Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH DISKUSI KELOMPOK (DK)

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


(SISTEM KARDIOVASKULER)
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas modul Kepeawatan Anak II
Dosen Pengampu: Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc.

Disusun Oleh :
Kelompok 1 B

Indah Putriani Hartini (11171040000049)

Meita Zwei Nurpratiwi (11171040000066)

Alifah Nurul Khotimah (11171040000074)

Nabila (11171040000070)

Novianti (11171040000076)

Fatimah Zahratannor (11171040000080)

Miraatil Hayati (11171040000082)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulilllah kami haturkan Kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha


Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini merupakan salah satu diskusi kelompok pada Modul
Keperawatan Anak 2. Dimana dalam makalah ini membahas mengenai Penyakit
Jantung Bawaan (Sistem Kardiovaskuler). Kami menyadari bahwa dengan
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, materi ulasan yang
kami sajikan masih jauh dari kesempuranaan sehingga tentunya tak akan luput
dari kesalahan dan kehilafan.
Oleh karena itu, kami menghargai dan bahkan mengharapkan segala
bentuk masukan dan kritik dari rekan-rekan ataupun pihak lain untuk lebih
membangun dan menyegarkan wawasan yang lebih bijaksana sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang kompetitif, karena dengan adanya kritik
dan saran yang membangun tersebut dapat memberikan wawasan kepada kami
untuk kesempurnaan makalah-makalah berikutnya.

Ciputat, 18 Desember 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................5
Kasus Pemicu....................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN..................................................................................................... 7
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN................................................................ 7
2.1 Definisi........................................................................................................7
2.2 Epidemiologi...............................................................................................7
2.3 Etiologi & Faktor Resiko............................................................................8
2.4 Klasifikasi................................................................................................... 8
2.5 Komplikasi................................................................................................15
2.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................................ 16
TETRALOGY OF FALLOT.......................................................................... 17
1. Overidding Aorta........................................................................................ 17
2. Stenosis Pulmonal.......................................................................................17
3. Hipertrofi ventrikel kanan ( RVH ).............................................................18
2.7 Penatalaksanaan........................................................................................ 20
Gagal Tumbuh pada Penyakit Jantung........................................................... 24
Pandangan Islam............................................................................................. 25
Asuhan Keperawatan...................................................................................... 27
BAB III..................................................................................................................36
PENUTUP.............................................................................................................36
KESIMPULAN...............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 37

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 – 10 bayi per 1000 kelahiran hidup
dan 30% diantaranya telah memberikan gejala pada minggu – minggu pertama
kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50%
kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir
semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1
bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak
lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah
meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan
pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pelayanan di Indonesia,
selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekuat,
diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang
optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien
(PERKI, 2000).

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan definisi penyakit jantung bawaan
2. Menjelaskan epidemiologi penyakit jantung bawaan
3. Menjelaskan etiologi dan faktor risiko penyakit jantung bawaan
4. Menjelaskan klasifikasi penyakit jantung bawaan
5. Menjelaskan komplikasi penyakit jantung bawaan
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang penyakit jantung bawaan
7. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit jantung bawaan
8. Menjelaskan hubungan gagal tumbuh pada penyakit jantung bawaan
9. Menjelaskan pandangan islam
10. Menjelaskan asuhan keperawatan

4
1.3 Tujuan Masalah
Memperoleh pengetahuan dan gambaran yang jelas tentang penerapan asuhan
keperawatan pada penderita penyakit atresia ani. Serta di harapkan mahasiswa
mampu membuat asuhan keperawatan tentang penyakit jantung bawaan.

5
Kasus Pemicu
Anak perempuan usia 6 tahun dibawa ibunya ke poliklinik anak dengan keluhan
sesak nafas dan kebiruan setelah bermain. Hasil pengkajian BB 12 kg, TB 100 cm,
riwayat penyakit jantung bawaan, riwayat ibu merokok saat hamil. Saat bayi sulit
menyusu karena sesak nafas, saat ini tampak lemah, sianosis, mengeluh nyeri
skala 3, terdengar suara jantung murmur, frekuensi nadi 130 x / menit, frekuensi
nafas 35 x / menit. Hasil x-ray : kardiomegali. Ibu sudah memahami kondisi
anaknya namun betanya apa yang harus dilakukan jika anaknya mengalami
kebiruan.

6
BAB II

PEMBAHASAN
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
2.1 Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan
pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir
yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan
besar PJB, yaitu non sianotik dan sianotik yang masing – masing
memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
(Webb, 2011).

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 – 10 bayi per 1000
kelahiran hidup dan 30% diantaranya telah memberikan gejala pada
minggu – minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan
tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan
pertama kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah
dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan,
sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak
lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah
meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat
diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan
pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan
kardiologi anak yang adekuat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini
PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum
yang pertama kali berhadapan dengan pasien (PERKI, 2000).
Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda,
yaitu sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada
bayi berjenis kelamin laki-laki dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit
Jantung Bawaan yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal
Defect (Wu, 2009). Bayi baru lahir yang dipelajari di Indonesia adalah

7
3069 orang, 55,7% laki – laki dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per 1000)
bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12
orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal
Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defct (ASD)
pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD)
pada 3,6% bayi, dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai
Penyakit Jantung Sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great
Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom
sianotik. Ditemukan satu bayi dengan Sindrom Down dengan ASD,
dengan ibu pengidap diabetes. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang
bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan.
Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur
selama kehamilan awal mempunyai 3 kali resiko bayi dengan PJB.
Merokok secara signifikan sebagai faktor resiko bagi PJB 37,5 kali.Faktor
resiko lain secara statistik tidak berhubungan (Harimurti, 1996).

