Anda di halaman 1dari 18

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Anak Referat

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman

RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


ASIANOTIK

Disusun Oleh:

Benny Hary Kharisma

1410029035

Pembimbing:

dr. Wahab, Sp.A

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNMUL
Samarinda
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Referat dengan judul “Penyakit Jantung Bawaan Asianotik”. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
pelaksanaan hingga terselesaikannya laporan kasus ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si selaku Rektor Universitas Mulawarman

2. Bapak dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.

3. dr. Sukartini, Sp. A selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman selaku Ketua Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK Unmul serta.

4. dr. Wahab, Sp.A, selaku dosen Pembimbing Klinik yang dengan sabar
memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam
penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani
co.assisten di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.

6. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar


Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada kami.

8. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK


UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga

2
referat yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat bagi
seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Samarinda, 28 April 2015

Penulis

3
Referat

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak
BENNY HARY KHARISMA
1410029035

Menyetujui,

dr. Wahab, Sp. A

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
APRIL 2015

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di antara berbagai kelainan bawaan yang ada, penyakit jantung bawaan
(PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat,
prevalensi penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup,
dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi dalam kondisi kritis pada tahun
pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan
berakhir dengan kematian. Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan
angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB.
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir,
dimana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibat
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin. Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB
sianotik dan PJB asianotik. PJB sianotik biasanya memiliki kelainan struktur
jantung yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah.
Sementara PJB asianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan
tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% diantaranya memerlukan tindakan bedah
jantung terbuka untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan
seperti kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri
seiring dengan pertambahan usia anak.
Penyakit jantung bawaan asianotik meliputi 75% dari seluruh prevalensi
kelainan jantung bawaan. Secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu PJB asianotik dengan pirai kiri ke kanan, dan tanpa pirai (obstruktif).
Kelompok dengan pirai meliputi defek septum ventrikel (VSD), defek septum
atrium (ASD), dan duktus arteriosus persisten (PDA). Kelompok tanpa pirai
meliputi stenosis pulmonary, stenosis aorta, dan koarktasio aorta. Masing-masing
kelainan memiliki ciri tersendiri, termasuk dalam teknik diagnosis dan
tatalaksana.
Mengingat pentingnya penegakan diagnosis dan tatalaksana yang cepat
dan tepat pada PJB asianotik, maka perlu adanya pemahaman yang lebih baik

5
mengenai kelainan ini, karena sebagian gejala yang terdapat pada kelainan ini
tidak khas dan deteksi dininya cukup sulit.

6
1.2 Tujuan

7
BAB 2
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK

2.1 Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) asianotik adalah penyakit jantung bawaan
dengan kelainan struktural dan/atau fungsi sirkulasi jantung akibat gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin,
tanpa disertai gejala sianosis.

2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari
1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi dalam kondisi
kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama
kehidupan berakhir dengan kematian. Di Indonesia, dengan populasi 200 juta
penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000
penderita PJB. Penyakit jantung bawaan asianotik meliputi 75% dari seluruh
prevalensi kelainan jantug bawaan.

2.3 Pembagian PJB Asianotik


PJB asianotik dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologi beban pengisian
jantung predominan. Sebagian besar kelainan akan meningkatkan beban volume,
yaitu dari kelompok PJB asianotik dengan pirai kiri ke kanan misalnya VSD,
ASD, dan PDA. Kelompok kedua adalah penyakit jantung bawaan dengan
peningkatan beban tekanan, yang sebagian besar merupakan bentuk kelainan
obstruktif sekunder dari sirkulasi ventrikuler misalnya stenosis pulmonal dan
stenosis aorta, atau penyempitan salah satu arteri besar misalnya koarktasio aorta.

2.4 PJB Asianotik dengan Peningkatan Volume Pengisian


Hampir sebagian besar kelainan pada kelompok ini disebabkan oleh left to
right shunt (LTRS), yang meliputi VSD, ASD, dan PDA. Patofisiologi umumnya
adalah adanya hubungan antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal, yang
menyebabkan pirai darah yang teroksigenasi masuk kembali ke paru.

