Anda di halaman 1dari 36

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

Dosen: Ns. Rokhaidah, M.Kep.Sp.Kep.An

Disusun Oleh:

1. Cantika Nurmeilani 2010701024

2. Megiantara Haruman 2010701031

3. Wijianti Tri Lestari 2010701034

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang "Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)"

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah tentang Penyakit Jantung Bawaan ini dapat memberikan
manfaat terhadap pembaca.

Jakarta, 16 Agustus 2021

Kelompok 4 A

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................4
2.1.1 Pengertian PJB..............................................................................................................4
2.1.2 Etiologi PJB..................................................................................................................6
2.1.3 Patologi Dan Patofisiologi PJB ....................................................................................7
2.1.4 Manifestasi klinis PJB...................................................................................................15
2.1.5 Komplikasi PJB.............................................................................................................17
2.1.6 Penatalaksanaan medis PJB .........................................................................................18
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................19

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .........................................................................................20

2.2.1 Pengkajian.....................................................................................................................20
2.2.2 Diagnosa keperawatan..................................................................................................23
2.2.3 Intervensi keperawatan.................................................................................................23
2.2.4 Implementasi keperawatan............................................................................................27
2.2.5 Evaluasi keperawatan ...................................................................................................28

BAB III PENUTUP...............................................................................................................29

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................29

3.2 Saran.................................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung bawaan (PJB) atau dikenal dengan nama Penyakit Jantung Kongenital
adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa
dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin (Mulyadi, 2006). Penyakit Jantung Kongenital (Congenital
Heart Disease, CHD) adalah kelainan pada struktur jantung yang terdapat sejak lahir. Penyakit
ini disebabkan oleh gangguan pada perkembangan jantung yang terjadi saat usia gestasi 3-8
minggu (Roebiono, 2008). Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung
Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi
jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) adalah abnormalitas struktur makroskopis jantung atau pembuluh darah besar intratoraks
yang mempunyai fungsi pasti atau potensial yang berarti. Kelainan ini merupakan kelainan
kongenital yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi penyakit jantung bawaan
yang diterima secara internasional adalah 0.8%, walaupun terdapat banyak variasi data yang
terkumpul, secara umum, prevalensi penyakit jantung bawaan masih diperdebatkan. (Moons, et
al. 2008). Kelainan Kongenital jantung terjadi pada sekitar 8 per 1000 kelahiran hidup, yang
menjadikannya salah satu tipe malformasi kongenital tersering. Dengan menurunnya insiden
demam reumatik akut, penyakit jantung kongenital sekarang menjadi penyebab tersering
penyakit jantung pada anak di dunia barat. Penyakit jantung kongenital mencakup beragam
malformasi, berkisar dari kelainan ringan yang hanya menimbulkan gejala minimal sampai usia
dewasa, hingga anomaly berat yang menyebabkan kematian pada masa perinatal. Penyebab
sebagian besar penyakit jantung kongenital tidak diketahui. Defek jantung terjadi pada sekitar
1% bayi lahir hidup. Jantung yang abnormal dapat ditemukan pada sekitar 10% janin yang
mengalami aborsi spontan.

Dokter bertugas untuk mengenali kemungkinan adanya penyakit jantung, membedakannya dari
keadaan normal dan menilai urgensi pemeriksaan kardiologi . Pada umumnya kelainan Jantung

