Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEMBIAYAAN KESEHATAN DALAM PENANGANAN COVID-19

DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

ACHMAD FAUZAN FEBRIANTO (21832051)

DOSEN PENGAMPU :

SUHARTINAH, SE, MM

PROGRAM STUDI D3 REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA) MALANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya menyediakan dana kesehatan yang mencukupi dan


berkesinambungan pada kondisi khusus seperti pandemi COVID-19 ini,
diperlukannya penyelenggaraan pembiayaan kesehatan yang baik dan strategis.
Didasari hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melihat strategi pembiayaan
kesehatan yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam menangani COVID-19.
Metode yang digunakan adalah penelitian pustaka atau library research yang
berasal dari beberapa sumber seperti artikel, berita, peraturan, website resmi, dan
lain-lain yang berlokasi di Indonesia. Hasil memperlihatkan bahwa Pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan khusus terkait pembiayaan penanganan
COVID-19 yang dananya berasal dari berbagai sumber dengan total alokasi
tambahan dana mencapai Rp 405,1 triliun. Mengingat besarnya alokasi tambahan
dana yang disediakan, perlu dilakukan pengawasan dan target pencapaian dari
penyaluran dana agar pelaksanaan penggunaan dana kesehatan untuk
pembiayaan COVID-19 bisa berjalan dengan efektif.

Subsistem Pembiayaan Kesehatan adalah suatu pengelolaan berbagai


upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan sehingga derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat tercapai. Tujuan
diadakannya subsistem pembiayaan kesehatan adalah agar tersedianya dana
kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata, dan
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan sesuai
peruntukannya untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan.

Pada pelaksanaannya, subsistem pembiayaan kesehatan memiliki 3 (tiga)


unsur yaitu :

1 . Dana
2 . Sumber daya
3 . Pengelolaan dana kesehatan.
Dana pada pembiayaan kesehatan diperoleh dan digali dari anggaran
pemerintah (pemerintah pusat dan pemerintah daerah), masyarakat, swasta, dan
sumber lain yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan
kesehatan. Terkait sumber daya, subsistem pembiayaan memiliki 5 (lima)
bagian yaitu :

1. Sumber daya manusia pengelola


2. Sarana
3. Standar
4. Regulasi
5. Kelembagaan.

Unsur terakhir yaitu pengelolaan dana kesehatan, yaitu seperangkat


aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku
subsistem pembiayaan kesehatan. Pengelolaan dana kesehatan terdiri dari
mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan
mekanisme pertanggungjawabannya. Unsur-unsur ini dilaksanakan dengan
mengikuti prinsip subsistem pembiayaan kesehatan yaitu kecukupan, efektif dan
efisien, serta adil dan transparan.

Penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan dilakukan melalui tiga


kegiatan yaitu penggalian dana, pengalokasian dana, dan pembelanjaan. Dalam
upaya menyediakan dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinambungan
pada masa pandemi COVID-19 ini, diperlukannya penyelenggaraan pembiayaan
yang baik dan strategis. Dimulai dari kegiatan penggalian dana dari berbagai
sumber yang tersedia dalam keadaan darurat seperti ini, dilanjutkan dengan
kegiatan pengalokasian dana terutama dalam hal perencanaan untuk
menanggulangi dan mencegah penyebaran penyakit COVID-19 ini di Indonesia,
dan terakhir melalui kegiatan pemanfaatan dana sebagai tahap terakhir dari
penyelenggaraan pembiayaan kesehatan dengan tetap menerapkan dua aspek
penting yaitu teknis dan alokatif dengan memperhatikan segi efektif dan
efisiennya terutama di masa pandemi COVID-19. Oleh karena itu,
diperlukannya pembiayaan kesehatan yang transparan, akuntabel, serta
menerapkan prinsip penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good
governance) agar pandemi COVID-19 dapat ditangani dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian sistem pembiayaan kesehatan.


2. Sumber pembiayaan kesehatan.
3. Macam-macam sistem pembiayaan kesehatan.
4. Syarat pokok pembiayaan kesehatan.
5. Perkembangan sistem pembiayaan kesehatan
6. Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia.
7. Kebijakan pembiayaan Covid-19.
8. Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan Covid-19.
9. Besar biaya yang dialokasikan untuk Covid-19.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami tentang pengertian sistem pembiayaan kesehatan.


2. Untuk memahami tentang sumber pembiayaan kesehatan.
3. Untuk memahami tentang macam-macam sistem pembiayaan kesehatan.
4. Untuk memahami tentang syarat pokok pembiayaan kesehatan.
5. Untuk memahami tentang perkembangan sistem pembiayaan kesehatan
6. Untuk memahami tentang sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia.
7. Untuk memahami tentang kebijakan pembiayaan Covid-19.
8. Untuk memahami tentang sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan
Covid-19.
9. Untuk memahami tentang besar biaya yang dialokasikan untuk Covid-19.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pembiayaan Kesehatan

Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk


menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azrul Azwar :
2004).
Sistem pembiayaan kesehatan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
yang mengatur mengenai besarnya alokasi dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Helda : 2011).
Sedangkan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya
keuangan secara terpadu dan saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya (Ana Faiza : 2013).
Dalam sistem pembiayaan kesehatan terdapat dua pihak yang terlibat yaitu
pelaksana pelayanan kesehatan (health provider) dan pengguna jasa pelayanan
kesehatan (health consumer). Bagi pelaksana pelayanan kesehatan terkait dengan
besarnya dana yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan suatu upaya
kesehatan dalam hal ini menjadi persoalan utama pemerintah dan atau pihak
swasta, sedangkan dalam hal pengguna jasa layanan berhubungan dengan
besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat dari adanya
pelayanan kesehatan yang menjadi persoalan utama bagi para pemakai jasa
pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dibedakan besarnya
dana bagi kedua pihak, yaitu :
a. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan mengarah pada seluruh
biaya investasi serta seluruh biaya operasional.
b. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih mengarah pada jumlah biaya
yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya
kesehatan.
2.2 Sumber Pembiayaan Kesehatan
Secara umum sumber pembiayaan kesehatan suatu negara berasal dari :
a. Anggaran Pemerintah

Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya


ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara Cuma-Cuma oleh
pemerintah, sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan
disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum
baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
b. Anggaran Masyarakat

Dapat bersumber dari individual atau perusahaan. Sistem ini mengharapkan


agar masyarakat (swasta) dapat berperan aktif secara mandiri dalam
penyelenggaraan maupun pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal ini memberi
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak
swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai
dengan peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak
pemakai jasa layanan kesehatan. Contohnya CSR atau Corporate Social
Responsibility dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai
maupun melalui sistem asuransi. Dana yang bersumber dari swasta antara lain
meliputi perusahaan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dana
kemanusiaan.
c. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri

Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-


penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain,
misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain.
d. Penggabungan anggaran pemerintah dan masyarakat

Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat


mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan dari sumber
pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang
dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan
layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta
masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan
mengeluarkan biaya tambahan.
2.3 Macam-macam Sistem Pembiayaan Kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983), ada dua macam jenis pelayanan
kesehatan, yaitu :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan


kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan utamanya adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit, dan sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
2. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan


kedokteran (medical service)ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat
bersifat sendiri (soslo practice) atau secara bersama-sama dalam satu
organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan
memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan
keluarga.

2.4 Syarat Pokok Pembiayaan Kesehatan


Suatu biaya kesehatan dapat dikatakan baik apabila memenuhi beberapa syarat
berikut ini :

1. Jumlah

Tersedianya dana dalam jumlah yang cukup, dalam arti mencukupi untuk
membiayai penyelenggaraan seluruh upaya kesehatan yang dibutuhkan, serta
tidak menyulitkan masyarakat yang memanfaatkannya.
2. Penyebaran

Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Apabila dana
yang tersedia tidak dialokasikan dengan baik tentu akan menyulitkan
pengelenggaraan setiap uapaya kesehatan.
3. Pemanfaatan

Alokasi dana pelayanan disesuaikan dengan tingkat pemanfaatn pelayanan


kesehatan yang dibutuhkan.

Upaya yang dapat dilakuakan untuk dapat melaksanakan syarat-syarat


pokok tersebut, yaitu :

- Peningkatan Efektivitas

Peningkatan efektifitas dilakukan dengan mengubah penyebaran atau alokasi


penggunaan sumber dana. Alokasi dana lebih diutamakan pada upaya kesehatan
yang menghasilkan dampak yang lebih besar, misalnya lebih mengutamakan
upaya pencegahan daripada pengobatan penyakit.
- Peningkatan Efisiensi

Peningkatan efisiensi dilakukan dengan memperkenalkan berbagai mekanisme


pengawasan dan pengendalian. Mekanisme tersebut meliputi :
a. Standar minimal pelayanan yang memiliki tujuan untuk menghindari
pemborosan. Pada dasarnya, terdapat dua macam standar minimal yang
sering diterapkan, yaitu :
- Standar minimal sarana, misalnya standar minimal rumah sakit dan
standar minimal laboratorium.
- Standar minimal tindakan, misalnya tata cara pengobatan dan perawatan
penderita, serta daftar obat-obat esensial.
Dengan adanya standar minimal pelayanan, diharapkan pemborosan dapat
dihindari dan dengan demikian tingkat efisiensinya dapat lebih ditingkatkan.
Selain itu, dengan adanya standar minimal pelayanan ini dapat pula dipakai
sebagai pedoman dalam menilai mutu pelayanan kesehatan.

b. Kerjasama antar berbagai sarana pelayanan kesehatan merupakan bentuk lain


yang diperkenalkan guna meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan,
terdapat dua bentuk kerjasama yang dapat dilakukan, yaitu :
- Kerjasama institusi, misalnya sepakat secara bersama-sama membeli
peralatan kedokteran yang mahal dan jarang dipergunakan. Dengan
demikian, dapat lebih menghemat dana yang tersedia serta dapat pula
digunakan dalam menghindari penggunaan peralatan yang rendah,
sehingga tingkat efisiensinya juga akan meningkat.
- Kerjasama sistem, misalnya sistem rujukan, yaitu adanya hubungan
timbal balik kerjasama antara satu sarana kesehatan dengan sarana
kesehatan yang lain.

2.5 Perkembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan


Di berbagai negara, terdapat tiga model sistem pembiayaan kesehatan bagi
warganya yang diberlakukan secara nasional yaitu model asuransi kesehatan
sosial (Social Health Insurance , model asuransi kesehatan komersial / privat
(Commercial / Private Health Insurance) dan model terakhir yaitu Pelayanan
Kesehatan Nasional (National Health Services). Model asuransi kesehatan
berkembang pertama kali di beberapa negara benua Eropa pada tahun 1882 dan
kemudian menyebar ke benua Asia. Kelebihan model ini adalah kemungkinan
cakupan yang mencapai 100 persen jumlah penduduk dan biaya yang dikeluarkan
relatif rendah dalam pembiayaan kesehatan.

Model asuransi komersial mulai berkembang di Amerika Serikat. Sistem ini


tidak berhasil mencapai cakupan 100 persen penduduk, sehingga Bank Dunia
merekomendasikan pembaruan sistem asuransi kesehatan. Berdasarkan data Bank
Dunia, Amerika Serikat merupakan negara dengan pembiayaan kesehatan paling
tinggi di dunia yang mencapai 13,7% dari GNP pada tahun 1997, sementara
negara Jepang yang pembiayaan kesehatannya hanya 7 % dari GNP tetapi
memiliki derajat kesehatan penduduk yang lebih tinggi yang dibuktikan dengan
tingginya usia harapan hidup penduduk Jepang yang mecapai 77,6 yahun untuk
pria dan 84,3 tahun untuk wanita. ( Fatmah Arianty : 2011 ).

Terakhir model National Health Services dirintis pemerintah Inggris sejak


usai perang dunia kedua. Model ini juga membuka peluang cakupan 100%
penduduk, namun pembiayaan kesehatan yang dijamin melalui anggaran
pemerintah akan menjadi beban yang berat.
2.6 Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

 Perkembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia


Departemen Kesehatan pada tahun 2006 mengeluarkan konsep
pembangunan kesehatan berkelanjutan yang kemudian dikenal sebagai Visi
Indonesia Sehat 2010. Dalam hal ini, pemerintah melakukan berbagai cara
guna mencapai visi tersebut dengan mensosialisasikan hingga ketingkat daerah.
Kebijakan desentaralisasi yang direvisi kembali melalui UU Nomr 32 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah sedikit menghambat berjalannya kebijakan
Indonesia Sehat 2010. Konsepsi visi Indonesia Sehat 2010 pada prinsipnya
menyiratkan pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, sebuah paradigma yang secara nyata cukup bertentangan dengan
prinsip desentarlisasi yang di atur dalam UU pemerintahan daerah yang mana
kewenangan daerah otonom dalam penentuan arah dan model pembangunan di
wilayahnya masing-masing tanpa harus terikat dengan kebijakan pemerintah
pusat. 
Kebijakan desentralisasi tersebut berpengaruh terehadap pola lama
pembangunan pada beberapa bidang, tak terkecuali dengan pembangunan
bidang kesehatan. Kekuasaan otonom pemerintah daerah dalam menentukan
kebijakan pembangunannya membuat konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010
menjadi tidak terlalu bermakna (Astaqauliyah.com : 2011). Hal itu dapat
ditunjukkan dengan masih banyaknya daerah-daerah di Indonesia yang
pembangunan di bidang kesehatannya sangat jauh dari kualitas baik, pada saat
yang sama kecenderungan epidemiologi penyakit tidak banyak mengalami
perubahan dan diperparah oleh lemahnya infrastruktur promoif dan preventif
bidang kesehatan.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah pusat membuat suatu kebijakan
dengan menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang
kemudian dikenal sebagai sistem kesehatan nasional yang terdiri dari upaya
kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sumber
daya obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan
manajemen kesehatan. Komponen pembiayaan kesehatan merupakan salah satu
komponen terpenting dalam sistem kesehatan nasional.
Kebijakan dalam pembiayaan kesehatan kemudian kembali diterbitkan
oleh pemerintah pada tahun 2004, melalui UU Nomor 40 tahun 2004 tentang
sistem jaminan sosial nasional (UU SJSN) dengan tujuan memberikan jaminan
nasional yang komprehensif bagi seluruh warga negara Indonesia. Sementara
itu, pada tahun 2005 pemerintah melalui Departemen Kesehatan meluncurkan
program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang
disempurnakan bentuk dan operasionalnya pada tahun 2008 menjadi Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas ).
Pemerintah kembali memperkenalkan program baru pada tahun 2010
yaitu Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dananya disalurkan ke
seluruh puskesmas yang ada di Indonesia. Pengaruh lembaga Internasional
seperti PBB yang Indonesia menjadi anggotanya dengan konsep Millenium
Development Goals (MDGs) menekankan beberapa target pembangunan
berkelanjutan yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang di dunia
termasuk Indonesia. Salah satu komponen dalam MDGs adalah bidang
kesehatan yaitu target penurunan Angka Kematian Ibu melahirkan atau AKI
pada tahun 2015 yang harus menurun hingga 102/100.000 kelahiran hidup dan
Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23/1000 kelahiran hidup. Untuk
mempercepat pencapaian target tersebut pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan meluncurkan program baru yang dilaksanakan sejak bulan Januari
2011 yaitu program Jaminan Persalinan (Jampersal) dengan tujuan menjamin
seluruh pembiayaan persalinan seluruh warga negara.  
Pembiayaan kesehatan pada masa ini terus mengalami peningkatan yang
diiringi dengan peningkatan anggaran Kementerian Kesehatan pada tahun 2010
yang mencapai 27,7 Triliun rupiah yang menjadi 27,8 Triliun Rupiah (naik
172,7 milyar) pada tahun 2011. Kementerian Kesehatan menganggarkan dana
sebesar 6,3 Triliun Rupiah untuk pembiayaan program jampersal dan
Jamkesmas, anggaran BOK untuk seluruh puskesmas di Indonesia mencapai
904,5 milyar rupiah. Anggaran Jamkesmas diperuntukkan bagi pembiayaan
kesehatan 76,5 juta jiwa warga miskin di seluruh Indonesia (Kementerian
Kesehatan RI ; 2011).
Pada tahun 2011, pemerintah juga memperluas cakupan pelayanan
program Jamkesmas selain bagi masyarakt miskin juga diberikan kepada
gelandangan, pengemis, anak terlantar serta masyarakat miskin yang tidak
punya identitas, masyarakat miskin penghuni panti-panti sosial, korban
bencana paska tanggap darurat dan masyarakat miskin penghuni lembaga
pemasyarakatan dan rumah tahanan. Keterlibatan pemerintah daerah pada masa
ini juga ditunjukkan dengan adanya program Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda) yang diperuntukkan bagi warga suatu daerah yang belum tercakup
dalam program Jamkesmas.

 Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia secara terbagi dalam 2 sistem, yaitu :


1. Fee for Service

Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran


berdasarkan layanan, yang mana pencari layanan kesehatan berobat
kemudian membayar kepada penyedia pelayanan kesehatan (dokter, ahli
gizi, bidan, rumah sakit dan sebagainya). Penyedia pelayanan kesehatan
mendapatkan pendapatan berdasarkan pelayanan yang telah diberikan.
Sebagian besar masyarakat di Indonesia hingga saat ini masih
bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini.
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2006 sebagian besar (70%)
masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem Fee for Service dan
hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009).
Kelemahan dari sistem Fee for Service ini adalah terbukanya peluang
bagi pihak penyedia pelayanan kesehatan untuk memanfaatkan hubungan
Agency Relationship, yang mana penyedia pelayanan kesehatan
mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang telah
diberikannya yang besar kescilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin
banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang
didapat dari jasa medik yang ditagihkan kepada pasien.
2. Health Insurance

Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh


pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari pelayanan kesehatan
berobat. Sistem health Insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan
system Diagnose Related Group (DRG System).
Capitation Payment

Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa


pelayanan kesehatan yang mana penyedia pelayanan kesehatan
menerima sejumlah penghasilan tetap per peserta untuk pelayanan
kesehatan yang telah ditentukan per periode waktu. Pembayaran bagi
penyedia pelayanan kesehatan dengan sistem kapitasi yaitu
pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada penyedia
pelayanan kesehatan atas jasa layanan kesehatan dengan pembayaran
di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan
biaya (unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah
Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat).
Diagnose Related Group

Sistem berikutnya yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak


jauh berbeda dengan sistem kapitasi. Pada sistem ini, pembayaran
dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien.
Penyedia pelayanan kesehatan telah mendapat dana dalam penanganan
pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda
tiap diagnosis penyakit. Sejumlah dana yang diberikan ini, jika dapat
dioptimalkan penggunaanya demi kesehatan pasien, sisa dana akan
menjadi pemasukan bagi penyedia pelayanan kesehatan.
Kelemahan dari Insurance System adalah dapat menimbulkan terjadinya
underutilization yang mana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas
yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya. Selain itu, apabila peserta tidak banyak bergabung dalam sistem
ini, maka risiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Sedangkan untuk
kelebihannya yaitu penyedia pelayanan kesehatan mendapat jaminan
adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana tiap awal
periode waktu tertentu, penyedia pelayanan kesehatan taat terhadap
prosedur, sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose,
serta penyedia pelayanan kesehatan lebih mengarah kepada tindakan
preventif dan promotif.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai sistem pembiayaan kesehatan
dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien dalam menurunkan
angka kesakitan dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan sistem Fee
for Service. Namun, hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh
Indonesia dikarenakan terdapatnya beberapa hambatan dan tantangan,
salah satunya yaitu sistem kapitasi yang belum dapat memberikan
asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali sesuai dengan
yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN).
Hingga saat ini, perusahaan asuransi masih banya memilah peserta
asuransi yang mana peserta dengan risiko penyakit tinggi dan atau
kemampuan membayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi.
Untuk mewujudkan pemertaan kesehatan, dapat dilakukan universal
coverage yang bersifat wajib yang mana penduduk yang mempunyai
risiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang berisiko tinggi dan
penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu
mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi
pekerjaan rumah yang harus ditemukan solusinya bagi sistem kesehatan
di Indonesia.
Contoh Health Insurance yang berada di bawah naungan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial :
- Askes
- Jamkesmas
- ASBRI
- Taspen
- Jamsostek
 Sumber Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

Pembiayaan kesehatan Indonesia pada masa ini tidak lagi sepenuhnya


bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga dilakukan oleh sektor
swasta yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta
yang didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan
kesehatan masyarakat tidak lagi sepenuhnya berada dalam kendali penuh
pemerintahan pusat, seiringnya berjalannya sistem otonomi daerah, setiap
daerah otonom berhak menentukan perencanaan sendiri pembangunan
kesehatan di daerahnya. Partisipasi masyarakat terus meningkat dalam
upaya kesehatan yang bersumber masyarakat (UKBM) seperti posyandu
dan kader kesehatan. Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai merata seiring dengan
bertambahnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang mulai
menjangkau daerah pedesaan di Indonesia. Dengan meningkatnya peran
swasta/masyarakat tentu akan berdampak baik bagi perkembangan pembiayaan
kesehatan di Indonesia terutama dalam hal pengalokasian dana pemerintah.
Namun, hal yang juga harus diperhatikan adalah ketika tingginya biaya kesehatan
yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas kesehatan swasta yang tidak
sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia
yang masih tergolong ekonomi menengah ke bawah.
 Fungsi Pembiayaan Kesehatan di Indonesia
a. Penggalian Dana
 Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

Sumber dana UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat


maupun daerah, melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan dan
pinjaman serta berbagai sumber lainnya. Sementara itu, sumber dana
lain dalam upaya mencapai kesehatan masyarakat adalah melalui
swasta atau masyarakat. Sumber dana dari swasta dihimpun dengan
menerapkan prinsip public private patnership yang didukung dengan
pemberian insentif, misalnya keringanan pajak untuk setiap dana yang
disumbangkan. Sumber dana tak lain berasal dari masyarakat sendiri
yang menghimpun dana secara aktif dalam upaya mencapai kesehatan
masyarakat, seperti halnya dana sehat. Sedangkan secara pasif dapat
berupa dana sosial keagamaan.
 Penggalian dana untuk Untuk Kesehatan Perorangan (UKP) berasal dari
dana masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Namun,
bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin, sumber dana berasal dari
pemerintah melalui mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
b. Pengalokasian Dana
 Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal dari
pemerintah untuk UKM dan UKP yang dilakukan melalui penyusunan
anggaran pendapatan dan belanja baik pusat maupun daerah sekurang-
kurangnya 5% PDB atau 15% total anggran pendapatan dan belanja
setiap tahunnya.
 Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat untuk
UKM dilaksanakan berdasarkan atas asas gotong royong sesuai dengan
kemampuan masing-masing orang. Sedangkan untuk UKP dilakukan
melalui kepersertaan dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan
wajib dan atau sukarela.

c. Pembelanjaan
 Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public private patnership
digunakan untuk membiayai UKM.
 Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari dana sehat dan dana sosial
keagamaan digunakan untk membiayai UKM.
 Pembelanjaan untuk pemeliharaan kesehatan keluarga iskin dilaksanakan
melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib.

2.7 Kebijakan Pembiayaan Covid-19


Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 terkait Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
COVID-19. Perppu ini membahas dua hal yaitu mengenai kebijakan keuangan
negara dan keuangan daerah yang berhubungan dengan pengaturan kebijakan
pendapatan, belanja, dan pembiayaan; dan mengenai kebijakan stabilitas sistem
keuangan negara.

Selanjutnya pada 4 Februari 2020, Kementerian Kesehatan Indonesia


menerbitkan Surat Keputusan dengan Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020
tentang Penetapan Infeksi Coronavirus sebagai Penyakit Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Penanggulangannya. Dalam keputusan tersebut
disampaikan bahwa seluruh bentuk pembiayaan dalam rangka upaya
penanggulangan COVID-19 akan dibebankan pada anggaran Kementerian
Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan/atau sumber dana lain yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Maka dapat diketahui
bahwa seluruh pendanaan dalam hal penanggulangan COVID-19 akan
ditanggung seluruhnya oleh Pemerintah.
Pandemi COVID-19 ini memberikan dampak yang sangat besar
khususnya di kesehatan masyarakat, dan tidak hanya itu sektor-sektor lainnya
juga terkena dampak, salah satunya di bidang keuangan. Defisit Indonesia
diperkirakan melebar sekitar 5% dari sebelumnya dan pendapatan akan menurun
sebesar 10%.

Kementerian Keuangan juga mengeluarkan beberapa kebijakan terkait


pembiayaan yang diselenggarakan untuk menghadapi pandemi COVID-19 ini,
seperti:
a. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 19/PMK.07/2020
tentang penyaluran dan penggunaan dana alokasi umum dan dana insentif
daerah tahun anggaran 2020 dalam rangka penanggulangan COVID-19; dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.03/2020
tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona

2.8 Sumber Dana yang digunakan dalam Pembiayaan Covid-19


Untuk membiayai penanganan pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia
menggunakan beberapa sumber dana. APBN dan APBD menjadi sumber dana
utama yang digunakan. Kedua sumber tersebut sebelumnya telah dilakukan
realokasi dan refocusing agar kebutuhan tak terduga ini dapat tercover. Selain
itu, terdapat sumber lain berupa sisa anggaran Lebih dari tahun-tahun
sebelumnya, dana abadi seperti LPDP, serta Bantuan Layanan Umum yang
dikelola oleh beberapa lembaga pemerintah.
Pemerintah Indonesia juga melakukan pencarian sumber dari pasar
dengan cara penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) seperti Surat Utang
Negara (SUN), SUKUK termasuk Surat Berharga Ritel (SBR) baik di pasar
domestic maupun pasar global (valas), melakukan private placement dari BUMN
atau Lembaga seperti LPS, Badan Dana Haji, Taspen, BPJS Tenaga Kerja, serta
sumber bilateral dan multilateral seperti Bank Dunia, ADB, AFD, KFW, JICA,
EDCF dan AIIB serta lembaga donor lainnya.
2.9 Besar Biaya yang dialokasikan untuk Covid-19.

Pemerintah mengalokasikan tambahan belanja kesehatan sebesar Rp


405,1 triliun untuk wabah virus corona atau COVID-19. Kemudian, besar biaya
yang dianggarkan Pemerintah terkait intervensi dana penanganan COVID-19
yang dialokasikan untuk mensubsidi iuran BPJS sebesar Rp 75 Triliun. Total
dana tersebut dibagi dalam empat aspek, yaitu (1) subsidi penyesuaian tarif
Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja sesuai Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 sebesar Rp 3 triliun. Total tambahan subsidi
ditujukan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kesehatan kelas 3
sebanyak 14 juta jiwa. Kemudian, subsidi diberikan untuk peserta baru yang
mengalami pergeseran ke Pekerja Bukan Penerima Upah kelas 3 sebanyak 16
juta jiwa. Sehingga, total Pekerja Bukan Penerima Upah kelas 3 yang akan
ditambah iuran subsidinya sebanyak 30 juta jiwa. PBPU yang dimaksud,
menurut BPJS kesehatan adalah orang yang bekerja atau berusaha atas risiko
sendiri, seperti pengacara, bidan praktek swasta, petani, peternak, nelayan, supir,
sampai tukang ojek; (2) Anggaran untuk insentif tenaga medis pusat dan daerah
senilai Rp 5,9 triliun. Dengan rincian Rp 1,3 triliun untuk tenaga medis pusat,
dan Rp 4,6 triliun untuk tenaga medis daerah.; (3) Anggaran untuk santunan
kematian tenaga kesehatan senilai Rp 300 miliar.; (4) Belanja Penanganan
Kesehatan untuk COVID-19 sebesar Rp 65,8 triliun, meliputi alat kesehatan
(APD, Rapid Test, Reagen), sarana dan prasarana kesehatan, serta dukungan
SDM.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembiayaan Kesehatan merupakan sebuah fungsi, lebih tepatnya fungsi