2.3 Etiologi & Faktor Resiko


Penyebab Penyakit Jantung Bawaan berkaitan dengan kelainan
perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung
dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya PJB
belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB misalnya
(Colleen, 2011) :-
1. Prenatal (riwayat kehamilan sebelumnya / umur ibu)
2. Genetik keluarga
3. Orang tua
4. Suku
5. Lingkungan
6. Jenis kelamin bayi
7. Berat badan lahir, lingkar kepala dan panjang bayi

2.4 Klasifikasi

8
1. PJB Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur
dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis;
misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel
atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing –
masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan
sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan
vaskuler paru (Roebiono, 2003). Kelompok dengan pirau kiri ke kanan
adalah sebagai berikut :
a. Ventricular Septal Defect (VSD)
1) Definisi
Ventricular Septal Defect (VSD) adalah lesi kongenital pada jantung
berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat
hubungan antara rongga ventrikel (Ramaswamy, et al. 2009). Defek ini
dapat terlekat dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak,
serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi (Fyler, 1996).
2) Tanda dan Gejala
Pasien dengan defek ventrikular cacat mungkin tidak ada simptom. Namun,
jika lubang besar, bayi sering memiliki gejala yang berhubungan dengan
gagal jantung. Gejala yang paling umum meliputi:
a) Disapnea
b) Takipnea
c) Pucat
d) Takikardi
e) Berkeringat
f) Infeksi system repiratori
Kesan signifikan fisiologi VSD tergantung kepada ukuran defek dan
resisten relative dalam sirkulasi sistemik dan pulmonari. Jika defeknya
besar, tekanan sistolik ventrikel akan menyamakan dan magnitud
sirkulasi sistemik dan paru ditentukan oleh resisten relatif vaskular
diantara dua sirkulasi ini (Webb, 2011). Murmur pada VSD sedang

9
adalah holo-sistolik dan paling kuat kedengaran pada bagian bawah kiri
batas sternum. EKG dan foto dada tetap normal pada VSD yang kecil.
Bila VSD menjadi besar didapatkan bukti pembesaran atrium kiri dan
ventrikel pada EKG. Jika hipertensi pulmonal terjadi, axis QRS
berpindah ke kanan dan atrium kanan dan ventrikel membesar ditemukan
pada EKG (Webb, 2011)
3) Patofisiologi
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat adanya defek di septum
ventriculare adalah tergantung ukuran defek dan tahanan vaskular paru.
Aliran darah ke paru-paru akan meningkat setelah kelahiran sebagai
respon menurunnya tahanan vskular paru akibat mengembangnya
paru-paru dan terpaparnya alveoli oleh oksigen. Jika defeknya berukuran
besar, aliran darah ke paru-paru akan meningkat dibandingkan aliran darah
sistemik diikuti regresi sel otot polos arteri intrapulmonalis. Perubahan ini
berhubungan dengan munculnya gejala setelah kelahiran bayi aterm
berumur 4-6 minggu atau awal dua minggu pertama pada kelahiran bayi
prematur (Spicer et al., 2014). Darah di ventriculus dextra didorong ke
arteria pulmonalis, resistensi relatif antara dua sirkulasi bersifat dinamis
dan berubah dengan waktu (Minette and Shan, 2006):
a) Periode neonatus:
i. Tahanan vaskular paru tinggi
ii. Tahanan ventriculus sinistra sama dengan
ventriculus dextra
iii. Minimal atau tidak ada shunt
b) Bayi (3-4 minggu):
i. Tahanan vaskular paru menurun
ii. Tahanan ventriculus sinistra lebih besar
dibandingkan tahan ventriculus dextra
iii. Adanya shunt dari kiri ke kanan.
Jika defek berukuran kecil, akan terjadi perubahan hemodinamik
yang terbatas, yang juga membatasi terjadinya shunting dari kiri ke kanan.
Defek yang besar akan menyebabkan terjadinya shunting dari kiri ke

10
kanan. Tekanan pada arteri pumonalis akan meningkat yang
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal. Meningkatnya tekanan dan
volume darah pada arteri pulmonalis akan menyebabkan kerusakan pada
sel endotel dan perubahan permanen pada tahanan vaskular paru. Jika
tahanan vaskular paru melebihi tahan vaskular sistemik maka akan terjadi
perubahan aliran darah dari ventriculus sinistra menuju dextra melalui
defek tersebut (left to right shunt) (Spicer et al., 2014)
b. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
1) Definisi
Patent Ductus Arteriosus (PDA) disebabkan oleh duktus arteriosus yang
tetap terbuka setelah bayi lahir (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Jika
duktus tetap terbuka setelah penurunan resistesi vaskular paru, maka darah
aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis (Bernstein, 2007).
2) Tanda dan Gejala
Rata – rata pasien dengan PDA adalah asimptomatik dan hanya sedikit
dengan penyimpangan fisik rutin dimana karakteristik murmur sistolik dan
diastolik berterusan kedengaran. Jika penyimpangan kiri ke kanan adalah
besar, akan ada bukti hipertrofi ventrikel pada EKG dan radiografi dada. Jika
hipertensi pulmonal terjadi, ventrikel kanan akan membesar. Kewujudan
PDA meningkatkan resiko infeksi endocarditis. Ligasi pembedahan PDA
berkaitan dengan kadar kematian yang rendah dan tidak memungkinkan
untuk memerlukan bypass kardiopulmonal. Tanpa penutupan, kebanyakkan
pasien tetap asimtomatik sehingga dewasa apabila hipertensi pulmonal dan
gagal jantung kongestif terjadi. Apabila hipertensi pulmonal berat berlaku,
penutupan adalah dikontra indikasikan (Webb, 2011).
3) Patofisiologi
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan
secara utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk
mengalirkan darah dari paru-paru fetus yang tidak berfungsi melalui
hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan aorta desendens proksimal.
Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan konsentrasi
oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari ventrikel kanan melalui aorta

11
desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi pertukaran udara. Sebelum
kelahiran, kira-kira 90% curahan ventrikel mengalir melalui duktus arteriosus.
Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan berhubungan dengan
angka morbiditas yang signifikan, termasuk gagal jantung kanan. Biasanya,
duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi ligamentum
arteriosum setelah kelahiran cukup bulan.
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi
kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi
prostaglandin E2 (PGE2), penurunan resepetor PGE2 duktus dan penurunan
tekanan dalam duktus. Hipoksia dinding pembuluh dari duktus menyebabkan
penutupan melalui inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida di dalam
dinding duktus. Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan
oksigen fetus yang rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari
metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase (COX) dengan PGE2
yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling hebat di antara prostanoid
lain.
Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari aktivasi reseptor
prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi reseptor
prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik
adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan miosin
rantai ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus
arteriosus. Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus
menutup sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan
sirkulasi PGE2 dan prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan
oksigen, kanal potassium dependen voltase pada otot polos terinhibisi.
Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium berkontribusi pada konstriksi duktus.
Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen tersebut gagal terjadi pada bayi
kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor perabaan oksigen. Kadar
dari PGE2 dan prostaglandin I1 (PGI1) berkurang disebabkan oleh
peningkatan metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan juga oleh
hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut
menyebabkan duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut berperan

