Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini menjelaskan tentang variable dependen, variabel independen,


penelitian yang terkait dan penjelasan mengenai konsep teori. penjelasan tentang
variabel dependen yaitu penyakit menular seksual pada remaja. Kemudian variabel
independen yaitu pendidikan kesehatan berbasis lasallian. Kemudian menjelaskan
tentang penelitian terkait akan diuraikan beberapa penelitian yang terkait dengan
penelitian dan pada penjelasan menegenai konsep teori akan dijelaskan mengenai
konsep teori yang akan digunakan dengan penelitian.

2.1 Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Remaja


Remaja yang dalam bahasa inggris “adolescene”, berasal dari bahasa latin
“adolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan
menjadi dewasa (BKKBN, 2011). Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan
dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10
sampai 19 tahun (WHO, 2013).
Menurut Gunawan (2011) Masa remaja menandakan datangnya identitas
seksual bagi semua remaja. Seorang anak yang memasuki masa remaja ditandai
dengan berbagai macam perubahan pada organ reproduksi yang menjadikan
organ reproduksi mulai berfungsi. Tak jarang perubahan tersebut membuat
remaja merasa bingung. Di samping remaja adalah manusia yang sedang
berkembang secara fisik dan psikologis (emosi). Dalam keadaan seperti itu
berkembang pula fungsi-fungsi hormonal dalam tubuh remaja. Umumnya
proses kematangan fisik lebih cepat terjadi dari pada proses kematangan
psikologis. Melihat masa remaja sangat potensial dan dapat berkembang kearah
positif maupun negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan,
bimbingan, maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan
potensi remaja tersebut agar berkembang dengan baik, ke arah positif dan
produktif. Sehubungan dengan ini, masalah seks remaja sesungguhnya
merupakan masalah yang sangat penting dan harus segera diantisipasi
(Gunawan, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja menurut
Azwar (2011), Pembentukkan atau faktor yang mempengaruhi sikap adalah
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan, agama dan faktor emosional.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pengaruh orang lain yang dianggap
penting, orang lain yang dimaksud salah satunya adalah orang tua (Azwar 2011).
Penyakit menular seksual atau yang biasa disingkat PMS merupakan penyakit
akibat hubungan seksual yang tidak sehat. PMS biasanya dialami oleh para
remaja, kaum dewasa dan tua akibat prilaku seksual menyimpang, free sex, anal
sex, oral sex, atau karena tertular secara langsung dengan penderita PMS melalui
saluran kelamin, melalui sentuhan kulit, cairan vagina, cairan sperma, dan
hubungan seksual yang tidak menggunakan kondom dan alat keamanan
berhubungan seksual lainnya (Priyono, 2015). Scorviani (2011), menjelaskan
bahwa penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seks. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral
maupun anal (Scorviani, 2011).
Clevere dan Made (2013), menjelaskan bahwa penyakit menular seksual
merupakan penyakit dengan tingkat mortalitas yang tinggi disetiap tahunnya.
Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. Perilaku seksual
beresiko atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan seks bebas cukup
banyak terjadi pada remaja Indonesia, yaitu berhubungan seks tanpa kondom,
sering berganti pasangan, berhubungan seks diluar nikah serta melakukan
hubungan seks melalui jasa prostitusi. Sebagian penyakit kelamin sudah dapat
disembuhkan, namun untuk penyakit-penyakit tertentu seperti HIV/AIDS
sampai kini belum ditemukan obatnya (clevere dan Made, 2013).
Tanda dan gejala PMS menurut Mandal dkk (2008), wanita beresiko untuk
terkena PMS lebih besar daripada laki-laki sebab mempunyai alat reproduksi
