Anda di halaman 1dari 106

1.

Seorang perempuan (40 tahun) datang ke poliklinik RSJ, keluarganya mengatakan pasien tidak mau bicara
dan suka menyendiri sejak mengalami gagal ginjal 2 bulan yang lalu. Hasil pengkajian: pasien tampak
pendiam, penampilan tidak rapi, kuku kotor, sesekali menggaruk-garuk kepala dan badannya.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan pertama kali?
A.   Membina hubungan saling percaya
B.   Melatih cara berkenalan dengan satu orang
C.   Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
D.   Melatih pasien berdandan/berhias dengan baik
E.   Melatih makan dan minum secara mandiri
PEMBAHASAN: C
DS :
-Keluarga mengatakan pasien tidak mau bicara dan suka menyendiri sejak mengalami gagal ginjal 2 bulan
yang lalu

DO :
-Pasien tampak pendiam
-Penampilan tidak rapi
-Kuku kotor
-Sesekali tampak mengaruk-garuk kepala dan badannya
Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri
Menurut Herdman dalam Nurhalimah (2016) defisit perawatan diri adalah suatu gangguan didalam
melakukan aktivitas perawatan diri (kebersihan diri, berhias, makan dan minum, toileting).

Tindakan keperawatan dengan defisit perawatan diri yaitu :


1. Latih cara menjaga kebersihan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut dan potong kuku
2. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, rias muka untuk wanita, sisiran, cukuran untuk pria
3. Latih cara makan dan minum yang baik
4. Latih elliminasi dan toeliting yang baik

Jawaban yang tepat: melatih pasien cara perawatan kebersihan diri (c)

Hasil pengkajian perawat telah menemukan masalah yang dialami klien, maka tindakan keperawatan
selanjutnya dengan pasien defisit perawatan diri yaitu latih pasien cara perawatan kebersihan diri.

Tinjauan opsi lain:


- Opsi bina hubungan saling percaya (tidak tepat) karena perawat sudah mengetahui masalah pada klien.
- Opsi melatih pasien cara berkenalan dengan satu orang (tidak tepat), karena latihan ini dilakukan pada
pasien dengan isolasi sosial meskipun awal masuk ke RSJ dengan masalah keperawatan isolasi sosial, namun
masalah yang dialami pasien saat ini adalah defisit perawatan diri.
- Opsi melatih pasien berdandan/berhias dengan baik (tidak tepat), karena latihan ini dilakukan setelah pasien
melakulan cara perawatan kebersihan diri secara mandiri
- Opsi melatih makan dan minum secara mandiri (tidak tepat), tindakan ini dilakukan setelah pasien mampu
berdandan/berhias dengan baik secara mandiri.
2. Seorang anak (9 bulan) datang ke IGD dengan keluhan sesak napas, batuk yang tidak kunjung hilang serta
demam yang naik turun. Hasil pengkajian: tampak adanya retraksi dinding dada, napas terlihat cepat, dan
adanya napas cuping hidung. Hasil pemeriksaan AGD menunjukkan pH 7.55, PCO2 27 mmHg, HCO3 20
mmol/L, BE -3.
Apakah interpretasi nilai AGD pada pasien tersebut?
A.   Alkalosis Metabolik Tidak Terkompensasi
B.   Alkalosis Metabolik Terkompensasi Penuh
C.   Alkalosis Respiratorik Tidak Terkompensasi
D.   Alkalosis Respiratorik Terkompensasi Penuh
E.   Alkalosis Respiratorik Terkompensasi Sebagian 
PEMBAHASAN: E
Interpretasi AGD pasien tersebut adalah Alkalosis Respiratorik Terkompensasi Sebagian dengan rasional:
- pH 7.55 = Tinggi = Alkalosis,
- PCO2 27 mmHg = Rendah = Respiratorik,
- HCO3 20 mmol/L = Rendah = Sebuah kompensasi

Tinjauan opsi lain ;


A). Alkalosis Metabolik Tidak Terkompensasi ditandai dengan adanya peningkatn pH yg diikuti dg
peningkatn HCO3 sementara nilai PCO2 normal.

B)Alkalosis Metabolik Terkompensasi Penuh ditandai dengan peningkatan HCO3 dan PCO2 pada nilai pH
yg masih mormal.

C) Alkalosis Respiratoruk Tidak Terrkompensasi ditandai dengan adanya peningkatan nilai pH yg diikuti
dengan penurunan PCO2 sementara nilai HCO3 masih normal.

D)Alkalosis Respiratorik Terkompensasi Penuh ditandai dengan adanya penurunan PCO2 dan HCO3 pada
pH yg normal.
3. Seorang anak (1 tahun) dirawat dengan diagnosis ALL. Hasil pengkajian: anak mudah rewel, badan lemah,
kulit teraba hangat dan tampak kemerahan, dan malas menyusu. Suhu 39,5 C, frekuensi napas 36x/menit,
frekuensi nadi 120x/menit.
Apakah masalah keperawatan yang tepat?
A.   Gangguan Integritas Kulit
B.   Hipertermi
C.   Menyusui tidak efektif
D.   Intoleransi aktivitas
E.   Risiko Infeksi
PEMBAHASAN: B
DS:
- ibu mengatakan anak mudah rewel
- ibu mengatakan badan anak lemah
- ibu mengatakan kulit anak teraba hangat
- ibu mengatakan kulit anak merah
DO:
- suhu 39,5 C
- kulit teraba hangat
- frekuensi napas 36x/menit
- frekuensi nadi 102x/menit.

Jawaban yang tepat: b. hipertermi


Hipertermia adalah suhu tubuh meningkat di atas rentang normal (SDKI, 2016). Menurut Depkes suhu
normal adalah 36,5-37,5 C. Suhu tubuh di atas normal merupakan gejala mayor dari diagnosis hipertermi,
sedangkan kulit teraba hangat dan kulit merah merupakan gejala minor dari diagnosis hipertermi.

Tinjauan opsi lain:


Opsi "Gangguan integritas kulit" tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatkannya diagnosis berupa
kerusakan lapisan kulit, nyeri serta perdarahan pada anak.
Opsi “Menyusui tidak efektif” tidak tepat karena terdapat data penguat diangkatkannya diagnosis berupa
bayi tidak melekat pada payudara ibu, ASI tidak menetes/memancar, BAK bayi < 8 kali dalam 24 jam, serta
nyeri pada puting payudara ibu.

Opsi “Intoleransi aktivitas” tidak tepat karena tidak ada data penguat diangkatkannya diagnosis berupa
kelemahan/kelelahan pada anak dan adanya perubahan nilai TTV saat/sesudah melakukan aktivitas.

Opsi “Risiko infeksi” tidak tepat karena tidak adanya peningkatan serangan organisme patogenik pada kasus.
4. Seorang perempuan ( 36 tahun) dirawat di kamar bersalin 1 jam post partum. Hasil pengkajian: terjadi
perdarahan jalan lahir ± 800 cc, warna merah segar, pasien tampak pucat, akral dingin, frekuensi nadi
120x/menit dan lambat, tekanan darah 85/50 mmHg, frekuensi napas 24x/menit dan uterus lembek 1 jari di
bawah pusat.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan?
A.   Memasang terapi intravena dua line
B.   Memberikan tranfusi darah
C.   Memasang O2 3 liter/menit
D.   Mangajarkan teknik relaksasi napas dalam
E.   Menganjurkan pasien untuk bedrest total
PEMBAHASAN: A
Data fokus masalah : terjadi perdarahan jalan lahir, ± 800 cc, warna merah segar, pasien tampak pucat, akral
dingin, frekuensi nadi 120 x/menit dan lambat, tekan darah 85/50 mmHg, frekuensi napas 24 x/menit, uterus
lembek 1 jari dibawah pusat.

Berdasarkan data di atas pasien telah mengalami syok hipovolemi. Syok adalah kegagalan sistem
kardiovaskuler untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk perfusi organ dan oksigenisasi jaringan. Perdarahan
adalah penyebab syok yang paling umum dan sering tejadi. Tanda dan gejala syok yang dapat dengan mudah
dan cepat dikenali adalah nadi pasien cepat dan lemah, akral dingin, dan lambat waktu pengisian kapiler.
Berdasarkan data, pasien berada pada perdarahan kelas II yaitu kehilangan volume darah 15 – 30 % ( 750 –
1500 cc) dengan gejala klinis yang terjadi takikardi, takipnea, dan penurunan tekanan nadi. Langkah awal
yang perlu dilakukan untuk mengatasi syok adalah dengan memasang intravena dua jalur guna pemberia
cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian cairan secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika
memungkinkan. Penggantian cairan primer ( kristaloid) pada perdarahan kelas II akan memperbaiki keadaan
sirkulasi.

Tinjauan opsi yang lainnya :


Opsi “memberikan tranfusi darah” kurang tepat. Transfusi darah diberikan pada pasien yang kehilangan
darah 1500 – 2000 cc atau lebih, dan atau pasien dalam keadaan anemis ( Hb < 8 g/dl). Pada kasus, pasien
kehilangan darah 800 cc dan Hb tidak diketahui.

Opsi “memasang O2 3 liter permenit” tidak tepat, pasien memang memiliki frekuensi pernapasan 24x/menit
( n = 16 – 20 x/menit) namun yang harus dilakukan pertama kali adalah penggantian cairan yang hilang.

Opsi “mengajarkan relaksasi napas dalam” tidak tepat. Hal ini tidak bisa membantu mengatasi syok akibat
kehilangan cairan (perdarahan ) yang dialami pasien.

Opsi “ menganjurkan untuk bedrest total” tidak tepat, karena hal ini tidak bisa membantu mengatasi syok
yang dialami oleh pasien.
5. Seorang laki-laki (45 tahun) dirawat di RS dengan Gagal Ginjal Kronis. Pasien mendapat terapi pembatasan
cairan. Keluarga membawa air putih dari guru spiritual yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit
pasien dan menyuruh pasien untuk segera menghabiskannya.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat ?
A.   Melarang keluarga mempercayai hal mistik
B.   Memperbolehkan pasien untuk menghabiskan air tersebut
C.   Memperbolehkan pasien untuk meminum air tersebut sedikit saja
D.   Melarang keluarga untuk memberikan pasien air tersebut
E.   Memperbolehkan pasien meminum air tersebut sesuai takaran intake cairan 
PEMBAHASAN: E
Data fokus masalah : pasien dengan Gagal Ginjal Kronis dan mendapat terapi pembatasan cairan.

Opsi “Melarang keluarga mempercayai hal mistik” dan “Melarang keluarga untuk memberikan pasien air
tersebut” (Tidak tepat). Budaya dan kepercayaan pasien merupakan otonomi pasien, selama hal tersebut
tidak membahayakan kesehatan pasien.

Opsi “Memperbolehkan pasien untuk menghabiskan air tersebut” dan “Memperbolehkan pasien untuk
meminum air tersebut sedikit saja” (Tidak tepat). Pasien mendapat terapi pembatasan cairan, dimana intake
dan output pasien akan dipantau secara ketat.

Opsi “Memperbolehkan pasien meminum air tesebut sesuai takaran intake cairan” (Tepat). Perawat harus
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya, jika hal tersebut tidak
memperparah kondisi kesehatan pasien. Perawat harus mengatur takaran minuman tersebut sebagai
komponen intake cairan pasien karena pasien mendapat terapi pembatasan cairan.
6. Seorang perempuan (26 tahun) datang ke poliklinik RSJ. Klien mengatakan akhir-akhir ini ia merasa
mengalami ketakutan yang berlebihan sejak mengalami kegagalan dalam wawancara pekerjaan. Klien
mengatakan kecewa dengan dirinya dan saat ini tidak mau berinteraksi dengan orang lain karena takut akan
membuat emosinya naik.
Apakah respons marah yang ditunjukkan klien pada kasus tersebut?
A.   Amuk
B.   Asertif
C.   Frustasi 
D.   Pasif
E.   Agresif
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: Klien mengatakan akhir-akhir ini ia merasa mengalami ketakutan yang berlebihan
sejak mengalami kegagalan dalam wawancara pekerjaan. Klien mengatakan kecewa dengan dirinya dan saat
ini tidak mau berinteraksi dengan orang lain karena takut akan membuat emosinya naik.

Respon marah yang ditunjukkan pasien pada kasus tersebut adalah frustasi (C).
Respon frustasi adalah respons marah selanjutnya, biasanya terjadi karena gagal dalam mencapai tujuan dan
tidak bisa menerima kenyataan.

Dari pilihan jawaban:


Opsi (a) Amuk (TIdak tepat), karena perilaku yang ditunjukkan klien pada kasus tidak melukai orang lain.
Opsi (b) Asertif (Tidak tepat), karena klien menunjukkan kecemasan yang berlebihan terhadap sesuatu.
Opsi (c) Frustasi (tepat), karena respons yang ditunjukkan klien merupakan tanda dan gejala respons marah
frustasi.
Opsi (d) Pasif (Tidak tepat), karena klien mampu mengungkapkan masalah dan perasaan yang ia alami.
Opsi (e) Agresif (Tidak tepat), karena ekspresi marah klien disertai dengan kecemasan yang berlebihan dan
tidak ada tindakan yang mengancam
7. Seorang perempuan (20 tahun) ke poliklinik RS dengan keluhan: terasa lelah dan lesu, nafsu makan
menurun, dada terasa sesak dan berdebar setelah aktivitas. Pasien tampak lemah dan pucat. Tekanan darah
97/70 mmHg, frekuensi nadi 121x/menit. Pemeriksaan laboratorium Hb 8,9 g/dl.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.   Intoleransi aktivitas
B.   Keletihan
C.   Defisit nutrisi
D.   Perfusi perifer tidak efektif
E.   Risiko defisit nutrisi
PEMBAHASAN: A
Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan intoleransi aktivitas adalah; mengeluh lelah dan lesu, dada
terasa sesak dan berdebar setelah melakukan aktivitas.

Sesuai dengan (SDKI, 2017), intoleransi aktivtas didefinisikan sebagai ketidakcukupan energi fisiologis
dan/atau psikologis untuk melakukan aktivitas sehari-hari, yang didukung dengan data; mengeluh lelah,
frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi intirahat.

Tinjauan opsi lainnya;


Opsi Keletihan (tidak tepat), keletihan didefinisikan sebagai penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang
tidak pulih dengan istirahat, yang didukung dengan data; merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur,
merasa kurang tenaga, tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin (SDKI, 2017).

Opsi Defisit nutrisi (tidak tepat), pada kasus tidak terdapat data utama untuk diangkatkan diagnosis deficit
nutrisi; Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.

Opsi Perfusi perifer tidak efektif (tidak tepat), data pada kasus tidak mendukung dan tidak relevan dengan
diagnosis keperawatan perfusi perifer tidak efektif, yang didukung dengan data; nyeri ekstremitas (klaudikasi
intermiten), waktu pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, kulit tampak pucat, turgor kulit buruk.

Opsi risiko defisit nutrisi (tidak tepat), data pada kasus tidak mendukung untuk diangkatkan diagnosis risiko
deficit nutrisi, dengan factor risiko; ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient.
8. Seorang laki-laki (60 tahun) dirawat di RS dengan keluhan distensi kandung kemih. Perawat akan melakukan
pemasangan kateter urin pada pasien. Saat ini, perawat telah memasang handscoon steril dan duk bolong.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat selanjutnya ?
A.   Meletakkan nierbeken di dekat pasien
B.   Memasukkan kateter ke uretra sepanjang 15 - 25 cm
C.   Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam
D.   Melakukan penis hygiene
E.   Mengoleskan jelly pada ujung kateter 
PEMBAHASAN: E
Prosedur Pemasangan Kateter Pria
1. Cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan
2. Pasang sampiran
3. Gantung urin bag di sisi tempat tidur pasien
4. Buka pakaian bawah pasien (celana/kain sarung)
5. Pasang perlak dan atur posisi pasien sesuai kebutuhan
6. Dekatkan nierbeken di antara kedua paha dan lakukan penis hygiene
7. Dekatkan nierbeken yang kedua untuk menampung urin
8. Ganti handscoon bersih dengan steril, pasang duk bolong
9. Olesi ujung kateter dengan kassa jelly.
10. Masukkan kateter yang sudah diberi jelly ke uretra sepanjang 15 – 25 cm, sampai urin mengalir, sambil
pasien menarik napas dalam ketika kateter dimasukkan
11. Tampung urin dengan menggunakan nierbeken
12. Perhatikan respon pasien
13. Isi balon kateter dengan cairan aquades sesuai dengan kebutuhan dan tarik selang kateter secara perlahan
sampai ada tahanan
14. Angkat duk bolong, sambungkan kateter ke urin bag, fiksasi ke salah satu paha pasien
15. Bersihkan alat-alat, lepaskan APD, dan cuci tangan
16. Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
9. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di Bangsal Jantung dengan Atrium Fibrilasi. Hasil pengkajian : pasien
mengeluh denyut jantung cepat, nyeri dan berdebar pada dada, sesak napas, dan kelelahan. Perawat akan
memberikan obat Digoxin yang telah diresepkan sesuai dosis.
Manakah tindakan yang tepat dilakukan perawat setelah pemberian obat tersebut ?
A.   Memantau tekanan darah
B.   Memantau denyut jantung
C.   Memantau frekuensi napas
D.   Memantau gambaran EKG
E.   Memantau balance cairan
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : pasien dengan atrium fibrilasi dan akan mendapat terapi obat Digoxin.
Fibrilasi atrium adalah kondisi ketika atrium jantung berdenyut dengan tidak beraturan dan cepat.
Digoxin merupakan obat untuk menangani masalah pada jantung, salah satunya mengobati denyut jantung
yang tidak teratur, serta menjaga denyut jantung tetap normal dan teratur.
Intervensi yang perlu dilakukan perawat setelah pemberian obat Digoxin yaitu memantau denyut jantung
pasien, karena efek samping dari obat ini juga dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak stabil,
kadang cepat, lambat, atau tidak teraba sama sekali. Jika hal ini terjadi, perawat harus segera menghubungi
dokter untuk tindakan lebih lanjut.
10. Seorang perempuan (46 tahun) ke poliklinik dengan riwayat Diabetes Mellitus Tipe II. Pasien mengeluh
kaku kuduk, nyeri kepala dan pusing. Pasien mengatakan sering tidak kontrol ulang karena merasa baik,
makan dan olahraga tidak teratur.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.   Defisit pengetahuan
B.   Risiko ketidakstabilan glukosa darah
C.   Ketidakstabilan kadar glukosa darah
D.   Koping tidak efektif
E.   Nyeri akut
PEMBAHASAN: B
Data fokus diangkatnya masalah Risiko ketidakstabilan glukosa darah; pasien riwayat Diabetes Melitus Tipe
II, pasien mengeluh kaku kuduk, nyeri kepala, dan pusing. Pasien mengatakan sering tidak kontrol ulang
karena merasa baik, makan dan olahraga tidak teratur.

Sesuai dengan (SDKI, 2017) Risiko ketidakstabilan glukosa darah didefinisikan sebagai risiko terhadap
variasi kadar glukosa darah dari rentang normal, dengan factor risiko kurang patuh pada rencana manajemen
diabetik (mis. mematuhi rencana tindakan), pemantauan glukosa darah tidak tepat.

Tinjauan opsi lainnya;


Opsi Defisit pengetahuan (tidak tepat), defisit pengetahuan didefinisikan sebagai Ketiadaan atau kurangnya
informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu, yang didukung dengan data; Menanyakan masalah
yang dihadapi, Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah.

Opsi Ketidakstabilan kadar glukosa darah (tidak tepat), didefinisikan sebagai variasi kadar glukosa darah
naik/turun dari rentang normal, yang didukung oleh adanya data actual hasil pengukuran glukosa darah;
hiperglikemia, hipoglikemia.

Opsi Koping tidak efektif (tidak tepat), didefinisikan sebagai ketidakmampuan menilai dan merespons
stressor dan/atau ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada, yang didukung dengan data;
Mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah, Tidak mampu memenuhi peran yang diharapkan (sesuai
usia), Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.

Opsi Nyeri akut (tidak efektif), pada kasus tidak dijelaskan data mengenai masalah nyeri secara spesifik.
11. Seorang laki-laki (23 tahun) dirawat di RSJ sejak 4 hari yang lalu. Dari hasil pengkajian: klien merasa tidak
berharga, tidak berguna, dan merasa selalu membuat orang tuanya sedih. Ketika dikaji ternyata 3 bulan
yang lalu klien gagal menikah. Klien mengatakan bisa melakukan pekerjaan rumah dengan baik tetapi sejak
sakit klien tidak pernah melakukannya lagi.
Berdasarkan kasus, apakah tindakan keperawatan yang tepat diberikan pada klien?
A.   Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien
B.   Melatih klien cara berkenalan
C.   Membantu klien memilih kemampuan yang akan dilatih
D.   Melatih kemampuan yang dipilih klien
E.   Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: Klien mengatakan bisa melakukan pekerjaan rumah dengan baik tetapi sejak sakit
klien tidak pernah melakukannya lagi.

Dari kata kunci terlihat bahwa klien sudah tahu kemampuan positif yang ia miliki dan menilai kemampuan
yang ia miliki tersebut.
Maka tindakan keperawatan yang tepat diberikan pada klien adalah Membantu klien memilih kemampuan
yang akan dilatih (C)

Strategi pelaksanaan keperawatan pada klien dengan harga diri rendah kronik adalah:
1) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien, bantu klien menilai kemampuan,
bantu klien untuk memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, bantu klien untuk memilih kegiatan
yang dapat klien lakukan dengan mandiri atau dengan bantuan minimal, dan latih kemampuan pertama
yang dipilih klien
2) Latih kemampuan kedua yang dipilih klien
3) Latih kemampuan ketiga yang dipilih klien
4) Latih kemampuan keempat yang dipilih klien

Pilihan lainnya:
Opsi (a) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien (tidak tepat), karena
sudah diidentifikasi.
Opsi (b) Melatih klien cara berkenalan (tidak tepat), karena bukan merupakan SP untuk pasien dengan
HDRK.
Opsi (c) Membantu klien memilih kemampuan yang akan dilatih (tepat), karena klien belum memilih
kemampuan yang mana akan dilatih., Opsi (d) Melatih kemampuan yang dipilih klien (tidak tepat), karena
klien belum memilih kemampuan yang akan ia latih.
Opsi (e) Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan (tidak tepat), karena telah diajarkan
oleh perawat dan klien sudah mampu menilai kemampuan yang ada pada dirinya
12. Seorang laki-laki (37 tahun) dirawat di RSJ untuk pertama kalinya karena melempar tetangganya dengan
batu 5 hari yang lalu. Dari hasil pengkajian: klien mengatakan tidak bisa mengendalikan emosinya dengan
baik, wajah terlihat tegang, bicara ketus dan pandangan mata tajam. Klien mengatakan ia ingin mengetahui
bagaimana cara meluapkan emosi dengan benar agar tidak sampai mencelakai orang lain.
Berdasarkan kasus, apakah tindakan keperawatan yang tepat diberikan pada klien?
A.   Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
B.   Membina hubungan saling percaya
C.   Melatih cara mengontrol RPK dengan verbal/bicara baik-baik
D.   Melatih klien mengontrol RPK dengan tarik napas dalam dan pukul benda lunak 
E.   Melatih klien mengontrol RPK dengan cara spiritual
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: klien mengatakan tidak bisa mengendalikan emosinya dengan baik, wajah terlihat
tegang, bicara ketus dan pandangan mata tajam. Klien mengatakan ia ingin mengetahui bagaimana cara
meluapkan emosi dengan benar.

Tindakan keperawatan untuk pasien RPK adalah:


1) Membina hubungan saling percaya, Menjelaskan tana dan gejala, penyebab dan akibat dari RPK yang
dilakukan serta melatih klien mengontrol marah dengan fiisik 1: tarik napas dalam dan Fisik 2: pukul kasur
dan bantal
2) Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar danmenjelaskan manfaat dari minum
obet secara teratur serta kerugian jika putus obat
3) Melatih klien mengontrol marah dengan cara Verbal/Bicara yang baik
4) Melatih klien mengontrol marah dengan cara spiritual.

Dari pilihan jawaban:


Opsi (a) Tidak tepat, karena bukan merupakan tahapan tindakan pada klien dengan masalah RPK tetapi
membuat jadwal selalu dilakukan setelah memberikan tindakan pada klien.
Opsi (b) Tidak tepat, tindakan ini sudah pasti dilakukan untuk semua klien.
Opsi (c)Tidak tepat, karena merupakan tindakan untuk mengajarkan bagaimana cara bicara yang baik.
Opsi (d) Tepat, Dari data yang muncul menunjukkan bahwa klien membutuhkan tindakan untuk
mengendalikan emosi agar tidak mencelakai orang lain. Adapun tindakan yang tepat adalah melatih klien
mengontrol RPK dengan tarik napas dalam dan pukul benda lunak. Karena dengan 2 tindakan ini klien
dapat meluapkan emosinya dengan benar.
Opsi (e) Tidak tepat, karena bukan merupakan tindakan yang dipilih oleh klien untuk diajarkan.
13. Seorang perempuan (54 tahun) dirawat di RS dengan ca. Mamae stage IV. Pasien direncanakan untuk
radioterapi sehingga perawat harus mengantarkan pasien ke unit radioterapi. Saat ini perawat akan
memindahkan pasien ke kursi roda
Apakah prosedur tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat setelah mendekatkan kursi roda ke samping
tempat tidur pasien ?
A.   Merendahkan posisi tempat tidur
B.   Membantu pasien duduk di tepi tempat tidur
C.   Memastikan kursi roda dalam keadaan terkunci
D.   Membantu pasien untuk berdiri
E.   Menginstruksikan pasien untuk menggunakan lengan kursi sebagai topangan
PEMBAHASAN:
Prosedur mobilisasi pasien dari bed ke kursi roda
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien dan intruksikan apa yang harus dilakukan
3. Rendahkan posisi bed
4. Dekatka kursi roda ke samping bed, pada sudut 45 derajat terhadap bed
5. Pastikan kursi roda dalam keadaan terkunci dan pijakan kursi roda dinaikkan
6. Bantu pasien duduk di tepi bed
7. Lebarkan kaki perawat
8. Tekuk lutut dan pinggul perawat segaris dengan lulut pasien
9. Masukkan tangan melewati bawah aksila pasien dan letakkan tangan pada skapula
10. Bantu pasien berdiri pada hitungan ketiga sambil meluruskan pinggul dan lutut perawat
11. Berputar pada kaki yang paling jauh dari kursi roda
12. Instruksikan pasien untuk menggunakan lengan kursi roda sebagai topangan
13. Tekuk pinggul dan lutut perawat, serta dudukkan pasien di kursi roda.
14. Posisikan pasien dengan benar pada posisi (duduk bersandar ke kursi roda dan menaruh kaki pada
pijakan kursi roda)
15. Padang seat belt jika tersedia
16. Cuci tangan
14. Seorang perempuan (21 tahun) dibawa ke IGD RSJ. Keluarga mengatakan 2 hari yang lalu pasien meminum 1 gelas cairan
pencuci piring. Hasil pengkajian: pasien merasa tidak berharga dan tidak memiliki masa depan, nada suara lemah, banyak
menunduk. Hal ini terjadi sejak pasien di DO dari kampusnya.
Apakah masalah keperawatan yang tepat?
A.  Percobaan bunuh diri
B.  Risiko bunuh diri
C.  Isolasi sosial
D.  Harga diri rendah 
E.  Halusinasi
PEMBAHASAN:
DS :
-Keluarga mengatakan 2 hari yang lalu pasien menghabiskan 1 gelas berisi cairan pencuci piring
-Pasien merasa tidak berharga dan tidak memiliki masa depan

DO :
-Nada suara lemah
-Banyak menunduk
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
Harga diri rendah adalah suatu kondisi dimana individu menilai dirinya/kemampuan dirinya negatif. Tanda dan gejala ditandai hal
negatif diri sendiri atau orang lain, perasaan tidak mampu, pandangan hidup pesimis, penolakan terhadap kemampuan diri, lebih
banyak menundukkan kepala, nada suara lemah, bicara lambat, mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna (Utami,W., Ngesti,
dkk 2016).

Tinjauan opsi lain:


-Opsi percobaan bunuh diri (tidak tepat) karena percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan pasien ketika masuk RSJ
bukan masalah keperawatan hasil pengkajian
-Opsi Risiko bunuh diri (tidak tepat) karena tidak ada data yang menunjukkan perilaku pasien untuk cenderung melakukan bunuh diri
-Opsi isolasi sosial (tidak tepat) karena tidak ada data yang menunjukkan pasien suka menyendiri, kontak mata tidak ada, tidak ada
menjalin komunikasi dengan orang lain
-Opsi halusinasi (tidak tepat) karena tidak ada data yang menujukkan pasien mengalami gamgguan persepsi yang mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi

15. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di RS dengan karsinoma nasofaring T1N1M0. Hasil pengkajian: pasien mengeluh nyeri
tenggorokan, nafsu makan menurun, mudah lelah, badan panas dingin, membran mukosa pucat, BB 45 Kg, TB 167 cm.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Gangguan menelan
B.  Risiko defisit nutrisi
C.  Defisit nutrisi 
D.  Keletihan
E.  Intoleransi aktivitas
PEMBAHASAN:
Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan deficit nutrisi adalah; nafsu makan menurun, membrane mukosa pucat, BB 45 Kg, TB
167 cm (IMT=16).
Sesuai dengan (SDKI, 2017), deficit nutrisi didefinisikan sebagai asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism,
yang didukung oleh data mayor; Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Ganggua menelan (kurang tepat), karena pada kasus tidak terdapat data adanya gangguan proses menelan pada pasien.

Opsi risiko defisit nutrisi (tidak tepat), karena masalah nutrisi pada kasus merupakan masalah yang actual, yang ditunjukkan dengan
data BB dan TB 10 % di bawah ideal.

Opsi Keletihan (tidak tepat), keletihan merupakan penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan istirahat, yang
didukung dengan data; merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga, tidak mampu mempertahankan aktivitas
rutin.

Opsi Intoleransi aktivitas (kurang tepat), karena pada kasus tidak terdapat data yang menunjukkan adanya intoleransi aktivitas, seperti;
frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi intirahat, mengeluh lelah, dispnea setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah
aktivitas.

16. Perawat mengkaji seorang lansia (82 tahun) di suatu panti. Hasil pengkajian: Klien terjatuh sekitar 5 hari yang lalu di kamar mandi
karena mengalami kelemahan ekstremitas bawah. Klien mengeluh sering BAK tanpa disadari sehingga tidak nyaman dengan hal
tersebut.
Apakah intervensi utama yang tepat dilakukan oleh perawat?
A.  Dampingi klien saat ke toilet
B.  Ajarkan klien senam kegel
C.  Modifikasi lingkungan yang mempermudah akses ke toilet
D.  Berikan alat bantu jalan
E.  Gunakan diapers pada klien 
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : Klien mengeluh sering BAK tanpa disadari sehingga tidak nyaman dengan hal tersebut. Salah satu intervensi
yang tepat dilakukan yaitu gunakan diapers pada klien.
Tinjauan Opsi Lainnya :
Opsi "dampingi klien saat ke toilet, modifikasi lingkungan yang mempermudah akses ke toilet dan berikan alat bantu jalan" tidak tepat,
karena bukan merupakan keluhan yang dihadapi klien saat ini. Klien terjatuh sekitar 5 hari yang lalu.
Opsi "ajarkan klien teknik relaksasi otot progresif" tidak tepat, karena usia klien sudah 82 tahun dimana telah mengalami penurunan
daya ingat sehingga akan sulit untuk melakukan tindakan ini.

17. Seorang perempuan (22 tahun) post SC hari pertama dengan indikasi asma pada kehamilan. Pasien mengeluhkan batuk
berdahak dan tidak mau keluar. Luka SCnya terasa nyeri berdenyut. Hasil pengkajian: suara napas wheezing, sesak napas dan
bertambah jika beraktivitas, gelisah dan frekuensi napas 28 x/menit.
Apakah masalah keperawatan utama pada pasien?
A.  Nyeri Melahirkan
B.  Intoleransi aktivitas
C.  Ansietas
D.  Pola napas tidak efektif
E.  Bersihan jalan napas tidak efektif
PEMBAHASAN:
DS : Pasien mengeluhkan batuk berdahak dan tidak mau keluar
DO : suara napas whezing, sesak napas dan bertambah jika beraktivitas, gelisah, frekuensi napas 28 x/menit.

Data – data di atas menunjukkan pasien mengalami bersihan jalan napas tidak efektif. Menurut SDKI ( 2017) bersihan jalan napas
tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahan jalan napas tetap
paten.
Tanda dan gejala :
Mayor : batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing, dan ronkhi, mekonium di jalan napas.
Minor : dipsnea, sulit bicara, orthopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
Pasien dilakukan SC dengan indikasi Asma. Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyampitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu
1. Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2. Wheezing
3. Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6. Hiperkapnia
7. Anoreaksia
8. Diaporesis

Tinjauan opsi yang lain :


Opsi “ Nyeri melahirkan” kurang tepat, pasien memang mengeluhkan nyeri berdenyut pada luka SC, namun yang menjadi prioritas/
masalah keperawatan yang utama pada pasien adalah airway, adanya gangguan dijalan napas pasien.

Opsi “ intoleransi aktivitas” tidak tepat. Pasien memang mengeluhkan sesak napas bertambah setelah aktivitas, namun 1 data ini tidak
cukup untuk penegakan diagnosis tersebut, harus ada data yang menunjukkan pasien mengeluh lelah dan terjadi peningkatan
frekuensi jantung > 20 % dari kondisi istirahat.

Opsi “ Ansietas” kurang tepat. Pasien memang tampak gelisah ( hal ini karena batuk tidak efektif dan sesak napas yang dirasakannya)
namun pasien tidak ada mengeluhkan cemas. Data pendukung untuk penegakan diagnosis ini seperti merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, tanpak gelisah, tegang dan sulit tidur.

Opsi “ pola napas tidak efektif” kurang tepat. Pasien memang mengeluhkan sesak napas dan frekuensi napasnya meningkat (28
x/menit) namun hal ini terjadi akibat bronkospasme jalan napas dan sekret yang tertumpuk sebagai manifestasi klinis asma. Pola napas
tidak efektif lebih difokuskan kepada inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat, sedangkan bersihan
jalan napas tidak efektif berfokus kepada ketidakpatenan jalan napas.

18. Seorang perempuan (56 tahun) ke poliklinik saraf untuk pemeriksaan neurologi. Perawat meminta pasien menutup kedua
matanya, setelah itu menusukkan jarum dengan lembut pada kulit wajah, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Apakah nervus yang sedang diperiksa oleh perawat?
A.  Vagus
B.  Fasialis
C.  Trigeminus
D.  Hipoglosus
E.  Asesorius
PEMBAHASAN:
Data fokus;

- Perawat melakukan pemeriksaan neurologi


- Perawat meminta pasien menutup kedua matanya, setelah itu menusukkan jarum dengan lembut pada kulit wajah, pasien ditanya
apakah terasa tajam atau tumpul.

Berdasarkan kasus di atas, perawat sedang melakukan pemeriksaan pada Saraf Trigeminus (N. V) meliputi; sensibilitas, motorik dan
refleks

1) Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan
membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain.
Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan
lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul.
Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul
menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes
pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila
mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur
terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas
yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.

2) Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan
giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter di atas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot
pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik
menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).

3) Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
a) Refleks kornea
Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta
melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian
bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferennya (berkedip) berasal
dari N.VII.

Tak langsung (konsensual)


Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan
refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau
eferen).

b) Refleks bersin (nasal refleks)

c) Refleks masseter

Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas
jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif
lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Vagus (tidak tepat), karena pemeriksaan ini menialai; Kontraksi faring Gerakan simetris dan pita suara, Gerakan simetris palatum
mole, Gerakan dan sekresi visera torakal dan abdominal, dengan cara Tekan spatel lidah pada lidah posterior, atau menstimulasi
faring posterior untuk menimbulkan refleks menelan. Adanya suara serak Minta pasien mengatakan kata “ah”. Observasi terhadapa
peninggian ovula simetris dan palatum mole.

Opsi Fasialis (tidak tepat), karena pemeriksaan ini untuk menilai Gerakan otot wajah, Ekspresi wajah, Sekresi air mata dan ludah, Rasa
kecap dua pertiga anterior lidah. Observasi simetrisitas gerakan wajah saat; tersenyum, bersiul, mengangkat alis, mengerutkan dahi,
saat manutup mata rapat-rapat (juga saat membuka mata).

Opsi Hipoglosus (tidak tepat), karena pemeriksaan ini menilai Gerakan lidah, Bila pasien menjulurkan lidah ke luar terdapat deviasi
atau tremor. Kekuatan lidah dikaji dengan cara pasien menjulurkan lidah dan menggerkan ke kanan/kiri sambil diberi tahanan.

Opsi Asesorius (tidak tepat), karena pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai; Gerakan otot sternokledomastoid dan travezius. Palpasi
dan catat kekuatan otot trapeziuz pada saat pasien mengangkat bahu sambil dilakukan penekanan. Palpasi dan catat kekuatan otot
sternocleidomastoid pasien saat memutar kepala sambil dilakkukan penahanan dengan tangan penguji ke arah yang berlawanan.

19. Seorang perempuan (48 tahun) dirawat di RS dengan perdarahan gastrointestinal hari ke-2. Dokter merencanakan pemasangan
NGT agar dilakukan irigasi lambung pada pasien. Perawat telah mengukur panjang selang NGT dan menandainya dengan
plester.
Apakah tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat?
A.  Memasang handscoon steril
B.  Melumasi ujung selang dengan jelly 
C.  Memposisikan pasien dengan nyaman
D.  Memasukkan selang lewat lubang hidung pasien
E.  Menyiapkan plester untuk memfiksasi selang
PEMBAHASAN:
Prosedur Pemasangan NGT :
a. cuci tangan
b. posisikan pasien pada posisi fowler tinggi, pasien koma pada posisi semifowler
c. letakkan perlak dan handuk di atas dada pasien
d. potong plester sepanjang 10 cm dan siapkan untuk memfiksasi selang
e. pakai handscoon
f. ukur panjang selang, dari ujung hidung ke ujung daun telinga dan ke ujung prosesus xiphoideus dan tandai dengan pita
g. lumasi ujung selang sekitar 15-20 cm dengan pelumas yang larut dalam air, menggunakan potongan kassa.
h. masukkan selang lewat lubang hidung kiri ke bagian belakang tenggorokan, dengan mengarahkan ke belakang dan ke bawah
menuju telinga
i. fleksikan kepala pasien ke arah dada setelah selang melewati nasofaring
j. anjurkan pasien untuk menelan dengan memberikan seteguk air jika memungkinkan
k. dorong selang sampai panjang yang diinginkan sudah masuk semua
l. bila ada tahanan atau pasien mulai muntah, batuk, tersedak, atau menjadi sianosis berhenti mendorong selang dan tarik kembali
selang.
m. periksa posisi selang dengan aspirasi cairan lambung atau meletakkan ujung selang di dalam kom berisi air
n. fiksasi selang dengan plester
o. rekatkan ujung selang ke baju pasien
p. bereskan alat-alat, lepaskan APD, dan cuci tangan
q. dokumentasikan tindakan
20. Seorang wanita (27 tahun) diantar ke RSJ. Keluarga mengatakan pasien suka mengamuk dan membanting barang-barang di
sekitarnya. Hasil pengkajian: pandangan mata pasien tampak tajam, berbicara kasar, tangan mengepal.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat pertama kali dilakukan perawat?
A.  Bina hubungan saling percaya
B.  Latih cara tarik napas dalam, pukul bantal dan kasur
C.  Latih 6 benar minum obat
D.  Latih cara verbal
E.  Latih dengan spiritual
PEMBAHASAN:
DS :
-Keluarga mengatakan pasien suka mengamuk dan membanting barang-barang di sekitarnya

DO :
-Pasien tampak pandangan matanya tajam
-Berbicara kasar
-Tangam mengepal

diagnosis keperawatan : Risiko perilaku kekerasan


Risiko perilaku kekerasan yaitu berisko membahayakan secara fisik, emosi dan/atau seksual oada diri sendiri atau orang lain (SDKI,
2016)

Tindakan keperawatan pada pasien Risiko Perilaku Kekerasan yaitu :


1. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik : tarik napas dalam dan pukul bantal kasur
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat ( 6 benar obat, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat, akibat
jika tidak diminum sesuai program, akibat putus obat)
3. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (3 cara, yaitu mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar)
4. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual (2 kegiatan)

Jawaban yang tepat: Latih cara tarik napas dalam, pukul bantal dan kasur (b)
Hasil dari pengkajian bahwa klien mengalami risiko perilaku kekerasan, maka tindakan keperawatan selanjutnya yaitu melatih klien
dengan cara tarik napas dalam dan pukul bantal dan kasur

Tinjauan opsi lain:


- Opsi bina hubunagn saling percaya (tidak tepat) karenaperawata sudah mengetahui masalah yang dialami klien saat ini.
- Opsi latih cara 6 benar minum obat (tidak tepat) karena tindakan ini dilakukan setelah pasien mampu mengontrol PK yaitu latihan
dengan cara fisik secara mandiri.
- Opsi latih dengan cara verbal =>tidak tepat karena tindakan ini dilakukan setelah pasien mampu mengontrol PK dengan 6 benar
minum obat secara mandiri
- Opsi latih dengan cara spiritual (tidak tepat) karena tindakan ini dilakukan bila pasien sudah mampu mengontrol PK dengan cara
verbal secara mandiri.

21. Seorang laki-laki (35 tahun) dirawat di RS post kecelakaan. Hasil pengkajian: pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan, terpasang
bidai, kaki sulit digerakkan, pasien hanya berbaring di tempat tidur, aktivitas dibantu keluarga. Pasien diduga mengalami closed
fraktur tibia dekstra.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?

A.  Defisit perawatan diri


B.  Risiko jatuh
C.  Nyeri akut
D.  Intoleransi aktivitas
E.  Gangguan mobilitas fisik 
PEMBAHASAN:
Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan gangguan mobilitas fisik adalah; kaki sulit digerakkan, terpasang bidai, pasien diduga
mengalami closed fraktur dekstra.

Sesuai dengan (SDKI, 2017), gangguan mobilitas fisik didefinisikan sebagai keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri, yang didukung oleh data mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun.

Tinjauan opsi lain;

Opsi Defisit perawatan diri (tidak tepat), didefinisikan sebagai tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri,
yang didukung oleh data; Menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang.

Opsi risiko jatuh (tidak tepat), data pada kasus tidak mendungkung terjadinya masalah risiko jatuh. Misal; usia > 65 tahun,
menggunakan alat bantu berjalan, dan keadaan lantai yang licin.

Opsi Nyeri akut (tidak tepat), karena pada kasus tidak dijelaskan secara spesifik masalah nyeri yang dialami pasien.

Opsi Intoleransi aktivitas (tidak tepat), karena data pada kasus tidak merujuk pada diagnosis intoleransi aktivitas yang didukung oleh
data; mengeluh lelah, sesak dan tidak nyaman setelah aktivitas.

22. Seorang perempuan (50 tahun) dirawat di RS dengan ca.mamae stadium 4 sejak 6 hari lalu. Hasil pengkajian ; payudara tampak
luka bernanah, nyeri dirasakan sejak 4 bulan lalu dan tidak hilang dengan pengobatan. Pasien mengeluh mual dan pusing.
Apakah jenis nyeri yang dirasakan oleh pasien ?
A.  Visceral
B.  Deep somatic
C.  Phantom limb
D.  kronik 
E.  referred
PEMBAHASAN:
Data fokus ; pasien dengan carcinoma mamae stadium 4, payudara tampak luka bernanah, nyeri dirasakan sejak 4 bulan lalu dan tidak
hilang dengan pengobatan.

Berdasarkan kasus di atas, nyeri yang dirasakan pasien adalah jenis nyeri kronik yang didefinisikan sebagai pengalaman sensorik atau
emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

Tinjauan opsi lainnya ;

Opsi Visceral (pada organ dalam) (tidak tepat), karena stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium dan thoraks. Biasanya
terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan.

Opsi Deep somatic/ nyeri dalam (tidak tepat), yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon dan syaraf, nyeri
menyebar dan lebih lama daripada cutaneus, (misal: sprain sendi).

Opsi nyeri phantom limb (tidak tepat), yaitu sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi)
atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis.

Opsi Referred pain (tidak tepat), Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.

23. Seorang perempuan (28 tahun) dilarikan ke IGD RS dengan penurunan kesadaran setelah jatuh di kamar mandi. Hasil
pengkajian: Pasien membuka mata saat dipanggil namun mengalami disorientasi waktu dan tempat, saat diberikan rangsang
nyeri pasien menepis tangan perawat.
Apakah interpretasi GCS pasien tersebut?
A.  E3M4V5
B.  E4M3V5
C.  E4M5V3
D.  E3M5V4 
E.  E4M3V4
PEMBAHASAN:
Jawaban benar: D. E3M5V4

DO: Pasien mengalami penurunan kesadaran, Pasien membuka mata saat dipanggil namun mengalami disorientasi waktu dan tempat,
saat diberikan rangsang nyeri pasien menepis tangan perawat.

Cara menghitung skor GCS pasien adalah berdasarkan skala glasgow coma skale yaitu:
Respons membuka mata (E):
4: Spontan
3: Perintah Verbal
2: Nyeri
1: Tidak ada respons

Respons Motorik (M) :


6: Mengikiuti Perintah
5: Mengetahui letak rangsang nyeri
4: Fleksi terhadap nyeri
3: Fleksi abnormal
2: Ekstensi
1: Tidak ada respons

Respons Verbal (V) :


5: Orientasi baik dan bicara jelas
4: Disorientasi waktu dan tempat
3: Kata-kata yang tidak tepat
2: Suara yang tak berarti
1: Tidak ada respons
(Brunner & Sudart, 2010)

Jadi hasil interpretasi GCS pasien adalah:


Eye: Perintah Verbal (3)
Motoric: mengetahui letak rangsang nyeri (5)
Verbal : Disorientasi waktu dan tempat (4)
E3M5V4

Tinjauan opsi lain:


Opsi “E3M4V5” tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip penghitungan nilai GCS

Opsi “E4M3V5” tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip penghitungan nilai GCS

Opsi “E4M5V3” tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip penghitungan nilai GCS

Opsi “E4M3V4” tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip penghitungan nilai GCS

24. Seorang perempuan (40 tahun) ketika berada di UGD RS berteriak histeris karena kehilangan anaknya yang meninggal dunia
akibat kecelakaan lalu lintas 1 minggu yang lalu dan secara berulang berucap “saya seharusnya tidak menyuruhnya pergi dari
rumah pasti semua baik-baik saja”.
Apakah fase kehilangan yang saat ini dialami klien?
A.  Anger
B.  Denial
C.  Depression
D.  Acceptance
E.  Bargaining 
PEMBAHASAN:
Berdasarkan kasus setelah perasaan marah dapat tersalurkan individu kemudian akan memasuki tahap Bargaining (tawar-manawar),
ungkapan yang sering diucapkan adalah “....seandainya dia tidak melakukan hal tersebut mungkin semua tidak terjadi”...atau “misalkan
dia tidak memilih ke tempat itu...pasti semua akan baik-baik saja”

Tinjauan opsi lain:


-Opsi Anger (marah) => tidak ada data yang menunjukkan reaksi kehilangan dengan menunjukkan perasaan marah pada diri
sendiri/orang lain
-Opsi Denial (menolak) => tidak ada data yang menunjukkan reaksi kehilangan berupa penolakan, tidak menerima/tidak percaya
-Opsi Depression (Depresi) => tidak ada data yang menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara/putus asa
-Opsi Acceptance (penerimaan) => tidak ada data yang mendukung penerimaan terhadap kenyataan kehilangan mulai dirasakan,
sehingga sesuatu yang hilang mulai dilepaskan

25. Seorang perempuan (48 tahun) dirawat dengan Ca mammae dextra metastasis paru. Hasil pengkajian: pasien tampak lemah,
mengeluh nyeri, terdapat luka dengan diameter 5 cm, mengeluarkan darah dan eksudat banyak, ekskoriasi di sekitar luka, dan
berbau busuk. Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi napas 24x/menit.
Apakah tindakan keperawatan utama yang dilakukan perawat?
A.  Memberikan oksigen dengan nasal kanul
B.  Memberikan obat pereda nyeri
C.  Melakukan tekan lembut pada daerah yang mengeluarkan darah
D.  Melakukan perawatan luka
E.  Memberikan antibiotik IV
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : luka pada payudara dengan diameter 5 cm, mengeluarkan darah dan eksudat banyak, ekskoriasi di sekitar luka,
dan berbau busuk. Masalah keperawatan : "Kerusakan integritas jaringan". Salah satu intervensi yang dilakukan yaitu melakukan
perawatan luka.
26. Seorang perempuan (18 tahun) dirawat di RS dengan keluhan batuk-batuk, badan lemas, pucat dan tidak selera makan. Pasien
didiagnosis mengalami TB paru dan anemia. Berdasarkan pengkajian klien mengatakan bahwa penyakitnya ini menular, tidak
akan ada yang mau dekat dengannya lagi. Pasien terlihat tidak bergairah, lesu, dan menolak interaksi dengan yang datang
menjenguk.
Berdasarkan kasus, apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Harga diri rendah situasional 
B.  Harga diri rendah kronik
C.  Gangguan citra tubuh
D.  Isolasi sosial
E.  Ketidakberdayaan
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: klien mengatakan bahwa penyakitnya ini menular, tidak akan ada yang mau dekat dengannya lagi. Pasien
terlihat tidak bergairah, lesu, dan menolak interaksi dengan yang datang menjenguk.

diagnosis keperawatan pada kasus adalah Harga diri rendah situasional. Harga diri rendah situasional adalah evaluasi atau perasaan
negatif terhadap diri sendiri sebagai respons terhadap situasi saat ini (SDKI, 2016).

Opsi (a) Tepat, karena evaluasi negatif pada diri klien terjadi karena situasi saat ini yaitu memiliki penyakit TB Paru
Opsi (b) Tidak tepat, karena evaluasi negatif pada diri klien karena situasi saat ini bukan berlangsung terus menerus
Opsi (c) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatnya diagnosis gangguan citra tubuh.
Opsi (d) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat untuk diangkatnya diagnosis isolasi sosial.
Opsi (e) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat untuk diangkatnya diagnosis ketidakberdayaan.

27. Seorang perawat melakukan kunjungan ke rumah lansia (68 tahun). Hasil pengkajian: klien memiliki
riwayat penyakit DM sejak 5 tahun yang lalu. Klien menjelaskan awal mula terkena penyakit tersebut,
namun klien berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicaraan.
Apakah gangguan proses pikir yang dialami oleh klien?
A.  Sirkumtansial 
B.  Tangensial
C.  Flight of ideas
D.  Blocking
E.  Perseverasi
PEMBAHASAN:
Kata kunci masalah pada kasus : klien berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicara. ,
maka gangguan proses pikir yang terjadi pada klien yaitu sirkumtansial
Menurut Keliat (2005), gangguan proses pikir terdiri dari :
1. Sirkumtansial yaitu berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicara.
2. Tangensial yaitu pembicaraan berbelit-belit, tapi tidak sampai pada tujuan pembicara.
3. Flight of ideas yaitu pembicaraan yang loncat dari satu topik ke topik lainnya.
4. Blocking yaitu pembicaraan berhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
5. Perseverasi yaitu Pembicaraan yang diulang berkali-kali.
28. Perawat melakukan pengkajian pada seorang lansia (68 tahun). Hasil pengkajian: klien mengeluh sakit lutut sebelah kanan. Klien
tidak mampu berjalan terlalu lama karena sering sakit pada kedua lututnya. Klien suka mengonsumsi seafood.
Apakah tindakan yang utama dilakukan oleh perawat?
A.  Menganjurkan klien untuk membatasi konsumsi makanan yang mengandung purin
B.  Menganjurkan klien untuk sering berolahraga
C.  Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri
D.  Memberikan pendidikan kesehatan terkait keluhan klien
E.  Memberikan terapi kompres hangat pada bagian nyeri
PEMBAHASAN:
DS :
- klien mengeluh sakit lutut sebelah kanan seperti menusuk-nusuk sejak 1 jam yang lalu
- klien tidak mampu berjalan terlalu lama karena sering sakit pada kedua lututnya.
- Klien suka mengkonsumsi seafood.
DO :
- Tampak meringis
- Skala nyeri 5
Masalah keperawatan : nyeri akut.
Salah satu intervensi yang tepat dilakukan yaitu memberikan terapi kompres hangat pada bagian nyeri. Menurut Riyadi (2012),
kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit. Pemberian
kompres dilakukan pada radang persendian.
Tinjauan Opsi Lainnya :
- Opsi menganjurkan klien untuk membatasi konsumsi makanan yang mengandung purin => tidak tepat karena bukan tindakan utama
yang tepat dilakukan.
- Opsi menganjurkan klien untuk sering berolahraga dan memberikan pendidikan kesehatan terkait keluhan klien => tidak tepat karena
tidak ada data yang menunjukkan untuk dilakukan tindakan tersebut.
- Opsi memberikan pendidikan kesehatan terkait keluhan klien =>tidak tepat karena masalah utama pada kasus yaitu nyeri akut, maka
nyeri akut klien yang harus di atasi terlebih dahulu. Penkes bisa saja kita berikan kepada klien tetapi setelah nyeri klien
berkurang/hilang.
- Opsi memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri => tidak tepat karena tindakan farmakologi dilakukan apabila tindakan
nonfarmakologi tidak bisa mengatasi keluhan klien

29. Seorang perempuan (30 tahun) ke poliklinik mata. Saat ini pasien duduk di depan perawat sambil
menutup mata sebelah kanan, perawat menutup mata kiri, perawat menggerakkan objek dari perifer
ke sentral dan meminta pasien memberi tanda tepat ketika mulai melihat objek.
Apakah pemeriksaan yang sedang dilakukan?
A.  Pemeriksaan gerakan pupil
B.  Pemeriksaan refleks cahaya
C.  Pemeriksaan tekanan bola mata
D.  Pemeriksaan visus mata
E.  Pemeriksaan lapang pandang
PEMBAHASAN:
Data fokus; . Saat ini pasien duduk di depan perawat sambil menutup mata sebelah kanan, perawat
menutup mata kiri, perawat menggerakkan objek dari perifer ke sentral dan meminta pasien memberi
tanda tepat ketika mulai melihat objek.

Pemeriksaan yang sedang dilakukan perawat tersebut adalah pemeriksaan lapang pandang.

Opsi Pemeriksaan posisi dan gerakan bola mata (tidak tepat), pemeriksaan ini untuk menilai kelemahan
dan kelumpuhan otot ekstraokuler dengan cara menhinari mata pasien dengan senter pada jarak 60 cm,
kemudia amati pantulan sinar senter pada kornea. Apabila pasangan bola mata sejajar, maka akan
tampak pantulan pada tengan pupil.

Opsi Pemeriksaan refleks pupil (tidak tepat), pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai reflex pupil ; bentuk,
ukuran, lokasi, warna iris, kelainan bawaan , dan kelainan lain; dengan cara meberikan rangsangan
cahaya selama 2-5 detik.

Opsi Pemeriksaan tekanan intraokuler (tidak tepat), pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
menggunakan jari telunjuk kanan dan kiri secara bergantian, palpasi bola mata pada kelopak atas,
sehingga pemeriksa mendapatkan kesan tentang tekanan bola mata.

Opsi Pemeriksaan visus mata (tidak tepat), pemeriksaan ini dilakukan menggunakan snellen chartdengan
cara meminta pasien menyebutkan huruf/angka/symbol yang ditunjuk oleh pemeriksa dengan jarak
pasien 5-6 meter dari snellen chart.
30. Seorang perempuan (27 tahun) dirawat di bangsal kebidanan RS dengan postpartum hari ke-2.
Status obstetri P1A0H1, pasien berada pada periode Taking Hold. Saat ini, perawat sedang
melakukan pengkajian kepada pasien.
Apakah kondisi ideal yang TIDAK ditunjukkan pasien pada periode ini?
A.  Mulainya minat pasien untuk memenuhi kebutuhan bayi
B.  Pasien mulai mandiri dalam perawatan diri
C.  Fokus perhatian pasien mulai beralih pada bayi
D.  Pasien terbuka pada pengajaran perawatan
E.  Pasien sangat tergantung pada orang lain
PEMBAHASAN:
Pasien postpartum hari ke – 2 pada masa taking hold. Menurut Rubin (1977) dalam Palupi (2013), pada
masa postpartum seorang ibu akan melalui tiga periode adaptasi psikologis yang disebut “Rubin Maternal
Phases”, yaitu sebagai berikut:
1. Periode Taking In
• Fase ini disebut juga fase ketergantungan.
• Dimulai setelah persalinan,
• Ibu masih berfokus dengan dirinya sendiri
• bersikap pasif dan masih sangat tergantung pada orang lain di sekitarnya.

2. Periode Taking Hold


• Fase ini disebut juga fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian.
• Terjadi antara hari kedua dan ketiga postpartum
• Ibu mulai menunjukkan perhatian pada bayinya
• Berminat untuk belajar memenuhi kebutuhan bayinya.
• Tenaga ibu pulih kembali secara bertahap
• Ibu merasa lebih nyaman,
• Fokus perhatian mulai beralih pada bayi,
• Ibu sangat antusias dalam merawat bayinya,
• Ibu mulai mandiri dalam perawatan diri
• Ibu terbuka pada pengajaran perawatan.
• Saat ini merupakan saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi
dan diri sendiri. Pada fase ini juga terdapat kemungkinan terjadinya postpartum blues.

3. Periode Letting Go
• Fase ini disebut juga fase mandiri.
• Pada fase ini berlangsung antara dua sampai empat minggu setelah persalinan ketika ibu mulai
menerima peran barunya.
• Ibu melepas bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mampu menerima
kenyataan.
Pada fase ini tidak semua ibu postpartum mampu beradaptasi secara psikologis sehingga muncul
gangguan mood yang berkepanjangan ditandai dengan adanya perasaan sedih, murung, cemas, panik,
mudah marah, kelelahan, disertai gejala depresi seperti gangguan tidur dan selera makan, sulit
berkonsentrasi, perasan tidak berharga, menyalahkan diri dan tidak mempunyai harapan untuk masa
depan. Hal ini juga merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan,
hingga ketingkat gangguan jiwa yang berat.
31. Seorang perawat mengunjungi sebuah keluarga. Keluarga mengatakan khawatir akan terkena penyakit demam berdarah karena
tetangganya ada yang dirawat. Hasil observasi: lingkungan pengap, tampak kotor, sampah berserakan, banyak jentik nyamuk dan
air tergenang di pot bunga di sekitar rumah klien.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat?
A.  Memberikan pendkes tentang demam berdarah
B.  Anjurkan keluarga untuk melakukan 3M plus 
C.  Anjurkan keluarga untuk sering membuka jendela
D.  Anjurkan keluarga untuk menggunakan lotion nyamuk
E.  Minta keluarga untuk melapor ke yankes untuk dilakukan fogging
PEMBAHASAN:
Data fokus :
- keluarga khawatir akan terkena DBD
- Lingkungan rumah pengap, tampak kotor, banyak jentik nyamuk dan air tergenang di pot2 sekitar rumah.
Masalah keperawatan keluarga : ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk mempertahankan kesehatan.

Berdasarkan kasus di atas penkes yang tepat dilakukan adalah anjurkan keluarga untuk melakukan 3M plus (Menguras, menutup,
mengubur dan memantau).

Salah satu cara mencegah demam berdarah bisa melalui dengan cara sederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan. Menjaga
kebersihan dapat dilakukan dengan membuang sampah pada tempatnya, memiliki tempat penampungan sampah yang tertutup dan
lain – lain. Sampah bisa menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk. Contohnya genangan air pada botol minuman atau wadah
plastik lainnya yang tergelatak begitu saja, bisa menjadi media perkembangbiakan jentik nyamuk dan bakteri lainnya. Serta menguras
bak mandi dan menaburkan bubuk abate dapat mencegah perkembangbiakkan nyamuk demam berdarah.

Tinjauan opsi lainnya:


Opsi Memberikan penkes tentang demam berdarah kurang tepat karena lingkungan di sekitar klien kotor dan menimbulkan factor risiko
untuk muncunya penyakit DBD dan juga tidak terdapat data yang mengindikasikan keluarga deficit pengetahuan tentang DBD.

Opsi anjurkan keluarga untuk sering membuka jendela kurang tepat walaupun tindakan ini dapat mencegah munculnya DBD tapi
tindakan ini kurang tepat.

Opsi anjurkan keluarga untuk menggunakan lotion nyamuk kurang tepat walaupun tindakan ini dapat mencegah munculnya DBD tapi
tindakan ini bukan tindakan prioritas.

Opsi Minta keluarga untuk melapor ke yankes untuk dilakukan fogging kurang tepat karena membutuhkan waktu untuk pelaksanaanya

32. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di RS dengan riwayat Diabetes Mellitus Tipe II. Hasil pengkajian: pasien mengeluh pusing,
kaku kuduk dan sakit kepala. Pasien 3 bulan lalu dirawat di RS karena keluhan yang sama.
Apakah pemeriksaan laboratorium yang tepat pada pasien?
A.  Pemeriksaan Gula Darah Puasa
B.  Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
C.  Pemeriksaan HbA1c
D.  Pemeriksaan TTGO
E.  Pemeriksaan Gula Darah 2 Jam PP
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah:

- pasien riwayat DM, pasien mengeluh pusing, kaku kuduk dan sakit kepala.
- Pasien 3 bulan lalu dirawat di RS karena keluhan yang sama.

Berdasarkan kasus di atas pemeriksaan laboratorium yang tepat dilakukan adalah pemeriksaan HbA1c. Pengukuran HbA1c adalah
cara yang paling akurat untuk menentukan tingginya kadar gula darah selama dua sampai tiga bulan terakhir. Hasil ini juga digunakan
untuk menilai kepatuhan pasien dalam menjalankan program terapi dan pola hidup sehat pada pasien DM.

HbA1c juga merupakan pemeriksaan tunggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tingginya
kadar gula darah.

Pemeriksaan HbA1c merupakan indikator jangka panjang gula darah pada pasien yang baik dalam mengevaluasi kadar gula darah
dibandingkan pemeriksaan gula darah sewaktu, gula darah puasa maupun gula darah 2 jam setelah makan.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Pemeriksaan Gula Darah Puasa (tidak tepat ), karena pemeriksaan glukosa darah merupakan pemeriksaan yang spesifik untuk
menetukan diagnosis diabetes mellitus.

Opsi Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (tidak tepat), karena pemeriksaan glukosa darah sewaktu dilakukan untuk mengetahui kadar
glukosa secara acak (saat itu juga), tanpa perlu persiapan apapun. Sehingga pemeriksaan ini tidak bisa memprediksi kondisi pasien
selama beberapa bulan yang lalu.

Opsi Pemeriksaan TTGO (tidak tepat), tes yang berfungsi untuk mengukur kemampuan zat gula (glukosa) yang berfungsi sebagai
sumber energi utama bagi tubuh. Tes Toleransi Glukosa Oral juga berfungsi untuk mendiagnosis prediabetes dan diabetes, terutama
diabetes pada masa kehamilan (gestational diabetes).

Opsi Pemeriksaan Gula darah 2 Jam PP (tidak tepat), karena tes ini dilakukan untuk mengetahui kadar glukosa darah pasien 2 jam
setelah makan. Untuk mengetahui toleransi tubuh pasien terhadap glukosa 2 jam setelah makan.

33. Seorang perempuan (27 tahun) dirawat di bangsal kebidanan post partum hari ke-2. Perawat melakukan pemeriksaan fisik
peritoneum. Hasil pemeriksaan ditemukan lochea berwarna merah tua dan terdapat gumpalan sitosel.
Apakah jenis lochea temuan perawat?
A.  Lochea albican
B.  Lochea serosa
C.  Lochea alba
D.  Lochea rubra 
E.  Lochea lividia
PEMBAHASAN:
Data fokus pasien post partum hari ke – 2, hasil pemeriksaan peritoneum ditemukan lochea berwarna merah tua dan terdapat
gumpalan sitosel. Dapat disimpulkan jenis temuan perawat yaitu lochea rubra. Lochea rubra terjadi pada hari ke 1 – 3 postpartum,
berwarna merah dan/atau merah tua , mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik.

Tinjauan opsi yang lain:


Opsi “ lochea albican” tidak tepat, tidak ada jenis lochea albican, yang ada untuk istilah albican ini adalah striae Albican yaitu garis –
garis putih agak mengkilat yang mengandung parut ( cicatrix) dari striae gravidarum pada kehamilan yang lalu, terdapat pada
multigravida.

Opsi “ lochea serosa” tidak tepat. Jenis lochea ini terjadi pada hari 4 – 10 post partum berwarna merah kecoklatan, terdiri dari darah
lama, serum, leukosit.

Opsi “ lochea alba” tidak tepat. Lochea alba terjadi pda 11 – 28 hari postpartum, berwarna kekuningan/putih sampai hilang,
mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.

Opsi “ lochea lividia” tidak tepat. Tidak ada jenis lochea lividia, istilah lividia ini digunakan untuk striae lividia yaitu garis – garis membiru
memanjang atau serong yang biasanya pada primigravida, pada multigravida juga kadang ada.
NB : terdapat 3 jenis lochea yaitu lochea rubra, lochea serosa, lochea alba.

34. Seorang laki-laki (47 tahun) ke poliklinik mata dengan keluhan penglihatan kabur. Perawat melakukan
pemeriksaan visus dengan snellen chart dalam jarak 6 meter. Hasil pemeriksaan, pasien tidak
mampu menyebutkan satupun huruf pada baris ke-6 pada snellen chart.
Apakah hasil pemeriksaan visus pasien?
A.  20/40
B.  20/20
C.  20/50
D.  20/60
E.  20/25
PEMBAHASAN:
Cara menilai visus dari hasil membaca kartu snellen :

a. Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca
pada baris berikutnya => visus normal
b. Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek pada 1 baris
tersebut
c. Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 1.
d. Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 2.
e. Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti visusnya berada di baris
tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.
f. Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya.

Pada kasus Hasil pemeriksaan, pasien tidak mampu menyebutkan satupun huruf pada baris ke 6 pada
snellen chart (berarti visus pasien berada pada baris ke 5), maka hasil pemeriksaan visus adalah 20/40
atau 6/12
35. Seorang laki-laki (56 tahun) dirawat di RS dengan riwayat gagal jantung. Hasil pengkajian: pasien mengeluh sesak napas dengan
frekuensi napas 24x/menit, orthopnea, edema pada tungkai bawah, JVP meningkat. Pasien mendapatkan terapi diuretic 2 x 2 mg.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Pola napas tidak efektif
B.  Intoleransi aktivitas
C.  Gangguan ventilasi spontan
D.  Kelebihan volume cairan 
E.  Penurunan curah jantung
PEMBAHASAN:
Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan kelebihan volume cairan adalah; pasien mengeluh sesak napas dengan frekuensi
napas 28 kali/menit, orthopnea, edema pada tungkai bawah, JVP meningkat.

Sesuai dengan (SDKI, 2017) Kelebihan volume cairan/hipervolemi didefinisikan sebagai Peningkatan volume cairan intravaskular,
interstisial, dan/atau intraselular, yang didukung oleh data; orthopnea, dispnea, edema anasarka dan/atau edema perifer, jugularis
venous pressure (JVP) meningkat.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Pola Napas tidak efektif (tidak tepat), karena data pada kasus tidak menggambarkan secara spesifik adanya gangguan pada pola
napas pasien yang didukung dengan data mayor; dispnea, adanya penggunaan otot bantu napas.

Opsi Intoleransi aktivitas (kurang tepat), karena data pada kasus tidak menunjukkan adanya intoleransi pasien terhadap aktivitas yang
didukung oleh data; frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi intirahat, mengeluh lelah, dispnea setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah aktivitas.

Opsi Gangguan ventilasi spontan (tidak tepat), didefinisikan sebagai penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak
mampu bernapas secara adekuat, yang didukung dengan data nilai Saturasi oksigen, PO2, CO2 yang abnormal.

Opsi Penurunan curah jantung (tidak tepat), didefinisikan sebagai ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, yang didukung dengan data; palpitasi, gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi,
takikardi/bradikardi, tekanan darah meningkat/ menurun.

36. Seorang laki-laki (17 tahun) dibawa ke IGD RS pasca tawuran. Hasil pengkajian pasien: frekuensi
napas 32x/menit, frekuensi nadi 112x/menit teraba lemah, tekanan darah 90/70 mmHg, tampak
adanya luka tembus pada perut dan luka terbuka pada kepala dengan perdarahan massif.
Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus?
A.  Risiko Hipovolemia
B.  Risiko Syok 
C.  Risiko Aspirasi
D.  Risiko Perdarahan
E.  Gangguan Sirkulasi Spontan
PEMBAHASAN:
Data fokus: frekuensi napas 32x/menit (Normal: 12-20x/menit), nadi cepat dan lemah, frekuensi nadi
112x/menit (normal: 60-100x/menit), tekanan darah 90/70 mmHg ((Normal: Sistol: 90-13 mmHg Diastol
60-80 mmHg), terdapat luka tembus di perut, luka terbuka di kepala, perdarahan masif di kedua sumber
luka.

Data-data ini telah menunjukkan pasien mengalami risiko syok yaitu berisiko mengalami ketidakcukupan
aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa (SDKI,
2016).

Faktor risiko terjadinya syok adalah: Hipoksemia, hipoksia, hipotensi, kekurangan volume cairan, sepsis
dan SIRS serta diagnosis klinis yang terkait adalah perdarahan, multiple trauma, pneumathoraks, infark
mikard, kardiomiopati, cedera medulla spinalis, anafilaksis, sepsis, koagulasi intravaskular diseminata dan
SIRS

Dari kasus pasien telah mengalami perdarahan (perdarahan massif pada luka), Kekurangan volume
cairan yang ditandai dengan penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi dan pernapasan serta
multiple trauma (luka tembus pada perut dan luka terbuka pada kepala).

Tinjauan opsi lain:


Opsi “Risiko Hipovolemia” tidak tepat karena pada kasus telah tampak tanda dan gejala hipovolemia
sehingga tidak relevan lagi diangkatkan diagnosis Risiko Hipovolemia.

Opsi “Risiko Aspirasi” tidak tepat karena pada kasus tidak tampak adanya data yang menunjukkan pasien
berisiko mengalami aspirasi.

Opsi “Risiko Perdarahan” tidak tepat karena pada kasus telah terjadi perdarahan sehingga tidak relevan
lagi diangkatkan dignosa Risiko Perdarahan.

Opsi “Gangguan Sirkulasi Spontan” tidak tepat karena tidak adanya data yang mengarah pada
ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk menunjang kehidupan.
37. Seorang laki-laki (37 tahun) dirawat di RS dengan cedera kepala. Hasil pengkajian: pasien nyeri kepala hebat, mual dan muntah
proyektil. Tekanan darah 165/97 mmHg, frekuensi nadi 52x/menit, TIK > 20 mmHg. Perawat memposisikan kepala pasien elevasi
15-30 derajat.
Berikut kriteria hasil dari tindakan perawat, kecuali?
A.  Tidak terjadi aspirasi
B.  Muntah tidak ada
C.  Tekanan intrakranial menurun
D.  Tekanan darah menurun
E.  Nyeri kepala berkurang
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah:

- pasien nyeri kepala hebat,


- mual dan muntah proyektil.
- Tekanan darah 165/97 mmHg, frekuensi nadi 52x/menit, TIK 25 mmHg.
- Perawat memposisikan kepala pasien elevasi 15-30 derajat.

Diagnosis keperawatan yang tepat kasus adalah penurunan kapasitas adaptif intracranial, yang didefinisikan sebagai gangguan
mekanisme dinamika intrakranial dalam melakukan kompensasi terhadap stimulus yang dapat menurunkan kapasitas intracranial, yang
ditunjukkan dengan data; tekanan darah meningkat dengan tekanan nadi melebar, nyeri kepala, penurunan kesadaran, TIK > 20
mmHg.

Manifestasi klinis dari peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan, iritabel, confusion, penurunan
GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil, kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung. Sakit kepala, mual, muntah,
penglihatan kabur sering terjadi. Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak sawar darah orak (SDO),
disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan
akhirnya menngkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan
penigkatan PCo2), dan kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan edema bertambah
secara progresif kecuali bila dilakukan intervensi.

Salah satu tindakan yang tepat ada kondisi pasien adalah memberikan posisi head up 15-30 derajat. Pada posisi ini akan terjadi
peningkatan venous drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik, mungkin dapat
dikompromi oleh tekanan perfusi serebral. Tindakan ini akan berdampak terjadinya penurunan tekanan intracranial secara perlahan
menuju keadaan normal, dengan tetap memperhatikan kontraindikasi selama pemberian posisi. Pada saat reseptor tekanan
intracranial menurun, makan respons muntah dan nyeri juga akan berkurang.

Tinjauan opsi lain:

Opsi Tidak terjadinya aspirasi (kurang tepat), karena ini bukan tujuan utama dari tindakan elevasi kepala pada pasien dengan
peningkatan intracranial.

38. Seorang perempuan (37 tahun) ke poliklinik RS dengan keluhan: batuk berdahak sejak 3 minggu lalu, demam hilang timbul, nafsu
makan menurun, dan sering berkeringan malam hari. Pasien dilakukan pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam)
Apakah tujuan dilakukan pemeriksaan tersebut?
A.  Mengidentifikasi adanya keganasan (karsinoma) pada paru
B.  Mengidentifikasi organisme spesifik guna menegakkan diagnosis definitif
C.  Menentukan jenis mikroorganisme untuk menegakkan diagnosis presumatif
D.  Sebagai pedoman terapi antibiotik
E.  Menentukan adanya Mycobacterium tuberculosa pada organ paru 
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah: demam hilang timbul, nafsu makan menurun, dan sering berkeringan malam hari. Pasien dilakukan pemeriksaan
BTA (Basil Tahan Asam).

Indikasi pemeriksaan sputum adalah untuk mengetahui adanya infeksi penyakit tertentu seperti pneumonia dan Tuberculosis Paru.
Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopik dan penting untuk diagnosis etiologi berbagai penyakit pernapasan. Pemeriksaan
mikroskopik dapat menjelaskan organisme penyebab penyakit pada berbagai pneumonia bacterial, tuberkulosa serta berbagai jenis
infeksi jamur.

Pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan adanya Mycobacterium tuberculosa
yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Mengidentifikasi adanya keganasan (karsinoma) pada paru (tidak tepat), ini merupakan pemeriksaan sitologi pada sputum.

Opsi Mengidentifikasi organisme spesifik guna menegakkan diagnosis definitive (tidak tepat), ini merupakan pemeriksaan kultur
sputum.

Opsi Menentukan jenis mikroorganisme untuk menegakkan diagnosis presumatif (tidak tepat), ini merupakan pemeriksaan pewarna
gram

Opsi Sebagai pedoman terapi antibiotic (tidak tepat), ini merupakan pemeriksaan sensitivitas sputum

39. Seorang anak (3 tahun) dirawat dengan pneumonia. Hasil pengkajian: tampak adanya penggunaan otot bantu napas dan napas
cuping hidung, frekuensi napas 60x/menit, dan saturasi oksigen 83%.
Apakah tindakan utama yang tepat dilakukan pada kasus?
A.  Memberikan bantuan terapi oksigen 
B.  Melakukan pemeriksaan AGD
C.  Mengatur pasien pada posisi high fowler
D.  Memonitor pola napas pasien
E.  Melakukan pemasangan OPA
PEMBAHASAN:
Jawaban tepat: A. Memberikan bantuan terapi oksigen

Masalah pada kasus : Pola napas tidak efektif. Adanya kekurangan oksigen pada pasien ditandai dengan keadaan hipoksia. Keadaan
ini pada proses lanjut dapat mengakibatkan kematian jaringan dan mengancam kehidupan pasien. Dalam kasus ini, perawat sudah
mendapati data kondisi hipoksemia pada pasien, sehingga perawat harus segera mengatasi masalah tersebut.

Pemberian terapi oksigen harus segera diberikan dengan indikasi: pasien dengan peningkatan usaha bernapas dimana hal tersebut
merupakan respons tubuh terhadap kondisi hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernapasan, adanya retraksi dinding
dada, dan menurunnya saturasi oksigen perifer.

40. Perawat melakukan pengkajian keluarga. Hasil pengkajian: keluarga memiliki 2 orang anak. Anak
pertama (14 tahun) kelas 2 SMP dan anak kedua berusia 5 tahun. Anak pertama ingin mengikuti
kegiatan ekstra di sekolah namun ayah klien melarangnya karena khawatir anaknya tertinggal
pelajaran di sekolah karena sibuk dengan kegiatan ekstrakurikuler.
Apakah tugas perkembangan yang tidak tercapai pada kasus di atas?
A.  Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
B.  Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua.
C.  Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
D.  Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab. 
E.  Membantu sosialisasi anak untuk meningkatkan prestasi belajar anak.
PEMBAHASAN:
Pembahasan:
Berdasarkan kasus di atas keluarga berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak remaja.

Tahap ini dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian.Tujuannya untuk
memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang
dewasa.Tugas perkembangan :
1. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari perdebatan, kecurigaan
dan permusuhan.
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Pada kasus ayah klien melarang klien untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolahnya sehingga
tugas perkembangan . Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab tidak tercapai.

Tinjauan opsi lainnya :


Opsi Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga kurang tepat karena di sini tidak dikaji
tentang bagaimana hubungan antar anggota keluarga

Opsi Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua kurang tepat karena ada
tugas ini orang tua berusaha untuk mempertahankan agar jalur komunikasi tetap terbuka, dan saat yang
sama masih terus menghormati transisi pertumbuhan yang dialami oleh anak remaja tersebut.

Opsi Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga kurang tepat karena di sini
tidak ada data mengenai peran.

Opsi Membantu sosialisasi anak untuk meningkatkan prestasi belajar anak, bukan merupakan tugas
perkembangan anak remaja.
41. Seorang perempuan (23 tahun) dirawat di kamar bersalin post partum hari ke-2. Hasil pengkajian:
tanda-tanda vital dalam batas normal, pasien direncanakan boleh pulang hari ini. Perawat
mengajarkan kepada pasien tentang perawatan tali pusat.
Bagaimanakah cara perawatan tali pusat yang tepat?
A.  Membersihkan tali pusat dengan betadin
B.  Membersihkan dari pangkal tali pusat dengan alkohol 96%
C.  Membersihkan ujung tali pusat dengan NaCl 0,9%
D.  Membersihkan dari pangkal tali pusat dengan air dan sabun 
E.  Membersihkan tali pusat dengan alkohol 96% dan betadin
PEMBAHASAN:
Perawatan tali pusat adalah pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik
terakhir antara ibu bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan steril, bersih, kering, dan terhindar
dari infeksi tali pusat (Hidayat,2005). Menurut Paisal (2008), perawatan tali pusat bertujuan untuk
menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih, mencegah infeksi pada bayi baru lahir, membiarkan tali
pusat terkena udara agar cepat kering dan lepas.
Menurut rekomendasi WHO, cara perawatan tali pusat yaitu cukup “membersihkan bagian pangkal tali
pusat, bukan ujungnya, dibersihkan menggunakan air dan sabun,” lalu kering anginkan hingga benar-
benar kering. Untuk membersihkan pangkal tali pusat, dengan sedikit diangkat (bukan ditarik).

Tinjaun Opsi yang lainnya tidak tepat. Pemakaian antimikrobial topikal pada perawatan tali pusat dapat
mempengaruhi waktu pelepasan tali pusat, yaitu merusak flora normal sekitar tali pusat sehingga
memperlambat pelepasan tali pusat. Pemberian antiseptik pada tali pusat tidak diperlukan, karena risiko
terjadinya kontaminasi adalah kecil, yang penting terjaga kebersihannya (Retniati, 2010).
42. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di Bangsal Paru dan pada dada kanan pasien terpasang selang WSD dengan sistem dua
botol. Saat ini perawat akan melakukan perawatan WSD.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat sebelum melepaskan sambungan botol lama dari selang dada?
A.  Menggunakan handscoon
B.  Memposisikan pasien duduk dengan nyaman
C.  Mengklem selang drainase dengan 2 klem 
D.  Mengamati adanya undulasi
E.  Mempersiapakan 2 buah botol steril
PEMBAHASAN:
Prosedur Perawatan WSD
Opsi “Menggunakan handscoon” SALAH. Ini dilakukan sebelum perawat mempersiapkan botol steril untuk drainase.
Opsi “Memposisikan pasien duduk dengan nyaman” SALAH. Ini dilakukan setelah perawat mempersiapan botol drainase yang baru.
Opsi “Mengklem selang drainase dengan 2 klem” TEPAT. Karena sebelum melepas sambungan selang drainase dari selang dada,
perawat harus mengklem selang drainase terlebih dahulu, untuk mencegah udara masuk ke rongga pleura.
Opsi “Mengamati adanya undulasi” SALAH. Ini dilakukan setelah perawat selesai mengganti botol dengan yang baru dan melepaskan
klem pada selang drainase.
Opsi “Mempersiapakan 2 buah botol steril” SALAH. Ini dilakukan sebelum perawat memposisikan pasien duduk dengan nyaman.

43. Seorang anak (2 tahun) dibawa ke Puskesmas dengan keluhan diare bercampur darah dengan frekuensi 6x/sehari, ibu
mengatakan anak diare sejak 2 minggu yang lalu, anak tampak rewel, gelisah, mata cekung, dan CRT > 3 detik, suhu tubuh 38,3
C, pernapasan 32x/menit, serta frekuensi nadi 108x/menit.
Apakah interpretasi masalah yang tepat sesuai MTBS?
A.  Diare dehidrasi berat
B.  Diare persisten berat
C.  Diare dehidrasi ringan/sedang
D.  Diare persisten
E.  Disentri
PEMBAHASAN:
Jawaban yang tepat: e. disentri

DS:
-ibu mengatakan anak diare bercampur darah dengan frekuensi 5x/sehari
-ibu mengatakan anak tampak rewel
-ibu mengatakan anak gelisah

DO:
-Suhu 38,2 C
-Frekuensi pernapasan 32x/menit
-Frekuensi nadi 108x/menit
-Mata cekung
-CRT lambat

Berdasarkan (MTBS, 2015) disentri merupakan diare dengan frekuensi lebih dari 14 hari dan mengandung darah dalam tinja.

Tinjauan opsi lain:


Opsi Diare dehidrasi berat : tidak tepat karena diare dehidrasi berat ditandai dengan letargis/tidak sadar, mata cekung, tidak bisa
minum/malas minum, CRT kembali sangat lambat.

Opsi Diare persisten berat: tidak tepat karena diare persisten berat merupakan diare dengan frekuensi lebih dari 14 hari dengan
dehidrasi.

Opsi Diare dehidrasi ringan/sedang ditandai dengan gelisah, rewel/mudah marah, mata cekung, haus minum dengan lahap, dan
cubitan kulit perut kembali lambat.

Opsi Diare persisten tidak tepat karena diare persisten merupakan diare dengan frekuensi lebih dari 14 hari tanpa dehidrasi.

44. Perawat melakukan kunjungan keluarga. Hasil pengkajian: seorang perempuan (65 tahun) mengalami luka tekan di bokongnya.
Klien hampir 6 bulan terbaring di tempat tidur karena stroke. Saat ditanyakan, keluarga mengetahui klien mengalami dekubitus
namun keluarga bingung bagaimana cara agar luka tekan di bokong tidak bertambah meluas.
Apakah masalah keperawatan pada keluarga tersebut?
A. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
B.  Ketidakmampuan memodifikasi lingkungan
C. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
D. Ketidakmampuan untuk merawat anggota keluarga yang sakit 
E.  Ketidakmampuan memutuskan tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang sakit
PEMBAHASAN:
Pembahasan:
Data fokus :
- Perempuan (65 tahun ) mempunyai luka tekan di bokongnya karena hamya bisa terbaring di temapat tidur sejak 6 bulan lalu.
- keluarga tau klien mengalami dekubitus namun keluarga bingung bagaimana cara agar luka tekan di bokong tidak terus meluas.
Masalah keperawatan keluarga : Ketidakmampuan untuk merawat anggota keluarga yang sakit karena keluarga mengatakan memiliki
keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga. Untuk mengetahui dapat dikaji yaitu :
1) Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien?
2) Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan pasien ?
3) Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien? (Aktif mencari informasi tentang perawatan terhadap pasien)
Pada kasus keluarga tidak tau bagaimana cara merawat luka dekubitas dengan benar dan keluarga tidak aktif mencari informasi ttg
perawatan klien.

Tinjauan opsi lainnya


Opsi Ketidakmampuan untuk mengenal masalah tidak tepat karena keluarga mnegetahui klien mengalami dekubitus.

Opsi Ketidakmampuan memodifikasi lingkungan tidak tepat karena tidak ada data yang mendukung.

Opsi Ketidakmampuan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak tepat karena tidak ada data yang mendukung.

Opsi Ketidakmampuan memutuskan tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang sakit kurang tepat karena tidak ada data upaya
keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga.

45. Seorang laki-laki (28 tahun) dibawa ke IGD RS karena tersengat listrik saat bekerja. Hasil pengkajian: terdapat luka bakar di
daerah ekstremitas bawah kiri dan kanan. Terdapat bulla pada kedua tungkai dan terasa nyeri.
Berapa persen luas luka bakar yang dialami pasien?
A.  36%
B.  0.18
C.  9%
D.  0.45
E.  0.54
PEMBAHASAN:
Jawaban Benar : A. 36%

Pembahasan:
DO: Pasien mengalami luka bakar di kedua tungkai
Dari kasus didapatkan data klien mengalami luka bakar di kedua tungkai. Menurut sistem rule of nine cara penghitungan luas luka
bakar adalah sebagai berikut:
Dewasa:
Kepala: 9%
Badan bagian depan: 18%
Badanbagian belakang: 18%
Ekstremitas atas kanan: 9%
Ekstremitas atas kiri: 9%
Ekstremitas bawah kanan: 18%
Ekstremitas bawah kiri: 18%
Genitalia: 1%
(Panduan BTCLS Pro Emergency, 2014)

Berdasakan Rule of nine, luas luka bakar yang diderita pasien adalah: Tungkai kanan 18% + Tungkai kiri 18% = 36%

Tinjauan Opsi Lain:


Opsi 18% tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip perhitungan luas luka bakar

Opsi 9% tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip perhitungan luas luka bakar

Opsi 45% tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip perhitungan luas luka bakar

Opsi 54% tidak tepat karena tidak sesuai dengan prinsip perhitungan luas luka bakar

46. Seorang anak (12 tahun) dibawa ke IGD RS dengan keluhan demam sejak 3 hari lalu dan nyeri perut. Hasil pengkajian: anak
gelisah, akral dingin, frekuensi nadi 70x/menit teraba lemah, frekuensi napas 30 x/menit. Orang tua mengatakan anak belum BAK
sejak pagi. Trombosit 12000/mikroliter, hematokrit 50%.
Apa diagnosis keperawatan yang tepat pada kasus?
A.  Pola napas tidak efektif
B.  Retensi urin
C.  Risiko syok
D.  Nyeri
E.  Hipertermia
PEMBAHASAN:
Data Fokus :
- Anak tampak gelisah
- Akral teraba dingin
- TD : 100/80 mmHg
- Nadi teraba lemah
- Nadi : 70x/menit
- Anak belum buang air kecil sejak pagi (anuria)

Data pendukung :
- trombosit : 12000/mikroliter
- hematokrit : 50%

Masalah Keperawatan Utama : Risiko Syok

Berdasarkan data yang disampaikan pada kasus maka diagnosis utama yang tepat kita angkat sesuai dengan NANDA adalah risiko
syok.
Risiko syok berdefinisi terjadinya risiko ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler
yang mengancam jiwa. Pada kasus ini pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran.

Faktor Risiko syok yang terjadi pada pasien adalah:


- Hipotensi
- Hipovolemia
- Infeksi

Tijauan opsi lain:


Pola napas tidak efektif (tidak tepat), karena karena tidak ada penguat diangkatnya diagnosis, seperti sesak napas, tampak adanya
penggunaan otot bantu pernapasan dan pola napas abnormal.

Retensi urin (tidak tepat), karena tidak ada penguat diangkatnya diagnosis, seperti sult BAK dan adanya sensasi penuh/distensi pada
kandung kemih.

Nyeri (tidak tepat), karena tidak ada data penguat diagnosis, seperti rasa tidak nyaman akibat kerusakan jaringan dengan keluhan
nyeri berdasarkan skala nyeri.

Hipertermia (tidak tepat), karena tidak ada data penguat diagnosis, seperti peningkatan suhu >37,5 C, kulit merah dan teraba hangat.

47. Seorang perempuan (25 tahun) ke poliklinik mata memeriksa mata. Hasil pemeriksaan dengan snellen chart dengan hasil; pasien
dapat membaca dalam jarak 6 meter yang sebenarnya orang normal dapat membaca dengan jarak 30 meter.
Bagaimanakah penulisan hasil pemeriksaan visus pasien?
A.  6/25
B.  30/6
C.  5/1
D.  6/30 
E.  1/5
PEMBAHASAN:
Data fokus ;. Hasil pemeriksaan dengan snellen chart dengan hasil; pasien dapat membaca dalam jarak 6 meter yang sebenarnya
orang normal dapat membaca dengan jarak 30 meter.

Penulisan hasil pemeriksaan visus berdasarkan snellen chart =

Jarak pasien dapat melihat suatu optotype


Jarak dimana orang normal seharusnya dapat melihat huruf tersebut

Pada kasus dia atas, hasil pemeriksaan visus dapat dituliskan sebagai = 6/30

48. Seorang laki-laki (28 tahun) dirawat di Bangsal bedah dengan post operasi craniectomy hari ke-3. Perawat akan melakukan
perawatan luka pada pasien. Perawat telah melepaskan perban kotor secara pelan.
Apakah prosedur tindakan selanjutnya yang dilakukan perawat?
A.  Melepaskan handscoon kotor
B.  Memakai handscoon steril
C.  Mengkaji kondisi luka 
D.  Membersihkan luka dengan NaCl 0,9% dari atas ke bawah
E.  Mengeringkan luka dengan kassa
PEMBAHASAN:
Prosedur perawatan luka bersih :
a. cuci tangan dan pakai APD sesuai kebutuhan
b. dekatkan alat pada pasien
c. letakkan bengkok di dekat luka pasien
d. pasang perlak dan pengalas di bawah lokasi luka
e. pasang handscoon bersih dan buka balutan luka dengan pinset anatomi bersih, jika balutan kering basahi dengan NaCl 0,9% dan
kaji kondisi luka
f. masukkan bekas balutan luka ke dalam bengkok dengan melipat kea rah dalam
g. masukkan pinset yang telah digunakan ke dalam bengkok berisi larutan desinfektan
h. lepaskan handscoon kotor
i. buka set perawatan luka, masukkan kassa steril dan cairan yang akan digunakan
j. pasang handscoon steril
k. bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau sirkuler dari dalam ke luar
l. bersihkan daerah di sekitar luka dengan kassa yang dibasahi NaCl 0,9%
m. oleskan luka dengan kassa yang telah diberi antiseptik
n. tutup luka dengan kassa kering sesuai ukuran luka dan lakukan fiksasi
o. komunikasikan dengan klien bahwa perawatan luka telah selesai dilakukan dan jelaskan kondisi luka
p. anjurkan menjaga kebersihan sekitar luka
q. bereskan alat-alat, lepaskan APD dan cuci tangan
r. dokumentasikan perawatan luka secara lengkap (kondisi luka : luas luka, warna, bau, eksudat)

49. Seorang anak laki-laki (12 tahun) dibawa ke poliklinik RS. Anak mengatakan bahwa ia sering merasa mengompol saat tertawa,
batuk atau bersin. Urin merembes pada saat anak tertawa, berlari, batuk ataupun bersin.
Apa diagnosis keperawatan yang tepat pada kasus?
A.  Inkontinensia urin refleks
B.  Inkontinensia urin stres 
C.  Inkontinesia urin berlebih
D.  Inkontinensia urin fungsional
E.  Inkontinensia urin urgensi
PEMBAHASAN:
DS : Anak mengatakan sering merasa ngompol pada saat tertawa, batuk atau bersin

DO : Urin merembes pada saat anak tertawa, berlari, batuk ataupun bersin.

Jawaban tepat: B. Inkontinensia urin stres

Pembahasan :
Inkontinensia urin stres adalah rembesan urin tiba-tiba karena aktivitas yang meningkatkan tekanan intraabdomen (NANDA 2015)
Keyword diagnosis ini adalah adanya keluhan urin merembes saat tekanan abdominal meningkat, misalnya pada saat berdiri, bersin,
tertawa, berlari atau mengangkat benda berat (SDKI 2017)

Tinjauan opsi lain:


Inkontinensia urin refleks
adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada saat volume kandung kemih tertentu tercapai.
Untuk menegakan diagnosis ini harus ditemukan data: Sering buang air kecil dengan tidak ada sensasi/dorongan berkemih dan pola
berkemih yang dapat diprediksi.

Inkontinensia urin berlebih


adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali akibat overdistensi kandung kemih (SDKI, 2017)
Keywod dari diagnosis ini adalah: Hasil pemeriksaan suprapubik ditemukan distensi kandung kemih, adanya keluhan residu volume
urin setelah berkemih. Biasanya masalah ini ditemukan pada klien yang mengalami blok sfingter atau obstruksi pada saluran keluar
urin.

Inkontinensia urin fungsional


adalah pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet pada waktu yang tepat (SDKI, 2017)
Untuk menegakan diagnosis ini harus disertai data: klien mengompol sebelum mencapai atau selama usaha untuk mencapai toilet,
baik itu disebabkan faktor fisik maupun lingkungan.

Inkontinensia urin urgensi


adalah pengeluaran urin tidak terkendali dan terus-menerus tanpa distensi atau perasaan penuh pada kandung kemih.
Keyword dari diagnosis ini adalah: adanya pengeluaran urin konstan tanpa distensi dan nokturia lebih dari 2 kali sepanjang tidur.

50. Seorang laki-laki (51 tahun) dirawat di RS dengan Sirosis Hepatis. Hasil pengkajian ; pasien
mengalami penurunan kesadaran, tekanan darah 100/67 mmHg, frekuensi nadi 72x/menit dan
frekuensi napas 22x/menit. Perawat akan melakukan pemasangan NGT pada pasien dan saat ini
perawat telah memasang handscoon.
Apakah prosedur tindakan yang tepat dilakukan selanjutnya ?
A.  Mengukur panjang selang NGT 
B.  Melumasi selang NGT dengan jelly
C.  Memasukkan selang dari hidung
D.  Menganjurkan pasien untuk menelan
E.  Memposisikan pasien semi fowler
PEMBAHASAN:
Prosedur pemasangan NGT
1. Cuci tangan
2. Posisikan pasien
3. Pasang handscoon
4. Ukur panjang selang
5. Lumasi selang dengan jelly
6. Masukkan selang dari lubang hidung, setelah melewati nasofaring fleksikan kepala pasien
7. Anjurkan pasien untuk menelan
8. Dorong selang hingga panjang yang telah ditentukan
9. Jika pasien batuk, muntah, tersedak, atau sianosis, berhenti memasukkan selang, dan tarik selang
kembali.
10. Poriksa posisi selang
11. Jika sudah berada di lambung, fiksasi dengan plester
12. Lepaskan handscoon
51. Seorang bayi baru lahir prematur dengan kondisi bayi merintih saat diberikan stimulasi. Tampak
seluruh warna tubuh bayi merah terang. Frekuensi jantung bayi 98x/menit dan upaya bernapas bayi
tampak lemah dan tidak teratur. Gerakan bayi juga tampak lemah dan sedikit.
Apakah kategori skor APGAR bayi tersebut?
A.  Gagal napas
B.  Sianosis
C.  Asfiksia berat
D.  Asfiksia sedang 
E.  Asfiksia ringan
PEMBAHASAN:
Penilaian APGAR Score :

1. Appearance atau warna kulit :


0 : jika kulit bayi biru pucat atau sianosis
1 : jika tubuh bayi berwarna merah muda atau kemerah merahan sedangkan ekstremitas ( tangan dan
kaki) berwarna biru pucat.
2 : jika seluruh tubuh bayi berwarna merah muda atau kemerahan.

2. Pulse atau denyut jantung :


0 : jika bunyi denyut jantung tidak ada atau tidak terdengar
1 : jika bunyi denyut jantung lemah dan kurang dari 100 x/menit
2 : jika denyut jantung bayi kuat dan lebih dari 100 x/menit

3. Gremace atau kepekaan refleks bayi


0 : jika bayi tidak berespons saat di beri stimulasi
1 : jika bayi meringis, merintih atau menangis lemah saat di beri stimulasi.
2 : jika bayi menangis kuat saat bayi diberi stimulasi
4. Activity atau tonus otot
0 : jika tidak ada gerakan
1 : jika gerakan bayi lemah dan sedikit.
2 : jika gerakan bayi kuat

5. Respiration atau pernapasan


0 : jika tidak ada pernapasan
1 : jika pernapasan bayi lemah dan tidak teratur.
2 : jika pernapasan bayi baik dan teratur

Klasifikasi Penilaian Apgar Score :

0 – 3 : Asfiksia berat
Pada kasus ini bayi memerlukan perawatan yang lebih intensif dan memerlukan alat bantu penapasan
agar tidak terjadi gagal naafas atau henti napas.

4 – 6 : Asfiksia sedang
Pada kasus ini bayi hanya membutuhkan tidakan pertolongan ringan, seperti membersihkan lendir yang
menutupi jalan pernapasan bayi.

7 – 10 : Normal/vigorous baby
Pada keadaan ini bayi lahir dengan score APGAR normal, itu berarti bayi sehat.

Pada kasus didapatkan data :


- bayi merintih saat diberikan stimulasi (1)
- Tampak seluruh warna tubuh bayi merah terang (2)
- Frekuensi jantung bayi 98x/menit (1)
- upaya bernapas bayi tampak lemah dan tidak teratur (1)
- Gerakan bayi tampak lemah dan sedikit (1)

TOTAL APGAR SCORE = 6 = Asfiksia Sedang = Opsi D


52. Seorang laki-laki (46 tahun) dirawat di RS dengan Bronkopneumonia. Hasil pengkajian ; pasien
mengeluh sesak dengan frekuensi napas 30 kali/menit, frekuensi nadi 100 kali/menit, pusing, dan
batuk berdahak. Pasien terpasang monitor dan oksigen. SaO2 95 %, PaO2 75 mmHg, PaCO2 50
mmHg dan pH 7,25.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat pada kasus ?
A.  Gangguan ventilasi spontan
B.  Bersihan jalan napas tidak efektif
C.  Pola napas tidak efektif
D.  Gangguan pertukaran gas 
E.  Resiko perfusi serebral tidak efektif
PEMBAHASAN:
Data focus diangkatnya diagnosis gangguan pertukaran gas adalah; pasien mengeluh sesak dengan
frekuensi napas 30 kali/menit, frekuensi nadi 100 kali/menit, pusing, PaO2 75 mmHg, PaCO2 50 mmHg,
pH 7,25.

Sesuai dengan SDKI 2016, gangguan pertukaran gas didefinisikan sebagai kelebihan atau kekurangan
oksigenasi dan/ atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler, yang didukung dengan
data; dispnea, hiperkapnia/ hiperkarbia, hipoksemia, kadar karbon dioksida abnormal, pH arteri abnormal,
takikardia.
Tinjauan opsi lain :

Opsi Gangguan ventilasi spontan (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data yang tepat untuk
diangkatkan masalah keperawatan ini, seperti SaO2 menurun, peningkatan penggunaan otot bantu
napas, tanpa disertai data pH darah yang abnormal.

Opsi Bersihan jalan napas tidak efektif (tidak tepat), karena pada kasus tidak dijelaskan adanya
ketidakmampuan pasien dalam membersihkan jalan napas sehingga terdapat sumbatan di jalan napas.

Opsi Pola napas tidak efektif (tidak efektif), karena pola napas tidak efektif berfokus pada data; dispnea,
penggunaan otot bantu napas.

Opsi Resiko perfusi serebral tidak efektif (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data factor resiko
terjadinya perfusi serebral tidak efektif; emboli serebral, cedera kepala, tumor otak, dll.
53. Seorang laki-laki (19 tahun) dilarikan ke IGD puskesmas akibat jatuh dari pohon setinggi 7 meter. Hasil pengkajian pasien: nyeri
pada kaki kanan skala 9, terdapat krepitasi dan deformitas pada tungkai kanan. Perawat melakukan pembidaian sebelum merujuk
pasien dan saat ini perawat telah mengukur panjang bidai.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan selanjutnya?
A.  Melakukan pengecekan denyut, gerak dan rasa
B.  Pasang bidai di daerah yang cedera dan tinggikan daerah tersebut
C.  Tutup dan balut dengan kassa steril di sekitar daerah tulang yang menonjol
D.  Lakukan balut tekan pada luka yang terbuka
E.  Gerakkan tungkai yang cedera untuk menilai derajat patah tulang
PEMBAHASAN:
Jawaban yang tepat: A. Melakukan pengecekan denyut, gerak dan rasa

Pembahasan:
DO: Pasien tidak bisa menggerakkan tungkai kanan, skala nyeri 9, terdapat krepitasi dan deformitas pada tungkai kanan

Dari data dapat disimpulkan pasien mengalami fraktur pada tungkai kanan dan perawat melaksanakan pemasangan bidai. Perawat
telah mengukur panjang bidai yang dibutuhkan dan langkah selanjutnya yang tepat dilakukan perawat adalah Melakukan pengecekan
denyut, gerak dan rasa.

Langkah-langkah pemasangan bidai adalah:


1. Anjurkan pasien untuk tidak bergerak dan jangan pindahkan pasien bila tidak perlu
2. Pada patah tulang terbuka, tutup dengan kassa steril atau kain bersih di sekitar tulang yang menonjol keluar untuk menghentikan
perdarahan (hati-hati jangan sampai mengubah posisi tulang)
3. Ukur bidai sesuai dengan prinsip pemasangan bidai
4. Cek denyut, gerak, rasa sebelum pemasangan bidai.
5. Pasang bidai di daerah yang cedera supaya tidak bergerak dan tinggikan daerah tersebut
6. Cek denyut, gerak, rasa setelah pemasangan bidai
(Panduan BTCLS, 2014)

Tinjauan Opsi Lain:


Opsi “Pasang bidai di daerah yang cedera dan tinggikan daerah tersebut” tidak tepat karena apabila pemasangan bidai dilakukan
sebelum pengecekan cek denyut, gerak, rasa maka status neurovascular tidak terpantau dan dapat mengganggu perfusi perifer daerah
yang cedera.

Opsi “Tutup dan balut dengan kassa steril di sekitar daerah tulang yang menonjol” tidak tepat karena dari kasus tidak terdapat adanya
data yang menggambarkan terjadi fraktur terbuka pada pasien

Opsi “Lakukan balut tekan pada luka yang terbuka” tidak tepat karena dari kasus tidak terdapat adanya data yang menggambarkan
terjadi fraktur terbuka pada pasien

Opsi “Gerakkan tungkai yang cedera untuk menilai derajat patah tulang” tidak tepat karena pada penatalaksanaan fraktur harus
meminimalkan mobilisasi untuk mencegah perburukan pada daerah yang mengalami fraktur.

54. Seorang perempuan (24 tahun) merasa tidak mampu memecahkan masalah yang sedang
dihadapinya, apatis, menganggap tidak ada orang lain yang dapat membantunya, tidak melihat jalan
keluar dari permasalahan yang dialaminya, merasa tidak ada lagi harapan dan merasa tidak mampu
berpikir dengan baik.
Berdasarkan kasus, apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Risiko bunuh diri
B.  Halusinasi
C.  Keputusasaan
D.  Ketidakberdayaan
E.  Harga diri rendah situasional
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: Merasa tidak mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya, apatis,
menganggap tidak ada orang lain yang dapat membantunya, tidak melihat jalan keluar dari permasalahan
yang dialaminya, merasa tidak ada lagi harapan dan merasa tidak mampu berpikir dengan baik.

Keputusasaan adalah kondisi yang ditandai dengan individu memandang hanya ada sedikit atau bahkan
tidak ada alternatif atau pilihan lagi untuk permasalahannya dan tidak mampu memobilisasi energi demi
kepentingannya sendiri (Stuart, Keliat, Pasaribu, 2016). Pada keputusasaan ini klien sudah mengarah
kepada risiko bunuh diri.

Dari tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien, maka masalah keperawatan pada klien adalah
keputusasaan

Dari pilihan jawaban:


Opsi (a) Tidak tepat, karena tidak ada tanda gejala risiko bunuh diri pada klien.
Opsi (b) Tidak tepat, karena tidak ada tanda gejala halusinasi pada klien
Opsi (c) Tepat, karena tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien merupakan tanda dan gejala masalah
keputusasaan.
Opsi (d) tidak tepat, karena pada kasus ini klien terlihat sudah menyerah dan tidak ada motivasi lagi.
Opsi (e) Tidak tepat, karena tidak ada tanda gejala yang tepat menunjukkan klien mangalami masalah
harga diri rendah situasional
55. Seorang laki-laki (38 tahun) dirawat di RS dengan TB Paru. Hasil pengkajian : tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi
82x/menit, frekuensi napas 20x/menit, pasien batuk produktif dan direncanakan pulang hari ini.
Apakah discharge planning yang tepat diberikan kepada pasien ?
A.  Nutrisi
B.  Pencegahan infeksi sekunder
C.  Pengobatan TB
D.  Pemeliharaan lingkungan
E.  Aktivitas pemulihan
PEMBAHASAN:
Discharge planning adalah komponen sistem perawatan berkelanjutan sebagai perencanaan kepulangan pasien dan memberikan
informasi kepada pasien dan keluarganya yang dituliskan untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain didalam atau
diluar suatu agen pelayanan kesehatan umum, sehingga pasien dan keluarganya mengetahui tentang hal-hal yang perlu dihindari dan
dilakukan sehubunagan dengan kondisi penyakitnya.
Menurut Luverne & Barbara (1988), perencanaan pemulangan pasien membutuhkan identifikasi kebutuhan spesifik klien. Kelompok
perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang klien, yang disingkat dengan METHOD,
yaitu:

Medication (obat)
Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah pulang.

Environment (Lingkungan)
Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang
dibutuhkan untuk kontinuitas perawatannya.

Treatment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah klien pulang, yang dilakukan oleh klien atau anggota keluarga.
Jika hal ini tidak memungkinkan, perencanaan harus dibuat sehingga seseorang dapat berkunjung ke rumah untuk memberikan
keterampilan perawatan.

Health Teaching (Pengajaran Kesehatan)


Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana mempertahankan kesehatan. Termasuk tanda dan gejala yang
mengindikasikan kebutuhan pearwatan kesehatan tambahan.

Outpatient referral
Klien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau agen komunitas lain yang dapat meningkatan perawatan yang kontinu.

Diet
Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya. Ia sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.

56. Seorang perempuan (25 tahun) post partum hari ke-2. Pasien mengatakan cemas bayinya tidak mau menyusu. Hasil pengkajian:
bayi rewel, menangis saat diberi ASI, menolak menghisap payudara, ASI yang keluar sedikit, bayi BAK 4 kali dalam sehari. Berat
bayi lahir 2800 gram dan berat bayi saat ini 2750 gram.
Apakah masalah keperawatan utama pada pasien?
A.  Gangguan rasa nyaman
B.  Ansietas
C.  Menyusui tidak efektif 
D.  Risiko defisit nutrisi
E.  Defisit nutrisi
PEMBAHASAN:
DS : Pasien mengatakan cemas bayinya tidak mau menyusu (terjadi kecemasan maternal)
DO : bayi rewel, menangis saat disusukan, menolak untuk menghisap payudara, ASI yang keluar sedikit, bayi BAK 4 kali dalam sehari (
intake cairan yang kurang, sehingga produksi urin kurang).
Data – data ini telah menunjukkan pasien mengalami menyusui tidak efektif yaitu kondisi dimana ibu dan bayi mengalami
ketidakpuasan atau kesukaran pada proses menyusui ( SDKI, 2017).
Tanda dan gejala mayor
Subjektif:
1. Kelelahan maternal
2. Kecemasan maternal
Objektif
1. Bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu
2. ASI tidak menetes/memancar
3. BAK bayi kurang 8 kali dalam 24 jam
4. Nyeri dan/atau lecet terus-menerus setelah minggu kedua.
Tanda dan gejala minor
Objektif:
1. Intake bayi tidak adekuat
2. Bayi mengisap tidak terus-menerus
3. Bayi menangis saat disusui.

Tinjauan opsi yang lainnya :


Opsi “ Gangguan rasa nyaman” tidak tepat, karena tidak ada data pendukung untuk menegakkan diagnosis ini seperti pernyataan
ketidaknyaman dari pasien.

Opsi “ Ansietas” kurang tepat, pasien memang mengatakan cemas. Tapi hal ini karena bayinya yang tidak mau menyusu. Selain itu
tidak ada data pendukung lain seperti gelisah, tegang dan sulit tidur.

Opsi “ Risiko defisit nutrisi” kurang tepat. Pasien (bayi) memang berisiko mengalami asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. Namun hal ini terjadi karena ketidakefektifan menyusui. Dan pada kasus tidak hanya bayi yang mengalami
masalah, ibu juga mengalami masalah tidak puas dalam menyusui.

Opsi “ defisit nutrisi” tidak tepat, tidak ada data penurunan berat badan minimal 10 % dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif, dll.

57. Seorang laki-laki (40 tahun) dirawat di RS dengan Spinal Cord Injury hari ke 4. Hasil pengkajian: pasien tidak mampu menahan
sensasi BAB, feses keluar sedikit namun sering. Bokong tampak kemerahan karena sering lembab, dan pasien merasa tidak
nyaman dengan kondisinya.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat pada pasien?
A.  Berikan pasien diapers
B.  Berikan pasien bowel training
C.  Jaga kebersihan linen
D.  Berikan pelembab pada area bokong pasien
E.  Berikan pasien toilet training
PEMBAHASAN:
Spinal Cord Injury merupakan cedera pada tulang belakang baik langsung mapun tidak langsung yang menyebabkan lesi pada
medulla spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Keluhan utama
yang sering muncul adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan
otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma.

Data fokus; pasien tidak mampu menahan sensasi BAB, feses keluar sedikit namun sering. Masalah keperawatan yang terjadi pada
kasus adalah inkontinensia fekal yang didefinisikan sebagai perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal yang ditandai
dengan pengeluaran feses secara involunter (tidak disadari). (SDKI, 2016)

Pertanyaan; tindakan keperawatan yang tepat pada pasien inkontinensia fekal

Berdasarkan kasus di atas, tindakan keperawatan yang tepat dilakukan adalah melakukan bowel training yang bertujuan membantu
pasien untuk melatih saluran cerna untuk dapat mengosongkan saluran cerna pada interval tertentu.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Berikan pasien diapers (kurang tepat), karena tindakan ini bersifat sementara sehingga tidak mengatasi masalah utama pasien.

Opsi Jaga kebersihan linen (kurang tepat), tindakan ini tetap bisa dilakukan untuk menjaga kebersihan kulit pasien, namun bukan
sebagai tindakan utama sebagai intervensi utama sesuai masalah utama pasien.

Opsi Berikan pelembab pada area bokong pasien (kurang tepat), ini bisa tetap dilakukan untuk mencegah terjadinya luka tekan pada
bokong, namun bukan merupakan tindakan utama dalam mengatasi masalah utama pasien sesuai kasus.

Opsi Berikan pasien Toilet training (tidak tepat), karena toilet training merupakan latihan yang diberikan kepada anak-anak untuk
mampu melakukan toileting secara mandiri.

58. Seorang perawat mengunjungi sebuah keluarga. Hasil pengkajian: anak perempuan (14 tahun)
demam hari ke-3, suhu 38,5 C. Ibu klien mengatakan demam anaknya naik turun, nafsu makan
menurun, mual dan muntah. Klien sudah diberikan obat penurun panas namun suhu tubuh klien tetap
tinggi.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan?
A.  Melakukan rumple leed test 
B.  Merujuk klien ke yankes terdekat
C.  Memberikan penkes terkait perawatan anak demam
D.  Menganjurkan keluarga untuk melakukan kompres hangat
E.  Menganjurkan keluarga untuk sering memberikan anaknya air minum
PEMBAHASAN:
Pembahasan:
Data fokus :
- sedang demam hari ke-3. Suhu : 38,5 C.
- Ibu klien mengatakan demam anaknya naik turun, nafsu makan menurun, mual dan muntah.
- Klien sudah diberikan obat penurun panas namun suhu tubuh klien tetap tinggi.
Masalah keperawatan keluarga : ketidakmampuan keluarga mengenal masalah.

Pada kasus tampak bahwa anak tersebut memiliki tanda-tanda demam berdarah. Tindakan yang tepat
adalah melakukan rumple leed test. Rumple leed test merupakan tes untuk deteksi dini demam berdarah.
Tes ini tidak memerlukan tindakan invasive. Tes hanya menggunakan pengukuran tekanan darah dengan
alat tensi meter.
Tinjauan opsi lainnya :
Opsi Merujuk klien ke yankes terdekat kurang tepat karena lebih baik dilakukan dulu rumple leed test,
setelah itu baru klien dirujuk ke yankes untuk mengetahui penyakit klien lebih lanjut.

Opsi Memberikan penkes terkait perawatan anak demam kurag tepat karena tidak ada data yang
mendukung mengenai ketidakmampuan keluarga merawat anak yang demam
Opsi Menganjurkan keluarga untuk melakukan kompres hangat kurang tepat karena tidak ada data yang
mendukung.

Opsi Menganjurkan keluarga untuk sering meemberikan anaknya air minum kurang tepat walaupun
memberikan minum yang banyak dapat membantu menurunkan panas namun bukan tindakan prioritas.
59. Seorang laki-laki (28 tahun) dirawat di RSJ dengan keluhan saat masuk RS marah-marah, menghancurkan perabotan rumah
tangga, tertawa sendiri, bicara sendiri, keluyuran, dan menyendiri. Berdasarkan pengkajian pasien mengatakan: "Saya tidak mau
makan, karena jika saya makan makanannya rasa pasir". Klien mengatakan merasa tidak nyaman dan susah untuk makan
karena semua makanan berasa pasir.
Berdasarkan kasus, apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Halusinasi pendengaran
B.  Halusinasi perabaan
C.  Halusinasi pengecapan 
D.  Harga diri rendah kronik
E.  Waham somatik
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: "Saya tidak mau makan, karena jika saya makan makanannya rasa pasir". Klien mengatakan merasa tidak
nyaman dan susah untuk makan karena semua makanan berasa pasir.

diagnosis keperawatan pada kasus adalah halusinasi pengecapan. Halusinasi pengecapan adalah satu gejala gangguan jiwa yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa pengecapan pasien di sini merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010).

Dari pilihan jawaban:


Opsi (a) Tidak tepat, karena tidak ada data yang menunjukkan klien mendengar suara-suara
Opsi (b) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatnya diagnosis halusinasi perabaan
Opsi (c) Tepat, karena klien merasakan stimulus pada lidah yang sebenarnya tidak ada
Opsi (d) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatnya diagnosis harga diri rendah kronik,
Opsi (e) Tidak tepat, karena tidak ada data yang menunjukkan klien mengalami masalah waham

60. Seorang anak laki-laki (3 tahun) dibawa ke Puskesmas dengan keluhan demam sejak 1 hari yang lalu, batuk kering, mual dan
sakit kepala. Hasil pemeriksaan: suhu 38,4 C, frekuensi napas 32x/menit, dan frekuensi nadi 95x/menit. Saat ini anak
mendapatkan terapi Paracetamol 10 mg/KgBB. BB anak 10 kg.
Berapakah dosis obat yang diberikan pada pasien?
A.  100 mg 
B.  110 mg
C.  120 mg
D.  130 mg
E.  140 mg
PEMBAHASAN:
DS:
- pasien mengeluh demam
- pasien mengeluh batuk kering
- pasien mengeluh mual
- pasien mengeluh sakit kepala

DO:
- Suhu 38,4 C
- frekuensi napas 32x/menit
- frekuensi nadi 95x/menit
- BB 10 kg

Diagnosis pada kasus yaitu Hipertermi. Maka untuk mengatasi masalah tersebut, intervensi yang tepat adalah terapi pemberian obat.
Pada kasus, anak mendapatkan terapi paracetamol 10 mg. BB anak 10 kg. Maka dosis obat yang diberikan pada anak adalah sebagai
berikut

Dosis anak = 10mg/kgBB x 10 kg

Dosis anak = 100 mg

Jawaban yang tepat : 100 mg


61. Seorang perawat bertugas di IGD RS. Pada saat bersamaan masuk lima orang pasien dengan kondisi: Pasien A dengan Open
Pneumothoraks, pasien B dengan serangan jantung, pasien C dengan fraktur fibula dekstra, pasien D dengan batuk dan pasien E
dengan dehidrasi.
Pasien manakah yang menjadi prioritas utama?
A.  Pasien A
B.  Pasien B 
C.  Pasien C
D.  Pasien D
E.  Pasien E
PEMBAHASAN:
Pasien A dengan Open Pneumothoraks, pasien B dengan serangan jantung, pasien C dengan fraktur fibula dekstra, pasien D dengan
batuk dan pasien E dengan dehidrasi.

Pasien prioritas dari kasus adalah pasien serangan jantung. Pada kasus, pasien ini merupakan triase merah (High priority) dan apabila
tidak segera ditindak akan mengancam nyawa.

Tinjauan Opsi Lain:


Opsi pasien A tidak tepat karena pasien A merupakan pasien dengan Open Pneumothoraks yang berada pada triase kuning
(intermediate priority) yaitu pasien tidak kritis namun kondisi pasien akan memburuk bila tidak segera ditangani.

Opsi pasien C tidak tepat karena pasien C merupakan pasien dengan fibula dekstra yang berada pada triase hijau (low priority) yaitu
pasien yang dapat menunggu penanganan tanpa menambah tingkat keparahan.

Opsi pasien D tidak tepat karena pasien D merupakan pasien dengan dengan batuk yang berada pada triase hijau (low priority) yaitu
pasien yang dapat menunggu penanganan tanpa menambah tingkat keparahan.

Opsi pasien E tidak tepat karena pasien E merupakan pasien dengan dehidrasi yang berada pada triase kuning (intermediate priority)
yaitu pasien tidak kritis namun kondisi pasien akan memburuk bila tidak segera ditangani.

62. Seorang perempuan (45 tahun) dirawat di Bangsal Bedah dan terpasang kantong kolostomi pada pasien. Perawat melihat
kantong kolostomi telah penuh oleh 2/3 feses. Saat ini perawat telah memasang handscoon.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat selanjutnya ?
A.  Mengkaji kondisi stoma
B.  Mengosongkan kantong kolostomi
C.  Membersihkan sisa feses dari stoma
D.  Melepaskan kantong kolostomi secara perlahan
E.  Membersihkan kulit di sekitar stoma
PEMBAHASAN:
Prosedur Perawatan Kolostomi.
Opsi “Mengkaji kondisi stoma” SALAH, dilakukan setelah perawat membersihkan kulit di sekitar stoma.
Opsi “Mengosongkan kantong kolostomi” TEPAT. Setelah menggunakan handscoon, perawat terlebih dahulu mengosongkan kantong
kolostomi ke dalam pispot, agar feses tidak tumpah pada saat perawat melepaskan kantong kolostomi.
Opsi “Membersihkan sisa feses dari stoma” SALAH, dilakukan setelah perawat melepaskan kantong kolostomi.
Opsi “Melepaskan kantong kolostomi secara perlahan” SALAH, dilakukan setelah perawat mengosongkan kantong kolostomi dari
feses.
Opsi “Membersihkan kulit di sekitar stoma” SALAH, dilakukan setelah perawat selesai membersihkan stoma dari sisa feses yang
menempel.

63. Seorang laki-laki (37 tahun) dirawat di RS dengan Acute Lymphocytic Leukemia (ALL). Hasil pengkajian ; pasien mengeluh
lemah, tampak pucat dan Hb 8,5 g/dl. Pasien mendapatkan terapi tranfusi PRC sebanyak 450 cc dan saat ini perawat telah
memasang cairan infus NaCl 0,9% dengan set transfusi.
Apakah prosedur tindakan yang tepat dilakukan selanjutnya ?
A.  Menghangatkan produk darah
B.  Memasang produk darah
C.  Memeriksa produk darah ( double check ) 
D.  Menggunakan handscoon steril
E.  Mengganti giving set
PEMBAHASAN:
Prosedur pemberian tranfusi darah:
1. Periksa instruksi dokter, kondisi pasien, dan riwayat tranfusi/ reaksi infus, alasan tranfusi saat ini, dll.
2. Identifikasi pasien
3. Periksa persediaan darah pada bank darah
4. Jelaskan prosedur kepada pasien, perlunya tranfusi, produk darah yang akan diberikan, perkirakan waktu yang dibutuhkan, hasil
yang diharapkan, dll.
Tekankan perlunya pasien untuk segera melaporkan gejala yang tidak biasa.
Mintalah izin dari pasien
5. Ambil darah dari bank darah sesuai peraturan institusi. Jika tranfusi tidak dapat segera dilakukan, kembalikan ke bank darah. Darah
yang berada di luar lemari es selama lebih dari 30 menit, di atas 10 derajat Celcius tidak dapat digunakan kelmbali. Jangan pernah
menyimpan darah di dalam tempat yang tidak seharusnya seperti lemari es di bangsal. Darah harus disimpan dalam unit pendingin
dalam suhu yang terkontrol ketat.
6. Berikan privasi
7. Cuci dan keringkan tangan
8. Periksa tanda vital dan catat
9. Pakai handscoon
10. Masukkan kanul IV (18G/19G), bila belum dipasang sebelumnya, ke dalam vena perifer yang besar dan mulai infus cairan NaCl
0,9% dengan menggunakan set tranfusi.
11. Inspeksi produk darah (oleh 2 orang perawat)/ double check untuk melihat; nomor identitas, kelompok dan tipe darah, tanggal
kadaluwarsa, kompatibilitas, nama pasien, warna yang tidak normal, beku, sisa udara.
12. Hangatkan darah jika diperlukan dengan menggunakan penghangat darah khusus atau rendam sebagian di dalam air suam-suam
kuku
13. Jika produk darah sudah benar, hentikan aliran NaCl dengan menutup klem rol. Pindahkan taji penusuk dari wadah NaCl dan
tusukan taji ke dalam wadah darah. ( setelah suhu produk darah sama dengan suhu ruangan maka tindakan pemberian tranfusi dapat
dilakukan).
14. Mulai alirkan produk darah secara perlahan, dengan kecepatan 25-50 mL per jam selama 15 menit pertama. Tetaplah bersama
pasien selama 15 menit pertama. Periksa tanda vital setiap 15 menit selama 30 menit pertama atau sesuai peraturan institusi
15. Tingkatkan kecepatan infus bila tidak ada efek samping. Kecepatan infus tetap harus berada dalam batas aman
16. Periksa kondisi pasien tiap 30 menit dan bila timbul efeksamping, hentikan tranfusi dan mulai alirkan kembali NaCl.
17. Selesaikan tranfusi dan berikan NaCl (sesuai instruksi dokter) jika tidak ada efek samping yang timbul.
18. Buang waadah dan set produk darah pada tempat yang seharusnya
19. Cuci tangan
20. Dokumentasi tindakan dan respon pasien selama dan sesudah tindakan
21. Bantu pasien kembali ke posisi nyaman

64. Seorang anak (5 tahun) post kecelakaan dibawa ke RS. Hasil pengkajian: anak tidak sadar, suara gurgling, keluar darah dari
mulut, luka robek pada ekstremitas bawah, tampak jejas di daerah leher, frekuensi napas 28x/menit, frekuensi nadi 100x/menit.
Apakah tindakan utama dilakukan untuk membuka jalan napas?
A.  Head tilt dan Chin lift
B.  Jaw thrust 
C.  Lakukan pemasangan OPA
D.  Siapkan suction
E.  Beri ventilasi buatan
PEMBAHASAN:
DO :
- anak tidak sadar.
- suara napas gurgling
- jejas pada leher (dugaan trauma leher)
- keluar darah dari mulut
- luka robek pada ekstremitas bawah
- frekuensi napas 28x/menit
- frekuensi nadi 100 x/menit

Diagnosis pada kasus yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif. Maka untuk mengatasi masalah tersebut, tindakan yang tepat dilakukan
perawat adalah Jaw Thrust, merupakan tata laksana jalan napas yang digunakan untuk pasien tidak sadar dengan adanya dugaan
trauma leher. Tata laksana head jaw thrust sebagai berikut (WHO, 2008).

a. dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
b. Lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan bersihkan sekret dari rongga mulut.
c. Evaluasi jalan napas dengan melihat pergerakan dinding dada (look), dengarkan suara napas (listen) dan rasakan adanya aliran
udara napas (feel).

Tinjauan opsi lain:


- Head tilt chin lift tidak tepat, karena digunakan untuk membuka jalan napas pada pasien yang tidak dicurigai mengalami trauma leher.

- Beri ventilasi buatan tidak tepat, napas buatan dilakukan setelah jalan napas terbuka (tidak ada sumbatan/benda asing pada jalan
napas).
- Pemasangan OPA tidak tepat, pemasangan gudel digunakan untuk mempertahankan jalan napas bila tindakan head tilt chin lift dan
jaw thrust tidak berhasil.

- Siapkan suction tidak tepat, suction dilakukan jika jalan napas terbuka dan adanya sumbatan berupa cairan di jalan napas.

65. Seorang anak (12 tahun) dengan riwayat PJB dibawa ke RS dengan keluhan sesak dan nyeri dada sejak 2 jam sebelum masuk
RS. Tekanan darah 140/70 mmHg, frekuensi nadi 130x/menit, frekuensi napas 32x/menit. Perawat akan melakukan perekaman
EKG. Perawat telah melepaskan baju dan membersihkan area pemasangan elektrode.
Apa tindakan selanjutnya yang dilakukan perawat?
A. Meminta orang tua untuk memegangi anak supaya anak tidak bergerak saat diperiksa
B.  Pasang semua elektrode (ekstremitas dan prekordial) pada dada klien dengan menggunakan jelly 
C. Menyambung kabel EKG dan memasang elektrode
D. Memonitor respons anak terhadap tindakan
E.  Menentukan lokasi pemasangan elektrode
PEMBAHASAN:
Prosedur Perekaman EKG
1. Jelaskan pada klien, prosedur yang akan dilakukan
2. Baringkan klien terlentang dengan tungkai lurus, lengan lurus tidak bersentuhan
3. Anjurkan klien tenang selama perekaman
4. Hubungkan kabel power, ground, kabel elektrode pada alat EKG
5. Daerah yang akan dipasang elektrode dibersihkan dengan kassa lembab
6. Pasang semua plat elektrode (ekstremitas dan prekordial) pada dada klien dengan
menggunakan jelly.
Lead Ekstermitas
- Merah (RA) lengan kanan
- Kuning (LA) lengan kiri
- Hijau (LF) tungkai kiri
- Hitam (RF) tungkai kanan

Lead Pericordial (di dada)


V1 : sela iga ke 4 garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak di antara V2 dan V4
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri
V5 : garis aksilla depan sejajar dengan V4
V6 : garis aksila tengah sejajar dengan V4.

7. Hubungkan kabel elektrode dengan plat elektrode yang telah dipasang sesuai dengan
label yang ada di kabel elektrode
8. Tekan tombol power untuk menghidupkan mesin
9. Sebelum mengaktifkan mesin, periksa tombol kertas (posisi instand/stop), tombol
selektor pada posisi standar, tombol sensitivity pada 1 mv, speed 25 mm/sec
10. Mesin diaktifkan, biarkan sebentar agar alat melakukan pemanasan
11. Buat kalibrasi dengan menekan tombol start/run, sambil menekan tombol 1 mV (kalibrasi) sebanyak 3 kali berturut-turut
12. Lakukan perekaman EKG dengan tenang

66. Seorang perempuan (27 tahun) ke poliklinik mata. Pasien sedang dilakukan pemeriksaan visus mata
dengan snellen chart, saat ini perawat telah meminta pasien duduk di kursi dengan jarak 5 meter dari
snellen chart.
Apakah tindakan yang dilakukan selanjutnya?
A.  Minta pasien melihat ke depan dengan rileks
B.  Minta pasien menutup salah satu mata 
C.  Minta pasien menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk
D.  Pastikan cahaya ruang pemeriksaan cukup
E.  Cuci tangan
PEMBAHASAN:
Prosedur Tindakan Pemeriksaan Visus :

1. Cuci tangan
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
3. Pastikan cahaya ruang pemeriksaan cukup
4. Berikan instruksi kepada pasien dengan jelas dan sopan
5. Mintalah pasien duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snelle
6. Minta penderita untuk menutup satu matanya tanpa menekan bola matanya, mulai pemeriksaan pada
mata kanan penderita
7. Minta pasien untuk melihat ke depan dengan rileks, tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata
8. Minta pasien untuk menyebut huruf, angka atau sibol yang ditunjuk
9. Tunjuk huruf, angka atau symbol pada optotipe Snellen dari atas kebawah, dengan menggunakan alat
penunjuk
10. Lakukan pengulangan beberapa kali pada baris yang sama padaoptotipe Snellen bila penderita salah
menyebut angka, huruf atau symbol pada optotipe, dan lanjutkan penunjukan ke bawah bilapasien dapat
menyebut dengan benar
11. Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan
12. Bila visus penderita tidak optimal, dilakukan koreksi dengan lensacoba sampai didapatkan visus yang
maksimal
13. Besarnya lensa coba yang digunakan menunjukkan besarnya kelainan refraksi
14. Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien
15. Catat
67. Seorang perempuan (30 tahun) postpartum hari ke-1 mengeluh tidak nyaman. Hasil pengkajian: Status Obstetri P1A0H1, pasien
tampak meringis, gelisah, ada luka episiotomi, palpasi payudara bengkak, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 98 x/menit
dan frekuensi napas 24x/menit.
Apakah masalah keperawatan utama pada pasien?
A.  Gangguan rasa nyaman
B.  Ketidaknyamanan pasca partum 
C.  Nyeri akut
D.  Ansietas
E.  Kerusakan integritas jaringan
PEMBAHASAN:
DS : pasien mengeluh tidak nyaman.
DO : pasien postpartum hari ke 1, tampak meringis, gelisah, ada luka episiotomi, palpasi payudara bengkak, tekanan darah 130/80
mmHg, frekuensi nadi 98 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit.
Data – data di atas menunjukkan pasien mengalami ketidaknyamanan pasca partum. Menurut SDKI (2017) ketidaknyamanan pasca
partum merupakan perasaan tidak nyaman yang berhubungan dengan kondisi setelah melahirkan.
Tanda dan gejala mayor
Subjektif : mengeluh tidak nyaman
Objektif : tampak meringis, terdapat kontraksi uterus, luka episiotomi, payudara bengkak.
Tanda dan gejala minor
Objektif : tekanan darah meningkat, frekuensi nadi meningkat, berkeringat berlebihan, menangis / merintih, hemoroid.

Tinjauan opsi yang lain:


Opsi "Gangguan rasa nyaman” kurang tepat, pasien memang mengeluhkan tidak nyaman, tetapi hal ini disebabkan karena pasien baru
siap melahirkan (post partum).

Opsi “Nyeri akut “ kurang tepat, pasien memang tampak meringis dan luka episiotomi dapat menyebabkan nyeri, tetapi fokus masalah
utama pasien tidak hanya merasakan nyeri tetapi adalah ketidaknyamanan pasca partum yang menyangkut berbagai respons
ketidaknyamanan. Nyeri akut, akan bisa menjadi masalah keperawatan utama apabila banyak muncul data pendukung untuk
penegakan diagnosis ini seperti karakteristik nyeri, kualitas, respons pasien, waktu/durasi nyeri, dan skala nyeri tersebut.

Opsi “ Ansietas” tidak tepat, pasien tidak mengeluhkan rasa cemas, sulit tidur, sebagai pendukung diagnosis ini.

Opsi “kerusakan integritas jaringan” tidak tepat. Pasien memang memiliki luka episiotomi, tetapi untuk penegakan diagnosis ini
diperlukan data pendukung lain seperti karakteristik luka, dll.

68. Seorang perempuan (57 tahun) dirawat di RS dengan stroke infark. Hasil pengkajian: pasien
mengalami hemiparesis ekstremitas kanan atas, kekuatan otot 2. Perawat melakukan latihan ROM
aktif, pasien telah melakukan fleksi siku.
Apakah tindakan yang dilakukan selanjutnya?
A.  Melakukan pronasi-supinasi lengan bawah
B.  Melakukan pronasi-supinasi bahu
C.  Melakukan fleksi-ekstensi lengan bawah
D.  Melakukan abduksi-adduksi lengan bawah
E.  Melakukan hiperekstensi lengan bawah
PEMBAHASAN:
Prosedur Latihan ROM (Range of Motion)

A. Leher, spina, servikal


Fleksi – Ekstensi – Hiperekstensi - Fleksi lateral – Fleksi lateral – Rotasi

B. Bahu (Ball and Soccet)


Fleksi – Ekstensi – Hiperekstensi – Abduksi – Adduksi – Rotasi dalam – Rotasi luar – Sirkumduksi

C. Siku
Fleksi

D. Lengan bawah
Supinasi – Pronasi

E. Pergelangan tangan
Fleksi – Ekstensi – Hiperekstensi – Abduksi – Adduksi

F. Jari-jari tangan (Condyloid hinge)


Fleksi – Ekstensi – Hiperekstensi – Abduksi – Adduksi

G. Ibu Jari (Pelana)


Fleksi – Ekstensi – Abduksi – Adduksi - Oposisi
69. Seorang perempuan (45 tahun) dirawat di RS dengan stroke hemoragik. Hasil pengkajian ; pasien mangalami penurunan
kesadaran, pasien membuka mata saat diberikan tekanan pada sternum, kedua tangan fleksi abnormal saat diberi rangsangan
nyeri, dan pasien terdengar mengerang.
Berapakah GCS pasien pada kasus?
A.  6
B.  10
C.  8
D.  4
E.  7
PEMBAHASAN:
"Pemeriksaan GCS pada orang Dewasa :

Eye (respons membuka mata) :

(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari).
(1) : Tidak ada respons

Verbal (respons verbal) :

(5) : Orientasi baik


(4) : Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang), disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata tidak jelas
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respons

Motorik (Gerakan) :

(6) : Mengikuti perintah


(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri).
(4) : Withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku di atas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : Tidak ada respons

Berdasarkan kasus; pasien membuka mata saat diberikan tekanan pada sternum (E2), kedua tangan fleksi abnormal saat diberi
rangsangan nyeri (M3), dan pasien terdengar mengerang (V3).

GCS pasien adalah : E2M3V2 = 7

70. Seorang perawat melakukan kunjungan ke rumah lansia (60 tahun). Hasil pengkajian: klien
mengalami kelemahan ekstremitas bawah dan saat ini menggunakan kursi roda. Sekitar 3 hari yang
lalu, klien terjatuh saat berpindah dari tempat tidur ke kursi roda. Klien hanya tinggal berdua dengan
anaknya.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat?
A.  Instruksikan pasien tentang cara berpindah dari tempat tidur ke kursi roda 
B.  Melakukan latihan ROM pada klien
C.  Modifikasi lingkungan tempat tinggal
D.  Larang klien berpindah saat tidak ada keluarga di rumah
E.  Berikan modifikasi atau peralatan pada kursi roda untuk memperbaiki kelemahan otot
PEMBAHASAN:
Data pada kasus menujukkan klien dapat mengalami risiko jatuh karena faktor *riwayat jatuh
kekuatan otot menurun, dan penggunaan alat bantu berjalan*. Risiko jatuh yaitu berisiko mengalami
kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat tertjatuh (SDKI, 2016).

Maka intervensi yang tepat dilakukan yaitu instruksikan pasien tentang cara berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda.
Tinjauan Opsi Lainnya :
- Opsi melakukan latihan ROM pada klien => tidak tepat, karena data tidak lengkap (kekuatan otot).
- Opsi modifikasi lingkungan tempat tinggal =>tidak tepat, karena tidak ada data yang menunjukkan
dilakukan intervensi tersebut.
- Opsi larang klien berpindah saat tidak ada keluarga di rumahn=> tidak tepat untuk dilakukan karena
membatasi ruang gerak klien.
- Opsi berikan modifikasi atau peralatan pada kursi roda untuk memperbaiki kelemahan otot=> tidak tepat
karena bukan intervensi utama yang dilakukan sesuai dengan data pada kasus.
71. Seorang perempuan (57 tahun) dibawa ke IGD dengan penurunan kesadaran. Hasil pengkajian: kadar gula darah 33 mg/dl, saat
diberi rangsangan nyeri, pasien membuka mata dan menepis tangan perawat. Pasien mengeluarkan suara yang tidak jelas.
Apakah interpretasi GCS pasien tersebut?
A.  E2M2V2
B.  E2M3V2
C.  E2M4V3
D.  E2M5V2
E.  E2M6V2
PEMBAHASAN:
Cara menghitung skor GCS pasien adalah berdasarkan skala glasgow coma skale yaitu:
Respons membuka mata (E):
4: Spontan
3: Perintah Verbal
2: Nyeri
1: Tidak ada respons

Respons Motorik (M) :


6: Mengikiuti Perintah
5: Mengetahui letak rangsang nyeri
4: Fleksi terhadap nyeri
3: Fleksi abnormal
2: Ekstensi
1: Tidak ada respons

Respons Verbal (V) :


5: Orientasi baik dan bicara jelas
4: Disorientasi waktu dan tempat
3: Kata-kata yang tidak tepat
2: Suara yang tak berarti
1: Tidak ada respons
(Brunner & Sudart, 2010)

Dari kasus di dapatkan data:


E: Klien membuka mata saat diberikan rangsangan nyeri (2)
M: mengetahui letak rangsang nyeri (5)
V: Klien hanya mengerang /suara tidak berarti (2).
Jadi interpretasi GCS pasien adalah E2M5V2.

Tinjauan opsi lain:


Opsi E2M2V2 Tidak Tepat, karena tidak sesuai dengan penghitungan Glasgow Coma Scale

Opsi E2M3V2 Tidak Tepat, karena tidak sesuai dengan penghitungan Glasgow Coma Scale

Opsi E2M4V2 Tidak Tepat, karena tidak sesuai dengan penghitungan Glasgow Coma Scale

Opsi E2M6V2 Tidak Tepat, karena tidak sesuai dengan penghitungan Glasgow Coma Scale

72. Seorang laki-laki (57 tahun) dirawat di RS dengan hemiparese ekstremitas kanan. Perawat sedang melakukan latihan ROM aktif
pada bahu pasien dengan gerakan abduksi.
Bagaimanakah gerakan yang sedang dilakukan pasien?
A. Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin
B.  Menaikkan lengan ke posisi samping ke atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala 
Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan
C.
ke belakang
D. Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan ke samping kepala
E.  Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh
PEMBAHASAN:
Data fokus; Perawat sedang melakukan latihan ROM aktif pada bahu pasien dengan gerakan abduksi.

Gerakan abduksi adalah Menaikkan lengan ke posisi samping ke atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala.
Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin (tidak tepat), ini merupakan gerakan adduksi

Opsi Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang (tidak
tepat), ini merupakan gerakan rotasi dalam pada bahu

Opsi Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan ke samping kepala (tidak tepat), ini merupakan gerakan
rotasi luar bahu.

Opsi Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh (tidak tepat), karena ini merupakan gerakan sirkumduksi pada bahu

73. Seorang perempuan (45 tahun) dirawat di RS dengan Sindrom Uremik. Hasil pengkajian : pasien mengalami penurunan
kesadaran, tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi napas 24x/menit frekuensi nadi 98x/menit, suhu tubuh 37 C, tampak
kemerahan pada daerah bokong dan skor skala braden 15.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat ?
A.  Mengubah posisi pasien miring kana-kiri 
B.  Mengencangkan linen tempat tidur
C.  Melakukan ROM
D.  Membantu ADL
E.  Mengoleskan lotion pada kulit yang kemerahan
PEMBAHASAN:
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat
dari tekanan, pergeseran, gesekan, atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014). Luka dekubitus merupakan dampak
dari tekanan yang terlalu lama pada area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibakan berkurangnya sirkulasi darah pada area
yang tertekan dan lama kelamaan jaringan setempat mengalami iskemik, hipoksia dan berkembang menjadi nekrosis.

Data fokus pengkajian : tampak kemerahan pada daerah sacrum. Hal ini menunjukkan klien mengalami luka dekubitus derajat I
(nonblachable Erythema). Kulit yang masih utuh yang menunjukkan adanya tanda-tanda akan terjadi luka. Seperti : perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal
atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih luka akan terlihat sebagai kemerahan yang menetap, sedangkan pada orang kulit gelap,
luka akan terlihat sebagai warna merah yang menetap, biru, atau ungu.

Opsi jawaban a “Mengubah posisi pasien miring kanan-kiri” (Tepat) Teknik posisi sangat penting dalam penanganan ulkus dekubitus.
Pasien yang imobilisasi harus ditempatkan pada 30 ° posisi miring ke kiri atau kanan, bergantian setiap 2 jam minimal. Pasien harus
diangkat dan bukan diseret di tempat tidur, menggunakan perangkat seperti trapeze atau alas tempat tidur, Repositioning harus
dilakukan sesering mungkin untuk menjaga kondisi pasien.

Opsi jawaban b “Mengencangkan linen tempat tidur” (Kurang tepat). Mengencangkan linen tempat tidur merupakan tindakan umum
untuk mencegah terjadinya luka tekan pada pasien di rumah sakit.

Opsi jawaban c “Melakukan ROM” (Tidak tepat). Latihan Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

Opsi jawaban d “Membantu ADL” (Tidak tepat). Pasien mengalami penurunan kesadaran, namun data pengkajian menunjukkan
intervensi untuk mengatasi masalah luka tekan lebih utama dilakukan.

Opsi jawaban e “Mengoleskan lotion” (Kurang tepat). Penggunaan lotion/pelembab kulit ditujukan untuk melembabkan kulit kering
untuk mengurangi risiko kerusakan kulit.

74. Seorang laki-laki (50 tahun) ke poliklinik dengan keluhan: pusing, mual, keringat dingin, dan
berkunang. Perawat melakukan pengecekan glukosa darah dengan glukometri. Saat ini perawat telah
memasang stik gula darah pada alat glukometri.
Apakah tindakan yang dilakukan selanjutnya ?
A.  Pasang handscoon
B.  Tusukkan lanset di jari tangan pasien
C.  Desinfektan area penusukan menggunakan kapas alcohol 
D.  Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
E.  Letakkan stik gula darah di jari tangan pasien
PEMBAHASAN:
Pengecekan Gula Darah dengan Glukometer

1. Cencuci tangan
2. Siapkan alat-alat dan bahan
3. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin
5. Pasang handschoon
6. Pasang stik gula darah pada alat glukometer
7. Desinfektan area penusukan menggunakan kapas alcohol
8. Tusukkan lanset di jari tangan pasien
9. Letakkan stik gula darah di jari tangan pasien
10. Tutup bekas tusukan dengan kapas alcohol
11. Alat glukometer akan berbunyi
12. Baca hasil dan tulis di form laboratorium
13. Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai
14. Buang limbah padat pada tempat sampah infeksius
15. Rapikan alat dan bahan
16. Buka handschoon dan cuci tangan
75. Seorang laki-laki (48 tahun) dirawat di Bangsal Paru RS dengan keluhan batuk berdahak sejak 3
minggu yang lalu. Pagi ini perawat akan mengambil sputum pasien untuk pemeriksaan BTA tetapi
pasien mengeluh kesulitan mengeluarkan dahaknya. Perawat pun mengajarkan teknik batuk efektif
kepada pasien.
Manakah prosedur batuk efektif yang tidak tepat dilakukan perawat ?
A. Menganjurkan pasien untuk minum air hangat
B.  Menganjurkan untuk meletakkan kedua tangan di atas abdomen
C. Menganjurkan pasien untuk menghembuskan napas melalui hidung secara perlahan
D. Menganjurkan pasien untuk menahan napas dengan hitungan 1, 2, 3
E.  Menganjurkan pasien untuk batuk 2 kali, pada napas dalam yang keempat
PEMBAHASAN:
Opsi “Menganjurkan pasien untuk minum air hangat” (Benar) Minum air hangat dapat mengencerkan
sputum sehingga lebih mudah dikeluarkan.

Opsi “Menganjurkan untuk meletakkan kedua tangan di atas abdomen” (Benar), Meletakkan kedua
tangan di atas abdomen akan memberi tahanan yang kuat. Hal ini juga bisa membantu mengurangi nyeri
dan lebih dianjurkan pada pasien dengan post operasi di area abdomen.

Opsi “Menganjurkan pasien untuk menghembuskan napas melalui hidung secara perlahan” (Salah).
Menghembuskan napas seharusnya lewat mulut secara pelan-pelan hingga abdomen mengecil, seperti
meniup balon.

Opsi “Menganjurkan pasien untuk menahan napas dengan hitungan 1, 2, 3” (Benar), Menarik napas
kemudian menahan napas selama 3 detik, baru dikeluarkan perlahan dari mulut. Hal ini untuk mengontrol
napas dan mempersiapkan melakukan batuk efektif.

Opsi “Menganjurkan pasien untuk batuk 2 kali, pada napas dalam yang keempat” (Benar), Prosedur
batuk/mengeluarkan sekret dilakukan setelah pasien melakukan napas dalam sebanyak 3 kali, dalam
artian napas dalam yang keempat, setelah pasien menahan napas selama 3 detik, lakukan batuk 2-3 kali
(sesuai kemampuan pasien) secara beruntun tanpa menarik napas di antara batukan-batukan tersebut.
76. Seorang perempuan (34 tahun) mendapat transfusi PRC 1 kantong. Saat ini, perawat sedang memeriksa produk darah yang akan
diberikan tersebut.
Apakah prosedur tindakan selanjutnya yang dilakukan perawat, jika produk darah tersebut sesuai dengan identitas pasien ?
A.  Menggunakan handscoon
B.  Mulai infus cairan NaCl 0,9%
C.  Memberikan transfusi darah
D.  Menghangatkan darah
E.  Memeriksa tanda-tanda vital
PEMBAHASAN:
Prosedur Pemberian Transfusi Darah:
1. Periksa instruksi dokter, kondisi pasien, dan riwayat transfusi/reaksi infus, alasan transfusi saat ini, dll.
2. Identifikasi pasien
3. Periksa persediaan darah pada bank darah
4. Jelaskan prosedurnya kepada pasien, perlunya transfusi, produk darah yang akan diberikan, perkiraan waktu yang dibutuhkan, hasil
yang diharapkan, dll. Tekankan perlunya pasien untuk segera melaporkan gejala yang tidak biasa. Mintalah izin dari pasien.
5. Ambil darah dari bank darah sesuai peraturan institusi. Jika transfusi tidak dapat segera dilakukan, kembalikan ke bank darah. Darah
yang berada di luar lemari es selama lebih dari 30 menit, di atas 10 derajat Celcius tidak dapat digunakan kembali.
6. Anjurkan pasien untuk buang air serta bantu kembali ke posisi nyaman. Tampung bahan urin (dapat digunakan sebagai data dasar
untuk mengidentifikasi bila terjadi reaksi transfusi).
7. Berikan privasi
8. Cuci dan keringkan tangan
9. Periksa tanda vital dan catat
10. Pakai handscoon sekali pakai
11. Masukkan kanul IV, bila belum dipasang sebelumnya, ke dalam vena perifer yang besar dan mulai infus cairan NaCl 0,9% dengan
menggunakan set transfusi darah
12. Inspeksi produk darah (oleh 2 perawat) untuk melihat
a. nomor identifikasi
b. kelompok dan tipe darah
c. tanggal kadaluarsa
d. kompatibilitas
e. nama pasien
f. warna yang tidak normal, bekuan, sisa udara, dll.
13. Hangatkan darah jika diperlukan dengan menggunakan blood warmer atau rendam sebagian di dalam air suam-suam kuku.
14. Jika produk darah sudah benar, hentikan aliran NaCl dengan menutup klem rol. Pindahkan taji penusuk dari wadah NaCl dan
tusukkan taji ke kantong darah.
15. Mulai infus produk darah secara perlahan, dengan kecepatan 25 – 50 mL per jam selama 15 menit pertama. Tetaplah bersama
pasien selama waktu tersebut. Periksa tanda vital setiap 15 menit selama 30 menit pertama atau sesuai peraturan institusi.
16. Tingkatkan kecepatan infus bila tidak ada efek samping. Kecepatan infus tetap harus berada dalam batas aman.
17. Periksa kondisi pasien setiap 30 menit. Bila timbul efek samping, hentikan transfusi dan mulai alirkan kembali NaCl. Kirimkan
bahan urin, bahan darah, dan sisa produk darah dalam kantong darah dengan set transfusi kembali ke bank darah.
18. Selesaikan transfusi dan berikan NaCl (sesuai instruksi dokter) jika tidak ada efek samping yang timbul.
19. Buang kantong dan set produk darah pada tempat yang seharusnya.
20. Cuci tangan
21. Catat hal-hal berikut : produk dan volume yang ditransfusi, nomor identifikasi, dan kelompok darah. Waktu pemberian (waktu mulai
dan selesai), nama dan tanda tangan staf perawat yang melakukan prosedur, dan kondisi pasien.
22. Bantu pasien kembali ke posisi nyaman

77. Seorang perawat melakukan pengkajian pada seorang lansia (61 tahun) di suatu panti. Hasil pengkajian: klien memiliki riwayat
demensia sejak 1 tahun yang lalu. Klien mengeluh merasa bosan dan ingin melakukan kegiatan yang bermanfaat serta
menghasilkan sesuatu.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan?
A.  Terapi kognitif
B.  Terapi okupasi 
C.  Terapi musik
D.  Terapi aktivitas kelompok
E.  Terapi berkebun
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : Klien mengeluh merasa bosan dan ingin melakukan kegiatan yang bermanfaat serta menghasilkan sesuatu.
Maka tindakan yang tepat dilakukan yaitu terapi okupasi yang bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
Opsi “Terapi kognitif” (kurang tepat), karena data pada kasus kurang menunjang, klien memiliki riwayat demensia namun data masalah
kognitif yang berhubungan dengan demensia saat ini tidak ada dipaparkan pada kasus. Terapi kognitif : bertujuan agar daya ingat tidak
menurun.
Opsi “Terapi musik” (tidak tepat), Terapi musik : untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan fantasi
mengenang masa lalu.
Opsi “Terapi aktivitas kelompok” (tidak tepat), karena terapi aktivitas kelompok bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku.
Opsi “Terapi berkebun“ (tidak tepat), Terapi berkebun bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu
luang (Maryam, 2008).

78. Seorang perempuan (35 tahun) dirawat di RS dengan keluhan sesak napas saat setelah menyapu rumah. Hasil pengkajian:
pasien mengeluh sesak dengan frekuensi 28x/menit, pusing, terdengar suara menciut dan mengi saat pasien inspirasi dan
ekspirasi.
Apakah jenis suara tambahan pada pernapasan pasien?
A.  Ronkhi
B.  Crackles
C.  Pleural friction rub
D.  Wheezing 
E.  Gurgling
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah: pasien mengeluh sesak dengan frekuensi 28x/menit, pusing, terdengar suara menciut saat pasien inspiasi dan
ekspirasi. Bunyi napas tambahan yang terdapat pada kasus adalah wheezing, yang merupakan ciri khas dari pasien asma. Bunyi
napas tambahan ini timbul akibat adanya penyempitan pada bronkus karena reaksi infeksi.

Tinjauan opsi lainnya

Opsi Rhonki (tidak tepat), Adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran napas yang berisi sekret/ eksudat
atau akibat saluran napas yang menyempit atau oleh oedema saluran napas
Opsi Crackles (tidak tepat), adalah bunyi yang berlainan, non kontinu akibat penundaan pembukaan kembali jalan napas yang
menutup. Terdengar selama : inspirasi.

Opsi Pleural friction rub (tidak tepat), Adalah bunyi gesekan antara pleura parietal dengan pleura fiseral akibat adanya inflamasi pada
pleura, terdengar pada fase ekxpirasi dan inspirasi.

Opsi Gurgling (tidak tepat), adalah suara suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan
(darah).

79. Seorang laki-laki (35 tahun) dirawat di RS dengan Bronkopneumonia. Hasil pengkajian : pasien mengeluh sesak napas dengan
frekuensi 25x/menit, tidur terganggu akibat batuk, sulit mengeluarkan dahak, auskultasi paru terdengar ronchi dan saat ini pasien
terpasang oksigen 3 Lpm.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan ?
A.  Menganjurkan pasien menarik napas dalam
B.  Mengajarkan pasien melakukan batuk efektif
C.  Memposisikan pasien pada posisi semi fowler
D.  Memberikan terapi nebulisasi
E.  Meningkatkan aliran oksigen menjadi 4 Lpm
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : Pasien dengan bronkopneumonia mengeluh napas sesak, tidur terganggu karena batuk, sulit mengeluarkan
dahak dan auskultasi paru terdengar suara ronchi.
Masalah keperawatan : “Bersihan jalan napas tidak efektif”. Salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu
Manajemen jalan napas dengan mengajarkan pasien untuk melakukan batuk efektif.

80. Seorang perempuan (29 tahun) dirawat di RSJ dengan keluhan sering marah dan merusak barang-barang di sekitarnya. Setelah
intervensi pertama selesai, perawat membuat kontrak waktu dengan pasien terkait latihan 6 benar minum obat besok jam 9 pagi
di ruangan. Keesokan harinya perawat menemui pasien jam 10 pagi.
Apakah prinsip etik yang dilanggar perawat?
A.  Autonomy
B.  Beneficience
C.  Justice
D.  Fidelity 
E.  Veracity
PEMBAHASAN:
Data pada kasus di atas menunjukkan bahwa perawat membuat kontrak/perjanjian dengan pasien untuk latihan 6 benar minum obat
besok jam sembilan pagi, ternyata perawat tidak menepati kontrak yang telah disepakati, hal ini terlihat perawat menemui pasien jam
sepuluh pagi. Fidelity (menempati janji) merupakan prinsip yang menekankan kesetiaan perawat pada komitmennya, menempati janji
terhadap klien/kekuarga (Utami,W., Ngesti, dkk 2016)Tinjauan opsi lain: -Autonomy (Otonomi) (tidak tepat), karena otonomi merupakan
suatu prinsip dimana klien diberi kebebasan untuk mengatur sendiri sesuai hakikat manusia/ perawat menghargai hak-hak klien.-
Beneficience (Berbuat baik) (tidak tepat), pada prinsipnya perawat melakukan yang terbaik bagi klien sebagai bentuk wujud rasa
kemanusiaan.-Justice (Keadilan) (tidak tepat) karena keadilan yang dimaksud yaitu perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai
dengan kebutuhannya.-Veracity (Kejujuran) (tidak tepat) karena prinsip etik kejujuran ini artinya perawat harus mengatakan yang
sebenarnya dan tidak membohongi klien.Utami, W. Ngesti, dkk. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Etika Keperawatan
dan Keperawatan Profesional. Jakarta Selatan : Kemenkes RI.

81. Seorang perawat melakukan kunjungan rumah. Hasil pengkajian: seorang perempuan (48 tahun) mengeluh asam uratnya
kambuh. Klien mengatakan lututnya nyeri dan bengkak. Klien tidak pernah memeriksakan penyakitnya, hanya minum jamu dan
beli obat warung. Klien sering makan bayam, jeroan dan emping walaupun klien tahu makanan itu dapat meningkatkan kadar
purin.
Apakah masalah keperawatan pada keluarga tersebut?
A.  Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit
B.  Ketidakmampuan mengenal masalah
C.  Ketidakmampuan mengambil keputusan
D.  Ketidakmampuan modifikasi lingkungan sehat
E.  Ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan 
PEMBAHASAN:
Jawaban tepat: e. Ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

Data fokus :
- Klien mengeluh asam urat kambuh dan mengatakan Nyeri dan bengkak di lutut.
- Klien tidak pernah memeriksakan penyakitya, hanya minum jamu dan beli obat di warung
- Klien sering makan bayam, jeroan dan emping walaupun klien tahu itu dapat meningkatkan kadar purin.

Masalah keperawatan keluarga di atas adalah ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pada kasus tampak
bahwa klien mampu mengenal masalah yang dialaminya namun tidak pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik.

Tinjauan opsi lainn:


Opsi Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit tidak tepat karena tidak ada data yang menggambarkan bagaimana
keluarga merawat klien
Opsi ketidakmampuan mengenal masalah kurang tepat karena klien mampu mengenal masalah kesehatannya dan tahu mengenai
makanan yang dilarang walaupun klien masih tetap mengkonsumsinya.
Opsi Ketidakmampuan mengambil keputusan tidak tepat karena tidak ada data yang mendukung
Opsi Ketidakmampuan modifikasi lingkungan sehat tidak tepat karena tidak ada data yang mendukung.

82. Seorang perempuan (46 tahun) dirawat di RS dengan Ca. Mamae. Perawat sedang melakukan perawatan luka pada pasien dan
saat ini telah membuka balutan luka dan membuang balutan.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat selanjutnya ?
A.  Mengkaji kondisi luka 
B.  Memasang handscoon steril
C.  Memberikan salep
D.  Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%
E.  Menutup luka dengan kassa
PEMBAHASAN:
Prosedur penggantian balutan
1. Lihat catatan perkembangan pasien, instruksi dokter terkait penggantian perban dan nstruksi khusus lainnya
2. Siapkan alat
3. Identifikasi pasien.
4. Beritahu pasien bahwa akan dilakukan penggantian perban, jelaskan prosedur dan posisikan pasien berbaring di atas tempat tidur.
5. Kumpulkan peralatan dan susun di samping tempat tidur.
6. Cuci tangan.
7. Tutup pintu atau tirai dan letakkan pengalas dibawah arean yang akan diganti perbannya
8. Bantu pasien berada dalam posisi nyaman yang memudahkan akses ke area luka
9. Longgarkan plester pada perban (jika plester kotor, pakai sarung tangan bersih sebelum melonggarkan plester).
10. Pakai sarung tangan bersih dan lepaskan perban kotor pelan-pelan mulai dari area yang bersih ke area yang kurang bersih.
Jika perban menempel pada kulit basahi dengan sedikit Nacl 0,9%.
Jauhkan sisi perban yang kotor dari pandangan pasien.
11. Nilai jumlah, warna, dan bau sekret.
12. Buang perban pada kantung pembuangan. Tarik sarung tangan dengan bagian dalam berada di luar dan buang pada tempat yang
seharusnya.
13. Dengan teknik steril, buka nampan perban steril dan atur perlengkapan pada area kerja.
14. Buka larutan pembersih dan tuang ke dalam pot steril diatas bola-bola kapas / kassa
15. Pakai sarung tangan steril.
16. Ambil kapas yang direndam menggunakan forsep arteri
17. Membersihkan luka
a. Untuk luka operasi, bersihkan dari bagian atas ke bawah atau dari bagian tengah mengarah ke luar.
Pada luka yang terkontaminasi, bersihkan mulai dari daerah perifer ke tengah (gerakan memutar untuk membersihkan luka melingkar).
b. Gunakan satu kapas usap/ kassa untuk satu kali usapan, buang setiap kapas/kasa ke dalam kantung plastik setelah mengusap.
Jangan menyentuh kantung plastik dengan forsep.
c. Bila ada sekret, bersihkan sekitarnya.
d. Keringkan luka menggunakan kassa dengan gerakan yang sama.
18. Oleskan obat yang diinstruksikan (salep) pada luka dengan menggunakan kasa steril kering. Pasang selapis perban steril pada
area luka.
19. Pasang lapisan kedua pada area luka dam perban bantalan sebagai lapisan paling luar.
20. Lepas sarung tangan dengan bagian dalam berada di luar dan buang ke dalam kantung plastik. Pasang plester untuk
mengencangkan perban.
21. Cuci tangan
22. Catat penggantian perban, penampakan luka dan deskripsikan sekret

83. Seorang perempuan (37 tahun) korban kecelakaan dirawat di RS. Hasil pengkajian: pasien mengeluh nyeri sekitar panggul dan
perut, pusing, dan mual. Tampak lebam di sekitar area panggul, pasien diduga mengalami fraktur pelvic.
Apakah observasi utama yang harus dilakukan pada pasien =?
A.  Memonitor adanya muntah
B.  Memonitor adanya penurunan kesadaran
C.  Memonitor adanya sindrom kompartemen
D.  Memonitor sensasi nyeri pasien
E.  Memonitor tanda-tanda syok
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah: pasien mengeluh nyeri sekitar panggul dan perut, pusing, dan mual. Tampak lebam di sekitar area panggul,
pasien diduga mengalami fraktur pelvic.
Berdasarkan data di atas, diagnosis keperawatan yang dapat muncul adalah risiko perdarahan dan risiko syok.

Pelvis berbentuk sebuah cincin atau rongga yang merupakan kompartemen tulang yang terdiri atas organ urogenital, rectum,
pembuluh darah dan saraf. Stabilitas pelvis tergantung dari integritas ligament dan tulang. Ligament yang terpenting dan terkuat adalah
ligament pada bagian posterior yaitu ligament sacroiliac dan iliolumbar. Pada trauma pelvis yang tidak stabil dapat terjadi kehilangan
darah dan dapat terjadi komplikasi pada organ visera. Ketidakstabilan ini terjadi akibat fraktur pada pelvis dan membuat cincin pelvis
terbuka yang mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik bila disertai dengan keruskan vaskuler dalam rongga pelvis dan berujung
pada syok. Sehingga sangat perlu dilakukan observasi tanda-tanda syok selama penanganan dan perawatan pasien.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Memonitor adanya muntah (tidak tepat), karena ini bukan hal utama yang menjadi observasi pada pasien, mengingat ada
masalah lain yang lebih mengancam jiwa.

Opsi Memonitor adanya penurunan kesadaran (kurang tepat), karena pada kasus tidak ada tanda tanda adanya penurunan kesadaran.

Opsi Memonitor adanya sindrom kompartemen (kurang tepat), karena sindrom kompertemen merupakan komplikasi dari tindakan
pembidaian, sedangkan pada kasus tidak terdapat data bahwa pasien dilakukan tindakan pembidaian.

Opsi Memonitor sensasi nyeri pasien (kurang tepat), ini tetap bisa dilakukan untuka meningkatkan kenyamanan pasien, namun bukan
sebagai observasi utama dalam penanganan kondisi pasien.

84. Seorang perempuan (30 tahun) dirawat di RS post SC hari ke-4. Hasil pengkajian: status obstetri
P2A0H2, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 87 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit. Pasien
direncanakan hari ini pulang dan perawat melakukan pemeriksaan pada luka post SC.
Apakah yang termasuk tanda – tanda infeksi utama pada luka post SC?
A.  Kemerahan, panas, nyeri, bengkak, fungsio laesa
B.  Kemerahan, asites, nyeri, panas
C.  Kemerahan, asites, nyeri, bengkak, fungsio laesa
D.  Kemerahan, panas, bengkak, terdapat pus
E.  Kemerahan, terdapat pus, panas, bengkak, nyeri
PEMBAHASAN:
Data fokus pasien post SC hari ke – 4, tanda – tanda vital normal, perawat melakukan pemeriksaan fisik
pada luka operasi. Tanda – tanda utama pada infeksi adalah kemerahan, panas, nyeri, bengkak, fungsio
laesa.

TANDA-TANDA INFEKSI
a. Kalor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah
yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah
mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

b. Dolor (rasa sakit)


Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya
dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.

c. Rubor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan
mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah
yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
d. Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan
interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

e. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan
lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan
fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007, Potter & Perry, 2013).

Tinjauan opsi lain:


Opsi “ kemerahan, asites, nyeri, panas” tidak tepat, asites tidak termasuk di dalam tanda – tanda infeksi.
Asites merupakan penumpukan cairan (biasanya cairan benang dan cairan serosa yang berwarna kuning
pucat) di rongga perut.

Opsi “ kemerahan, asites, nyeri, bengkak, fungsio laesa” tidak tepat. Asites bukan bagian dari tanda –
tanda utama infeksi.

Opsi “Kemerahan, panas, bengkak, terdapat pus” tidak tepat, karena tanda – tanda infeksi belum lengkap
tidak terdapat fungsio laesa dan nyeri.

Opsi “Kemerahan, panas, bengkak, terdapat pus” tidak tepat.


85. Seorang laki-laki (62 tahun) dirawat di CVCU dengan CHF. Pukul 10.00 wib, pasien mengalami penurunan kesadaran, monitor
menunjukkan Ventrikel Takikardi. Setelah tim code blue melakukan CPR, defibrilasi dan CPR kembali, monitor menunjukkan garis
lurus. Perawat melakukan pengecekan, dan elektrode terpasang dengan baik.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan selanjutnya?
A.  Lanjutkan CPR ditambah pemberian ephineprine 1 mg intravena
B.  Lanjutkan CPR diiringi pemberian tindakan defibrilasi
C.  Hentikan CPR dan berikan ventilasi 10-12/menit
D.  Hentikan CPR dan berikan posisi recovery
E.  Hentikan CPR dan pasang akses intravena
PEMBAHASAN:
Pembahasan :
DO: Gambaran EKG pasien asystole (Garis Lurus), elektrode terpasang dengan baik.
Dari kasus didapatkan data gambaran EKG pasien adalah Asistole. Asistole adalah keadaan yang ditandai dengan tidak terdapat
aktivitas listrik dari jantung. Tata laksana asystole sama dengan PEA yaitu pemberian CPR dengan diiringi pemberian ephineprine 1
mg IV tiap 3-5 menit (AHA, 2015)

Tinjauan opsi lain:


Opsi Lanjutkan CPR diiringi pemberian tindakan defibrilasi tidak tepat karena pemberian defibrilasi hanya dilakukan pada gambaran
EKG VT/VF tanpa denyut nadi.

Opsi Hentikan CPR dan berikan ventilasi 10-12/menit tidak tepat karena penghentian CPR dilakukan hanya bila terdapat tanda-tanda
kematian yang pasti, penolong kelelahan, kembalinya denyut nadi dan napas. Sementara pada kasus, Denyut nadi pasien belum
kembali

Opsi Hentikan CPR dan berikan posisi recovery tidak tepat karena pemberian posisi recovery hanya dilakukan saat nadi dan
pernapasan klien kembali

Opsi Hentikan CPR dan pasang akses Intravena tidak tepat karena penghentian CPR dilakukan hanya bila terdapat tanda-tanda
kematian yang pasti, penolong kelelahan, kembalinya denyut nadi dan napas dan pemasangan intravena dilakukan saat tim codeblue
sudah mulai menangani pasien.

86. Seorang laki-laki (56 tahun) dirawat di RS dengan katarak matur OD. Hasil pengkajian: pasien post operasi katarak matur OD,
terasa perih dan berdenyut pada mata kanan. Hari ini pasien direncanakan pulang.
Apakah edukasi yang tepat diberikan pada pasien?
A.  Mengurangi aktivitas
B.  Menganjurkan pasien mengganti verban mata 4x/hari
C.  Menganjurkan pasien untuk tidak menonton TV
D.  Meminta keluarga untuk selalu mendampingi pasien
E.  Menganjurkan pasien untuk menghindari membungkuk 
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah: pasien post operasi katarak matur OD, terasa perih dan berdenyut pada mata kanan. Hari ini pasien direncanakan
pulang. Masalah keperawatan yang tepat pada kasus adalah nyeri akut. Salah satu edukasi yang tepat diberikan kepada pasien adalah
Mengajurkan pasien untuk menghindari membungkuk. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan pada bola mata. Pada saat posisi
membungkuk, kepala akan ikut tertunduk ke bawah dan akan menimbulkan tekanan yang berlebihan pada mata, sehingga akan
menimbulkan nyeri pada mata pasien yang sakit.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Mengurangi aktivitas (kurang tepat), pasien tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa, hanya saja dianjurkan untuk menghindari
aktivitas yang berat dan mengangkat benda berat.

Opsi Menganjurkan pasien mengganti verban mata 4x/hari (kurang tepat), perban mata post operasi tidak perlu sering kali diganti,
karena luka pada mata tidak menimbulkan adanya cairan atau darah yang perlu diganti setiap hari.

Opsi Menganjurkan pasien untuk tidak menonton TV (kurang tepat), tidak ada pengaruh kegiatan menonton TV dengan keluhan mata
pasien post operasi.

Opsi Meminta keluarga untuk selalu mendampingi pasien (kurang tepat), pasien tetap bisa melakukan aktivitas secara mandiri tanpa
selalu didampingi.

87. Seorang laki-laki (32 tahun) masuk IGD RSJ diantar keluarganya. Keluarga mengatakan klien di rumah sering berkata kasar,
memukul jika keinginannya tidak terpenuhi dan terjadi sejak di PHK 1 bulan yang lalu. Hasil pengkajian: mata klien tampak
melotot, tangan mengepal, wajah tampak memerah.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat pertama kali?
A.  Bina hubungan saling percaya
B.  latih pasien secara fisik (tarik napas dalam dan pukul bantal dan kasur)
C.  Latih dengan 6 benar minum obat
D.  latih dengan cara verbal
E.  Latih dengan cara spiritual (2 kegiatan)
PEMBAHASAN:
DS :
-keluarga mengatakan klien dirumah sering berkata kasar, memukul jika keinginan tidak terpenuhi

DO :
-Mata tampak melotot
-Tangan mengepal
-Wajah tampak memerah
diagnosis keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
Risiko perilaku kekerasan adalah berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan/atau seksual pada diri sendiri atau orang lain (SDKI,
2016)

Jawaban yang tepat: latih pasien secara fisik (tarik napas dalam dan pukul bantal dan kasur) (b)
Dari hasil pengkajian, perawat telah mendapatkan masalah yang dialami klien. Maka tindakan keperawatan selanjutnya adalah
perawat melatih cara mengontrol perilaku kekerasan klien secara fisik (tarik napas dalam dan pukul bantal dan kasur).

Tindakan keperawatan pada pasien Risiko Perilaku Kekerasan yaitu :


1. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik : tarik napas dalam dan pukul bantal kasur
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat ( 6 benar obat, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat, akibat
jika tidak diminum sesuai program, akibat putus obat)
3. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (3 cara, yaitu mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar)
4. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual (2 kegiatan)

Tinjauan opsi lain:


-Opsi bina hubungan saling percaya (tidak tepat) karena masalah klien sudah terkaji oleh perawat
-Opsi latih cara 6 benar minum obat (tidak tepat) karena tindakan ini dilakukan setelah pasien mampu mengontrol PK yaitu latihan
dengan cara fisik secara mandiri.
-Opsi latih dengan cara verbal (tidak tepat) karena tindakan ini dilakukan setelah pasien mampu mengontrol PK dengan 6 benar minum
obat secara mandiri
-Opsi latih dengan cara spiritual (tidak tepat) karena tindakan ini dilakukan bila pasien sudah mampu mengontrol PK dengan cara
verbal secara mandiri.

88. Seorang perempuan (28 tahun) dibawa ke RSJ karena tidak mau berinteraksi dengan siapapun. Keluarga mengatakan setelah
gagal tes menjadi pramugari sebanyak 3 kali, klien selalu mengurung diri. Hasil pengkajian saat ini : klien tampak tidak ada kontak
mata, afek tumpul, menyendiri, sulit diajak berinteraksi dan terlihat murung.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat ?
A.  Halusinasi
B.  Harga diri rendah situasional
C.  Isolasi Sosial 
D.  Defisit perawatan diri
E.  Resiko bunuh diri
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah pada kasus : klien tampak tidak ada kontak mata, afek tumpul, menyendiri, sulit diajak berinteraksi dan terlihat
murung. Maka diagnosis keperawatan yang tepat adalah Isolasi sosial. Opsi “Halusinasi” (Tidak tepat), karena tidak ada data tanda
dan gejala halusinasi yang ditunjukkan oleh klien pada kasus. Opsi “Harga diri rendah situasional” (Tidak tepat), karena tidak ada
keluhan klien yang menunjukkan klien mengalami masalah HDRS.Opsi “Defisit perawatan diri” (Tidak tepat), karena fokus utama
masalah bukan DPD walaupun klien dengan gangguan jiwa rata-rata mempunyai masalah DPD.Opsi “Resiko bunuh diri” (Tidak tepat),
karena tidak ada data yang menunjukkan untuk penegakan diagnosis resiko bunuh diri.

89. Seorang perawat mengunjungi sebuah keluarga. Hasil pengkajian: anak perempuan (3 tahun) BAB 7x dengan konsistensi cair
disertai muntah, turgor kulit jelek, ubun-ubun cekung dan klien tampak lemas. Ayah klien memilih membawa anaknya ke dukun
karena tidak percaya pada petugas kesehatan dan takut kondisi anaknya lebih parah.
Apakah masalah kesehatan keluarga yang terganggu?
A.  Mengenal masalah kesehatan
B.  Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
C.  Memberi perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit
D.  Memodifikasi lingkungan menjadi lingkungan suasana rumah yang sehat
E.  Memanfaatkan fasilitas kesehatan masyarakat
PEMBAHASAN:
Pembahasan:
Data fokus :
- anak perempuan (3 tahun ) mengalami BAB 7x dengan konsistensi cair disertai dengan muntah, turgor kulit jelek, ubun-ubun cekung
dan klien tampak lemas.
- Ayah klien lebih memilih membawa anaknya ke dukun .
- Mereka lebih mempercayai dukun ketimbang petugas kesehatan, kesehatan karena takut kondisi anaknya lebih parah
Masalah kesehatan keluarga : ketidakamampuan keluarga Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. Peran ini merupakan
upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa
diantara keluarga yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno, 2004). Friedman, 1998 menyatakan
kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal (Dukun) dan sangat bergantung
pada:
1) Apakah masalah dirasakan oleh keluarga ?
2) Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga ?
3) Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang dilakukan terhadap salah satu anggota keluarganya ?
4) Apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas kesehatan?
5) Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau fasilitas kesehatan?
Pada kasus keluarga tampak tidak memiliki kepercayaan terhadap fasilitas kesehatan,dan takut kondisi anaknya makin parah.

