Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

STUDI KASUS DAN PENDOKOMUNETASIAN SOAP


PJB PADA BAYI ANAK DAN BALITA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak

Dosen Pembimbing:
Nur Eva Aristina, SST., M.Keb
Disusun Oleh:
Kelompok 2

Retno Diah Syam Pujiastuti (P17311203041)


Fahsyaidyta Tera Pembayun Amala (P17311203042)
Niken Dwi Hayati (P17311203043)
Tiara Anggrelia Nuraini (P17311203046)
Fitri Fadilathul Khasanah (P17311203047)
Wahyu Sulistyoningrum (P17311203048)
Sabrina Arum Hakiki (P17311204049)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi
Kasus dan Pendokumentasian PJB pada Bayi Anak dan Balita”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah ilmu kesehatan anak.
Ucapan terima kasih juga tak lupa penulis haturkan kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam penyusunan makalah ini, antara lain :
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tanpa gangguan.
2. Dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan, Ibu Nur Eva Aristina, SST., M.Keb
yang telah membimbing penulis dalam menyusun makalah ini.
3. Keluarga yang senantiasa mendukung.
4. Teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah.
5. Semua pihak yang telah terlibat yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk itu,
penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Terimakasih.

Malang, 17 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................2


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian................................................................................................................5
2.2 Tanda dan Gejala.....................................................................................................5
2.3 Faktor Risiko...........................................................................................................6
2.4 Etiologi....................................................................................................................7
2.5 Patofisiologi.............................................................................................................8
2.6 Manisfestasi Klinis..................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan...........................................................................................................12
2.8 Komplikasi............................................................................................................13
2.9 Penatalaksanaan.....................................................................................................13

BAB 3 STUDI KASUS

3.1 Kasus.....................................................................................................................16
3.2 Pendokumentasian SOAP......................................................................................17

BAB 4 PENUTUP...........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi
jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah abnormalitas struktur makroskopis
jantung atau pembuluh darah besar intratoraks yang mempunyai fungsi pasti atau
potensial yang berarti. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital yang paling
sering terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi penyakit jantung bawaan yang
diterima secara internasional adalah 0.8%, walaupun terdapat banyak variasi data
yang terkumpul, secara umum, prevalensi penyakit jantung bawaan masih
diperdebatkan. (Moons, et al. 2008).
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8 – 10 dari
1000 kelahiran hidup. Penyakit Jantung Bawaan ini tidak selalu memberi gejala
segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah
pasien berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah pasien berumur
beberapa tahun. Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir.
Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis
telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi
kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung
kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).
Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru)
yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang
berbeda. Penyakit Jantung Bawaan non sianotik terdiri dari defek septum
ventrikel, defek septum atrium, duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonal,
stenosis aorta dan koarktasio aorta. Penyakit Jantung Bawaan sianotik terdiri dari
tetralogi fallot dan transposisi arteri besar (Webb,2011).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup – katup yang menghubungkan
ruang – ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau

2
kesalahan penghubung antara ruang jantung dengan arteri atau vena. Dalam
diagnosa PJB, perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem
kardiovaskular pada masa neonatus. Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan
pada lidah, gusi, dan mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral, terutama
terjadi saat minum atau menangis), penurunan perfusi perifer (tidak mau minum,
pucat, dingin, dan berkeringat disertai distress nafas), dan takipneu > 60x /menit
(terjadi setelah beberapa hari atau minggu, karena takipneu yang terjadi segera
setelah lahir menunjukkan kelainan paru, bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
(2012),diperkirakan sekitar 8 – 10 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30%
diantaranya telah memberikan gejala pada minggu – minggu pertama kehidupan.
Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50%
kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir
semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1
bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak
lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah
meninggal sebelum terdeteksi.
Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke
pada pasien. Terdapat beberapa penelitian telah dijalankan untuk menunjukkan
kebarangkaliannya untuk menjadi penyebab terjadinya stroke. Di sini, stroke
didefinisikan sebagai defisit (gangguan) fungsi sistem saraf yang terjadi mendadak
dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dan akibat gangguan
pembuluh darah di otak (Pinzon et.al, 2010). Stroke dapat menyerang siapa saja
dan kapan saja, tanpa memandang usia (Depkes, 2013). Di Indonesia, 8 dari 1000
orang terkena stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua
umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1
diantaranya karena stroke (Depkes, 2013). Menurut WHO, setiap tahun 15 juta
orang di seluruh dunia mengalami stroke. Sekitar lima juta menderita kelumpuhan
permanen. Di Asia tenggara terdapat 4,4 juta orang mengalami stroke (WHO,
2010), dan Indonesia telah menempati peringkat ke-1 dunia untuk jumlah
kematian yang disebabkan stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian

3
mencapai 328,500 orang atau 21,2% dari total kematian yang terjadi dalam
rentang waktu 2000-2012 (WHO, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan dan pengkajian serta
analisis data kasus PJB pada Bayi Anak dan Balita?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan dan pengkajian
serta analisis data kasus PJB pada Bayi Anak dan Balita dengan metode SOAP

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit Jantung Bawaan


Penyakit jantung bawaan (PJB) atau dikenal dengan nama Penyakit Jantung
Kongenital adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi j
antung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin (Mulyadi,
2006).
Penyakit Jantung Kongenital (Congenital Heart Disease, CHD) adalah
kelainan pada struktur jantung yang terdapat sejak lahir. Penyakit ini disebabkan
oleh gangguan pada perkembangan jantung yang terjadi saat usia gestasi 3-8
minggu (Roebiono, 2008).

2.2 Jenis Penyakit Jantung Kongenital


a. Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik 
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis;
misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau
pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing
mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler
paru. Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non
sianotik; yaitu 1) PJB non sianotik dengar, lesi atau lubang di
jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya
ventricular septal defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan  patent
ductus arteriosu (PDA), dan (2) PJB non sianotik dengan lesi obstruktif
di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung,
misalnya,
aortic stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan  pulmonary stenosis (PS).

b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik

5
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh
darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigen
kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke
kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena
pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan
mulut serta kuku jari tangan dan kaki adalah penampilan utama pada
golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar
dalam darah lebih dari 5 gram %. Bila dilihat dari penampilan
klinisnya, secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu
(1) dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi
of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) dengan
gejala aliran darah ke paru yang bertambah. Misalnya Transposition of the
Great Arteries (TGA) dan Common Mixing.
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Penyakit Jantung Bawaan sangat bervariasi tergantung dari jenis d
an berat kelainan. Penyakit Jantung Bawaan yang berat bisa dikenali saat kehamilan ata
u segera setelah kelahiran. Sedangkan PJB yang ringan sering tidak menampakkan gejal
a, dan diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes khusus untuk alasan yan
g lain. Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada bayi atau anak- anak antara lai
n:
1. Bernafas cepat
2. Sianosis (suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan)
3. Cepat Lelah
4. Peredaran darah yang buruk dan
5. Nafsu makan berkurang.

Pertumbuhan dan perkembangan yang normal tergantung dari beban kerja


jantung dan aliran darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Bayi dengan PJB
sejak lahir mungkin punya sianosis atau mudah lelah saat pemberian makan.
Sebagai hasilnya, pertumbuhan mereka tidak sesuai dengan seharusnya.

6
2.4 Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar da
pat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan. Mesk
ipun dalam kenyataan kedua faktor ini saling berinteraksi (Indriwanto, 2007).
1. Lingkungan
Paparan dari lingkungan yang tidak baik dapat mempengaruhi perkembang
an janin, misalnya menghisap asap rokok (perokok pasif).
Factor dari ibu :
 Rubella
Infeksi rubella terutama bila mengenai pada kehamilan trimes
ter pertama akan mengakibatkan insiden kelainan jantung ba
waan dan risiko untuk mendapat kelainan sekitar 35 % denga
n jenis Patent Ductus Arteriosus, Pulmonary Valve Stenosis,
Septal Deffect.
 Diabetes
Bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita penyak
it diabetes mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendap
at kelainan jantung bawaan terutama yang kadar gulanya tida
k terkontrol dengan angka kejadian 3% - 5 %, kelainan jantun
g bawaan yang tersering pada ibu yang menderita kencing ma
nis adalah Defek Septum Ventrikel, Koarktasio aorta, Transp
osisi komplit. Di negara maju pada ibu-ibu dengan penyakit k
encing manis direkomendasikan untuk dilakukan fetal echoca
rdiography.
 Alkohol
Disebut sebagai alkoholik adalah meminum alkohol sebanyak
45 ml per hari dan dikatakan tidak ada kadar yang aman untu
k ibu hamil, ibu yang alkoholik mempunyai insiden 0,1 - 3,3
per 1000 kelahiran mendapatkan bayi yang tidak normal (feta
l alcoholic syndrome) dan untuk insiden kelainan jantung baw
aan sekitar 25 - 30 % dengan jenis defek septum.

7
 Ectasy
Insiden kelainan jantung bawaan akan meningkat dan sekitar
15,4% akan didapatkan bayi dengan kelainan jantung dan mu
skuloskletal.
 Obat-obatan lainnya
Obat-obatan yang lain seperti diazepam, kortikosteroid, fenoti
azin, juga kokain dapat meningkatkan insiden terjadinya kelai
nan jantung bawaan (Indriwanto, 2007)
2. Genetik
Riwayat dalam keluarga yang menderita kelainan pada jantung atau bukan
pada jantung menjadi suatu faktor risiko utama (mayor). Tetapi beberapa pe
neliti mengatakan bila ada anak yang menderita kelainan jantung bawaan m
aka saudara kandungnya mempunyai kemungkinan mendapat kelainan jant
ung bawaan 1 - 3%, juga bila dalam silsilah keluarga ada yang mendapat ke
lainan jantung bawaan maka kemungkinan mendapat kelainan sekitar 2 - 4
%.
 Kelainan kromosom.
Pada kelainan kromosom ada faktor-faktor yang mempengaru
hi kelainan, antara lain
a) Usia ibu lanjut berkolerasi dengan frekwensi sindrom Do
wn yaitu suatu kelainan herediter yang disertai frekwensi
kelainan kromosom yang tinggi.
b) Radiasi diketahui dapat menyebabkan cedera pada kromos
om. Namun demikian tidak terdapat bukti bahwa radiasi p
ada ibu disertai frekwensi sindrom Down yang meningkat.
c) Berbagai zat kimia dapat mengubah susunan gen. Diantar
anya obat- obatan anti-kanker mempunyai pengaruh terha
dap kromosom sebagai halnya radiasi (Rukmono, 2006)
2.5 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui. berbagai jenis o
bat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen, diduga merupakan penyebab

8
eksogen penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yang diderita ibu pada awal k
ehamilan dapat menyebabkan PJB pada bayi. Di samping faktor eksogen terdapa
t pula faktor endogen yang berhubungan dengan kejadian PJB. Berbagai jenis pe
nyakit genetik dan sindrom tertentu erat berkaitan dengan kejadian PJB seperti si
ndrom Down, Turner, dan lain-lain.

2.6 Manifestasi Kliniss


a. Penyakit Jantung Bawaan non Sianotik dengan vaskularisasi paru 
1. Ventricular Septal Defect (VSD)
VSD terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna.
Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada systole.
Manifestas  klinis : Pada  pemeriksaan selain didapat pertumbuhan
terhambat, anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujun
jari hiperemik, diameter dada bertambah, sering terlihat pembenjolan dada
kiri. Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum,
sela intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat
implus jantung yang hiperdinamik.
2. Atrial Septal Defect (ASD)
Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen
ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen oval atau septum
atrium, tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.
Manifestasi klinis : Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi
saluran pernafasan atas. Mungkin ditemukan adanya murmur jantung.
Pada foto rontgen ditemukan adanya pembesaran jantung dan diagnosa
dipastikan dengan katerisasi jantung.
3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP
bermacam-macam, bisa karena infeksi rubela pada ibu dan prematuritas.
Manifestasi klinis : Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratori distres
seperti mendengkur tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan
anak maka anak akan mengalami dyspnea, kardio megali, hipertrofi
ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap peningkatan volume

9
darah, adanya tanda ‘machinery type’. Murmur jantung akibat aliran darah
turbulen dari aorta melewati duktus metetap. Tekanan darah sistolik
mungkin tinggikarena pembesaran ventrikel kiri.
b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan vaskularisasi paru normal
1. Stenosis Aorta (SA)
Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta.
Katupnya sendiri mungkin terkena atau retriksi atau tersumbat secara total
aliran darah.
Manifestasi Klinis : Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac
output menurun, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan
kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi, hal ini menjadi serius dapat
rnenyebabkan kematian, ini juga ditandai dengan adanya murmur sistolik
yang terdengar pada batas kiri sternum, diagnosa ditegakan berdasarkan
gambaran ECG yang menunjukan adanya hipertropi ventrikel kiri, dan dari
kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.
2. Stenosis Pulmonal (SP)
Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada katup,
normal tetapi puncaknya menyatu.
Manifestasi klinis : Tergantung pada kondisis stenosis. Anak dapat
mengalami dyspne dan kelelahan, karena aliran darah ke paru-paru tidak
adekuat untuk mencukupi kebutuhan O2 dari cardiac output yang
meingkat. Dalam keadaan stenosis yang berat, darah kembali ke atrium
kanan yang dapat rnenyebabkan kegagalan jantung kongesti. Stenosis ini
didiagnosis berdasarkan murmur jantung sistolik, ECG dan kateterisai
jantung.
3. Koarktasio Aorta
Kelaianan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara.
Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteiosus.
Kelaianan ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat.
Untuk itu penting melakukan skrening anak saat memeriksa kesehatannya,
khususnya bila anak mengikuti kegiatan-kegiatan olah raga.
Manifestasi klinis :

10
Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal pada
kelainan dan penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi pada
lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi lemah
pada popliteal dan femoral. Kadang-kadang dijumpai adanya murmur
jantung lemah dengan frekuensi tinggi. Diagnosa ditegakkan dengan
cartography.
c. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang
Tetralogi Of Fallot (TOF) Tetralogi of fallot merupakan penyakit jantung
yang umum, dan terdiri dari 4 kelainan yaitu:
1. Stenosis pulmonal,
2. Hipertropi ventrikel kanan,
3. Kelainan septum ventrikuler, dan
4. Kelainan aorta yang menerima darajh dari ventrikel dan aliran darah kanan
ke kiri melalui kelainan septum ventrikel.
Manifestasi klinis : Bayi baru lahir dengan TF menampakan gejala yang
nayata yaitu adanya cianosis, letargi dan lemah. Setain itu juga tampak tanda-
tanda dyspnea yang kemudian disertai jari-jari clubbing, bayi berukuran kecil
dan berat badan kurang. Bersamaan dengan pertambahan usia, bayi
diobservasi secara teratur, serta diusahakan untuk mencegah terjadinya
dyspne. Bayi mudah mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Diagnosa
berdasarkan pada gejala-gejala klinis, mur-murjaniung, EKG foto rongent dan
kateterisai jantung.
d. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah
Transposisi arteri besar (TAB)/ Transpotition Great artery (TGA)
Apabila pembuluh pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri
aorta dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup
kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau kelainan septum ventrikuler
atau atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah arteri-vena. Pada TGA
terjadi perubahan tempat kelurnya posisi aorta dan a.pulmonalis yakni aorta
keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior a.pulmonalis,
sedangkan a.pulmonalis keluar dari ventrikel kiri terletak posterior terhadap
aorta. Akibatnya aorta menerima darah v. Sistemik dari vena kava,

11
atriumkanan, ventrikel kanan dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik.
Sedang darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri dan
diteruskan ke a. Pulmonalis dan seterusnya ke paru. Dengan demikian maka
kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut terpisah dan kehidupan hanya
dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara 2 sirkulasi ini. Pada
neonatus percampuran darah terjadi melalui duktus arteriosus dan foramen
ovale keatrium kanan. Pada umumnya percampuran melalui duktus dan
foramen ovale ini tidak adekuat, dan bila duktus arteriosus menutup maka
tidak terdapat percampuran lagi di tempat tersebut, keadaan ini sangat
mengancam jiwa penderita.
Manifesfasi klinis : Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung
pada adanya kelainan atau stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan
merupakan PDA atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.

2.7 Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedang
kan daerah yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempu
nyai tahanan yang rendah sedangkan sirkulasi sistemik memiliki tahanan yang tinggi. A
pabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan ro
ngga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantu
ng yang bertekanan tinggi ke jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya D
efek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan. Kejadian ini disebut Pirau (Shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arter
i pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi
dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan
okigen mengalir dari defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan i
ni disebut dengan Pirau (Shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oks
igen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan Sian
osis. Kelainan Jantung Bawaan pada umumya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berik
ut :
1. Peningkatan kerja jantung, dengan gejala : kardio megali, hipertropi, takhikardi
a.

12
2. Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan, intoleransi
terhadap aktivitas.
3. Hipertensi pulmonal, dengan gejala : Dispnea, takhipnea.
4. Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala : polisitemia, asidosis, sianosis .