yang lebih rentan, dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak
segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap yang lebih parah. Oleh
karena letak dan bentuk kelaminnya agak menonjol, gejala PMS pada laki-laki
mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Sedangkan pada perempuan sebagian
gejala yang timbul hampir tidak dapat dirasakan (Mandal dkk, 2008). Gejala
umum PMS pada perempuan yaitu, rasa sakit atau nyeri saat kencing atau
berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah, keluarnya lendir pada
vagina, keputihan berwarna putih susu, bergumpal, disertai rasa gatal pada
kelamin, keputihan berbusa dan bau busuk, bercak darah setelah berhubungan
seks. Sedangkan pada pria gejalanya, bintik-bintik berisi cairan, borok atau lecet
pada area sekitar kelamin, adanya kutil yang tumbuh, sakit luarbiasa saat
kencing, kencing nanah dengan bau busuk, bengkak panas nyeri pada pangkal
paha, kehilangan berat badan secara drastis, diare berkepanjangan, dan
berkeringat saat malam (Clevere dan Made, 2013).
Adapun jenis-jenis penyakit menular seksual antara lain, gonore atau kencing
nanah adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
neisseriagonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim,
rectum dan tenggorokan atau bagian putih mata (kongjungtiva). Gonore bisa
menyebar melalui aliran darah ke daerah tubuh lainya, terutama kulit dan
persendian. Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi
selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan
reproduksi. Kumam: Neisseria gonorrhoeae. Perantara : manusia, a) tempat
kuman keluar: penis, anus, mulut. b) cara penularan: kontak seksual langsung. c)
tempat kuman masuk: penis, vagina anus, mulut. d) yang biasa terkena: orang
yang berhubungan seks tidak aman. Tanda-tanda penyakit ini adalah nyeri,
merah, bengkak, dan bernanah. Gejala pada laki-laki adalah rasa sakit pada saat
kencing, keluarnya nanah kental kuning kehijauan, ujung penis tampak merah
dan agak bengkak. Pada wanita seringkali tidak menunjukan gejala selama
beberapa minggu atau bulan dan diketahui menderita penyakit ini hanya setelah
mitra seksualnya tertular (Scorviani, 2011).
Jenis yang lainnya herpes genital, merupakan penyakit infeksi akut pada
genital. Umumnya disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi
sebagian kecil dapat pula oleh tipe 1. Herpes genitalis terjadi pada pada alat
genital dan sekitarnya (bokong, daerah analdan paha). Infeksi ini sering
ditularkan melalui hubungan seks, dengan masa tegang 4-7 hari setelah
terinfeksi. Gejala awal seperti gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul
bercak kemerahan yang kecil. Diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa
nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka
yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk koropeng.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih, dan ketika berjalan akan
timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan
jaringan parut. Penyakit ini akan sembuh dalam 2-3 minggu. Penyakit sering
kambuh, timbul pada tempat yang sama dan biasanya lebih ringan dari gejala
infeksi yang pertama. Faktor yang mempengaruhi kekambuhan biasanya adalah
kelelahan fisik dan stres mental (Scorviani, 2011).
Kemudian klamidia trachomatis, Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
chlamydia trachomatis. Klamidia dapat ditularkan melalui hubungan seksual
secara vaginal, anal, atau oral, dan dapat mengakibatkan bayi tertular dari ibunya
selama masa persalinan. Pada pria, infeksi terjadi pada saluran kencing
(uretritis). Gejalanya : keluarnya putih dari penis dengan atau tanpa rasa sakit
pada kencing (dysuria) dan menyebabkan peradangan pada daerah penyimpanan
dan kantung sperma (epididymitis). Pada wanita, gejala yang kadang muncul