1
bawaan dapat dideteksi sejak lahir, namun tak jarang gejalanya baru muncul setelah bayi
berumur beberapa minggu atau beberapa bulan.Gejala umum dari penyakit jantung bawaan
adalah sesak nafas dan bibir terlihat kebiru-biruan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi Penyakit Jantung Bawaan di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
(nakes) atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit Jantung Bawaan
telah terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi Penyakit Jantung Bawaan berdasarkan diagnosis nakes
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4 DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil sedangkan
Sumatera Barat 7,4 per mil. Prevalensi Penyakit Jantung Bawaan berdasarkan diagnosis nakes
dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi
Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil sedangkan Sumatera Barat sebesar 12,2
per mil. Menurut data BPS Kota Padang tahun 2011, stroke adalah penyebab kematian kelima di
Kota Padang dengan persentase 8% setelah penyakit ketuaan/lansia, diabetes melitus, hipertensi,
jantung (Badan Pusat Statistik [BPS],2011). Berdasarkan data yang didapat dari ruangan ICCU
RSUD PROF. W.Z. Yohanes Kupang angka PJB di RSUD PROF. W.Z. Yohanes ruangan ICCU
dari 2016 sampai 2019 bulan Juni sebanyak 6 kasus, antara lain perempuan 6 dan laki –laki 0.

Tatalaksana meliputi non bedah dan bedah. Tatalaksana bedah meliputi pengobatan
medikamentosa dan kardiologi. Sedangkan intervensi tatalaksana bedah meliputi bedah paliatif
dan operasi definitif. Tujuan tatalaksana medikamentosa dan bedah paliatif adalah untuk
mengatasi gejala klinis akibat komplikasi PJB. Sambil menunggu waktu yang tepat untuk
dilakukan operasi definitif. Akhir – akhir ini telah dikembangkan Kardiologi Intervensi, suatu
tindakan yang memberi harapan baru bagi pasien PJB tanpa operasi, namun saat ini biayanya
masih cukup tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori dari penyakit jantung bawaan (pjb) meliputi definisi, klasifikasi,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan, dan
komplikasi ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan untuk kondisi penyakit jantung bawaan (pjb)
(pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Dan Memahami Pengertian PJB
2. Mengetahui Dan Memahami Etiologi PJB
3. Mengetahui Dan Memahami Patologi Dan Patofisiologi PJB
4. Mengetahui Dan Memahami Manifestasi klinis PJB
5. Mengetahui Dan Memahami Komplikasi PJB
6. Mengetahui Dan Memahami Penatalaksanaan medis PJB
7. Mengetahui Dan Memahami Pemeriksaan Penunjang
8. Mengetahui Dan Memahami Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung
Bawaan (PJB)

3
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian PJB

Penyakit jantung bawaan (PJB) atau dikenal dengan nama Penyakit Jantung Kongenital adalah
penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari
lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada
fase awal perkembangan janin (Mulyadi, 2006).Penyakit Jantung Kongenital (Congenital Heart
Disease, CHD) adalah kelainan pada struktur jantung yang terdapat sejak lahir. Penyakit ini
disebabkan oleh gangguan pada perkembangan jantung yang terjadi saat usia gestasi 3-8 minggu
(Roebiono, 2008).

Jenis PJB yang sering dialami oleh anak :

1. VSD (Ventracular Septal Defect)/ Sekat Bilik Jantung Berlubang

VSD adalah kelainan jantung berupa lubang pada sekat antarbilik jantung yang menyebabkan
kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung. Kebocoran ini membuat sebagian darah
kaya oksigen kembali ke paru-paru sehingga menghalangi darah rendah oksigen memasuki paru-
paru. Bila lubangnya kecil, VSD tidak memberikan masalah berarti. Bila besar, bayi dapat
mengalami gagal jantung. VSD adalah kelainan jantung bawaan yang paling sering terjadi (30%
kasus). Gejala utama dari kelainan ini adalah kesulitan menyusui dan gangguan pertumbuhan,
nafas pendek dan mudah lelah. Bayi dengan VSD besar cepat tidur setelah kurang menyusui,
bangun sebentar karena lapar, mencoba menyusu lagi tetapi cepat kelelahan, tertidur lagi, dan
seterusnya.

2. PDA (Persisten Duktus Arteriosus Persisten)

Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan arteria pulmonalis dengan
bagian aorta distal dari arteria subklavia, yang akan mengalami perubahan setelah bayi lahir,
yaitu : "Normal postnatal patency" : Secara fungsional, duktus arteriosus masih terbuka karena
hipoksia atau pada bayi kurang bulan, dan akan menutup sendiri bila keadaan yang mendasari
telah membaik. "Delayed, non surgical closure" : Duktus arteriosus akan menutup baik

4
fungsional maupun anatomis, tetapi hal ini terjadi lebih lambat walaupun keadaan-keadaan yang
mendasari telah membaik. Penutupan ini terjadi karena secara normal menutup sendiri, atau
secara abnormal yaitu karena infeksi atau trombosis pada duktus arteriosus tersebut. "Persistent
patency of the ductus" (PDA) : Duktus arteriosus tetap terbuka secara anatomis sampai dewasa.
Tindakan pembedahan dilakukan secara elektif (sebelum masuk sekolah). Tindakan pembedahan
dilakukan lebih dini bila terjadi : Gangguan pertumbuhan, Infeksi saluran pernafasan bagian
bawah berulang, Pembesaran jantung/payah jantung dan Endokarditis bakterial 6 bulan setelah
sembuh

3. PS (Pulmonary Stenosis)/ Penyempitan Katup Paru

PS adalah penyempitan katup paru yang berfungsi mengatur aliran darah rendah oksigen dari
bilik kanan jantung ke paru-paru. Dengan penyempitan ini, bilik kanan harus bekerja keras
memompa darah sehingga makin lama makin membesar (hipertrofi). PS terjadi pada 10% kasus.
Banyak penderita yang baru terdiagnosis setelah dewasa. Bila demikian, dampaknya mungkin
sudah sangat merusak berupa penyakit paru, risiko stroke tinggi dan usia harapan hidup yang
rendah.

4. ASD (Atrial Septal Defect) / Sekat Serambi Jantung Berlubang

Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya lubang di antara dua serambi jantung atau
terdapat hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. ASD
adalah adanya lubang atau defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Lubang ini
menimbulkan masalah yang sama dengan VSD, yaitu mengalirkan darah kaya oksigen kembali
ke paru-paru. ASD terjadi pada 5-7% kasus dan lebih banyak terjadi pada bayi perempuan
dibandingkan bayi laki-laki.

5. TOF (Tetralogi Fallot)

TOF adalah komplikasi kelainan jantung bawaan yang khas, dan melibatkan empat kondisi:
Sekat bilik jantung berlubang (VSD), penyempitan katup paru (PS), bilik kanan jantung
membesar (hipertrofi) dan akar aorta tepat berada di atas lubang VSD. Pada penyakit ini yang
memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan
syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Lubang VSD

5
biasanya besar dan darah mengalir dari bilik kanan melalui lubang ini menuju bilik kiri. Hal ini
terjadi karena adanya hambatan pada katup paru. Setelah masuk ke bilik kiri, darah yang rendah
oksigen itu dipompa ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh. Itulah sebabnya bayi penderita TOF
memiliki kulit yang membiru karena kekurangan oksigen.

6. TGA (Transposition of the great arteries)

Transposition of the great arteries (TGA) disebabkan kegagalan pemisahan trunkus arteriosus,
sehingga aorta keluar dari bagian anterior ventrikel kanan dan arteri pulmonal keluar dari
ventrikel kiri. TGA termasuk kelainan jantung bawaan tipe sianotik. Seorang anak perempuan
berusia 4 tahun datang untuk perawatan dan pencabutan gigi sebagai persiapan untuk operasi
koreksi TGA di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Januari 2014. Anamnesis
didapatkan riwayat kebiruan sejak bayi dan pada pemeriksaan fisis didapatkan anak yang tampak
sianosis, SpO2 70–80%, murmur sistol, dan jari tabuh. Pada pemeriksaan ekokardiografi
didapatkan kelainan TGA. Manajemen anestesi pada pasien ini dilakukan dengan menggunakan
ketamin dan vekuronium untuk induksi serta pemeliharaan dengan O2 dan air, serta sevofluran.
Manajemen anestesi dilakukan dengan target mencegah penurunan miring systemic vascular
resistance (SVR) dibandingkan dengan pulmonary vascular resistance (PVR). Simpulan, prinsip
pengelolaan perioperatif pembedahan nonkardiak pada pasien TGA adalah menjaga agar tidak
terjadi penurunan SVR dan peningkatan PVR.

2. Etiologi PJB

Etiologi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak
diketahui (Sastroasmoro, 1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini
secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan
lingkungan. Selain itu, penyakit jantung bawaan juga dapat disebabkan oleh faktor prenatal.
Berikut ini beberapa penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan karena faktor prenatal,
genetic dan lingkungan.

1. Faktor Prenatal :
a. Ibu menderita penyakit infeksi.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.

6
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
2. Faktor Genetic Hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang
menderita penyakit jantung, seperti :
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan
c. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

Hal lain yang juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB
mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down (Mulyadi, 2006).

3. Faktor Lingkungan Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:


a. Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.
b. Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan menyebabkan
penyakit jantung bawaan.
c. Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak
terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit jantung bawaan
d. Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30% untuk
mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan
e. Ekstasi dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin, dan kokain
akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan (Dyah Primasari, 2012).

3. Patologi Dan Patofisiologi PJB

Patofisiologi Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari
daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi
ialah jantung kiri sedangkan daerah yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem
sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sirkulasi sistemik memiliki tahanan
yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan

tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari
rongga jantung yang bertekanan tinggi ke jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh
adanya Defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan. Kejadian ini disebut Pirau (Shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri
pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari

7
tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan okigen
mengalir dari defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut
dengan Pirau (Shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi

sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan Sianosis. Kelainan Jantung
Bawaan pada umumya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :

1. Peningkatan kerja jantung, dengan gejala :kardio megali, hipertropi, takhikardia.

2. Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap
aktivitas.

3. Hipertensi pulmonal, dengan gejala : Dispnea, takhipnea.

4. Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala : polisitemia, asidosis, sianosis.

PATHWAY

8
1. Pathway VSD

9
2. Pathway PDA

10
3. Pathway PS

11
4. Pathway ASD

12
5. TOF

13
6. Pathway TGA

14
4. Manifestasi klinis PJB

Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Tanda dan gejala Penyakit Jantung Bawaan
sangat bervariasi tergantung dari jenis dan berat kelainan. Penyakit Jantung B yang berat bisa
dikenali saat kehamilan atau segera setelah kelahiran. Sedangkan PJB yang ringan sering tidak
menampakkan gejala, dan diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes khusus untuk
alasan yang lain. Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada bayi atau anak-anak antara
lain:

1. Bernafas cepat

2. Sianosis (suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan)

3. Cepat lelah

4. Peredaran darah yang buruk dan

15
5. Nafsu makan berkurang.

Pertumbuhan dan perkembangan yang normal tergantung dari beban kerja jantung dan aliran
darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Bayi dengan PJB sejak lahir mungkin punya sianosis
atau mudah lelah saat pemberian makan. Sebagai hasilnya, pertumbuhan mereka tidak sesuai
dengan seharusnya. Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-
masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas).Tanda-tanda
kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4-6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil
mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif (CHF)

1. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung

2. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi
sternum kiri atas)

3. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan
nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)

4. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik

5. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.

6. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah

5. Komplikasi PJB

Komplikasi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)Ada beberapa Komplikasi yang di timbulkan oleh
penyakit Jantung Bawaan , antara Lain :

1. Sindrom Eisenmenger merupakan komplikasi yang terjadi pada PJB non sianotik yang
meyebabkan alairan darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelaman pembuluh kapiler

16
di paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonalis
dan ventrikel kanan meningkat.