8
Besar dan derajat pirai bergantung dari ukuran defek, tekanan relatif
pulmonal dan sistemik, serta resistensi vaskular. Faktor-faktor tersebut sangat
dinamik dan dapat berubah secara dramatis mengikuti usia. Defek intrakardiak
cenderung berkurang atau bahkan menutup seiring berjalannya waktu. Resistensi
vaskular pulmonal yang tinggi selama periode awal neonates akan menurun ke
level normal pada beberapa minggu kehidupan. Namun, apabila keadaan tersebut
menetap maka dapat menyebabkan peningkatan resistensi pulmonal yang
meningkat secara bertahap atau disebut sindrom Eisenmenger.
Peningkatan volume darah di paru akan menurunkan daya kembang paru
dan meningkatkan usaha bernapas. Kebocoran cairan ke ruang interstisial dan
alveoli, dapat menyebabkan edema pulmonal. Pada keadaan seperti ini, bayi atau
anak akan menunjukkan gejala gagal jantung, seperti takipneu, retraksi dinding
dada, pernapasan cuping hidung, dan wheezing. Sebenarnya istilah gagal jantung
pada keadaan ini kurang tepat, karena total output ventrikel kiri beberapa kali lipat
lebih besar dibanding normal, meskipun besarnya output ini tidak efektif akibat
sebagian darah kembali ke paru.
Untuk mempertahankan besarnya output ini, heart rate dan stroke volume
akan meningkat, yang dimediasi oleh aktivitas sistem saraf simpatis. Peningkatan
katekolamin sirkulasi, ditambah dengan peningkatan usaha bernapas, akan
meningkatkan total konsumsi oksigen tubuh, umumnya diluar kemampuan
transport oksigen di sirkulasi. Hal ini akan memberikan gejala tambahan berupa
berkeringat, iritabel, dan gagal tumbuh. Remodelling jantung dapat terjadi,
dengan dilatasi jantung dan hipertrofi otot jantung dalam skala ringan. Bila
keadaan ini tetap tidak ditangani, maka resistensi pulmonal akan terus meningkat,
dan pada suatu waktu pirai akan berbalik dari kanan ke kiri atau disebut pula
sindrom Eisenmenger. Pada sindrom Eisenmenger, kelainan jantung akan disertai
sianosis akibat right to left shunt, resistensi pulmonal yang meningkat bersifat
irreversible, cenderung progresif, sukar dikoreksi, dan memiliki prognosa yang
buruk.
2.4.1 Ventricular Septal Defect (VSD)
VSD merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering ditemukan yakni
sekitar 20% dari seluruh PJB. Septum ventrikel tardiri dari septum membran dan

9
septum muskular. Secara anatomi VSD dapat diklasifikasikan sesuai letak
defeknya. Klasifikasi VSD berdasarkan letak, 1). VSD perimembran, 2) VSD
muskular, 3) VSD subarterial yang disebut juga tipe oriental. Berdasarkan
fisiologinya VSD dapat diklasifikasikan menjadi, 1) VSD defek kecil dengan
resistensi vaskular paru normal, 2) VSD defek sedang dengan resistensi vaskular
paru bervariasi, 3) VSD defek besar dengan resistensi vaskular paru yang tinggi.
Diagnosis
 Anamnesis
- VSD kecil umumnya menimbulkan gejala ringan atau tanpa gejala, anak
tampak sehat
- Pada penderita VSD defek sedang terdapat gangguan pertumbuhan yaitu
berat badan yang kurang.
- Pada VSD defek besar dengan peningkatan tahanan vaskular paru
penderita mengalami sesak dan biasanya mengalami infeksi saluran
pernapasan akut berulang, gagal tumbuh, banyak keringat.
 Pemeriksaan fisik
- Pada VSD kecil, didapatkan bising holosistolik derajat IV/6 disertai
getaran bising dengan punctum maksimum pada sela iga 3-4 garis
parasternal kiri yang meluas ke sepanjang tepi kiri sternum.
- Pada defek besar, terdengar bunyi jantung ke-3 disertai bising middiastolik
di apeks, menandakan adanya stenosis relatif katup mitral akibat aliran
darah balik yang berlebihan dari paru ke atrium kiri.
- Pada VSD defek besar dengan peningkatan tahanan vaskular paru, terdapat
takipneu disertai retraksi otot-otot pernapasan. Bunyi jantung ke-2
terdengar mengeras.
- Pada penderita VSD yang disertai peningkatan tahanan vaskular paru
dengan tekanan ventrikel kiri yang sama dengan ventrikel kanan, penderita
tidak menunjukkan gagal jantung, tetapi bila keadaan ini berlanjut
sehingga tekanan ventrikel kanan melebihi tekanan ventrikel kiri,
penderita tampak sianosis akibat pirau dari kanan ke kiri. Pada keadaan ini
bising dapat tidak terdengar atau jika terdengar sangat pendek, dapat

10
terdengar bising holosistolik dari katup trikuspid akibat insufisiensi
trikuspid.
 Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks
- Pada defek kecil, gambaran radiologis menunjukkan ukuran jantung
normal dan vaskularisasi normal.
- Pada defek sedang, tampak pembesaran jantung dan peningkatan vaskular
paru.
- Pada foto PA tampak bayangan jantung melebar kearah bawah dan kiri
akibat pembesaran hipertrfi ventrikel kiri yang disertai peningkatan
vaskularisasi paru.
Elektrokardiografi
- Pada bayi, gambaran EKG sering tidak jelas menunjukkan kelainan.
- Pada VSD defek kecil, EKG biasanya normal.
- Pada defek sedang, sering didapatkan hipertrofi ventrikel kiri, akibat pirau
kiri ke kanan yang akan menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kiri,
sering tidak didapatkan hipertrofi ventrikel kanan.
- Pada penderita VSD besar dengan tekanan ventrikel kiri dan kanan yang
sama, selain tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri juga didapatkan
hipertrofi ventrikel kanan. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal maka
hipertrofi ventrikel kanan makin menonjol, bahkan hipertrofi ventrikel kiri
dapat menghilang.
Ekokardiografi
Ekokardiografi perlu dilakukan pada VSD untuk mengetahui lokasi dan besar
ukuran defek.
 Penatalaksanaan
- Anak dengan VSD kecil biasanya asimtomatik dan tidak memerlukan obat
atau tindakan bedah saat awal. Pada anak asimtomatik, tindakan
penutupan dapat dilakukan pada usia 2-4 tahun.
- Jika anak dengan VSD sedang atau besar mengalami gagal jantung
simtomatik perlu diberikan obat anti gagal jantung (antidiuretik, ACE
inhibitor, dll). Jika pengobatan medis gagal maka perlu dilakukan

11
tindakan penutupan VSD pada usai berapapun. Bayi yang berespons
terhadap terapi medis dapat dioperasi pada usia 12-18 bulan.
- Indikasi penutupan VSD pada masa bayi adalah: 1) Gagal jantung yang
tidak terkontrol, 2) Gagal tumbuh, 3) Infeksi saluran pernapasan berulang,
4) Pirau kiri ke kanan yang signifikan dengan rasio aliran darah paru
dibandingkan sistemik (Qp:Qs) lebih besar dari 2:1. Pada defek besar,
meski tanpa gejala, dioperasi pada usia < 2 tahun jika didapatkan
peningkatan tekanan arteri pulmonalis.
- Penutupan VSD: 1) Tindakan bedah, dapat dilakukan pada hampir semua
jenis VSD, 2) Tanpa bedah: penggunaan alat untuk menutup VSD. Yang
paling banyak digunakan belakangan ini adalah AMYO (Amplatzer VSD
Occluder), biasanya digunakan pada VSD jenis muskular dan
perimembranous. Pada VSD yang lokasinya dekat dengan katup
atrioventrikular sulit dilakukan, sebaliknya pada VSD muskular yang jauh
dari katup atrioventrikular lebih mudah. Bahkan pada VSD muskular kecil
yang letaknya jauh di apeks tindakan ini memiliki pilihan yang lebih baik
dibanding bedah.
- Nutrisi tambahan, seperti formula tinggi kalori, perlu diberikan sejak awal
jika terdapat pirau yang besar karena kebutuhan metabolisme meningkat.
Kebutuhan kalori hingga 150-200 kkal/kgBB/hari mungkin diperlukan
untuk pertumbuhan yang adekuat.
Prognosis
Penutupan spontan terjadi pada 30-40% kasus VSD, paling sering pada VSD
trabekular (muskular) kecil dan lebih sering pada defek kecil dibandingkan besar,
pada tahun pertama kehidupan dibandingkan setelahnya. VSD tipe inlet,
infundibular, dan subarterial tidak dapat mengecil atau menutup spontan.

