Anda di halaman 1dari 17

HIPERBILIRUBINEMIA

ROMA, SST., MKEB


LATAR BELAKANG
Angka kematian bayi (0-12 bulan) di Indonesia masih tinggi,
yaitu 34/1000 kelahiran hidup. Angka kematian neonatal (0-
28 hari) adalah 19/1000 kelahiran hidup. Penyebab utama
kematian neonatal pada minggu pertama menurut Riskesdas
tahun 2007 adalah gangguan pernapasan (35,9%),
prematuritas dan berat badan lahir rendah (BBLR) 32,4%,
sepsis (12%), hipotermi (6,3%), kelainan
darah/hiperbilirubinemia (5,6%), post matur (2,8%) dan
kelainan kongenital
(Riskesdas 2007 dalam Sulani, 2009)
DEFENISI

• Hiperbilirubinemia adalah akumulasi bilirubin dalam darah yang


berlebihan, ditandai dengan adanya jaundice atau
hiperbilirubinemia, perubahan warna kekuningan pada kulit, sklera
dan kuku (Hockenberry & Wilson, 2009)
• Hiperbilirubinemia adalah pewarnaan kuning yang tampak pada
sklera dan muka yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin yang
selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke arah
dada, perut dan ekstremitas.
• Pada bayi baru lahir, hiperbilirubinemia seringkali tidak dapat dilihat
pada sklera karena bayi baru lahir umumnya sulit membuka mata
(Suradi dalam Hegar, 2008).
KLASIFIKASI
• Hiperbilirubinemia tidak terkonugasi/ Indirek
Hiperbilirubinemia Fisiologis
• terjadi hampir pada setiap bayi, terlihat pada hari ke 2-3 dan biasanya hilang
pada hari ke 6-8 tetapi mungkin tetap ada sampai hari ke 14 dengan maksimal
total kadar bilirubin serum kurang dari 12 mg/dl.
• Pada bayi kurang bulan sehat, hiperbilirubinemia akan terlihat pada hari ke 3-4
dan hilang pada hari ke 10-20 degan kadar serum maksimal kurang 15 mg/dl
(Indrasanto et al, 2008).
Hiperbilirubinemia Nonfisiologis
• Hiperbilirubinemia terjadi sebelum bayi berumur 36 jam, peningkatan kadar
bilirubin serum lebih dari 0.5 mg/dl/ jam, total bilirubin serum lebih dari 15 mg/dl
pada bayi cukup bulan dan diberi susu formula, total bilirubin serum lebih dari 17
mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi ASI, hiperbilirubinemia klinis lebih dari 8
hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi kurang bulan
(Indrasanto et al, 2008).

• Hiperbilirubinemia Terkonjugasi/ Direk


ETIOLOGI

1. Produksi yang berlebihan


2. Gangguan dalam proses uptake dan
konjugasi hepar Imaturasi Hepar
3. Gangguan transportasi Defisiensi Albumin
4. Gangguan dalam ekskresi Obstruksi Hepar
Tanda & Gejala

Tanda yang timbul menurut Surasmi (2003) yaitu:


• Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata
berputar-putar
• Letargi (lemas)
• Kejang
• Tidak mau menghisap
• Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
• Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut
dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan
otot
• Perut membuncit
• Pembesaran pada hati
• Feses berwarna seperti dempul
• Tampak ikterus: sklera, kuku, kulit dan membran mukosa.
Joundice pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit
hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi.
• Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja
gelap.
Lanjutan….
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi:
• Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
• Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
TERAPI
• Fototerapi
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang
menggunakan lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih
dari 500 jam untuk menghindari turunya energi yang dihasilkan
oleh lampu (A. Aziz Alimun Hidayat; 2011).
• Transfusi Tukar
Pemberian transfusi tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek
20mg/dl, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0.3-1 mg/ jam,
anemia berat dengan gejala gagal jantung dan kadar hemoglobin tali
pusat 14 mg% dan uji coombs direk positif (A. Aziz Alimun Hidayat;
2011).
Komplikasi

Kernikterus merupakan deposit bilirubin tidak


terkonyugasi (indirek) pada basal ganglia otak.
Cedera sel, warna kuning, kehilangan neuron dan penggantian glial
dapat terjadi dengan kerusakan neurologis lanjutan.
Pada bayi sakit dan kecil, kadar bilirubin kisaran rendah juga dapat
menyebabkan kernikterus (Indrasanto et al, 2008).
Penilaian Ikterus Menurut
Krammer
• Derajat I : kepala sampai leher.
• Derajat II : kepala, badan sampai dengan
umbilicus.
• Derajat III : kepala, badan, paha sampai
dengan lutut.
• Derajat IV : kepala, badan, ekstremitas
sampai dengan pergelangan tangan dan kaki.
• Derajat V : kepala, badan, semua ekstremitas
sampai dengan ujung jari.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai