Anda di halaman 1dari 19

MODUL V

SKENARIO 5
“Kelainan jantung pada bayi dengan gizi buruk”

DISUSUN OLEH :
• AFIFAH NAFISAH PUTRI
(71190811073)

SGD 12
SEMESTER 2

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
Lembar Penilaian Makalah

     
NO Bagian yang Dinilai Skor Nilai
1 Ada Makalah 60  
2 Kesesuaian dengan LO 0 – 10  
3 Tata Cara Penulisan 0 – 10  
4 Pembahasan Materi 0 – 10  
5 Cover dan Penjilidan 0 – 10  
TOT AL  

NB : LO = Learning Objective Medan, 03 April 2020


Dinilai Oleh :

dr. Dewi Yanti Handayani, SpPK


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan makalah dari pelaksanaan
SGD (Small Group Discussion) saya. Makalah ini disusun berdasarkan
pengalaman dan pengamatan saya selama melakukan kegiatan berdasarkan
paradigma pembelajaran yang baru. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
saya dalam bidang studi kedokteran yang menggunakan metode PBL (Problem
Based Learning). Laporan ini diharapkan dapat sebagai bahan acuan untuk
mencapai penggunaan metode baru tersebut secara berkelanjutan. Saya berusaha
menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua kalangan
untuk mempermudah dalam penyampaian informasi metode pembelajaran ini.
Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada tutor kami yang telah
membimbing kami selama proses pembelajaran dan SGD hingga selesainya
skenario 5 modul 5. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu ksaya menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari
para pembaca untuk memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat pada kita semua.

Medan, 03 April 2020


Penulis

Afifah Nafisah Putri


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………….……………………………………………… ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………..…………………………………………. 1
1.2 Identifikasi Masalah………..………………………………………………... 2
1.3 Rumusan Masalah……………...……………………………………………. 2
1.4 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 3

BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Jenis- jenis kelainan jantung pada bayi ...................................................... 4


2.2 Patofisiologi kelainan jantung pada bayi ………………............................ 6

2.3 Faktor penyebab dan resiko kelainan jantung ............................................. 7


2.4 Penatalaksanaan ........................................................................................... 8
2.5 pemeriksaan penunjang…………………………….................................... 10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………….…..………………………………….…... 14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………........ 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter


spesialis jantung dan pembuluh darah mengatakan bahwa PJB adalah penyakit
yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung
yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal
pembuahan (konsepsi).
Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam
kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan
jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena
jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania,
2009)
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin. PJB dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu
sianotik dan asianotik.
Dampak penyakit jantung bawaan (PJB) terhadap angka kematian bayi
dan anak cukup tinggi sehingga dibutuhkan tatalaksana PJB yang cepat, tepat
dan spesifik. Sebelum era intervensi non-bedah berkembang, semua jenis PJB
ditata laksana dengan tindakan bedah/operasi. Dengan berkembangnya
teknologi melalui teknik kateterisasi dan intervensi, sebagian dari PJB dapat
ditata laksana tanpa operasi. Kelebihan tindakan intervensi non bedah
dibandingkan dengan bedah adalah pasien terbebas dari komplikasi operasi,
penggunaan mesin jantung paru, waktu penyembuhan lebih cepat, lamanya
masa perawatan dirumah sakit menjadi singkat, dan tidak ada jaringan parut
bekas operasi di dada. Penggunaan mesin jantung paru terbuka berisiko
menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak di kemudian hari.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


1. Sesak Nafas 3 minggu sebelum masuk RS, berhubungan dengan
aktivitas (bertambah sesak saat menyusu)
2. Sesak nafas pertama pada usia 2 minggu kelahiran.
3. Riwayat menyusui terputus-putus
4. Batuk berdahak berulang sejak 1 bulan terakhir
5. Demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu lalu tunun dengan meminum
obat penurun panas
6. Berat badan tidak naik sejak berumur 1 bulan.
7. Pemeriksaan Fisik

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang menyebabkan seorang anak mengalami gizi buruk?
Jawab: tingakt sosial ekonomi yang rendah, kebersihan lingkungan yang
buruk, menderita penyakit tertentu, kurangnya kepedulian orang tua, asupan
gizi yang tidak tercukupi.
2. Apa saja tanda seorang anak mengalami kelainan jantung dengan gizi
buruk?
Jawab: berat badan kurang, perut buncit, mudah menangis, iga tampak,
mudah terserang penyakit karena system imun yanglemah, pucat,
pernafasan menajdi lambat.
3. Apa hubungan kelainan jantung dengan gizi buruk?
Jawab: karena asupan gizi yang rendah sehingga jantung tidak memompa
dengan normal.kurangnya gizi pada saat dalam kandungan maka
mempengaruhi perkembangan jantung pada janin sehingga menyebabkan
kelainan jantung congenital seperti kelainan katup jantung.
4. Bagaimana cara memperbaiki gizi anak dengan kelainan jantung?
Jawab: memperbaiki dan memperhatikan asupan gizi pada anak, control ke
posyandu/puskesmas/rumah sakit, tidak memberikan obat sembarangan
(harus sesuai resep dokter), memeriksakan anak ke dokter terkait masalah
jantung yang diderita anak.

5. Apa saja factor penyebab kelainan jantung pada bayi?


Jawab: riwayat keluarga/keturunan, kurangnya gizi saat kehamilan, infeksi,
pola hidup pada saat ibu megandung (merokok, konsumsi alcohol, narkoba)
6. Kemungkinan apa yang dapat terjadi jika bayi mengalami kelainan jantung
disertai gizi buruk?
Jawab: kematian, kerusakan jantung permanen, keadaan fisik lemah,
perkembangan anak terganggu, daya tahan tubuh rendah sehingga mudah
terkena penyakit.

1.4 TUJUAN PENULISAN

1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami jenis-jenis PJB


2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi
kelainan jantung pada anak
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami factor penyebab dan
resiko kelainan jantung
4. Agar mahasiswa mampu mengethaui an memahami penatalaksanaan PJB
5. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Representasi hasil
pemeriksaan fisik pada skenario
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 JENIS-JENIS PJB


2.1.1 PJB Asianotik

1) PJB asianotik dengan pirau


Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau (shunt)
dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang
jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi kanan, maka aliran pirau yang terjadi
adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan. Aliran pirau ini
juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh
pulmonal tetap terbuka.

Yang termasuk PJB asianotik dengan aliran pirau dari kiri kanan :
a) Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah kelainan akibat
adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan antrium kiri dan kanan. 1
Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan
rasio perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1.
Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek septum atrium
primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, defek septum atrium
sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis dan defek sinus venosus, bila
lubang terletak di daerah sinus venosus, serta defek sinus koronarius.
Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan askultasi
ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri
parasternal.16 Selain itu terdapat juga pemeriksaan penunjuang seperti
elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung, foto rontgen jantung,
MR,kateterisasi jantung, angiografi koroner, serta ekokardiografi.12 Pembedahan
dianjurkan untuk semua penderita yang bergejala dan juga yang tidak bergejala dan
penutupan defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka dengan
angka mortalitas kurang dari 1%.

b) Ventricular Septal Defect (VSD)


Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan
kelainan berupa lubang atau celah pada septum di antara rongga ventrikal akibat
kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel. Defek ini merupakan
defek yang paling sering dijumpai, meliputi 20-30% pada penyakit jantung
bawaan. Berdasarkan letak defek, VSD dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek 12
septum ventrikel perimembran, defek septum ventrikel muskuler, defek subarterial.
Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar kecilnya defek.
Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis dan anak masih dapat tumbuh
kembang secara normal. Sedangkan pada defek baik sedang maupun besar pasien
dapat mengalami gejala sesak napas pada waktu minum, memerlukan waktu lama
untuk menghabiskan makanannya, seringkali menderita infeksi paru dan bahkan
dapat terjadi gagal jantung.
Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi jantung ke-2 yang
menigkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum dan murmur ejeksi
sistolik pada daerah katup pulmonal. Terapi ditujukan untuk mengendalikan gejala
gagal jantung serta memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal
berhasil, maka pirau akan menutup selama tahun pertama kehidupan. Operasi
dengan metode transkateter dapat dilakukan pada anak dengan risiko rendah (low
risk) setelah berusia 15 tahun.