2.8 Komplikasi
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami berbagai
komplikasi antara lain :
1. Gagal jantung kongestif
2. Renjatan kardiogenik, Henti Jantung
3. Aritmia
4. Endokarditis bakterialistis
5. Hipertensi
6. Hipertensi pulmonal
7. Tromboemboli dan abses otak
2.9 Penatalaksanaan
a. Penyakit Jantung Bawaan non Sianotik dengan vaskularisasi paru
1. Ventricular Septal Defect (VSD)
Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-obatan utuk
mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic,
misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan
membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, rnaka operasi
dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong
karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup berkurang.
2. Atrial Septal Defect (ASD)
Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft
pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.
3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasanya
diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot
lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat
untuk dilakukan operasi.
b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan vaskularisasi paru normal

13
1. Stenosis Aorta (SA)
Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada saat
anak mampu dilakukan pembedahan toraks.
2. Stenosis Pulmonal (SP)
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada
saat anak berusia 2-3 tahun.
3. Koarktasio Aorta
Kelainan dapat dikoreksi dengan Balloon Angioplasty, pengangkatan
bagian aorta yang berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan
cara memasukkan suatu graf.
c. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang
1. Tetralogi Of Fallot (TOF)
Pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-anak, untuk mernenuhi
peningkatan kebutuhan oksigen dalam masa pertumbuhan. Pembedahan
berikutnya pada masa usia sekolah, bertujuan untuk koreksi secara
permanent. Dua pendekatan paliatif adalah dengan cara Blalock-Tausing,
dilakukan pada ananostomi ujung ke sisi sub ciavikula kanan atau arteri
karotis menuju arteri pulmonalis kanan. Secara Waterson dikerjakan pada sisi
ke sisi anastonosis dari aorta assenden, menuju arteri pulmonalis kanan,
tindakan ini meningkatakan darah yang teroksigenasi dan membebaskan
gejala-gejala penyakit jantung sianosis.
d. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah
1. Transposisi arteri besar (TAB) / Transpotition Great artery (TGA)
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat
prosedur, suatu kateter balon dimasukan ketika kateterisasi jantung, untuk
memperbesar kelainanseptum intra arterial. Pada cara Blalock Halen
dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan.
Cara Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent. Septum
dihilangkan dibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenisasi
dari vena pulmonale kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan
darah tidak teroksigenisasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonale

14
untuk keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelaianan ini telah
berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.

15
BAB III
STUDI KASUS SOAP

3.1 Studi Kasus


Studi kasus dilakukan di RSUD Pare, pada tanggal 16 – 19 April 2022 di
ruang ICCU. Pasien yang dirawat berinisial An. A.M berusia 8 tahun, jenis kelamin
perempuan, agama islam, pekerjaan pelajar, alamat Kelurahan Pisang Candi Kec.
Sukun Kota Malang, No Register 385314, masuk rumah sakit pada tanggal 14 April
2022 pukul 15.13 dengan diagnosa medis Penyakit Jantung Bawaan (PJB), sumber
informasi dari keluarga dan catatan perawatan. Hasil pengkajian pada tanggal 16
April 2022 jam 09.00 WIB didapatkan hasil keluhan utama An. A.M ibunya
mengatakan bahwa badan anaknya terasa lemah, capek dan sesak napas saat
melakukan aktifitas seperti duduk, miring kiri atau kanan, juga susah melakukan
kegiatan sehari - hari. Sebelum sakit Ibu An. A.M mengatakan mengalami sakit ini
sejak kecil, dan menurut dokter dia mengalami Penyakit Jantung Bawaan, pasien
juga sering masuk RS.
Hasil pemeriksaan menunjukkan Airway (jalan nafas): tidak ada sumbatan
jalan nafas An. A.M bebas, Breathing (pernafasan): pasien An A.M mengalami
sesak nafas, menggunakan otot bantu nafas, frekuensi nafas 27 x/menit, irama nafas
tidak teratur, Circulation: Nadi 100 x/menit, irama tidak teratur, denyut nadi kuat,
TD 100/80 MmHg, dan suhu 36,7°C. Berat badan 28 kg, tinggi badan 135 cm, IMT
= 28 : (1,35 x 1,35) = 15,4 dan status gizi baik, ekstermitas hangat, warna kulit
pucat, mukosa bibir sianosis, capillary refill time >3 detik, edema pada kedua
tungkai. Disability : tingkat kesadaran composmentis , reflek terhadap cahaya
posistif. Muskuluskaletal : kekuatan otot 5, pasien disarankan bedres total, ADL
(personal hygiene, toileting) dibantu perawat dan keluarga, kebutuhan nutrisi :
pasien mengatakan makan 2x sehari dengan menghabiskan setengah porsi, pola
eliminasi BAK : pasien pakai pempres, jumlah urine tidak dapat diukur, BAB :
pasien mengatakan BAB pada pagi hari 1x dan sore hari 1x, bising usus 20 x/menit.
Pola istirahat dan tidur : pasien mengatakan tidak terganggu, pasien tidur sekitar 6-
7 jam tanpa terbangun. Hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah EKG
dan pemeriksaan laboratorium, hasil yang didapatkan dari pemeriksaan EKG :