12
dalam konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia iskemik dari dinding
otot bagian dalam duktus arteriosus. Selagi duktus arteriosus berkonstriksi,
area lumen berkurang yang menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan
hambatan aliran melalui vasa vasorum yang merupakan jaringan kapiler yang
memperdarahi sel-sel luar pembuluh.
Hal ini menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen dan
nutrisi, termasuk glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat yang
menghasilkan sedikit nutrisi dan peningkatan kebutuhan oksigen yang
menghasilkan kematian sel. Konstriksi ductal pada bayi kurang bulan tidak
cukup kuat. Oleh karena itu, bayi kurang bulan tidak bias mendapatkan
hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama dalam merangsang kematian
sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan permanen duktus
arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang berasal dari
hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan dibandingkan
dengan yang cukup bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut terhadap
resistensi penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan. Pemberi
nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa vasorum
juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa
vasorum berkembang ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari
dinding luar duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai
zona avaskular dan melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan
terjadinya difusi nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avaskular tersebut
berkembang melebihi jarak difusi yang efektif sehingga menyebabkan
kematian sel.
Pada bayi kurang bulan, zona avaskuler tersebut tidak mengembang
secara utuh yang menyebabkan sel tetap hidup dan menyebabkan terjadinya
patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan prostaglandin lain menurun melalui
inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi. Sebagai hasil dari defisit nutrisi
dan hipoksia iskemik, vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
kombinasinya dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling
dari duktus arteriosus menjadi ligamen non kontraktil yang disebut
ligamentum arteriosum.

13
c. Atrial Septal Defect (ASD)
1) Definisi
Artial Septal Defect (ASD) adalah anomali jantung kongenital yang
ditandai dengan defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium
sekundum, ostium primum dan bantalan endokardial. ASD dapat terjadi di
bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium
yang gagal berkembang secara normal. (Bernstein, 2007).
2) Tanda dan Gejala
Karena pada awalnya tidak ditemukan simptom yang jelas pada
pemeriksaan fisik, ASD bisa sulit dideteksi sehingga bertahun – tahun.
Kelainan yang kecil dengan penyimpangan yang minimal (ratio aliran
pulmonal ke sistemik kurang dari 1,5) biasanya tidak menunjukkan simptom
dan tidak memerlukan penutupan. Bila aliran darah pulmonal 1,5 kali lebih
dari aliran sistemik, ASD perlu ditutup secara pembedahan untuk
mengelakkan dari terjadinya disfungsi ventrikel kanan dan hipertensi
pulmonal irreversibel. Simptom dari ASD yang besar meliputi disapnea
dengan ekskresi, disritmia supra ventrikular, gagal jantung kanan, emboli
paradosikal dan infeksi pulmonal berulang. Agen profilaksis terhadap
endokarditis infektif adalah tidak disarankan pada pasien dengan ASD
melainkan terdapat kelainan valvular (mitral valve prolapse atau mitral valve
cleft) (Marelli, 2011).
3) Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak
sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat
ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir
complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang
menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga
berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus
meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma
Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah

14
berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga
sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen
akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.

2.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain:
1. Sindrom Eisenmenger.
Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran
darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler
di paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan
diarteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel
kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan
ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan
sebelum timbul komplikasi ini.
2. Serangan sianotik.
Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak
menjadilebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat
timbul kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.
3. Abses otak.
Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak
terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan
adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang
dengan kejang dan terdapat defisit neurologis, gejala sakit kepala, muntah –
muntah, disertai gejala neurologis. Di RS Soetomo (1970 – 1985), 20% dari
pasien tetralogi Fallot meninggal karena abses otak.
4. Bencana serebrovaskular
(cerebrovascular accident) dapat terjadi pada pasien berumur kurang dari
5 tahun, biasanya terjadi setelah serangan sianotik, pascakateterisasi jantung,
atau dehidrasi.
5. Endokarditis infektif
Dapat terjadi pascabedah rongga mulut dan tenggorok, seperti manipulasi
gigi, tonsilektomi, dan lain – lain. Infeksi lokal di kulit, tonsil, dan nasofaring

15
juga merupakan sumber infeksi yang dapat mengakibatkan endokarditis.
6. Anemia relatif
yang ditandai dengan hematokrit yang tinggi dibandinkan dengan kadar
hemoglobin. Pada darah tepi didapatkan hipokromia, mikrositosis, dan
anisositosis.
7. Trombosis paru
Trombosis lokal pada pumbuluh darah paru kecil, ini akan menambah
sianosis.
8. Perdarahan
Pada polisitemia hebat, trombosit dan fibrinogen menurun hingga dapat
terjadi ptekie, perdarahan gusi. Hemoptisis terjadi pada pasien yang lebih tua
karena lesi trombotik di paru.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a) Elektrokardiografi (EKG)
Mengetahui gambaran aktivitas listrik jantung, mendeteksi
pembesaran ruang jantung, dan gangguan irama jantung.
b) Foto Rontgen dada
Dapat melihat pembesaran jantung dan melihat kondisi paru-paru.
c) EKG Treadmill
Berfungsi untuk melakukan pemantauan jantung mengukur terhadap
aktivitas fisik yang dijalani.
d) Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan USG jantung yang memproduksi gambar
jantung menggunakan gelombang suara. Ekokardiografi dapat melihat
pergerakkan jantung, struktur jantung, katup jantung, dan aliran darah
dalam jantung. Ekokardiografi, layaknya pemeriksaan USG, dilakukan
dengan menempelkan alat (probe) melalui dinding luar dada, lalu akan
menampilkan hasil gambar ke monitor. Selain melalui dinding dada,
probe dapat dimasukan melalui mulut ke dalam kerongkongan (esofagus)
dengan tujuan melihat jantung lebih dekat lagi, tes ini disebut
transesophageal echocardiogram (TEE).

