Anda di halaman 1dari 28

MELAKUKAN ASUHAN KEGAWATDARURATAN

PADA KEHAMILAN NEONATUS


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal”
Dosen Pengampu : Dr. Taufik Zein, SpOG

Disusun oleh :

1. Eva Syarifah (1571152005)


2. Isty Naura Hamdanis (1571152011)
3. Ranty Ranadhany (1571152015)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA ILMU


DEPOK

TAHUN AKADEMIK 2022 - 2023

Jl. Raya Bojongsari No.34, Bojongsari Lama, Kec. Bojongsari,


Kota Depok, Jawa Barat 16516
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas serta diberikan kemudahan dalam penyusunan karya tulis ini.

Penulisan karya tulis ini merupakan salah satu persyaratan untuk


memenuhi tugas Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Karya tulis ini disusun
berdasarkan tugas yang diberikan dosen. Masalah yang akan disampaikan dalam
karya tulis ini mengenai MELAKUKAN ASUHAN
KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN NEONATUS disertai hasil
diskusi yang objektif, sistematis dan logis.

Penyusun menyadari banyak pihak yang turut memberkan perhatian dan


bantuan serta dukungan selama menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu,
penyusun tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu kelancaran kegiatan dalam penyusunan makalah ini, khusunya kepada:

1. Dr. Taufik Zein, SpOG selaku dosen pembimbing mata kuliah


Kegawatdaruratan Maternal Neonatal;
2. Ibu Irma dan ibu denik selaku wali kelas saya yang selalu memberi
masukan positif;
3. Keluarga besar saya yang selalu memberi saya semangat dan mendukung
saya dalam menuntut ilmu;
4. Orang tua segala jerih payahnya yang telah diberikan melalui bantuan
materi, doa, kasih sayang, kesabaran, semangat, dan dukungan selama
penyusun observasi dilakukan; dan
5. Teman-teman seperjuangan dari tingkat 2 D3 kebidanan STIKes Pelita
Ilmu Depok yang telah membantu menyusun karya tulis ini.

i
Dalam penyusunan makalah ini, tentunya terdapat kekurangan, kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi semua pihak, terutama mahasiwi STIKes Pelita Ilmu depok.

Depok, Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulis.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Asfiksia Neonatorum.............................................................................................3
2.2 Resusitasi ..............................................................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................23
3.2 Saran.....................................................................................................................23
3.3 Daftar Pustaka......................................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% dari 120 juta bayi lahir


mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa
neonatal . Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Untuk
menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan
manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini
harus digunakan setiap kali menolong persalinan.

Sedangkan Resusitasi Neonatus Kematiannya di Indonesia juga masih


tinggi. Walaupun sudah banyak upaya untuk menurunkan kematian
neonatus, tetapi masih dirasakan perlunya dilakukan upaya penurunan
kematian neonatus. Kasus kegawatan bayi banyak terjadi di ruang
neonatus, kamar bersalin/kamar operasi, dan unit gawat darurat.

Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada


neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat
dalam penanganan bayi baru lahir. Penyebab utama kematian pada minggu
pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti
asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian
ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat
dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.
Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi
pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Asfiksia Neonatorum?
2. Apa yang dimaksud Resusitasi?

1
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang kegawatdaruratan pada
kehamilan neonatus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud asfiksia
neonatorum.
b. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud resusitasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ASFIKSIA NEONATORUM


A. Pengertian Asfiksia Neonatorum

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat


segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera
lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang


tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan
hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson,
1967).

Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir


dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini
merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru
lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian
statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa
keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi
baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang
mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.

3
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan
perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi, Asidosis,
gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari
hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir
(James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom
gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959).
Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan
Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus  pada jaringan
otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah
mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita
asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan
mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi
kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang
tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi pada
penderita asfiksia.

            Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak


dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan
asfiksia.

B. Etilogi

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama


kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin,
akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada
masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian
besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin,

4
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang
peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang
timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai
anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi
mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :

1) Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena
hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia
dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah
pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan janin.
Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
2) Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas
dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat
gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3) Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4) Faktor neonatus

5
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ;
pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan
janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan
intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia
paru dan lain-lain.

C. Patofisiologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam


pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan  oksigen dan
mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin
tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk
respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah
dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena
konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah
paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali


(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah
kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus
(DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan
oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang

6
mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi
extrauterin akan dipertahankan.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari


vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan
asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus,
ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital
seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut
maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output.
Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan
saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy
(HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi
sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir
akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara
cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
D. Tanda dan Gejala Klinis

Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang


disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :

1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi


fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan
menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga
menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang


cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan

7
tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan
memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum
yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping
hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-magap dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
10. Pernafasan terganggu
11. Detik jantung berkurang
12. Reflek / respon bayi melemah
13. Tonus otot menurun
14. Warna kulit biru atau pucat
F. Kemungkinan komplikasi yang muncul

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

1. Edema otak & Perdarahan otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung
yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga
aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan
perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria

8
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada
penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi
miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih
banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami
gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita
kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal
ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani
akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya
hipoksemia dan perdarahan pada otak.

