetangga iku v
penderita ngene, karepe kongkon nambakno, suruh ngobati..
gangguan jiwa Didukung ndak ada pandangan buruk. Malah didukung v
masyarakat..
Negatif Dijadikan musuh Nggeh toh piyambak e (anggota keluarga gangguan v
jiwa) nek metu saitik tantangan. Ambek wong
dianuni, ngepruk ngoten iku. diapakne ki jenenge,
diparani tiyang kathah. pentungi..
terus namine Tonggo niku nggeh mau. Musuhe iku v
namine Mono...
Dadi piyambak e (tetangga) niku coro anune v
piyambak e bento dendam kale meriku (anggota
keluarga)...
Penyesuaian diri Adaptif ..nek kate kumat, wes rokokan ae, jalan iku wes v
masyarakat nunduuuk ae wes gak tolah toleh, orang-orang itu
pada tau kalau kumat e dewe ngono...
mungkin sudah biasa (ketawa),, soale di tiap v
kampung,, itu kan bukan sendiri,, pasti ada yang
lain,, yang sakit gini..
Maladaptif diginikan sama kenalan gitu, diginikan “loh wong v
poso-poso e tukuuu roti?” gitu padahal ndak beli
roti. Lah itu dibawa ... Loh kan dibawa iku
tersinggungnya...
Dikejar.. mboten ngertos beto nopo beto nopo v
mboten ngertos. Cuma merikine kok darah-darah,
mpun roja-roja, dijotosi (pegang mata) mbuh
dinapaaken..
Stigma Menghindari Kalo sama yang sakit ya jelas dihindari, kadang kan v
masyarakat bau, risih..
Menghina lah anak-anak kecil lak sering, nggak, sering v
nggojloki ibuk, kayak gila-gila..
yah gimana ya mbak, yah wes biasa gitu, ndak gini, v v
kadang-kadang diolok-olokan orang,.
Penyakit turunan kalo stigma masyarakat ya terserah orang-orang, ya v
terserah anu,, ya ada yang bilang turunan mbak ya..

185
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Meremehkan Apa-apa itu lek kayak gak dianggep kayak gak, v


diremehno kayak disalahno apa padahal de’e iku kan
mampu, ngerti (tangan kiri menunjuk).
2. Perlakuan Stigma keluarga Respon Menyalahkan ... ya itu aku ya itu wes kesalahan disalahno sama v
masyarakat ke oleh masyarakat masyarakat ke saudara-saudara sama temen-temen, “kamu
keluarga yang keluarga memange salahmu, arek durung kerjo gurung kuliah
memiliki anggota sekolah gurung mari kok ngerabino, gak kuat
keluarga (menggelengkan kepala) pikirane iku gurung
gangguan jiwa waktue, nanggung beban”
Menghina ...kadang-kadang lewat gitu dikasih tetangga dikasih v
makanan basi gitu...
.....duduk gitu tau-tau itu bawa makanan basi, itu v
orang tua kan sakit...
Tidak menghargai kalo saya sapa itu “mbak..” gak ada respon e ngono v
loh mbak.. mek mensem tok biasa wes mari ngono..
Dijauhi ... mangkae saudara-saudaraku tuh ndak mau semua v
deket sama saya ...
Tidak suka ...dadi gak seneng saya toh,, ada yang nggak suka... v
iya beda ya pandangannya, jarang nyapa.. v
Membicarakan di kalo yang tidak menyadari ya kadang ya kalo v
belakang mengolok sih gak pernah.. cuma di belakang itu
ngomel...
stigma masyarakat juga muncul (tangan menunjuk),, v
“adek e kok gak di..”. padahal nggak tahu,, Cuma
sekedar ngomong...
Respon keluarga Malu secara moral malu ya ada (nunduk) tapi balik lagi v
tergantung orangnya kuat apa ndak ya,, kalo istri
kuat,, orang tua perempuan kuat,, orang tua laki-laki
ndak kuat (ketawa).
...setiap pagi kan ibu ganggu orang,, jadi saya itu v
sungkannya itu banyak sama tetangga saya itu...
adek yang perempuan ya, yang belum kawin,, v
kadang-kadang kan secara mental e pacaran, maen
ke rumah.. punya family beban moral juga,,..
Hubungan sosial jadi kalo saya pengen ngomong, tapi kok ealah mbuh v
terbatas aras-arasen ngomong..
Sikap masyarakat Positif Kasihan Eh, nggeh sedoyo saake... v v
ke keluarga Yah kasihan, yah kasihan ibu saya, yoo kasihan v v
anak-anaknya, yang kok gak bar-bar...
Memaklumi ndak papa, biasa. Tetangga saya sudah memaklumi v
(tersenyum).

186
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tidak dibenci ndak ada yang benci sama saya,, v


Prasangka ya ndak tahu. Dia tuh sudah ndak gunjingkan saya, v
yaa ndak ngomong-ngomong soal lain...
Perhatian Yaa Cuma ditanya aja, nangndi kok suwe gak ketok v
rek. Gitu. Biasa. Mondok ta? Iyaa.. oh yowes
gapopo. Gitu.
...saya kadang-kadang ngasih apa gitu, kadang v
termasuk uang untuk transport kemana...
Negatif Tidak peduli Ngerawat niku nak sakite, nek saiki dulur mboten v
perduli sedoyo.
saudara, saudara kadang-kadang kalo hal semacam v
ini, Cuma status,, iya hanya status saudara.. kalo
dapat semacam ini, ngurus ini sana sini
“wowoowow..” alasanee..
Menjadikan jera ada yang coro jowone nyukurno.. v
Marah nah obatono ibumu iku,, ngunu marah-marah.. v
Lelah yo kesel (dengan keluarga),, v
Apatis ..pas ketemu saya itu cuek, ya kayak seneng gitu, iya v
saya bukan su’udzon seh, gimana ya..
Tidak suka ada yang nggak suka.. v
4. Dampak yang Beban keluarga Beban Obyektif Beban Fisik ..sekarang aja ya masih bisa tapi, terasa wes capek v
dirasakan keluarga wes ini mikir itu juga ndak secepat dulu-dulu....
yang memiliki Pegel awak.. v
anggota keluarga ...pulang kerja ke duduk, terus dapat setengah hari ke v
dengan gangguan sini, ke sidayu.. jadi kan awak pegel kabeh, terus
jiwa duwek barang yo..
Ngantek rong tahun lorone. Gak iso opo-opo mbahe. v
Nggeh mbahe enggeh seng disaduk, ngantek rong
tahun. Ya Allah (ngelus dada) (kakek)
adek saya kan dipukul bapak itu......sampek v
tangannya sobek jahitan kan, dipukul pakek kayu ...
(anak)
Punya istrinya dipukuli sampek buta. Ibu saya kan v
buta. (istri)
dipukuli .. (caregiver) v v v
Beban Finansial “ojo rokok an, ojo ngono” rokok e nem pak loh v
sedino sewengi. Aku sampek gudu nangis. Gak ono
seng mergawe (nada rendah),
sakniki mboten wonten seng merdamel. v

187
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

“buk rokok buk” (tangan mencontohkan seperti v


orang merokok) ya Allah (mengelus dada) aku
ngantek melayu-melayu. Utang-utang ngoten niku..
ya uang wess.. semuanya.. v v v v
Beban waktu Waktunya juga.. v
saya nunggu di sini, terus pengurusan di rumah.. v
termasuk korban waktu lah..
Beban Subyektif Beban psikologis ...bapak e meninggal bukan karena anu, tapi pusing,, v
kan nggak kuat mental kan....
Semua merasakan kesedihan.. v v v v v
Sopo neng seng tak jaluki tulung iki sopo, ni kan v
bingung mbak (sedih menahan tangis)
sabar kan, sabar.. tapi kadang-kadang sabar ono v
batese kan mbak yo..
kadang ngono yo tak lokno, tau mbak tak lokno,, v v
lah wong pegel-pegel, nyawang ibu ngono, v
ngomong-ngomong gak karuan, ati iku emosi
mbak...
ngono iku mari ngono ati nangis mbak,, aku nangis v
mbak, mari ngelokno.. ee lapo tak lokno..
Beban Pikiran Mikir mboten wani omong. Tur mikir tok segalane. v
mikir namanya anak,, mikir kok punya anak yang v
punya penyakit gini, sampe meninggal...
Posisinya kan kasihan toh mbak, tua-tua semua gitu v
loh. Kalo saya, lah kadang-kadang adek saya yang
kesana. Terus saya kan posisi ngerawat bapak jadi
kan kita dibagi.
sini itu kan dicabang (nada meninggi) toh uteke, v
ngono loh mbak.. bar masalah iki genti nutuke
masalah iki..
Pegel mikir.. v v v v v
Beban moral adek yang perempuan ya, yang belum kawin,, v
kadang-kadang kan secara mental e pacaran, maen
ke rumah.. punya family beban moral juga,,..
Keretakan Perceraian Terus akhire kan ibu saya pisahne dari bapak wes v
hubungan berakhir..
keluarga Meninggal ...meninggal e bukan karena anu, tapi pusing,, kan v
nggak kuat mental kan....
Minggat minggat mbahe kakung (bapak) kesah, dadi anu v v
kesah sedoyo.

188
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gangguan Keteteran (ketawa) dampak e keluarga keteteran semua. v


aktifitas keluarga ini ngurus anak di rumah ini juga ibu rumah tangga.. v
yah mengganggu, ini pun mengganggu saya besok v
minggu itu punya pesenan...
Membolos kerja dampak e opo toh, ya seperti butuh pengorbanan.. v
iya perlu untuk kerja gini,, harus bolos..
Status kesehatan Penurunan fisik Kalo sekarang ya saya sudah usia segitu ya 61 kan v
keluarga udah rasae itu kemampuan, kekuatan ya sudah lain
ndak seperti dulu...
Timbul penyakit yah ini, saya sakit jantung. v
ada kalo ga 1 tahun. Jantung saya lemah.. v
Hubungan sosial Jarang disapa Iya beda pandangannya, jarang nyapa.. v
kalo saya sapa itu “mbak..” gak ada respon e ngono v
loh mbak.. mek mensem tok biasa wes mari ngono..
Dijauhi ... mangkae saudara-saudaraku tuh ndak mau semua v
deket sama saya ...
5. Harapan keluarga Kesembuhan Kembali ke semula Ya harapanku (senyum, kaki diluruskan) iku de’e iku v v
atas anggota isa normal sembuh seperti kita ya, kan gitu....
keluarga dengan yah saya berdoa semoga dia bisa kembali ke v
gangguan jiwa masyarakat seperti dulu (berkaca-kaca, mau
menangis), gitu aja ndak ada lain-lain kok mbak...
mudah-mudahan saat ini dia bisa sadar, sadar v
sepenuhnya dari hatinya ya toh...
Tidak mengganggu ...nggak ganggu orang (senyum tertawa) saya v
warga maunya mbak ya...
Menjalankan Dapat bekerja yaa pengennya dia itu bisa kerja, iso baik yaa biasa v
peran seperti dulu....
Anak sulung Harapan saya suatu saat kalo dia masih bisa v
dipulihkan, disembuhkan, yah dia bisa menduduki
kedudukannya sebenarnya sebagai anak sulung, ya
gitu aja heheh
Tetap merawat Keluarga diberi Utowo kulo urip teruss terusan ngopeni anake v
umur panjang sampek mergawe...
....Kulo niku nggeh kepengen aku ki urip terus v
sampe ngerumati de’ne terus, sampek kapundute.
Terus nggeh nuwun teng Gusti Allah ben paringi v
umur panjang, pokoke mboh berangkang mboh piye
leh nggolek duwek anggo ngopeni lare kaleh toh niki
kale niku. Bapak e karo anak e...

189
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Merawat dengan Harus rawat anak saya dengan baik. Gitu loh ya toh.. v
baik nanti suatu saat gitu, suatu saat perawatannya baik..
pokoke saya ingin ngeramut ibu saya.. kasihan mbak v
ibu saya itu..
Keyakinan/agama Kebutuhan spiritual saya itu rindu ya kalau ada tempat nampung de’e v
memperkuat iman...
Saya minta sama yang Maha Kuasa untuk memberi v
betul-betul dia diberi ketenangan, dibuka hatinya..
Berdoa Saya bawa dalam doa, didoakan gereja, didoakan v
pendeta...
..Cuma ya setiap malam saya minta pertolongan v
pertama sama Allah...
oh ya keluarga, anak cucu saya, yang lain ndak akan v
Mewujudkan seperti itu...
keinginan Tinggal bersama ...saya pengen tinggal serumah sama ibu, ntah di v
rumah sana bah iku ngontrak...
Rencana bekerja Niki mengke nek saget kulo karep kulo bade sadeyan v
nopo-nopo nak saget...

190
SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

194

SKRIPSI STIGMA KELUARGA YANG... NURULLIA HANUM HILFIDA

Anda mungkin juga menyukai