16
e) Kateterisasi jantung
Dilakukan dengan menyuntikan zat warna (kontras) ke dalam
pembuluh darah koroner dan dilakukan foto Rontgen. Untuk
menyuntikkan zat warna, akan dimasukan selang kecil (kateter) melalui
pembuluh darah arteri di lengan atau tungkai. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk melihat pembuluh darah koroner secara rinci, mengukur tekanan
rongga jantung, dan evaluasi fungsi jantung.
f) MRI jantung
Pemeriksaan yang menggunakan medan magnet dan gelombang
radio untuk melihat gambaran jantung dan katupnya secara rinci, untuk
mengetahui tingkat keparahan dari penyakit katup jantung.

TETRALOGY OF FALLOT

Definisi
Tetralogy of fallot merupakan Penyakit jantung bawaan yang terdiri dari
ventricular septal defect (VSD) tipe perimembranus subaortik, overriding
aorta, pulmonal stenosis (PS) infundibular dengan atau tanpa PS valvular
serta hipertrofi ventrikal kanan. Bila disertai dengan ASD disebut pentalogy
of fallot. Bila tipe VSD adalah subarterial doubly committed maka dikenal
sebagai oriental atau mexican fallot.
1. Overidding Aorta
Aorta (pembuluh darah besar yang mengalirkan darah dari jantung ke
tubuh, bercabang dari ventrikel kiri. Pada tetralogi fallot, aorta sedikit
bergeser ke kanan dan terletak tepat di atas cacat septum ventrikel. Akibatnya,
darah yang masuk ke aorta dan dipompa keluar jantung menuju tubuh, adalah
darah miskin oksigen yang bercampur dengan darah beroksigen.
2. Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal adalah penyempitan katup atau arteri paru-paru yang
mengakibatkan terhambatnya aliran darah dari jantung ke paru-paru. Kondisi
ini memaksa otot jantung bekerja lebih keras untuk memompa lebih banyak
darah.

Manifestasi Klinis

17
Anak dengan Stenosis Pulmonal ringan biasanya asimtomatik. Pada
kasus stenosis pulmonal sedang dapat dijumpai dispnea pada saat
aktifitas dan cepat lelah; gagal jantung dan nyeri dada didapatkan pada
stenosis pulmonal berat. Pada bayi baru lahir dengan Stenosis Pulmonal
kritis ditemukan adanya takipnea, sulit minum dan sianosis.

Patofisiologi
Pada Stenosis Pulmonal murni, ada penyempitan atau obstruksi pada
jalan keluar ventrikel kanan, sedangkan defek jantung yang lain (misal
ASD atau VSD) tidak ada, maka darah dipaksa untuk melewati katup
yang sempit tersebut, sehingga akibatnya tekanan pada ventrikel kanan
makin lama akan makin meningkat.
Stenosis Pulmonal dapat terjadi pada : valvular, subvalvular
(infundibular), atau supravalvular. Pada Stenosis Pulmonal valvular,
terjadi penebalan pada katup pulmonal, fusi atau tidak terbentuknya
komisura dengan orifisium yang sempit. Besar ventrikel kanan
biasanya normal, pada bayi dengan critical Pulmonal stenosis (katup
hampir atretik), ventrikel kanan biasanyaa hipoplastik.
Stenosis Pulmonal biasanya menyertai kelainan jantung yang lain,
misal pada VSD besar, pada Tetralogi Fallot. Stenosis Pulmonal
supravalvular (stenosis pada arteri pulmonal), sekitar 2 – 3 % dari seluruh
PJB, dapat berdiri sendiri atau merupakan bagian dari PJB yang lain.
Stenosis dapat terjadi tunggal pada arteri pulmonalis utama, atau multipel
sampai pada cabang-cabangnya, dan ini sering berhubungan dengan
kelainan bawaan seperti : sindrom Rubella, sindrom William, sindrom
Noonan.

3. Hipertrofi ventrikel kanan ( RVH )


Hipertrofi ventrikel kanan adalah suatu kondisi yang ditentukan oleh
pembesaran abnormal otot jantung yang mengelilingi ventrikel kanan .
Ventrikel kanan adalah salah satu dari empat ruang jantung. Letaknya menuju
ujung bawah jantung dan menerima darah dari atrium kanan dan memompa
darah ke paru-paru.

18
Manifestasi Klinis
Penderita hipertrofi ventrikel kanan dapat mengalami gejala yang
berhubungan dengan hipertensi paru , gagal jantung dan / atau penurunan
curah jantung .
a) Kesulitan bernapas saat aktivitas
b) Nyeri dada ( angina ) saat aktivitas
c) Pingsan ( sinkop ) saat aktivitas
d) Kelelahan umum / kelesuan
e) Pusing
f) Perasaan kenyang di daerah perut bagian atas
g) Ketidaknyamanan atau sakit di perut kanan atas
h) Nafsu makan berkurang
i) Pembengkakan ( edema ) pada tungkai, pergelangan kaki atau kaki
j) Detak jantung berdebar (jantung berdebar)
k) Pada pemeriksaan fisik, fitur yang paling menonjol adalah karena
perkembangan gagal jantung sisi kanan. Ini dapat mencakup
peningkatan tekanan vena jugularis , asites , heave parasternal kiri
dan hati yang lunak dan membesar saat palpasi. Pada inspeksi,
pasien mungkin sakit kronis, sianosis , kakhektik dan kadang-kadang
mengalami ikterus .
l) Pada auskultasi , bunyi paru kedua yang ditekankan (S2), bunyi
jantung ketiga diistilahkan dengan 'ventricular gallop' kanan, serta
murmur sistolik di atas daerah trikuspid yang ditekankan oleh
inspirasi mungkin ada. Kadang-kadang, murmur sistolik dapat
ditularkan dan auskultasi di hati. Biasanya, murmur diastolik juga
dapat terdengar sebagai akibat dari insufisiensi paru.

Patofisiologi
Hipertrofi ventrikel kanan dapat menjadi proses fisiologis dan patofisiologis.
Ini menjadi patofisiologis (merusak) ketika ada hipertrofi yang berlebihan. Proses
patofisiologis terutama terjadi melalui pensinyalan menyimpang dari hormon
neuroendokrin; angiotensin II , endothelin-1 dan katekolamin (misalnya

19
noradrenalin ).

- Angiotensin-II dan endothelin-1


Angiotensin-II dan endothelin-1 adalah hormon yang berikatan dengan reseptor
angiotensin (AT) dan endothelin (ET). Ini adalah reseptor berpasangan G-protein
yang bertindak melalui jalur pensinyalan internal. Melalui beberapa perantara,
jalur ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan produksi spesies
oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan akumulasi dalam sel miokard . Ini
selanjutnya dapat menyebabkan kematian sel nekrotik, fibrosis , dan disfungsi
mitokondria.

- Katekolamin
Tingkat katekolamin meningkat karena peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis.
Katekolamin dapat bekerja pada reseptor alfa-adrenergik dan reseptor
beta-adrenergik yang merupakan reseptor berpasangan G-protein. Pengikatan ini
memulai jalur pensinyalan intraseluler yang sama seperti angiotensin dan
endothelin. Ada juga aktivasi cAMP dan peningkatan Ca2 + intraseluler yang
menyebabkan disfungsi kontraktil dan fibrosis.

2.7 Penatalaksanaan
Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan
penyakit jantung bawaan dapat diselamatkan dan mempunyai nilai harapan
hidup yang lebih panjang. Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan
meliputi tata laksana non-bedah dantata laksana bedah. Tata laksana
non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi intervensi.
Tata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat
komplikasi dari penyakitjantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain
yang menyertai. Dalam hal ini tujuan terapi medikamentosa untuk
menghilangkan gejala dan tanda di samping untuk mempersiapkan operasi.
Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis penyakit yang
dihadapi. Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantung merupakan tiga
penyulit yang sering ditemukan pada neonatus atau anak dengan kelainan
jantung bawaan. Perburukan keadaan umum pada dua penyulit pertama ada

20
hubungannya dengan progresivitas penutupan duktus arterious, dalam hal ini
terdapat ketergantungan pada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini termasuk
ke dalam golongan penyakit jantung bawaan kritis.
Tetap terbukanya duktus ini diperlukan untuk :
1. percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi
arteri besar dengan septum ventrikel utuh,
2. penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada tetralogi Fallot
berat, stenosis pulmonal berat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid,
3. penyediaan darah untuk aliran sistemik, misalnya pada stenosis aorta
berat, koarktasio aorta berat, interupsi arkus aorta dan sindrom
hipoplasia jantung kiri. Perlu diketahui bahwa penanganan terhadap
penyulit ini hanya bersifat sementara dan merupakan upaya
untuk‘menstabilkan keadaan pasien, menunggu tindakan operatif yang
dapat berupa paliatif atau koreksi total terhadap kelainan struktural
jantung yang mendasarinya.
Jika menghadapi neonatus atau anak denganhipoksia berat, tindakan yang
harus dilakukan adalah :
1. mempertahankan suhu lingkungan yang netral misalnya pasien
ditempatkan dalam inkubator pada neonatus, untuk mengurangi
kebutuhan oksigen,
2. kadar hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yangcukup, pada
neonatus dipertahankan di atas 15 g/dl,
3. memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa,
4. memberikan oksigen menurunkan resistensi paru sehingga dapat
menambah aliran darah ke paru,
5. pemberian prostaglandin E1supaya duktus arteriosus tetap terbuka
dengan dosis permulaan 0,1 µg/kg/menit dan bila sudah terjadi
perbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0,05 µg/kg/menit.
Obat ini akan bekerja dalam waktu 10- 30 menit sejak pemberian dan
efek terapi ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan
perbaikan pH.
Pada PJB dengan sirkulasi pulmonal tergantung duktus arteriosus, duktus

21
arteriosus yang terbuka lebar dapat memperbaiki sirkulasi paru sehingga
sianosis akan berkurang. Pada PJB dengan sirkulasi sistemik yang tergantung
duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan menjamin sirkulasi
sistemik lebih baik. Pada transposisi arteri besar, meskipun bukan merupakan
lesi yang bergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan
memperbaiki percampuran darah. Pada pasien yang mengalami syok
kardiogenik harus segera diberikan pengobatan yang agresif dan pemantauan
invasif. Oksigen harus segera diberikan dengan memakai sungkup atau
kanula hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasi
endotrakeal dan bila perlu dibantu dengan ventilasi mekanis. Prostaglandin
E1 0,1 µg/kg/menit dapat diberikan untuk melebarkan kembali dan menjaga
duktus arteriosus tetap terbuka. Obat-obatan lain seperti inotropik, vasodilator
dan furosemid diberikan dengan dosis dan cara yang sama dengan tata
laksana gagal jantung. Pada pasien PJB dengan gagal jantung , tata laksana
yang ideal adalah memperbaiki kelainan struktural jantung yang
mendasarinya. Pemberian obat-obatanbertujuan untuk memperbaiki
perubahan hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara
sebelum tindakan definitif dilaksanakan. Pengobatan gagal jantung meliputi :
1. penatalaksanaan umumyaitu istirahat, posisi setengah duduk,
pemberian oksigen, pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi
terhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolit yang ada. Bila
pasien menunjukkan gagal napas, perlu dilakukan ventilasi mekanis
2. pengobatan medikamentosa dengan menggunakan obat-obatan.
Obatobat yang digunakan pada gagal jantung antara lain :
a. obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti
dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya,
dipakai dosis 30 µg/kg. Dosis pertama diberikan setengah dosis
digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian sebesar
seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam
berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis rumat diberikan setelah
8-12 jam pemberian dosis terakhir dengan dosis seperempat dari
dosis digitalisasi. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1