G. Pencegahan dan Penanganan Asfiksia Neonatorum

Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan,


persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
1) Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali
kunjungan
2) Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih lengkap pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya
lahir dengan asfiksia neonatorum.
3) Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan
pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

9
4) Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan
janin dan deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal
selama persalinan dengan kardiotokografi.
5) Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan
asfiksia neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan
kesehatan.
6) Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan
dan penanganan persalinan.
7) Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari :
a) Persalinan yang bersih dan aman
b) Stabilisasi suhu
c) Inisiasi pernapasan spontan
d) Inisiasi menyusu dini
e) Pencegahan infeksi serta  pemberian imunisasi
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan
yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1) Memastikan saluran terbuka
a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-
3 cm.
b) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk
memastikan saluran pernafasan terbuka.
2) Memulai pernafasan
a) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa
ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3) Mempertahankan sirkulasi
a) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
Kompresi dada
b) Pengobatan

10
2.2 RESUSITASI
A. Pengertian Resusitasi
Resusitasi (respirasi artifisialis) adalah usaha dalam
memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak,
jantung dan alat-alat vital lainnya. Resusitasi digunakan untuk
manajemen asfiksia pada bayi baru lahir,

Adapun pengertian resusitasi menurut para ahli:


1) Resusitasi adalah pernafasan dengan menerapkan masase
jantung dan pernafasan buatan.(Kamus Kedokteran, Edisi
2000).
2) Resusitasi (respirasi artifisialis) adalah usaha dalam
memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. (Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).
3) Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali
atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang
tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung
dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro,
1998).
4) Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi
mengandung arti harfiah *menghidupkan kembali", yaitu
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi
kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas dua
komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan
bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan
pasca resusitasi.

B. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir


Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap
melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk
bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat
berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit
tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak
yang berat atau meninggal.
11
1. Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan
keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi pada ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan
oleh penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan
melakukan tindakan yang diperlukan.
2. Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin
dan tempat resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan
terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan
kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas
tikar. Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi
kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber
pemanas (misalnya: lampu sorot) dan tidak banyak tiupan
angin (jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya
digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau
lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu
menjelang kelahiran bayi.
3. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan
persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan
siap pakai, yaitu;
a) 2 helai kain handuk
b) Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa
kain, kaos, selendang. handuk kecil, digulung setinggi 5
cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi
kepala bayi.
c) Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
d) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
e) Kotak alat resusitasi.

12
f) Jam atau pencatat waktu
g) Sarung tangan

4. Persiapan Penolong
a) Mengenakan alat pelindung diri pada persalinan.
b) Mencuci kedua tangan dengan air mengalir dan sabun.
c) Mengenakan kedua sarung tangan menjelang kelahiran

C. Tanda-tanda dan Kondisi yang memerlukan Resusitasi


1. Tanda-tanda resusitasi perlu dilakukan
a) Pernafasan
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat.
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya
pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti
nafas tidak efektif dan perlu tindakan, misalnya apneu. Jika
pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30
50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian
selanjutnya.
b) Denyut jantung-frekuensi
Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan
bahwa denyut jantung bayi tidak teratur. Frekuensi denyut
jantung hans> 100 per menit. Cam yang termudah dan cepat
adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut
tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena
dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus
menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10-
frekuensi denyut jantung selama 1 menit) Hasil penilaian:
1) Apabila frekuensi>100x/ menit dan bayi bemafas
spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit.

13
2) Apabila frekuensi < 100x/ menit walaupun bayi
bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan
VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
c) Warna Kulit
Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa
wama kulit bayi pucat atau bisa sampai sianosis. Setelah
pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit
menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen
tetap diberikan. Bila terdapat sianosis purifier, oksigen tidak
perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang
masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang
dingin.
2. Kondisi Yang Memerlukan Resusitasi
a) Sumbatan jalan napas: akibat lendir darah mekonium, atau
akibat lidah yang jatuh ke posterior.
b) Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang
diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik
lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan
sebagainya.
c) Kerusakan neurologis.
d) Bayi kurang bulan
e) Kelainan/ kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau
susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital
yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan/sirkulasi.
f) Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau
perdarahan Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-
menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh
buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.
D. Langkah-langkah Resusitasi
1. Resusitasi BBL Langkah Awal
a. Jaga bayi tetap hangat

14
1) Letakkan bayi di atas kainn ke-1 yang ada di atas perut
ibu atau sekitar 45 cm dari perineum.
2) Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan
perut tetap terbuka, potong tali pusat.
3) Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas
kain ke-2 yang telah digelar di tempat resusitasi.
4) Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di
bawah pemancar panas.
b. Atur posisi bayi
1) Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas ibu atau
sekitar 45 cm dari perineum.
2) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala
sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu.
c. Isap lendir
1) Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai
berikut
2) Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung.
3) Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar,
tidak pada waktu dimasukkan.
4) Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan
lebih dari 5 cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan
denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba
berhenti bernapas. Untuk hidung jangan melewati cuping
hidung.
Jika dengan balon karet penghisap lakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Tekan bola di luar mulut dan hidung.
2) Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan
pada bola (lendir akan terisap).