yaitu rasa panas terbakar pada pinggul. Akibat terkena klamidia pada perempuan
adalah cacatnya saluran telur dan kemandulan, radang saluran kencing, robeknya
saluran ketuban sehingga terjadi kelahiran bayi sebelum waktunya (prematur).
Sementara pada laki-laki akibatnya adalah rusaknya saluran air mani dan
mengakibatkan kemandulan serta radang saluran kencing. Pada bayi 60%-70%
terkena penyakit mata dan radang paru-paru (pneumonia). (Scorviani, 2011).
Adapun jenis penyakit lainya Kandiloma Akuminata, penyebab penyakit ini
adalah virus DNA golongan papovavirus, yaitu : Human papilloma virus (HPV)
dengan gejala yang khas yaitu terdapat satu atau beberapa kutil disekitar
kemaluan. Masa inkubasinya 2-3 bulan. Umumnya di daerah lipatan yang
lembab pada genitalia eksterna. Pada pria, di perinium dan sekitar anus, sulkus
koronarius gland penis, muara uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal
penis. Pada wanita, divulva dan sekitarnya(Scorviani, 2011).
Kemudian limfogranuloma venerum, penyakit ini disebabkan oleh chlamidia
trachomatis. Gejala mulai timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah
terinfeksi. Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri
sendi, nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung, dan infeksi recktum
yang menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah. Pada wanita, disamping
gejala diatas, manifestasi dapat terjadi pada kelenjar iliaka, sehingga terjadi
nyeri waktu buang air besar atau berhubungan seksual. Cara paling baik untuk
mencegah penularan penyakit ini adalah abstinensia (tidak melakukan hubungan
seksual dengan mitra seksual yang diketahui menderita penyakit ini (Scorviani,
2011).
Sifilis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta,
treponema pallidum. Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang
sampai 13 minggu. Kemudian, timbul benjolan disekitar alat kelamin. Kadang-
kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu yang akan hilang
sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu
setelah hubungan seksual. Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan
seringkali penderita tidak memperhatikan akan hal ini. Selama 2-3 tahun
pertama penyakit ini tidak menunjukan gejala apa-apa atau disebut masa laten.
Setelah 5-10 tahun, penyakit sifilis akan menyerang susunan saraf otak,
pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil, sifilis dapat ditularkan
kepada bayi yang dikandungnya, dan bisa lahir dengan kerusakan kulit, hati,
limpa, dan keterlambatan mental (Scorviani, 2011).
Trikomoniasis adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau
kronik dan disebabkan oleh trichomonas vaginalis. Trikomoniasis lebih banyak
terjadi pada masa remaja dan dewasa dengan berhubungan seks yang aktif pada
wanita maupun pria. Gejala pada wanita yaitu gatal-gatal dan rasa panas pada
vagina, secret vagina yang banyak, berbau, berbusa, nyeri perdarahan pada
waktu post coitos dan nyeri abdomen bagian bawah. Pada pria, gejalanya yaitu
disuri, nyeri urethra, nyeri testis, sering berkemih, dan nyeri abdomen bagian
bawah. Ulkus molle adalah penyakit menular seksual yang akut, dan biasanya
terlokalisasi digenitalia atau anus dan sering disertai pembesaran kelenjar
didaerah inguinal. Penyakit ini disebabkan oleh basil gram negative
haemophilus ducreyi. Ulkus molle lebih sering menyerang pria terutama yang
sering melakukan prostitusi dibanding wanita. (Scorviani, 2011)
Kemudian jenis penyakit AIDS-HIV, AIDS atau Acquered ImunneDeficiency
Syndrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (human immunodeficiencyvirus).
Penderita AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi HIV primer akut yang lamanya 1-2 minggu, penderita akan merasakan