c) Patent Ductus Arteriousus (PDA)


Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus persisten adalah
duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi lahir.1 Kelainan ini banyak
terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur. Insiden duktus arteriosus persisten
sekitar 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan dengan penderita perempuan
melebihi laki-laki yakni 2:1.
Penderita PDA yang memiliki defek kecil dapat hidup normal dengan tidak
atau sedikitnya gejala, namun defek yang besar dapat menimbulkan gagal jantung
kongestif yang serupa dengan gagal jantung pada VSD. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya murmur sinambung (continous murmur) di sela iga 2-3 kiri
sternum menjalar ke infraklavikuler.
Pengetahuan tentang kapan tepatnya penutupan duktus terjadi penting dalam
tatalaksana penanganan PDA, karena pada kasus tertentu seperti pasien PDA yang
diikuti dengan atresia katup pulmonal, duktus arteriosus justru dipertahankan untuk
tetap terbuka. Pada kasus PDA pada umumnya penderita memerlukan penutupan
duktus dengan pembedahan.

2) PJB asianotik tanpa pirau


Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya defek yang
menimbulkan hubungan abnormal antara ruang jantung. Kelainan dapat berupa
penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian tertentu jantung,
yakni katup atau salah satu bagian pembuluh darah diluar jantung yang dapat
menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani otot jantung.
Jenis PJB tanpa pirau antara lain :

a) Stenosis pulmonal
Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum untuk menunjukkan
adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau a. pulmonalis dan 14
cabang-cabangnya. Kelainan ini dibagi menjadi 3 tipe yaitu valvar, subvalvar,
dan supravalvar. Stenosis pulmonal 80% merupakan tipe valvuler dan ditemukan
sebagai kelainan yang berdiri sendiri. Insiden stenosis pulmonal meliputi 10% dari
keseluruhan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar stenosis pulmonal bersifat
ringan dengan prognosis baik sepanjang hidup pasien. Pada stenosis yang berat
akan terjadi limitasi curah jantung sehingga menyebabkan sesak napas, disritmia
hingga gagal jantung. Pada stenosis pulmonal ringan sampai sedang terdengar
bunyi jantung ke-2 yang melemah dan terdapat klik ejeksi sistolik. Klik diikuti
dengan murmur ejeksi sistolik derajat I-III pada tepi kiri atas sternum yang
menjalar ke punggung.
Terapi yang dianjurkan pada kasus sedang hingga berat ialah valvuloplasti
balon transkateter. Prosedur ini sekarang dilakukan oleh bayi kecil, sehingga dapat
menghindari pembedahan neonates yang berisiko tinggi.

b) Stenosis aorta
Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki dua daun yang
seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong. Dalam jangka
waktu tertentu lubang atau pembukaan katup tersebut sering menjadi kaku dan
menyempit karena terkumpulnya endapan kalsium. Stenosis pulmonal mencakup
5% dari total keseluruhan penyakit jantung bawaan dengan predominasi laki-laki
2:1.
Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau pun moderat sering tidak
memberikan keluhan, tapi stenosis akan makin nyata karena proses fibrosis dan
kalsifikasi pada waktu menjelang kian dewasa. Klik ejeksi sistolik akan terdengar
keras dan jelas di sela iga 2-3 pada tepi kanan atas sternum. Stenosis aorta yang
ringan dan asimptomatik biasanya tidak diperlukan tindakan apapun kecuali
profilaksis antibiotik untuk mencegah endocarditis.

