Anda di halaman 1dari 108

MODUL MATA KULIAH ASUHAN KEBIDANAN

NEONATUS BAYI, BALITA DAN ANAK PRA


SEKOLAH

STIKES PELITA ILMU DEPOK


TAHUN 2022/2023
Kata Pengantar
Puji Syukur Kami Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Atas Rahmat Dan
Hidayahnya, Sehingga Kami Dapat Menyelesaikan Modul Praktek Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, Balita Dan Anak Pra Sekolah. Modul Ini Diperuntukan Bagi Pegangan
Mahasiswa Di Lab Semester Iii STIKes Kebidanan Pelita Ilmu Depok.
Modul Ini Disusun Dengan Tujuan Untuk Memudahkan Mahasiswa Pada Proses
Pembelajaran Khususnya Praktikum Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita Dan Anak
Pra Sekolah. Diharapkan Modul Ini Menjadi Bahan Pembelajaran Bagi Mahasiswa Yang
Melaksanakan Praktikum Di Laboratorium STIKes Kebidanan Pelita Ilmu Depok. Pada
Kesempatan Ini Penyusun Menyampaikan Terimakasih Kepada Semua Pihak Yang Telah
Membantu Penyusunan Modul Praktek Ini.

Kami Menyadari Bahwa Modul Praktek Ini Belum Sempurna, Untuk Itu Penyusun
Mengharapkan Masukan Demi Kesempurnaan Modul Praktikum Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, Balita Dan Anak Pra Sekolah. Semoga Modul Ini Dapat Bermanfaat.

Depok, 16 april 2022

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar.....................................................................................................................ii
Daftar isi...............................................................................................................................iii
Petunjuk penggunaan modul..............................................................................................iv
Perkembangan anak...............................................................................................................1
Ciri-ciri perkembangan..........................................................................................................1
Factor yang mempengaruhi perkembangan anak................................................................3
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau...........................................................................5
Alat ukur perkembangan anak(kpsp).....................................................................................6
Pola asuh ibu..........................................................................................................................9
Imunisasi................................................................................................................................14
Tujuan, manfaat dan jenis imunisasi......................................................................................15
Penyakit yang dapat dicegah imunisasi.................................................................................15
Jadwal pemberian imunisasi..................................................................................................20
Kelengkapan imunisasi dasar.................................................................................................26
Manajemen terpadu bayi muda (MTBM)..............................................................................41
Manajemen terpadu bayi sakit (MTBS).................................................................................90
Daftar pustaka……………………………………………………………………………100

Petunjuk penggunaan modul

iii
Modul ini sebagai penuntun dalam proses pembelajaran, sangat penting untuk dipelajari karena
akan sangat berkaitan dengan materi berikutnya dalam mata kuliah Asuhan kebidanan neonatus,
bayi, balita dan anak pra sekolah. Nah, untuk dapat memahami uraian materi dalam modul ini
dengan baik, maka ikuti petunjuk dalam penggunaan modul ini, yaitu:

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Anda memahami betul
apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari modul ini.

2. Bacalah modul ini secara teratur dimulai dari Kegiatan Belajar I, dengan
mengikuti setiap materi-materi yang dibahas,temukan kata kunci dan kata-kata
yang dianggap baru. Carilah arti dari kata-kata tersebut dalam kamus anda.

3. Carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang materi modul untuk lebih


memahami materi yang anda pelajari

4. Pada akhir kegiatan belajar akan ada latihan untuk menguji pemahaman anda
mengenai materi yang telah dibahas. Apabila pemahaman anda belum
mencapai sedemikian, maka anda ditugaskan kembali untuk mempelajari materi
yang terkait hingga memahami sehingga dapat melanjutkan pada kegiatan
belajar berikutnya.

5. Lakukan simulasi keterampilan dengan tepat dan sistematis sesuai dengan


panduan skenario kasus dan jobsheet

6. Apabila anda hasil evaluasi menyatakan anda mampu melakukan keterampilan


dengan tepat dan sistematis maka anda telah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran pada modul praktek ini

iv
A. Perkembangan Anak

1. Pengertian perkembangan
Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif dan

kualitatif, yaitu bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks. Termasuk didalamnya perkembangan kognitif, bahasa, motorik,

emosi, dan perkembangan prilaku (Soetjiningsih, 2014). Perkembangan menurut

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) (2008) adalah bertambahnya kemampuan

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang lebih teratur, dapat

diperkirakan, dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel,

jaringan tubuh, organ-organ, serta sistemnya yang terorgaanisasi.

Jadi perkembangan adalah proses perubahan struktur dan fungsi tubuh yang

meliputi perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi, dan perkembangan prilaku.

2. Ciri-ciri perkembangan
Ciri-ciri tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling

berkaitan. Ciri ciri tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi bersamaan

dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi,

misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan

otak dan serabut saraf.

1
b. Perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya. Setiap

anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan

sebelumnya.

c. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda. Sebagaimana pertumbuhan,

perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan

fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing

anak.

d. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat pertumbuhan

berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori,

daya nalar, asosiasi dan lain-lain.

e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh

terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:

1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah

kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal).

2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu

berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak

halus (pola proksimodistal).

f. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Tahap perkembangan seorang

anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa

terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum

mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan dan

sebagainya (Narendra, 2002).

2
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak
a. Faktor dalam (internal)

1) Perbedaan ras/etnik

Ras berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Beberapa ras atau suku bangsa memiliki karakteristik yang khas, misalnya bangsa

Asia memiliki tubuh yang cenderung pendek atau kecil sedangkan bangsa Eropa

dan Amerika cenderung tinggi besar.

2) Keluarga

Berkaitan dengan genetik dalam suatu keluarga ada kecenderungan memiliki

postur tubuh yang pendek atau tinggi.

3) Umur

Pada masa prenatal merupakan tahun pertama kehidupan dimana terjadi

pertumbuhan yang sangat pesat.

4) Jenis Kelamin

Pada anak perempuan terjadi perkembangan fungsi reproduksi yang lebih

cepat. Berbeda pada saat melewati masa pubertas, perkembangan anak laki-laki

akan lebih cepat.

5) Genetik

Genetik adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri

khasnya. Beberapa kelainan genetik berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

6) Kelainan Kromosom

3
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan

(Soetjiningsih, 2014).

b. Faktor luar (eksternal)

1) Faktor prenatal

a) Gizi

Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan memengaruhi

pertumbuhan janin (Deki, 2016).

b) Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti

club foot.

c) Toksin/zat kimia

Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin atau Thalidomid dapat

menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.

d) Endokrin

Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali, dan

hyperplasia adrenal.

e) Radiasi Paparan

Radiasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti

mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan deformitas anggota gerak, kelainan

kongenital mata, serta kelainan jantung.

f) Infeksi

4
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,

Rubella, Citomegali virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin

seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung

kongenital.

g) Psikologi ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan salah atau kekerasan

mental pada ibu hamil dan lain-lain.

2) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat

menyebabkan kerusakan jaringan otak

3) Faktor pascanatal

a) Biologis: Ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, fungsi metabolism,

penyakit kronis serta hormone.

b) Fisik: Keadaan geografis suatu daerah, sanitasi, keadaan rumah, serta radiasi

c) Psikososial: Cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi, motivasi belajar,

stimulasi.

d) Keluarga: Pekerjaan/pendapatan keluarga, pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara,

pola asuh, jenis kelamin, kepribadian ayah/ibu, stabilitas rumah tangga, dan agama

(Soetjiningsih, 2014).

4. Aspek-aspek perkembangan yang dipantau

5
a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot

besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.

b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu

dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti

mengamati sesuatu, menjepit, menulis dan sebagainya.

c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi,

mengikuti perintah dan sebagainya.

d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan

mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah

dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan

sebagainya (Kemenkes RI, 2016).

5. Alat ukur perkembangan anak


Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk

menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita.

Kuesioner Pra Skrening Perkembangan (KPSP) merupakan deteksi dini yang dapat

di lakukan di berbagai usia.

a. Pengertian KPSP

Kuesioner Pra Skrening Perkembangan (KPSP) merupakan tes pemeriksaan

perkembangan anak dengan menggunakan kuesioner (Kemenkes RI, 2016).

6
b. Tujuan KPSP

Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP

adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.

Instrumen KPSP ini dapat dilakukan di semua tingkat pelayanan kesehatan dasar

(Diana, 2010).

c. Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP

Jadwal rutin dilakukan pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42,

48, 54, 60, 66 dan 72 bulan. Jika anak belum mencapai umur skrining tersebut,

minta ibu datang kembali pada umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin.

Misalnya bayi umur 7 bulan, diminta datang kembali untuk skrining pada umur 9

bulan. Apabila anak mempunyai masalah tumbuh kembang pada usia anak diluar

jadwal skrining, maka gunakan KPSP untuk usia skrining terdekat yang lebih muda

(Diana, 2010).

d. Formulir KPSP menurut umur

Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang

telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0-72 bulan.

Alat bantu pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola sebesar bola tennis,

kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah,

potongan biskuit kecil berukuran 0,5-1 cm (Kemenkes RI, 2016).

e. Interpretasi Hasil KPSP

1) Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang– kadang).

2) Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah).

3) Bila jawaban YA = 9−10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan

perkembangan (S).

7
4) Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).

5) Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).

6) Rincilah jawaban TIDAK pada nomer berapa saja (Kemenkes RI, 2016).

f. Intervensi

1) Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan berikut:

a) Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.

b) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.

c) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin, sesuai dengan

umur dan kesiapan anak.

d) Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan di posyandu

secara teratur sebulan 1 kali dan setiap ada kegiatan BKB. Jika anak sudah memasuki

usia pra-sekolah (36-72 bulan), anak dapat diikutkan pada kegiatan di Pusat PAUD,

Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak.

e) Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP setiap bulan pada anak

berumur kurang dari 24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan

2) Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut:

a) Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada anak lebih

sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.

b) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak untuk

mengatasi penyimpangan / mengejar ketertinggalannya.

c) Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit

yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya.

8
d) Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar

KPSP yang sesuai dengan umur anak.

e) Jika hasil KPSP ulang jawaban “Ya” tetap 7 atau 8 maka kemungkinan ada

penyimpangan (P).

3) Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan berikut:

Rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan

perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan

kemandirian) (Kemenkes RI, 2016).

B. Pola Asuh Ibu


1. Pengertian pola asuh

Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-

anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain mendidik, membimbing, serta

mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan norma-norma yang dilakukan di

masyarakat (Casmini, 2007).

Pola asuh adalah suatu tindakan, perbuatan, dan interaksi orang tua untuk

mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak agar mereka tumbuh dan

berkembang dengan baik dan benar (Surbakti, 2012).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh

orang tua adalah suatu proses interaksi antara orang tua dan anak, yang meliputi

kegiatan mendidik, membimbing serta mengajarkan nilai-nilai dalam mencapai

proses kedewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Jenis pola asuh


Hurlock (1999) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi 3 macam pola
asuh

9
orang tua yaitu:

a. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan

anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola

asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-

pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak

berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga

memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan,

dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Pola asuh demokratis ditandai

dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi

kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Pengaruh pola

demokratis ini membawa pengaruh positif dalam perkembangan anak (Bibi et al,

2013).

b. Pola asuh otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,

biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung

memaksa, memerintah, menghukum, apabila anak tidak mau melakukan apa yang

dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak.

Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya

bersifat satu arah. Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan

aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya

(orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Pola asuh

otoriter lebih cenderung menimbulkan gejala depresi pada anak dibandingkan

dengan pola asuh demokratis (Keith, 2016).

10
c. Pola asuh permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan

kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang

cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak

apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan

oleh mereka. Orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai

oleh anak (Grace et al., 2016). Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua

mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau

muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang

dikehendaki.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah:

a. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalamannya sangat

berpengaruh dalam mengasuh anak. Orang tua dengan pendidikan tinggi dapat

menjadi orang yang berwibawa dalam pola asuhnya, sedangkan orang tua yang

memanjakan anak lebih banyak memiliki pendidikan sekolah menengah (Kashahu et

al, 2014).

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak

mustahil jika lingkungan juga ikut mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan

orang tua terhadap anak. Intervensi lebih awal dari orang tua dapat meningkatkan

masa depan anak yang lebih baik (Yakhnich, 2016).

c. Budaya

11
Orang tua tidak jarang mengikuti cara-cara dan kebiasaan-kebiasaan yang

dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak (Deki, 2016).

4. Cara mengukur pola asuh ibu yang diterapkan


Pola asuh diadopsi dan dinilai dengan pedoman wawancara sesuai

kuesioner parenting style questionaire (PSQ) yang akan diwawancarai pada anak.

Alat ukur ini terbagi atas tiga bagian, yaitu otoritatif/demokratis, otoriter, dan permisif.

Setiap jenis pola asuh dilakukan perhitungan skor total dibagi jumlah soal masing-

masing bagian. Skor tertinggi dari tiga jenis pola asuh mengindikasikan tipe pola

asuh ibu. Pedoman wawancara jenis pola asuh diadopsi dari penelitian Robinson et

al (1995) yang telah dikembangkan dan dimodifikasi. Instrumen ini dilakukan uji

validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Hasil uji coba kuesioner, uji validitasnya

dilakukan dengan menghitung korelasi antar skor Pearson Product Moment. Uji

reabilitasnya dengan Alpha Cronbach dikatakan reliabel dengan nilai r >0,6 (Onder,

2009).

C. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perkembangan Anak


Kondisi pola asuh yang diberikan oleh ibu memiliki hubungan

perkembangan anak. Penelitian Violita (2015) mengemukakan bahwa ada hubungan

antar pola asuh orang tua dengan perkembangan motorik. Pola asuh demokratis

memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan

anak. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, bersikap relistis serta

memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan

dan pendekatanya. Penelitian Eisenhower dkk (2009) mengemukakan bahwa

perkembangan anak ada hubungannya juga dengan kesehatan ibu. Tekanan

12
pengasuhan ibu dapat dipengaruhi oleh keadaan gejala depresi. Senada dengan

Nuzulia (2016) bahwa persentase tertinggi adalah pola asuh demokratis sejumlah 35

responden (50,0%), dan anak sesuai perkembangan sejumlah 52 responden

(74,3%), setelah diuji didapatkan ada hubungan pola asuh orang tua dengan

perkembangan anak usia prasekolah.

Penelitian Ahsan (2014) mengemukakan bahwa ada hubungan yang tidak

signifikan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan kecerdasan moral anak

usia prasekolah (4-5). Peneliti juga memaparkan bahwa sesibuk apapun seorang

ibu, masih bisa menjalankan kewajibannya sebagai untuk mengurus anak – anaknya

dengan baik. Beberapa pola asuh yang telah dilakukan oleh ibu kepada anaknya

memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk kepribadian anak mereka. Hal

tersebut senada dengan penelitian Handayani (2017) 77% anak pertumbuhannya

baik dan 56,2% perkembangannya sesuai. Sebanyak 23% anak ditemukan memiliki

minimal satu hasil pengukuran indikator pertumbuhan yang tidak normal dan

sebanyak 4,1% anak dicurigai kemungkinan ada penyimpangan perkembangan,

Hasil analisis data menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pola

asuh dan perkembangan.

Informasi dan pendidikan tentang pola asuh yang optimal dan

pembentukan awal praktik yang efektif penting bagi penyesuaian dan keberhasilan

sosial anak. Dalam banyak situasi, adopsi gaya asuh demokratis yang luwes dan

hangat adalah yang paling bermanfaat bagi pertumbuhan sosial, intelektual, moral

dan emosional anak (Bornstein & Bornstein, 2014).

13
A. Imunisasi

1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila

suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya

mengalami sakit ringan (Permenkes RI 12, 2017).

2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi terutama untuk memberikan perlindungan terhadap

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut Permenkes RI

(2017), program imunisasi di Indonesia memiliki tujuan umum untuk

menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit

yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Sedangkan, tujuan khusus

dari imunisasi ini diantaranya, tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap

(IDL) pada bayi sesuai target RPJMN (target tahun 2019 yaitu 93%),

tercapainya Universal Child Immunization/UCI (prosentase minimal 80%

bayi yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh

desa/kelurahan, dan tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi.

14
15
12

3. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan

menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi, tetapi dapat dirasakan oleh :

a. Anak, yaitu mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan

kemungkinan cacat atau kematian.

b. Keluarga, yaitu menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak

sakit, mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa

anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

c. Negara, yaitu memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat

dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Proverawati, 2010 : 5-6).

4. Jenis Penyelenggaraan Imunisasi Program


Imunisasi program adalah Imunisasi yang diwajibkan kepada

seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang

bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah

dengan Imunisasi. Imunisasi program terdiri dari imunisasi rutin, imunisasi

tambahan, dan imunisasi khusus (Permenkes RI 12, 2017).

a. Imunisasi Rutin

Imunisasi rutin merupakan imunisasi yang dilaksanakan secara

terus menerus dan berkesinambungan yang terdiri dari imunisasi dasar

dan imunisasi lanjutan (Permenkes RI 12, 2017).

12
13

1) Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar merupakan imunisasi awal yang diberikan

kepada bayi sebelum berusia satu tahun. Pada kondisi ini,

diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal.

Setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan untuk mendapatkan

imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1

dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis

campak/MR (Kemenkes RI, 2018).

2) Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

menjamin terjaganya tingkat imunitas pada anak baduta, anak usia

sekolah, dan wanita usia subur (Permenkes RI 12, 2017).

a) Imunisasi Lanjutan Pada Anak Baduta

Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar

untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk

memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah

mendapatkan imunisasi dasar yaitu dengan diberikan 1 dosis

DPT-HB-Hib pada usia 18 bulan dan 1 dosis campak/MR pada

usia 24 bulan. Perlindungan optimal dari pemberian imunisasi

lanjutan ini hanya didapatkan apabila anak tersebut telah

mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap (Kemenkes RI,

2018).

13
14

b) Imunisasi Anak Sekolah

Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia SD

diberikan pada kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)

yang diintegrasikan dengan kegiatan UKS. Imunisasi yang

diberikan adalah imunisasi campak, tetanus, dan difteri.

Imunisasi ini diberikan pada kelas 1 (campak dan DT), kelas 2

(Td), dan kelas 5 (Td) (Kemenkes RI, 2018).

c) Imunisasi Pada Wanita Usia Subur

Imunisasi yang diberikan pada wanita usia subur adalah

imunisasi tetanus toksoid difteri (Td) yang berada pada

kelompok usia 15-39 tahun baik itu WUS hamil (ibu hamil) dan

tidak hamil (Kemenkes RI, 2018).

b. Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang

diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena

penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu

tertentu (Kemenkes RI, 2018).

c. Imunisasi Khusus

Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan

masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti

persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan

perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan

14
15

kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu (Kemenkes RI,

2018).

5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi


Menurut buku ajar imunisasi yang disusun oleh pusat pendidikan dan

pelatihan tenaga kesehatan (2014), dijelaskan bahwa terdapat beberapa

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu sebagai berikut :

a. Tuberculosis (TBC)

Penyakit TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosa disebut juga batuk darah yang ditularkan

melalui pernafasan dan melalui bersin atau batuk. Gejala awal penyakit

ini adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar

keringat pada malam hari, gejala selanjutnya yaitu batuk terus

menerus, nyeri dada dan mungkin batuk darah, sedangkan gejala lain

timbul tergantung pada organ yang diserang. Komplikasi yang dapat

diakibatkan dari penyakit TBC adalah kelemahan dan kematian.

b. Difteri

Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium diphtheriae yang ditularkan melalui kontak fisik dan

pernafasan. Gejala yang timbul berupa radang tenggorokan, hilang

nafsu makan, demam ringan,dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-

biruan pada tenggorokan dan tonsil. Komplikasi yang dapat diakibatkan

dari penyakit difteri adalah gangguan pernafasan yang berakibat

kematian.

15
16

c. Pertusis

Pertusis merupakan penyakit pada saluran pernafasan yang

disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis yang ditularkan melalui

percikan ludah (droplet infection) dari batuk atau bersin. Gejala yang

timbul berupa pilek, mata merah, bersin, demam, batuk ringan yang

lama kelamaan menjadi parah dan menimbulkan batuk yang cepat dan

keras. Komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit pertusis adalah

Pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.

d. Tetanus

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium

tetani yang menghasilkan neurotoksin dan ditularkan melalui kotoran

yang masuk ke dalam luka yang dalam. Gejala awal yang timbul

berupa kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan

menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi terdapat

gejala berhenti menetek antara 3-28 hari setelah lahir dan gejala

berikutnya berupa kejang yang hebat dan tumbuh menjadi kaku.

Komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit tetanus adalah patah

tulang akibat kejang, Pneumonia, infeksi lain yang dapat menimbulkan

kematian.

e. Hepatitis B

Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus

hepatitis B yang merusak hati (penyakit kuning). Ditularkan secara

horizontal dari produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah,

16
17

melalui hubungan seksual dan secara vertikal dari ibu ke bayi selama

proses persalinan. Gejala yang ditimbul berupa merasa lemah,

gangguan perut, flu, urin menjadi kuning, kotoran menjadi pucat, dan

warna kuning bisa terlihat pada mata ataupun kulit. Komplikasi yang

diakibatkan dari penyakit hepatitis B adalah penyakit bisa menjadi

kronis yang menimbulkan pengerasan hati (Cirhosis Hepatitis), kanker

hati (Hepato Cellular Carsinoma) dan menimbulkan kematian.

f. Campak

Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus

myxovirus viridae measles dan ditularkan melalui udara (percikan

ludah) dari bersin atau batuk penderita. Gejala awal yang timbul berupa

demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjungtivitis (mata merah)

dan koplik spots, selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher,

kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi yang

diakibatkan dari penyakit campak adalah diare hebat, peradangan pada

telinga, infeksi saluran nafas (Pneumonia).

g. Rubella

Rubella atau campak jerman merupakan penyakit yang

disebabkan oleh virus rubella, sebuah togavirus yang menyelimuti dan

memiliki RNA genom untai tunggal. Virus ini ditularkan melalui jalur

pernafasan dan bereplikasi dalam nasofaring dan kelenjar getah bening

serta ditemukan dalam darah 5-7 hari setelah infeksi dan menyebar ke

seluruh tubuh. Rubella ditularkan melalui oral droplet, dari nasofaring

17
18

atau rute pernafasan. Gejala rubella pada anak biasanya berlangsung

dua hari yang ditandai dengan ruam awal pada wajah yang menyebar

ke seluruh tubuh, demam rendah kurang dari 38,3˚C, dan posterior

limfadenopati servikal. Sedangkan gejala pada anak yang lebih tua dan

orang dewasa gejala tambahan berupa pembengkakan kelenjar, dingin

seperti gejala, dan sakit sendi terutama pada wanita muda. Masalah

serius dapat terjadi berupa infeksi otak dan perdarahan (Ankas, 2015).

h. Poliomielitis

Poliomielitis merupakan penyakit pada susunan saraf pusat yang

disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2, atau 3 dan secara klinis

menyerang anak di bawah usia 15 tahun dan menderita lumpuh layu

akut dengan ditularkan melalui kotoran manusia (tinja) yang

terkontaminasi. Gejala yang timbul berupa demam, nyeri otot dan

kelumpuhan terjadi pada minggu pertama. Komplikasi yang diakibatkan

dari penyakit poliomielitis adalah bisa menyebabkan kematian jika otot

pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.

i. Radang Selaput Otak

Radang selaput otak (meningitis) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing, dan protozoa.

Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang

disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis

penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang

disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Penularan

18
19

kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan

droplet (tetesan) infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,

cairan bersin, dan cairan tenggorokan penderita (Ariya, 2012).

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas

mendadak, letargi, muntah, dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan

dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui fungsi lumbal.

Pada stadium I selama 2-3 minggu ditandai dengan gejala ringan dan

nampak seperti gejala infeksi biasa, stadium II berlangsung selama 1-3

minggu ditandai dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita

mengalami nyeri kepala yang hebat dan sangat gelisah, sedangkan

stadium III ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran

sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam

waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana

mestinya (Ariya, 2012).

j. Radang Paru-Paru

Radang paru-paru (pneumonia) adalah sebuah penyakit pada

paru-paru dimana (alveoli) yang bertanggungjawab menyerap oksigen

dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat

disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteri,

virus, jamur, atau parasit. Radang paru-paru dapat juga disebabkan

oleh penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu berlebihan

minum alkohol. Gejala yang berhubungan dengan radang paru-paru

termasuk batuk, demam. Radang paru-paru terjadi di seluruh kelompok

19
20

umur dan merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara

orangtua dan orang yang sakit menahun (Sahroni, 2012).

6. Jadwal Pemberian Imunisasi


Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi
Jenis Imunisasi Yang Interval Minimal untuk
Umur
Diberikan Jenis Imunisasi Yang Sama
0-24 jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak
Sumber: Permenkes RI 12, 2017

Catatan:

a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca

persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus

daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai

<7 hari.

b. Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,

Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.

c. Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan

sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.

d. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan

sebelum bayi berusia 1 tahun.

7. Pelayanan Kesehatan Imunisasi


Pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem terdiri dari subsistem

pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan rawat inap, rawat

jalan, dan sebagainya dan masing-masing subsistem terdiri sub-subsistem

20
21

lagi (Notoatmodjo, 2011 : 100). Jenis pelayanan kesehatan dasar menurut

PMK RI no 43 tahun 2016, terdiri dari pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu

bersalin, bayi baru lahir, balita, pada usia pendidikan dasar, pada usia

produktif, pada usia lanjut, penderita hipertensi, penderita DM, orang

dengan gangguan jiwa berat, orang dengan TB, dan pelayanan kesehatan

orang dengan risiko terinfeksi HIV.

Pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada bayi dan balita salah

satunya yaitu pemberian imunisasi dasar lengkap. Untuk pelayanan

imunisasi dasar dapat diperoleh di sarana Upaya Kesehatan

Bersumberdaya Masyarakat (UKMB) maupun di sarana pelayanan

kesehatan non UKBM.

a. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)

Menurut PMK nomor 65 tahun 2013, UKBM adalah wahana

pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan

masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat

dengan bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor, dan lembaga

terkait lainnya. Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya

fasilitasi yang bersifat non instruktif guna meningkatkan pengetahuan

dan kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi masalah

yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan

pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat.

21
22

1) Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)

Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) adalah wujud upaya

kesehatan bersumber daya masyarakat yang dibentuk oleh, untuk

dan bersama masyarakat setempat atas dasar musyawarah,

dengan bantuan dari tenaga profesional kesehatan dan dukungan

sektor terkait termasuk swasta dalam kerangka desa siaga demi

terwujudnya desa sehat. Kesehatan yang dilaksanakan adalah

pelayanan kesehatan dasar, mulai dari upaya promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif yang dipadukan dengan upaya kesehatan

lain yang berwawasan kesehatan dan berbasis masyarakat

setempat. Kegiatan tersebut dalam pelaksanaannya didukung oleh

unsur-unsur tenaga, sarana, prasarana dan biaya yang dihimpun

dari masyarakat, swasta, pemerintah (Kemenkes RI, 2016).

2) Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu adalah salah satu wadah peran serta masyarakat

yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama

masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan dasar dan

memantau pertumbuhan balita dalam rangka meningkatkan

kualitas sumber daya manusia secara dini. Kegiatan posyandu

terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau

pilihan. Kegiatan utama ini diantaranya Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, serta

pencegahaan dan penanggulangan diare (Kemenkes RI, 2016).

22
23

3) Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Polindes (Pos Bersalin Desa) adalah bangunan yang

dibangun dengan bantuan dana pemerintah dan partisipasi

masyarakat desa untuk tempat pertolongan persalinan dan

pemondokan ibu bersalin, sekaligus tempat tinggal Bidan di desa.

Di samping pertolongan persalinan juga dilakukan pelayanan

antenatal dan pelayanan kesehatan lain sesuai kebutuhan

masyarakat dan kompetensi teknis bidan tersebut (Kemenkes RI,

2016).

b. Non Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (Non UKBM)

1) Rumah Sakit

Menurut PMK RI no 56 tahun 2014, rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Tugas dan

fungsi rumah sakit yaitu melaksanakan pelayanan medis,

pelayanan penunjang medis, medis tambahan, penunjang medis

tambahan, kedokteran kehakiman, medis khusus, rujukan

kesehatan, kedokteran gigi, kedokteran sosial, penyuluhan

kesehatan, rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal

(observasi), rawat inap, administratif, melaksanakan pendidikan

paramedis, membantu pendidikan tenaga medis umum tenaga

23
24

medis spesialis, penelitian dan pengembangan kesehatan, dan

kegiatan penyelidikan epidemiologi (Mardiah, 2010).

2) Puskesmas

Menurut PMK RI no 75 tahun 2014, puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Upaya kesehatan di

puskesmas dilaksanakan secara terintegrasi dan

berkesinambungan yang meliputi upaya kesehatan masyarakat

esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya

kesehatan masyarakat esensial yaitu meliputi :

a) Pelayanan promosi kesehatan

b) Pelayanan kesehatan lingkungan

c) Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana

d) Pelayanan gizi

e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan

upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan

upaya yang sifatnya invatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan

intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah

24
25

kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya

yang tersedia di masing-masing puskesmas.

3) Pustu

Puskesmas Pembantu (Pustu) adalah unit pelayanan

kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan

membantu memperluas jangkauan puskesmas dengan

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas

dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil serta jenis dan

kompetensi pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan

tenaga dan sarana yang tersedia (Kemenkes RI, 2016).

4) Dokter Praktek

Dokter yang berprofesi khusus sebagai dokter praktek umum

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan strata pertama

(pelayanan kesehatan primer) dengan menerapkan prinsip-prinsip

kedokteran keluarga, terkadang dapat berfungsi di rumah sakit

sebagai koordinator, pembela hak pasien dan teman (advokasi)

dari tindakan-tindakan medis yang mungkin tidak optimal (Mardiah,

2010).

5) Bidan Praktek

Bidan praktek merupakan petugas kesehatan yang

memberikan pelayanan yang berkualitas, ramah-tamah, aman

nyaman, terjangkau dalam bidang kesehatan reproduksi, keluarga

berencana dan kesehatan umum dasar (Mardiah, 2010).

25
26

8. Kelengkapan Imunisasi Dasar


Seorang bayi dikatakan telah memperoleh imunisasi lengkap apabila

sebelum berumur satu tahun bayi sudah mendapatkan lima imunisasi dasar

lengkap yaitu satu kali imunisasi Hepatitis B diberikan pada bayi <24 jam

atau sampai <7 hari pasca persalinan, satu kali imunisasi BCG diberikan

ketika bayi berumur 1-2 bulan, tiga kali imunisasi DPT-HB-HiB diberikan

ketika bayi berumur 2,3,4 bulan dengan interval minimal empat minggu,

empat kali imunisasi polio diberikan pada bayi ketika berumur 1,2,3,4

dengan interval minimal empat minggu, dan satu kali imunisasi campak/MR

diberikan pada bayi berumur 9 bulan.

Idealnya seorang anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai

umurnya sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi dapat optimal (Depkes dalam Mulyati, 2013).

Adapun jenis-jenis imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada bayi

sebelum berusia satu tahun, yaitu :

a. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu

penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Efek samping imunisasi

umumnya tidak ada, jika pun terjadi yaitu berupa keluhan nyeri pada

tempat suntikan yang disusul demam dan pembengkakan, reaksi ini

akan menghilang dalam waktu dua hari. Kontra-indikasi imunisasi

26
27

hepatitis B yaitu tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit

berat (Maryunani, 2010 : 221-222).

b. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC),

yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular. Efek samping umumnya

tidak ada, namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar

getah bening di ketiak atau leher bagian bawah dan biasanya akan

sembuh sendiri. Kontra-indikasi imunisasi BCG yaitu tidak dapat

diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan uji

mantoux positif atau pada anak yang mempunyai penyakit kulit yang

berat/menahun (Maryunani, 2010 : 215-217).

c. Imunisasi DPT-HB-Hib

Imunisasi DPT-HB-Hib merupakan imunisasi yang diberikan

untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, tetanus,

pneumonia (radang paru), dan meningitis (radang selaput otak). Efek

samping biasanya berupa bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi

suntikan disertai demam dapat timbul. Kontra-indikasi imunisasi yaitu

tidak dapat diberikan pada anak yang mempunyai penyakit atau

kelainan saraf baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsy,

menderita kelainan saraf, anak yang sedang demam/sakit keras dan

yang mudah mendapatkan kejang dan mempunyai sifat alergi, seperti

eksim atau asma (Maryunani, 2010 : 217-218).

27
28

d. Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit

radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh.

Kontra-indikasi imunisasi polio yaitu ditangguhkan pada anak dengan

diare berat atau sedang sakit parah seperti demam tinggi (di atas 38˚C)

dan tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit gangguan

kekebalan, HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, serta pada

anak yang sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan

radiasi umum (Maryunani, 2010 : 218-219).

e. Imunisasi Campak

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Efek samping

mungkin terjadi demam ringan dan terdapat efek kemerahan/bercak

merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan,

kemungkinan terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan.

Kontra-indikasi imunisasi campak yaitu pada anak dengan penyakit

infeksi akut yang disertai demam, gangguan kekebalan, TBC tanpa

pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit keganasan, serta pada

anak dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur, kanamisin, dan

eritromisin (antibiotik) (Maryunani, 2010 : 219-220).

28
29

B. Faktor-Faktor Yang Behubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar


(Teori Health Belief Model)

Faktor penentu yang mempengaruhi pemberian imunisasi pada

masyarakat adalah perilaku masyarakat tersebut. Dengan demikian, faktor

perilaku hanyalah sebagian dari masalah yang harus di upayakan untuk menjadi

individu dan masyarakat yang sehat. Menurut teori Health Belief Model perilaku

seseorang ditentukan oleh motif dan kepercayaan individu. Health Belief Model

merupakan suatu model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan

individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan

perilaku sehat yang berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas

kesehatan (Nata, 2018).

Teori Health Belief Model oleh Becker dalam Notoatmodjo (2012),

menjelaskan bahwa orang tidak akan menggunakan pelayanan kesehatan

medis jika tidak mempunyai pengetahuan dan motivasi relevan tentang

kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi individu mengenai ancaman

penyakit dan keyakinan terhadap nilai manfaat dan tindakan kesehatan. Apabila

individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat

variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang

dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang

diterima dari rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya,

dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. Komponen-kompenan Health

Belief Model (HBM) tersebut diantaranya :

29
30

1. Faktor Modifikasi
Faktor modifikasi adalah faktor yang mempengaruhi kerentanan,

keseriusan, ancaman, manfaat, dan hambatan yang dirasakan. Faktor

modifikasi ini dapat meningkatkan atau mengurangi partisipasi dalam

melakukan perilaku kesehatan (Smet, 1994). Faktor modifikasi ini terdiri

dari:

a. Variabel demografi (usia, jenis kelamin)

1) Usia

Menurut Notoatmodjo (2014), usia adalah umur individu yang

terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin

cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Anonim). Menurut

penelitian Kim dalam Pratiwi (2014) mengungkapkan bahwa usia

20-35 tahun memiliki kematangan dan cukup berpengalaman

menjadi ibu sehingga mereka telah memperhatikan anak mereka

khususnya dalam pemberian imunisasi dasar. Supartini dalam

Oktafiani (2014), menyatakan bahwa rentang usia tertentu (20-35

tahun) adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan.

Hasil penelitian Yuliani (2019), menyimpulkan bahwa ibu

yang berusia 20-35 tahun akan berpeluang memberikan imunisasi

pada bayinya sebesar 3,379 kali dibandingkan dengan ibu yang

berusia <20 tahun dan >35 tahun, dan secara statistik terdapat

hubungan antara usia ibu dengan cakupan imunisasi (p=0,001).

30
31

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomis

(khususnya sistem reproduksi dan hormonal), diikuti dengan

karakteristik fisiologi tubuh yang menentukan seseorang adalah

laki-laki atau perempuan (Depkes dan Emilda, 2018).

b. Variabel sosial psikologi (kelas sosial ekonomi)

Kelas sosial dapat diketahui berdasarkan ekonominya. Dalam

hal ini yang dimaksud adalah tinggi rendahnya kelas sosial seseorang

di masyarakat akan dilihat dari tinggi rendahnya perekonomiannya.

Semakin tinggi ekonomi seseorang maka semakin tinggi kelas

sosialnya dan berlaku sebaliknya (Peter Beger dalam Noviyanti, 2018).

c. Variabel struktural (pengetahuan)

Menurut Notoatmodjo (2012: 138), pengetahuan merupakan hasil

dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan

yang tercangkup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan,

yang terdiri dari:

31
32

1) Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Contohnya seseorang tahu apa saja imunisasi dasar lengkap yang

perlu diberikan pada bayi.

2) Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Contohnya

setelah seseorang itu tahu apa saja imunisasi dasar lengkap yang

perlu diberikan pada bayi, orang tersebut akan menyimpulkan dan

memikirkan dampak selanjutnya jika tidak diberikan imunisasi

dasar.

3) Aplikasi (aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Contohnya setelah mengetahui dan memikirkan ke dalam jangka

panjang, orang tersebut mulai melakukan untuk pemberian

imunisasi dasar dengan menggunakan buku panduan atau materi

mengenai imunisasi dasar lengkap.

32
33

4) Analisis (analysis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain. Contohnya setelah seseorang melakukan aplikasi

dari apa yang diketahuinya, orang tersebut bisa mengelompokkan

manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari imunisasi dasar untuk

bayi dan dirinya sendiri.

5) Sintesis (synthesis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Contohnya apabila seseorang sudah mengetahui

manfaat dari imunisasi dasar yang diperoleh bayinya, orang

tersebut akan mulai merencanakan untuk pemberian imunisasi

hingga sembilan bulan atau sebelum bayi berusia satu tahun

sesuai dengan teori dan pengetahuan yang didapat.

6) Evaluasi (evaluation)

Diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Contohnya jika

seseorang sudah bisa menerapkan pemberian imunisasi dasar

berdasarkan materi yang dia pelajari, dia akan bisa membedakan

antara pertumbuhan bayi yang diberi imunisasi dasar lengkap dan

bayi yang tidak diberi imunisasi dasar lengkap.

33
34

Pengetahuan ini akan menjadi motivasi seseorang untuk

melakukan tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih konsisten atau menetap dibandingkan tindakan tanpa didasari

pengetahuan (Diana, 2018). Berdasarkan hasil penelitian Suryawati

(2016), mengatakan ibu yang memiliki pengetahuan kurang berpeluang

8,4 kali untuk imunisasi tidak lengkap dibandingkan dengan anak dari

ibu yang memiliki pengetahuan yang baik.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan isi materi yang diukur dari subjek

penelitian atau responden. Dalam membuat kategori tingkat

pengetahuan bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang

diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya >50%

b. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤50%

(Budiman dalam Pratiwi, 2018).

2. Kerentanan yang Dirasakan (Perceived Susceptibility)

Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) dapat diartikan

bahwa individu akan melakukan tindakan kesehatan jika ia memandang

bahwa dirinya rentan terkena penyakit tertentu. Kerentanan yang dirasakan

yaitu bagaimana individu cenderung percaya bahwa mereka mendapatkan

penyakit. Jika individu melihat kesempatan untuk mendapatkan penyakit

rendah dan mereka tidak melihat diri mereka beresiko terhadap penyakit,

maka mereka tidak mungkin untuk terlibat dalam perilaku pencegahan dan

34
35

individu mengganggap perilaku pencegahan tidak akan menghasilkan

manfaat, sebaliknya individu akan melakukan tindakan pengobatan atau

pencegahan apabila individu dan keluarganya merasakan sangat beresiko

atau rentan terhadap suatu penyakit (Suryawati, 2016). Dengan kata lain,

suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila

seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap

penyakit tersebut (Notoatmodjo, 2012 : 232).

Penelitian ini menjelaskan ibu akan mengimunisasikan anaknya jika ia

merasa bahwa anaknya rentan dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi. Menurut hasil penelitian Puri (2016), mengatakan ibu

yang memiliki persepsi bahwa bayinya rentan untuk mengalami penyakit-

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, memiliki kemungkinan lebih

besar untuk mengimunisasikan bayinya daripada ibu yang memiliki persepsi

bayinya tidak rentan mengalami penyakit-penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi.

