Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Jadi, Hiperbilirubun adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru
lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin
bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan hiperbilirubinemia.
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada
beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan
lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir
merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar
bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat
bayi.

B. Rumusan masalah
Apa pengertian hiperbilirubin, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, pathway,
manifestsi klinis, komplikasi dan penatalaksanaan hiperbilirubin?

C. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang pengertian hiperbilirubin, klasifikasi,
etiologi, patofisiologi, pathway, manifestsi klinis, komplikasi dan penatalaksanaan
hiperbilirubin

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne
C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Jadi, Hiperbilirubun adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru
lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin
bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan hiperbilirubinemia.
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada
beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan
lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir
merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar
bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat
bayi.

2
B. Klasifikasi
UJI KRAMER
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk
penilaian ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang di
mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit,
tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk
telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain
lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan dengan
angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan intensitas ikterus
yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut menunjukkan arah
meluasnya ikterus.

Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Derajat Perkiraan
ikterus Daerah ikterus kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%

3
III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11,4 mg/dl
tungkai atas (di atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang


mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal
ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah
perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada
beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.

A. Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon,
1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005) :
1. Timbul pada hari kedua - ketiga.
2. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
4. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu.

B. Ikterus Patologik
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau

4
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan
15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Karakteristik Hiperbilirubinemia sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
5. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.

C. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus,
nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan
disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang
terjadi secara kronik.

C. Etiologi
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.

5
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma. Siphilis.

D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel
hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam
air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar
bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan
hipoglikemia. (Markum, 1991)

6
E. Pathways

7
F. Manifestasi Klinis
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke
3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

G. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

H. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari
14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan
yang tidak fisiologis.
2. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3. Protein serum total.
B. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.

8
C. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.

I. Penatalaksanaan
A. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
B. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya
sulfa furokolin.
C. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
D. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana
dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam
empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
E. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
F. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.

G. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
H. Terapi Obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.

9
J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi).
Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot
(kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning
dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi
kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses. Pemeriksaan fisik.
2. Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
3. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
4. Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, perpisahan dengan anak.
5. Hasil Laboratorium :
a. Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.

B. DIAGNOSA
1. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.
3. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan
komplikasi berkenaan phototerapi.
4. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar
lingkungan panas.

10
C. INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management
integritas kulit b.d. tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien
efek dari selama …x24 jam untuk menggunakan
phototerapi. diharapkan integritas pakaian yang longgar
kulit kembali baik / 2. Hindari kerutan pada
normal. tempat tidur
Tissue Integrity : Skin 3. Jaga kebersihan kulit
and Mucous Membranes agar tetap bersih dan
Kriteria Hasil : kering
 Integritas kulit yang 4. Mobilisasi pasien
baik bisa setiap 2 jam sekali
dipertahankan 5. Monitor kulit akan
 Tidak ada luka / lesi adanya kemerahan.
pada kulit 6. Oleskan lotion /
 Perfusi jaringan baik minyak / baby oil

 Menunjukkan pada daerah yang

pemahaman dalam tertekan

proses perbaikan 7. Mandikan pasien

kulit dan mencegah dengan sabun dan air

terjadinya cedera hangat

berulang
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan alami
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan

11
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan MONITOR CAIRAN
kekurangan tindakan keperawatan 1. Tentukan riwayat
volume cairan b.d. selama .......x24 jam jumlah dan tipe intake
phototerapi. diharapkan tidak ada cairan dan eliminasi
resiko kekurangan 2. Tentukan
cairan pada klien. kemungkinan faktor
Kriteria Hasil : resiko daari
1. TD dalam rentang ketidakseimbangan
yang diharapkan cairan (hipertermia,
2. Tekanan arteri rata- terapi diuretik,
rata dalam rentang kelainan renal, gagal
yang diharapkan jantung, diaporesis,
3. Nadi perifer teraba disfungsi hati)
4. Keseimbangan intake 3. Monitor berat badan
dan output dalam 24 4. Monitor serum dan
jam elektrolit urine
5. Suara nafas 5. Monitor serum dan
tambahan tidak ada osmolaritas urine
6. Berat badan stabil 6. Monitor BP, HR, RR
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

12
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
cedera b.d. tindakan keperawtan 1. Kaji status neurologis
meningkatnya selama …x 24 jam 2. Jelaskan pada pasien
kadar bilirubin diharapkan tidak ada dan keluarga tentang
toksik dan resiko cidera. tujuan dari metode
komplikasi  Risk control pengamanan
berkenaan Kriteria hasil : 3. Jaga keamanan
phototerapi. 1. Klien terbebas dari lingkungan keamanan
cidera pasien
2. Klien mampu 4. Libatkan keluiarga
menjelaskan metode untuk mencegah
untuk mencegah bahaya jatuh
injuri/ cidera 5. Observasi tingkat
3. Klien mampu kesadaran dan TTV
memodifikasi gaya 6. Dampingi pasien
hidup untuk
mencegah injuri.
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
4 Gangguan Setelah dilakukan Fever treatment
temperature tubuh tindakan keperawtan 1. Monitor suhu
(Hipertermia) selama …x 24 jam sesering mingkin
berhubungan diharapkan suhu dalam 2. Monitor warna dan
dengan terpapar rentang normal. suhu kulit
lingkungan panas.  Termoregulation 3. Monitor tekanan
Kriteria hasil : darah, nadi, dan

13
 Suhu tubuh dalam respirasi
rentang normal 4. Monitor intake dan
 Nadi dan respirasi output
dalam batas normal
 Tidak ada perubahan
warna kulit
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

14
BAB III

KESIMPULAN

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar


nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. Jadi, Hiperbilirubun adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Fototerapi
dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
billirubin dari billiverdin.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://www.docstoc.com/docs/159606809/Anak---Hiperbilirubin

http://growupclinic.com/2012/05/07/penanganan-terkini-hiperbilirubinemia-atau-
penyakit-kuning-pada-bayi-baru-lahir/

16
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
“ KONSEP KEPERAWATAN BAYI DENGAN POTOTERAPI “

DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK

1. DIAN AYU AGUSTINA


2. NAVA NOCICKA
3. NINGKSIH OKTAVIA
4. RARA SUCITRA
5. SALMAN ALFARIZI
6. SURFION

DOSEN PEMBIMBING : Hj. ZANZIBAR, S.Pd, SKM, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2019

17
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunianya penulis telah
dapat menyelesaikan makalah KEPERAWATAN ANAK ini yang berjudul
“KONSEP KEPERAWATAN BAYI DENGAN POTOTERAPI” Selawat beriring
salam penulis kirimkan kepada junjungan Alam Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Dalam penyelesaian penulisa makalah ini, penulis mendapat bimbingan, arahan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-sebesarnya.
Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun
penulis menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan
dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Baturaja, Juni 2019

Penulis

ii
18
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PANDAHULUAN
A. Latar belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan masalah ..................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian hiperbilirubin .......................................................... 2
B. Klasifikasi ................................................................................ 3
C. Etiologi ..................................................................................... 5
D. Patofisiologi ............................................................................. 6
E. Pathway .................................................................................... 7
F. Manifestasi klinis ..................................................................... 8
G. Komplikasi ............................................................................... 8
H. Pemeriksaan penunjang ............................................................ 8
I. Penatalaksanaan ....................................................................... 9
J. Asuhan keperawatan ................................................................ 10
BAB III Kesimpulan ..................................................................................... 15

iii
19

Anda mungkin juga menyukai