c) Koarktasio aorta
Koarktasio aorta merupakan kelainan jantung non sianotik yang paling
banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di minggu pertama setelah
kelahirannya. Insidens koarktasio aorta kurang lebih sebesar 8-15% dari seluruh
kelainan penyakit jantung bawaan serta ditemukan lebih banyak pada laki-laki
daripada perempuan (2:1).
Diagnosis dapat dengan menemukan adanya perbedaan yang besar antara
tekanan darah pada extremitas atas dengan extremitas bawah. Foto rontgen dada
memperlihatkan kardiomegali dengan kongesti vena pulmonalis, pemeriksaan
Doppler pada aorta akan memperlihatkan aliran arteri yang terganggu. Pada
neonates pemberian prostalglandin (PGE1) untuk membuka kembali duktus
arteriosus akan memperbaiki perfusi sistemik dan mengkoreksi asidosis. Tindakan
pelebaran koarktasio dengan kateter balon bila dikerjakan dengan baik dapat
memberikan hasil yang memuaskan.

2.1.2 PJB Sianotik


Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan kelainan struktur dan fungsi
jantung sehingga mengakibatkan seluruh darah balik vena sistemik yang
mengandung darah rendah oksigen kembali eredar ke sirkulasi sistemik dan
menimbulkan gejala sianosis. Sianosis yang dimaksud yakni sianosis sentral yang
merupakan warna kebiruan pada mukosa akibat konsentrasi haemoglobin tereduksi
>5g/dl dalam sirkulasi.
Berdasarkan dari gambaran foto dada PJB sianotik dapat dibagi menjadi 2
golongan:

1) Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang


a) Tetralogi Fallot (TF)
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang banyak
ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Tetralogi
Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari kombinasi 4 komponen yakni defek
septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertensi ventrikel
kanan.
Pada Tetralogi Fallot yang ringan pada waktu istirahat maupun melakukan
aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis. Pada TF yang moderat hingga berat
sianosis akan tampak bahkan pada saat anak istirahat. Seorang anak yang
mengidap TF akan mudah merasa lelah, sesak dan hiperpnu karena hipoksia.
Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung jari tampak membentol dan berwarna
biru (finger clubbing) dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1 normal
sedangkan bunyi jantung ke-2 tunggal disertai murmur ejeksi sitolik di bagian
parasternal sela iga 2-3 kiri.

b) Atresia Pulmonal
Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital sianostik yang
sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal disebabkan oleh gagalnya proses
pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat hubungan antara ventrikel
kanan dengan arteri pulmonal. Kelainan ini dapat terjadi dengan septum ventrikel
yang masih intak atau disertai dengan defek pada septum ventrikel.
Gejala dan tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama kehidupan. Bunyi
jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar adanya murmur pada sela iga
2-3 parasternal kiri karena arteri pulmonal atretik. Pada foto rontgen ditemukan
pembesaran jantung dengan vaskularisasi paru yang berkurang.

2) Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah


a) Transposisi Arteri Besar
Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung yang paling banyak
pada neonatus. Insiden kelainan ini sekitar 25% dari seluruh kelainan jantung
bawaan sianotik atau 5-10% dari kseluruhan penyakit jantung bawaan dan kelainan
ini ditemukan lebih banyak paada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Pada kelainan ini terjadi perubahan posisi aorta dan a. pulmonalis, yakni
aorta keluar dari ventrikel kanan, sedangkan a. pulmonalis keluar dari ventrikel
kiri. Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut terpisah,
dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara dua
sirkulasi ini.