sakit seperti flu. Disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) penderita akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan, ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif dan
lesi oral. Disaat fase infeksi HIV menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari
pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi oportunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), pneumonia interstisial,
infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mkrobakterial,
dan atipikal (Scorviani, 2011).
Upaya pencegahan penyakit menular seksual yang dilakukan pemerintah
melalui departemen kesehatan Rakyat Indonesia dan lembaga-lembaga lainnya
dalam mengurangi penderita PMS dilakukan melalui edukasi dan promosi yaitu
penyuluhan melalui kampanye, media massa dan penyebaran leaflet. Tetapi
usaha tersebut masih saja kurang atau belum menurunkan angka mortalitas
penyakit menular seksual (Depkes RI, 2013).
Mencegah dan mengobati penyakit menular seksual dapat ditempuh dengan
beberapa alternatif cara antara lain tidak mengunjungi tempat prostitusi. Tempat
prostitusi umumnya berisi orang-orang yang memiliki perilaku menyimpang
seksual, dan tempat merebaknya berbagai penyakit menular seksual. Sebab,
orang-orang yang berkunjung ke lokasi prostitusi banyak dari kalangan profesi
tertentu, dari banyak aneka ragam budaya dan asal negara, asal daerah dan
bahkan orang-orang asing dan tidak pernah dikenal sebelumnya. Kemudian tidak
melakukan hubungan seksual di luar nikah. Kalangan remaja saat ini sudah
banyak yang terbiasa dengan pergaulan keliru. Termasuk pacaran merupakan
salah satu penyimpangan pergaulan keliru yang tak terkontrol di era globalisasi.
Pacaran dianggap para remaja adalah sebuah trend dan budaya modern. Pacaran
dapat memicu terjadinya perkosaan, penyakit menular seksual, bahkan kematian
akibat perkelahian dengan pasangan (Priyono, 2015).
Tidak melakukan prilaku seksual menyimpang termasuk praktek LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Penyakit menular seksual umumnya
banyak diderita oleh mereka yang memiliki kebiasaan dan prilaku menyimpang
seksual. Umumnya PMS merenggut orang-orang yang melakukan praktek
LGBT. Kaum homoseksual (Gay) merupakan risiko terberat pengidap AIDS.
Oleh sebab itu, melakukan hubungan seksual sebaiknya dilakukan melalui jalur
resmi pernikahan. Dengan jalur pernikahan normal (laki dan wanita) akan
mencegah terjadinya penyimpangan prilaku seksual serta penyakit seksual yang
tidak diinginkan. Tidak berganti-ganti pasangan seksual (orgy), biasanya
pasangan orgy merupakan pasangan sesama jenis. Pasangan orgy biasanya
melakukan hubungan seksual lebih dari dua orang, bahkan dilakukan secara
bersama-sama dan berganti-ganti pasangan seksual. Jika dilakukan dengan tiga
orang pasangan sejenis dinamakan threesome, dan seterusnya. Dampak dari
berganti-ganti pasangan jelas negatif, juga berbahaya bagi kesehatan reproduksi,
efek terberatnya menimbulkan banyak penyakit menular seksual seperti
gonorhoe, sifilis, herpes genitalis, bahkan dapat menyebabkan HIV-AIDS dan
kematian. Maka lingkungan bergaul yang baik penting dicari untuk memperbaiki
sikap dalam bertingkah laku kepada orang lain (Priyono, 2015).
Kemudian tidak melakukan hubungan seksual dengan penderita PMS.
Penderita PMS rentan menularkan berbagai penyakit kelamin. Penularan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui cairan reproduktif (cairan
sperma dan cairan vagina yang terinfeksi virus, bakteri, jamur dan mikroba
patogen menyebabkan penyakit AIDS, kanker serviks, keputihan, kencing
nanah, sifilis,dan sebagainya), sentuhan antar kulit (biasanya menyebabkan
penyakit herpes genitalis yang ditandai dengan benjolan di bagian kulit sekitar
alat kelamin yang jika pecah akan mengeluarkan cairan dan terasa nyeri), air liur
(pada kasus oral sex dan anal sex; dapat menyebabkan bakteri masuk dan