3. Keseriusan yang Dirasakan (Perceived Seriousness)

Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) dapat diartikan

bahwa tindakan individu untuk mencari pengobatan atau pencegahan dari

suatu penyakit didorong dari persepsi keseriusan penyakit tersebut oleh

individu. Semakin besar persepsi keseriusan suatu penyakit atau perilaku

yang dapat menimbulkan penyakit maka semakin besar individu akan

melakukan tindakan pencegahan. Jadi keseriusan yang dirasakan

35
36

terhadap penyakit akan mendorong tindakan individu untuk mencari

pengobatan dan pencegahan penyakit (Notoatmodjo, 2012 : 232).

Penelitian ini menjelaskan ibu akan mengimunisasikan anaknya jika ia

mengetahui keseriusan penyakit yang dihadapinya, sehingga ia akan

mencari pencegahan penyakit dengan mengimunisasikan anaknya. Hasil

penelitian Suryawati (2016), menyatakan ibu yang memiliki perceived

seriousness rendah memiliki peluang 4 kali untuk tidak membawa anak

imunisasi lengkap di bandingkan anak dari ibu yang memiliki perceived

seriousness tinggi.

4. Ancaman yang Dirasakan (Perceived Threat)

Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka mengacu pada sejauh

mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau rasa sakit benar-benar

mengancam dirinya. Jika ancaman meningkat, maka perilaku pencegahan

juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini

berdasarkan pada (a) kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)

yaitu kemungkinan bahwa individu dapat mengembangkan masalah

kesehatan menurut kondisi mereka. (b) keseriusan yang dirasakan

(perceived seriousness) yaitu individu mengevaluasi keseriusan jika

penyakit tersebut muncul akibat ulah dirinya sendiri atau penyakit tidak

ditangani. Ancaman ini menjadi pertimbangan individu dalam memutuskan

melakukan melakukan tindakan pencegahan atau tidak (Agustini, 2014).

36
37

5. Manfaat yang Dirasakan (Perceived benefis)

Manfaat yang dirasakan (perceived benefis) adalah keyakinan bahwa

tindakan atau perilaku tertentu akan menguntungkan individu dimana

manfaat yang dirasakan akan melindungi individu dari penyakit atau

dampak dari penyakit. Manfaat yang dirasakan adalah keyakinan penting

yang mempengaruhi pilihan individu untuk terlibat dalam perilaku

kesehatan. Semakin besar manfaat yang dirasakan, semakin besar

kemungkinan mengambil tindakan pencegahan. Manfaat yang dirasakan

dari pencegahan penyakit merupakan keyakinan bahwa mengambil

tindakan tertentu akan mengurangi dampak dari penyakit atau gangguan.

Jika orang memiliki persepsi bahwa suatu penyakit tidak perlu dicegah,

maka mereka tidak mungkin untuk terlibat dalam tindakan pencegahan, sisi

lain individu yang percaya bahwa tindakan tertentu dapat mencegah

penyakit maka ada motivasi individu yang lebih besar untuk terlibat dalam

perilaku kesehatan (Suryawati, 2016).

Penelitian ini menjelaskan ibu akan mengimunisasikan anaknya

karena sudah mengetahui kerentanan dan keseriusan terhadap suatu

penyakit, tetapi kebutuhan akan muncul jika ia mengetahui manfaat dari

pemberian imunisasi pada anak. Berdasarkan hasil penelitian Puri (2016),

ibu yang memiliki persepsi bahwa imunisasi bayi bermanfaat, memiliki

kemungkinan 1.83 lebih besar untuk mengimunisasikan bayinya daripada

ibu yang memiliki persepsi bahwa imunisasi bayi tidak bermanfaat.

37
38

6. Hambatan yang Dirasakan (Perceived barriers)

Hambatan yang dirasakan (perceived barriers) adalah persepsi

tentang aspek negatif yang berkontribusi dalam melakukan tindakan

kesehatan. Aspek negatif ini menjadi hambatan yang dirasakan individu

untuk melakukan tindakan pencegahan. Hambatan yang dirasakan individu

merupakan keyakinan penting yang berkaitan dengan pilihan individu untuk

terlibat dalam perilaku kesehatan. Semakin besar hambatan yang dirasakan

maka semakin rendah kemungkinan mengambil tindakan pencegahan

tersebut, sebaliknya jika individu menganggap hambatan yang dirasakan

kecil daripada manfaat yang akan didapatkannya maka individu akan

melakukan tindakan pencegahan (Suryawati, 2016). Penelitian ini

menjelaskan ibu akan mengimunisasikan anaknya jika ibu tersebut merasa

bahwa manfaat imunisasi ini lebih besar dibandingkan dengan hambatan

yang dirasakan bila anak terserang penyakit infeksi (PD3I) akan

membutuhkan biaya yang lebih besar untuk pengobatan dikemudian hari.

Berdasarkan penelitian Suryawati (2016), menyatakan ibu yang

memiliki perceived barriers tinggi memiliki peluang 38,9 kali untuk imunisasi

tidak lengkap di bandingkan ibu yang memiliki perceived barriers rendah.

7. Isyarat untuk Bertindak (Cues to action)

Isyarat untuk bertindak (cues to action) adalah pendorong untuk

bertindak, untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang

kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-

isyarat untuk bertindak yang berupa faktor eksternal. Misalnya, pesan-

38
39

pesan di media, melalui nasihat/anjuran kawan atau anggota keluarga lain

dari si sakit, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012 : 233).

Penelitian ini menjelaskan ibu akan mengimunisasikan anaknya jika ia

sudah mendapatkan semua kebutuhan yang dirasakan dan ia mendapat

dukungan dari lingkungannya. Berdasarkan hasil penelitian Putri Soekarno

(2016), menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara isyarat untuk

bertindak dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada balita.

a. Pesan-Pesan di Media

Pesan di media ini dapat berupa iklan sebagai suatu informasi

dari suatu produk. Iklan juga dapat dikatakan suatu bentuk metode

promosi produk sehingga membuat konsumen tertarik karena menjadi

tujuan mengapa iklan itu dibuat. Semakin banyak orang tertarik maka

semakin baik iklan tersebut, dengan kata lain iklan yang baik harus

menjadi perhatian bagi orang lain. Ketertarikan individu terhadap

sesuatu objek pasti diawali dengan adanya perhatian pada obyek

tertentu (Suryawati, 2016). .

b. Teman dan Keluarga

Dampak kesakitan yang disebabkan oleh tindakan imunisasi

pada keluarga dan teman dapat menjadi pendorong individu untuk

melakukan imunisasi. Misalnya, anak temannya yang diketahui tidak

melakukan imunisasi tiba-tiba terserang penyakit campak yang

semakin parah dan diperlukan perawatan. Individu tersebut telah

mengetahui bahwa penyebab terserangnya penyakit tersebut

39
40

disebabkan karena tidak imunisasi campak. Jika individu berada dalam

situasi ini dan ia kemudian melakukan imunisasi pada anaknya atau

tidak menunda lagi untuk imunisasi maka kejadian ini merupakan

isyarat bagi individu untuk bertindak yaitu tindakan menghindari

penyakit-penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.

c. Nasihat dari Tenaga Kesehatan

Individu mungkin sering mendapatkan penyuluhan tentang

pentingnya imunisasi oleh petugas kesehatan. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk memberikan informasi/pesan yang perlu dilakukan

secara berulang. Informasi berulang dari pertugas kesehatan yaitu

seseorang yang berkompeten di bidang kesehatan dianggap sebagai

sebuah dorongan untuk individu dalam melakukan tindakan sesuai

pesan yang diharapkan oleh petugas kesehatan tersebut.

40
41

2.1.1 Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)

2.1.1.1 Pengertian Manajemen Terpadu Bayi Muda

Bayi muda adalah bayi dengan rentang usia kurang dari 2 bulan.

Pada bayi sistem fungsi tubuh belum sempurna sehingga bayi rawan

mengalami masalah yang memerlukan tatalaksana yang tepat.

Tatalaksana yang kurang tepat diduga dapat menyebabkan komplikasi

dan kematian pada bayi (Kemenkes RI, 2010).

MTBM merupakan suatu pendekatan yang terpadu dalam

tatalaksana bayi umur kurang dari 2 bulan, baik dalam keadaan sehat

maupun sakit, baik yang datang ke fasilitas rawat jalan maupun yang

dikunjungi oleh tenaga kesehatan

41
42

pada saat kunjungan neonatal (Kemenkes RI, 2019). MTBM adalah

strategi yang mengintegrasikan semua langkah yang tersedia untuk

promosi kesehatan, pencegahan dan manajemen terpadu penyakit anak

melalui deteksi dini dan pengobatan yang efektif (Seid & Sendo, 2018).

Fokus pelayanan MTBM terletak pada perawatan bayi baru lahir

melalui kunjungan rumah dan memperbaiki praktek perawatan bayi baru

lahir di rumah, selain peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan dalam

mengelola bayi yang sakit di fasilitas kesehatan (Prinja et al., 2016).

Menurut Putra et al., 2012 dalam melaksanakan MTBM, bidan

diwajibkan mengisi formulir bayi muda supaya penerapannya menjadi

lebih sistematis.

Menurut Kemenkes RI (2010), salah satu intervensi efektif untuk

mempercepat penurunan angka kematian neonatus dan bayi yaitu

dengan menerapkan MTBM berupa standar pelaksanaan tatalaksana

bayi muda secara terpadu di fasilitas kesehatan dasar. Senada dengan

jurnal penelitian dari Anggraini (2018) bahwa MTBM sangat cocok

diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan

angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi apabila di laksanakan

dengan lengkap dan baik.

Bayi muda mudah sekali menjadi sakit, cepat menjadi berat dan

serius bahkan meninggal terutama pada satu minggu pertama

kehidupan bayi. Guna mengantisipasi kondisi tersebut, program KIA

memberikan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir melalui

kunjungan neonatal oleh tenaga kesehatan. Secara teknis penerapan

42
43

MTBM diutamakan pelaksanaannya oleh bidan pada saat kunjungan

neonatal I (KN1) sampai kunjungan neonatal III (KN3). Melalui

43
44

kegiatan ini bayi baru lahir dapat dipantau kesehatannya dan di lakukan

deteksi dini. Jika ditemukan masalah petugas kesehatan dapat

menasehati dan mengajari ibu untuk melakukan asuhan dasar bayi

muda di rumah, bila perlu merujuk bayi segera. Senada dengan yang di

sampaikan oleh Hartaty et al., 2018 bahwa tujuan MTBM disamping

untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, juga peningkatan

pelayanan kesehatan anak, untuk mengetahui apakah anak perlu dirujuk

atau tidak, memberikan kemampuan bagi keluarga dan masyarakat

untuk dapat melakukan perawatan dirumah.

Menurut Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang tentang

penyelenggaraan praktik kebidanan kedudukannya lebih tinggi dari PP

No. 52 tahun 200 tentang pekerjaan kefarmasian, hal ini dapat menjadi

payung hukum bagi seorang bidan dalam menangani bayi dengan

pemberian obat sesuai dengan panduan MTBM (Anggraini, 2018).

2.1.1.2 Pelaksanaan Manajemen Terpadu Bayi Muda

Proses manajemen kasus disajikan dalam bagan yang

memperlihatkan urutan langkah-langkah dan penjelasan cara

pelaksanaannya, yaitu:

(1) Penilaian dan Klasifikasi

Penilaian berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Jika seorang anak atau bayi muda dibawa ke

klinik, petugas kesehatan menggunakan komunikasi yang baik untuk

menanyakan kepada ibu tentang masalah anaknya, memeriksa

adakah tanda bahaya umum yang menunjukkan kondisi yang

44
45

mengancam jiwa dan memeriksa bayi muda

45
46

untuk tanda dan gejala, pemberian vitamin K1 dan imunisasi

(Kemenkes RI, 2017).

Klasifikasi berarti membuat keputusan mengenai penyakit

atau masalah serta tingkat keparahannya dan merupakan suatu

kategori untuk menentukan tindakan berdasarkan algoritma pada

buku bagan. Buku bagan terdapat 3 warna yaitu:

1) Merah muda artinya bayi sakit berat dan harus dirujuk segera setelah

diberi pengobatan pra rujukan.

2) Kuning artinya bayi dapat berobat jalan dan membutuhkan pengobatan

medis spesifik dan nasihat.

3) Hijau artinya bayi sakit ringan dan cukup diberi nasihat sederhana

tentang penanganan di rumah.

Menurut Kemenkes RI (2019), penilaian bayi muda umur

kurang dari 2 bulan terdiri dari:

1) Menilai dan Mengklasifikasikan Kemungkinan Penyakit

Sangat Berat atau Infeksi Bakteri

Infeksi pada bayi muda dapat terjadi secara sistemik atau

lokal. Infeksi sistemik umumnya menggambarkan gangguan

fungsi sistem organ seperti tidak mau minum atau memuntahkan

semua, gangguan kesadaran sampai kejang, gangguan nafas,

atau hipotermia. Pada infeksi lokal, bagian yang terinfeksi

biasanya teraba panas, bengkak, merah. Infeksi lokal yang

sering terjadi pada bayi muda adalah infeksi pada tali pusat, kulit,

mata dan telinga (Kemenkes RI, 2019).


46
47

WHO telah merekomendasikan kepada tenaga kesehatan yang

terlatih dapat memberikan pengobatan rawat jalan pada bayi baru

lahir dan bayi muda usia 0-59 hari dengan penyakit sangat berat atau

infeksi bakteri berat sebelum dilakukan rujukan untuk diberikan dosis

pertama antibiotik intramuskuler berupa injeksi gentamicin (Hailegebriel et

al., 2017).