15
3) Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping
hidung dan lepaskan.

d. Keringkan dan rangsang bayi

1) Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka,


kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan.
Tekanan ini dapat merangsang BBL mulai menangis.
2) Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk
merangsang BBL mulai bernafas: Menepuk menyentil
telapak aki; atau Menggosok punggung perut dada tungkai
bayi dengan telapak tangan
3) Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang
kering dibawahnya.
4) Seimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan
menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernapasan
bayi.
e. Atur kembali posisi kepala bayi
Atur kembali posisi bayi menjadi posisi menghidup.
f. Langkah penilaian bayi
1) Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak
bernapas atau megap-megap.
2) Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca
resusitasi.
3) Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai
lakukan ventilasi bayi.

2. Resusitasi BBL Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk


memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan

16
tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
bernapas spontan dan teratur.

a) Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu,
mulut dan hidung.
b) Ventilasi 2 kali.
c) Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal tabung-sungkup atau remasan awal
balon-sungkup sangat penting untuk menguji apakah jalan
napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi
bisa mulai bernapas.
d) Lihat apakah dada bayi mengembang
Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah
dada bayi mengembang. Jika tidak mengembang :
1) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara
yang bocor.
2) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah
menghidu.
3) Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir
atau cairan lakukan pengisapan.
4) Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan
30 cm air, jika dada mengembang lakukan tahap
berikutnya.
e) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
1) Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak
20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air
sampai bayi mulai bernapas spontan dan menangis
2) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan
atau peremasan, setelah 30 detik lakukan penilaian
ulang napas

17
f) Jika bayi mulai bernapas/ tidak megap-megap dan atau
menangis, hentikan ventilasi bertahap.
1) Lihat dada apakah ada retraksi.
2) Hitung frekuensi napas per menit
g) Jika bernapas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
1) Jangan ventilasi lagi.
2) Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu
dan lanjutkan asuhan BBL
3) Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan
kehangatan.
4) Jangan tinggalkan bayi sendiri.
5) Lakukan asuhan pasca resusitasi.
6) ika bayi megap-megap atau tidak bernapas,
lanjutkan ventilasi.
h) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian
ulang napas

1) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan


tekanan 20 cm air)
2) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian
lakukan penilaian ulang bayi, apakah bernapas,
tidak bernapas atau megap-megap
3) Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-
megap dan atau menangis, hentikan ventilasi
bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
4) Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas,
teruskan ventilasi 20 kali dalam
5) 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas
setiap 30 detik.
i) Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah
2 menit resusitasi

18
1) Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang
Anda lakukan dan mengapa.
2) Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
3) Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan.
4) Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan
rekam medik persalinan
j) Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut
jantung
1) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan
20 cm air)
2) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan nilai
ulang napas dan nilai jantung.

Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar,


ventilasi 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap
tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan
kepadanya serta lakukan pencatatan. Bayi yang mengalami henti
jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak
yang permanen

3) Resusitasi BBL bila Ketuban Bercampur Mekonium


Mekonium merupakan tinja pertama dari BBL Mekonium
kental pekat dan berwarna hijau tua atau kehitaman. Biasanya
BBL mengeluarkan mekonium pertama kali pada 12-24 jam
pertama. Kira-kira pada 15% kasus, mekonium dikeluarkan
bersamaan dengan cairan ketuban beberapa saat sebelum
persalinan. Hal ini menyebabkan warna kehijauan pada cairan
ketuban. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu
kehamilan. Bila mekonium terlihat sebelum persalinan bayi
dengan presentasi kepala, lakukan pemantauan ketat karena hal
ini merupakan tanda bahaya.

19
1. Penyebab janin mengeluarkan mekonium sebelum
persalinan
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan
sebelum persalinan. Kadang kadang hal ini terkait dengan
kurangnya pasokan oksigen (hipoksia). Hipoksia kant
meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi sfingter ani
sehingga isi rektum (mekoneum) diekskresikan.
Bayi-bayi dengan risiko tinggi gawat janin (misal:
Kecil untuk Masa Kehamilan/KMK atau Hamil Lewat
Waktu) ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur
oleh mekonium (wama kehijauan) dibandingkan dengan air
ketuban pada kehamilan normal.
2. Risiko air ketuban bercampur mekonium terhadap bayi
Hipoksia dapat menimbulkan refleks respirasi bayi
di dalam rahim sehingga mekonium yang tercampur dalam
air ketuban dapat terdeposit di jaringan paru bayi.
Mekonium dapat juga masuk ke paru jika bayi tersedak saat
lahir. Masuknya mekonium ke jaringan paru bayi dapat
menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.
3. Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi
bila terdapat air ketuban bercampur mekonium?
Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan
ketuban bercampur mekonium. Langkah-langkah tindakan
resusitasi pada bayi baru lahir jika air ketuban bercampur
mekonium sama dengan pada bayi yang air ketubannya tidak
bercampur mekonium hanya berbeda pada:
a) Setelah seluruh badan bayi lahir: penilaian apakah bayi
menangis bernapas bernapas normal/ megap-megap tidak
bernapas?
b) Jika menangis bernapas normal, klem dan potong tali pusat
dengan cepat. tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun.

20
Innjutkan dengan langkah awal. Jika megap-megap atau
tidak bernapas, buka mulut lebar, dan isap lendir di mulut,
klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan
tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.

Keterangan: Pemotongan tali pusat dapat merangsang


pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium di
jalan napas, bayi bisa tersedak (aspirasi).
E. Asuhan Pasca Resusitasi
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan kaadaan
bayi setelah menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi
dilakukan pada keadaan:
1. Resusitasi Berhasil
Resusitasi berhasil bila pernafasan bayi teratur, warna kulitnya
kembali normal yang kemudian diikuti dengan perbaikan tonus
otot atau bergerak aktif lanjutkan dengan asuhan berikutnya.
a. Jelaskan pada ibu tentang hasil resusitasi yang telah
dilakukan.
b. Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayi nya.
c. Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayi.
d. Jelaskan pada ibu untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi
baru lahir dan minta pertolongan segera bila terlihat tanda-
tanda tersebut pada bayi.
e. Lakukan asuhan BBL normal.
2. Bayi Perlu Rujukan
Bila bayi pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera
rujuk kepasilitas rujukan.
a. Jelaskan pada ibu bahwa bayi nya perlu dirujuk, bayi
dirujuk bersama ibunya.
b. Mintak keluarga untuk menyiapkan sarana trasportasi
secepatnya.

21
c. Bawa peralatan resusitasi selama perjalanan ketempat
rujukan.
d. Periksa keadaan bayi selama perjalanan.
e. Lindungi bayi dari sinar matahari.
f. Jelaskan pada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera
kepada bayi nya kecuali pada keadaan gangguan nafas.
3. Resusitasi Tidak Berhasil
Bila bayi gagal bernafas setelah 20 menit tindakan
resusitasi dilakukan maka hentikan upaya tersebut. Biasanya
bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan
syaraf pusat dan kemudian meninggal.
Ibu dan keluarga memerlukan dukungan moral secara hati-
hati dan bijaksana. ajak ibu dan keluarga untuk memahami
masalah dan musibah yang terjadi serta berikan dukungan
moral sesuai adat dan budaya setempat.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asfiksia neonatorum merupakan masalah pada bayi baru lahir


dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam rangka
menurunkan Angka Kematian Perinatal dan Angka Kematian Neonatal
Dini, masalah ini perlu segera ditanggulangi dengan berbagai macam cara
dan usaha mulai dari aspek promotif, kuratif dan rehabilitative.
Resusitasi (respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan
ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup
untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital
lainnya. Resusitasi digunakan untuk manajemen asfiksia pada bayi baru
lahir. Persiapan resusitasi BBL meliputi, persiapan keluarga, persiapan
tempat resusitasi, persiapan alat resusitasi, persiapan penolong. Langkah
resusitasi BBL meliputi, resusitasi BBL langkah awal, resusitasi BBL
ventilasi, resusitasi BBL bila ketuban bercampur mekonium.
3.2 Saran

Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat


diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang
bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian obat
anti diuretik guna menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga
dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan khususnya kesehatan ibu.

23
DAFTAR PUSTAKA

Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan,  EGC : Jakarta


Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.
https://irmawatisyakir.blogspot.com/2012/11/makalah-askeb-neonatus-asfiksia.html
Saifuddin Abdul Bari, Dkk. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo.

Sarwono Prawirohardjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

https://www.alodokter.com/memahami-resusitasi-bayi-dan-cara-melakukannya

https://noviastuti203.wordpress.com/2013/05/03/resusitasi-neonatus-a-
pengertianresusitasiresusitasi-respirasi-artifisialist

https://hidanshare.wordpress.com/2016/12/20/resusitasi-bayi-baru-lahir/

http://madiena29.blogspot.co.id/2011/11/makalah-lengkap-resusitasi-bayi-
baru.html

24

Anda mungkin juga menyukai