menginfeksi ke dalam mulut dan anus, sehingga berbahaya bagi kesehatan).
Tidak melakukan aktivitas Anal sex dan Oral sex yaitu aktivitas seksual dengan
melakukan penetrasi penis ke dalam lubang pembuangan feses (anus). Prilaku
seksual ini tentu sangat menyimpang dan dapat menyebabkan iritasi pada bagian
penis dan anus. Selain itu, luka atau robekan di sekitar daerah anus akibat
penetrasi penis tersebut dapat menjadi pintu gerbang masuknya virus dan bakteri
ke dalam tubuh melalui peredaran darah bahkan dapat melemahkan sistem
pertahanan tubuh (imunitas). Biasanya virus AIDS berada pada lingkungan
seseorang yang terbiasa dengan prilaku menyimpang anal sex. Sementara itu
oral sex (aktivitas seksual dengan cara memasukkan penis ke dalam mulut
pasangan) dapat menginfeksi seseorang untuk menderita kanker mulut dan iritasi
kulit di sudut bibir. Namun oral sex tidak menutup kemungkinan seseorang
untuk menderita AIDS melalui luka pada sariawan atau robekan pada sudut bibir
dan penyabab lainnya (Priyono, 2015).
Pencegahan yang lainya, Menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi
pasangan suami-istri sebagai pengamanan dalam melakukan hubungan seksual
atau mencegah terjadinya kehamilan. Namun demikian, kondom tidak berarti
sepenuhnya dapat mencegah kehamilan dan penyakit menular seksual. Sebab,
ukuran sel sperma hampir setara dengan ukuran pori-pori pada kondom,
sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan serta infeksi berbagai penyakit
menular reproduktif dapat terjadi. Mencari lingkungan bergaul yang baik dan
kondusif merupakan tempat rekomendasi untuk tumbuh kembang remaja.
Lingkungan ini akan mengajar, mendampingi, serta membentuk karakter remaja
menjadi pribadi yang berintegritas, religius, berwawasan luas, cerdas, dan
bersahabat. Dengan wawasan yang luas, seorang remaja akan memperoleh
pendidikan kesehatan reproduksi melalui bimbingan konseling, sehingga remaja
akan terbentengi dengan pengetahuan seksual yang komprehensif (mampu
mengetahui seputar kehidupan seksual yang sehat, tidak melakukan pacaran,
mengetahui berbagai risiko penyakit menular seksual dan bagaimana
mencegahnya). (Priyono, 2015).
Aktivitas positif penting diberikan kepada remaja selama hidupnya. Aktivitas
positif seperti olahraga, belajar kelompok, kegiatan ekstra kulikuler di sekolah,
isi teka-teki silang, pembelajaran kontekstual melalui lingkungan alam, berlibur
dan belajar kelompok. Aktivitas-aktivitas tersebut akan meminimalisir seorang
remaja untuk melakukan penyimpangan perilaku, termasuk penyimpangan
perilaku seksual yang keliru (Priyono, 2015). Masa remaja merupakan masa
transisi dimana terjadi perubahan secara emosional tapi tidak dalam bentuk fisik.
Kurangnya perhatian orangtua dalam pembentukan karakter dan perilaku
remaja sehingga membuat remaja mencoba hal yang berhubungan dengan
seksual, sebuah studi literature memaparkan bahwa orangtua memegang
peranan cukup besar dalam menentukan perilaku anak. Hal ini dalam perilaku
seksual remaja, orangtua yang dekat dengan remaja cenderung membuat
remaja menunda aktifitas seksualnya (Dinkes, 2012).
Orang yang suka berganti-ganti pasangan seksual haruslah mewaspadai
penyakit ini. Terutama mereka yang bekerja sebagai pekerja seks. Penyakit ini
mudah menyerang pada remaja karena secara biologis sel-sel organ reproduksi
belum matang. Hubungan seksual pada remaja meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi menular seksual dikalangan remaja. PMS adalah satu di antara
faktor-faktor penting yang meningkatkan penularan HIV. Apabila tidak ada
kebijakan yang tepat dalam memerangi penyakit menular seksual, maka
mengurangi penularan HIV akan menjadi sulit. Strategi utama untuk mengontrol
penyakit menular seksual adalah melalui meningkatkan program pencegahan
(SDKI, 2012)