2. Serangan sianotik, pada serangan ini anak atau pasien menjadi lebih biru dari kondisi
sebelumnya tampak sesak bahkan dapat menimbulkan kejang.

3. Abses otak, biasanya terjadi pada PJB sianotik biasanya abses otak terjadi pada anak yang
berusia diatas 2 tahun yang diakibatkan adanya hipoksia dan melambtkanya aliran darah di otak.

4. Endokarditis

5. Obstruksi pembuluh darah pulmonal

6. CHF

7. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)

8. Enterokolitis nekrosis

9. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia
broncopulmonar)

10. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit

11. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.

12. Aritmia

13. Gagal tumbuh

6. Penatalaksanaan medis PJB

Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

1. Farmakologis

Secara Garis besar penatalaksanaan Pada Pasien yang menderita Penyakit Jantung Bawaan dapat
dilakukan dengan 2 Cara Yakni Dengan Cara pembedahan dan Kateterisasi Jantung .

17
a. Metode Operatif : Setelah pembiusan umum dilakukan, dokter akan membuat sayatan pada
dada, menembus tulang dada atau rusuk sampai jantung dapat terlihat. Kemudian fungsi jantung
digantikan oleh sebuah alat yang berfungsi untuk memompa darah keseluruh tubuh yang
dinamakan Heart lung bypass yang juga menggantikan fungsi paru-paru untuk pertukaran
oksigen setelah itu jantung dapat dihentikan detaknya dan dibuka untuk memperbaiki kelainan
yang ada, seperti apabila ada lubang pada septum jantung yang normalnya tertutup, maka lubang
akan ditutup dengan alat khusus yang dilekatkan pada septum jantung.

b. Kateterisasi jantung : prosedur kateterisasi umumnya dilakukan dengan memasukkan kateter


atau selang kecil yang fleksibel didalamnya dilengkapi seperti payung yang dapat dikembangkan
untuk menutup defek jantung, kateter dimasukkan melalui pembuluh darah balik atau vena
dipanggal paha atau lengan. Untuk membimbing jalannya kateter, dokter menggunakan

monitor melalui fluoroskopi angiografi atau dengan tuntunan transesofageal ekokardiografi


(TEE)/Ekokardiografi biasa sehingga kateter dapat masuk dengan tepat menyusuri pembuluh
darah, masuk kedalam defek atau lubang, mengembangkan alat diujung kateter dan menutup
lubang dengan sempurna. Prosedur ini dilakukan dalam pembiusan umum sehingga anak/pasien
tidak melakukan sakit. Keberhasilan prosedur kateterisasi ini untuk penanganan PJB dilaporkan
lebih dari 90% namun tetap diingat bahwa tidak semua jenis PJB dapat diintervensi dengan
metode ini. Pada kasus defek septum jantung yang terlalu besar dan kelainan struktur jantung
tertentu seperti jantung yang berada diluar rongga dada (jantung ektopik) dan tetralogi fallot
yang parah tetap membutuhkan operatif terbuka.

2. Non- Farmakologis

a. Sedangkan Secara Non-Farmakologis dapat Diberikan Tambahan Susu Formula dengan kalori
yang tinggi dan suplemen untuk air Susu Ibu dibutuhkan pada bayi yang menderita PJB.
Terutama pada bayi yang lahir premature dan bayi-bayi yang cepat lelah saat menyusui.

b. Pada Pasien/Anak Yang Menghadapi atau dicurigai menderita PJB dapat

dilakukan tindakan , Seperti :

18
1. Menempatkan pasien khususnya neonatus pada lingkungan yang hangat dapat dilakukan
dengan membedong atau menempatkannya pada inkubator.
2. Memberikan Oksigen
3. Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi gangguan elektrolit serta asam basa.

7. Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan penunjang

1) Foto thorax :

Melihat atau evaluasi adanya atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.

