Anda di halaman 1dari 34

Ikterus

neonatorum
(hiperbilirubin)
Ignasia Yunita
Definisi dan Epidemiologi

 Hiperbilirubunemia neonatal: adalah


naiknya kadar bilirubin serum total (BST)
melebihi normal, yaitu ≥ 5 mg/dL (86
mol/L).
 Jaundice/kuning terjadi pada sekitar 60%
bayi baru lahir yang sehat dengan usia
gestasi ≥ 35 minggu.
 Sebagian besar kuning adalah jinak, akan
tetapi karena potensi toksik dari bilirubin,
semua bayi lahir harus dipantau untuk
mendeteksi kemungkinan menjadi
hiperbilirubinemia berat.
Definisi dan Epidemiologi

 Hiperbilirubinemia neonatal berhubungan


dengan penyakit lain seperti anemia
hemolitik, kelainan endokrin metabolik,
kelainan anatomi organ hati, dan infeksi.
 Di Indonesia, dua etiologi terbanyak penyakit
hemolitik yang menyebabkan kuning pada
bayi baru lahir, yaitu
 inkompatibilitas ABO dan
 defisiensi enzim glukosa-6-fosfat-dehidrogenase
(G6PD)
Faktor Risiko Hiperbilirubinemia
neonatal
Faktor neonatal
• Trauma saat lahir : sefalhematoma,
memar yang luas, persalinan dengan
Faktor maternal tindakan
• Obat-obatan : sulfisoxazole asetil
• Golongan darah ABO atau dengan eritromisin suksinat
inkompatibilitas Rh (Pediazole), kloramfenikol
• Ibu menyusui (ASI ekslusif) • Kehilangan berat badan yang masif
• Obat-obatan : diazepam setelah kelahiran
(Valium), Oksitosin • Infeksi TORCH
(Pitosin)
• Jenis kelamin laki-laki
• Penyakit Maternal : DM
Gestasional • Polisitemia Prematuritas
• Etnis : Asia Timur, Native • Saudara kandung dengan
American hiperbilirubinemia Ikterus dalam 24
jam pascakelahiran
• Penyakit autoimun atau hemolitik
(contoh : defisiensi G6PD = glucose-6-
phosphate dehydrogenase)
Fisiologi metabolisme bilirubin
 Pemecahan sel darah merah lbh pendek
 Sel darah merah dipecah mjd heme dan globin
 Heme >> biliverdin >> bilirubin indirek
 Bilirubin indirek terkkat dengan albumin dan
mengikuti peredaran darah dan melewati sirkulasi
enterohepatik
 Bilirubin indirek diubah mjd direk di hati (melepas
ikatan dg albumin dan mengikat dg asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk
 Diusus oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen.
Urobilinogen >>diekskresikan sebagai feses.
 Urobilinogen lainnya : reasorbsi dan dibuang mll
ginjal
Etiologi
 Meningkatnya produksi bilirubin (penyakit
hemolitik, ekstravasasi darah/sefalhematom).
 Terganggunya transpor bilirubin dlm sirkulasi
(hipoalbuminemia).
 Terganggunya pengambilan bilirubin oleh hati
(prematur, sepsis,).
 Terganggunya konjugasi bilirubin (sepsis,
hipotiroidisme)
 Peningkatan sirkulasi enterohepatik (obstruksi
usus, tertundanya pelepasan mekonium).
Manifestasi klinis
 Fisiologis

 Ikterus fisiologis pada bayi baru lahir mengikuti pola tertentu, yaitu
kadar bilirubin serum tertinggi mencapai 5-6 mg/dL (86-103 mol/L)
dan dicapai pada hari ke-3 sampai 4 kemudian menurun pada 1
minggu pertama pascakelahiran; disebabkan antara lain karena
 polisitemia relatif,
 pemendekan masa hidup eritrosit,
 imaturitas ambilan hepatik dan proses konjugasi,
 peningkatan sirkulasi enterohepatik.
 Pemberian ASI pada neonatus mungkin meningkatkan risiko
terjadinya awitan dini ikterus fisiologis.

Porter ML. Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the term of newborn. Am Fam Physician
2002;65:599–606,613–4.
Ikterus krn ASI

 Neonatus yang minum ASI memiliki kemungkinan 3-6


kali lebih besar untuk mengalami ikterus sedang (total
bilirubin serum > 12 mg/dL) atau ikterus berat (total
bilirubin serum > 15 mg/dL ) daripada neonatus yang
mendapat susu formula.
 Penyebab ikterus karena ASI belum diketahui secara
pasti, namun terdapat teori yang menyatakan suatu
substansi dalam ASI yaitu β-glukoronidase dan asam
lemak nonesterifikasi akan menghambat metabolisme
bilirubin.
 Bilirubin serum akan menurun setelah 2 minggu
pascakelahiran, namun mungkin bertahan tinggi
dalam 1-3 bulan
 Gambaran klinis ikterus fisiologis yaitu :
 Tampak pada hari ketiga/ keempat
 Bayi tampak sehat (normal)
 Kadar bilirubin total <12mg%
 Menghilang paling lambat 10-14 hari
 Tak ada faktor resiko
 Sedangkan untuk gambaran klinik ikterus
patologis, yaitu :
 Timbul pada umur <36 jam
 Cepat berkembang
 Bisa disertai anemia
 Menghilang lebih dari 2 minggu
 Ada faktor resiko

(Nelson, 2007).
Penentuan derajat ikterus secara klinis
Kadar bilirubin berdasar zona ikterus (Kramer)

zona Kadar Bagian tubuh yang


Bilirubin total berwarna kuning
1 4 – 8 mg% Kepala

2 5 – 12 mg% Kepala sampai perut

3 8 – 16 mg% Kepala, perut, sampai kemaluan

4 11- 18 mg% Kepala sampai lengan dan


tungkai
5 > 15 mg% Kepala sampai tangan dan kaki.
Penilaian Ikterus menurut Kramer

2
4 4

5 3
5
4 5
5
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di
tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
tulang dada, lutut, dan lain lain.
FOTO TERAPI/TERAPI SINAR
 Tujuan:
 membantu mempercepat penurunan
bilirubin dlm darah.
 Cara kerja FT:
 mengubah bil indirek menjadi direk shg
mudah diekskresikan oleh hati ke dlm
saluran empedu  ke usus dan dikeluarkan
melalui tinja (sterkobilin)
Teknik terapi sinar
 Lampu yg dipakai
sebaiknya lampu biru
dgn panjang
gelombang 425-475
nanometer.
 Jumlah lampu (neon)
2-4, @ 20 Wat.
 Baru :lampu atas
bawah, kanan kiri.
 Pemakaian lampu
maksimal 3000 jam.
TEKNIK TERAPI SINAR DAN
PERAWATANNYA

 Terapi sinar diberikan selama 72 jam atau smp bil


7,5 mg% (kontinyu/intermiten)atau tergantng
dari cut of point setiap krteria
 Bayi hanya diberi popok dan kedua mata
ditutup dgn penutup yg tdk tembus
cahaya/memantulkan cahaya
 Lampu berada 5-8 cm di atas inkubator dan 50
cm di atas bayi.
 Posisi bayi diubah setiap 6 jam  telentang –
tengkurap (bila memungkinkan).
 Pertahankan lingkungan netral & suhu bayi 36,5-
37,5℃. Obs suhu tiap 4-6 jam sekali
Teknik terapi sinar ....
 Balance cairan ketat
 asupancairan dan cegah dehidrasi dgn
menentukan kebutuhan cairan bayi &
mengganti IWL sesuai perhitungan.
 Pada waktu memberi minum, bayi
dikeluarkan, dipangku, penutup mata
dibuka  perhatikan ada iritasi/tidak.
 Kadar bilirubin hrs dipantau sedikitnya 24
jam setelah terapi sinar dihentikan.
Komplikasi terapi sinar
 Kerusakan retina
 Dehidrasi krn meningkatnya IWL
 Kenaikan suhu tubuh
 Frekuensi defekasi meningkat
 Kemerahan pd kulit yg kena sinar (sementara 
terapi selesai, hilang).
 Hipoglikemi
 Interaksi ibu – bayi terganggu.
Transfusi tukar

 Transfusi tukar diindikasikan pada kernikterus, yang


biasanya ditandai dengan nilai total bilirubin serum >
20 mg/dL karena adanya hemolisis.
 Kernikterius :
 Transfusi tukar dipertimbangkan pada keadaan
hiperbilirubinemia yang signifikan. >> JARANg
 Pada neonatus cukup bulan yang tidak mengalami
hemolisis, cenderung toleran terhadap nilai total
bilirubin serum yang tinggi, tatalaksana yang
diutamakan adalah fototerapi.
 Transfusi tukar merupakan metode tercepat untuk
menurunkan nilai total
Komplikasi TT
 emboli udara,
 vasospasme,
 infark,
 Emboli, trombosis.
 Aritmia, gagal jantung, henti jantung
 Gangguan elektrolit
 Infeksi: HIV, CMV, Hepatitis
 Hipotermia/hipertermia
 kematian.

 fototerapi intensif harus lebih dulu diupayakan sebelum beralih


pada transfusi tukar
Persiapan transfusi tukar
 Kirim sampel drh ibu & bayi ke lab unt dicocokkan.
 Pantau dan dokumentasikan tanda vital
 Puasakan bayi selama 3-4 jam sblm prosedur
 Hitung vol drh yg akan ditukar  20 ml/kgBB
(PONEK: 80 ml/BB)
 Sediakan drh yg msh segar
 Pastikan bayi tetap hangat (dlm inkubator, bila tdk
mungkin gunakan pemancar panas)
Persiapan
 Hangatkan drh higga suhu 37℃
 Prosedur dilakukan oleh dokter, hrs
ada perawat khusus yg membantu
prosedur dan memantau kondisi
bayi.
Persiapan alat
 Spuid 20 ml dgn 3 cabang.
 Spuid 5 ml & 10 ml (2 buah) atau 20 ml
 Glukonas calcicus 10% & heparin encer (2 ml
heparin 1000 u dlm 250 ml NaCl fisiologis)
 Kateter polyethylene kecil sepanjang 15-20 cm.
 Bengkok 2 buah
 Botol kosong unt menampung drh yg dibuang.
Alat-alat ....
 Alat-alat unt vena seksi
 2 set infus
 Alat-alat resusitasi, oksigen.
 Kertas & pulpen unt mencatat pemberian
drh (pertama: ?, kedua:?, ketiga, dst).
Pelaksanaan:
 Pasang infus dgn tetesan rumatan
 Keluarkan/hisap drh bayi 10-20 ml atau tergantung
BB bayi melalui klep pd 3 cabang.
 Masukkan drh donor sejumlah yg dikeluarkan.
Kecepatan menghisap dan memasukkan drh sekitar
2 ml/kgBB/mnt.
 Setlh drh masuk ke tubuh hayi, ditunggu selama 20
detik, agar beredar dlm sirkulasi.
 Hisap & masukkan drh berulang kali dgn cara yg
sama sampai target transfusi terpenuhi.
Perawatan setelah transfusi
tukar
 Vena umbilkus/vena lain (vena safena) yg
dipakai memasukkan kateter, dikompres
dgn larutan NaCl fisiolgis kemudian ditutup
kasa steril & diplester  bila kering dibasahi
lagi
 Bayi diberi antibiotika
 Kadar Hb & bilirubin serum diperiksa tiap 12
jam
 Tanda vital dipantau setiap jam.
Perawatan setelah tt
 Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi
disekitar vena  bila ada laporkan.
 Perhatikan pemberian minum bayi.
Tata laksana hiperbilirubin
neonatus kurang bulan
 Sekitar 80% bayi kurang bulan mengalami kuning
pada minggu pertama kehidupan. >> makin
muda usia gestasi, usia eritrosit lebih singkat serta
kemampuan hepar untuk ambilan dan konjugasi
bilirubin belum optimal
 Kejadian kuning pada bayi kurang bulan memiliki
awitan yang lebih dini, mencapai puncak lebih
lambat, kadar puncak lebih tinggi dan
memerlukan lebih banyak waktu untuk
menghilang (sampai dengan 2 minggu)
Pengkajian
 Kramer tes
 Bayi juga harus dikaji dari adanya tanda-tanda
memar, petechiae, sefalhematoma, pucat,
splenomegali, hepatomegali maupun
prematuritas dan faktor-faktor risiko lainnya
yang dapat mengakibatkan bayi baru
lahir menderita hiperbilirubinemia.
 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
pada bayi dengan hiperbilirubinemia adalah
pemeriksaan golongan darah pada ibu dan
bayi, coombs’ test, bilirubin total, bilirubin direk
dan darah lengkap (Potts & Mandleco, 2007).
Masalah keperawatan terkait
hiperbilirubin
 Ikterik neonatorus
 Risiko Ikterik neonatorum
 Hipovolemia
 Risiko hipovolemia
 Menyusui tidak efektif
 Risiko ketidakseimbangan cairan
 Ansietas
 Penurunnan koping keluarga
 Gangguan tumbuh kembang
 Risiko gangguan perkembangan
 Risiko gangguan pertumbuhan
 Hipertermia
referensi
 Subcommitte on Hyperbilirubinemia. Clinical practice guidelies : Management of
hyperbilirubinemia in the newborn 35 or more weeks gestasion. Pediatrics 2004; 114: 297-316.
28 Porter ML. Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the term of newborn. Am Fam Physician
2002;65:599–606,613–4.
 Sarici SU. et al. An Early (Sixth-Hour) Serum bilirubin measurement is useful in predicting the
development of significant hyperbilirubinemia and severe abo hemolytic disease in a
selective high-risk population of newborns with abo incompatibility. American Academy of
Pediatrics Journal. 2002;109(4);e53.
 Linn S. et al. Epidemiology of neonatal hyperbilirubinemia. American Academy of Pediatrics
Journal. 1985;75;770-774.
 Suradi R, Monintja HE, Munthe BG, Suparno. Glucose-6-phosphate dehydrogenase
deficiency in the dr. Ciptomangunkusumo general hospital. Pediatr Indones 1979: 19:30-40.
 Jaundice and hyperbilirubinemia in the newborn. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
eds. Nelson Textbook of pediatrics. 16th ed. Philadelphia: Saunders, 2000:511-28. pediatrics.
16th ed. Philadelphia: Saunders, 2000:511-28.
 Hiperbilirubinemia pada neonatus. Dalam :Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK).2008;183-96.
 Raunch D. Kernicterus. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007309.htm. Diakses tanggal 10
Desember 2009. 35 Maisles MJ. Et al. Hyperbilirubinemia in the newborn infant ≥ 35 weeks’
gestation: an update with clarifications. American Academy of Pediatrics Journal. Vol 124,
Number 4. 2009;1193-8.

Anda mungkin juga menyukai