PEMBIAYAAN
KESEHATAN DI
INDONESIA
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem
yaitu:1.
1. Fee for Service ( Out of Pocket )
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan
layanan,
dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelaya
nan kesehatan (PPK).PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan ber
dasarkan atas pelayanan yangdiberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin
banyak pula pendapatan yang diterima.Sebagian
besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistempembiayaan
kesehatan secara Fee for Service ini.
Dari laporan World Health Organization di tahun 2006 sebagian besar
70%) masyarakat Indonesia masih padasistem Fee for Service dan bergantung
hanya 8,4% yang dapat mengikuti system Health Insurance (WHO, 2009).
Kelemahan sistemFee for Service
adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk me
manfaatkan hubungan Agency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa
uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-
kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang
ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan
didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak la
ngsung PPK didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk
mendapatkanimbalan jasa yang lebih banyak
2. Health Insurance
negara mencapai Universal Health Coverage (UHC) dengan berbagai cara dan sistem
kesehatan. Meskipun demikian, cara menuju UHC secara teratur memiliki tiga aspek.
1. Yang pertama adalah proses politik yang didorong oleh berbagai kekuatan sosial untuk
membuat program atau peraturan yang memperluas akses ke pelayanan kesehatan
publik, meningkatkan ekuitas, dan tempat penampungan (pooling) risiko keuangan.
2. Yang kedua adalah pertumbuhan pendapatan yang diiringi naiknya anggaran kesehatan,
bertujuan membeli layanan kesehatan yang lebih dengan mencakup lebih banyak orang.
3. Yang ketiga adalah peningkatan porsi belanja kesehatan yang dikumpulkan
dibandingkan dengan yang membayar sendiri (out-of pocket) oleh rumah tangga.
Pengumpulan dana ini dimobilisasi sebagai pajak dan disalurkan oleh pemerintah
dengan menyediakan atau mensubsidi pelayanan kesehatan, dalam kasus lainnya
dimobilisasi dalam bentuk kontribusi untuk skema asuransi wajib
Evolusi Sistem Pembiayaan di Indonesia
Pada masa ini, pemerintah Hindia Belanda bertanggung jawab secara penuh
dalam pembiayaan kesehatan. Pembiayaan kesehatan bersumber dari pajak dan
hasil bumi yang dihasilkan di tanah Indonesia.
Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya dikendalikan oleh
pemerintah Hindia Belanda, warga negara Indonesia tidak dapat berpartisipasi
dalam pelayanan kesehatan, serta masyarakat pribumi memiliki akses yang
terbatas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
Masa Kemerdekkaan dan Orde Lama
ada masa ini dilakukan sebuah seminar pada bulan November 1967 yang
merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu. Dalam seminar tersebut
diajukan sebuah konsep pusat kesehatan masyarakat dan hasil seminar
menyepakati konsep puskesmas terbagi menjadi puskesmas tipe A, B, dan C.
Pembiayaan kesehatan pada masa ini bersumber hampir seluruhnya dari anggaran
pemerintah. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya
dikendalikan oleh pemerintahan Presiden Soekarno, warga negara Indonesia
sudah mulai berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, serta akses masyarakat
terhadap fasilitas pelayanan sudah mulai terbuka. Namun, pelayanan kesehatan
berbasis kemasyarakatan pada masa ini belum bisa memberikan jaminan bahwa
setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik.
Masa Orde Baru
Pembiayaan kesehatan pada hari ini bukan berasal dari pemerintah; melainkan
dilakukan oleh sektor swasta yang ditandai dengan banyaknya angkatan kerja
sakit dari berbagai daerah di Indonesia.Askes, yang berfokus pada peningkatan
kualitas hidup bagi non-sipil, pensiunan, veteran, dan keluarganya) ASTEK yang
didirikan pada tahun 1977, tercantum dalam PP Nomor 33 Tahun 1977 (milik
PT.Jamsostek didirikan pada tahun 1995 sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 1995)
dan bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan kepada sektor swasta dan
BUMN Asabri yang fokus pada kebutuhan TNI, RI, dan PNS Departemen
Pertahanan selain kelaurganya
SITUASI DATA PEMBIAYAAN KES.