16
Ventricular Hypertropi. Hasil pemeriksaan laboratorium : Hemoglobin meningkat :
19,1 gr% (nilai normal 10,8-15,6 gr%), Jumlah eritrosit meningkat: 8,6 10^3/ul
(nilai normal 4,20-5,40 10^3/ul), jumlah hematokrit meningkat : 64,4% (nilai
normal 37,0-47,0 %).
3.2 SOAP
Tanggal pengkajian : 16 April 2022
Pukul pengkajian : 09.00 WIB
Identitas Anak
Nama : An. A.M
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Malang, 14 Mei 2014
Umur : 8 tahun
Anak ke : 1 (satu)
Alamat : Kelurahan Pisang Candi, Kec. Sukun. Kota Malang
Identitas Orang Tua
Nama ibu : Ny. B Nama Ayah : Tn. R
Umur : 28 tahun Umur : 29 tahun
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan supermarket
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Alamat : Kelurahan Pisang Alamat : Kelurahan Pisang Candi,
Candi, Kec. Sukun, Kec. Sukun, Kota Malang
Kota Malang
Subjektif (S)
1. Ibu An. A.M mengatakan bahwa badan anaknya terasa lemah, capek dan sesak
napas saat melakukan aktifitas seperti duduk, miring kiri atau kanan, juga susah
melakukan kegiatan sehari - hari.
2. Ibu An. A.M mengatakan mengalami sakit ini sejak kecil, menurut dokter
anaknya mengalami Penyakit Jantung Bawaan, dan pasien juga sering masuk
RS.

17
Objektif (O)
1. Kesadaran composmentis
2. TTV
a. Suhu : 36,7°C
b. Nadi : 100 x/menit, irama tidak teratur, denyut nadi kuat
c. RR : 27 x/menit, irama nafas tidak teratur
d. Tekanan Darah : 100/80 mmHg
3. Pemeriksaan fisik
a. Berat badan : 28 Kg
b. Tinggi badan : 135 Cm
c. IMT = 28 : (1,35 x 1,35) = 15,4
d. Capillary Refill Time (CRT) >3 detik dan reflek terhadap cahaya posistif.
e. Muskuluskaletal : kekuatan otot 5.
f. Airway (jalan nafas) : tidak ada sumbatan jalan nafas (bebas)
g. Breathing (pernafasan) : pasien mengalami sesak nafas, menggunakan otot
bantu nafas, dan irama nafas tidak teratur.
h. Mukosa bibir sianosis.
i. Warna kulit pucat.
j. Ekstrimitas atas dan bawah hangat dan terdapat edema pada kedua tungkai.
k. Bising usus 20 x/menit.
4. Nutrisi : makan 2x sehari dengan menghabiskan setengah porsi.
5. Pola eliminasi dan personal hygiene
a. BAK : pasien menggunakan pempres, jumlah urine tidak dapat diukur.
b. BAB : pada pagi hari 1x dan sore hari 1x.
c. ADL (personal hygiene, toileting) dibantu perawat dan keluarga
6. Pola istirahat dan tidur : pasien tidur sekitar 6-7 jam tanpa terbangun.
7. Pemeriksaan penunjang
a. EKG : Ventricular Hypertropi
b. Laboratorium :
1) HB : 19,1 gr% (nilai normal 10,8-15,6 gr%)
2) Eritrosit : 8,6 10^3/ul (nilai normal 4,20-5,40 10^3/ul)
3) Hematokrit : 64,4% (nilai normal 37,0-47,0 %)

18
Analisis (A)
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakefektifan pompa jantung.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan posisi tubuh yang
mengganggu ekspansi paru.
Penatalaksanaan (P)
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakefektifan pompa jantung :
1. Mencatat adanya disritmia jantung.
2. Mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput.
3. Memonitor status kardiovaskuler.
4. Memonitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung.
5. Memonitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi.
6. Memonitor adanya perubahan tekanan darah.
7. Memonitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia.
8. Mengatur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan.
9. Memonitor TTV.
10. Menganjurkan untuk menurunkan stress.
11. Memonitor tekanan darah dan nadi sebelum, selama, dan setelah aktivitas.
12. Memonitor warna dan kelembaban kulit.
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan posisi tubuh yang mengganggu
ekspansi paru :
1. Memberikan posisi semifowler untuk memaksimalkan ventilasi.
2. Mengauskultasi suara nafas dan mencatat apabila ada suara tambahan.
3. Memberikan nebuliser kepada pasien.
4. Memonitor respirasi dan status O2.
5. Mempertahankan jalan nafas yang paten.
6. Mengatur peralatan oksigenasi.
7. Memonitor aliran oksigen.
8. Memonitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.

19
BAB IV
PENUTUP

Penyakit jantung bawaan (PJB) atau dikenal dengan nama Penyakit Jantung
Kongenital adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi
jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau Kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin (Mulyadi, 2006).
Penyakit Jantung Bawaan yang berat bisa dikenali saat kehamilan atau segera
setelah kelahiran. Sedangkan PJB yang ringan sering tidak menampakkan gejala, dan
diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes khusus untuk alasan yang lain.
Penyakit jantung merupakan penyakit yang sebagian diturunkan. Namun orang
yang mewarisi penyakit ini dan mengalami serangan jantung, umumnya dapat bertahan
hidup dengan cukup baik. Berdasarkan studi terbaru, masyarakat Selandia Baru yang
mendapatkan penyakit ini karena keturunan maupun tidak, dapat bertahan hidup.
Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat
kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan. Meskipun
dalam kenyataan kedua faktor ini saling berinteraksi (Indriwanto, 2007).
Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui. Berbagai jenis obat,
penyakit ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen, diduga merupakan penyebab eksogen
penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yang diderita ibu pada awal kehamilan dapat
menyebabkan PJB pada bayi. Di samping faktor eksogen terdapat pula faktor endogen
yang berhubungan dengan kejadian PJB. Berbagai jenis penyakit genetik dan sindrom
tertentu erat berkaitan dengan kejadian PJB seperti sindrom Down, Turner, dan lain-
lain.
Menurut Pilbrow, seorang peneliti senior di Christchurch Heart Institute, di
University of Otago, meskipun memiliki riwayat keluarga yang kuat akan penyakit
jantung, seseorang dapat mengurangi risiko penyakit jantungnya dengan memiliki gaya
hidup sehat dan mengonsumsi obat-obatan. Pilihan gaya hidup mempengaruhi
kesehatan jantung.
Cameron mengatakan, saran tentang pencegahan penyakit jantung tetap stabil untuk
sementara waktu, makanlah dengan baik, termasuk banyak sayuran buah-buahan,
jangan merokok, minum secukupnya dan berolahraga. Hal ini berlaku untuk semua

20
orang, tetapi terutama berlaku bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung
keluarga.
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami berbagai
komplikasi antara lain :
a. Gagal jantung kongestif
b. Renjatan kardiogenik, Henti Jantung
c. AritmiaEndokarditis bakterialistis
d. Hipertensi
e. Hipertensi pulmonal
f. Tromboemboli dan abses otak

21
Daftar Pustaka
Alfyana, N, R. (2015). Jurnal Hubungan Penyakit Jantung Bawaan dengan
Perkembanagan Anak usia 0-5 tahun di Unit Perawatan Jantung RS Dr. Kariadi
Semarang.
Djer, M. M., & Madiyono, B. (2016). Tatalaksana penyakit jantung bawaan. Sari
Pediatri, 2(3), 155-62.
Purba, C. H. B. (2019). Faktor Risiko Penyakit Jantung Bawaan pada Anak di RSUP
Haji Adam Malik Medan.
Hariyanto, D. (2016). Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang Januari 2008–Februari 2011. Sari Pediatri, 14(3),
152-7.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta : PPNI

22

Anda mungkin juga menyukai