2.2 PATOFISIOLOGI PJB

Adanya lubang pada septum interventricular memungkinkan terjadinya


aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru
bertambah. Presentasi klinis tergantung besarnya aliran pirau melalui lubang VSD
serta besarnya tahanan pembuluh darah paru. Bila aliran pirau kecil umumnya
tidak menimbulkan keluhan. Dalam perjalanannya, beberapa tipe VSD menutup
spontan (tipe perimembran dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi
infundibulum, atau prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitas.
Ukuran defek secara anatomis menjadi penentu utama besarnya pirau kiri ke
kanan. Pirau ini juga ditentukan oleh perbandingan derajat resistensi vascular dan
sistemik. Ketika defek kecil terjadi (<0,5 cm2), defek tersebut dikatakan restiktif.
Pada defek nonrestrikif (>1.0 cm2), tekanan ventrikel kiri dan kanan adalah sama.
Pada defek jenis ini, arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio resistensi
pulmonal dan sistemik.
Setelah kelainan (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi
melebihi normal dan ukuran pirau kiri ke kanan terbatas. Setelah resistensi
pulmonal turun pada minggu – minggu pertama kelahiran, maka terjadi
peningkatan pirau kiri ke kanan. Ketika terjadi pirau yang besar maka gejala dapat
terlihat jelas. Pada kebanykan kasus resistensi pulmonal sedikit meningkat dan
penyebab utama hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal yang besar pada
sebagian pasien dengan VSD besar, arterior pulmonal menebal. Hal ini dapat
menybabkan penyakit vaskular paru obstuktif. Ketika rasio restensi pulmonal dan
sistematik adalah 1:1, maka pirau menjadi bidireksional (dua arah), tanda – tanda
gagal jantung menghilang dan pasien menjadi sianotik. Namun hal ini sudah jarang
terlihat karena adanya perkembangan intervensi secara bedah.
Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkan kardio aliran
darah pulmonal dan sistemik. Jika pirau kiri ke kana relative kecil ( rasio aliran
darah pulmonal dan sistematik adalah 1.75:1 ), maka ruang – ruang jantung tidak
membesar dan aliran darah paru normal. Namun jika pirau besar maka terjadi
overload volume atrium dan ventrikel kiri, peningkatan EDV dan peningkatan
tekanan vena pulmonal akibat aliran darah dari kiri masuk ke kanan dan ke paru
dan kembali lagi ke kiri ( membentuk suatu aliran siklus ). Peningkatan tekanan
dibagian kanan juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan aliran
pulmonal dan hipertensi arteri pulmonal. Trunkus pulmonalis yang juga besar.
Selain itu, karena darah yang keluar dari ventrikel kiri harus terbagi ke ventrikel
kanan, maka jumlah darah yang mengalir ke sistemik pun berkurang, akan
mengaktivasi system renim-angiotensin dan retensi garam.

2.3 FAKTOR PENYEBAB DAN RESIKO PJB

Penyebab pasti dari semua kasus PJB tidak diketahui. Terdapat tiga faktor
terjadinya PJB yaitu :
(1). Faktor genetik (8%),
(2). Faktor lingkungan/eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat sebelum
kehamilam 3 bulan (2%),
(3). Interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan (90%).
Faktor genetik bekerja melalui lintasan gen, kromosom, atau mitokondria. Gen
dapat bekerja secara monogenik atau poligenik. Faktor genetik pada mitokondria
berbeda dari gen dan kromosom, diturunkan hanya oleh (dari) ibu dan dikenal
sebagai penurunan maternal atau penurunan sitoplasma. Penurunan poligenik ini
biasanya dipengaruhi oleh banyak faktor luar dan dua faktor lain (genetik dan
lingkungan) dikenal sebagai penurunan multifaktor.
Kategori faktor penyebab non-genetik PJB diantaranya teratogen lingkungan
(dioxin, polychlorinated biphenyls, pestisida), risiko ibu yang terpapar dengan
(alkohol, isotretinoin, thalidomide, obat anti kejang), dan penyakit infeksi
(misalnya Rubella).
Selain faktor-faktor tersebut, ada beberapa faktor risiko lainnya yang dihubungkan
dengan risiko terjadinya PJB diantaranya penggunaan obat-obat anti-retroviral,
obesitas, diabetes dan hiperkolesterolemia. (Fazeriandy & Ali, 2017)