2) Echokardiografie :

Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0
pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri
ke kanan).-

3) Pemeriksaan laboratorium : Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)


akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan
hematokrit antara 50-65 %.

4) Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan parsial karbon dioksida (PCO2), penurunan
tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.

5) Pemeriksaan dengan Doppler berwarna: digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan
arahnya.

6) Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, adanya hipertropi ventrikel


kiri, kateterisasi jantung yang menunjukan striktur.

7) Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau
Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.

8) Diagnosa ditegakkan dengan cartography & Cardiac iso enzim(CK,CKMB) meningkat

19
8. konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
menurut Wiwik dan Sulistyo (2008) antara lain :
1. Identitas Pasien Pada klien penderita Penyakit Jantung Bawan (PJB) diantaranya
terjadi pada usia 35-55 tahun. Klien yang menderita Penyakit Jantung Bawan (PJB)
umumnya terjadi pada lak-laki dan perempuan sejak lahir.
Identitas pasien Nama : An. A
- Umur :
- Jenis kelamim :
- Status perkawinan :
- Pendidikan :
- Pekerjaan :
- No.RM :

2. Keluhan utama Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Penyakit Jantung
Bawan (PJB) yaitu sering merasa lemah dan letih, pucat dan sianosis

2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Klien dengan PJB
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.
2) Faktor perangsang nyeri yang spontan.
3) Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang berat atau
mencekik.
4) Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu atau
lengan.
5) Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian nitrat.
6) Waktu nyeri: berlangsung beberapa jam atau hari, selama serangan pasien
memegang dada atau menggosok lengan kiri.
7) Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea.
8) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan.

20
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pada umumnya kasus penyakit jantung bawaan (PJB) keadaaan umunya
melemah sejak kecil hibgga dewasa
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adannya riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung atau Penyakit
Jantung Bawan (PJB).
4. Keadaan Umum (Pemeriksaan fisik)
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien Penyakit Jantung Bawan
(PJB) biasanya baik atau kompos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
a. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak
napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas
terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini
terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri
pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada Infark Miokardium
yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
b. B2 (Blood)
1) Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran
nyeri dapat meluas didada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Infark Miokard Akut
(IMA)tanpa komplikasibiasanya ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup
yang disebabkan Infark Miokard Akut (IMA). Bunyi jantung tambahan
akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada Infark Miokard Akut

21
(IMA) tanpa komplikasi.
4) Perkusi
5) Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
c. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosi perifer.
Pengkajian obyektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat yang merupakan respon dari
adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium.
d. B4 (Bledder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguri pada klien dengan
Infark Miokard Akut (IMA)karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada ke empat kuadran, penurunan peristaltik usus
yang merupakan tanda utama Infark Miokard Akut (IMA).
f. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga tidak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi,
dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas. Kaji personale hegiene
klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan melakukan tugas
perawatan diri.
3. Diagnosa Keperawatan
diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan pjb adalah:
1. penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
perubahan afterload
2. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas
3. defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
4. gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidak mampuan fisik

22
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


. keperawatan

1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN JANTUNG (I.02075)


jantung keperawatan selama 3x 24
curah jantung meningkat
dengan kriteria hasil :
Observasi
1. kekuatan nadi perifer
1. Identifikasi tanda/gejala primer
meningkat
Penurunan curah jantung
2. lelah menurun (meliputi dispenea, kelelahan,
adema ortopnea paroxysmal
3. Dispnea menurun
nocturnal dyspenea, peningkatan
4.CRT membaik CPV)

2. Identifikasi tanda /gejala sekunder


penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat
badan, hepatomegali ditensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat)

3. Monitor tekanan darah (termasuk


tekanan darah ortostatik, jika
perlu)

4. Monitor intake dan output cairan

5. Monitor berat badan setiap hari


pada waktu yang sama

6. Monitor saturasi oksigen

7. Monitor keluhan nyeri dada (mis.


Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)