INAmekanisme
pembiayaan kesehatan yang diterapkan di Indonesia (Myint et al., 2019): sumber
utama pendapatan berasal dari pajak langsung, pajak tidak langsung, dan out of pocket (OOP).
Metode pengumpulan pendapatan menggunakan sistem single pool. Jenis penyedia layanan
kesehatan berasal dari penyedia publik dan swasta. Dalam hal pembelian, penyedia layanan
untuk pelayanan kesehatan mengandalkan campuran penyedia publik dan swasta.
Cakupan pelayanan berupa layanan kesehatan esensial dan berbiaya tinggi atau pelayanan
tersier. Luas cakupan mencakup sekitar 63%
masyarakat melalui subsidi pemerintah dan/atau pembayaran di muka dan/atau skema
pengelompokan risiko. Cakupan ini belum mencapai tingkat yang direkomendasikan WHO,
yaitu lebih dari 90%. Paket layanan bersifat komprehensif, tetapi tergantung pada jenis
asuransi yang dipilih oleh individu (perawatan tingkat pertama, kedua, dan ketiga)(Marzoeki,
Tandon, Bi, & Pambudi, 2014).
Penyedia layanan di Indonesia membutuhkan akreditasi. Metode pembayaran penyedia
menggunakan sistem kapitasi dan Diagnostic Related Group (DRG). Dana dikumpulkan ke
satu tempat yang disebut asuransi kesehatan nasional (single pool)
SISTUASI DATA
PEMBIAYAAN
KESEHATAN DI
INDONESIA
MASALAH PEMBIAYAAN
KESEHATAN DI INDONESIA
1. Masalah dalam mencapai Ekuitas
Prinsip ekuitas atau kesetaraan dalam kesempatan untuk mencapai taraf kesehatan yang
optimal merupakan salah satu komponen utama dalam mencapai cakupan kesehatan
semesta. Konsep ekuitas sejatinya sejalan dengan gagasan keadilan yang tertuang dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H Ayat (2) yang berbunyi, “Setiap orang berhak
mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
2. Kualitas pelayanan kesehatan yang belum merata
Secara cakupan kesehatan, BPJS sebenarnya cukup sukses mengingat bila
dibandingkan dengan tahun 2016, jumlah FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan meningkat dari 2068
menjadi 2455 FKRTL di akhir tahun 2018
2.
Dalam hal sebaran tenaga kesehatan, kepadatan rasio dokter masih sangat timpang
dimana di Jakarta terdapat 65 dokter per 100,000 penduduk sementara di Maluku dan
Nusa Tenggara Timur rasio dokter adalah 14 per 100,000 penduduk
3. Cakupan proteksi finansial JKN belum mumpuni
Program JKN masih belum mampu memberikan proteksi finansial yang optimal
kepada seluruh rakyat Indonesia. Data dari Bank Dunia menunjukkan di tahun 2015
terdapat lebih dari 9 juta orang di Indonesia yang mengeluarkan lebih dari 10%
pendapatannya untuk biaya kesehatan dan 1 juta diantaranya mengeluarkan lebih dari
25% dari penghasilannya
4. Defisit anggaran yang membebani keberlansungan program JKN
Permasalahan lain yang dihadapi BPJS adalah keberlanjutan pembiayaan kesehatan.
BPJS menghadapi defisit keuangan yang semakin bertambah setiap tahunnya. Defisit
pada akhir tahun 2019 diperkirakan mencapai Rp 32 triliun
Besar kemungkinan terjadinya defisit disebabkan oleh biaya klaim yang lebih besar
dibanding pendapatan iuran peserta. Pada dasarnya, permasalahan paling mendasar
yang dihadapi BPJS adalah tidak sesuainya iuran yang harus dibayarkan peserta
dengan hitungan akturia yang lazim digunakan dalam program seperti ini
5. Alokasi anggaran kesehatan Indonesia belum efisien
Upaya mengatasi permasalahan
pembiayaan kesehatan di indonesi
pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia telah
memasuki tahun keenam.
Telah diakui bahwa reformasi pembiayaan kesehatan dan pelayanan kesehatan ini
telah banyak memberi manfaat kepada berbagai komponen yang terlibat di
dalamnya, terutama masyarakat sebagai penerima manfaat.
Hal ini sesuai dengan tujuan diselenggarakannya Program JKN, yakni
mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan
perlindungan finansial