2.4 PENATALAKSANAAN PJB

Penatalaksanaan pada VSD bertujuan untuk mencegah timbulnya kelainan


vascular paru permanen, mempertahankan fungsi atrium, dan ventrikel kiri serta
mencegah kejadian endokardirtis infektif. Defek kecil biasanya disertai dengan
thrill pada garis sentral kiri ela iga ke-4, bising bersifat holostolik, tetapi dapat juga
pendek.
Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil atau
sedang akan menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya sehingga tidak
diperlukan tatalaksananaan bedah. Operasi penutupan sekat pada bayi 12-18 bulan
direkomendasikan apabila terdapat VSD pulmonal, penanganannya dapat ditunda.
Tetapi pengobatan untuk profilaksis atau pencegahan endokritis (peradangan pada
endorkardium atau selaput jantng bagian dalam) diberikan untuk semua pasien
dengan VSD.
Pada pasien dengan ukuran VSD keci, orang tua arus diyakinkan mengenai lesi
jantung yang relative ‘jinak’ (tidak membahayakan) dan anak tetap dilakukan
sebagimana normal (tidak ada batasan aktifitas).
Perbaikan secara bedah tidak mutlak disarankan. Anak harus diberi asupan
kalori yang memadai untuk mencapai pertumbuhan dan berat badan yang
optimum. Pemberian deuretik (furosumid) apabila ada kongsti paru dan ACE
inhibitor untuk menurunkan tekanan sistemik dan pulmonal serta mengurangi
pirau.
Sedangkan pada pasien dengan VSD besar yg dilakukan :
(1). Mengendalikan gagal jantung kongestif.
(2). Mencegah penyakit vascular pulmonal.
Pasien menunjukkan adanya penyaki pulmonal yang berulang dan sering
gagal tumbuh. Terapeutik ditunjukkan untuk mengendalikan gejala gagal jantung
serta memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka
pirau akan menutup selama tahun pertama kehidupan.
Setelah penutupan pirau, maka keadaan hiperdinmik akan menjadi normal,
ukuran jantung mengecil kembali ke normal, thrill dan murmur menghilang serta
hipertensi arteri pulmonal menghilang. Namun murmur ejeksi sistolik dengan
intensitas rendah dapat terus terdengar selama beberapa bulan.
Alat yang digunakan pada penutupan defek septum ventrikel adalah rashkind
double umbrella, the bard clasmashell, the button device, the amplatzer septal
occlude, amplatzer duzt occlude atau gianturco coils.
Indikasi dan waktu peutupan VSD.
1. Pada bayi dengan VSD defek besar yang mengalami gagal jantung serta
retardasi pertumbuhan dan kegagalan terapi medikamentosa dilakukan
operasi secepatnya sebelum terjadi penyakit vascular paru.
2. Bayi atau anak dengan VSD besar dan hipertensi pulmonalis harus
dilakukan kateterisasi untuk menilai tingginya restisensi vascular paru dan
responnya terhadap pemberian oksigen 100%. Penutupan VSD secara bedah
taupun non-bedah dilakukan apabila resistensi vascular paru di bawah 7
wood unit.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Penyakit jantung bawaan adalah malformasi struktur jantung atau pembuluh
darah besar yang telah ada sejak lahir
2. a. Penyakit jantung bawaan Asianotik
- Ventricular Septal Defect (VSD)
- Atrial Septal Defect (ASD)
- Patent Ductus Arterious (PDA)
b. Penyakit jantung bawaan Sianotik
- Stenosis Aorta (SA)
- Stenosis Pulmonal (SP)
3. penyakit jantung bawaan terbanyak ditemui adalah ventricular septal defect
(VSD)dan patent ductus arterious (PDA).
4. Sebagian besar pasien penyakit jantung bawaan tidak memiliki riwayat keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/29332776/penyakit_jantung_bawaan
http://eprints.undip.ac.id/44121/3/RATYA_G2A009109_Bab2KTI.pdf

Anda mungkin juga menyukai