22
µg/kgmenit diberikan bila terdapat bradikardia, sedangkan bila
terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 µg/ kg/menit atau
dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5
µg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan
perfusi sistemik yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal,
karena akan memperbesar kemungkinan intoksikasi digitalis.
b. vasodilator, yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis
0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral.
c. diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2
mg/kg/ hari per oral atau intravena.
A. Kardiologi Intervensi
Salah satu prosedur pilihan yang sangat diharapkan di bidang
kardiologi anak adalah kardiologi intervensi nonbedah melalui kateterisasi
pada pasien penyakit jantung bawaan. Tindakan ini selain tidak traumatis
dan tidak menimbulkan jaringan parut, juga diharapkan biayanya lebih
murah. Meskipun kardiologi intervensi telah dikembangkan sejak tahun
1950, namun hingga pertengahan tahun 1980 belum semua jenis intervensi
trans-kateter dapat dikerjakan pada anak, termasuk balloon atrial
septostomy.
Di Indonesia kardiologi intervensi pada anak dimulai pada tahun
1989, diawali dengan kemajuan di bidang balloon mitral valvotomy yang
dilakukan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta pada kasus
stenosis katup mitral. Kemudian disusul prosedur balloon atrial
septostomy pada tahun 1989.
Pada tahun yang sama balloon pulmonal valvotomy mulai
dikerjakan. Selanjutnya prosedur intervensi yang dilakukan adalah oklusi
duktus arteriosuspersisten dengan coil Gianturco yang baru dimulai 3
tahun terakhir. Di Indonesia sejauh ini baru 3 pusat pelayanan kardiologi
anak yang melakukan intervensi kardiologi, yaitu RS Jantung Harapan
Kita dan RSUP Cipto Mangunkusumo di Jakarta dan RSUP Dr. Soetomo
Surabaya. Berbagai jenis kardiologi intervensi antara lain adalah:
1. Balloon atrial septostomy (BAS) adalah

23
prosedurrutin yang dilakukan pada pasien yang memerlukan
percampuran darah lebih baik, misalnya TAB (transposisi arteri
besar) dengan septum ventrikel yang utuh. Prosedur ini dilakukan
dengan membuat lubang di septum interatrium dan biasanya
dilakukan di ruang rawat intensif dengan bimbingan
ekokardiografi.
2. Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV)
kini merupakan prosedur standar untuk melebarkan katup pulmonal
yang menyempit, dan ternyata hasilnya cukup baik, dan biayanya
juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan operasi.
3. Balloon mitral valvotomy (BMV)
umumnya dikerjakan pada kasus stenosis katup mitral akibat
demam reumatik.
4. Balloon aortic valvuloplasty (BAV)
belum dilakukan rutin dan kasusnya juga jarang dijumpai. Prosedur
ini baru dikerjakan pada 2 kasus.
5. Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coil
Gianturco juga dikerjakan pada beberapa kasus, namun belum
dianggap rutin karena harga coil dan peralatan untuk memasukkan
coil tersebut cukup mahal. Tindakan ini telah dilakukan pada 12
kasus dengan duktus arteriosus persisten, kesemuanya memakai
coil Gianturco. Penyulit hemolisis terjadi pada 3 kasus.

Gagal Tumbuh pada Penyakit Jantung


Bawaan Anak dengan penyakit jantung bawaan dapat
menunjukkan gangguan pertumbuhan. Gagal tumbuh terjadi sudah sejak
masa awal bayi. Beberapa keadaan yang dapat menerangkan gagal tumbuh
pada anak dengan penyakit jantung bawaan adalah keadaan hipoksia dan
kesulitan bernapas yang menyebabkan persoalan makan pada anak.
Anoksia dan kongesti vena pada saluran cerna dapat menyebabkan
malabsorpsi makanan, anoksia perifer dan asidosis menyebabkan
ketidakcukupan nutris serta peningkatan laju metabolik menunjukkan
ketidakcukupan masukan makanan untuk pertumbuhan. Anak dengan

24
penyakit jantung bawaan memerlukan pemantauan pertumbuhan untuk
mempertahankan pertumbuhan linier dan peningkatan berat badan agar
berhasil dengan optimal.

B. Mekanisme Malnutrisi pada Penyakit Jantung Bawaan


Berat badan bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan
umumnya normal sesuai masa kehamilan. Toleransi makan bayi dengan
penyakit jantung bawaan pada awal pemberian makan pada umumnya
masih cukup baik, tetapi sesak dan napas yang cepat membuat anak/bayi
kelelahandan kemudian menyebabkan bayi menghentikan
makannya.Terdapat beberapa faktor penyebab pertumbuhan pada anak
dengan penyakit jantung bawaan tidak optimal. Misalnya ketidak cukupan
masukan kalori, malabsorpsi, usia saat operasi dan peningkatan kebutuhan
energi.

Pandangan Islam
Perlindungan hukum dalam pandangan ilmu hukum hanya
menekankan pada pemenuhan hak-hak manusia sebagai subjek dan objek
hukum. Karena itu, perlindungan hukum dipahami sebagai bentuk
pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat
keamanan untuk memberi rasa aman, baik fisik maupun mental kepada
korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak
manapun yang diberikan pada tahap penyidikan, penuntutan dan atas
pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam kaitannya dengan janin, mak
faktor-faktor yang menyebabkan perlunya janin diberikan perlindungan
hukum adalah karena janin memerlukan perlindugan orang tuanya, janin
memiliki fisik yang masih lemah, janin memiliki kondisi yang masih labil,
janin belum bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk, janin
belum dewasa, janin memerlukan pendidikan ruhani dalam kandungan
istri. Atas dasar itu, maka janin perlu diberikan perlindungan yang sesuai
dengan fitrahnya berdasarkan prinsip-prinsip perlindungan hukum Islam
yang terletak pada adanya jaminan bahwa syariat memiliki sifat yang