2.2 Pendidikan Kesehatan Berbasis Lasallian


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu atau hasil pengindraan manusia
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Pengindraan terjadi melalui
panca indra, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan meraba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogrers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut
AIETA yaitu awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), interest (merasa
tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai
timbul, evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Trial
dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki stimulus dan adaption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo,
2011).
Menurut Notoatmodjo 2010, pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu, tahu
(know) diartikan sebagi mengingat suatu materi yang telah dipelajari seblumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Analisis (analysis)
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
kompenen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan)
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Sintesis
(synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Selanjutnya yang terakhir evaluasi
(evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada
(Notoatmodjo, 2010).
Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan dengan memberikan
ceramah tentang kesehatan yang dimaksudkan untuk menambah pengetahuan
pada seseorang agar dapat mengubah perilaku kesehatannya yang awalnya
kurang baik menjadi lebih baik. Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk
mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah
dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak
direncanakan, penyakit menular dan depresi (Notoatmodjo, 2010).
Tujuan pendidikan kesehatan menurut Anwar (2011), menjelaskan tentang
pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan akan membentuk sistem
kepercayaan tidaklah mengherankan apabila konsep tersebut mempengaruhi
sikap, jika pendidikan tinggi akan memberikan sikap positif terhadap
pencegahan seks pranikah dan resiko terkena penyakit menular seksual (Azwar,
2011).
Menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), beberapa
pihak masih tidak setuju dengan pendidikan kesehatan seksual karena
dikhawatirkan dengan pendidikan seksual, anak-anak yang belum saatnya tahu
tentang seksual jadi mengetahuinya dan karena dengan keingintahuan yang besar
yang ada pada remaja, mereka jadi ingin mencobanya hal ini dikarenakan
masyarakat masih mengganggap tabu jika membicarakan tentang seks
(BKKBN, 2011).
Pendidikan kesehatan berbasis lasallian merupakan inovasi yang diadaptasi
dari filosofi pendidikan De La Salle, yang juga merupakan dasar
penyelenggaraan pendidikan di Universitas Katolik De La Salle Manado. Kata
De La Salle sendiri berasal dari nama seorang bruder yang bernama Yohanis
Baptis De La Salle yang merasa terpanggil oleh Tuhan untuk membantu
mendidik anak-anak pada zamannya. Visi dan gaya hidupnya kemudian menjadi
dasar spiritualitas lasallian (Handbook Universitas Katolik De La Salle Manado,
2011).
Spiritualitas lasallian adalah “spirit of faith, spirit of service, and spirit of
community”. Menurutnya “spirit of faith” menuntun semua orang untuk melihat
segala sesuatu hanya menurut cara pandang Tuhan dan mempersatukan
semuannya dalam Tuhan. Unsur kedua “spirit of zeal” atau “spirit of service”
yaitu cinta yang begitu bergairah untuk melayani. Unsur yang ketiga dalam
spiritualitas lasallian adalah kebersamaan sebagai satu persaudaraan atau “Spirit
of Community”. Dapat disimpulkan bahwa spiritualitas lasallian adalah “spirit of
faith, spirit of service and spirit of community” ketiga spiritualitas lasallian ini
mendapat bentuknya yang pedagonis dalam inti pendidikan De La Salle yakni
dalam proses pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan dalam terang
iman, yakni “teaching mind”. Namun tidak berhenti pada aspek kognitif semata
tapi juga pada aspek afeksi, moral dan spiritual dengan cara menyentuh hati atau
“touching heart” para anak didik atau mahasiswa. Hanya hati yang dapat
menyentuh hati (Handbook Universitas Katolik De La Salle Manado, 2011)
Seorang mahasiswa De La Salle bukan hanya mengandalkan aspek
pendidikan yakni intelektual, tapi juga kehidupan relasional, kedekatan dan
persahabatan. Turut menjadi sehati dan sejiwa dengan mereka yang dilayani,
memberi teladan dan kesaksian hidup. Dengan demikian dalam proses
pendidikan terjadi suatu pembaruan dalam kehidupan “transforming live”.
Sehingga dalam proses pendidikan di Universitas Katolik De La Salle terdapat
perpaduan antara pikiran (mind), hati (heart), dan kehidupan yang
transformative (life). (Kinzler, Campos dan Ricci, 2009).
Motto De La Salle: Religio – Mores – Cultura. Sebagai bagian dari
pendidikan Katolik, maka hakekat utama pendidikan menurut De La Salle
adalah karya iman, yakni karya Tuhan untuk menyelamatkan manusia dan
membangun kesatuan kasih dengan Tuhan yang maha kasih melalui pendidikan.
Para guru dan dosen adalah utusan Tuhan untuk mengembangkan semua potensi
yang ada dalam anak didiknya yang adalah anak-anak Allah, yang diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah. Karena itu, aspek utama pendidikan adalah
iman atau Religio. Dalam cahaya iman ini maka pendidikan mendapatkan makna
terdalam yakni pembangunan manusia seutuhnya sebagai anak Allah, oleh para
pendidik yang adalah utusan-utusan Allah sendiri. Mereka adalah serentak
pendidik profesional, duta karya keselamatan Allah dan saksi iman. Iman ini
akan menjadi penerang dalam pencarian kebenaran akademik, yang menjadi
tujuan utama ilmu pengetahuan, yakni mencari kebenaran. Dalam terang iman,
proses pendidikan didorong untuk mengupayakan yang terbaik di segala bidang,
baik intelektual – akademik, moral – spiritual, fisik – emosional, bahkan
komunal dan relasional. (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009)
Iman terwujud pertama-tama dalam cinta kasih, baik terhadap Tuhan maupun
sesama. Dengan demikian seorang beriman adalah seorang yang bermoral yang
terwujud dalam perbuatan cinta kasih. Oleh karena itu, motto ke dua Unika De
La Salle adalah “Mores” (Moral). Mores berarti panggilan bagi semua orang
untuk mengabdikan diri seutuhnya untuk karya cinta kasih dalam pelayanan.
Nilai-nilai ini yang merupakan perwujudan spirit of service yang mewarnai
seluruh karya pendidikan De La Salle (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009).
Menurut Paus Yohanes Paulus II, “Iman yang tidak termanifestasikan dan
meresap dalam budaya adalah iman yang tidak diterima dengan sepenuh hati,
yang tidak sungguh-sungguh dipikirkan secara mendalam, dan tidak dihidupi
secara penuh.” Oleh karena itu, kesatuan dialektis antara iman (religio) dan
kasih (mores), yang terus menerus ditanamkan dan ditumbuh kembangkan
menjadi suatu pola yang terintegrasi baik secara individual maupun kolektif
menjadi nilai dan norma serta tindakan dan tradisi yang terus menerus dihidupi
dan diwariskan dalam semangat “spirit of faith, service, community”, sehingga
terbangun suatu budaya (cultura) yang manusiawi dan Kristiani. Menurut
Webster’s Dictionary (2002) dalam Kinzler (2009), “Budaya adalah penanaman
dan pengembangan semua kemampuan intelektual dan moral melalui
pendidikan, membentuk suatu rangkaian sistem kepercayaan, pengetahuan,
tingkah laku yang tergantung pada kemampuan manusia untuk belajar dan
meneruskannya kepada generasi selanjutnya” (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009).
Oleh karena itu, pendidikan De La Salle menjadi kesatuan integrative antara
Iman (Religio)–Moral (Mores)–Budaya (Cultura) sama halnya dengan integrasi
iman–budaya–kehidupan. Prinsip dan semangat inilah yang kiranya menjadi
pemersatu, daya dorong dan pemberi semangat seluruh keluarga besar lasallian
untuk melanjutkan tugas perutusan bersama atau “the shared mission of religio–
mores–cultura”. (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009)
2.3 Konsep Teori
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
maka kegiatan tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan prilaku
tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan
dengan determinan (faktor yang mempengaruhi prilaku itu sendiri). Menurut
Lawrence Green ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya.
Faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factors),
factor penguat (reinforcing factors).(Notoadmojo,2005).
Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor pengetahuan dan
sikap yang dapat mempermudah mempengaruhi perilaku seseorang atau
masyarakat terhadap apa yang dilakukan dan dimana melakukannya. Faktor
pemungkin (enabling factors) merupakan faktor pendukung seperti fasilitas,
saran dan prasarana kesehatan yang dapat mendukung perilaku seseorang atau
masyarakat. Factor penguat (reinforcing factors) selain faktor pengetahuan dan
fasilitas kesehatan faktor lingkungan dan ekonomi juga mempengaruhi perilaku
seseorang (Notoadmojo,2005).
Lawrence Green mencoba menganalisis suatu perilaku Manusia dari tingkat
kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,
yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non- behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terentuk 3 faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nila-nilai dan sebagainya
2. Faktor pendukng (Enabling factor) yang terwujud dalam fasilitas dan sarana,
alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku,
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dan
perilaku masyarakat. Model ini dapat digambar sebagai berikut, B = f (PF, EF,
RF).
Keterangan ;
B = Behaviour, PF = Predisposing factor, EF = Enabling factor, RF =
Reinforcing factor, F = Fungsi

Faktor predisposisi; Pengetahuan,


Kepercayaan, Nilai-nilai dan Sikap

Faktor pendukung ; Lingkungan , sarana, dan


Perilaku kesehatan
prasarana.

Faktor pendorong ;

Sikap dan perilaku, petugas kesehatan.

Gambar 2.1 : Kerangka teori Lawrence Green 1980, dalam Prioto 2014

Anda mungkin juga menyukai