2.4.2 Atrial Septal Defect (ASD)


Setiap defek pada septum atrium, selain paten foramen ovale, dsebut defek
septum atrium. Secara anatomis, terdapat 3 tipe ASD yaitu: defek sekundum,
defek primum, dan defek tipe sinus venosus. ASD mencakup lebih kurang 5-10%
penyakit jantung bawaan. Defek septum atrium tipe sekundum merupakanbentuk

12
kelainan terbanyak (50-70%), diikuti tipe primum (30%), dan sinus venosus
(10%). Kebanyakan ASD terjadi sporadic tetapi pada beberapa keluarga ada
peranan faktor genetik,
Pada defek sekundum kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3
bulan, penutupan secara spontan terjadi 100% pasien pada usia 1,5 tahun. Defek
3-8 mm menutup pada usia 1,5 tahun pada 80% pasien, dan defek lebih besar dari
8 mm jarang menutup spontan. Defek ini dalam perjalanannya dapat mengecil,
menetap, atau meski jarang, melebar. Defek sinus venosus dan primum tidak
mengalami penutupan spontan.
Diagnosis
 Anamnesis
Sebagian besar bayi dan anak asimtomatik. Bila pirau cukup besar, maka
pasien mengalami sesak napas (terutama saat beraktivitas), infeksi paru
berulang, dan berat badan sedikit kurang.
 Pemeriksaan fisik
- Anak dapat tampak kurus, tergantung derajat ASD.
- Pada auskultasi, S2 melebar dan menetap pada saat inspirasi maupun
ekspirasi disertai bisisng ejeksi sistolik di daerah pulmonal. Pada pirau kiri
ke kanan yag besar dapat terdengar bising diastolik pada tepi kiri sternum
bagian bawah akibat stenosis trikuspid relatif.
 Pemeriksaan penunjang
- Elektrokardiografi: deviasi sumbu QRS ke kanan (+90 sampai 180o),
hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan pola
rsR’ pada VI.
- Foto toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel
kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol disertai tanda peningkatan
corakan vaskular paru.
- Ekokardiografi (transtorakal) dapat menentukan lokasi, jenis, dan besarnya
defek, dimensi atrium kanan vetrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis.
Pada pemeriksaan Doppler dapat dilihat pola aliran piau. Jika pada
ekokardiografi transtorakal tidak jelas maka dapat dilakukan