25
langgeng dan kekal, penuh kebaikan, terhormat, konsisten dan mulia.
Karena itu, tujuan perlindungan hukum Islam terhadap janin dimaksudkan
untuk mewujudkan kemaslahatan janin. Selain itu, perlindungan hukum
yang diberikan kepada janin disebabkan oleh karena janin itu belum dapat
menjadi seorang subjek hukum yang mengerti akan segala tindakan
hukum yang dilakukannya.
Perlindungan hukum ini juga bertujuan untuk melindungi janin dari
segala tindakan istri atau suami yang dengan sengaja bermaksud
melakukan pengguguran janin.Sebab lain dari tujuan perlindungan hukum
yang diberikan kepada janin disebabkan karena janin dalam kandungan
memerlukan pendidikan terhadap nilai-nilai ke-Tuhanan yang seharusnya
diberikan kedua orang tuanya semenjak anak masih dalam kandungan
ibunya dengan senantiasa membacakan ayat-ayat Alquran berdasarkan
trimester bulan kehamilan ibunya. Misalnya pada bulan pertama sampai
bulan ketiga dibacakan surah al-Baqarah bulan keempat sampai bulan ke
enam dibacakan surah Maryam dan Yusuf serta bulan ke tujuh sampai
bulan ke sembilan dibacakan surah al-Kahfi dan al-Mulk. Selain itu, janin
dalam kandungan yang sebentar lagi akan lahir membutuhkan
perlindungan dalam bentuk doa, yaitu dengan memberikan nama yang
baik bagi anaknya karena pada hakikatnya nama yang melekat pada anak
itu doa perlindungan bagi anak tersebut. Itulah sebabnya nabi sangat
memperhatikan masalah nama anak karenanya ketika nabi menjumpai
nama anak yang tidak bagunabi mengubahnya dengan nama yang
baik..Berkaitan dengan nama ini nabi bersabda engkau sekalian akan
dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kamu, maka perbaguslah
nama anak kalian.

Artinya;
Dari Abi Dardā’ ia berkata: Rasululullah saw bersabda
sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan
namamu dan dengan nama bapakmu, maka baguskanlah nama kalian.
Atas dasar itu, maka keberadaan janin dalam rahim seorang ibu

26
tidak hanya didasari oleh alasan kasih sayang antara ibu dan anak tetapi
lebi dari itu orang tua dalam hal ini ayah dan ibu harus memikirkan hal-hal
positif yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan janin karena
pendidikan terhadap janin yang berada di kandungan seorang iu akan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan spritualnya kelak ketiak lahir
di muka bumi.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Anak
1) Nama
2) Umur: Menjelang usia 2-3 bulan pembentukan jari-jari tabuh
pada tangan dan kaki akan tampak. Pada usia tahun pertama,
sianosis akan terjadi dan nampak paling menonjol. biasanya
muncul pada umur 5 tahun ke atas.
3) Jenis kelamin
b. Orangtua
1) Nama ibu
2) Umur
3) Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orangtua
mengakibatkan kurangnya pengetahuan terhadap penyakit
anak.
4) Pekerjaan: Biasanya ibu hamil yang bekerja di pabrik-pabrik
kimia cernderung mempengaruhi kesehatan anak dalam
kandungan.
2. Keluhan Utama : sianosis (kulit nampak kebiruan), napas dangkal,
mudah kelelahan.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu: Penyakit TF diderita oleh anak yang
lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan, adanya
penyakit tertentu dalam keluarga seperti ; DM, hipertensi,kelainan
bawaan jantung, ibu menderita penyakit infeksi rubella, atau

27
pajanan terhadap sinar X.
b. Riwayat keluarga: Adanya penyakit tertentu dalam keluarga, yaitu
ibu klien menderita hipertensi dan saat hamil sering mengkonsumsi
obat – obatan tanpa resep dokter.
c. Riwayat kesehatan saat ini: Mengumpulkan data kronologi/ awal
terjadinya penyakit. Pada penderita TF, biasanya diawali dengan
gejala sianosis, dispneu, pertumbuhan dan perkembangan abnormal,
bising sistolik, dan murmur.
4. Riwayat tumbuh kembang
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai
akibat dari kondisi penyakit. Tinggi badan dan keadaan gizi biasanya
berada di bawah rata-rataserta otot-otot dari jaringan subkutan terlihat
kendur dan lunak dan masa pubertas juga terlambat.
5. Riwayat kehamilan ibu
Ditanyakan keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya
penyakit, serta apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit
tersebut. Melakukan pemeriksaan kehamilan atau tidak, bila ya berapa
kali seminggu dan kepada siapa (dukun, bidan atau dokter), obat-obat
yang diminum pada trisemester pertama. Infeksi beberapa jenis virus,
misalnya virus Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus dan HerpeS
simpleks, maupun HIV (TORCH).
6. Data Psikososial: Mekanisme koping anak/ keluarga, Pengalaman
hospitalisasi sebelumnya.
7. Pemenuhan kebutuhan dasar (di rumah dan di Rumah Sakit)
a. Nutrisi, cairan dan elektrolit
Pada bayi perlu diketahui susu apa yang diberikan : air susu ibu
(ASI) atau pengganti air susu ibu (PASI), ataukah keduanya. Bila
ASI apakah diberikan secara eksklusif atau tidak. (Abdul, 2000;
13).
b. Hygene perseorangan
Bagaimana cara perawatan diri pada anak khususnya pada gigi

28
geligi.
c. Eliminasi
Biasanya pada penderita tetralogi fallot terjadi penurunan
haluaran urine.
d. Aktivitas dan istirahat tidur
Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan,
setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam
beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. TTV :
1) Nadi : laju nadi pada TF biasanya bradikardia, iramanya
disritmia pada keadaan ini denyut nadi teraba lebih cepat
pada waktu inspirasi dan lebih lambat pada waktu ekspirasi
2) Tekanan darah : tekanan darah biasanya menurun karena
akibat dari sirkulasi udara yang mengalami hambatan oleh
hipertrofi ventrikel kanan.
3) Pernapasan : pada penderita TF anak akan mengalami
dispneu bila melakukan aktivitas fisik, yang dapat disertai
juga sianosis dan takipneu. perlu diperhatikan apakah distres
terjadi terutama pada inspirasi atau ekspirasi.
4) Suhu : pada TF normal (36oC-37,5oC)
5) Berat badan : pada bayi TF usia 9 bulan berat badan tidak
mengalami pertumbuhan.
9. Pemeriksaan persistem :
1) B1 (breathing)
Karena terjadinya percampuran darah kaya O2 dan CO2, terjadi
penurunan curah jantung yang menyebabkan perfusi jaringan
keseluruh tubuh berkurang sehingga mengakibatkan anak
mengalami gangguan pertukaran gas.
2) B2 (blood)
Karakteristik bunyi dan bising jantung pada TF mirip dengan

29
bunyi dan bising jantung pada stenosis pulmonal tetapi makin
berat stenosisnya makin lemah bising yang terdengar karena lebih
banyak dialihkan ke ventrikel kiri dan aorta daripada ke arteri
pulmonalis. Pada TF dapat terdengar klik sistolik akibat dilatasi
aorta. Bunyi jantung I normal. Sedangkan bunyi jantung II
tunggal dan keras. Terdengar bunyi murmur pada batas kiri
sternum tengah sampai bawah.
3) B3 (brain)
Periksa GCS pasien (noormal 4-5-6). Hal tersebut dilakukan
untuk menentukan tingkat kesadaran pasien karena pada TF O2
ke otak berkurang dan akan terjadi penurunan kesadaran sehingga
mengakibatkan resiko cedera.
4) B4 (bladder)
Periksa haluaran urine pasien, haluaran urin biasanya berkurang
karena perfusi O2 ke jaringan berkurang termasuk ke arteri
renalis.
5) B5 (bowel)
Kaji kebutuhan nutrisi pasien. Biasanya pada penderita TF,
kebutuhan nutrisi berkurang dikarenakan O2 yang ke sistem
jaringan berkuang sehingga saat anak melakukan aktivitas
(menetek, berjalan) akan mudah lelah sehingga nutrisi yang
masuk ke dalam tubuh tidak seimbang.
6) B6 (bone)
Pada penderita TF anak- anak yang lebih besar mungkin mampu
berjalan sejauh kurang lebih satu blok, sebelum berhenti untuk
beristirahat. Derajat kerusakan yang dialami jantung penderita
tercermin oleh intensitas sianosis yang terjadi. Secara khas
anak-anak akan mengambil sikap berjongkok untuk meringankan
dan menghilangkan dispneu yang terjadi akibat dari aktifitas fisik,
biasanya anak tersebut dapat melanjutkan aktifitasnya kembali
dalam beberapa menit.

30
Diagnosa Luaran Intervensi
Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif b.d keperawatan 3 x 24 di Observasi
penurunan harapkan perfusi perifer - Periksa sirkulasi
konsentrasi efektif dengan kriteria hasil : perifer
hemogblobin - Denyut nadi perifer - Identifikasi
meningkat faktor gangguan
- Tidakada Warna sirkulasi
kulit pucat - Monitor panas,
- Pengisian kapiler kemerahan,
akurat nyeri atau
bengkak pada
ektermitas
Traupetik
- Hindari
pemasangan
infus atau
pengambilan
darah di area
keterbatasan
perfusi
- Hindari
peneknan dan
pemasangan
torniquet pada
area yang cedera
- Lakukan
pencegahan
infeksi
- Lakukan
perawatan kaki
dan kuku

31
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan
berhenti
merokook
- Anjurkan
berolahraga rutin
- Anjurkan minum
obat pengontrol
tekanan
- Anjurkan
program
rehabilitai
vaskular
- Anjurkan
program diet
untuk
memperbaiki
srkulasi (rendah
lemah jenuh)
Penurunan curah Setelah asuhan keperawatan Perawatan jantung
jantung b.d 3x 24 jam diharapkan curah Observasi
perubahan jantung membaik dengn - Identifikasi data
afterload KH : primerpenuruanc
- Kekuatannadi perifer urah jantung
meningkat (dipsnea,
- Edema berkurang kelelahan,
- Kelelahan berkurang edema,
ortopnea)
- Idenntifikasi
tandadangejala
skunder dari

32
penurunan curah
jantung
(peningkatan
berat badan,
hepatomegali,
distensivenajugu
laris)
- Monitor tekanan
darah
- Monitor
intakeoutput
cairan
- Monitor keluhn
nyeri dada
- Monitor EKG 12
sadapan
Teraupetik
- Posisikan pasien
semifowler
- Gunakan stoking
elastis
- Modifikasi gaya
hidup sehat
Edukasi
- Ajarkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi
- Rujuk ke
rehabilitasi
jantung
Risiko gangguan Setelah dilakukan asuhan 2 Manajemen Nutrisi

33
pertumbuhan x 24 di harapka KH : - identifikasi
d.d - Keterampilan/perilak status nutrisi
ketidakadekuata u sesuai usia - monitor asupan
n nutrisi - Kemampuan makanan
melakukan - monitorberat
perawatan diri badan
- monitor hasil
pemeriksaan
labolarorium
- berikan
makanantiggi
kalori dan proten
- anjurkan posisi
duduk
- kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan

Intoleransi Setelah dilakukan asuhan 2 Manajemen energi


akivitas b.d x 24 di harapka KH : - identifikasi
kelemahan - Berpartisipasi dalam gangguan fungsi
aktivitas fisik tanpa tubuh yang
disertai peningkatan
mengakibatkan
tekanan darah, nadi
dan RR - Mampu kelalahan
melakukan aktivitas - monitor
sehari – hari (ADLs)
kelelahanfisik
secara mandiri
- Tanda – tanda vital dan emosional
normal - Level - monitor pola dan
kelemahan -
jam tidur
Sirkulasi status
- monitor
lokasidan

34
ketidakyamanan
selama
melakukan
aktivitas
- sediakn
lingkungan yang
nyaman
- latihanrentang
gerak pasif
danaktif
- failitasi duduk fi
tempattidur
- ajurkan tirah
baring
- anjurkan
melakukan
ktivitas secara
bertahap

35
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Anak perempuan 6 tahun memiliki riwayat penyakit jantung bawaan. Anak
mengeluh sesak dan terjadi sianosis setelah bermain. Hasil pengkajian didapatkan
diagnosa perfusi perifer tidak efektif, penurunan curah jantung , risiko gangguan
pertumbuhan, dan intoleransi aktifitas.

36
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Putri. 2019. Paten Ductus Atreriosus (PDA). Depatermen Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara
Rusepno H, Alatas H, editors. 2011. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Wardana, I Nyoman Gede. 2017. Ventricular Septal Defect, Bagian Anatomi
Septal FK, Universitas Udayana Denpasar
Yuniadi Y, Dony YH, Bambang BS. 2017. Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular FK UI. Buku Ajar Kardiovaskular. Jilid 2. Jakarta:
Sagung Seto.

37

Anda mungkin juga menyukai