8. Monitor EKG 12 sadapoan

9. Monitor aritmia (kelainan irama

23
dan frekwensi)

10. Monitor nilai laboratorium


jantung (mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)

11. Monitor fungsi alat pacu jantung

12. Periksa tekanan darah dan


frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas

13. Periksa tekanan darah dan


frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)

Terapeutik

1. Posisikan pasien semi-fowler atau


fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman

2. Berikan diet jantung yang sesuai


(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)

3. Gunakan stocking elastis atau


pneumatik intermiten, sesuai
indikasi

4. Fasilitasi pasien dan keluarga


untuk modifikasi hidup sehat

5. Berikan terapi relaksasi untuk


mengurangi stres, jika perlu

6. Berikan dukungan emosional dan

24
spiritual

7. Berikan oksigen untuk


memepertahankan saturasi
oksigen >94%

Edukasi

1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai


toleransi

2. Anjurkan beraktivitas fisik secara


bertahap

3. Anjurkan berhenti merokok

4. Ajarkan pasien dan keluarga


mengukur berat badan harian

5. Ajarkan pasien dan keluarga


mengukur intake dan output
cairan harian

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian antiaritmia,


jika perlu

2. Rujuk ke program rehabilitasi


jantung

2 pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)


efektif keperawatan selama 3x 24
pola napas meningkat dengan Observasi
kriteria hasil :
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas

1. ventilasi semenit 2. Monitor pola napas (seperti


meningkat bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-

25
2. tekanan ekspirasi Stokes, Biot, ataksik)
meningkat
3. Monitor kemampuan batuk
3.tekanan inspirasi efektif
meningkat
4. Monitor adanya produksi sputum
4. Dispnea menurun
5. Monitor adanya sumbatan jalan
5. penggunaan otot bantu napas
menurun
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
6. pernapasan cuping hidung
paru
menurun
7. Auskultasi bunyi napas
7. Frekuensi napas membaik
8. Monitor saturasi oksigen

9. Monitor nilai AGD

10. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

1. Atur interval waktu pemantauan


respirasi sesuai kondisi pasien

2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan

2. Informasikan hasil pemantauan,


jika perlu

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)


keperawatan selama 3x24
jam, maka status nutrisi Observasi
membaik. Dengan kriteria

26
hasil : 1. Identifikasi status nutrisi

1. Porsi makan yang 2. Identifikasi alergi dan intoleransi


dihabiskan meningkat makanan
2. Perasaan cepat kenyang 3. Identifikasi makanan yang disukai
menurun
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
3. Berat badan membaik jenis nutrient
4. Nafsu makan membaik
5. Monitor asupan makanan

6. Monitor berat badan

7. Monitor hasil pemeriksaan


laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu

2. Sajikan makanan secara menarik


dan suhu yang sesuai

3. Berikan makan tinggi serat untuk


mencegah konstipasi

4. Berikan makanan tinggi kalori dan


tinggi protein

5. Berikan suplemen makanan, jika


perlu dapat ditoleransi

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

27
4. Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN PERKEMBANGAN
kembang keperawatan selama 3x 24 (I.10339)
jam status perkembangan
membaik dengan kriteria Observasi
hasil :
1. identifikasi pencapaian tugas
1. keterampilan/perilaku perkembangan anak
sesuai usia meningkat
2. identifikasi isyarat dan fisikologis
2. kemampuan yang di tunjukan bayi (misal tidak
melakukan perawatan nyaman)
diri meningkat

3. respon sosial
meningkat Terapeutik

4. kontak mata menurun 1. pertahankan sentuhan seminimal


mungkin pada bayi premature
5. kemarahan menurun
2. berikan sentuhan yang bersifat
6. pola tidur meningkat
gentle dan tidak ragu-ragu

3. minimalkan nyeri

4. minimalkan kebisingan ruangan

5. pertahankan lingkungan yang


mendukung perkembangan
optimal

6. motivasi anak berinteraksi


dengan anak lain

7. sediakan aktivitas yang


memotivasi anak berinteraksi
dengan anak lainnya

8. pertahankan kenyamanan anak

Edukasi

1. jelaskan orang tua dan/atau


pengasuh tentang milestone

28
perkembangan anak dan perilaku
anak

2. anjurkan orang tua menyentuh


dan menggendong bayinya

3. anjurkan orang tua berinteraksi


dengan anak nya

4. anjurkan anak melatih


keterampilan berinteraksi

5. ajarkan anak teknik asertif

kolaborasi

1. rujuk untuk konseling, jika perlu

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan
implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Setelah rencana
keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam tindakan nyata untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat
diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang
ditentukan Implementasi ini juga dilakukan oleh perawat dan harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat sebagai manusia yang unik (Price & Wilson, 2009).
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Price & Wilson. 2009). Menurut Price & Wilson (2009), evaluasi
keperawatan ada 2 yaitu: 1. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang dilakukan
setiap selesai tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. 2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi
yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada

29
masalah keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan. Rekapitulasi
dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau dikenal dengan nama Penyakit Jantung Kongenital
adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang
dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Kelainan ini merupakan kelainan
kongenital yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi penyakit jantung
bawaan yang diterima secara internasional adalah 0.8%, walaupun terdapat banyak
variasi data yang terkumpul, secara umum, prevalensi penyakit jantung bawaan masih
diperdebatkan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013,

30
prevalensi Penyakit Jantung Bawaan di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) atau
gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit Jantung Bawaan telah
terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi Penyakit Jantung Bawaan berdasarkan diagnosis
nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka
Belitung dan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4 DKI Jakarta masing-masing 9,7
per mil sedangkan Sumatera Barat 7,4 per mil. Prevalensi Penyakit Jantung Bawaan
berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI
Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil
sedangkan Sumatera Barat sebesar 12,2 per mil.
Etiologi PBJ terdapat beberapa faktor diantaranya faktor prenatal dan faktor genetik,
beberapa tanda gejala seperti bernafas cepat, sianosis, cepat lelah dan nafsu makan
berkurang dengan komplikasi lebih lanjut yaitu serangan sianotik, abses otak, Aritmia
dan gagal tumbuh.

B. Saran

Terima kasih untuk para pembaca yang telah membaca makalah ini. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu kami
sebagai penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh
pihak demi perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan dan bermanfaat bagi mahasiswa khususnya dan bagi para pembaca lain pada
umumnya

31
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli 2015. Buku ajar keperawatan klien gangguan kardiovaskular,
Jakarta:EGC

Federasi, Jantung Dunia. 2014. Pengidap jantung usia produktif naik. Kompas. Diakses
tanggal 1 november 2019. http;//travel.kompas.com/read/2014/03/16/06305643/pengidap

.jantung.usia.produktif.naik.

Hoffman, Julien IE. 2013. The global burden of congenital heart disease, Cardiovascular
Journal of Africa. Diakses tanggal 2 November 2019. http;//www.nbci.nim.nih.gov/pmc/
article /PMC3721933/.

Handayani, Indah. 2017. Kenali penyakit jantung bawaan pada anak Diakses tanggal 1
November 2019, http.//id.berita satu.com/family/kenali-penyakit-jantung-bawaan-pada anak/
150272.

Kasron. 2016. Buku ajaran keperawatan kardiovaskule

32
Modeling LM, Measurement F, Snowrift ON, et al. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN. Vol 26.;
2019. https://doi.org/10.1007/s11273-020-09706-
3%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.jweia.2017.09.008%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.energy.2020.117919%0
Ahttps://doi.org/10.1016/j.coldregions.2020.103116%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.jweia.2010.12.004%0
Ahttp://dx.doi.org/10.1016

33

Anda mungkin juga menyukai