Di Asia Selatan, Afrika Sub Sahara dan Amerika Latin,

insiden infeksi bakteri berkisar 5,5 per 1.000 kelahiran hidup

terjadi pada bulan pertama kehidupan dan mengakibatkan 718.000

kematian neonatal secara global pada tahun 2010 (Lee et al.,

2014). Senada dengan yang disampaikan oleh Singh, bahwa

seperlima dari kematian neonatal terjadi karena infeksi bakteri

berat (Singh et al., 2015).

Periksalah untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau

infeksi bakteri untuk semua bayi yang dibawa ke tempat

pelayanan kesehatan atau setiap melakukan kunjungan rumah

dengan memeriksa tanda dan gejala yang ada.

Cara menilai kemungkinan penyakit sangat berat atau

infeksi bakteri:

(1) Memeriksa apakah bayi tidak mau minum atau memuntahkan

semua?

Bayi yang menunjukan tanda tidak mau minum atau

menyusu jika bayi terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa

mengisap atau menelan apabila diberi minum atau disusui.


47
48

Bayi yang mempunyai tanda memuntahkan semuanya jika

bayi sama sekali tidak dapat

48
49

menelan apapun. Semua cairan atau makanan yang masuk

akan keluar lagi. Bayi yang tidak bida minum atau malas

minum atau memuntahkan semuanya membutuhkan rujukan

segera.

(2) Memeriksa gejala kejang

Kejang merupakan tanda kelainan susunan saraf

pusat dan merupakan keadaan darurat. kejang pada bayi

umur ≤ 2 hari berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir dan

kelainan bawaan, sedangkan kejang > 2 hari dikaitkan

dengan tetanus neonatorum, infeksi dan kelainan metabolik

seperti kurangnya kadar gula darah. Pada bayi kurang bulan,

kejang lebih sering disebabkan oleh perdarahan intrakranial.

Tanyakan pada ibu, adakah riwayat kejang pada episode

sakit ini. Jika ibu mengatakan bayinya kejang atau ada

gerakan yang tidak biasa, pikirkan kemungkinan bayi kejang.

Lihat adakah gerakan yang tidak terkendali atau gerakan

yang berulang-ulang pada mulut (menguap, mengunyah atau

menghisap), pada mata seperti kelopak mata berkedip-kedip,

adanya gerakan cepat bola mata, mata mendelik atau bola

mata berputar-putar dan pada anggota gerak misalnya kaki

seperti mengayuh sepeda, tangan seperti petinju atau

gerakan tangan dan atau kaki berulang-ulang satu sisi. Pada

bayi normal kadang ditemukan gerakan tidak terkendali,

namun gerakan tersebut berhenti jika disentuh atau di

49
50

elus-elus, sedangkan pada kejang, gerakan tersebut tetap ada.

Tremor atau gemetar adalah gerakan halus yang konstan.

Tremor disertai kesadaran menurun, menunjukkan

kemungkinan bayi kejang. Tremor tanpa penurunan

kesadaran biasanya disebabkan oleh kadar gula darah turun.

Mulut yang mencucu seperti mulut ikan merupakan

tanda yang cukup khas pada tetanus neonatorum. Lihat dan

raba apakah bayi kaku seluruh tubuh dengan atau tanpa

rangsangan?

Dengar, adakah bayi menangis melengking tiba-tiba atau

terus menerus. Hal ini dapat menunjukkan adanya proses

tekanan intra kranial yang meninggi atau kerusakan susunan

saraf pusat lainnya.

Raba, adakah bayi kaku seluruh tubuh dengan atau tanpa

rangsangan.

(3) Memeriksa gejala gangguan nafas

Bayi menunjukkan adanya gangguan nafas jika

frekuensi nafasnya cepat (≥ 60 kali/menit) atau lambat (< 40

kali/menit) dan menetap. Biasanya disertai tanda/gejala

sianosis, tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat,

pernafasan cuping hidung dan terdengar suara merintih.

Menghitung nafas bayi harus 1 menit penuh. Jika

hitungan pertama ≥ 60 kali/menit, ulangi menghitung. Hasil

hitungan yang kedua merupakan frekuensi nafas bayi untuk

50
51

menentukan cepat atau lambat.

51
52

(4) Memeriksa gejala hipotermia

Suhu normal bayi muda adalah 36,5 sampai 37,5ºC.

Bayi dikatakan demam jika suhu badannya 37,5ºC atau lebih

dan hipotermia jika suhu badannya kurang dari 36,5 ºC, dan

disebut hipotermi berat jika suhu < 35,5ºC dan hipotermi

sedang jika suhu 35,5 – 36,0ºC. Untuk mengukur suhu

badan, gunakan termometer pada aksilar selama 5 menit.

Jika tidak ada termometer, dapat meraba bagian tangan, kaki

atau badan bayi untuk mengetahui apakah demam atau

dingin.

(5) Memeriksa infeksi bakteri lokal

Infeksi bakteri lokal yang sering terjadi pada bayi

muda adalah infeksi pada kulit, mata dan pusar. Periksa

seluruh badan bayi apakah ada tanda berupa bercak merah

atau benjolan berisi nanah (pustul) dikulit pada daerah yang

tertutup, misalnya lipatan leher dan ketiak.

Mata bayi baru lahir yang bernanah merupakan tanda

infeksi mata. Berat ringannya infeksi tersebut terlihat dari

banyaknya produksi nanah dan bengkaknya mata bayi.

Lihat apakah pusar kemerahan/bernanah. Jika

kemerahan, apakah meluas sampai ke dinding perut lebih dari

1 cm dan apakah pusar berbau busuk. Pusar yang terinfeksi,

di daerah pangkal tali pusat biasanya kemerahan,

mengeluarkan nanah, atau pusar berbau. Jika

52
53

kemerahan meluas ke kulit daerah perut berarti bayi

mengalami infeksi berat.

Tabel 1.1. Klasifikasi kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi


bakteri.
GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN

Terdapat salah satu atau lebih 1. Jika ada kejang, tangani kejang
tanda berikut: 2. Cegah agar gula darah tidak
1. Tidak mau minum atau turun
memuntahkan semua 3. Jika ada gangguan nafas, tangani
2. Riwayat kejang gangguan nafas
3. Bayi bergerak hanya 4. Jika ada hipotermia, tangani
ketika distimulasi atau hipotermia
tidak bergerak sama 5. Beri dosis pertama antibiotik
sekali Penyakit sangat intramuskuler
4. Nafas cepat (≥ 60 berat atau 6. Nasihati cara menjaga bayi tetap
kali/menit) infeksi bakteri hangat di perjalanan
5. Nafas lambat (< 40 7. Rujuk segera
berat
kali/menit)
6. Tarikan dinding dada
kedalam yang sangat
kuat
7. Suhu tubuh ≥ 37,5˚C
8. Suhu tubuh < 36,5˚C
9. Mata bernanah banyak
10. Pusar kemerahan meluas
sampai ke dinding perut
>
1 cm/bernanah
Terdapat salah satu tanda 1. Jika ada pustul dikulit atau pusar
atau lebih tanda berikut: bernanah, beri antibiotik oral
1. Mata bernanah sedikit 2. Jika ada mata bernanah, beri
Pusar kemerahan / Infeksi bakteri salep/tetes mata antibiotik
2.
bernanah 3. Ajari ibu cara mengobati infeksi
lokal
3. Pustul di kulit lokal di rumah
4. Lakukan asuhan dasar bayi muda
5. Nasihati kapan kembali segera
6. Kunjungan ulang dalam 2 hari
Tidak terdapat salah satu Mungkin bukan 1. Ajari ibu cara merawat bayi
tanda diatas dirumah
infeksi
Sumber : Algoritma MTBS versi 2015 (Kemenkes, 2019)

Keterangan:
: Pengobatan pra rujukan dan rujukan segera
: Pengobatan medis spesifik dan nasihat
: Nasihat sederhana tentang penanganan di rumah

53
54

2) Menilai dan Mengklasifikasikan Ikterus

Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada

sklera, selaput lender, kulit dan organ lain akibat penumpukan

bilirubin (Marmi, dkk, 2012). Rohani et al., (2017) mengatakan

bahwa ikterus adalah suatu gejala diskolorasi kuning pada kulit,

konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin.

Menurut Kemenkes RI (2019), ikterus pada bayi baru lahir

dapat merupakan fisiologik dan patologik. Yang bersifat patologik

dikenal sebagai hiperbilirubinemia yang dapat mengakibatkan

ganguan susunan saraf pusat (kern icterus) atau kematian.

Menurut Dewi (2011), pembagian ikterus ada 2 yaitu

(1) Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang dialami oleh bayi

baru lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak

berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus fisiologis memiliki

tanda-tanda berikut

a) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.

b) Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus

cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg%

per hari.

d) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%.

e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

54
55

(2) Patologis

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai

dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai

yang disebut hiperbilrubinemia. Ikterus patologis memiliki

tanda dan gejala:

a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama dan berdasarkan

Kemenkes RI (2017) juga dapat terjadi pada hari ke-14 atau

lebih.

b) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan

dan melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin melebihi 5 mg% per hari.

d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

e) Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%.

f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

Tabel 2.2. Derajat kekuningan digunakan rumus Kramer


Kadar
Daerah Luas Ikterus
Bilirubin
1 Kepala dan leher 5
2 Bagian 1 (+) badan bagian atas
3 Daerah 1,2 (+) badan bagian bawah dan tungkai 9
4 Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki dibawah
11
dengkul
5 Daerah 1,2,3,4 (+) tangan dan kaki 12

>12,5

Sumber : Marmi (2012)


Menurut Kemenkes RI (2019), cara penilaian klinis ikterus

adalah sebagai berikut:

(1) Lihat apakah mata dan kulit kuning? Apakah telapak tangan dan kaki

kuning?

55
56

Memeriksa ikterus sebaiknya dibawah cahaya matahari.

Tekan kulit pada dahi dengan jari sampai memucat, kemudian

angkat jari dan

56
57

lihat perubahan warna apakah menjadi kuning. Jika kuning,

berarti bayi ikterus. Guna melihat tingkat keparahan, ulangi

proses tersebut pada telapak tangan dan kaki.

(2) Jika ditemukan ikterus, tanyakan pada umur berapa mulai timbul kuning?

Sangat penting untuk mengetahui kapan ikterus timbul,

kapan menghilang dan sampai bagian tubuh mana kuning

terlihat.

(3) Tanya dan lihat apakah warna tinja bayi pucat?

Tinja berwarna pucat seperti dempul menandakan adanya

sumbatan aliran bilirubin pada sistem empedu, baik didalam

maupun diluar hati dan bayi perlu dirujuk untuk pemeriksaan

lebih lanjut.

Tabel 2.3. Klasifikasi Ikterus


GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN

1. Timbul kuning pada hari 1. Cegah agar gula darah tidak


pertama (<24 jam) setelah turun
lahir atau 2. Nasihati cara menjaga bayi
Ikterus berat
2. Kuning ditemukan pada tetap hangat selama
umur setelah 14 hari atau perjalanan
3. Kuning sampai telapak 3. Rujuk segera
tangan atau kaki
1. Timbul kuning pada umur > 1. Lakukan asuhan dasar bayi
24 jam sampai dengan umur muda
14 hari dan Ikterus 2. Menyusui lebih sering
2. Kuning tidak sampai telapak 3. Nasihati kapan kembali
tangan atau kaki segera
4. Kunjungan ulang 1 hari
1. Tidak kuning Tidak ada 1. Lakukan asuhan dasar bayi
ikterus muda

Sumber: Algoritma MTBS versi 2015 (Kemenkes, 2019)

Keterangan:
: Pengobatan pra rujukan dan rujukan segera

57
58

: Pengobatan medis spesifik dan nasihat


: Nasihat sederhana tentang penanganan di rumah

58
59

3) Menilai dan Mengklasifikasikan Diare

Menurut Dewi (2011), diare adalah pengeluaran feses

yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih

banyak dari biasanya. Neonatus dikatakan diare bila sudah lebih

dari 4 kali buang air besar.

Mengeluarkan tinja secara berulang dan lunak pada bayi

yang minum ASI tidak disebut diare, selama berat badan bayi

meningkat normal. Hal ini merupakan intoleransi laktosa

sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran

cerna.

Cara penilaian klinis diare adalah sebagai berikut:

(1) Tanyakan apakah bayi diare?

Jika ibu menjawab ya atau keluhan utama ibu adalah

bayi diare, tanyakan sudah berapa lama.

(2) Lihat keadaan umum bayi. Apakah bayi letargis atau tidak sadar?

Apakah bayi gelisah/rewel?

Jika bayi bergerak hanya jika dirangsang dan

kemudian berhenti bergerak, atau sama sekali tidak

bergerak, ini merupakan tanda kondisi yang serius.

(3) Lihat apakah mata cekung?

Mata bayi yang mengalami dehidrasi terlihat cekung.

Tentukan apakah mata bayi cekung. Tanyakan pada ibu,

apakah menurut ibu mata bayi kelihatan tidak seperti

biasanya. Pendapat ibu dapat membantu memastikan bahwa

59
60

mata bayi cekung atau tidak.

60
61

(4) Periksa cubit kulit perut untuk mengetahui turgor. Apakah

kembalinya sangat lambat (> 2 detik) atau lambat.

Cubit kulit perut bayi dengan menggunakan ibu jari

dan jari telunjuk sejajar dengan tubuh bayi. Cubit kulit dan

kemudian lepaskan. Amati dan lihat apakah kulit yang dicubit

itu kembali dengan sangat lambat (> 2 detik), lambat atau

segera.