inti dari sistem kesehatan yang memungkinkan terciptanya kemajuan menuju
jaminan kesehatan universal dengan meningkatkan cakupan layanan yang efektif
dan perlindungan keuangan, dengan berbagai pengelolaan upaya penggalian,
pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Selama masa pandemi COVID-19,
pemerintah memperbesar alokasi dana kesehatan untuk menangani virus corona.
Sehingga, perlu dilakukan pengawasan dan target pencapaian dari penyaluran
dana, agar pelaksanaan penggunaan dana kesehatan untuk pembiayaan COVID-
19 bisa berjalan dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Arianto, Kurniawan. 2011. Perubahan Pola Pembiayaan Kesehatan di Indonesia


Sejalan dengan Perubahan Politik yang terjadi. (Online),
(http://arieanto165.blogspot.com/2011/11/perubahan-pola-pembiayaan-
kesehatan-di.html), diakses 17 April 2021.

Azwar, Azrul, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan , Edisi ketiga, Penerbit


Binarupa Aksara, Jakarta.

Center for Accounting Studies Unpad. Implementasi Kebijakan Keuangan di


Pemerintah Pusat dan Daerah Akibat Pandemi Covid-19 [Internet]. 2020.
Available at:
https://feb.unpad.ac.id/implementasi-kebijakan-keuangan-di-pemerintah-pusat-dan-
da erah-akibat-pandemi-covid-19/ [Accessed at 17 April 2021].

Kementerian Keuangan RI. Strategi Pembiayaan COVID-19 Tahun 2020


[Internet]. 2020. Available at :
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/strategi-pembiayaan-covid-19-tahun-
2020/ [Accessed at 17 April 2021]

Mediatama. Dapat Suntikan Anggaran Rp 3 Triliun, Begini Respons BPJS


Kesehatan Page All. [Internet] kontan.co.id. 2020. Available
at:

<https://nasional.kontan.co.id/news/dapat-suntikan-anggaran-rp-3-triliun-
begini-respo ns-bpjs-kesehatan?page=all> [Accessed 17 April 2021].
Kristanto, Bima Eka dkk. 2013, Sistem Pembiayaan Nasional dan Penyusunan
Anggaran Program Kesehatan. (Online),
(https://www.academia.edu/5837697/Sistem_Pembiayaan_Nasional_dan_Pen
yusunan_Anggaran_Kesehatan), diakses 17 April 2021.

Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem


Kesehatan Nasional [Internet]. 2012. Available at:
<https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/41327/perpres-no-72-
tahun-2012> [Accessed 17 April 2021]
Reportase Papua. ANALISIS PEMBIAYAAN (KESEHATAN) COVID 19
DI INDONESIA. [Internet] reportasepapua.com. 2020. Available
at:
<https://reportasepapua.com/analisis-pembiayaan-kesehatan-covid-19-di-
indonesia/> [Accessed 18 April 2021].

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman
yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan [Internet]. 2020. Available at:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/135060/perpu-no-1-tahun-2020
[Accessed at 18 April 2021]

Suparyanto. 2014. Pembiayaan Kesehatan. (Online), (http://dr-


suparyanto.blogspot.com/2014/07/pembiayaan-kesehatan.html), diakses 18
April 2021.

Tri, R.,. Darurat Corona, Peserta Kelas 3 BPJS Kesehatan Disubsidi Rp 3 T.


[Internet] Tempo. 2020. Available at :
<https://bisnis.tempo.co/read/1326456/darurat-corona-peserta-kelas-3-bpjs-
kesehatan- disubsidi-rp-3-t> [Accessed 18 April 2021].

Anda mungkin juga menyukai