13
ekokardiografi transesofageal dengan memasukkan transduser ke
esophagus.
 Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Pada ASD yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis atau inotropik
yang sesuai dan diuretik.
- Profilaksis terhadap endokarditis bacterial tidak terindikasi untuk ASD,
kecuali pada 6 bulan pertama setelah koreksi dengan pemasangan alat
prostesis.
Penutupan tanpa pembedahan
Hanya dapat dilakukan pada ASD tipe sekundum dengan ukuran tertentu.
Alat dimasukkan melalui vena femoralis dan diteruskan ke ASD. Terdapat
banyak jenis alat penutup namun saat ini paling banyak digunakan adalah
ASO (Amplatzer Device Occluder). Keuntungan penggunaan alat ini
adalah tidak perlunya operasi yang menggunakan cardiopulmonary bypass
dengan segala konsekuensinya, rasa nyeri minimal dibanding operasi, serta
tidak adanya luka bekas operasi.
Penutupan dengan pembedahan
Dilakukan apabila bentuk anatomis ASD tidak memungkinkan untuk
dilakukan pemasangan alat.
- Pada ASD dengan aliran pirau kecil, penutupan defek dengan atau tanpa
pembedahan dapat ditunda sampai usia 5-8 tahun bia tidak terjadi
penutupan secara spontan.
- Pada bayi dengan aliran pirau besar, pembedahan/intervensi dilakukan
segera bila gagal jantung kongestif tidak memberi respons memadai
dengan terapi medikamentosa.
- Tindakan intervensi penutupan defek dilakukan bila hipertensi pulmonal
belum terjadi. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan pirau balik
dari kanan ke kiri hanya diberikan terapi konservatif.

14
2.4.3 Persistent Ductus Arteriosus (PDA)
Duktus Arteriosus Persisten Seperti namanya, Duktus Arteriosus Persisten
(DAP) disebabkan oleh duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir.
Jika duktus tetap terbuka setelah penurunan resistensi vaskular paru, maka darah
aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis.
Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB dan sering dijumpai pada
bayi prematur. Gejala klinis yang muncul tergantung ukuran duktus. Duktus
berukuran kecil tidak menyebabkan gejala dan biasanya diketahui jika terdapat
suara murmur saat dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pasien dengan DAP
berukuran besar, pasien akan mengalami gejala gagal jantung. Gangguan
pertumbuhan fisik dapat menjadi gejala utama pada bayi yang menderita DAP
besar.

2.5 PJB Asianotik dengan Peningkatan Tekanan Pengisian


Bentuk umum kelainan jantung kongenital dengan peningkatan tekanan
pengisian adalah akibat kelainan yang bersifat obstruktif terhadap aliran darah
normal. Kelainan obstruktif tersering berhubungan dengan outflow ventricular,
yaitu stenosis pulmonal, stenosis aorta, dan koarktasio aorta. Sebagian kecil kasus
dan sangat jarang berkenaan dengan inflow ventricular, yaitu stenosis mitral,
stenosis trikuspid, dan cor triatriatum. Obstruksi outflow ventrikel dapat terjadi di
katup, di bawah katup, atau di atas katup. Selama obstruksi tidak berat, cardiac
output tetap terpelihara baik dan gejala klinis gagal jantung sangat minimal atau
bahkan tidak ada. Kompensasi untuk keadaan semacam ini biasanya berupa
peningkatan ketebalan dinding jantung (hipertrofi), namun pada keadaan lanjut
juga disertai dilatasi.
Gambaran klinis sangat bervariasi bergantung derajat obstruksi. Pada
kasus berat, gejala klinis sudah tampak sejak periode neonatus. Bayi dapat
mengalami situasi kritis beberapa jam setelah lahir. Stenosis pulmonal berat pada
periode neonatus akan memperlihatkan gejala gagal jantung kanan (hepatomegali,
edema perifer) dan dapat terjadi right to left shunt melalui foramen ovale yang
belum menutup, sehingga sianosis dapat terjadi kemudian. Stenosis aorta berat
pada periode neonatus akan menunjukkan gejala gagal jantug kiri (edema

15
pulmonal, poor perfution), dan dapat disertai kolaps sirkulasi total secara
progresif. Pada anak yang lebih besar, stenosis pulmonal menunjukkan gejala
gagal jantung kanan, namun tidak disertai sianosis karena tidak adanya defek yang
memungkinkan terjadinya right to left shunt.
Koarktasio aorta biasanya tampak pada anak yang lebih besar dan dewasa
dengan hipertensi pada bagian atas tubuh dan denyut nadi yang berkurang pada
ekstremitas bawah. Pada periode neonatal, gejala koarktasio dapat terlambat
karena masih terdapatnya duktus arteriosus. Pada pasien ini, terbukanya duktus
arteriosus akan memungkinkan aliran darah yang melewati obstruksi secara
parsial. Namun, bila duktus arteriosus menutup, maka seluruh aliran darah dari
ventrikel kiri akan melalui bagian obstruksi, dan hal ini akan menimbulkan gejala
klinis obstruktif.

2.5.1 Stenosis Pulmonal


Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh ventrikel kanan,
pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis, diuraikan sebagai Stenosis
Pulmonalis (SP). Stenosis Pulmonalis terjadi sekitar 7.1 – 8.1 per 100.000
kelahiran hidup. Defek ini cenderung terjadi pada wanita. Gejala klinis umumnya
asimtomatis meskipun stenosis cukup besar. Anak bisa saja tampak sehat, tumbuh
kembang normal dengan wajah moon face, dapat berolahraga seperti normal, dan
tidak terdapat infeksi saluran nafas yang berulang.
Walaupun demikian, pasien yang awalnya tidak menunjukkan gejala dalam
perkembangan penyakitnya dapat timbul gejala yang bervariasi dari dispnea
ringan saat olahraga sampai gejala gagal jantung, tergantung keparahan obstruksi
dan tingkat kompensasi myokardium. Obstruksi sedang-berat dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah paru selama berolahraga sehingga terjadi kelelahan yang
diinduksi olahraga, sinkop, atau nyeri dada.

2.5.2 Stenosis Aorta


Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat
subvalvular, valvular, atau supravalvular. Kelainan mungkin tidak terdiagnosis
pada masa anak-anak karena katup berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan
bising sistolik yang lunak di daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa
sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan

16
penyakit jantung bawaan atau didapat. Insidensi SA pada anak mendekati 5% dari
seluruh kejadian PJB. Defek ini lebih sering terjadi pada pria. Gejala klinis
asimtomatis, namun pada gejala yang cukup berat dapat ditemukan nyeri
substernal, sesak nafas, pusing, atau sinkop pada saat bekerja atau olahraga. Bayi
dengan SA terisolasi dapat disertai denga gagal jantung kronik pada beberapa
bulan awal kehidupan dan menunjukkan tanda dan gejala klasik gagal jantung,
berupa dispnea, kesulitan makan, dan berat badan tidak bertambah.

2.5.3 Koarktasio Aorta


Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada aorta desendens yang
terletak hampir selalu pada insersinya duktus arteriosus. Prevalensi KoA di
Amerika Serikat adalah sebesar 6 – 8% dari seluruh kasus PJB dan prevalensinya
di Asia (<2%) lebih rendah daripada di Eropa dan negara Amerika Utara. Rasio
kejadian defek ini pada pria dan wanita adalah 2:1.
Gejala yang tampak pada masa neonatus umumnya merupakan jenis
koarktasio yang berat. Gejala dapat hilang timbul mendadak. Tanda klasik KoA
adalah nadi brakhialis yang teraba normal atau meningkat, nadi femoralis serta
dorsalis pedis teraba kecil atau tidak teraba sama sekali dan harus ditekankan
pemeriksaan tekanan darah pada keempat ekstremitas. Pasien dapat menunjukkan
gejala di beberapa minggu awal kehidupan berupa kesulitan makan, takipnea, dan
letargia. Gejala dapat memburuk menjadi gagal jantung dan syok.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bernstein, D. (2000). The Cardiovascular System: Section 3 - Congenital Heart


Diseases. In R. E. Behrman, R. M. Kliegman, & H. B. Jenson, Nelson
Textbook of Pediatrics, 16th edition. W.B Soaunder Company.

DEPKES, R. I. (2007). Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Bedah.


Jakarta: Penulis.

Ontoseno, T. (2004). Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Kritis


pada Neonatus. Surabaya: Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair/RSUD dr. Soetomo.

Pudjiadi, A. H., Hegar, B., Handyastuti, S., Idris, N. S., Gandaputra, E. P., &
Harmoniati, E. D. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai