Anda di halaman 1dari 17

1.

LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator derajat kesehatan
masyarakat komponen kesehatan,diantaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB). Indonesia masih menuai presentasi di ASEAN
(Association of South East Asia Nations) Angka kematian bayi di negara-negara
ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per
kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per
kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka
kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup.
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara.
Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting
dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana.
Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi
penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature
dan Berat Badan Lahir Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%).
Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah
infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare),
kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, WHO
(World Health Organization), pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada usia
neonatus dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%, BBLR 24%,
kelainan bawaan 10%, dan lain-lain 5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi
baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus).
Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat.
Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa
berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran
mulkosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen
empedu di dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
menimbulkan kern-ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang
patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat
lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur
kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan penatalaksanaan. Ikterus terjadi
apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada sebagian neonates, ikterus
akan di temukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di kemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 %
pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik
yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau menyebabkan kematian,
karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama
bilaikterus di temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi. Proses hemolisis
darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta
bilirubin direk lebih dari1 mg/dl juga keadaan yang menunjukan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan harus di
lakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan.
BAB II
KONSEP MATERI
1.1 PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
(Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Jadi, Hiperbilirubun adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir
selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi.
Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan hiperbilirubinemia.
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada
beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan
keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar bilirubin yang
tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
1.2 KLASIFIKASI
 UJI KRAMER
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk
penilaian ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang
di mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai
tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan
termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain
lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan dengan
angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan intensitas ikterus
yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut menunjukkan arah
meluasnya ikterus.
Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Derajat Perkiraan
ikterus Daerah ikterus kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11,4 mg/dl
tungkai atas (di atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus


Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang
mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal
ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus
adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin
pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.
A. Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon,
1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005) :
1. Timbul pada hari kedua - ketiga.
2. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
4. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
B. Ikterus Patologik
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. Karakteristik Hiperbilirubinemia
sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
C. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus
merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak.
Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara
kronik.
1.3 ETIOLOGI
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
b. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
c. Gangguan konjugasi bilirubin.
d. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena
adanya perdarahan tertutup.
e. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
f. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
1.4 PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan
kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan
hipoglikemia. (Markum, 1991)
1.5 PATHWAYS

1.6 MANIFESTASI KLINIS


a. Kulit berwarna kuning sampe jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada
hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice
fisiologi.
1.7 KOMPLIKASI
a. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking.
1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
2. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3. Protein serum total.
B. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
C. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
1.9 PENATALAKSANAAN
A. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
B. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
C. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
D. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
E. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
F. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
G. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.
H. Terapi Obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel
hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga
berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin
bebas ke organ hari.
1.10 ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh
(hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan
tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit
tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning
(kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine
dan feses. Pemeriksaan fisik.
2. Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
3. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
4. Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, perpisahan dengan anak.
5. Hasil Laboratorium :
a. Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.
B. DIAGNOSA
1. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.
3. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan
komplikasi berkenaan phototerapi.
4. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan
terpapar lingkungan panas.
C. INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure
integritas kulit tindakan keperawatan Management
selama …x24 jam 1. Anjurkan pasien
b.d. efek dari
diharapkan integritas untuk
phototerapi. kulit kembali baik / menggunakan
normal. pakaian yang
Tissue Integrity : Skin longgar
and Mucous 2. Hindari kerutan
Membranes pada tempat tidur
Kriteria Hasil : 3. Jaga kebersihan
 Integritas kulit kulit agar tetap
yang baik bisa bersih dan kering
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien
 Tidak ada luka / setiap 2 jam sekali
lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan
 Perfusi jaringan adanya kemerahan.
baik 6. Oleskan lotion /
 Menunjukkan minyak / baby oil
pemahaman dalam pada daerah yang
proses perbaikan tertekan
kulit dan mencegah 7. Mandikan pasien
terjadinya cedera dengan sabun dan
berulang air hangat
 Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan MONITOR CAIRAN
tindakan keperawatan 1. Tentukan riwayat
kekurangan
selama .......x24 jam jumlah dan tipe
volume cairan diharapkan tidak ada intake cairan dan
b.d. phototerapi. resiko kekurangan eliminasi
cairan pada klien. 2. Tentukan
Kriteria Hasil : kemungkinan faktor
1. TD dalam rentang resiko daari
yang diharapkan ketidakseimbangan
2. Tekanan arteri rata- cairan (hipertermia,
rata dalam rentang terapi diuretik,
yang diharapkan kelainan renal,
gagal jantung,
3. Nadi perifer teraba diaporesis, disfungsi
4. Keseimbangan hati)
intake dan output 3. Monitor berat badan
dalam 24 jam 4. Monitor serum dan
5. Suara nafas elektrolit urine
tambahan tidak ada 5. Monitor serum dan
6. Berat badan stabil osmolaritas urine
Indicator Skala : 6. Monitor BP, HR,
1. Tidak pernah RR
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
cedera b.d. tindakan keperawtan 1. Kaji status
selama …x 24 jam neurologis
meningkatnya
diharapkan tidak ada 2. Jelaskan pada
kadar bilirubin resiko cidera. pasien dan keluarga
toksik dan  Risk control tentang tujuan dari
Kriteria hasil : metode
komplikasi
1. Klien terbebas dari pengamanan
berkenaan cidera 3. Jaga keamanan
phototerapi. 2. Klien mampu lingkungan
menjelaskan keamanan pasien
metode untuk 4. Libatkan keluiarga
mencegah injuri/ untuk mencegah
cidera bahaya jatuh
3. Klien mampu 5. Observasi tingkat
memodifikasi gaya kesadaran dan TTV
hidup untuk 6. Dampingi pasien
mencegah injuri.
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
4 Gangguan Setelah dilakukan Fever treatment
temperature tindakan keperawtan 1. Monitor suhu
selama …x 24 jam sesering mingkin
tubuh
diharapkan suhu dalam 2. Monitor warna
(Hipertermia) rentang normal. dan suhu kulit
berhubungan  Termoregulation 3. Monitor tekanan
Kriteria hasil : darah, nadi, dan
dengan terpapar
 Suhu tubuh dalam respirasi
lingkungan rentang normal 4. Monitor intake
panas.  Nadi dan respirasi dan output
dalam batas normal
 Tidak ada
perubahan warna
kulit
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan

Daftar Pustaka
 http://www.docstoc.com/docs/159606809/Anak---Hiperbilirubin
 http://growupclinic.com/2012/05/07/penanganan-terkini-
hiperbilirubinemia-atau-penyakit-kuning-pada-bayi-baru-lahir/
 https://www.academia.edu/6312960/Askep_bayi_hiperbilirubinemia
 (http://jurnalpendidikanbidan.com/arsip/39-mei-2013/113-faktor-
faktor-yang-berpengaruh-terhadap-kejadian-hiperbilirubinemia-pada-
neonatus-di-rumah-sakit-umum-daerah-kota-bandung-periode-april-
2010-maret-2011.html)

Anda mungkin juga menyukai