Tabel 2.4. Klasifikasi Diare


GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN

Terdapat 2 (dua) atau lebih 1. Jika tidak terdapat klasifikasi


tanda berikut: berat lain, tangani sesuai
1. Bergerak hanya jika rencana terapi C atau
dirangsang atau tidak 2. Jika terdapat klasifikasi berat
bergerak (letargis) Diare dehidrasi lainnya rujuk segera setelah
2. Mata cekung berat memenuhi syarat rujukan, dan
3. Cubitan perut kembali berikan oralit sedikit demi
sangat lambat sedikit selama dalam perjalanan
3. Nasihati agar ASI tetap
diberikan jika memungkinkan
Terdapat 2 (dua) atau lebih 1. Jika tidak terdapat klasifikasi
tanda berikut: berat lain, tangani sesuai
1. Gelisah/rewel rencana terapi B
2. Mata cekung 2. Jika terdapat klasifikasi berat
3. Cubitan perut kembali lainnya rujuk segera setelah
lambat memenuhi syarat rujukan, dan
Diare dehidrasi berikan oralit sedikit demi
sedikit selama dalam perjalanan
ringan/sedang
3. Nasihati agar ASI tetap
diberikan jika memungkinkan
4. Lakukan asuhan dasar bayi
muda
5. Nasihati ibu kapan untuk
kembali segera
6. Kunjungan ulang 1 hari
1. Tidak cukup tanda untuk 1. Tangani sesuai rencana terapi A
dehidrasi berat atau 2. Lakukan asuhan dasar bayi
ringan/sedang Diare tanpa muda
3. Nasihati ibu kapan untuk
dehidrasi
kembali segera
4. Kunjungan ulang 1 hari jika
belum membaik
Sumber: Algoritma MTBS versi 2015 (Kemenkes, 2019)
61
62

Keterangan:
: Pengobatan pra rujukan dan rujukan segera
: Pengobatan medis spesifik dan nasihat
: Nasihat sederhana tentang penanganan di rumah

4) Menilai dan mengklasifikasikan status HIV

Human Imuno Deficiency Virus (HIV) merupakan virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian

mengakibatkan AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome). HIV

sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal infeksi.

Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal

secara klinis selama masa neonatal. Gejala umum yang

ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan

tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis dan

hepatosplenomegali.

Cara penilaian status HIV adalah sebagai berikut:

(1) Tanya apakah ibu pernah tes HIV

Jika ibu pernah tes HIV, apakah hasilnya positif atau

negatif. Jika positif apakah ibu sudah meminum ARV atau

belum. Jika sudah, apakah ARV sudah diminum minimal 6

bulan?

(2) Tanya apakah bayi saat berusia 6 minggu pernah di tes HIV?

Jika bayi pernah di tes HIV, apakah hasilnya positif

atau negatif. Jika positif apakah bayi sudah mendapatkan

ARV atau belum. Apakah bayi pernah mendapat atau masih


62
63

menerima ASI?

(3) Periksa jika status ibu dan bayi tidak diketahui atau belum di tes

HIV, anjurkan tes serologis HIV pada ibu.

63
64

Cara klasifikasi status HIV terdapat 3 kemungkinan

klasifikasi antara lain:

(1) Jika pada bayi muda hasil tes HIV positif, maka klasifikasikan pada

infeksi HIV terkonfirmasi.

(2) Jika ibu HIV positif dan bayi hasil tes HIV negatif serta masih

mendapatkan ASI atau berhenti menyusu < 6 minggu atau ibu HIV

positif dan bayi belum di tes maka dapat diklasifikasikan dalam

terpajan HIV.

(3) Jika ibu HIV negatif atau tidak terdapat gejala pada klasifikasi

infeksi HIV terkonfirmasi atau terpajan HIV atau ibu belum tes

HIV maka dapat diklasifikasikan mungkin bukan infeksi HIV.

Tabel 2.5. Klasifikasi Status HIV


GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN
1. Bayi dengan tes HIV Rujuk ke RS/Puskesmas
positif Infeksi HIV rujukan ARV untuk
terkonfirmasi mendapatkan terapi selanjutnya.

3 Ibu HIV positif dan bayi 1. Rujuk ke RS/Puskesmas


tes HIV negatif serta masih rujukan ARV untuk
mendapatkan ASI atau mendapatkan terapi
berhenti menyusui < 6 Terpajan HIV selanjutnya.
bulan ATAU 2. Jika bayi elum dites HIV
4 Ibu HIV positif dan bayi rujuk bayi untuk tes HIV
belum di tes
1. Ibu HIV negatif ATAU 1. Tangani infeksi
2. Tidak terdapat gejala di Mungkin bukan 2. Jika ibu belum tes anjurkan
atas ATAU infeksi HIV ibu untuk tes
3. Ibu belum tes HIV

Sumber: Algoritma MTBS versi 2015 (Kemenkes, 2019)

Keterangan:
: Pengobatan pra rujukan dan rujukan segera
: Nasihat sederhana tentang penanganan di rumah

64
65

5) Menilai dan Mengklasifikasikan Kemungkinan Berat Badan

Rendah dan Masalah Pemberian ASI

Jika ada masalah pemberian ASI pada masa ini, bayi

dapat kekurangan gizi dan mudah terserang penyakit. Keadaan

ini akan berdampak pada tumbuh kembang anak dikemudian

hari, bahkan bisa berakhir dengan kematian.

Masalah yang sering ditemukan pada bayi adalah berat

badan rendah menurut umur. Hal ini menggambarkan adanya

masalah pemberian ASI. Masalah pemberian ASI pada bayi

muda cukup bulan biasanya berkaitan dengan masukan ASI yang

kurang sedangkan masalah pemberian ASI pada bayi yang lahir

kurang bulan biasanya berkaitan dengan refleks isap yang belum

sempurna.

Jika bayi muda tidak mempunyai masalah serius yang

memerlukan rujukan ke rumah sakit, periksa bayi muda untuk

kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI,

sehingga dapat dilakukan perbaikan cara pemberian minum jika

perlu.

Cara penilaian klinis untuk membuat klasifikasi apakah

ada berat badan rendah menurut umur dan/atau masalah

pemberian ASI:

(1) Bagian pertama adalah menanyakan apakah dilakukan IMD,

apakah ibu mengalami kesulitan pemberian ASI, apa yang

diberikan kepada bayi dan berapa kali. Melakukan penilaian


65
66

tentang cara menyusui dan memeriksa apakah ada trush (bercak

putih dimulut) atau kelainan pada bibir dan langit-langit. Trush

terlihat seperti bercak

66
67

susu atau lapisan putih yang tebal pada pipi bagian dalam

atau lidah. Jika dibersihkan, trush tidak akan hilang. Celah

bibir/langit-langit akan mempengaruhi bayi dalam menyusu

dan akan mempengaruhi jumlah masukan ASI, selain

dikhawatirkan akan terjadi aspirasi pada bayi pada saat

menyusu. Sehingga perlu dirujuk segera.

(2) Bagian kedua adalah memastikan apakah berat badan bayi sesuai

menurut umur dengan menggunakan grafik berat badan menurut

umur yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan (standar WHO

2005). Bayi muda dengan berat badan rendah adalah bayi muda

yang memiliki berat badan menurut umur ≤ - 2 SD. Jika berat

badan menurut umur > - 2 SD maka berat badan bayi tidak rendah.

Keterangan diatas dapat diuraikan dengan cara dibawah ini

(1) Tanya apakah inisiasi menyusu dini dilakukan

Dengan diisapnya payudara segera setelah bayi lahir,

produksi ASI selanjutnya akan lebih baik, karena ibu dan

bayi secara psikologis lebih siap.

(2) Tanya apakah bayi diberi ASI? Jika ya, berapa kali dalam 24 jam?

Pemberian ASI harus sesering dan selama yang

dikehendaki bayi, pagi, siang dan malam sebanyak 8 kali

atau lebih dalam 24 jam.

(3) Tanya apakah ada kesulitan pemberian ASI?

Setiap kesulitan dalam pemberian ASI yang

disebutkan ibu, merupakan hal penting. Ibu mungkin

67
68

membutuhkan nasihat atau

68
69

bantuan anda untuk mengatasi kesulitan tersebut. Jika ibu

mengatakan bayinya tidak bisa menyusu, minta ibu untuk

menyusui bayinya. Bayi akan mengalami kesulitan menyusu

jika posisi salah, tidak melekat dengan baik, tidak mengisap

efektif atau terdapat luka atau bercak putih di mulut atau ada

bibir atau langitan sumbing.

(4) Tanya apakah bayi diberi makanan/minuman selain ASI? Jika ya,

berapa kali dalam 24 jam? Alat apa yang digunakan?

Bayi harus diberi ASI ekslusif minimal 6 bulan.

Tanyakan kepada ibu apakah bayi diberi makan atau minum

selain ASI seperti susu formula, sari buah atau bubur encer.

Tanyakan pula jumlah dan frekuensinya. Anda perlu

mengetahui apakah bayi lebih sering menerima ASI atau

makanan/minuman lain. Jika bayi diberi makanan/minuman

lain selain ASI, tanyakan apakah memberikannya memakai

botol atau cangkir.

(5) Lihat adakah luka atau bercak putih (thrush) di mulut?

Buka mulut bayi, periksa bagian dalam mulut/pipi dan

lidah. Thrush terlihat seperti bercak susu atau lapisan putih

yang tebal pada pipi bagian dalam atau lidah. Jika

dibersihkan, thrush tidak akan hilang.

(6) Lihat adakah bibir/langitan sumbing?

Bibir/langitan sumbing akan mempengaruhi bayi saat

menyusu dan akan mempengaruhi jumlah masukan ASI

69
70

serta dikhawatirkan akan terjadi aspirasi pada bayi saat

menyusu. Bayi

70
71

dengan kelainan ini perlu dirujuk, terutama untuk teknik

pemberian minum yang khusus serta nasihat kapan waktu

yang tepat untuk operasi.

(7) Lihat dan tentukan berat badan menurut umur

Sebagian bayi muda dengan berat badan rendah

terlahir dengan berat badan rendah, dimana pertumbuhan

dan pematangan (maturasi) organ dan alat-alat tubuh belum

sempurna, prognosis yang buruk dan mempunyai resiko

tinggi mengalami komplikasi yang berakhir dengan kematian

(Setiawati & Rini, 2016). Menurut Hartati (2006), bayi dengan

BBLR juga dapat mengalami hambatan pertumbuhan dan

perkembangan kognitif seiring dengan bertambahnya

usianya. Sebagian lagi, tidak bertambah berat badannya

secara baik setelah lahir. Jika bayi tidak ada indikasi dirujuk,

lakukan penilaian tentang cara menyusui. Gunakan grafik

berat badan menurut umur (standar WHO 2005) menentukan

apakah bayi mempunyai berat badan rendah menurut umur

(Rahayuh et al., 2016).

(8) Tanya apakah bayi diberi ASI dalam 1 jam terakhir?

Jika ya, mintalah ibu menunggu dan memberitahu jika

bayi sudah mau menyusu lagi. Sambil menunggu, lanjutkan

dengan memeriksa status imunisasi bayi, atau bisa juga

mulai memberi pengobatan yang diperlukan bayi muda.

71
72

Jika tidak, mintalah ibu untuk menyusui. Amati

pemberian ASI dengan seksama.

(9) Lihat posisi bayi saat menyusu

Posisi bayi saat menyusu yang benar adalah jika

seluruh badan bayi tersangga dengan baik, kepala dan

badan bayi lurus (telinga dan lengan berada pada satu

garis lurus), badan bayi menghadap ke dada ibu dan badan

bayi dekat dengan ibu.

(10) Lihat cara bayi melekat

Empat tanda cara melekat yang baik pada saat

menyusu adalah dagu bayi menempel payudara, mulut

terbuka lebar, bibir bawah membuka keluar dan areola

tampak lebih banyak di bagian atas daripada dibawah mulut.

Jika bayi tidak melekat dengan baik, akan

mengakibatkan rasa sakit dan luka pada puting payudara.

Atau bayi tidak bisa mengisap ASI dengan baik, sehingga

terjadi pembengkakan payudara. Bayi akan merasa tidak

puas setiap kali menyusu dan ingin minum lebih sering atau

lebih lama. Bayi mungkin akan mendapatkan ASI lebih

sedikit dan berat badan tidak naik, atau ASI akan

kering/kurang.

(11) Lihat, dengar apakah bayi mengisap dengan efektif?

Bayi mengisap efektif jika bayi mengisap ASI secara

dalam, lambat dan diselingi istirahat. Pada akhir pemberian

72
73

ASI, bayi

73
74

terlihat sudah kenyang (bayi melepas payudara secara

spontan, tampak tenang dan mengantuk dan tidak berminat

lagi pada ASI).

Bayi tidak mengisap efektif jika bayi mengisap ASI

secara cepat dan dangkal, terlihat lekukan pipi ke dalam dan

tidak mendengar suara menelan. Pada akhir pemberian ASI

bayi terlihat belum kenyang dan gelisah, menangis dan ingin

mengisap lagi sedangkan bayi tidak mengisap sama sekali

berarti bayi tidak dapat mengisap dan menelan ASI.

Tabel 2.6. klasifikasi kemungkinan berat badan rendah dan masalah


pemberian ASI
GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN
Terdapat satu atau lebih 1. Lakukan asuhan dasar bayi muda
tanda berikut: 2. Ajarkan ibu untuk memberikan ASI
1. Berat badan menurut dengan benar
umur rendah 3. Jika menyusui kurang dari 8 kali dalam
2. ASI kurang dari 8 24 jam, nasihati ibu untuk menyusui
kali/hari lebih sering sesuai keinginan bayi baik
3. Mendapat makanan siang maupun malam
atau minuman lain 4. Jika memberi ASI menggunakan botol,
selain ASI ajari penggunaan cangkir
Berat badan
4. Posisi bayi salah 5. Jika posisi salah atau tidak melekat
rendah menurut
5. Tidak melekat dengan dengan baik atau tidak menghisap
umur dan/atau
baik efektif, ajari ibu memperbaiki posisi/
masalah
6. Tidak menghisap perlekatan
pemberian ASI
dengan efektif 6. Jika ada luka atau bercak putih dimulut,
7. Terdapat luka atau nasihati ibu untuk mengobati dirumah
bercak putih (thrush) 7. Jika ada celah bibir/langit-langit,
di mulut nasihati alternatif pemberian minum
8. Terdapat celah bibir 8. Nasihati kapan ibu segera kembali
atau langit-langit 9. Kunjungan ulang 2 hari untuk masalah
pemberian ASI dan thrush
10. Kunjungan ulang 7 hari untuk masalah
berat badan rendah menurut umur
(1) Tidak terdapat Berat badan 1. Lakukan asuhan dasar bayi muda
tanda/gejala diatas tidak rendah 2. Pujilah ibu karena telah memberikan
menurut umur minum kepada bayinya dengan benar
dan tidak
ada masalah
pemberian ASI
Sumber: Algoritma MTBS versi 2015 (Kemenkes, 2019)
Keterangan:

74
75

: Pengobatan medis spesifik dan nasihat


: Nasihat sederhana tentang penanganan di rumah

75
76

6) Memeriksa Status/Penyuntikan Vitamin K1

Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir

belum sempurna maka semua bayi yang berisiko untuk

mengalami perdarahan (HDN= Haemorrhagic Disease of the

Newborn). Perdarahan bisa ringan atau berat berupa perdarahan

pada kejadian ikutan pasca imunisasi ataupun perdarahan

intrakkranial.

Untuk mencegah kejadian tersebut, maka semua bayi

baru lahir apalagi BBLR diberikan suntikan vitamin K1 sebanyak

1 mg dosis tunggal, intra muskular pada antero lateral paha kiri

setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi Hepatitis

B 0.

7) Memeriksa Status Imunisasi

Hepatitis merupakan infeksi pada hati yang dikenal dengan

nama sakit kuning atau sakit liver merupakan penyakit menular

yang ditularkan melalui makanan (Hepatitis A) dan cairan tubuh

(Hepatitis B, C, D). Hepatitis B dan C merupakan jenis hepatitis

yang paling berbahaya dan dapat berkembang menjadi penyakit

hati menahun, sirosis hepatis, dan kanker hati.

Penularan Hepatitis pada bayi dapat terjadi secara vertikal

(ibu ke bayi pada saat persalianan) dan horizontal (penularan

orang lain). Dan untuk mencegah terjadi infeksi vertikal bayi harus

diimunisasi HB sedini mungkin.

Imunisasi Hepatitis B 0 harus diberikan pada bayi umur 0-7

76
77

hari di paha kanan karena sebagian ibu hamil merupakan

carrier Hepatitis B,

77
78

hampir separuh bayi dapat tertular Hepatitis B pada saat lahir dari

ibu pembawa virus, penularan pada saat lahir hampir seluruhnya

berlanjut menjadi Hepatitis menahun dan dapat berlanjut menjadi

sirosis hepatis, dan kanker hati primer dan imunisasi Hepatitis B

sedini mungkin akan melindungi sekitar 75% bayi dari penularan

Hepatitis. Selain imunisasi Hepatitis B dipaha kanan, bayi muda

juga harus mendapatkan imunisasi BCG di lengan kanan dan

imunisasi polio yang diberikan 2 tetes per oral.

8) Memeriksa Masalah/Keluhan Lain

(1) Memeriksa Kelainan Bawaan/Kongenital

Adalah kelainan pada bayi baru lahir bukan akibat trauma

lahir dan untuk mengenali jenis kelainan lakukan pemeriksaan fisik

(anensefalus, hidrosefalus, meningomielokel dll).

(2) Memeriksa Kemungkinan Trauma Lahir

Merupakaan perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi

pada proses persalinan (Kaput suksedanium, sefal hematom

dll).

(3) Memeriksa Perdarahan Tali Pusat

Perdarahan terjadi karena ikatan tali pusat longgar

setelah beberapa hari dan bila tidak ditangani dapat syok.

9) Memeriksa Masalah Ibu

Pentingnya menanyakan masalah ibu adalah

memanfaatkan kesempatan waktu kontak dengan bayi muda

78
79

untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu. Masalah

yang mungkin berpengaruh kepada kesehatan bayi adalah:

79
80

(1) Masalah pasca persalinan yang terjadi seperti perdarahan, demam,

sakit kepala, pusing, stres atau depresi.

(2) Kemungkinan ada masalah dengan waktu istirahat, pola tidur, pola

makan dan minum, kebiasaan BAK dan BAB.

(3) Produksi ASI, kondisi puting (rata, tertarik ke dalam atau lecet),

kondisi payudara (bengkak).

(4) Kesulitan merawat bayi baru lahir.

(5) Apakah merasa mulas, lokea berbau atau berwarna gelap dan nyeri

pada perineum

(6) Apakah ibu minum tablet besi dan vitamin A, obat atau jamu.

(7) Alat kontrasepsi yang digunakan.

Periksa keadaan ibu, ukur tanda/gejala vital (suhu, denyut

nadi, pernafasan dan tekanan darah), tanda-tanda anemia dan

perdarahan. Lakukan pemeriksaan fisik payudara, uterus, daerah

perineum dan edema kaki.

(2) Tindakan dan Pengobatan

Tindakan dan pengobatan berarti menentukan tindakan dan

memberi pengobatan difasilitas kesehatan untuk setiap klasifikasi

sesuai dengan yang tercantum dalam kolom tindakan/pengobatan

pada buku bagan, kemudian catat dalam formulir pencatatan.

Jenis pengobatan yang mungkin akan diberikan antara lain:

1) Memberi tindakan pra rujukan untuk anak sakit yang akan dirujuk

80
81

2) Memberikan dosis pertama dari obat yang sesuai kepada anak yang

membutuhkan pengobatan khusus dan mengajari ibu cara meminumkan

obat, cara pemberian makan dan cairan selama anak sakit dan cara

menangani infeksi lokal di rumah.

3) Memberi nasihat tentang penatalaksanaan anak sakit di rumah.

Bayi muda yang termasuk klasifikasi merah muda

memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan yang

lebih baik. Sebelum merujuk, lakukan tindakan/pengobatan pra

rujukan. Jelaskan kepada orang tua bahwa tindakan/pengobatan pra

rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak.

Minta persetujuan orang tua (informed consent) sebelum melakukan

tindakan/pengobatan pra rujukan.

Bayi muda dengan klasifikasi kuning dan hijau tidak

memerlukan rujukan. Lakukan tindakan/pengobatan dan nasihat

untuk ibu termasuk kapan harus segera kembali serta kunjungan

ulang, sesuai dengan buku bagan.

1) Tindakan dan Pengobatan Bayi Muda yang Memerlukan Rujukan

Bayi muda yang membutuhkan rujukan adalah seperti:

(1) Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat

(2) Ikterus berat

(3) Diare dehidrasi berat

(4) Infeksi HIV terkonfirmasi

(5) Terpajan HIV

Khusus untuk klasifikasi diare dehidrasi berat, jika tidak

81
82

ada klasifikasi berat lainya dan fasilitas pelayanan kesehatan

mempunyai

82
83

fasilitas dan kemampuan terapi inravena, maka dapat dilakukan

langkah rehidrasi dengan Rencana Terapi C terlebih dahulu

sebelum merujuk, jika fasilitas tersebut tidak ada, rujuk segera.

Bayi muda dengan klasifikasi merah muda, memerlukan

penanganan awal segera. Sebelum merujuk ke rumah sakit,

berikan semua tindakan pra rujukan yang sesuai dengan

klasifikasinya. Beberapa tindakan yang memperlambat rujukan

dan tidak sangat mendesak tidak diberikan sebelum rujukan,

seperti mengajari ibu mengobati infeksi lokal.

Rujuk adalah pilihan terbaik untuk bayi dengan klasifikasi

penyakit sangat berat. Jika rujukan tidak memungkinkan,

lanjutkan pemberian ampisilin dan gentamisin setidaknya 5 hari.

Berikan ampisilin dua kali sehari pada bayi kurang dari 1 minggu

dan 3 kali sehari pada bayi berusia satu minggu atau lebih,

berikan gentamisin sekali sehari.

Bayi dapat dirujuk (syarat rujukan) bila suhu ≥ 35,5ºC,

denyut jantung ≥ 100 kali per menit dan tidak ada tanda

dehidrasi berat.

Lakukan tindakan/pengobatan pra rujukan sebagai berikut

sebelum merujuk bayi muda dengan klasifikasi merah:

(1) Menangani gangguan nafas pada penyakit sangat berat atau infeksi

bakteri berat.

(2) Menangani kejang dengan obat anti kejang.

(3) Mencegah agar gula darah tidak turun.

83
84

(4) Memberi cairan intravena (rencana terapi C).

84
85

(5) Memberi dosis pertama antibiotik intramukular (Ampisilin dan

Gentamisin).

(6) Menghangatkan tubuh bayi segera.

(7) Menasihati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan

ke tempat rujukan dengan metode kanguru.

(8) Menyertakan contoh darah ibu jika bayi mempunyai klasifikasi

ikterus berat.

2) Tindakan dan pengobatan pada bayi muda yang tidak memerlukan

rujukan

Tentukan tindakan/pengobatan untuk setiap klasifikasi

bayi muda yang berwarna kuning atau hijau yaitu:

(1) Infeksi bakteri lokal

(2) Mungkin bukan infeksi

(3) Ikterus

(4) Tidak ada iketrus

(5) Diare dehidrasi ringan/sedang

(6) Diare tanpa dehidrasi

(7) Mungkin bukan infeksi

(8) Berat badan rendah menurut umur dan/atau masalah pemberian ASI

(9) Berat badan tidak rendah menurut umur dan tidak ada masalah

pemberian ASI.

85
86

Catat semua tindakan/pengobatan yang diperlukan,

termasuk nasihat kapan kembali segera dan kunjungan ulang

pada formulir pencatatan.

Beberapa tindakan/pengobatan pada bayi muda yang

tidak memerlukan rujukan:

(1) Melakukan asuhan dasar bayi muda (mencegah infeksi, menjaga

bayi muda selalu hangat, memberi ASI saja sesering mungkin dan

imunisasi).

(2) Mencegah agar gula darah tidak turun.

(3) Memberi antibiotik per oral yang sesuai

(4) Mengobati infeksi bakteri lokal

(5) Melakukan rehidrasi oral baik di klinik maupun di rumah

(6) Mengobati luka atau bercak putih (thrush) di mulut

(3) Konseling bagi Ibu

Konseling juga merupakan menasihati ibu yang mencakup

bertanya, mendengar jawaban ibu, memuji, memberi nasihat

relevan, memecahkan masalah dan mengecek pemahaman ibu.

Petugas kesehatan memberitahu ibu kapan harus kembali ke

klinik dan juga mengajari ibu untuk mengenali tanda-tanda yang

menunjukan kapan anak harus segera dibawa ke klinik serta menilai

praktik pemberian ASI dan memberikan konseling untuk mengatasi

masalah yang ditemukan. Konseling meliputi juga untuk kesehatan

ibu sendiri.

86
87

Berikan juga konseling tentang cara melanjutkan pengobatan

di rumah, merawat bayi muda sehat maupun sakit termasuk

melakukan asuhan dasar di rumah. Hans et al., 2018 menyatakan

bahwa beberapa jenis konseling yang diberikan antara lain

peningkatan inisiasi menyusu dini termasuk perawatan bayi baru

lahir di rumah (Hans, Edwards, & Zhang, 2018). Konseling diberikan

pada bayi muda dengan klasifikasi kuning atau hijau. Lakukan

konseling setelah anda selesai memberikan tindakan/pengobatan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan

konseling pada ibu:

1) Menggunakan ketrampilan komunikasi yang baik

2) Menasihati dan mengajari ibu cara mengobati bakteri lokal di rumah

(cara mengobati luka atau thrush di mulut, cara mengobati infeksi kulit

atau pusar, cara mengobati infeksi mata).

3) Mengajari ibu menyusui dengan baik, mengajari ibu cara memerah ASI

dan mengajari ibu cara meningkatkan produksi ASI.

4) Mengajari ibu untuk menjaga bayi berat badan rendah tetap hangat di

rumah.

5) Menasihati ibu tentang kesehatan dirinya.

6) Menasihati ibu kapan harus segera kembali, yaitu jika bayi

menunjukkan salah satu gejala atau lebih gejala berikut:

(1) Bayi lemas atau gerakan bayi berkurang.

(2) Nafas cepat (≥60 kali per menit).

87
88

(3) Suara nafas merintih.

(4) Sesak nafa/sukar bernafas/henti nafas.

(5) Perubahan warna kulit (kebiruan, kuning atau pucat).

(6) Malas atau tidak bisa menyusu atau minum.

(7) Badan teraba dingin (suhu < 36,5°C).

(8) Badan teraba demam (suhu > 37,5°C).

(9) Telapak kaki dan tangan terlihat kuning.

(10) Bertambah parah.

(4) Pelayanan Tindak Lanjut

Pelayanan tindak lanjut berarti menentukan tindakan dan

pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan ulang.

Menanyakan kepada ibu mengenai masalah bayi muda. Tentukan

pemeriksaan ini merupakan kunjungan pertama atau kunjungan

ulang untuk masalah yang sama.

Beberapa bayi muda perlu dilihat lebih dari satu kali untuk

satu episode sakit saat ini. Proses penatalaksanaan kasus dari

MTBM membantu bayi muda yang memerlukan kunjungan ulang.

Jika bayi muda tersebut dibawa kembali ke klinik, petugas kesehatan

memberikan tindak lanjut dengan melakukan penilaian lengkap pada

bayi muda yang datang untuk kunjungan ulang.

Pada saat bayi muda dibawa untuk kunjungan ulang,

periksalah bayi untuk melihat perkembangan penyakitnya, apakah

membaik, tidak ada perubahan atau memburuk. Kemungkinan

masalah dan klasifikasi penyakit yang baru akan muncul.

88
89

Apabila ditemukan klasifikasi kuning berubah menjadi hijau, artinya

keadaan bayi muda membaik. Klasifikasi yang tetap kuning berarti keadaan

bayi muda tetap. Jika klasifikasi kuning menjadi merah muda berarti keadaan

bayi muda memburuk.

Rujuklah bayi muda ke rumah sakit jika:

1) Keadaan bayi muda memburuk atau

2) Keadaan bayi muda tetap atau obat pilihan kedua tidak tersedia atau

3) Petugas kesehatan khawatir tentang keadaan bayi muda atau

4) Petugas kesehatan tidak tahu harus berbuat apa dengan bayi muda.

89
90

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui
pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di
pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status
imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan
(Surjono et al, ; Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008). Materi MTBS terdiri dari langkah
penilaian, klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan
di rumah dan kapan kembali untuk tindak lanjut. MTBS bukan merupakan suatu
program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Sasaran
MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu
kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun
(Depkes RI, 2008). Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti puskesmas. World
90
91

Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok
diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian,
kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita. MTBS telah digunakan di lebih dari
100 negara dan terbukti dapat:
1. Menurunkan angka kematian balita,
2. Memperbaiki status gizi,
3. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan,
4. Memperbaiki kinerja petugas kesehatan,
5. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah.

(Soenarto, 2009)
Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit, identifikasi
tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali. Bagan
penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian
untuk penggolongan derajat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan

91
92

diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu
tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut. Tiap klasifikasi mempunyai warna dasar,
yaitu merah (penanganan segera atau perlu dirujuk), kuning (pengobatan spesifik di
pelayanan kesehatan), dan hijau (perawatan di rumah) sesuai dengan urutan
keparahan penyakit (Depkes RI, 2008; Surjono, et al, 1998). Tiap klasifikasi
menentukan karakteristik pengelolaan balita sakit. Bagan pengobatan terdiri dari
petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat
dan dosis pemberian obat, baik yang harus diberikan di klinik maupun obat yang
harus diteruskan di rumah. Alur konseling merupakan nasihat perawatan termasuk
pemberian makan dan cairan di rumah dan nasihat kapan harus kembali segera
maupun kembali untuk tindak lanjut (Surjono et al, 1998).

Gambar 1. Alur Bagan Pendekatan MTBS

Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:


 Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita
sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan
menangani pasien apabila sudah dilatih);
 Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS);
 Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
(Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008)

Berikut ini gambaran singkat penanganan balita sakit memakai pendekatan


MTBS. Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas
kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma
MTBS

92
93

untuk melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara: menanyakan kepada orang


tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian memeriksa dengan cara
'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan
semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil
klasifikasi, petugas akan menentukan jenis tindakan/pengobatan, misalnya anak
dengan klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter
puskesmas, anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi, anak dengan
masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst.
Di bawah ini adalah gambaran pendekatan MTBS yang sistematis dan
terintegrasi tentang hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan. Ketika anak sakit
datang ke ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang
tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum
seperti:
 Apakah anak bisa minum/menyusu?
 Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
 Apakah anak menderita kejang?
Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak
sadar? Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:
 Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
 Apakah anak menderita diare?
 Apakah anak demam?
 Apakah anak mempunyai masalah telinga?
 Memeriksa status gizi
 Memeriksa anemia
 Memeriksa status imunisasi
 Memeriksa pemberian vitamin A
 Menilai masalah/keluhan-keluhan lain (Depkes RI, 2008)
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan
mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-langkah
tindakan/ pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/ klasifikasi. Tindakan
yang dilakukan antara lain:
 Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah;
 Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah;

93
94

 Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah,


misal aturan penanganan diare di rumah;
 Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama
anak sakit maupun dalam keadaan sehat;
 Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan, dan lain-lain.
Selain itu di dalam MTBS terdapat penilaian dan klasifikasi bagi Bayi Muda
berusia kurang dari 2 bulan, yang disebut juga Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM). Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam MTBM terdiri dari:
 Menilai dan mengklasifikasikan untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau
infeksi bakteri;
 Menilai dan mengklasifikasikan diare;
 Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus;
 Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan berat badan rendah dan atau
masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Di sini diuraikan secara terperinci cara
mengajari ibu tentang cara meningkatkan produksi ASI, cara menyusui yang
baik, mengatasi masalah pemberian ASI secara sistematis dan terperinci, cara
merawat tali pusat, menjelaskan kepada ibu tentang jadwal imunisasi pada bayi
kurang dari 2 bulan, menasihati ibu cara memberikan cairan tambahan pada
waktu bayinya sakit, kapan harus kunjungan ulang, dll;
 Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi;
 Memeriksa masalah dan keluhan lain.
(Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008)

B. Strategi Promosi MTBS


Untuk meningkatkan penemuan penderita tuberkulosis, ISPA, Malaria, DBD
secara dini pada anak Balita diperlukan puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten
(DKK) setiap daerah menerapkan suatu metode yang bersifat aktif selektif, yaitu
MTBS. Aspek positif dari data yang ada adalah walaupun Case Detection Rate (CDR)
rendah (karena penemuan pasif) tetapi target cure rate tercapai, ini menunjukkan
bahwa 85% dari yang ditemukan sembuh berarti ada pemutusan rantai penularan
dengan sekitarnya. Dengan CDR yang masih rendah walaupun yang ditemukan 85%
sembuh ternyata masih banyak anak Balita penderita TB di lapangan belum ketemu
dan diobati yang merupakan sumber penularan. Dengan cara sekarang
(berdasarkan
94
95

hasil penelitian) akan sulit untuk meningkatkan CDR. Sebaiknya dinas kesehatan
kabupaten dan Puskesmas menerapkan metode penemuan penderita tuberkulosis
dengan cara aktif selektif yang terintegrasi dengan pelayanan gizi dan kesehatan
dasar di Posyandu maupun di Polindes, yaitu dengan MTBS. Alasan yang dapat
menjelaskan mengapa dinas kesehatan kabupaten dan Puskesmas tidak dapat
membuat kebijakan dalam penemuan penderita tuberkulosis dan penyakit infeksi anak
Balita lainnya karena tidak adanya pendanaan yang cukup untuk melakukan
modifikasi serta pendanaan program penurunan angka kesakitan dan kematian anak
Balita. Oleh karena itu perlu promosi MTBS yang dapat membantu mencegah
penularan berbagai penyakit pada anak dan menolong penyembuhan anak balita sakit
di kota maupun di perdesaan. Sampai saat ini strategi yang dikembangkan seperti
terlihat pada Gambar 2.

Health Facilities - provide


support and essential resources for
the prevention
and treatment of major childhood
illnesses
Health Care
Providers - attend
one training course, Families and
rather than an
Children Communities - promote
array of disease - receive appropriate home care and
-specific courses, and holistic safe and supportive
provide integrated care environments for
care healthy growth and
development

Ministry of Health - different MoH


departments and technical programmes work
together with professional societies,
universities and others to plan and implement
the strategy

Gambar 2. Strategi Promosi MTBS di Negara berkembang

C. MTBS Pilihan terbaik bukan yang lainnya


Dilihat dari cost-effective child health strategy included in the basic package of
essential health services maka model MTBS yang dikembangkan di hampir seluruh
negara berkembang maka pilihan termurah dari aspek pembiayaan kesehatan anak
adalah MTBS pada pelayanan kesehatan dasar seperti di Puskesmas dan beberapa
Posyandu yang sudah maju dan rutin melakukan kegiatan pemantauan status gizi dan
kesehatan anak balita.

95
96

Selanjutnya MTBS juga mampu sebagai emphasizes capacity building at


district level - facilitates decentralization di hampir seluruh Puskesmas di setiap

96
97

Kecamatan. Di samping itu MTBS juga potential cost savings through (rational use of
drugs, reduces missed opportunities, and pooling of resources). Artinya MTBS mampu
menghemat pembelian obat, menurunkan tingkat kesalahan pemeriksaan dan dapat
merupakan penggabungan sumberdaya pelayanan kesehatan anak balita sakit di
Puskesmas.

Menurut Lesley Bamford dari National Department of Health tahun 2008 yang
mengatakan bahwa Comprehensive approach to the care of the ill child, which
attempts to ensure appropriate and combined treatment of the five major diseases.
Artinya MTBS di hampir seluruh Negara berkembang merupakan pelayanan
kesehatan anak balita sakit secara komprehensif karena dapat mengkombinasikan
pemeriksaan lima penyakit yang dominant diderita anak balita. Namun dalam
perkembangannya ada sembilan penyakit yang harus dicegah pada anak balita.
Gambaran penyakit tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Perinatal (20%)

Respiratory diseases (17%)

Diarrhoeal diseases (17%)


49% of
child Measles (8%)
deaths
Malaria (7%)

Injuries (6%)

Congenital (4%))

HIV/AIDS (3%))

All other (18%)

Malnutrition is estimated to
contribute to around 50% of

all childhood deaths.

Gambar 3. Lima penyebab kematian anak balita

D. ASI sebagai makanan dan obat dalam MTBS


Dari aspek imunologik, ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas

97
98

kontaminasi. Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup


tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli
dan berbagai virus pada saluran pencernaan. Laktoferin yaitu sejenis protein yang
merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
Lisosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan Salmonella) dan
virus. Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. Sel
darah

98
99

putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3
macam yaitu: Bronchus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan,
Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pencernaan, dan
Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat
pertumbuhan bakteri yang merugikan. Namun sampai saat ini belum ada data yang
menunjukkan bahwa kualitas kolostrum dan ASI pada ibu menyusui penderita TB-
Paru apakah masih sama dengan ibu menyusui yang memiliki status gizi dan
kesehatan yang baik. Oleh karena itu, perlu penelitian tentang kualitas kolostrum
ASI pada penderita TB Paru hubungannya dengan status gizi bayinya.
Hasil penelitian Hanim, dkk (2009) menunjukkan bahwa pemberian
ASI eksklusif enam bulan merupakan jaminan ketahanan pangan bagi
bayi-bayi yang sehat maupun sedang sakit. Tidak ada bahan makanan
yang selalu tersedia setiap saat, terjangkau dan bernilai gizi tinggi selain
ASI, karena ASI saja merupakan makanan lengkap untuk bayi hingga
berumur 6 bulan. Oleh karena itu, disarankan untuk memberi ASI
eksklusif (hanya diberi ASI hingga berumur 6 bulan). Penelitian ini
telah mengkaji hal tersebut pada ibu menyusui yang menderita
tuberkulosis. Ternyata ada perbedaan psikologis dalam pemberian ASI
eksklusif enam bulan antara penderita TB dan ibu menyusui yang sehat.
Pemberian MP-ASI yang terlalu dini mengganggu penyerapan zat besi
dalam ASI. Namun meskipun menderita anemi, ibu tetap dapat
memproduksi ASI yang cukup untuk bayi mereka (WHO, 2002). Begitu
pula pada ibu menyusui penderita penyakit kronis seperti tuberkulosis
akan tetap dapat memproduksi ASI yang cukup untuk bayi mereka.
Berdasarkan hal tersebut tidak ada alasan untuk tidak memberikan ASI
secara eksklusif selama enam bulan.
Selanjutnya MTBS pada bayi yang masih mendapat ASI ternyata
bayi lebih cepat berhasil sembuh disbanding bayi yang tidak mendapat
ASI secara eksklusif. Adapun gambaran umum pelaksanaan MTBS
hubungannya dengan system pengembangan pelayanan kesehatan anak.

99
10
0

DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, 2006, YBPSP, Jakarta

Varney, Helen., Volume 2, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, 2008,


EGC, Jakarta Fraser, Diane M & Margaret A. Cooper., Buku Ajar
Bidan Myles. 2009. EGC, Soetjiningsih, Tumbuh Kembang
Anak.1995. EGC, Jakarta

Depkes RI, Asuhan Persalinan Normal, 2008,


JNPKR, Jakarta Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit.
2005. EGC, Jakarta

Lisnawati, Lilis., Generasi Sehat Melalui Imunisasi.2011. TIM., Jakarta


Lia Dewi, Vivian Nani, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita, 2010,
Salemba Medika, Jakarta

Maryunani, Nurhayati, Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada


Neonatus, 2009, Trans Infomedika, Jakarta

Muslihatun, Wafi Nur, Asuhan Neonatus Bayi dan Balita, 2010,


Fitramaya, Yogyakarta

Maryanti, Dwi., Sujianti, Tri Budiarti., Buku Ajar Neonatus, Bayi


dan Balita, 2011. TIM, Jakarta

Rukiyah, Ai Yeyeh., Lia Yulianti., Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak


Balita, 2010. TIM, Jakarta

Haws, Paulette S., Asuhan NeonatusRujukan Cepat, 2007. EGC,


Jakarta Muslihatun, Mufdlillah, Setiawati, Dokumentasi
Kebidanan, 2010, Fitramaya,

Yogyakarta

100

Anda mungkin juga menyukai