Tinjauan opsi lainnya:


Opsi Mengenal masalah kesehatan tidak tepat karena tidak ada data yang mendukung mengenai apakah keluarga mengetahui tentang
penyakit klien
Opsi Memberi perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit tidak tepat karena tidak ada data pendukung.
Opsi Memodifikasi lingkungan menjadi lingkungan suasana rumah yang sehat tidak tepat karena tidak ada data pendukung.
Opsi memanfaatkan failitas kesehatan kurang tepat karena. Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana
kesehatan perlu dikaji tentang :
1) Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau keluarga
2) Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan
3) Kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada
4) Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.
Dan pada kasus tidak ditemukan data mengenai Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan, Keuntungan dari adanya fasilitas
kesehatan dan Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.
90. Seorang laki-laki (46 tahun) ke poliklinik RS dengan keluhan: terasa nyeri pada persendian, kemerahan pada kedua kaki. Kulit
tampak ruam kemerahan, teraba hangat, dan bengkak. Pasien diduga eritema nodosum.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat pada pasien?
A.  Menganjurkan kompres hangat pada daerah eritema
B.  Kolaborasi pemberian antipiretik
C.  Berikan antiseptik
D.  Berikan terapi analgetik
E.  Menganjurkan kompres dingin pada area eritema
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah: terasa nyeri pada persendian, kemerahan pada kedua kaki. Kulit tampak ruam kemerahan, teraba hangat, dan
bengkak. Pasien diduga eritema nodosum. Masalah keperawatan yang tepat pada kasus adalah gangguan integritas kulit/jaringan.

Eritema Nodosum adalah suatu peradangan yang menyebabkan terbentuknya benjolan merah yang lunak (nodul) dibawah kulit; paling
sering ditemukan di atas tulang kering, tetapi kadang menyerang lengan dan bagian tubuh lainnya. Eritema nodosum seringkali bukan
merupakan suatu penyakit tersendiri, tetapi merupakan tanda dari beberapa penyakit lainnya atau merupakan suatu sensitivitas
(kepekaan) terhadap suatu obat, yang paling sering terserang penyakit ini adalah dewasa muda dan bisa terjadi kekambuhan.

Intervensi yang tepat dilakukan perawat adalah memberikan kompres dingin pada kulit pasien. Kompres dingin adalah suatu metode
dalam penggunaan suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi kompres dingin adalah
mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan
efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme
lain yang mungkin bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Price, 2005).

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Menganjurkan kompres hangat pada daerah eritema (tidak tepat), kopmres hangat memberikan efek vasidilator pada vaskuler
sehingga dapat meningkatkan risiko perdarahan pada kulit.

Opsi Kolaborasi pemberian antipiretik (kurang tepat), obat ini bisa diberikan untuk mengurangi nyeri dan juga demam, namun bukan
sebagai tindakan utama untuk mengatasi masalah pasien.

Opsi Berikan antiseptik (tidak tepat), antiseptic berfungi sebagai menghambat kuman dan membunuh bakteri, sehingga tidak memiliki
efek jika diberikan pada pasien. Yang tepat diberikan adalah antibiotic sesuai indikasi dan instruksi.

Opsi Berikan terapi analgetik (kurang tepat), karena nyeri yang dirasakan pasien tidak spesifik, sehingga tidak membutuhkan terapi
antinyeri.

91. Seorang perempuan (27 tahun) dirawat di RS post operasi appendicitis. Berdasarkan pengkajian terdapat luka bekas operasi
yang masih belum sembuh pada bagian perut pasien, terpasang infus, dan terpasang drain pada area perut. Pasien mengatakan
sedih karena bagian perutnya sudah tidak sempurna lagi.
Berdasarkan kasus, apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Harga diri rendah situasional
B.  Gangguan citra tubuh 
C.  Ketidakberdayaan
D.  Harga diri rendah kronik
E.  Keputusasaan
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: terdapat luka bekas operasi yang masih belum sembuh pada bagian perut pasien, terpasang infus, dan
terpasang drain pada area perut. Pasien mengatakan sedih karena bagian perutnya sudah tidak sempurna lagi.

Diagnosis keperawatan pada kasus adalah Gangguan citra tubuh.


Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap tubuhnya yang diakibatkan oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan
fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Stuart, Keliat, & Pasaribu, 2016).
Opsi (b) Tepat, karena pasien mengungkapkan ketidakpuasaannya terhadap hasil operasi yang ia jalani. Dibuktikan dengan data
pasien terdapat luka bekas operasi yang masih belum sembuh pada bagian perut dan pasien mengatakan sedih karena bagian
perutnya sudah tidak sempurna lagi

Tinjauan opsi lain:


Opsi (a) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatnya diagnosis harga diri rendah situasional
Opsi (c) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatnya diagnosis ketidakberdayaan
Opsi (d) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatnya diagnosis harga diri rendah kronik,
Opsi (e) Tidak tepat, karena tidak ada data penguat diangkatnya diagnosis keputusasaan
92. Seorang laki-laki (48 tahun) ke poliklinik RS dengan keluhan: badan terasa berat, sesak saat beraktivitas, pasien mengatakan
sering lapar, sering mengemil, makan tidak teratur dan jarang berolahraga. BB 96 Kg, TB 164 cm.
Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Risiko berat badan lebih
B.  Berat badan lebih
C.  Risiko kadar glukosa darah tidak stabil
D.  Obesitas 
E.  Intoleransi aktivitas
PEMBAHASAN:
Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan obesitas pada kasus adalah ; sering mengemil, makan tidak teratur dan jarang
berolahraga, BB 96 Kg, TB 164 cm >> BMI 35 (> 27 kg/m2).

Obesitas didefinisikan sebagai Akumulasi lemak yang berlebih atau abnormal yang tidak sesuai dengan usia dan jenis kelamin, serta
melampaui kondisi berat badan lebih (overweight), yang didukung dengan data mayor BMI > 27 Kg/m2 (orang dewasa).

Tinjauan opsi lainnya ;

Opsi Risiko berat badan lebih (tidak tepat), karena data pada kasus merupakan masalah yang terjadi actual yang ditunjukkan dengan
BB dan TB yang berada di atas ideal (overweight).

Opsi Berat badan lebih (tidak tepat), Akumulasi lemak yang berlebih atau abnormal yang tidak sesuai dengan usia dan jenis kelamin,
yang didukung dengan data mayor IMT >25 kg/m2 (pada dewasa) atau berat dan panjang badan lebih dari persentil 95 (pada anak

Opsi Risiko kadar glukosa darah tidak stabil (tidak tepat), karena diagnosis ini ditegakkan pada pasien dengan factor risiko; tidak
menjalankan instruksi diet, kurang terpapar informasi tentang penyakit DM.

Opsi Intoleransi aktivitas (tidak tepat), karena diagnosis ini berkaitan dengan ketidakcukupan energy pasien dalam melakukan aktivitas
sehari hari, yang didukung dengan data; mengeluh lelah, frekuensi jantung mningkat setelah beraktivitas, merasa sesak dan tidak
nyaman setelah beraktivitas.

93. Seorang perawat melakukan kunjungan rumah. Hasil pengkajian: seorang perempuan (30 tahun)
sudah 5 tahun menikah dan belum mempunyai anak. Klien didiagnosis tumor ovarium dengan post
histerektomi. Ia merasa bingung menjalankan perannya sebagai istri karena tidak bisa punya anak,
merasa malu dan minder terhadap suami.
Apakah diagnosis keperawatan keluarga yang tepat?
A.  Ketegangan peran pemberi asuhan
B.  Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
C.  Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
D.  Penampilan peran tidak efektif 
E.  Koping keluarga tidak efektif
PEMBAHASAN:
Pembahasan:
Data fokus
- Pasien post histerektomi
- Ia merasa bingung menjalankan perannya sebagai istri karena tidak bisa punya anak,
- merasa malu, minder terhadap suami.

diagnosis keperawatan : penampilan peran tidak efektif


Penampilan peran tidak efektif adalah pola perilaku yang berubah atau tidak sesuai dengan harapan,
norma dan ingkungan. Dimana pada kasus biasanya ditandai dengan merasa bingung menjalankan
peran, merasa harapan tidak terpenuhi dan merasa tidak puas dalam menjalankan peran.

Tinjauan opsi lainnya :


Opsi Ketegangan peran pemberi asuhan tidak tepat karena diagnosis ini biasa digunakan untuk keluarga
yang merawat anggota keuarga yang sakit.

Opsi Pemeliharaan kesehatan tidak efektif tidak tepat karena diagnosis ini digunakan untuk
ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola dan menemukan bantuan untuk mempertahankan
kesehatan.

Opsi Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif tidak tepat karena diagnosis ini digunakan saat adanya
penanganan masalah kesehatan yang tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota
keuarga yang sakit.

Opsi Koping keluarga tidak efektif tidak tepat karena tidak terdapat data keluarga yang pasrah dan
kurangnya dukungan dari keluarga untuk mendukung kesembuhan dari klien.
94. Perawat melakukan kunjungan rumah. Hasil pengkajian: perempuan (63 tahun) mengeluhkan 1 minggu ini kedua kaki bengkak,
terasa nyeri bila digerakkan, sering terjadi pada pagi hari, nyeri terjadi di sendi lutut dan ibu jari berwarna kemerahan. Klien
mempunyai kebiasaan makan melinjo. Ekspresi wajah meringis saat digerakkan.
Apakah tindakan keperawatan utama yang tepat pada klien?
A.  Mengajarkan keluarga Memberikan kompres air hangat 
B.  Mengajarkan keluarga Memonitor kulit klien
C.  Mengajarkan keluarga Mobilisasi tiap 2 jam
D.  Mengajarkan keluarga Melakukan masage
E.  Mengajarkan keluarga Melatih ROM
PEMBAHASAN:
Pembahasan:
Data fokus:
- perempuan (63 tahun) mengeluhkan 1 minggu ini kedua kaki bengkak,
- terasa nyeri bila digerakkan, sering terjadi pada pagi hari,
- nyeri terjadi di sendi lutut dan ibu jari berwarna kemerahan.
- Klien mempunyai kebiasaan makan melinjo.
Masalah keperawatan keluarga : ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
Pada kasus tampak klien mengalami tanda gejala asam urat. Tindakan yang tepat adalah mengajarkan keluarga memberikan kompres
air hangat Mengompres atau merendam bagian ?g terserang asam uratdengan air hangat akan melebarkan pembuluh darah
disekitarnya. Hal ini akan mempermudah Kristal-kristal urat untuk masuk ke pembuluh darah dan meninggalkan sendi.tindakan ini
dapat membantu mengurangi nyeri pasien dan untuk selanjutnya dapat diberikan penkes asam urat dan menganjurkan klien segera ke
yankes terdekat.
Tinjauan opsi lainnya:
Opsi Mengajarkan keluarga Memonitor kulit klien kurang tepat karena bukan merupakan tindakan prioritas

Opsi Mengajarkan keluarga Mobilisasi tiap 2 jam tidak tepat karena tidak ada keluhan bahwa pasien perlu bantuan mobilisasi.

Opsi Mengajarkan keluarga Melakukan masage tidak tepat karena bengkak pasien asam urat tidak boleh dimassage.

Opsi Mengajarkan keluarga Melatih ROM tidak tepat karena untuk digerakkan saja susah.

95. Seorang perawat sedang melakukan perekaman EKG pada pasien dengan diagnosis STEMI Late Onset. Perawat sudah
memasang elektrode 4 dan 5, dan akan memasang elektrode yang ke 6
Dimanakah posisi elektrode ke 6 yang akan dipasang perawat?
A.  ICS 4 Midklavikula Kiri
B.  ICS 5 Midaxila Anterior
C.  ICS 4 Midklavikula Kanan
D.  ICS 5 Midklavikula Kiri
E.  ICS 5 Midaxilla 
PEMBAHASAN:
Lokasi pemasangan Elektroda EKG
Lead Ekstermitas
• Merah (RA) lengan kanan
• Kuning (LA) lengan kiri
• Hijau (LF) tungkai kiri
• Hitam (RF) tungkai kanan

Lead Pericordial (di dada)


VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak diantara V2 dan V4
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri
V5 : garis aksilla depan sejajar dengan V4
V6 : garis aksila tengah sejajar dengan V4.

Posisi lead atau elektrode 6 atau V6 adalah pada midaxilla kiri atau sejajar dengan axilla line di ICS ke 5

96. Seorang laki-laki (37 tahun) dibawa ke IGD dengan penurunan kesadaran pasca kecelakaan. Hasil
pengkajian: frekuensi napas 32x/menit dan terdengar bunyi snoring karena lidah jatuh ke
tenggorokkan. Perawat bermaksud memasang OPA. Setelah menjaga imobilisasi servikal, perawat
bermaksud memilih ukuran OPA yang sesuai.
Bagaimanakah cara melakukan pengukuran OPA yang tepat?
A.  Mengukur dari jarak kening ke hidung pasien
B.  Mengukur dari jarak sudut mulut ke auditivus eksterna pasien 
C.  Mengukur dari jarak hidung ke auditivus eksterna pasien
D.  Mengukur dari jarak sudut kening ke auditivus eksterna pasien
E.  Mengukur dari jarak kening ke sudut mulut pasien
PEMBAHASAN:
Jawaban yang benar adalah B. mengukur dari jarak sudut mulut ke auditivus eksterna pasien

Pembahasan :
Langkah pemasangan OPA :
1. Selalu jaga imobilisasi servikal pada pasien yang dicurigai mengalami fraktur servikal
2. Pilih Ukuran OPA yang cocok, dengan cara mengukur sesuai dengan jarak sudut mulut ke auditivus
eksterna pasien.
3. Buka mulut pasien dengan maneuver chin lift atau teknik cross finger
4. Siapkan tongue spatel di atas lidah pasien, cukup jauh untuk menekan lidah
5. Masukkan OPA ke posterior dengan lembut meluncur di atas tongue spatel sampai sayap penahan
berhenti pada bibir pasien
6. OPA tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway
7. Tarik Tongue spatel
8. OPA jangan diplester untuk mencegah rangsang muntah pada pasien yang mengalami peningkatan
kesadaran (Panduan BTCLS, 2014).

Tinjauan opsi lain:


Opsi “Mengukur dari jarak kening ke hidung pasien” tidak tepat, karena tidak sesuai dengan teknik
pengukuran OPA.

Opsi “Mengukur dari jarak hidung ke auditivus eksterna pasien” tidak tepat, karena tidak sesuai dengan
teknik pengukuran OPA

Opsi “Mengukur dari jarak sudut kening ke auditivus eksterna pasien” tidak tepat, karena tidak sesuai
dengan teknik pengukuran OPA.

Opsi “Mengukur dari jarak kening ke sudut mulut pasien” tidak tepat karena tidak sesuai dengan teknik
pengukuran OPA.
97. Seorang laki-laki (27 tahun) ke poliklinik RS dengan keluhan: pendengaran telinga kanan menurun, terasa gatal, nyeri dan sering
berair. Hasil pemeriksaan: terdapat penumpukan serumen kekuningan pada rongga telinga dalam.
Apakah tindakan kolaborasi yang tepat dilakukan perawat?
A.  Memberikan antibiotik tetes
B.  Melakukan tindakan irigasi telinga dalam 
C.  Memberikan terapi analgetik
D.  Memberikan terapi antiseptik
E.  Memberikan antibiotik salep telinga
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah: pendengaran telinga kanan menurun, terasa gatal, nyeri dan sering berair. Hasil pemeriksaan; terdapat
penumpukan serumen kekuningan pada rongga telinga dalam.

Tindakan kolaborasi yang tepat adalah melakukan irigasi telinga dalam, yang bertujuan mengeluarkan cairan dan benda yang terdapat
di liang telinga dalam (darah, nanah, dan serumen).

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Memberikan antibiotik tetes (kurang tepat), ini bisa dilakukan setelah cairan telinga dalam dievakuasi dengan tindakan irigasi,
namun bukan sebagai tindakan utama untuk mengatasi masalah utama pasien.

Opsi Memberikan terapi analgetik (kurang tepat), karena nyeri bukan masalah utama yang dialami pasien, nyeri merupakan
menifestasi yang ditunjukkan oleh masalah pada telinga pasien yang merujuk pada masalah peradangan telinga.

Opsi Memberikan terapi antiseptic (kurang tepat), ini bisa dilakukan untuk mencegah timbulnya iritasi lanjut pada telinga selama
tindakan irigasi, namun bukan tindakan utama dalam mengatasi masalah pasien

Opsi Memberikan antibiotik salep telinga (kurang tepat), ini bisa diberikan setelah evakuasi cairan pada telinga dilakukan.

98. Seorang perempuan (35 tahun) dirawat di RS dengan keluhan nyeri abdomen pada bagian umbilicus dan tidak nafsu makan.
Hasil pengkajian : pasien tampak berkeringat, mengeluh nyeri dan tampak mencari posisi nyaman, VAS 8 serta tidak
menghabiskan porsi makan siang.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat ?
A.  Menganjurkan pasien menarik napas dalam
B.  Kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik
C.  Kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik
D.  Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tetapi sering
E.  Memposisikan pasien dengan nyaman
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : pasien dirawat dengan keluhan nyeri abdomen pada bagian umbilicus dengan VAS 8 dan tampak mencari posisi
nyaman.

Masalah keperawatan : “Nyeri Akut”.


Menurut SDKI 2016, Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan,
yang ditandai dengan pasien tampak meringis, bersikap protektif (misalnya, waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, dan sulit tidur.

Salah satu intervensi nyeri akut yaitu Manajemen Nyeri.

Salah satu tindakan “Manajemen Nyeri” yang tepat dilakukan perawat yaitu berkolaborasi dalam pemberian analgesik, karena nyeri
yang dialami pasien termasuk nyeri berat dengan VAS 8.

Opsi “Menganjurkan pasien menarik napas dalam” (kurang tepat), karena teknik relaksasi napas dalam ditujukan untuk mengurangi
nyeri skala ringan – sedang.

99. Seorang laki-laki (40 tahun) dirawat di RS dengan combustio grade IIa dengan luas 36%. Hasil pengkajian : pasien tampak lemah
dan mengeluh nyeri pada luka, frekuensi nadi 120x/menit dengan denyut teraba lemah serta pasien terpasang kateter tetap
dengan urine berwarna pekat.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan ?

A.  Mengkaji tanda-tanda infeksi


B.  Mengajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam
C.  Memonitor asupan dan haluaran cairan tiap 4 jam 
D.  Memberikan terapi antibiotik sesuai indikasi
E.  Membatasi jumlah pengunjung
PEMBAHASAN:
Combustio atau luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat
dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).Secara sederhana luka bakar dapat diartikan sebagi luka
yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat
yang sifatnya membakar Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar di klasifikasikan menjadi 4 derajat :
a. Derajat I
Luka bakar merusak sebagian epidermis dan biasanya disebabkan sibar matahari atau tersiram air mendidih yang singka. Kulit yang
terbakar berwarna kemerah-merahan dan dapat terjadi edema ringan. Efek sistemik jarang terjadi. Rasa sakit terasa dalam 48-72 jam
dan penyembuhan akan terjadi dalam 5-10 hari

b. Derajat II a
Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah
atau kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh kurang lebih 7 – 14 hari dan hasil kulit kembali normal atau pucat.

c. Derajat II b
Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat IIa, lama
sembuh kurang lebih 14 – 21 hari. Hasil kulit pucat, memgkilap, kadang ada cikatrik atau hipertrofi.

d. Derajat III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat, abu – abu gelap atau hitam, tampak retak – retak atau kulit
tampak terkelupas, avaskuler. sering dengan bayangan trombosis vena, tidak disertai rasa nyeri. Lama sembuh >21 hari dan hasil
kulitnya menjadi sikatrik dan hipertropi.

Data fokus : pasien tampak lemah, frekuensi nadi 120x/menit dengan denyut teraba lemah serta tampak urine berwarna
pekat.Berdasarkan data tersebut dapat ditegakkan masalah keperawatan hipovolemia.
Hipovolemia adalah penurunan volume cairan untravaskular, interstitial dan/ atau intraselular (SDKI, 2017). Pada pasien dengan
combustio kehilangan cairan tubuh dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor antara lain: peningkatan mineralokortikoid (retensi air,
natrium, klorida, ekskresi kalium), peningkatan permeabilitas pembuluh darah, perbedaan tekanan osmotik intra dan ekstra sel.
Intervensi untuk diagnosis hipovolemia ditujukan untuk meningkatkan volume cairan dan pencegahan komplikasi dengan salah satu
tindakan keperawatannya adalah memantau asupan dan haluaran urin pada pasien. Sedangkan opsi jawaban lainnya bukanlah
intervensi untuk diagnosis hipovolemia.

100. Seorang laki-laki (45 tahun) dirawat di Bangsal Penyakit Dalam RS dengan CHF. Pasien tiba-tiba terbangun dari tidur karena
sesak napas. Hasil pengkajian: pasien tampak sesak, frekuensi napas 30 x/menit, asites, dan edema pada ekstremitas.
Apakah tindakan mandiri yang tepat dilakukan perawat?

A.  Memberikan oksigen dengan nasal kanul


B.  Menganjurkan pasien menggunakan teknik napas dalam
C.  Menganjurkan klien untuk membatasi minum
D.  Menaikkan kepala bed 45 derajat 
E.  Bantu pasien untuk tidur dalam posisi miring
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : pasien terbangun karena sesak ketika tidur (ortopnea), pasien tampak sesak, frekuensi napas 30 x/menit.
Masalah keperawatan “Penurunan curah jantung”.
Salah satu tindakan mandiri keperawatan yang dilakukan yaitu menaikkan kepala bed 45 derajat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
cardiac output sehingga sesak napas berkurang dan kualitas tidur pasien meningkat.

101. Seorang perawat memeriksa refleks rooting pada bayi. Perawat mengusapkan sesuatu pada pipi bayi dan menilai respons bayi.
Apa respons yang diharapkan dari pemeriksaan tersebut?
A.  Bayi memutar kepala ke arah benda dan membuka mulutnya 
B.  Bayi menutup kedua matanya
C.  Bayi merenggangkan kedua tangannya
D.  Jari-jari tangan bayi fleksi
E.  Bayi menutup matanya dan menekuk kakinya
PEMBAHASAN:
Pembahasan : Refleks rooting adalah refleks yang terjadi jika seseorang mengusapkan sesuatu di pipi bayi, bayi akan memutar kepala
ke arah benda itu dan membuka mulutnya. Refleks ini terus berlangsung selama bayi menyusu.

Tinjauan opsi lain:


Opsi “Bayi menutup kedua matanya” (tidak tepat), karena ini merupakan respons dari refleks glabela/refleks untuk menilai kontraksi
singkat pada kedua otot obrikularis okuli.

Opsi “Bayi merenggangkan kedua tangannya” (tidak tepat), karena ini merupkan respons dari refleks moro/terkejut .

Opsi “Jari-jari tangan bayi fleksi” (tidak tepat), karena ini merupakan respons dari refleks grasping/menggenggam.

Opai “Bayi menutup matanya dan menekuk kakinya” (tidak tepat), karena ini merupkan respons dari refleks moro/terkejut.
102. Seorang pasien inpartu, baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki 1 menit yang lalu secara spontan. Hasil pengkajian: bayi tidak
menangis, warna kulit kemerahan ekstremitas biru, nadi teraba 76x/menit. Pernapasan lemah dan irama napas tidak teratur serta
gerakan tonus otot tidak ada.
Berapakah nilai APGAR bayi tersebut?
A.  5
B.  4
C.  3 
D.  2
E.  1
PEMBAHASAN:
DO:
- bayi tidak menangis
- warna kulit kemerahan ekstremitas biru
- nadi teraba lemah 76x/menit
- pernapasan lemah dan tidak teratur
- gerakan tonus otot tidak ada

APGAR Score adalah metode penilaian yang digunakan setelah bayi baru lahir sampai lima menit setelah lahir. Untuk mendapatkan
nilai APGAR tersebut, diperlukan perhitungan saat melakukan penilaian sebagai berikut (Sari, H, 2010):

1. Appearance (warna kulit)


Normalnya warna kulit bayi setelah lahir adalah kemerahan atau tidak pucat. Jika saat bayi lahir warna kulitnya pucat, maka diberi nilai
0. Jika hanya pada ekstremitas (tangan atau kaki) pucat atau biru, maka diberi nilai 1. Sedangkan jika warna kulitnya kemerahan,
diberikan nilai 2.

2. Pulse / heart rate (frekuensi jantung)


Ketika tidak terdengar suara jantung bayi maka penilaian APGAR adalah 0 (Nol). Saat suara detak jantung bayi terdengar, namun tidak
mencapai 100x/menit nilai APGAR adalah 1. Normalnya jantung bayi berdetak di atas 100x/menit, maka nilai APGAR adalah 2.

3. Grimace (refleks terhadap rangsangan)


Refleks yang dihasilkan bayi umumnya adalah menangis, batuk atau bersin. Jika refleks tersebut ada maka nilai APGAR adalah 2.
Apabila saat distimulasi (memberikan rangsang taktil atau yang lainnya) bayi tidak merespons. Maka nilai APGAR adalah 0.
Sedangkan, nilai 1 diberikan apabila saat distimulasi, hanya terlihat pergerakan pada wajah bayi.

4. Activity (tonus otot)


Saat bayi lahir, bagian kaki dan tangan secara spontan akan bergerak. Gerakan tersebut berupa fleksi (menekuk ke arah diri sendiri)
atau ekstensi (seperti gerak meluruskan). Jika gerakan bayi aktif maka penilaian APGAR adalah 2. Apabila bagian ekstremitas hanya
sedikit yang fleksi atau seperti lunglai, maka nilainya 1. Sedangkan nilai 0 diberikan apabila tidak ada tonus otot yang terjadi.

5. Respiration (usaha napas)


Apabila bayi menangis kuat tentu usaha napas bayi baik (nilai APGAR 2). Sedangkan jika hanya terdengar suara seperti merintih maka
usaha napasnya kurang baik (nilai APGAR 1). Jika bayi tidak menangis sama sekali ini pertanda bahwa tidak ada usaha napas pada
bayi (nilai APGAR 0).

Pada kasus bayi tidak menangis skor 0, warna kulit kemerahan ekstremitas biru skor 1, nadi teraba 76x/menit skor 1. Pernapasan
lemah dan irama napas tidak teratur skor 1, gerakan tonus otot tidak ada skor 0. Maka nilai APGAR pada bayi tersebut adalah 3.

103. Seorang perempuan (20 tahun) dirawat di RS dengan Typoid Abdominalis. Hasil pengkajian : pasien
tampak lemah, wajah memerah, mengeluh tidak nafsu makan, muntah setelah makan, kulit teraba
hangat, suhu 39 C dan saat ini terpasang infus NaCl 20 tetes/menit.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan ?
A.  Menganjurkan pasien makan sedikit tetapi sering
B.  Berkolaborasi dalam pemberian antiemetik sebelum makan
C.  Memberikan obat penurun panas tubuh
D.  Melakukan pemberian kompres
E.  Meningkatkan laju tetesan infus
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : Pasien dirawat dengan Typoid Abdominalis mengeluh tidak nafsu makan, muntah
setelah makan, pasien tampak lemah, wajah memerah, kulit hangat, suhu tubuh 39 C.
Masalah Keperawatan “Hipertermia”. Menurut SDKI 2016, yaitu suhu tubuh meningkat di atas rentang
normal tubuh. Salah satu intervensi hipertemia yaitu pengobatan demam. Tindakan keperawatan mandiri
yang bisa dilakukan perawat yaitu melakukan tindakan kompres.
104. Seorang perempuan (25 tahun) sedang dirawat di kamar bersalin RS dan berada pada kala 4 persalinan. Perawat melakukan
observasi, tiba-tiba pasien mengalami perdarahan ± 500 cc. Hasil palpasi abdomen uterus lembek dan 2 jari di bawah umbilikus.
Apakah penyebab perdarahan postpartum yang dialami pasien?
A.  Involusi Uteri
B.  Atonia Uteri 
C.  Retensio Plasenta
D.  Laserasi Jalan lahir
E.  Koagulopati
PEMBAHASAN:
Data fokus : pasien berada pada kala 4 persalinan ( fase setelah plasenta lahir sampai 1-2 jam setelah itu ). Tiba – tiba terjadi
perdarahan ± 500 cc, hasil palpasi abdomen uterus lembek dan 2 jari dibawah umbilikus. Key words dari kasus ini adalah uterus
lembek (kontraksi jelek) dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Atonia uteri sehingga terjadi perdarahan post partum. Perdarahan
postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih
setelah seksio sesaria (Leveno, 2009; WHO, 2012).
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai
darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro, 2006). Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok hipovolemik.

Tinjauan opsi yang lain:


Opsi “Involusi Uteri” tidak tepat. Involusi uteri (pengerutan uterus) adalah proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos uterus ( Ambarwati dan
Wulandari, 2008).

Opsi “retensio plasenta” tidak tepat. Retensio plasenta merupakan plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah
bayi lahir. Pada kasus telah dijelaskan pasien berada pada kala 4 persalinan ( palsenta telah lahir).

Opsi “ Laserasi jalan lahir” tidak tepat. Laserasi jalan lahir yaitu robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan
perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo, 2010). Pada kasus tidak ada dijelaskan
adanya robekan pada jalan lahir saat persalinan.

Opsi “Koagulopati” tidak tepat. Koagulopati adalah kelainan dalam pembekuan darah yang dapat berupa hipofibrinogenemia,
trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count), Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC), dan Dilutional coagulopathy (Wiknjosastro, 2006; Prawirohardjo, 2010). Pada
kasus, tidak ada dijelaskan pasien mengalami masalah dalam pembekuan darah.

105. Seorang anak (2 tahun) datang ke Puskesmas dengan keluhan demam, batuk pilek, menolak menyusu dan berkeringat di malam
hari. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: frekuensi napas 44x/menit, suhu 38,2 C, frekuensi nadi 106x/menit. Anak didiagnosis
pneumonia.
Apakah tindakan yang tepat dilakukan pada kasus?
A.  Beri kompres hangat
B.  Beri oksigen 2-3 liter
C.  Rujuk segera
D.  Beri cairan oralit
E.  Beri amoksisilin 2x sehari selama 3 hari
PEMBAHASAN:
DS:
- ibu mengatakan anak demam
- ibu mengatakan anak batuk pilek
- ibu mengatakan anak menolak menyusu
- ibu mengatakan anak berkeringat di malam hari

DO:
- suhu 38,2 C
- frekuensi napas 44x/menit
- frekuensi nadi 102 x/menit

Jawaban yang tepat adalah e. Beri amoksisilin 2x sehari selama 3 hari

Klasifikasi penyakit pada kasus di atas yaitu Pneumonia. Maka untuk mengatasi masalah tersebut, tindakan yang dilakukan perawat
adalah beri amoksisilin 2x sehari selama 3 hari.

Pneumonia adalah infeksi yang mengganggu proses pernapasan seseorang yang ditandai dengan gejala seperti demam, batuk
dengan napas cepat, adanya ronkhi pada pemeriksaan auskultasi, pernapasan cuping hidung, adanya tarikan dinding dada serta
sianosis (WHO, 2008). Infeksi ini umumnya disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea (pipa pernapasan), atau bahkan
paru-paru.
Berdasarkan (MTBS, 2015) anak dikatakan pneumonia apabila memiliki ciri khas seperti napas cepat. Sedangkan anak dikatakan
pneumonia berat apabila memiliki tanda adanya tarikan dinding dada, dan saturasi oksigen < 90 %. Anak dikatakan batuk bukan
pneumonia apabila tidak memiiki tanda-tanda penumonia dan pneumonia berat.

Tindakan/pencegahan pada anak dengan pneumonia (MTBS, 2015) adalah sebagai berikut:
1.Beri amoksisilin 2x sehari selama 3 hari
2.Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
3.Obati wheezing bila ada
4.Apabila batuk > 14 hari atau wheezing berulang, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan
5.Nasihati kapan kembali segera
6.Kunjungan ulang 3 hari

Tinjauan Opsi lain :


Opsi Beri kompres hangat tidak tepat karena beri kompres hangat merupakan penanganan untuk anak dengan demam.

Opsi Beri oksigen 2-3 liter tidak tepat karena beri oksigen 2-3 liter merupakan penanganan untuk pneumonia berat.

Opsi Rujuk segera tidak tepat karena rujuk segera merupakan penanganan untuk pneumonia berat.

Opsi Beri cairan oralit tidak tepat karena beri cairan oralit merupakan penanganan untuk diare.

106. Seorang laki-laki (46 tahun) dirawat di RS dengan PPOK. Hasil pengkajian: kesadaran somnolen, terpasang O2 NRM 10 lpm,
terpasang oksimetri (95%), terdengar ronkhi. Perawat berencana melakukan suction pada saluran napas pasien. Pada saat
perawat melakukan suction, saturasi oksigen 80%.
Apakah tindakan keperawatan yang tepat pada pasien?
A.  Tetap lanjutkan suction
B.  Laporkan ke dokter jaga
C.  Berikan bantuan napas dengan ambu bag
D.  Berikan konsentrasi O2 lebih tinggi
E.  Memasang oksigen kembali
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah:

- pasien terpasang O2 NRM 10 lpm, terpasang oksimetri (95 %).


- Pada saat perawat memberikan terapi nebulizer, saturasi oksigen 80 %.

Masalah keperawatan yang tepat pada kasus adalah gangguan ventilasi spontan, yang ditunjukkan dengan data saturasi oksigen
menurun. Tindakan keperawatan yang tepat pada kasus adalah Memasang oksigen kembali. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan
suplai oksigen ke paru pasien. Suction dilakukan dengan tujuan membersihkan jalan napas pasien dari secret. Selama proses
tindakan, perawat harus memperhatikan klinis pasien, terutama kebutuhan oksigen. Suction dilakukan selama 5-10 detik, selama
tindakan harus diberikan jeda untuk tetap mempertahankan kecukupan oksigen pada pasien.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Tetap lanjutkan suction (tidak tepat), tindakan ini akan memperburuk keadaan pasien, karena suplai oksigen terhenti.

Opsi Laporkan ke dokter jaga (kurang tepat), ini bisa tetap dilakukan namun bukan tindakan utama yang harus dilakukan, karena
perawat harus mampu berpikir kritis dan melakukan penanganan utama secara mandiri selama itu tidak melanggar aturan.

Opsi Berikan bantuan napas dengan ambu bag (kurang tepat), tindakan ini tidak perlu dilakukan, karena ambubag ini biasanya
digunakan untuk memberikan tekanan pada sistem pernapasan pasien yang mengalami henti napas atau yang napasnya tidak
adekuat. Alat ini umumnya merupakan bagian dari peralatan resusitasi.

Opsi Berikan konsentrasi O2 lebih tinggi (kurang tepat), karena data pada kasus aliran liter oksigen pasien 10 lpm dengan saturasi
oksigen 95 %, saturasi menurun karena perawat melepaskan makser oksigen saat melakukan suction, sehingga pemberian liter
oksigen lebih tinggi belum diperlukan.

107. Seorang laki-laki (25 tahun) dirawat di RS dengan tanda-tanda dehidrasi. Pasien mendapat terapi cairan isotonik dan perawat
akan melakukan pemasangan infus. Perawat telah memilih vena yang akan diinsersi dan meletakkan pengalas di bawahnya.
Apakah prosedur tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat?
A.  Memasang handscoon
B.  Memasang tourniquet
C.  Desinfeksi lokasi yang akan diinsersi
D.  Buka IV cath lalu tusukkan pada vena
E.  Dorong perlahan IV cath hingga kanul masuk ke dalam vena
PEMBAHASAN:
Prosedur Pemasangan Infus
a. cuci tangan dan pasang APD sesuai kebutuhan
b. dekatkan alat, tempatkan tiang infus disisi ekstremitas (lokasi insersi) dengan tinggi 90 cm dari bed
c. gantungkan cairan infus pada tiang infus
d. buka infus set, periksa kelengkapan dan fungsi bagian-bagiannya, letakkan klem 1/3 atas dalam posisi terkunci dan biarkan ujung
selang tertutup dengan penutup yang tersedia.
e. hubungan selang infus dengan botol cairan, isi tabung 1/2 bagian, keluarkan udara dari selang infus dengan mengalirkan cairan dan
kunci kembali klem
f. tutup ujung selang infus dengan jarum penutup, letakkan pada standard infus
g. pilih vena yang akan diinsersi dan letakkan pengalas di daerah yang akan ditusuk
h. lakukan pembendungan dengan tourniquet 10 – 12 cm di atas area penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam.
i. pasang handscoon, desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol secara melingkar dari dalam ke luar dengan diameter
5 cm, satu kapas satu kali usap. Buang kapas ke dalam bengkok
j. buka IV cath, lalu tusukkan pada vena dengan posisi jarum mengarah ke atas, dengan sudut 20 – 30 derajat
k. pastikan darah terlihat pada IV cath, tarik jarum secara perlahan sambil mendorong kanul ke dalam vena
l. buka karet pembendung dan genggaman tangan pasien
m. sambungkan pangkal IV cath dengan selang infus
n. alirkan/atur tetesan infus sesuai dengan program terapi
o. observasi bila ada edema pada ujung kanul yang sudah masuk ke vena
p. buka handscoon, fiksasi pangkal IV cath dengan plester secara menyilang, tutup tempat penusukan dengan kassa steril yang telah
diberi antiseptik, plester melintang
q. lepaskan APD dan cuci tangan
r. tulis tanggal dan waktu pemasangan
s. dokumentasikan tindakan, jenis, dan tetesan cairan yang diberikan

108. Seorang perempuan (37 tahun) ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan: sering berkeringat banyak, dada berdebar-debar,
sesak napas, tangan sering gemetar, berat badan menurun, nafsu makan meningkat. Pada saat pemeriksaan fisik, teraba
pembengkakan di leher.
Apakah pemeriksaan laboratorium yang tepat pada pasien?
A.  TSH, T3 da T4 
B.  Troponin I dan T
C.  Glukosa Darah Sewaktu
D.  HbA1c
E.  Glukosa Darah Puasa
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah: sering berkeringat banyak, dada berdebar-debar, sesak napas, tangan sering gemetar, berat badan menurun,
nafsu makan meningkat. Pada saat pemeriksaan fisik, teraba pembengkakan di leher.

Berdasarkan kasus di atas, pasien menunjukkan tadan dan gejala gangguan fungsi kelenjar tiroid (hipertiroid). Hormon tiroid memiliki
peran yang sangat penting dalam berbagai proses metabolisme (metabolisme protein, karbohidrat, lemak) dan aktivitas fisiologik pada
hampir semua system organ tubuh manusia, kekurangan maupun kelebihan hormone tiroid akan mengganggu berbagai proses
metabolism dan aktivitas fisiologi serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan termasuk system saraf dan
otak.

Pemeriksaan laboratorium yang tepat dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan TSH, T3 dan T4. Kelenjar tiroid menghasilkan
hormone tiroid yaitu tiroksi (T4) dan triiodotironin (T3). Pembentukan hormone tiroid dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang
melibatkan hormone Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Bila produksi hormone tiroid meningkat maka produksi TSH menurun dan
sebaliknya jika produksi hormone tiroid tidak mencukupi kebutuhan maka prosuksi TSH meningkat.

Tinjauan opsi lain :

Opsi Troponin I dan T (tidak tepat), pemeriksaan ini adalah pemeriksaan untuk mengetahui enzim jantung yang dilakukan pada pasien
dengan gangguan fungsi jantung.

Opsi Glukosa Darah Sewaktu (tidak tepat), karena pemeriksaan glukosa darah sewaktu dilakukan untuk mengetahui kadar glukosa
secara acak, tanpa perlu persiapan apapun.
Opsi HbA1c (tidak tepat), pemeriksaan HbA1 c digunakan sebagai pengukuran objektif dari kontrol glikemik. Biasanya pengukuran ini
dilakukan setiap 3 bulan pada pasien Diabetes Melitus.

Opsi Glukosa Darah Puasa (tidak tepat), karena pemeriksaan glukosa darah merupakan pemeriksaan yang spesifik untuk menetukan
diagnosis diabetes mellitus.

109. Seorang perempuan (23 tahun) dirawat di RSJ karena keluyuran, tertawa sendiri, dan marah-marah. Dari hasil pengkajian:
penampilan klien tampak kotor, sudah 1 minggu tidak pernah mandi, pakaian tidak diganti, tercium bau tidak sedap, BAK
sembarangan dan ketika disuruh mandi klien menolak dan lebih memilih menyendiri.
Berdasarkan kasus, apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Risiko perilaku kekerasan
B.  Halusinasi
C.  Harga diri rendah kronik
D.  Isolasi sosial
E.  Defisit perawatan diri 
PEMBAHASAN:
Data fokus pada kasus: Penampilan klien tampak kotor, sudah 1 minggu tidak pernah mandi, pakaian tidak diganti, tercium bau tidak
sedap, klien BAK sembarangan, dan ketika disuruh mandi klien menolak.

Masalah keperawatan pada kasus adalah defisit perawatan diri.


Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri (SDKI, 2016).

Dari pilihan jawaban:


Opsi (a) Tidak tepat, karena tidak ada data tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang ditunjukkan oleh klien.
Opsi (b) Tidak tepat, karena tidak ada data tanda dan gejala halusinasi yang ditunjukkan oleh klien.
Opsi (c) Tidak tepat, karena tidak ada data tanda dan gejala harga diri rendah kronik yang ditunjukkan oleh klien.
Opsi (d) Tidak tepat, karena tidak ada data tanda dan gejala isolasi sosial yang ditunjukkan oleh klien.
Opsi (e) tepat, karena tanda dan gejala yang muncul pada klien adalah defisit perawatan diri

110. Seorang laki-laki (40 tahun) dirawat di RS dengan TB Paru. Hasil pengkajian : pasien mengeluh nyeri dada, tidak nafsu makan
dan sesak napas dengan frekuensi 32x/menit serta tampak adanya retraksi interkostae. Pasien tampak lemah, gelisah, frekuensi
nadi 90x/menit dan berat badan turun 5 kg semenjak sakit.
Apakah tindakan prioritas yang dilakukan perawat ?
A.  Melakukan kompres hangat pada area dada
B.  Mengajarkan teknik napas dalam untuk mengurangi nyeri
C.  Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tetapi sering
D.  Berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi oksigen
E.  Berkolaborasi dengan dokter terkait pemberian analgesik
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : Pasien mengeluh sesak napas dengan frekuensi 32x/menit serta tampak adanya retraksi interkostae.
Masalah keperawatan prioritas yaitu : “Pola napas tidak efektif”.
Salah satu intervensi yang tepat diberikan berkaitan dengan masalah utama pada kasus yaitu berkolaborasi dengan dokter terkait
pemberian terapi oksigen.

111. Seorang laki-laki (48 tahun) dirawat di Bangsal Paru RS dengan Bronkopneumonia. Hasil pengkajian : pasien mengeluh kesulitan
mengeluarkan dahak dan suara napas gurgling. Pasien mendapat terapi combivent 3x sehari dan saat ini perawat telah
menambahkan obat ke dalam nebulizer.
Apakah prosedur tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat ?
A.  Memposisikan pasien duduk atau semi fowler
B.  Memasang sungkup pada wajah pasien
C.  Menyambungkan kompresor nebulizer ke arus listrik
D.  Menyambungkan selang ke kompresor nebulizer
E.  Menginstruksikan pasien menghirup uap halus yang keluar dari alat
PEMBAHASAN:
SOP Melakukan Terapi Nebulisasi
1. Identifikasi pasien dan periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan.
2. Pantau denyut jantung sebelum dan sesudah terapi pada pasien yang memakai obat bronkodilator.
3. Jelaskan prosedur pada pasien. Terapi ini bergantung pada usaha pasien.
4. Posisikan pasien pada posisi duduk yang nyaman atau posisi semi fowler.
5. Tambahkan obat dan NaCl atau air steril sesuai dosis yang diresepkan ke dalam nebulizer. Sambungkan selang ke kompresor. Akan
terlihat uap halus keluar dari alat.
6. Pasang sungkup pada wajah pasien untuk menutupi mulut dan hidungnya serta instruksikan pasien untuk menarik napas dalam dan
perlahan lewat mulut, tahan napas kemudian hembuskan napas beberapa kali.
7. Amati pengembangan dada untuk memastikan pasien menarik napas dalam.
8. Instruksikan pasien untuk bernapas perlahan dan dalam sampai semua obatnya habis dinebulisasi.
9. Setelah selesai terapi, anjurkan pasien untuk batuk setelah beberapa tarikan napas dalam.
10. Amati pasien apakah ada efek samping akibat terapi tadi atau tidak.
11. Catat obat-obat yang digunakan dan jelaskan sekret yang dikeluarkan.
12. Bongkar dan bersihkan nebulizer setiap selesai digunakan. Simpan alat di kamar pasien. Selang diganti setiap 24 jam.
13. Cuci tangan.

112. Seorang anak (3 tahun) dibawa ke puskesmas dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Pada saat pemeriksaan, tampak
ruam merah yang menyeluruh di kulit anak. Mata tampak merah, mukosa mulut lembab, dan kulit teraba hangat. Suhu 38, 9 C,
Nadi 122x/menit dan pernapasan 24x/menit.
Apakah interpretasi masalah yang tepat sesuai MTBS?
A.  Penyakit berat dengan demam
B.  Demam berdarah dengue
C.  Campak
D.  Malaria
E.  Mastoiditis
PEMBAHASAN:
DS :
- Ibu mengatakan anak demam sudah 5 hari
DO :
- Ruam merah di kulit yang menyeluruh
- Mata merah
- Kulit teraba hangat
- Suhu : 38,8 C

Jawaban : C. Campak
Pengertian campak menurut WHO adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk mukolo papular selama tiga hari atau
lebih yang disertai panas 38oC atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata merah.

Menurut MTBS 2015, tanda-tanda CAMPAK saat ini:


- Ruam kemerahan dikulit yang menyeluruh DAN
- Terdapat salah satu tanda berikut: batuk, pilek, mata merah.

Tinjauan Opsi lain:


- Penyakit berat dengan demam, tidak tepat, karena pada penyakit berat dengan demam ditandai dengan adanya kaku kuduk atau
salah satu tanda bahaya berupa:
• Tidak bisa minum/menyusu
• Letargis atau tidak sadar
• Memuntahkan semuanya
• Ada stridor
• Kejang
• Biru ( cyanosis )
• Ujung tangan dan kaki pucat dan dingin

- Demam berdarah dengue, tidak tepat, karena pada demam berdarah dengue ditandai dengan adanya salah satu/beberapa tanda:
• Ada tanda tanda syok atau gelisah
• Muntah bercampur darah/seperti kopi
• Berak berwarna hitam
• Perdarahan dari hidung atau gusi
• Bintik-bintik perdarahan di kulit (petekie) dan uji torniket positif
• Sering muntah

- Malaria, tidak tepat karena membutuhkan data risiko malaria dan riwayat bepergian ke daerah malaria. Selain itu dibutuhkan data
mikroskopis RDT positif untuk menegakan diagnosis malaria.

- Mastoiditis, tidak tepat karena mastoiditis merupakan pembengkakakn yang nyeri di belakang telinga.

113. Seorang laki-laki (45 tahun) dirawat di RS dengan Pneumotoraks. Perawat akan melakukan perawatan WSD. Saat ini perawat
telah menyambungkan selang dada dengan botol drainase yang baru dan melepaskan klem.
Apakah tindakan selanjutnya yang dilakukan perawat?
A.  Memposisikan botol drainase 1 meter di bawah dada pasien
B.  Mengamati adanya undulasi pada ujung distal selang dada
C.  Memposisikan kembali pasien secara nyaman
D.  Memantau respon pasien
E.  Mendokumentasikan prosedur tindakan
PEMBAHASAN:
Prosedur Perawatan WSD
1. Periksa order dokter dan rencana asuhan keperawatan
2. Identifikasi pasien dan jelaskan prosedur
3. Pantau tanda-tanda vital
4. Kumpulkan peralatan
5. Berikan privasi
6. Cuci tangan dan pakai handscoon steril
7. Persiapkan botol drainase dada
a. Sistem satu botol : terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang.
b. Sistem dua botol : botol I digunakan untuk menampung cairan dan udara dari rongga pleura, dan botol II sebagai ruang segel air.
c. Sistem tiga botol : sama dengan sistem dua botol, dan botol III untuk mengontrol jumlah pengisapan.
8. Pastikan botol tersimpan dalam tempat botol
9. Posisikan pasien duduk secara nyaman
10. Klem selang drainase dada dengan menggunakan 2 buah klem. Klem I pada 4 – 6,5 cm dari lokasi penusukan dada dan klem II 2,5
cm di bawah klem I
11. Lepaskan sambungan botol lama dari selang dada
12. Sambung kembali botol baru dengan selang dada
13. Posisikan botol 0,5 – 1 meter di bawah dada pasien
14. Lepaskan klem selang dada
15. Amati adanya fluktuasi berulang ketinggian air pada ujung distal selang dada.
16. Rekatkan secara longgar selang drainase pada pakaian pasien
17. Posisikan kembali pasien secara nyaman di atas ranjang
18. Cuci tangan
19. Catat prosedur
20. Lanjutkan pemantauan pasien

114. Seorang perempuan dibawa ke IGD RS dengan keluhan sesak napas. Hasil pengkajian: frekuensi pernapasan pasien 32x/menit,
saturasi oksigen 94%.
Apakah terapi oksigen yang tepat pada pasien?
A.  Nasal canula 2 liter/menit dititrasi sampai SpO2 >95%
B.  Assisted ventilation
C.  Non Rebreathing Mask (8-12 liter/menit)
D.  Rebreathing Mask (8-12 liter/menit)
E.  Simple Mask (6-10 Liter/menit)
PEMBAHASAN:
DO: Pasien sesak, frekuensi napas 32x/menit (Normal: 12-20x/menit), saturasi oksigen 94% (Normal: 95-100%).

Dari data dapat disimpulkan pasien mengalami hipoksia ringan-sedang dengan penatalaksanaan pemberian oksigen melalui nasal
canula, 2 liter/menit di titrasi sampai SpO2 >95%

Berikut Indikasi untuk penambahan oksigen:


SpO2 >95% : Dianggap normal, hanya monitoring, tidak perlu terapi
SpO2 91-94% : Mulailah dengan pemberian O2 Nasal Canula 2 liter/menit, dititrasi sampai SpO2 >95%
SpO2 85-90% : Intervensi segera pada SpO2 95%, gunakan simple mask atau NRM. Nilai pernapasan, kapan perlu lakukan suction.
Persiapkan ventiasi manual dan intubasi
SpO2

115. Seorang perempuan (37 tahun) datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri dada dan sesak napas saat beraktivitas. Perawat
berencana melakukan pemeriksaan EKG. Saat ini, perawat telah selesai memasang sadapan V1, V2 dan akan memasang
sadapan V4.
Dimanakah posisi pemasangan sadapan V4 yang tepat?
A.  Interkostal IV di kanan sternum
B.  Interkostal IV di kiri sternum
C.  Interkostal V sejajar dengan midklavikula kiri 
D.  Interkostal V sejajar garis axilaris anterior kiri
E.  Interkostal V sejajar garis midaxilaris anterior kiri
PEMBAHASAN:
Jawaban yang tepat : C. Interkostal V sejajar dengan midklavikula kiri

Pembahasan :
DO: Pasien mengeluh nyeri dada dan sesak napas saat beraktivitas
Dari kasus dapat disimpulkan pasien dicurigai memiliki gangguan jantung sehingga diperlukan pemeriksaan EKG.
Pada soal perawat akan memasang sadapan V4, letak sadapan V4 yang tepat adalah Interkostal V sejajar dengan midklavikula kiri.

Tempat pemasangan sadapan Unipolar Prekordial adalah sebagai berikut:


Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum
Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum
Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4
Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V sejajar dengan midklavikula kiri
Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di garis axilaris anterior kiri
Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di garis midaxilaris kiri

Tinjauan Opsi Lain:


Opsi “Interkostal IV di kanan sternum” tidak tepat karena tidak sesuai dengan letak pemasangan sadapan Unipolar Prekordial V4

Opsi “Interkostal IV di kiri sternum” tidak tepat karena tidak sesuai dengan letak pemasangan sadapan Unipolar Prekordial V4

Opsi “Interkostal V sejajar garis axilaris anterior kiri” tidak tepat karena tidak sesuai dengan letak pemasangan sadapan Unipolar
Prekordial V4

Opsi “Interkostal V sejajar garis midaxilaris anterior kiri” tidak tepat karena tidak sesuai dengan letak pemasangan sadapan Unipolar
Prekordial V4.

116. Seorang lansia (64 tahun) tinggal di panti jompo. Hasil pengkajian: Klien mengalami gangguan penglihatan dan kelemahan pada
ekstremitas bawah. Klien memiliki riwayat jatuh sekitar seminggu yang lalu. Klien sangat keras kepala dan tidak mau didampingi
saat berjalan. Perawat memberikan alat bantu berjalan kepada klien.
Apakah prinsip etik yang diterapkan oleh perawat?
A.  Autonomy
B.  Veracity
C.  Fidelity
D.  Nonmaleficience
E.  Confidentiality
PEMBAHASAN:
Jabaran prinsip etik keperawatan sesuai opsi :
1. Autonomy yaitu menghargai hak-hak pasien dalam membuat keputusan tentang keperawatannya.
2. Veracity (Kejujuran), nilai untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang
diberikan kepada klien haruslah akurat, komprehensif dan objektif.
3. Fidelity yaitu menepati janji dan komitmen terhadap klien
4. Nonmaleficience yaitu tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis terhadap klien.
5. Confidentiality yaitu menjaga informasi pribadi pasien.

Pada kasus, perawat memberikan alat bantu berjalan agar klien tidak terjatuh. Maka prinsip etik yang telah diterapkan oleh perawat
yaitu nonmaleficience.

117. .
118. Seorang perempuan (50 tahun) dirawat di RS dengan Efusi Pleura. Hasil pengkajian ;
pasien tampak lemas, mengeluh nyeri dada, terpasang selang Water Seal Drainage (WSD) hari
ke-2. Pagi ini, perawat melakukan perawatan WSD dan saat ini, perawat telah mengklem selang
drainase dada.
119. Apakah prosedur tindakan yang tepat dilakukan selanjutnya ?
A.  Menyambungkan selang dada dengan botol baru
B.  Melepaskan klem selang dada
C.  Memposisikan botol 0,5-1 meter dibawah dada pasien
D.  Memposisikan pasien
E.  Melepaskan sambungan botol lama dari selang dada
120. PEMBAHASAN:
121. Prosedur Perawatan WSD
a. Periksa order dokter dan rencana asuhan keperawatan
b. Identifikasi pasien dan jelaskan prosedur
c. Pantau tanda-tanda vital
d. Kumpulkan peralatan
e. Berikan privasi
f. Cuci tangan dan pakai handscoon steril
g. Persiapkan botol drainase dada
1) Sistem satu botol : terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang.
2) Sistem dua botol : botol I digunakan untuk menampung cairan dan udara dari rongga pleura,
dan botol II sebagai ruang segel air.
3) Sistem tiga botol : sama dengan sistem dua botol, dan botol III untuk mengontrol jumlah
pengisapan.
h. Pastikan botol tersimpan dalam tempat botol
i. Posisikan pasien duduk secara nyaman
j. Klem selang drainase dada dengan menggunakan 2 buah klem. Klem I pada 4 – 6,5 cm dari
lokasi penusukan dada dan klem II 2,5 cm di bawah klem I.
k. Lepaskan sambungan botol lama dari selang dada
l. Sambung kembali botol baru dengan selang dada
m. Posisikan botol 0,5 – 1 meter di bawah dada pasien
n. Lepaskan klem selang dada
o. Amati adanya fluktuasi berulang ketinggian air pada ujung distal selang dada
p. Rekatkan secara longgar selang drainase pada pakaian pasien
q. Posisikan kembali pasien secara nyaman di atas ranjang
r. Cuci tangan
s. Catat prosedur
t. Lanjutkan pemantauan pasien
122. .
123.Seorang perempuan (20 tahun) datang ke puskesmas. Pasien mengatakan cemas saat persalinan nanti. Hasil pengkajian:
status obstetri G1P0A0, usia kehamilan 35 - 36 minggu, tanda-tanda vital dalam batas normal, pasien tampak tegang. Pasien
mengatakan tidak tahu terkait tanda persalinan dan perawat segera memberikan edukasi tentang tanda-tanda persalinan
kepada pasien.
124.Manakah yang bukan merupakan tanda-tanda persalinan?

A.  Perut mulas-mulas yang teratur, timbul semakin sering dan lama


B.  Keluar darah bercampur lendir
C.  Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
D.  Tali pusat bayi keluar dari jalan lahir 
E.  Perineum menonjol, vulva mulai terbuka
125.PEMBAHASAN:
126.Data fokus masalah : Pasien mengatakan cemas saat persalianan nanti. Hasil pengkajian: status obstetri G1P0A0, usia
kehamilan 35 - 36 minggu, tanda - tanda vital dalam batas normal, pasien tampak tegang, pasien belum mengetahui tanda –
tanda persalinan. Berdasarkan data fokus, masalah keperawatan yang dialami pasien adalah kurangnya pengetahuan.
Intervensi yang diberikan perawat yaitu penyuluhan/edukasi tentang tanda – tanda persalinan.

Tanda – tanda persalinan :


1. Perut mulas-mulas yang teratur, timbulnya semakin sering dan semakin lama
2. Keluarnya air ketuban dari jalan lahir sehingga pengeluaran lendir dan darah semakin banyak
3. Terasa dorongan janin yang semakin kuat di perut bagian bawah
4. Perinieum menonjol
5. Nyeri pinggang menjalar ke ari - ari
Tali pusat bayi keluar dari jalan lahir --> termasuk tanda bahaya persalinan
127. .
128.Seorang laki-laki (67 tahun) dirawat di RS dengan post operasi glaucoma pada mata kanan hari ke-2. Hasil pengkajian: pasien
mengeluh nyeri pada mata, pusing, mata kanan masih tertutup verban sehingga sulit melihat, pasien berjalan menggunakan
tongkat.
129.Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?

A.  Risiko jatuh 
B.  Risiko cedera
C.  Nyeri akut
D.  Risiko infeksi
E.  Gangguan integritas kulit/jaringan
130.PEMBAHASAN:
131.Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan risiko jatuh adalah; pasien usia 65 tahun, mata kanan masih tertutup verban
sehingga sulit melihat, pasien berjalan menggunakan tongkat.

Sesuai dengan (SDKI, 2017), risiko jatuh didefinisikan sebagai Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan
akibat terjatuh, yang didukung oleh data; Usia ?65 tahun, Penggunaan alat bantu berjalan, Perubahan fungsi kognitif.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Risiko cedera (tidak tepat), didefinisikan sebagai Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik, dengan factor risiko; Terpapar pathogen, Terpapar zat kimia
toksik, Terpapar agen nosokomial.

Opsi Nyeri akut (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data spesifik yang menjelaskan tentang masalah nyeri akut,
sehingga masalah nyeri akut bukan diagnosis yang tepat.

Opsi Risiko infeksi (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data spesifik untuk diangkatkan diagnosis risiko infeksi.

Opsi Gangguan integritas kulit/jaringan(kurang tepat), karena pada kasus tidak terdapat masalah pada lapisan kulit maupun
jaringan.
132. .
133. Seorang perempuan (30 tahun) dirawat di bangsal kebidanan sejak 1 hari yang lalu. Pasien
direncanakan akan menjalani sectio caesaria dengan indikasi plasenta previa. Perawat melakukan
pemasangan folley kateter untuk persiapan pra-operasi. Saat ini, perawat telah memasukkan
kateter dan mengisi balon dengan aquades, sehingga balon kateter sudah berfungsi.
134. Apakah tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat?
A.  Angkat duk bolong dan sambungkan keteter ke kantung urin
B.  Gantung urin bag
C.  Cek adanya tahanan pada balon kateter 
D.  Fiksasi kateter
E.  Buka urin bag
135. PEMBAHASAN:
136. Data fokus masalah: Pasien direncanakan akan dilakukan secsio secaria dengan indikasi
plasenta previa. Perawat melakukan pemasangan folley kateter, persiapan praopersi. Perawat
memasukkan kateter dan mengisi balon dengan aquades, sehingga balon kateter sudah berfungsi.

Prosedur pemasangan kateter


1. Cuci tangan
2. Pasang sampiran
3. Gantung urin bag di sisi samping tempat tidur
4. Buka pakaian bawah pasien (celana/kain sarung)
5. Atur posisi pasien ( dorsal rekumbent) dan pasang perlak pengalas. Dekatkan neirbeken di
antara kedua paha
6. Pasang handscoon dan lakukan vulva hygiene
7. Dekatkan neirbeken kedua untuk menampung urin
8. Ganti handscoon bersih dengan steril, pasang duk bolong
9. Olesi ujung kateter dengan kasa jelly
10. Masukkan kateter yang sudah diolesi jelly ke uretra sekitar 2,5 – 5 cm sampai urin mengalir,
sambil pasien menarik napas dalam ketika kateter dimasukkan
11. Tampung urine dengan menggunakan neirbeken
12. Perhatikan respons pasien
13. Isi balon kateter dengan cairan aquades sesuai dengan kebutuhan dan tarik selang secara
perlahan sampai ada tahanan.
14. Angkat duk bolong, sambungkan kateter ke urine bag
15. Fiksasi ke salah satu paha pasien
16. Bersihkan alat – alat, lepas handscoon dan cuci tangan
17. Dokumentasi tindakan yang sudah dilakukan
137. .
138. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di RS dengan PPOK. Hasil pengkajian; pasien
mengeluh sesak, nyeri dada. Pasien dispnea dengan frekuensi napas 30x/menit, penggunaan otot
bantu napas, batuk berdahak, pH 7,35, PO2 54 mmHg, PO2 67 mmHg, SaO2 85 %.
139. Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus ?
A.  Gangguan ventilasi spontan
B.  Bersihan Jalan Napas tidak efektif
C.  Pola napas tidak efektif
D.  Gangguan pertukaran gas
E.  Nyeri akut
140. PEMBAHASAN:
141. Data fokus masalah; pasien mengeluh sesak, dada terasa berat. Pasien dispnea dengan
frekuensi napas 30x/menit, penggunaan otot bantu napas, pH 7,34, PO2 54 mmHg, PO2 67
mmHg, SaO2 85 %. Masalah keperawatan yang tepat pada kasus adalah gangguan ventilasi
spontan, yang didefinisikan sebagai penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu
tidak mampu bernapas secara adekuat, yang didukung dengan data; dispnea, PO2 menurun,
PCO2 meningkat, penggunaan otot bantu napas (SDKI, 2016).

Tinjaun opsi lainnya;

Opsi Bersihan jalan napas tidak efektif (tidak tepat), karena data pada kasus tidak mendukung
untuk diangkatkan masalah keperawatan ini, dengan data; batuk berdahak, tidak mampu batuk,
tidak mampu mengeluarkan dahak.

Opsi Pola napas tidak efektif (kurang tepat), karena data pada kasus tidak fokus pada masalah
gangguan pada pola napas pasien, karena pada kasus dijelaskan adanya keabnormalan analisa
gas darah, yang merupakan menjadi masalah kritis pada pasien.

Opsi Gangguan pertukaran gas (kurang tepat), karena masalah gangguan pertukaran gas
didukung dengan data mayor keabnormalan kadar pH darah, yang menunjukkan adanya
ketidakseimbangan kadar asam basa dalam darah.

Opsi Nyeri (tidak tepat), karena nyeri yang dirasakan pasien tidak spesifik, ada masalah lain yang
dapat mengancam jiwa jika tidak diatasi segera.
142. .
143. Seorang anak (3 tahun) dibawa ke Puskesmas dengan keluhan demam tinggi terus-
menerus, nyeri ulu hati, dan gelisah. Hasil pemeriksaan: suhu 38,6 C, frekuensi pernapasan
32x/menit, frekuensi nadi 104x/menit. Terdapat bintik-bintik merah (petekie) di lengan kanan,
pemeriksaan uji turniket (-).
144.
Apakah klasifikasi demam pada anak tersebut?
A.  Campak
B.  Demam mungkin bukan malaria
C.  Malaria
D.  Demam berdarah dengue
E.  Mungkin demam berdarah dengue
145. PEMBAHASAN:
146. Jawaban tepat: e
Berdasarkan (MTBS, 2015), Mungkin demam berdarah dengue ditandai dengan gejala demam
mendadak tinggi dan terus- menerus atau nyeri ulu hati, gelisah, bintik-bintik perdarahan
di kulit dan uji turniket negatif.

Tinjauan opsi lain:


Opsi Campak tidak tepat karena campak ditandai dengan batuk pilek, mata merah dan ruam
kemerahan di kulit yang menyeluruh.

Opsi Demam mungkin bukan malaria tidak tepat karena demam mungkin bukan malaria ditandai
dengan RDT negatif.

Opsi Malaria tidak tepat karena malaria ditandai dengan demam, dan mikroskopis RDT positif.

Opsi Demam berdarah dengue tidak tepat karena demam berdarah ditandai dengan tanda-tanda
syok/gelisah, muntah bercampur darah, berak berwarna hitam, perdarahan dari hidung dan gusi,
bintik-bintik perdarahan dan uji turniket(+)
147. .
148. Seorang perempuan (40 tahun) dirawat di RS dengan hepatomegali. Hasil pengkajian:
pasien mengeluh mual, perut terasa penuh, terpasang infus Ringer Asetat. Tampak kemerahan
pada tempat penusukan infus, terasa nyeri, bengkak dan hangat.
149. Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat pertama kali?
A.  Mengganti cairan infus
B.  Memberikan kompres hangat pada area penusukan infus
C.  Menghentikan infus
D.  Mengganti infus pada lokasi yang baru
E.  Memperlambat tetesan infus
150. PEMBAHASAN:
151. Data fokus masalah: Pasien terpasang infuse Ringer Asetat, tampak kemerahan pada
tempat penusukan infus, terasa nyeri, bengkak dan hangat. Masalah keperawatan pada kasus
adalah risiko infeksi akibat prosedur invasive. Tanda klinis yang ditunjukkan oleh keadaan pasien
merupakan masalah plebithis pada lokasi penusukan infuse.

Plebitis adalah iritasi vena oleh alat IV, obat-obatan, atau infeksi yang ditandai dengan kemerahan,
bengkak, nyeri tekan pada sisi IV. Phlebitis dapat menyebabkan thrombus dan tromboplebitis. Hal
ini sangat berbahaya bagi kondisi pasien. Beberapa penyebab phlebitis yaitu; pH dan osmolalitas
cairan infuse yang ekstrim, mikropartikel yang terbentuk akibat penusukan obat ke selang infuse,
dan penempatan kanul pada vena yang tidak tepat. Tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat
pada kasus adalah Menghentikan infus segera, dengan tujuan menghambat terjadinya perluasan
phlebitis.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Mengganti cairan infuse (tidak tepat), penggantian cairan infuse tidak akan mengurangi
phlebitis, karena masalah pasien terjadi akibat penusukan vena pada infuse.

Opsi Memberikan kompres hangat pada area penusukan infuse (kurang tepat), hal ini tetap bisa
dilakukan, namun bukan tindakan segera dan utama untuk mengatasi masalah pasien.

Opsi Mengganti infus pada lokasi yang baru (kurang tepat), tindakan ini bisa saja dilakukan,
namun sebelumnya infuse pada area phlebitis dihentikan terlebih dahulu.

Opsi Memperlambat tetesan infuse (kurang tepat), karena hal ini berarti cairan infuse tetap
mengalir ke pembuluh darah, sehingga tidak mengatasi masalah phlebitis pasien.
152. .
153. Seorang perempuan (21 tahun) datang ke Klinik bersalin. Pasien mengeluhkan nyeri
pinggang yang menjalar ke ari-ari. Hasil pengkajian: kontraksi semakin sering, keluar darah
bercampur lendir, perineum menonjol, klien sudah mempunyai dorongan untuk mengedan,
pembukaan lengkap. Perawat melakukan persiapan dengan membuka tutup set partus.
154. Apakah tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat?
A.  Memasang sarung tangan DTT pada kedua tangan
B.  Meletakkan handuk bersih di perut ibu
C.  Meletakkan kain bersih 1/3 lipatan di bawah bokong ibu
D.  Membimbing ibu agar bisa meneran dengan efektif dan benar
E.  Meminta keluarga menyiapkan posisi meneran
155. PEMBAHASAN:
156. Data fokus masalah : kontraksi semakin sering, keluar darah bercampur lendir, perineum
menonjol, klien sudah mempunyai dorongan untuk mengedan, pembukaan lengkap. Perawat
melakukan persiapan dengan membuka tutup set partus.
Tindakan yang tepat dilakukan adalah persiapan pertolongan kelahiran bayi, karena pembukaan
telah lengkap. Keywords yaitu pembukaan lengkap dan perawat telah membuka tutup set partus.

Prosedur persiapan pertolongan kelahiran bayi:


1. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka
vulva dengan diameter 5-6 cm.
2. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu.
3. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat & bahan.
4. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
5. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan
kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk
meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
6. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi
dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi:
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat, dan potong diantara dua
klem tersebut.
7. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan
8. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental, anjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
9. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong,
tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-
masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
157. .
158. Seorang bayi (2 hari) dirawat di ruang perinatologi. Hasil pengkajian: bayi tampak sesak
napas, tampak retraksi dinding dada dan pernapasan cuping hidung, frekuensi napas 54x/menit,
frekuensi nadi 122 x/menit dan BBL 2400 mg.
159. Apakah intervensi keperawatan utama yang tepat diberikan?
A.  Manajemen jalan napas
B.  Terapi oksigen
C.  Monitoring nutrisi
D.  Manajemen nutrisi
E.  Manajemen laktasi
160. PEMBAHASAN:
161. Data fokus : pasien mengalami sesak tampak retraksi dinding dada dan pernapasan cuping
hidung, frekuensi napas 54 x/menit ( n = 30 – 40 x/menit) frekuensi nadi 122 x/menit ( N= 110
x/menit) BBL 2400 mg. Berdasarkan data fokus bayi mengalami diagnosis keperawatan pola
napas tidak efektif, intervensi yang tepat diberikan yaitu terapi oksigen yaitu pemberian oksigen
dan memonitori keefektifannya (NIC, 2009).

Tinjauan opsi lain:


Opsi “manajemen jalan napas" kurang tepat, intervensi ini kurang tepat diberikan karena fokus
utama masalah pasien adalah pola napas yang terganggu (frekuensi napas yang meningkat,
adanya retraksi dinding dada dan pernapasan cuping hidung). Intervensi ini lebih tepat dilakukan
untuk mengatasi masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif, dengan data fokus
adanya sumbatan pada jalan napas seperti sputum.
Opsi “Monitoring nutrisi” tidak tepat. Intervensi ini tepat diberikan pada pasien yang mengalami
masalah pada nutrisi. Pasien memang memiliki BBL 2400 mg ( n > 2500 mg), tetapi saat ini hal itu
bukan menjadi masalah utama pada pasien.
Opsi "Manajemen nutrisi” tidak tepat. Intervensi ini sama halnya dengan opsi monitoring nutrisi.
Opsi “Manajemen laktasi” tidak tepat. Intervensi ini tepat digunakan untuk maslah pemberian ASI
yang tidak efektif.
162. .
163. Seorang anak (7 tahun) dibawa oleh ibunya ke IGD RS terdekat akibat tertelan kelereng
saat bermain bersama teman-temannya. Kondisi anak saat ini tampak sianosis, sulit bernapas,
frekuensi napas 40x/menit.
164. Apakah manuever pembebasan jalan napas yang tepat pada anak tersebut?
A.  Abdominal thrust
B.  Jaw Thrust
C.  Chest Thrust
D.  Back Bows
E.  Suction
165. PEMBAHASAN:
166. Berdasarkan kasus di atas, pasien adalah anak-anak dan mengalami tersedak akibat
adanya benda asing berupa kelereng yang menghambat jalan napas pasien. Hal ini ditandai
dengan adanya kesulitan bernapas,tampak adanya sianosis, dan adanya takipnea.

Untuk mengeluarkan benda asing pada anak tersebut maka manuever yang tepat dilakukan
adalah dengan melakukan chest thrust .

Tinjauan opsi lain:


- Abdominal thrust dilakukan untuk pasein dewasa yang sadar, tidak sedang hamil dan tidak
obesitas.
- Jaw thrust dilakukan untuk membuka jalan napas apda pasien trauma.
- Back bows manuever tersedak pada bayi.
- Suction dilakukan untuk membebaskan jalan napas dari cairan.
167. .
168. Seorang bayi (1 bulan) dibawa oleh ibunya ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi.
Sebelumnya bayi sudah mendapatkan imunisasi HB0 saat usia 7 hari.
169. Imunisasi jenis injeksi apa yang harus disiapkan oleh perawat?
A.  DPT 1
B.  Polio 1
C.  BCG 
D.  Campak
E.  HB1
170. PEMBAHASAN:
171. Menurut MTBS (2008), jadwal imunisasi pada bayi usia 1 bulan adalah BCG dan polio 1,
namun, imunisasi polio 1 pemberiannya dilakukan dengan rute pemberian per-oral, sehingga
jawaban yang tepat adalah opsi C, BCG yang diberikan dengan rute pemberian intracutan (IC)

Tinjauan opsi lain:


- DPT 1 diberikan pada usia 2 bulan dengan dengan rute pemberian intramuskular (IM)
- Polio 1 diberikan pada usia 1 bulan dengan dengan rute pemberian per-oral (PO)
- Campak diberikan pada usia 9 bulan dengan dengan rute pemberian subcutan (SC)
- HB1 diberikan pada usia 2 bulan dengan dengan rute pemberian intramuskular (IM)
172. .
173. Seorang perempuan (20 tahun) dirawat di RS post SC hari ke-3. Pasien mengatakan
merasa sedih dan kecewa. Hasil pengkajian: pasien tidak mau melihat bayinya karena bayi yang
dilahirkan tidak sesuai harapan. Pasien mudah menangis dan tidak percaya diri.
174. Apakah masalah yang terjadi pada pasien?
A.  Fase Taking In
B.  Fase taking hold
C.  Postpartum baby blues
D.  Fase letting go
E.  Depresi
175. PEMBAHASAN:
176. Data fokus : pasien post SC hari ke 3, hasil pengkajian pasien mengatakan merasa sedih
dan kecewa, tidak mau melihat bayinya, bayi yang dilahirkan tidak sesuai harapan, mudah
menangis dan tidak percaya diri. Data tersebut menunjukkan pasien mengalami postpartum baby
blues. Postpartum baby blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,
biasanya hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak
kelahiran bayi. Tanda dan gejalanya antara lain cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak
sabar, tidak percaya diri, sensitif atau mudah tersinggung, serta merasa kurang menyayangi
bayinya. Peningkatan dukungan mental atau dukungan keluarga sangat di perlukan dalam
mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas ini (Dahro, 2012).

Tinjauan opsi yang lainnya :


Opsi “ fase taking in” tidak tepat, fase ini disebut juga fase ketergantungan yang dimulai setelah
persalinan dan merupakan adaptasi psikologis postpartum.

Opsi “ fase taking hold” tidak tepat. Fase ini merupakan salah satu adaptasi psikologis postparum
dan disebut juga fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian. Terjadi antara hari kedua
dan ketiga postpartum.

Opsi “ fase letting go” tidak tepat, fase ini termasuk pada salah satu adaptasi psikologis
postpartum dan disebut juga dengan fase mandiri. Pada fase ini berlangsung antara dua sampai
empat minggu setelah persalinan ketika ibu mulai menerima peran barunya.

Opsi “ depresi” tidak tepat. Pasien memang mengatakan sedih dan kecewa, serta mudah
menangis dan tidak percaya diri, tetapi hal ini belum bisa dikatakan depresi. Depresi adalah suatu
gangguan alam perasaan yang ditandai perasaan sedih dan berduka berlebihan dan
berkepanjangan.
177. .
178. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di RS dengan stroke. Lemah pada ekstremitas kiri.
Perawat akan membantu pasien berpindah dari tempat tidur ke kursi roda. Perawat sudah
mengatur kursi roda dalam keadaan terkunci.
179. Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat selanjutnya?
A.  Meminta pasien melingkarkan tangan ke bahu perawat
B.  Membantu pasien duduk di tepi tempat tidur
C.  Perawat mencondongkan badan ke arah pasien
D.  Instruksikan pasien mencondongkan tubuh ke depan mulai dari pinggul
E.  LIngkarkan tangan perawat ke punggung atau aksila pasien
180. PEMBAHASAN:
181. Prosedur Memindahkan Pasien dari Bed (tempat tidur) ke Kursi Roda

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur pada pasien dan instruksikan apa yang harus dilakukan
3. Rendahkan posisi bed
4. Dekatkan kursi roda ke samping bed, pada sudut 45 derajat terhadap bed
_5. Pastikan kursi roda dalam keadaan terkunci dan pijakan kaki kursi roda dinaikkan_
6. Bantu pasien duduk di tepi bed
7. Lebarkan kaki perawat
8. Tekuk lutut dan pinggul perawat segaris dengan lutut pasien
9. Masukkan tangan melewati bawah aksila pasien dan letakkan tangan pada skapula
10. Bantu pasien berdiri pada hitungan ketiga sambil meluruskan pinggul dan lutut perawat
11. Berputar pada kaki yang paling jauh dari kursi roda
12. Instruksikan pasien untuk menggunakan lengan kursi roda sebagai topangan
13. Tekuk pinggul dan lutut perawat, serta dudukan pasien di kursi roda
14. Posisikan pasien dengan benar pada posisi duduk (bersandar ke kursi roda dan menaruh kaki
pada pijakan kursi roda)
15. Pasang seat belt jika tersedia
16. Cuci tangan
182. .
183. Seorang perawat melakukan kunjungan rumah. Hasil pengkajian: ibu mengatakan bahwa
anak laki-lakinya (14 bulan), sudah diimunisasi sesuai dengan jadwal namun ibu klien tidak
mengetahui mengenai vaksinasi pelengkap. Perawat berencana untuk memberikan pendkes
mengenai imunisasi.
184. Apakah pendkes yang tepat diberikan berdasarkan kasus di atas?
A.  Pendkes Imunisasi MR 
B.  Pendkes Imunisasi JE
C.  Pendkes Imunisasi Pneumokokus
D.  Pendkes Imunisasi polio
E.  Pendkes imunisasi BCG
185. PEMBAHASAN:
186. Data fokus :
- Anak laki-laki berusia 14 bulan
- Ibu mengatakan anak ada diimunisasi
- Ibu mengatakan tidak tau tentang vaksinasi pelengkap

Diagnosis keperawatan : kurang pengetahuan

Jawaban yang tepat berdasarkan kasus terutama dari usia anak di atas adalah penkes imunisasi
MR. Vaksin MR adalah vaksinasi pelengkap yang merupakan kombinasi vaksin Campak/Measles
(M) dan Rubella (R) untuk perlindungan terhadap penyakit Campak dan Rubella. Imunisasi MR
diberikan untuk semua anak usia 9 bulan sampai dengan usia kurang dari 15 tahun.

Tinjauan opsi lainnya:


a. Penkes Imunisasi JE merupakan jenis vaksinasi pelengkap imunisasi dasar diberikan untuk
melindungi anak dari radang otak karena infeksi virus Japanese Ensefalitis yang akan diberikan
pada bayi usia 9 bulan.
b. Penkes Imunisasi Pneumokokus, merupakan vaksinasi pelengkap imunisasi dasar yang
diberikan untuk melindungi tubuh dari radang paru karena infeksi bakteri pneumokokus yang
diberikan pada bayi usia 2,3 dan 12 bulan.

c. Penkes Imunisasi polio merupakan vaksinasi untuk mencegah penyakit polio ini adalah dengan
mendapatkan vaksinasi polio. Vaksinasi polio diberikan kepada bayi yang baru lahir kemudian
dilanjutkan saat bayi berumur 2, 4, dan 6 bulan Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun.

f. Penkes imunisasi BCG Vaksin BCG diberikan untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tuberkulosa atau untuk mencegah penyakit TBC. Vaksin BCG dianjurkan agar diberikan kepada
bayi saat berusia 1-3 bulan
187. ,
188.Seorang laki-laki (27 tahun) dirawat di RS dengan keluhan demam dan muntah-muntah sejak 3 hari lalu. Pasien mengeluh
lemas, mual, tampak pucat, nadi teraba lemah dengan frekuensi 105x/menit, membran mukosa kering. Tekanan darah 95/67
mmHg, frekuensi napas 22 x/menit.
189.Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?

A.  Perfusi perifer tidak efektif


B.  Kekurangan volume cairan 
C.  Risiko kekurangan volume cairan
D.  Risiko defisit nutrisi
E.  Hipertermi
190.PEMBAHASAN:
191.Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan kekurang volume cairan pada kasus adalah; tampak pucat, nadi teraba lemah
dengan frekuensi 105 kali/menit, membran mukosa kering, tekanan darah 95/67 mmHg.

Sesuai dengan (SDKI, 2017), kekurangan volume cairan didefinisikan sebagai Penurunan volume cairan intravaskular,
interstisial, dan/atau intraselular, yang didukung dengan data; frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, dan membran mukosa kering.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Perfusi perifer tidak efektif (tidak tepat), karena data pada kasus tidak menunjukkan adanya masalah perfusi perifer;
nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten), waktu pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun/ tidak teraba.
Opsi risiko kekurangan volume cairan (tidak tepat), karena data pada kasus menunjukkanmasalah kekurangan
cairan/hipovolemi secara actual.

Opsi risiko defisit nutrisi (tidak tepat), karena masalah risiko deficit nutrisi disebabkan oleh beberapa factor; adanya masalah
agngguan menelan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient. Sehingga diagnosis ini
tidak tepat dan tidak relevan dengan data pada kasus.

Opsi Hipertermi (tidak tepat), data pada kasus tidak menjelaskan secara spesifik adanya masalah hipertermi yang ditunjukkan
dengan shuh tubuh di atas normal.
192. .
193. Seorang laki-laki (46 tahun) dirawat dengan CHF grade II. Pasien mengeluh sesak napas
terutama setelah beraktivitas dan batuk berdahak. Pada hasil rontgen thorax : CTR 60% dan
tampak infiltrat pada kedua lapang paru. Pasien mendapatkan terapi nebulizer dan saat ini
perawat sedang mengatur posisi pasien pada posisi semi fowler
194. Apakah prosedur tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat ?
A.  Menyambungkan selang ke kompresor
B.  Menghidupkan mesin nebulizer
C.  Menambahkan obat dan aquadest kedalam nebulizer 
D.  Memasang sungkup pada wajah pasien
E.  Menganjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam
195. PEMBAHASAN:
196. Prosedur Terapi nebulizer
1. Identifikasi pasien dan periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan.
2. Pantau denyut jantung sebelum dan sesuadah terapi pada pasien yang memakai obat
bronkodilator
3. Jelaskan prosedur tindakan kepada pasien. Terapi ini bergantung usaha pasien.
4. Posisikan pasien pada posisi duduk yang nyaman atau posisi semi fowler.
5. Tambahkan obat dan NaCl atau air steril sesuai dosis yang diresepkan kedalam nebulizer.
6. Sambungkan selang ke kompressor
7. Hidupkan mesin nebulizer
8. Pasang sungkup pada wajah pasien untuk menutup mulut dan hidung serta instruksikan pasien
untuk menarik napas dalam dan perlahan keluarkan lewat ulut. Tahan napas kemudian
hembuskan beberapa kali,
9. Amati pengembangan dada untuk memastikan pasien menarik napas dalam
10. Instruksikan pasien untuk bernapas perlahan dan dalam sampau semua obat habis
dinebulisasi
11. Setelah selesai terapi, anjurkan pasien untuk batuk setelah beberapa tarikan napas dalam.
12. Kaji respon pasien saat dan setelah tindakan dilakukan
13. Buat catatan dokumentassi keperawatan
197. .
198. Seorang laki-laki (25 tahun) dibawa ke RSJ oleh keluarganya karena marah-marah,
memukul ibunya, dan meresahkan warga sekitar. Saat ini, kondisi klien sudah tenang dan sudah
kooperatif. Perawat berencana akan melibatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
199. Apakah terapi aktivitas kelompok (TAK) yang tepat diberikan pada pasien?
A.  TAK Sosialisasi
B.  TAK Orientasi Realita
C.  TAK Stimulasi Persepsi
D.  TAK Stimulasi Sensori
E.  TAK Defisit Perawatan Diri
200. PEMBAHASAN:
201. Data fokus pada kasus: marah-marah, memukul ibunya, dan meresahkan warga sekitar.
Saat ini, kondisi klien sudah tenang dan sudah kooperatif.

Masalah keperawatan pada kasus adalah risiko perilaku kekerasan. Maka TAK yang tepat adalah
TAK Stimulasi persepsi.
TAK Stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait
dengan pengalaman/kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.

Dari pilihan jawaban:


Opsi (a) Tidak tepat, karena TAK sosialisasi diberikan pada klien dengan isolasi sosial dan harga
diri rendah kronik
Opsi (b) Tidak tepat, karena TAK Orientasi realita diberikan pada klien dengan waham,
Opsi (c) Tepat, TAK Stimulasi persepsi, karena TAK untuk klien dengan RPK
Opsi (d) Tidak tepat, karena TAK Stimulasi persepsi diberikan pada klien dengan kerusakan
komunikasi verbal
Opsi (e) Tidak tepat, karena TAK DPD diberikan untuk klien dengan DPD
202. .
203. Seorang ibu (80 tahun) ditemukan oleh keluarga dalam keadaan tidak sadarkan diri di
rumahnya. Keluarga kemudian membawa ibunya ke IGD RS terdekat. Saat dilakukan pemeriksaan
ditemukan tingkat kesadaran pasien saat ini somnolen dengan GCS 8 serta suara napas terdengar
stridor.
204. Apakah tindakan pembebasan jalan napas yang tepat pada pasien tersebut?
A.  Melakukan pemasangan NPA
B.  Melakukan suction
C.  Melakukan intubasi
D.  Melakukan pemasangan OPA
E.  Melakukan tindakan cross finger swab
205. PEMBAHASAN:
206. Berdasarkan kasus ditemukan data fokus bahwa pasien mengalami sumbatan jalan napas
yang ditandai dengan adanya suara napas stridor. Suara napas stridor mengidentifikasi sumbatan
jalan disebabkan oleh lidah.

Maka untuk membebaskan jalan napas dari sumbatan tersebut maka dilakukan pemasangan
OPA. Pemasangan OPA diindikasikan pada pasien tidak sadar dengan adanya napas spontan,
ditandai dengan suara napas stridor, pangkal lidah jatuh ke belakang, dan tidak ada refleks
muntah.

Tinjauan opsi lain:


- Pemasangan NPA diindikasikan pada pasien yang mempunyai refleks muntah.
- Suction diindikasikan untuk sumbatan berupa cairan.
- Intubasi diindikasikan untuk pasien yang mengalami gagal napas baik itu hipoksemia atau pun
hiperkarbia.
- Cross finger swab diindikasikan untuk pasien dimana benda asing yang menyumbat jalan napas
pasien masih terlihat.
207. .
208. Seorang laki-laki (38 tahun) dirawat di RS post operasi Kanker Orofaring. Hasil pengkajian :
terdengar bunyi napas gargling, pasien tampak sesak, kesulitan untuk batuk, dan terpasang O2 4
Lpm dengan nasal kanul. Perawat akan melakukan suction orofaringeal untuk membersihkan jalan
napas.
209. Manakah prosedur tindakan yang tepat dilakukan perawat, kecuali.
A.  Memposisikan pasien dalam posisi semi fowler
B.  Melakukan suction selama 20 detik 
C.  Menggunakan handscoon steril saat melakukan suction
D.  Memberi jarak di antara setiap suction selama 30 detik
E.  Berikan oksigen sebelum dan di antara pengisapan
210. PEMBAHASAN:
211. Opsi A benar. Posisi untuk pasien sadar penuh, untuk pengisapan oral yaitu semi fowler
dengan kepala menoleh ke satu sisi, sementara untuk pengisapan nasal yaitu semi fowler dengan
leher hiperekstensi. Untuk pasien tidak sadar, pengisapan dilakukan dengan posisi berbaring
miring menghadap perawat.
Opsi B salah. Pengisapan hanya dilakukan selama 10 – 15 detik. Selama waktu ini, kateter suction
dimasukkan, pengisapan dilakukan dan dihentikan, serta kateter dikeluarkan.
Opsi C benar. Untuk pasien yang telah menjalani operasi orofaring, prosedur suction harus
dilakukan dengan teknik aseptik yang ketat.
Opsi D benar. Jarak di antara setiap pengisapan yaitu selama 20 – 50 detik, dan batas waktu total
pengisapan yaitu selama 5 menit atau maksimal 3 kali suction dalam 1 waktu.
Opsi E benar. Pemberian oksigen sebelum pengisapan bertujuan untuk mencegah hipoksemia.
Pemberian oksigen di antara pengisapan, untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang dihentikan
sementara karena tindakan suction.
212. .
213. Seorang laki-laki (35 tahun) ke poliklinik RS dengan keluhan: nyeri pada lutut kanan akibat
terkilir saat olahraga 1 jam yang lalu, lutut tampak bengkak, lebam, dan teraba hangat. Tekanan
darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 60x/menit.
214. Apakah tindakan keperawatan yang tepat pada pasien?
A.  Memberikan kompres hangat
B.  Memberikan kompres dingin
C.  Menganjurkan pasien teknik relaksasi napas dalam
D.  Anjurkan pasien untuk immobilisasi sementara
E.  Berikan balutan dengan verban elastis
215. PEMBAHASAN:
216. Data fokus masalah: nyeri pada lutut kanan akibat terkilir saat olahraga 1 jam lalu, lutut
tampak bengkak, lebam, dan teraba hangat Terdapat beberapa masalah keperawatn pada kasus,
diantaranya; nyeri akut dan risiko perdarahan, yang diakibatkan oleh adanya trauma.

Tindakan keperawatan yang tepat dilakukan adalah Memberikan kompres dingin pada lokasi
trauma. Terapi dingin merupakan memberi kompres dingin pada bagian tubuh yang terkena
cedera dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit dan dingin akan membantu menghentikan
pendarahan. Terapi dingin atau kompres dingin berfungsi mengurangi peradangan dengan cara
mengerutkan atau mengecilkan pembuluh darah.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Memberikan kompres hangat (tidak tepat), terapi panas/kompres panas tidak dianjurkan
dalam penanganan pertama pada cedera otot, suhu panas akan melebarkan pembuluh darah dan
mengakibatkan perluasan perdarahan otot.

Opsi Menganjurkan pasien teknik relaksasi napas dalam (kurang tepat), hal ini bisa saja tetap
dilakukan, namun bukan tindakan utama dalam mengatasi masalah keperawatan pasien.

Opsi Anjurkan pasien untuk immobilisasi sementara (kurang tepat), tindakan ini bisa tetap
dilakukan, namun setelah penanganan pertama dilakukan.

Opsi Berikan balutan dengan verban elastic (kurang tepat), ini merupakan tindakan untuk
mengurangi pergerakan, hal ini tetap bisa dilakukan setalah pasien mendapatkan penanganan
pertama.
217. .
218. Seorang perempuan (24 tahun) dirawat di ruang bersalin RS post sectio caesaria hari ke-3.
Pasien mengeluhkan nyeri pada kedua payudara. Hasil pengkajian: status obstetri P1A0H0,
payudara bengkak, keras, tegang dan ASI yang keluar sedikit.
219. Apakah intervensi keperawatan yang tepat dilakukan pada pasien?
A.  Anjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat
B.  Anjurkan pasien untuk meningkatkan nutrisi
C.  Berikan terapi analgetik
D.  Lakukan kompres hangat 
E.  Ajarkan relaksasi napas dalam
220. PEMBAHASAN:
221. Data fokus : pasien mengeluhkan nyeri pada kedua payudara, payudara bengkak, keras,
tegang, dan ASI yang keluar sedikit. Hal yang tepat untuk mengurangi nyeri pada payudara pasien
adalah dengan kompres hangat.
Salah satu perubahan fisiologi yang terjadi pada masa post partum adalah laktasi. Laktasi terjadi
karena pengaruh lactogenic hormone dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar payudara
(Prawirohardjo, 2005:237). Masalah yang timbul selama masa menyusui dapat dimulai sejak
periode masa pasca persalinan dini (masa nifas atau laktasi) adalah payudara bengkak
(engorgement) atau disebut juga bendungan ASI (Prawirohardjo, 2005). Payudara akan terasa
nyeri, panas, keras pada perabaan, tegang, bengkak yang terjadi pada hari ketiga sampai hari
kelima masa nifas dan hal ini bersifat fisiologis (Saifuddin, 2002).
Nyeri akibat pembengkakan payudara pada ibu post partum dapat diberikan kompres panas
sebelum menyusui untuk mengurangi rasa sakit (Depkes RI, 2001). Kompres hangat dengan suhu
40,5-43 C merupakan salah satu pilihan tindakan yang digunakan untuk mengurangi dan bahkan
mengatasi rasa nyeri (Potter & Perry, 2006). Kompres hangat dianggap bermanfaat untuk
memperbaiki sirkulasi darah, terutama pada engorgement payudara post partum (Kusumastuti,
2008). Kompres hangat menimbulkan efek vasodilatasi dan pelepasan endorphin.

Tinjauan opsi lain:


Opsi “anjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat” tidak tepat. Hanya menganjurkan istirahat
pada pasien, maka masalah nyeri dan pembengkakan payudara belum teratasi. Intervensi ini
cocoknya diberikan kepada pasien yang mengalami masalah seperti keletihan dan gangguan tidur.

Opsi “anjurkan pasien untuk meningkatkan nutrisi” kurang tepat. Nutrisi ibu post partum memang
sangat dibutuhkan, tetapi saat ini pasien tidak sedang mengalami masalah dalam pemenuhan
nutrisi, sehingga intervensi ini kurang tepat diberikan.

Opsi “berikan terapi analgetik” tidak tepat. Intervensi ini merupakan intervensi kolaboratif seorang
perawat dan terapi analgetik diberikan pada kasus nyeri berat dengan skala 8 – 10.

Opsi “Ajarkan relaksasi napas dalam” kurang tepat. Intervensi ini memang bisa digunakan untuk
mengurangi nyeri, namun pada kasus ini pasien mengalami nyeri pada payudara yang disertai
bengkak dan tegang serta ASI yang keluar sedikit, relaksasi napas dalam hanya menstimulus otak
untuk mengurangi nyeri, sedangkan kompres hangat mengurangi nyeri dengan memperbaiki
sirkulasi darah pada pembengkakan payudara.
222. .
223. Seorang perempuan (26 tahun) ke poliklinik dengan keluhan: sering lelah, tidak bertenaga,
capek tidak hilang meskipun telah beristirahat, pasien tampak pucat dan lesu. Tekanan darah
110/70 mmHg, frekuensi nadi 64 x/menit. Pasien memliki riwayat anemia.
224. Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Intoleransi aktivitas
B.  Gangguan mobilitas fisik
C.  Defisit nutrisi
D.  Perfusi perifer tidak efektif
E.  Keletihan 
225. PEMBAHASAN:
226. Data fokus masalah: sering lelah, tidak bertenaga, capek tidak hilang meskipun telah
beristirahat, pasien tampak pucat dan lesu. Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 64
x/menit. Pasien memliki riwayat anemia.Diagnosis keperawatan yang tepat pada kasus adalah
keletihan, yang didefinisikan sebagai penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat, dengan data mayor; merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa
kurang tenaga, mengeluh lelah, tampak lesu (SDKI, 2016).

Tinjauan opsi lain:

Opsi Intoleransi aktivitas (tidak tepat), karena data pada kasus tidak menggambarkan adanya
perubahan fisiologis tubuh akibat setelah melakukan aktivitas, seperti; sesak napas setelah
beraktivitas, frekuensi jantung meningkat setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah aktivitas.

Opsi Gangguan mobilitas fisik (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data terjadinya
masalah/gangguan pada system musculoskeletal, dengan data; mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun.

Opsi Defisit nutrisi (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data spesifik yang menerangkan
adanya gangguan pemenuhan nutrisi; Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.

Opsi Perfusi perifer tidak efektif (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat terjadinya
penurunan sirkulasi darah ke perifer, yang didukung dengan data; nyeri ekstremitas (klaudikasi
intermiten), waktu pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat.
227. .
228. Seorang perempuan (24 tahun) dibawa ke IGD dengan penurunan kesadaran post
kecelakaan lalu lintas. Hasil CT-Scan menunjukkan adanya perdarahan intraserebral >40 cc.
Dokter menginformasikan kepada keluarga untuk rencana tindakan kraniotomi namun keluarga
menolak dilakukan tindakan pada pasien.
229. Apakah tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat ?
A.  Menghormati keputusan keluarga 
B.  Meminta pertimbangan pasien
C.  Berkolaborasi dengan dokter
D.  Menjelaskan kepada keluarga tindakan ini penting untuk dilakukan
E.  Merujuk pasien ke dokter spesialis
230. PEMBAHASAN:
231. Autonomy/ Otonomi merupakan salah satu prinsip moral dalam praktik keperawatan
dimana perawat menghormati keputusan pasien untuk menentukan nasibnya, dalam hal ini setiap
keputusan medis ataupun keperawatan harus memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
terdekat. Dengan mengikuti prinsip autonomi berarti menghargai pasien untuk mengambil
keputusan sendiri berdasarkan keunikan individu secara holistik. Autonomi berarti kemampuan
untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri, berarti menghargai manusia sehingga
memperlakukan mereka sebagai seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat serta
mampu menentukan sesuatu bagi dirinya.
232. .
233. Seorang perempuan (19 tahun) post SC hari ke-3. Pasien mengatakan tidak mau melihat
dan menyusui bayinya. Hasil pengkajian: pasien terlihat sedih, tidak berdaya, tiba-tiba menangis
dan tidak mau makan. Bayi mengalami labiopalatoskisis dan kehamilan ini tidak diinginkan.
234. Apakah diagnosis keperawatan pada pasien?
A.  Menyusui tidak efektif
B.  Ansietas
C.  Gangguan rasa nyaman
D.  Risiko proses pengasuhan tidak efektif 
E.  Keletihan
235. PEMBAHASAN:
236. DS: pasien mengatakan tidak mau menyusui dan melihat bayinya. Pasien mengatakan
kehamilan ini tidak diinginkan
DO : pasien terlihat sedih ,tidak berdaya, tiba-tiba menangis ( distres psikologis), tidak mau makan,
bayi mengalami labiopalatoskisis (kondisi bayi lahir tidak sesui yang diharapkan).

Data – data di atas menunjukkan pasien mengalami risiko proses pengasuhan tidak efektif yaitu
berisiko mengalami proses kehamilan, persalinan dan setelah melahirkan termasuk perawatan
bayi baru lahir yang tidak sesuai dengan konteks norma dan harapan ( SDKI, 2017)
Faktor risiko:
1. Kekerasan dalam rumah tangga
2. Kehamilan tidak diinginkan (direncanakan)
3. Kurang terpapar informasi tentang proses persalinan/pengasuhan
4. Ketidakberdayaan maternal
5. Distres psikologi
6. Penyalahgunaan obat
7. Kurang minat/proaktif dalam proses persalinan
8. Ketidaksesuain kondisi bayi dengan harapan
Tanda dan gejala yang ditemui sudah menunjukaan pasien mengalami syndrome baby blues.
Syndrome baby blues merupakan perasaan sedih yang dialami ibu setelah melahirkan, hal ini
berkaitan dengan bayinya ( Mansyur, 2009). Keadaan ini sering terjadi dalam 14 hari pertama
setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk pada hari ketiga dan keempat.
Tinjauan opsi yang lain:
Opsi “ menyusui tidak efektif” kurang tepat, pasien memang tidak mau menyusui bayinya, namun
hal ini terjadi karena syndrom baby blues yang dialami pasien. Data pendukung seperti bayi tidak
mau menyusui, produksi ASI yang kurang juga tidak ada.

Opsi “ Ansietas” tidak tepat, pasien tidak ada mengeluhkan cemas, gelisah, sulit tidur sebagai data
pendukung untuk diangkatkannya diagnosis ini.

Opsi “gangguan rasa nyaman” tidak tepat, tidak ada pernyataan ketidaknyaman dari pasien. Untuk
menegakkan diagnosis ini juga perlu data pendukung seperti gelisah, mengeluh tidak mampu
rileks, dsb.

Opsi “ keletihan” kurang tepat, pasien memang tidak berdaya, namun hal ini merupakan salah satu
manifestasi klinis dari syndrom baby blues. Tidak ditemukan data seperti tampak lesu, tidak
mampu mempertahankan aktivitas rutin, mengeluh lelah sebagai data pendukung penegakkan
diagnosis ini.
237. .
238. Seorang perempuan (32 tahun) dirawat di trauma center dengan fraktur tibia dextra. Hasil
pengkajian : pasien tampak murung dan sedih, pasien mengatakan menyesal karena kecelakaan
yang dialaminya menyebabkan adiknya meninggal dunia
239. Apakah tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat ?
A.  Merujuk pasien ke psikiater
B.  Mengajak pasien berdiskusi tentang keluarganya
C.  Menyarankan pasien berbicara dengan pasien lain
D.  Mendengarkan pasien dan membina hubungan saling percaya 
E.  Menanyakan kronologis kejadian
240. PEMBAHASAN:
241. Kebutuhan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki terletak pada tingkat ketiga hierarki
Maslow. Setiap individu harus merasa bahwa mereka memiliki hubungan yang bermakna dengan
orang lain dan merasa bahwa mereka merupakan bagian dari suatu kelompok. Individu
memerlukan penerimaan dari keluarga dan teman mereka. Berdasarkan pengkajian : pasien
tampak murung dan sedih, pasien mengatakan menyesal karena kecelakaan menyebabkan
adiknya meninggal dunia. Berdasarkan data, masalah utama pada pasien adalah berduka.
Berduka merupakan respon psikososial yang ditunjjukkan oleh pasien akibat kehilangan (orang,
objek, fungsi, status, bagian tubuh, atau hubungan) (SDKI, 2016). Intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan adalah dengan mendengarkan aktif dan membina hubungan saling percaya (NIC,
2013) (Opsi jawaban d). Opsi jawaban lainnya dapat dilakukan setelah hubungan saling percaya
dapat terjalin dengan baik.
242. .
243. Seorang anak dibawa orang tuanya ke klinik tumbuh kembang. Pada saat pemeriksaan,
anak berusia 2 tahun 1 bulan. Ibu mengatakan anak lahir prematur dengan usia kehamilan 32
minggu. Dari hasil pemeriksaan, anak masih belum dapat membuka pakaian sendiri dan belum
dapat menggunakan sendok/garpu.
244. Berapa usia kronologis anak pada saat pemeriksaan?
A.  2 tahun 1 bulan
B.  2 tahun
C.  1 tahun 11 bulan
D.  1 tahun 10 bulan
E.  1 tahun 9 bulan
245. PEMBAHASAN:
246. Pada pemeriksaan DDST II, umur anak dihitung dengan cara tanggal pemeriksaan
dikurangi tanggal lahir. Bila anak lahir prematur, dilakukan koreksi faktor prematuritas untuk anak
yang lahir lebih dari 2 minggu sebelum tanggal perkiraan dan berumur kurang dari 2 tahun.

Pada kasus, anak sudah berusia 2 tahun 1 bulan, sehingga anak tidak memerlukan koreksi usia.
Maka usia kronologis anak yang digunakan saat pemeriksaan adalah, tetap 2 tahun 1 bulan (Opsi
A)
247. .
248. Perawat melakukan pengkajian pada sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ayah, ibu, 3
orang anak, dan seorang paman serta kakek dan nenek. Salah satu dari anak mereka bukanlah
anak kandung.
249. Apakah tipe keluarga tersebut?
A.  Nuclear Family
B.  Extended Family 
C.  Keluarga Adopsi
D.  Keluarga Asuh
E.  Keluarga Inti
250. PEMBAHASAN:
251. Jawaban tepat: B. Extended Family

KELUARGA BESAR (EXTENDED FAMILY)


Keluarga ini merupakan keluarga dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah tangga dan
pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak/adik dan keluarga dekat lainnya.

Tinjauan opsi lain:


Opsi Nuclear family dan keluarga inti tidak tepat karena tipe KELUARGA INTI (NUCLEAR
FAMILY) merupakan keluarga yang terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, seorang ibu
yang mengurusi rumah tangga dan anak.

Opsi Keluarga adopsi tidak tepat karena tipe keluarga ini merupakan keluarga yang terbentuk
dengan menyerahkan tanggung jawab sah dari orang tua kandung ke orang tua adopsi, biasanya
menimbulkan keadaan saling menguntungkan baik bagi orang tua maupun anak.

Opsi Keluarga asuh tidak tepat karena tipe ini merupakan keluarga yang terbentuk dari sebuah
layanan kesejahteraan anak, yaitu anak ditempatkan di rumah yang terpisah dari salah satu orang
tua atau kedua orang tua kandung untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan fisik serta
emosional mereka.

(Friedman, MM. 2010. Family Nursing. 5th Ed. Connecticut : Appleton and Lange)
252. .
253. Seorang perawat melakukan pengkajian pada seorang lansia (60 tahun). Hasil pengkajian:
istri klien sudah meninggal sejak 1 tahun yang lalu. Klien merasa sangat kesepian dan merasa
hidupnya tidak bermakna. Klien mengatakan dirinya marah pada Tuhan karena terlalu cepat
mengambil istrinya dan tidak mau beribadah lagi.
254. Apakah masalah keperawatan yang tepat?
A.  Berduka
B.  Keputusasaan
C.  Harga diri rendah
D.  Risiko perilaku kekerasan
E.  Distres spiritual 
255. PEMBAHASAN:
256. Data fokus masalah : klien merasa sangat kesepian dan merasa hidupnya tidak bermakna.
Klien mengatakan dirinya marah pada tuhan karena terlalu cepat mengambil istrinya dan tidak
mau beribadah lagi. Berdasarkan SDKI 2016, keempat data tersebut merupakan data gejala dan
tanda mayor dari masalah keperawatan "distress spiritual".
Distres spiritual adalah suatu gangguan pada keyakinan atau sistem nilai pada individu atau
kelompok berupa kekuatan, harapan dan makna hidup (SDKI, 2016)
Tinjauan Opsi Lainnya :
- Opsi berduka =>kurang tepat karena tidak ada data yang menujukkan berupa respons
psikososial yang ditunjukkan oleh klien akibat kehilangan (orang, objek, fungsi status, bagian
tubuh atau hubungan
- Opsi keputusasaan => tidak tepat karena tidak ada data menunjukkan kondisi individu yang
memandang adanya keterbatasan atau tidak tersedianya alternatif pemecahan masalah yang
dihadapi
- Opsi harga diri rendah => tidak tepat karena tidak ada data yang menujukkan evaluasi atau
perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai respons terhadap situasi
- Opsi risiko perilaku kekerasan => tidak tepat karena data yang mendukung berisiko
membahayakan secara fisik, emosi dan/atau seksual pada diri sendiri atau orang lain
.
257. .
258. Seorang balita (2 tahun) telah melakukan tes Denver II. Hasil pemeriksaan: dari 4 sektor
terdapat Caution (C) di sektor motorik halus. Pada sektor motorik halus, balita tidak mampu
menumpuk menara dari 4 kubus.
259. Apakah interpretasi yang tepat dari hasil pemeriksaan Denver II tersebut?
A.  Failed
B.  Normal
C.  Suspect
D.  Delay
E.  Untestable
260. PEMBAHASAN:
261. Interpretasi Denver II :

1. Normal
Bila tidak ada "Delayed" dan paling banyak 1 "Caution".
Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya

2. Suspect/Dicurigai ada keterlambatan


Bila ada 2/lebih "Caution" dan atau lebih dari 1 "Delayed"
Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat, seperti : rasa takut, sakit,
atau kelelahan pada anak.

3. Untestable/Tidak dapat diuji


Bila ada skor "Refuse" pada 1 atau lebih perkembangan di sebelah kiri garis umur atau "Refuse"
pada satu atau lebih tugas perkembangan yang ditembus gari umur pada daerah 75%-90%.
Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu.

Dari soal didapatkan bahwa anak mendapat 1 caution pada 1 sektor/area, sehingga
interpretasinya adalah "Normal" (Opsi B).
262. .
263.Seorang perempuan (54 tahun) dirawat di RS dengan post laparatomi eksplorasi. Hasil pengkajian : pasien tampak lemah,
balutan luka tampak lembab dan pus merembes serta tercium aroma yang kurang sedap pada luka bekas operasi. Perawat
ruangan sedang melakukan tindakan perawatan luka.
264.Apakah prosedur tindakan selanjutnya setelah perawat membuang balutan luka lama ke nierbeken?

A.  Membuka set perawatan luka yang steril


B.  Memasang handscoon steril
C.  Mengeluarkan pus dengan menekan pinggir-pinggir luka
D.  Melepaskan handscoon kotor
E.  Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%
265.PEMBAHASAN:
266.Prosedur perawatan luka kotor :
a. cuci tangan dan pakai APD sesuai kebutuhan
b. dekatkan alat pada pasien
c. letakkan bengkok di dekat luka pasien
d. pasang perlak dan pengalas di bawah lokasi luka
e. pasang handscoon bersih dan buka balutan luka dengan pinset anatomi bersih, jika balutan kering basahi dengan NaCl
0,9% dan kaji kondisi luka
f. masukkan bekas balutan luka ke dalam bengkok dengan melipat ke arah dalam
g. masukkan pinset yang telah digunakan ke dalam bengkok berisi larutan desinfektan
h. lepaskan handscoon kotor.
i. buka set perawatan luka, masukkan kassa steril dan cairan yang akan digunakan
j. pasang handscoon steril
k. bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau sirkuler dari dalam ke luar
l. untuk luka kotor yang berongga dan berpus, bersihkan dengan H2O2 3% secara irigasi (tidak dilakukan pada luka yang
sudah memerah/granulasi)
m. angkat/gunting jaringan yang sudah nekrotik sampai batas jaringan yang sehat
n. lakukan penekanan, bila perlu pada daerah pinggir/sekitar luka untuk mengeluarkan eksudat/pus
o. luka yang dibersihkan dengan H2O2 3%, bilas kembali dengan NaCl 0,9%
p. bershkan daerah di sekitar luka dengan kassa yang diberi antiseptik
q. untuk merangsang pertumbuhan jaringan, sebelum luka ditutup dapat ditambahkan growth factor (amnion, oxoferin, dll).
r. tutup luka dengan kassa + NaCl 0,9% (kassa lembab, tidak basah) sesuai dengan ukuran luka
s. tambahkan kassa kering satu lapis di atas kassa lembab
t. balut luka dengan verban dan tambahkan balutan elastis jika diperlukan
u. komunikasikan dengan klien bahwa perawatan luka telah selesai dilakukan dan jelaskan kondisi luka
v. anjurkan menjaga kebersihan sekitar luka
w. bereskan alat-alat, lepaskan APD dan cuci tangan
x. dokumentasikan perawatan luka secara lengkap (kondisi luka : luas luka, warna, bau, eksudat)
267. .
268.Perawat mengunjungi sebuah keluarga. Hasil pengkajian: Seorang anak laki-laki (2 tahun) mengalami batuk yang sudah 3
hari, demam, sulit makan dan sakit saat menelan, bull neck (+), suhu 38,5 C. Anak sudah dibawa ke RS dan didiagnosis
suspect difteri tapi menolak untuk dirawat. Keluarga tampak tidak menggunakan masker dan anak tidak menutup mulut saat
batuk.
269.Apakah topik pendidikan kesehatan yang tepat diberikan kepada klien?

A.  Pencegahan difteri
B.  Cara batuk yang benar
C.  Pemakaian APD
D.  Komplikasi difteri
E.  Penularan difteri 
270.PEMBAHASAN:
271.Data fokus :
- Klien mengeluh batuk yang sudah 3 hari, demam, sulit makan dan sakit menelan.
- Pemeriksaan fisik didapati bull neck, suhu 38,5 C.
- Anak didiagnosis suspect difteri.
- Keluarga tampak tidak menggunakan masker dan anak tidak menutup mulut saat batuk.

Masalah keperawatan keluarga : ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

Tindakan yang tepat adalah memberikan penkes mengenai cara penularan difteri. Bakteri C.diphtheriae dapat menyebar
melalui tiga rute:
a. Bersin: Ketika orang yang terinfeksi bersin atau batuk, mereka akan melepaskan uap air yangterkontaminasi dan
memungkinkan orang di sekitarnya terpapar bakteri tersebut.
b. Kontaminasi barang pribadi: Penularan difteri bisa berasal dari barang-barang pribadi sepertigelas yang belum dicuci.
c. Barang rumah tangga: Dalam kasus yang jarang, difteri menyebar melalui barang-barang rumahtangga yang biasanya
dipakai secara bersamaan, seperti handuk atau mainan.

Maka dari itu tindakan yang tepat adalah memberikan penkes mengenai penularan difteri karena keluarga tidak mengetahui
mengenai hal tersebut terbukti dari keluarga yang tidak menggunakan masker dan anak yang batuk tidak menutupi mulutnya.

Tinjauan opsi lainnya:


Opsi Pencegahan difteri tidak tepat karena sudah ada klien yang mengalami difteri
Opsi Cara batuk yang benarkurang tepat karena walaupun terdapat data mengenai klien yang tidak menutup mulut saat batuk
karena keluarga pasien harus terpapar dulu dengan bagaimana cara penularan difteri.

Opsi Pemakaian APD kurang tepat karena keluarga pasien harus terpapar dulu dengan bagaimana cara penularan difteri.

Opsi komplikasi difteri kurang tepat karena bukan masalah prioritas.


272. .
273.Seorang laki-laki (20 tahun) dirawat di RSJ sejak 3 hari yang lalu dikarenakan suka menyendiri di rumah dan tidak mau
berinteraksi dengan orang lain selain orang di rumahnya. Hasil pengkajian: klien merasa malu karena tidak lulus tes PLN 1
tahun yang lalu, merasa dirinya tidak berguna dan membuat malu keluarganya. Saat ini, klien terlihat murung dan sedih.
274.Berdasarkan kasus, apakah diagnosis keperawatan yang tepat?

A.  Harga Diri rendah Kronik


B.  Isolasi Sosial
C.  Harga diri rendah situasional
D.  Risiko bunuh diri
E.  Waham
275.PEMBAHASAN:
276.Data fokus pada kasus: klien merasa malu karena tidak lulus tes PLN 1 tahun yang lalu, merasa dirinya tidak berguna dan
membuat malu keluarganya. Saat ini, klien terlihat murung dan sedih.

Harga diri rendah kronik adalah Keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri negatif mengenai diri dan kemampuannya
dalam waktu lama dan terus menerus yang berhubungan dengan perasaan tidak berharga,tidak berdaya,putus asa,
ketakutan, rentan, rapuh, serta tidak berarti (Stuart Keliat, & Padaribu, 2016., SDKI, 2016).

Dari tanda gejala yang ditunjukkan klien mengalami rasa minder sudah sejak kelulusan SMA. Maka masalah keperawatan
klien yang tepat adalah harga diri rendah kronik (A)

Dari pilihan jawaban:


Opsi (a) Tepat, karena rasa minder yang dialami klien sudah berlangsung sejak 1 tahun.,
Opsi (b)Tidak tepat), karena klien masih mau berinteraksi dan menceitakan apa yang ia rasakan.
Opsi (c) Tidak tepat, karena rasa minder yang dialami klien sudah berlangsung lama.
Opsi (d) Tidak tepat, karena tidak ada isyarat, ancaman dan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh klien.
Opsi (e) Tidak tepat, karena tidak ada tanda dan gejala waham yang ditunjukkan oleh klien
277. .
278.Seorang laki-laki (47 tahun) dirawat di RS dengan riwayat Diabetes Mellitus Tipe II. Hasil pengkajian: pasien mengeluh lemah
dan lesu, pusing, penglihatan berkunang. Terdapat luka gangren pada jempol kaki kanan. Gula darah sewaktu 65mg/dl.
279.Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?

A.  Risiko defisit nutrisi


B.  Risiko infeksi
C.  Ketidakstablilan kadar glukosa darah 
D.  Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
E.  Perfusi perifer tidak efektif
280.PEMBAHASAN:
281.Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan Ketidakstablilan kadar glukosa darah adalah; pasien mengeluh lemah dan
lesu, pusing, penglihatan berkunang, gula darah sewaktu 65 mg/dl.

Seuai dengan (SDKI, 2017), ketidakstabilan kadar glukosa darah didefinisikan sebagai Variasi kadar glukosa darah naik/turun
dari rentang normal, yang dintujukkan dengan data; hipoglikemia, mengantuk, lelah datau lesu, gangguan koordinasi, kadar
glukosa dalam darah rendah.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Risiko defisit nutrisi (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data factor risiko terjadinya masalah deficit nutrisi;
ketidakmampuan menelan, ketidakmampuan mencerna makanan.

Opsi Risiko infeksi (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data yang menjelaskan factor risiko terjadinya infeksi;
terpapat zat pathogen, efek prosedur invasive.

Opsi Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (tidak tepat), karena data pada kasus menunjukkan kadar glukosa darah
pasien rendah. Sehingga masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan masalah actual.

Opsi Perfusi perifer tidak efektif (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data masalah perfusi perifer.
282. .
283. Seorang lansia (60 tahun) menderita katarak sejak 5 tahun yang lalu. Klien telah berobat ke
pelayanan kesehatan dan dianjurkan untuk menjalani operasi. Klien masih ragu, khawatir, gelisah
bahkan sulit tidur. Perawat menjelaskan kepada klien tentang katarak dan penanganannya yang
tepat.
284. Apakah evaluasi hasil keperawatan yang tepat?
A.  Ansietas klien berkurang
B.  Klien mengetahui tentang pre operasi katarak
C.  Klien mengetahui tentang katarak dan penanganannya
D.  Klien mau menjalani tindakan operasi
E.  Klien dapat mengatasi ansietasnya setelah diberi penjelasan tentang katarak dan penangannya
285. PEMBAHASAN:
286. Berdasarkan hasil pengkajian klien mengalami kurangnya informasi kognitif yang terkait
penatalaksaan penyakit katarak yang dialami klien. Maka intervensi keperawatan yang tepat yaitu
memberikan pendidikan kesehatan tentang katarak dan penanganannya yang tepat. Maka
evaluasi hasilnya yaitu klien mengetahui tentang katarak dan penanganannya.

Menurut Ziegler dkk, 1986 : evaluasi hasil yaitu berfokus pada respons dan fungsi klien. Respon
perilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian
tujuan dan kriteria hasil. Kata kunci masalah : perawat menjelaskan kepada klien tentang katarak
dan penanganannya. Maka evaluasi hasil yang tepat yaitu klien mengetahui tentang katarak dan
penanganannya.
287. .
288. Seorang anak (1 tahun) dibawa ke puskesmas dengan keluhan BAB cair lebih dari 10
kali/hari, mual muntah 1 kali, dan nyeri perut. Hasil pengkajian: BB 10 kg, anak letargis, frekuensi
nadi 120x/menit, frekuensi napas 32x/menit .
289. Apa diagnosis keperawatan yang tepat pada kasus?
A.  Risiko ketidakesimbangan cairan
B.  Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
C.  Risiko ketidakseimbangan elektrolit
D.  Diare 
E.  Pola napas tidak efektif
290. PEMBAHASAN:
291. DS :
- Ibu mengatakan anak BAB cair
- anak mual muntah
- nyeri perut

DO :
- letargis
- frekuensi BAB 10x
- frekuensi mual muntah 1x
- BB 10 kg

Diare adalah pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk (SDKI, 2016). Menurut
World Health Organization (WHO), diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita,
terutama pada 3 tahun pertama kehidupan (Simatupang, 2004).

Tinjauan opsi lain:


Opsi Risiko ketidakseimbangan elektrolit tidak tepat, karena tidak ada data perubahan elektolit
pada anak.

Opsi Risiko ketidakseimbangan cairan tidak tepat, karena tidak ada data penurunan dan
peningkatan cairan pada anak.

Opsi Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh kurang tepat, karena anak
memang mengalami mual muntah tetapi tidak menimbulkan masalah pada nutrisi yang ditunjukan
dengan penurunan BB dan abnormalitas pada IMT.

Opsi Pola napas tidak efektif tidak tepat, karena tidak ada data gangguan pada pola napas.
292. .
293.Seorang perempuan (47 tahun) dirawat di RS dengan riwayat Diabetes Mellitus Tipe II. Hasil pengkajian: pasien mengeluh
sering lapar, kaki dan tangan kesemutan dan kebas, penglihatan kabur, gula darah sewaktu 336 mg/dl.
294.Apakah pemeriksaan yang tepat dilakukan pada pasein?

A.  Melakukan pemeriksaan HbA1c


B.  Melakukan pemeriksaan gula darah puasa
C.  Melakukan pemeriksaan sensorik dan motorik
D.  Melakukan pemeriksaan tekanan darah
E.  TTGO
295.PEMBAHASAN:
296.Data fokus masalah: pasien dengan riwayat Diabetes Melitus Tipe II, pasien mengeluh sering lapar, kaki dan tangan
kesemutan dan kebas, penglihatan kabur, gula darah sewaktu 336 mg/dl.

Kasus di atas menunjukkan adanya tanda dan gejala neuropati diabetic akibat disfungsi saraf yang dialami oleh penderita
diabetes tanpa ada penyebab lain selain Diabetes Melitus. Apabila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil
diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke
saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (Tandra, 2007).

Pada keadaan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan dan pengukuran saraf sensorik dan motorik pasien untuk menilai
kerusakan pada system saraf. Diagnosis neuropati diabetik pada umumnya didasarkan pada hasil pengukuran skor riwayat
gejala neurologi atau Diabetic Neuropathy Score (DNS). DNS merupakan pengukuran neuropati yang valid. Skor ini bertujuan
mengevaluasi semua tipe neuropati dengan dasar berbagai gejala motorik, sensorik dan autonomik. Langkah manajemen
terhadap pasien dengan neuropati diabetic adalah untuk menghentikan progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol
kadar gula darah secara baik dan membangun pola hidup sehat.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Melakukan pemeriksaan HbA1c (tidak tepat), pemeriksaan HbA1 c digunakan sebagai pengukuran objektif dari kontrol
glikemik. Biasanya pengukuran ini dilakukan setiap 3 bulan pada pasien Diabetes Melitus.

Opsi Melakukan pemeriksaan Gula Darah puasa (tidak tepat), merupakan salah satu tes yang dilakukan untuk mendiagnosis
kadar glukosa dalam darah.

Opsi Melakukan pemeriksaan tekanan darah (tidak tepat), pemeriksaan ini bisa saja dilakukan, namun bukan pemeriksaan
utama yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi masalah pasien saat ini.

Opsi Melakukan pemeriksaan TTGO (tidak tepat), tes yang berfungsi untuk mengukur kemampuan zat gula (glukosa) yang
berfungsi sebagai sumber energi utama bagi tubuh. Tes Toleransi Glukosa Oral juga berfungsi untuk mendiagnosis
prediabetes dan diabetes, terutama diabetes pada masa kehamilan (gestational diabetes).
297. .
298.Seorang lansia (63 tahun) dirawat di panti jompo sejak 3 bulan yang lalu. Hasil pengkajian: klien memiliki riwayat demensia
sejak 2 tahun yang lalu. Saat ini, klien mengeluh tidak bersemangat dan tidak percaya diri semenjak tinggal di panti.
299.Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat?

A.  Melakukan terapi kognitif


B.  Melakukan terapi okupasi
C.  Melakukan terapi berkebun
D.  Terapi aktivitas kelompok
E.  Melakukan life review therapy
300.PEMBAHASAN:
301.Data fokus masalah : klien mengeluh tidak bersemangat dan tidak percaya diri semenjak tinggal di panti.
Maka tindakan yang tepat yaitu Life Review Therapy, yang bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri klien
dengan menceritakan pengalaman hidupnya.
Tinjauan Opsi Lainnya :
Opsi terapi kognitif; tidak tepat karena data pada kasus tidak lengkap untuk dilakukan terapi tersebut. Terapi kognitif :
bertujuan agar daya ingat tidak menurun.
Opsi terapi okupasi; tidak tepat, terapi ini bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
Opsi terapi berkebun; tidak tepat, tujuan terapi ini untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.
Opsi terapi aktivitas kelompok; tidak tepat, tujuan terapi ini untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar
pengalaman, dan mengubah perilaku (Maryam, 2008).
302. .
303.Seorang perawat melakukan kunjungan rumah. Hasil pengkajian: laki-laki (25 tahun) didiagnosis TBC sejak 3 bulan yang lalu.
Klien baru saja pulang dari rumah sakit. Perawat memberikan pendkes mengenai TBC namun perawat tidak memberikan
informasi yang komprehensif mengenai penyakit TBC.
304.Apakah prinsip etik yang dilanggar perawat tersebut?

A.  Beneficience
B.  Veracity 
C.  Autonomy
D.  Justice
E.  Confidentiality
305.PEMBAHASAN:
306.Jawaban yang benar dari kasus di atas adalah Veracity (kejujuran) : nilai untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
untuk menyakinkan agar klien mengerti. informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif dan objektif.

Prinsip etik keperawatan sesuai opsi lainnya adalah:


a. Beneficence (berbuat baik) adalah berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang baik dan tidak membahayakan
pasien.
b. Autonomy. Autonomy adalah hak seseorang pasien untuk mengatur dan membuat keputusan mengenai perawatannya.
c. Justice (Keadilan) adalah kewajiban perawat untuk berlaku adil pada semua orang dan tidak memihak atau berat sebelah.
d. Confidentiality (kerahasiaan) Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga
privasi-nya.
307. .
308.Seorang laki-laki (60 tahun) dirawat di RS dengan keluhan distensi pada kandung kemih. Perawat akan memasang kateter
urin pada pasien dan saat ini perawat telah mengganti handscoon dengan yang steril.
309.Apakah prosedur tindakan yang tepat dilakukan selanjutnya oleh perawat ?

A.  Memasang duk bolong 


B.  Melakukan genital hygiene
C.  Mengoleskan jelly pada selang kateter
D.  Memasukkan kateter sepanjang 15 - 25 cm
E.  Mengisi balon kateter dengan aquades
310.PEMBAHASAN:
311.Prosedur Pemasangan Kateter Urin Pria
a. cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan
b. pasang sampiran
c. gantung urin bag di sisi tempat tidur pasien
d. buka pakaian bawah pasien (celana/kain sarung)
e. pasang perlak dan atur posisi pasien sesuai kebutuhan
f. dekatkan nierbeken di antara kedua paha dan lakukan penis hygiene
g. dekatkan nierbeken yang kedua untuk menampung urin
h. ganti handscoon bersih dengan steril, pasang duk bolong
i. olesi ujung kateter dengan kassa jelly
j. masukkan kateter yang sudah diberi jelly ke uretra sepanjang 15 – 25 cm, sampai urin mengalir, sambil pasien menarik
napas dalam ketika kateter dimasukkan
k. tamping urin dengan menggunakan nierbeken
l. perhatikan respon pasien
m. isi balon kateter dengan cairan aquades sesuai dengan kebutuhan dan tarik selang kateter secara perlahan sampai ada
tahanan
n. angkat duk bolong, sambungkan kateter ke urin bag, fiksasi ke salah satu paha pasien
o. bersihkan alat-alat, lepaskan APD, dan cuci tangan
p. dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
312. .
313.Seorang perempuan (24 tahun) dirawat di RS dengan post operasi pengangkatan FAM hari ke-3. Perawat ruangan berencana
mengganti balutan luka operasi pasien sebelum pasien dipulangkan hari ini. Perawat telah memasang handscoon dan
membuka balutan luka dengan pinset anatomi.
314.Apakah prosedur tindakan selanjutnya yang tepat dilakukan perawat ?

A.  Melepaskan handscoon kotor


B.  Membuang bekas balutan luka ke dalam nierbeken
C.  Mengkaji kondisi luka
D.  Memasang handscoon steril
E.  Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%
315.PEMBAHASAN:
316.Prosedur perawatan luka bersih :
a. cuci tangan dan pakai APD sesuai kebutuhan
b. dekatkan alat pada pasien
c. letakkan bengkok di dekat luka pasien
d. pasang perlak dan pengalas di bawah lokasi luka
e. pasang handscoon bersih dan buka balutan luka dengan pinset anatomi bersih, jika balutan kering basahi dengan NaCl
0,9% dan kaji kondisi luka.
f. masukkan bekas balutan luka ke dalam bengkok dengan melipat kearah dalam
g. masukkan pinset yang telah digunakan ke dalam bengkok berisi larutan desinfektan
h. lepaskan handscoon kotor
i. buka set perawatan luka, masukkan kassa steril dan cairan yang akan digunakan
j. pasang handscoon steril
k. bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau sirkuler dari dalam keluar
l. bersihkan daerah di sekitar luka dengan kassa yang dibasahi NaCl 0,9%
m. oleskan luka dengan kassa yang telah diberi antiseptik
n. tutup luka dengan kassa kering sesuai ukuran luka dan lakukan fiksasi
o. komunikasikan dengan klien bahwa perawatan luka telah selesai dilakukan dan jelaskan kondisi luka
p. anjurkan menjaga kebersihan sekitar luka
q. bereskan alat-alat, lepaskan APD dan cuci tangan
r. dokumentasikan perawatan luka secara lengkap (kondisi luka : luas luka, warna, bau, eksudat)
317. .
318. Seorang laki-laki (55 tahun) dirawat di Ruang Pemulihan RS setelah mengalami cedera
kepala GCS 8. Hasil pengkajian : pasien mengalami penurunan kesadaran dan mengeluarkan
saliva dalam jumlah banyak. Perawat berencana memenuhi kebutuhan oksigen pasien melalui
OPA
319. Apakah yang perlu diperhatikan perawat selama pemasangan OPA ?
A.  Menggunakan handscoon steril
B.  Melakukan suction sebelum pemasangan OPA
C.  Menekan lidah pasien menggunakan spatel
D.  Memutar OPA 180 derajat
E.  Memasukkan OPA dengan lengkungan menghadap ke langit-langit mulut pasien 
320. PEMBAHASAN:
321. Prosedur pemasangan OPA (Oropharyngeal airway)
1. Cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan
2. Dekatkan alat-alat
3. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jalan napas dengan suction
5. Buka mulut dan tekan lidah dengan spatel, masukkan OPA (gudel/mayo) dengan lengkungan
menghadap ke langit-langit kemudian putar 180 derajat tanpa mendorong lidah ke belakang.
6. Pastikan posisi pasien aman dan nyaman
7. Rapikan alat, lepaskan APD, dan cuci tangan
8. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
322. .
323. Seorang perempuan (43 tahun) dirawat di kamar bersalin 1 jam postpartum. Hasil
pengkajian: pasien pucat, perdarahan jalan lahir > 1000 cc warna merah segar, akral dingin,
tekanan darah 80/50 mmHg, frekuensi nadi 112x/menit dan lemah, frekuensi napas 24x/menit,
uterus lembek 2 jari di bawah pusat.
324. Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Risiko syok 
B.  Risiko perdarahan
C.  Risiko ketidakseimbangan cairan
D.  Risiko ketidakseimbangan elektrolit
E.  Hipovolemia
325. PEMBAHASAN:
326. Data fokus masalah : klien 1 jam postpartum, pasien pucat, perdarahan jalan lahir > 1000
cc warna merah segar, akral dingin, kanan darah 80/50 mmHg, frekuensi nadi 112x/menit dan
lemah, frekuensi napas 24x/menit, uterus lembek, 2 jari dibawah pusat.

Pada kasus terjadi masalah atonia uteri. Atonia uteri yaitu keadaan dimana uterus tidak dapat
berkontraksi dengan baik, sehingga dapat menyebabkan perdarahan setelah postpartum. atonia
uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini (50%). Klien telah mengalami
perdarahan ( kehilangan darah ( >1000 cc) dan berisiko mengalami syok. Dapat disimpulkan
masalah keprawatan yang terjadi pada klien adalah Risiko Syok. Menurut SDKI (2017) risiko syok
yaitu berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah kejaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
Faktor Risiko
• Hipoksia
• Hipoksemia
• Hipotensi
• kekurangan volume cairan
• Sepsis
• Sindrom respons inflamasi sistemik
Kondisi klinis terkait yaitu : a) perdarahan, b) trauma multiple, c) pneumothorak, d) infark miokard,
e) kardiomiopati, f) cedera medula spinalis, g) anafilaksis, h) sepsis.

Tanda dan gejala syok yaitu : a) keadaan umum lemah, b) perfusi : kulit pucat, dingin, basah. c)
takikardi, d) vena perifer tidak tampak, e) Tekanan darah turun , sistolik < 90 mmHg, atau turun >
50 mmHg dari semula, f) hiperventilasi, g) sianosis perifer, h) gelisah, kesadaran menurun, i)
produksi urin menurun. Pada kasus ini terjadi syok hipovolemik akibat perdarahan yaitu terjadi jika
volume darah tidak adekuat untuk mengisi rongga intravaskuler.

Tinjauan opsi yang lainnya :


Opsi “risiko perdarahan” kurang tepat. Pasien tidak lagi berada pada posisi berisiko untuk
kehilangan darah baik internal maupun eksternal, karena perdarahan yang terjadi telah bersifat
aktual dan mengancam nyawa (>750 cc, n= < 500 cc).

Opsi “risiko ketidakseimbangan cairan” tidak tepat, karena pasien tidak lagi pada kondisi yang
berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari
intravaskuler, interstisial atau intraseluler. Keadaan pasien sudak aktual mengalami penurunan
volume cairan.

Opsi “Risiko ketidakseimbangan elektrolit” tidak tepat, key point diagnosis ini yaitu untuk pasien
yang memiliki faktor risiko serum elektrolit tidak normal, misalnya: diare, muntah,dll.

Opsi “Hipovolemi” kurang tepat, pasien memang memiliki penurunan tanda – tanda vital, pada
kasus pasien sudah mengalami hipovolemia dari perdarahan aktif dan TTV berada pada risiko
syok.
327. .
328. Seorang perempuan (27 tahun) dirawat di RS setelah meneguk cairan insektisida 5 jam
yang lalu. Pasien muntah-muntah, pusing, sesak napas dan mulut berbusa saat setelah meneguk
cairan tersebut. Saat ini pasien terpasang NGT alir. Diduga pasien baru saja ditinggalkan oleh
suaminya.
329. Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Koping tidak efektif
B.  Risiko syok
C.  Risiko defisit nutrisi
D.  Risiko cedera
E.  Risiko infeksi
330. PEMBAHASAN:
331. Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan risiko cedera adalah; pasien meneguk
cairan insektisida 5 jam lalu, pasien muntah-muntah, kejang, dan mulut berbusa.

Sesuai dengan (SDKI, 2017), risiko cedera didefinisikan sebagai Berisiko mengalami bahaya atau
kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi
baik, yang disebabkan oleh beberapa faktor risiko; Terpapar pathogen, terpapar zat toksik,
terpapar agen nosokomial.

Insektisida adalah racun serangga yang banyak dipakai dalam pertanian, perkebunan dan dalam
rumah tangga. Keracuna insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan, percobaan bunuh diri dan
pembunuhan. Cairan insektisida dapat diserap oleh kulit dan usus dengan sempurna, sehingga zat
ini sangat berbahaya yang dapat menimbulkan komplikasi kegagalaan napas, dan terjadinya blok
pada jantung.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Koping tidak efektif (tidak tepat), didefinisikan sebagai Ketidakmampuan menilai dan
merespons stressor dan/atau ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada, yang
didukung dengan data; Mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah, Tidak mampu
memenuhi peran yang diharapkan (sesuai usia).

Opsi risiko syok (tidak tepat), karena risiko syok didefinisikan sebagai berisiko mengalami
ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa.

Opsi risiko defisit nutrisi (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data yang menjadi factor
risiko terjadinya masalah deficit nutrisi, seperti; ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan.

Opsi risiko infeksi (tidak tepat), karena data pada kasus tidak menjelaskan tentang adanya factor
risiko terjadinya masalah infeksi, seperti; adanya penyakit kronis, efek prosedur invasive,
Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
332. .
333. Seorang perempuan (57 tahun) dirawat di RS dengan Acute Decompensated Heart Failure.
Setelah pasien berjalan selama 2 menit, pasien mengeluh sesak napas, jantung terasa berdebar
debar dan merasa tidak berdaya. Frekuensi nadi 120x/menit dan frekuensi napas 26x/menit.
334. Apakah masalah keperawatan yang tepat ?
A.  Gangguan ventilasi spontan
B.  Keletihan
C.  Intoleransi aktivitas
D.  Penurunan curah jantung
E.  Pola napas tidak efektif
335. PEMBAHASAN:
336. DO : pasien mengeluh sesak napas, jantung terasa berdebar debar dan merasa tidak
berdaya setelah pasien berjalan selama 2 menit,
DO : Frekuensi nadi 120x/menit dan frekuensi napas 26x/menit setelah pasien berjalan selama 2
menit.
Masalah Keperawatan : Intoleransi Aktivitas
Data kunci diangkatkannya diagnosis "Intoleransi Aktivitas" pada kasus, diantaranya : pasien
mengeluh sesak napas, jantung terasa berdebar debar dan merasa tidak berdaya, frekuensi nadi
120x/menit dan frekuensi napas 26x/menit setelah pasien berjalan selama 2 menit.
Sesuai dengan definisinya dalam buku SDKI (2016), Intoleransi Aktivitas merupakan suatu kondisi
dimana terjadi ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang ditandai dengan
kelelahan atau ketidakberdayaan pasien untuk melakukan aktivitas yang disertai dengan adanya
peningkatan nilai frekuensi napas, frekuensi jantung maupun tekanan darah saat atau sesudah
melakukan aktivitas.
Tinjauan Opsi Lainnya :
Opsi Gangguan Ventilasi Spontan (Tidak Tepat), karena karena kondisi sesak napas yang dialami
oleh pasien merupakan manifestasi klinis dari ketidakadekuatan energi pasien untuk melakukan
aktivitas. Diagnosis Gangguan Ventilasi Spontan ditegakkan dengan ciri khas adanya sesak napas
dengan penggunaan otot bantu napas, PCO2 meningkat/PO2 menurun tanpa adanya
abnormalitas pH darah.
Opsi Keletihan (Kurang Tepat), karena ketidakberdayaan pasien dalam melakukan aktivitas pada
kasus dibarengi dengan adanya peningkatan nilai frekuensi denyut jantung dan pernapasan yang
merupakan ciri khas diangkatkannya diagnosis intoleransi aktivitas. Diagnosis keletihan identik
ditegakkan dengan ciri khas perasaan kelelahan atau kurang bertenaga yang bersifat subjektif dan
tidak pulih walaupun telah tidur/beristirahat tanpa disertai dengan adanya abnormalitas nilai TTV.
Opsi Penurunan Curah Jantung (Kurang Tepat), karena kondisi tidak terdapat data penguat
diangkatkannya diagnosis. Diagnosis Penurunan Curah Jantung identik ditegakkan dengan ciri
khas adanya abnormalitas gambaran EKG, abnormalitas frekuensi jantung, edema, distensi vena
jugularis, abnormalitas tekanan darah, oliguria, CRT >3 detik, warna kulit sianosis, terdengara
suara jantung S3 dan/atau S4 dan Ejection Fraction menurun
Opsi Pola Napas Tidak Efektif (Kurang Tepat), karena kondisi sesak napas yang dialami oleh
pasien terjadi setelah pasien berjalan/beraktivitas selama 2 menit. Dapat disimpulkan pemicu
terjadinya sesak napas ada ketidakadekuatan energi dalam beraktifitas. Diagnosis Pola Napas
Tidak Efektif ditegakkan dengan ciri khas sesak napas dibarengi dengan penggunaan otot bantu
napas dan Pola Napas Abnormal.
337. .
338. Seorang laki-laki (30 tahun) dirawat di RS dengan pasca tersengat aliran listrik saat
bekerja. Hasil pengkajian ; tangan kanan dan kiri pasien tampak hitam terbakar dan terdapat bula-
bula, pasien mengeluh nyeri di kedua tangan, tekanan darah 130/70 mmHg dan frekuensi nadi 80
kali/menit.
339. Apakah jenis luka yang terjadi pada pasien ?
A.  Vulnus Morsum
B.  Vulnus Punctum
C.  Vulnus Combutio 
D.  Vulnus Contussum
E.  Vulnus Laceratum
340. PEMBAHASAN:
341. Jenis-jenis luka berdasarkan penyebab :

1. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat
bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada
kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun
tumpul.
2. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus
dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktivitas sehari-hari seperti terkena pisau
dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .

3. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang
camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini memiliki dimensi panjang,
lebar, dan dalam, dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

4. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya
kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot,
tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang
dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.

5. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk
permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga
menyesuaikan gigitan hewan tersebut.

6. Vulnus Contussum atau luka lebam adalah luka akibat pecahnya pembuluh darah di bawah
kulit, tidak terjadi robekan dan perdarahan keluar. Luka ini biasanya terjadi akibat benturan keras
sehingga menimbulkan waran merah kehitaman atau kebiruan pada kulit.

7. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus
listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang
lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit
dan mukosa.
342. .
343. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di RS dengan ulkus diabetikum pedis sinistra. Hasil
pengkajian: terdapat luka di telapak kaki kiri, nyeri, pus (+), berbau, dan terdapat jaringan nekrotik.
Perawat melakukan debridement pada luka pasien.
344. Apakah kriteria hasil dari tindakan perawat tersebut?
A.  Luka tidak berdarah
B.  Pus tidak ada
C.  Bau luka berkurang
D.  Nyeri luka berkurang
E.  Jaringan nekrotik berkurang/tidak ada 
345. PEMBAHASAN:
346. Data fokus masalah:
- terdapat luka di telapak kaki kiri, nyeri, pus (+), berbau, dan terdapat jaringan nekrotik.
Masalah keperawatan yang tepat pada kasus adalah gangguan integritas kulit/jaringan.

Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena luka tidak
akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula. Tindakan debridemen juga
dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka. Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan
lunak dan tulang yang nonviable. Dengan dilakukannya tindakan debridement diharapkan jaringan
nekrotik berkurang/tidak ada agar proses penyembuhan luka cepat, mengurangi infeksi local, dan
menghilangkan jaringan kalus pada luka.
Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Luka tidak berdarah (tidak tepat), karena tindkan debridement tidak bertujuan mencegah
terjadinya perdarahan pada luka. Dengan adanya luka yang berdarah menandakan jaringan dan
vaskuler luka masih baik.
Opsi Pus tidak ada (tidak tepat), karena pus ada karena proses infeksi, jadi debridement bukan
bertujuan menghentikan infeksi secara langsung.

Opsi Bau luka berkurang (tidak tepat), karena tujuan utama debridement adalah untuk
mengangkat jaringan nekrotik.

Opsi Nyeri luka berkurang (tidak tepat), karena nyeri merupakan sensai yang timbu akibat adanya
perlukaan jaringan, saat dilakukan debridement nantik juga akan menimbu nyeri pada jaringan
yang diangkat, sehingga tindakan debridement tidak bertujuan mengatasi nyeri luka.
347. .
348.Seorang perempuan (28 tahun) 1 jam post sectio caesarea dirawat di ruang RR. Pasien mengeluhkan pusing. Hasil
pengkajian: tekanan darah 90/50 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit dan lemah, frekuensi napas 26x/menit, akral dingin, CRT
4 detik dan pasien tampak pucat.
349.Apakah intervensi keperawatan yang tepat dilakukan?

A.  Manajemen cairan
B.  Pencegahan syok
C.  Manajemen jalan napas
D.  Terapi oksigen
E.  Manajemen elektrolit
350.PEMBAHASAN:
351.Data fokus : pasien mengeluhkan pusing, tekanan darah 90/50 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit (n= 60 – 100 x/menit) dan
lemah, frekuensi napas 26x/menit, akral dingin, CRT 4 detik (< 2 detik) dan pasien tampak pucat.

Berdasarkan data fokus, pasien mengalami syok. Syok adalah kegagalan sistem kardiovaskuler untuk memenuhi kebutuhan
tubuh untuk perfusi organ dan oksigenisasi jaringan. Tanda dan gejala syok yang dapat dengan mudah dan cepat dikenali
adalah denyut nadi pasien cepat dan lemah, akral teraba dingin dan lambat waktu pengisian kapiler.
Diagnosa keperawatan yang dialmi pasien adalah risiko syok, intervensi yang tepat dilakukan adalah Pencegahan syok ( NIC,
2009). Pencegahan syok adalah mendeteksi dan mengobati pasien pada risiko yang akan mengakibatkan syok. Hal ini
dilakukan supaya tidak terjadi keadaan yang lebih buruk lagi.

Tinjauan opsi lain:


Opsi “manajemen cairan” kurang tepat. Intervensi ini tepat diberikan pada pasien yang mengalami defisit volume cairan atau
risiko kekurangan cairan, pasien yang mengalami dehidrasi seperti pada kasus diare.
Opsi “manajemen jalan napas” tidak tepat. Intervensi ini tepat diberikan pada pasien yang mengalami bersihan jalan napas
tidak efektif.
Opsi “Terapi Oksigen” kurang tepat. Pasien memang mengalami masalah dengan frekuensi napas yang tidak normal yaitu
26x/menit (n= 16 – 20 x/menit), namun yang yang paling mengancam nyawa pasien saat ini adalah risiko syok yang
dialaminya.
Opsi “manajemen elektrolit” tidak tepat. Intervensi ini tepat diberikan pada pasien yang mengalami ketidakseimbangan
elektrolit di dalam tubuhnya, seperti pada pasien yang mengalami muntah dan gangguan ginjal.
352. .
353. Seorang laki-laki (55 tahun) dirawat di RS dengan Stroke Non Hemoragik. Hasil
pengkajian : pasien tirah baring dan tidak bisa menggerakkan ekstremitas bagian kiri, tekanan
darah 160/100 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit dan frekuensi napas 24x/menit.
354. Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan ?
A.  Memberikan terapi oksigen
B.  Mengimobilisasi pasien
C.  Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman
D.  Membantu semua ADL pasien
E.  Memberikan latihan ROM 
355. PEMBAHASAN:
356. Data fokus masalah : pasien dengan Stroke Non Hemoragik mengeluh tidak bisa
menggerakkan ekstremitas bagian kiri serta tirah baring.
Masalah keperawatan : “Gangguan Mobilitas Fisik”. Salah satu intervensi yang tepat untuk
mengatasi masalah pasien yaitu memberikan latihan ROM. Tujuannya yaitu mencegah komplikasi
akibat kontraktur imobilitas dan meningkatkan kekuatan otot, serta fleksibilitas sendi.
357. .
358. Seorang anak (5 tahun) dibawa ke Puskesmas dengan keluhan: nyeri telinga skala 6 sejak
3 hari lalu, berair dan tampak pembengkakan di belakang telinga. Membran timpani tampak
merah, suhu tubuh 37,7 C, frekuensi napas 33x/menit, frekuensi nadi 120x/menit.
359. Apakah klasifikasi infeksi telinga berdasarkan MTBS pada kasus?
A.  Infeksi telinga akut
B.  Infeksi telinga kronis
C.  Infeksi telinga berat
D.  Mastoiditid 
E.  Tidak ada infeksi telinga
360. PEMBAHASAN:
361. Jawaban tepat: D. Mastoiditis

Mastoiditis merupakan masalah telinga pada anak yang ditandai dengan pembengkakan dan nyeri
di belakang telinga (MTBS, 2015)

Tinjauan opsi lain :


- infeksi telinga akut (tidak tepat) ditandai dengan gejala nyeri telinga < 14 hari, rasa penuh di
telinga, dan terdapat cairan dari telinga

- Infeksi telinga kronis tidak tepat karena ditandai dengan nyeri telinga lebih dari 14 hari

- Infeksi telinga berat tidak tepat karena bukan merupakan klasifikasi infeksi telinga berdasarkan
MTBS.

- Tidak ada infeksi telinga tidak tepat karena pada kasus sudah terjadi infeksi telinga sedangkan
tanda gejala tidak ada infeksi yaitu tidak ada nyeri dan keluar cairan pada telinga.
362. .
363. Seorang anak (10 bulan) dibawa ke RS dengan keluhan mual dan muntah terus-menerus.
Hasil pengkajian: Ibu mengatakan anak tidak mau minum, anak tampak pucat, mata cekung,
mukosa cenderung kering dan turgor kulit menurun.
364. Apa diagnosis keperawatan yang tepat pada kasus?
A.  Intoleransi aktivitas
B.  Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
C.  Nausea
D.  Hipovolemia
E.  Risiko syok
365. PEMBAHASAN:
366. DS :
- Ibu mengatakan anak tidak mau minum

DO :
- wajah pucat
- mata cekung
- mukosa bibir kering
- turgor kulit menurun

Berdasarkan kasus di atas, diagnosis yang tepat pada kasus adalah hipovolemia/kekurangan
volume cairan yang didefinisikan sebagai Penurunan volume cairan intravaskular, interstisial,
dan/atau intraselular (SDKI,2017).

Tinjauan Opsi Lain:


Opsi “Intoleransi Aktivitas” (Tidak Tepat), karena tidak ada data penguat berupa adanya
perubahan tanda-tanda vital pada pasien saat melakukan aktivitas yang merupakan data kunci
diangkatkannya diagnosis Intoleransi Aktivitas.

Opsi “Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh” (Tidak Tepat), karena data
IMT (Indeks Massa Tubuh) dibawah normal yang merupakan data kunci diangkatkannya diagnosis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terdapat pada kasus.

Opsi “Risiko Syok” (Tidak Tepat), karena tidak terdapat data penguat diangkatkannya diagnosis
pada kasus.

Opsi “Nausea” (Tidak Tepat), karena kondisi mual yang dialami klien sudah disertai muntah dan
menunjukkan indikasi dehidrasi., sehingganya diagnosis hipovolemia lebih tepat ditegakkan.
367. .
368. Seorang perempuan (27 tahun) datang ke poliklinik RSJ bersama keluarganya. Hasil
pengkajian: klien sering dimarahi atasannya karena hasil kerjanya tidak maksimal sehingga
menjadi bahan pembicaraan di tempat kerjanya. Padahal klien merasa telah melakukan
pekerjaannya dengan baik. Klien tampak tidak bersemangat, acuh dengan penampilannya.
369. Apakah masalah konsep diri yang dialami oleh pasien?
A.  Peran
B.  Ideal diri
C.  Harga diri
D.  Identitas diri
E.  Gambaran diri
370. PEMBAHASAN:
371. Peran merupakan posisi, sikap individu dalam masyarakat/kelompok sosial sesuai dengan
diharapkan oleh masyarakat. Peran di sini yaitu sebagai sarana untuk berperan serta dalam
kehidupan sosial dan menguji identitas seseorang. Data pada kasus di atas menunjukkan perilaku
klien sesuai perannya, hal ini terlihat klien acuh dengan penampilan, tidak bersemangat, hasil
kerjanya tidak maksimal sehingga ia sering dimarahi atasannya. Selain itu, sikap klien tersebut dan
peran yang dijalaninya ia menjadi bahan ejekan di tempat kerjanya meskipun klien mengatakan ia
telah melakukan pekerjaannya dengan baik.

Tinjauan opsi lain:


-Opsi ideal diri => tidak ada data yang menunjukkan persepsi individu tentang bagaimana
berperilaku berdasarkan nilai yang diyakininya. Individu cenderung menyusun tujuannya sesuai
dengan kemampuannya dan melahirkan harapannya terhadap diri sendiri saat berada di tengah
masyakarat dengan norma tertentu.
-Opsi harga diri => tidak ada data yang menunjukkan penilaian pribadi terhadap diri dan
pencapaiannya disesuaikan dengan ideal dirinya
-Opsi identitas diri => tidak ada data yang menunjukkan kesadaran tentang diri sendiri yang
diperoleh individu dari penilaian dirinya sendiri, menyadari dirinya berbeda dengan orang lain
-Opsi gambaran diri => data pada kasus tidak menunjukkan sikap/ penilaian individu baik disadari
maupun tidak terhadap dirinya. Contoh : perasaan menarik/tidak, gemuk/tidak.
372. .
373. Seorang perempuan ( 27 tahun) dengan G1P0A0H0 dirawat di kamar bersalin untuk
observasi persalinan. Hasil pengkajian pasien mengeluhkan kontraksi semakin kuat dan ada ada
keinginan utuk mengedan. Hasil pemeriksaan kepala sudah masuk PAP, pembukaan lengkap dan
ketuban telah pecah.
374. Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan?
A.  Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membimbing proses meneran
B.  Menyuntikkan oksitosin 10 unit IM
C.  Melakukan episiotomi
D.  Memakai sarung DTT di kedua tangan
E.  Meletakkan handuk bersih di perut ibu
375. PEMBAHASAN:
376. Data fokus : pasien mengeluhkan kontraksi semakin kuat dan ada keinginan untuk
mengedan, kepala janin sudah masuk PAP pembukaan lengkap dan ketuban telah pecah. Sesuai
dengan asuhan persalinan normal tindakan yang tepat dilakukan oleh perawat adalah menyiapkan
ibu dan keluarga untuk membimbing proses meneran untuk mendapatakan posisi ibu yang
nyaman dan memudahkan persalinan.

Tahapan asuhan persalinan normal terdiri dari 58 langkah (JNPK –KR 2013):

I. Mengenali gejala dan tanda kala dua


1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
II. Menyiapkan pertolongan persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan
dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk bayi asfiksia persiapkan: tempat
datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
dari tubuh bayi.
3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku. Mencuci kedua tangan dengan sabun
dan air bersih yg mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/handuk
pribadi yang bersih.
4. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.
5. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik dengan memakai sarung tangan DTT atau steril
(pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik.
6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang
dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
7. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan sudah lengkap.
8. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik di
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
9. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan
bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).
IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran
11. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran menemukan posisi
yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin meneran dan
terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan
dan pastikan ibu merasa nyaman).
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat & bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
VI. Persiapan pertolongan kelahiran bayi (2)
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan
kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk
meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi
dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi:
21. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental, anjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri & memegang
lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong,
tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-
masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
VII. Penanganan bayi baru lahir
25. Lakukan penilaian (selintas)
26. Keringkan tubuh bayi
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3
paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat 2 cm bagian distal dari klem
pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
VIII. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
34. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk mendeteksi,
sedangkan tangan lain memegang tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio
uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu
hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran
sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,
mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan
putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada
wadah yang telah disediakan.
39. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras).
IX. Menilai perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban lengkap &
utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan.
X. Melakukan prosedur pasca persalinan
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan per vaginam.
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis
dan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi & mencegah perdarahan pervaginam
47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksa nadi ibu & keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta
suhu tubuh normal (36,5 – 37,5 0C).
51. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta
suhu tubuh normal (36,5 – 37,5 0C).
52. Buang bahan-bahan yg terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah.
Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi
ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam ke luar dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.

Tinjauan opsi lain


Opsi jawaban “ melakukan suntik oksitosin 10 unit IM” tidak tepat, karena tindakan ini dilakukan
setelah bayi lahir.

Opsi jawaban “ melakukan episiotomi” tidak tepat karena tindakan ini hanya dilakukan jika
perinium pasien kaku sehingga pintu lahir bayi sempit.

Opsi jawaban “ memakai sarung tangan DTT dikedua tangan” tidak tepat. Hal ini merupakan
keadaan yang sudah steril, dan dilakukan jika partus set sudah dibuka dan kepala bayi sudah
membuka vulva 5-6 cm

Opsi jawaban “ meletakkan handuk di atas perut ibu” tidak tepat. Tindakan ini dilakukan jika kepala
bayi sudah membuka vulva 5 – 6 cm.
377. .
378. Seorang laki-laki (36 tahun) dirawat di RSJ dengan alasan selalu berteriak, merusak benda-
benda di sekitarnya sejak 1 minggu lalu. Hasil pengkajian: pasien tampak menunjuk ke satu arah,
tampak ketakutan, dan berkata “tolong saya, akan ada yang membunuh saya."
379. Apakah tindakan keperawatan yang tepat pertama kali dilakukan perawat?
A. Membina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan, respons, dan upaya
B.
dilakukan pasien mengontrol halusinasi 
C. Melatih cara menghardik
D. Melatih cara tarik napas dalam, pukul bantal dan kasur
E. Melatih cara 6 benar minum obat
380. PEMBAHASAN:
381. DS :
-Tolong saya, akan ada yang membunuh saya

DO :
-Pasien tampak menunjuk ke satu arah
-Tampak ketakutan
Masalah keperawatan : Halusinasi penglihatan
Halusinasi penglihatan adalah gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
menakutkan padahal tidak ada bayangan. Tindakan keperawatan dengan halusinasi yaitu :
a.Membina hubungan saling percaya
b.*Megidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan, respons dan upaya
yang dilakukan pasien untuk mengontrol halusinasi*
c.Melatih pasien cara menghardik
d.Melatih cara 6 benar minum obat
e.Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
f.Melatih dengan melakukan kegiatan dirumah (Nurhalimah, 2016)

Data pada kasus “tolong saya, akan ada yang membunuh saya”, ini menunjukkan bahwa pasien
telah menggungkapkan perasaannya kepada perawat, hal ini berarti telah terbentuk rasa saling
percaya antara pasien dan perawat. Maka tindakan keperawatan pertama kali dilakukan
selanjutnya yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan,
respons, dan upaya dilakukan pasien mengontrol halusinasi, agar perawat dapat menggali lebih
terkait keluhan yang dirasakan pasien.

Tinjauan opsi lain:


-Opsi membina hubungan saling percaya (tidak tepat), karena sesuai data pada kasus sudah
terbina hubungan saling percaya antara pasien dan perawat
-Opsi melatih cara menghardik (tidak tepat), karena latihan ini dilakukan setelah perawat
mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan, respons, dan upaya
dilakukan pasien mengontrol halusinasi
-Opsi melatih cara tarik napas dalam, pukul bantal dan kasur (tidak tepat), karena latihan ini untuk
perilaku kekerasan meski pasien awal masuk dengan PK tapi masalah keperawatan saat ini bukan
PK tapi Halusinasi penglihatan
-Melatih cara 6 benar minum obat (tidak tepat), karena tindakan ini dilakukan setelah pasien
melakukan latihan tarik napas dalam, pukul bantal dan kasur secara mandiri
382. .
383. Seorang perawat mengunjungi sebuah rumah. Hasil pengkajian: seorang wanita (21 tahun),
hamil pertama 28 minggu. Klien baru sekali memeriksakan kandungan ke Puskesmas saat hamil
24 minggu. Suplemen Fe tidak diminum, karena takut terjadi apa-apa dengan janinnya kalau
diminum tiap hari. Konjungtiva pasien pucat dan tampak lemas. Keluarga menganggapnya hal
yang biasa.
384. Apakah tindakan keperawatan keluarga yang tepat dilakukan?
A.  Menjelaskan tentang nutrisi pada keluarga
B.  Menganjurkan pada keluarga, untuk menggunakan terapi relaksasi
C.  Menjelaskan pada keluarga tentang anemia pada kehamilan 
D.  Memberikan anjuran untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
E.  Menganjurkan agar keluarga membeli makanan yang tinggi gizinya meskipun mahal.
385. PEMBAHASAN:
386. Pembahasan:
Data fokus :
- Klien hamil 28 minggu
- Memeriksakan kehamilan hanya 1x
- Suplemen Fe dari dokter tidak diminum,karena takut terjadi apa-apa dengan janinnya kalau tiap
hari minum obat.
- konjungtiva pucat dan kondisinya lemas.
- Hal ini tidak dirasakan oleh keluarga sebagai masalah.
M asalah keperawatan keluarga : ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang
dialami pasien. Pada kasus tampak bahwa klien mengalami tanda gejala anemia kehamilan.
Tindakan yang tepat adalah menjelaskan pada keluarga tentang anemia pada kehamilan. Dimana
anemia pada kehamilan dapat menyebabkan : persalinan prematur, perdarahan antepartum,
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis
dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Tinjauan opsi lainnya:


Opsi Menjelaskan tentang nutrisi pada keluarga kurang tepat karena kurang adanya data yang
menggambarkan mengenai pemenuhan nutrisipada klien
Opsi Menganjurkan pada keluarga, untuk menggunakan terapi relaksasi tidak tepat karena tidak
ada hubungan dengan penyakit klien.
Opsi Memberikan anjuran untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada kurang tepat karena
klien ada memanfaatkan anke meskipun tidak optimal.
Opsi Menganjurkan agar keluarga membeli makanan yang tinggi gizinya meskipun mahal kurang
tepat.
387. .
388. Seorang perawat mengkaji sebuah keluarga. Hasil pengkajian: seorang anak (11 bulan)
sering mengalami diare, lantai rumah tampak kotor dan anak dibiarkan bermain di atasnya.
Personal hygiene ibu sangat buruk. Ibu jarang mencuci tangan ketika menyiapkan susu ataupun
makanan untuk anaknya. Ibu mengatakan sudah memasak air dan makanan hingga matang dan
ayah memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah.
389. Apakah pendidikan kesehatan yang tepat terhadap keluarga?
A.  Menggunakan air bersih
B.  Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih 
C.  Tidak merokok di dalam rumah
D.  Makan buah dan sayur setiap hari
E.  Kebersihan lingkungan rumah
390. PEMBAHASAN:
391. Data fokus :
- Anak sering mengalami diare,
- lantai rumah tampak kotor dan anak dibiarkan bermain di atasnya, serta personal hyangiene dari
ibu sangat buruk.
- Ibu jarang mencuci tangan ketika akan menyiapkan susu ataupun makanan untuk anaknya.
- Ibu mengatakan sudah memasak air dan makanan hingga matang

Masalah keperawatan keluarga : ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Tindakan yang tepat adalah memberikan penkes mencuci tangan dengan sabun dan air bersih,
karena salah satu penyebab diare adalah personal hyangiene yang buruk salah satunya dengan
kebiasaan mencuci tangan.

Tinjauan opsi lainnya :


Opsi Penkes menggunakan air bersih tidak tepat karena tidak ada data yang menjelaskan ttg jenis
air yang digunakan oleh keluarga dan ibu klien mengatakan ada memasak air hingga matang.

Opsi Penkes untuk tidak merokok di dalam rumah tidak tepat karena tidak ada hubungan dengan
penyakit diare anak.

Opsi Penkes untuk makan buah dan sayur setiap hari tidak tepat karena tidak ada hubungan
dengan penyakit diare anak.

Opsi Penkes kebersihan lingkungan rumah kurang tepat karena walaupun dapat menjadi salah
satu penyebab tapi bukan menjadi factor penyebab utama.
392. .
393. Seorang laki-laki (45 tahun) dirawat di RS dengan keluhan: tidak kencing sejak 3 hari lalu,
pusing, mual, sesak napas, bengkak pada kedua tungkai, nyeri pinggang, tampak pucat, kulit
kering dan terasa gatal-gatal pada seluruh tubuh. Tekanan darah 165/78 mmHg, frekuensi nadi
79x/menit, frekuensi napas 28x/menit.
394. Apakah pemeriksaan laboratorium yang tepat pada pasien?
A.  T3, T4 dan TSH
B.  Glukosa darah
C.  Ureum kreatinin 
D.  SGOT SGPT
E.  HbA1c
395. PEMBAHASAN:
396. Data fokus masalah: tidak kencing sejak 3 hari lalu, pusing, mual, nyeri pinggang, tampak
pucat, sesak napas, bengkak pada kedua tungkai, kulit kering, dan terasa gatal-gatal pada seluruh
tubuh. Tekanan darah 165/78 mmHg, frekuensi nadi 79x/menit, frekuensi napas 28x/menit.
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul adalah risiko perfusi renal tidak efektif, yang
disebabkan adanya masalah disfungsi pada ginjal.

Pemeriksaan laboratorium yang tepat dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan ureum kreatinin.
Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi adanya keluhan pada kasus yang merupakan tanda klinis
terjadinya gangguan fungsi filtrasi ginjal; nyeri pinggang, tidak kencing sejak 3 hari lalu, bengkak
pada kedua tungkai, kulit kering dan terasa gatal di seluruh tubuh.

Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang diproduksi oleh hati dan
didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difi
ltrasi oleh glomerulus. Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progresivitas penyakit ginjal, dan
menilai hasil hemodialisis. Peningkatan kadar ureum dalam darah akibat gangguan fungsi eksresi
ginjal menyebabkan gangguan pada multi system.

Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot, diproduksi oleh tubuh secara konstan
tergantung massa otot. Kadar kreatinin berhubungan dengan massa otot, menggambarkan
perubahan kreatinin dan fungsi ginjal. Kadar kreatinin serum sudah banyak digunakan untuk
mengukur fungsi ginjal melalui pengukuran glomerulus fi ltration rate (GFR).

Peningkatan ureum dan kreatinin darah dapat memunculkan gejala yang bersifat sistemik; mual,
muntah, anoreksia, gatal-gatal, hipertensi, nyeri kepala, perdarahan,

Tinjauan opsi lain :

Opsi T3, T4, dan TSH (tidak tepat), karena pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui gangguan
fungsi kelenjar tyroid.

Opsi Glukosa darah puasa (tidak tepat), karena pemeriksaan glukosa darah merupakan
pemeriksaan yang spesifik untuk menetukan diagnosis diabetes mellitus.

Opsi SGOT SGPT (tidak tepat), karena pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati. SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) adalah enzim yang biasanya
ditemukan pada hati (liver), jantung, otot, ginjal, hingga otak. Sementara, SGPT (serum glutamic
pyruvic transaminase) adalah enzim yang paling banyak terdapat di dalam hati. Pada saat hati
tidak bekerja dengan baik, ini akan berdampak pada peningkatan atau penurunan nilai
SGOT/SGPT.
Opsi HbA1c (tidak tepat), pemeriksaan HbA1 c digunakan sebagai pengukuran objektif dari kontrol
glikemik. Biasanya pengukuran ini dilakukan setiap 3 bulan pada pasien Diabetes Melitus.
397. .
398. Seorang laki-laki (30 tahun) dirawat di RSJ sejak 2 hari yang lalu. Hasil pengkajian: anak
pasien satu-satunya meninggal dunia 1 tahun yang lalu. Pasien di PHK sejak delapan bulan yang
lalu sehingga merasa diacuhkan dan kesepian. Disusul 2 minggu yang lalu pasien ditinggal istrinya
untuk selamanya.
399. Apakah faktor presipitasi dari kasus di atas?
A.  Anak satu-satunya meninggal dunia
B.  PHK
C.  Kesepian
D.  Diacuhkan
E.  Ditinggal istrinya untuk selamanya 
400. PEMBAHASAN:
401. Faktor presipitasi adalah suatu stimulus/pencetus yang mengancam individu. Untuk acuan
waktunya yaitu pencetus terjadinya masalah dalam waktu 6 bulan terakhir.

Jawaban yang tepat: ditinggal istrinya untuk selamanya.


Data di atas menunjukkan bahwa dua minggu yang lalu pasien ditinggal istrinya untuk selamanya.

Tinjauan opsi lain:


-Opsi anak satu-satunya meninggal dunia (tidak tepat), karena kejadian ini terjadi 1 tahun yang lalu
-Opsi PHK (tidak tepat), karena kejadian ini terjadi 8 bulan yang lalu
-Opsi kesepian (tidak tepat), karena ini bukan faktor pencetus melainkan perasaan pasien yang
dikeluhkan dan merupakan dampak dari kejadian yang terjadi 8 bulan yang lalu
-Opsi diacuhkan (tidak tepat) karena ini adalah perasaan yang dikeluhkan pasien yang merupakan
dampak dari kejadian 8 bulan yang lalu.
402. .
403. Seorang perawat melakukan kunjungan rumah terhadap keluarga dengan Stroke dan luka
dekubitus. Ini merupakan kunjungan ke-3 perawat. Saat ini perawat berencana untuk mengajarkan
keluarga cara memobilisasi klien. Sebelum melakukan kegiatan, perawat selalu memberikan
informasi kegiatan yang akan dilakukan serta perawat selalu bekerja sesuai dengan SOP.
404.
Apakah prinsip etik yang diterapkan berdasarkan kasus di atas?
A.  Beneficience
B.  Autonomy
C.  Accountability 
D.  Confidentiality
E.  Juctice
405. PEMBAHASAN:
406. Data fokus :
- Perawat selalu memberikan informasi kegiatan yang dilakukan
- Perawat selelu bekerja sesuai SOP
Perawat tersebut menerapkan prinsip etik keperawatan accountability. Prinsip ini berhubungan
erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat
digunakan untuk menilai orang lain. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar
yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau
tanpa tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman
sejawat, karyawan, dan masyarakat.

Tinjauan opsi lainnya:


a. Beneficence (berbuat baik) adalah berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang baik
dan tidak membahayakan pasien.
b. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
c. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-
nya.
d. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung
prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
407. .
408. Seorang laki-laki (50 tahun) dirawat di RS dengan Sirosis Hati. Hasil pengkajian: pasien
mengeluh sesak saat berbaring, perut terasa penuh, mual dan tidak nyaman. Perkusi abdomen;
redup, terdapat undulasi saat dipalpasi. Pitting edema + 3 detik, JVP meningkat.
409. Apakah diagnosis keperawatan yang tepat?
A.  Pola napas tidak efektif
B.  Risiko infeksi
C.  Kelebihan volume cairan 
D.  Gangguan rasa nyaman
E.  Mual
410. PEMBAHASAN:
411. Data fokus diangkatnya diagnosis keperawatan kelebihan volume cairan pada kasus
adalah; pasien dengan sirosis hati, sesak saat berbaring, perut terasa penuh, perkusi abdomen;
redup, terdapat undulasi saat palpasi, pitting edema + 3 detik, JVP meningkat.

Sesuai dengan (SDKI, 2017), kelebihan volue cairan/hipervolemia didefinisikan sebagai adanya
peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular, yang ditandai dengan;
orthopnea, edema anasarka dan/atau edema perifer, JVP meningkat.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Pola Napas tidak efektif (tidak tepat), karena pada kasus tidak terdapat data yang
menunjukkan adanya masalah pada system pernapasan secara spesifik.

Opsi risiko infeksi (tidak tepat), data pada kasus tidak mendukung untuk diangkatkan masalah
risiko infeksi.

Opsi Gangguan rasa nyaman (tidak tepat), data ketidaknyamanan pada kasus tidak dijelaskan
secara spesifik, selain itu terdapat masalah lain yang perlu di atasi segera di samping rasa tidak
nyaman pasien.

Opsi Mual (tidak tepat), data masalah mual pada kasus tidak mendukung untuk dijadikan sebagai
diagnosis utama.
412. .
413. Seorang perempuan (45 tahun) dirawat di RS dengan DM tipe II. Hasil pengkajian ; pasien
mengatakan sering lapar dan tidak bisa menahan nafsu makannya, suka makanan yang manis
dan gorengan. Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang
diit bagi pasien DM. Nilai Gula darah sewaktu pasien 356 mg/dl.
414. Apakah evaluasi hasil dari tindakan perawat tersebut?
A.  Pasien mampu merubah pola diit yang benar
B.  Pasien paham dengan materi yang disampaikan perawat
C.  Keluarga mampu menjadi pengawas bagi pasien
D.  Kadar glukosa darah menurun
E.  Kadar glukosa darah terkontrol
415. PEMBAHASAN:
416. Data fokus;

- pasien mengatakan sering lapar dan tidak bisa menahan nafsu makannya, suka makanan yang
manis dan gorengan.
- Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang diit bagi pasien
DM.
- Nilai Gula darah sewaktu 356 mg/dl.

Menurut Ziegler dkk, (1986), Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi pasien. Respon
perilaku pasien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

Berdasarkan kasus, pasien diberikan pendidikan kesehatan terkait pola diit yang benar pada
pasien dengan riwayat Diabetes Melitus. Evaluasi hasil dari tindakan ini adalah pasien mampu
merubah pola diit yang benar. Hal ini menunjukkan adanya perubahan perilaku pasien terkait
pengajaran yang diberikan.

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Pasien paham dengan materi yang disampaikan perawat (tidak tepat), karena ini merupakan
evaluasi dari proses kegiatan pendidikan kesehatan yang diberikan.

Opsi Keluarga mampu menjadi pengawas bagi pasien (tidak tepat), karena ini tidak sesaui dengan
sasarn utama pendidikan kesehatan yang diberikan.

Opsi Kadar glukosa darah menurun dan Opsi Kadar glukosa darah terkontrol (tidak tepat), karena
ini adalah hasil akhir yang diharapkan ketika adanya perubahan perilaku dari pasien setelah
diberikannay pendidikan kesehatan
417. .
. Seorang perempuan (47 tahun) datang ke puskesmas memeriksakan kehamilannya. Pasien tidak memiliki keluhan selama hamil dan
sudah tidak ingin punya anak lagi setelah melahirkan nanti. Hasil pengkajian: status obstetri G8P6A1H6, usia gestasi 31 - 32 minggu,
tekanan darah 120/80 mmHg, DJJ (+) 134 x/menit. Perawat memberikan penyuluhan tentang keluarga berencana.
Apakah jenis kontrasepsi yang tepat untuk klien?

A.  Vaginal diagfragma
B.  Kondom
C.  Coitus interuptus
D.  IUD
E.  Tubektomi 
PEMBAHASAN:
Data fokus masalah : usia klien 47 tahun. Pasien mengatakan tidak pernah ada keluhan selama hamil, dan sudah tidak ingin punya
anak lagi setelah melahirkan nanti. Hasil pengkajian: status obstetri G8P6A1H6, usia gestasi 31 - 32 minggu, tekanan darah 120/80
mmHg, DJJ (+) 134 x/menit. Perawat memberikan penyuluhan tentang keluarga berencana.

Kontrasepsi yang tepat untuk kilen adalah tubektomi. Tubektomi merupakan pencegahan kehamilan dengan cara memotong atau
mengikat saluran sel indung telur pada wanita. Kontrasepsi ini efektif jika klien memang ingin melakukan pencegahan kehamilan
secara permanen, misalnya karena faktor usia atau penyakit.

Tinjauan opsi yang lainnya :


Opsi “vaginal diafragma” tidak tepat karena memiliki efektifitas yang sangat kecil. vaginal diafragma merupakan lingkaran cicin dilapisi
karet fleksibel yang dipasang dalam liang vagina.

Opsi “coitus interuptus” tidak tepat, coitus interuptus merupakan ejakulasi yang dilakukan diluar vagina, efektivitasnya 75 - 80 %.
Opsi “kondom “kurang tepat, keefektifan kondom sebagai kotrasepsi yaitu 75 - 80 %, kemungkinan untuk hamil masih ada dan
berfungsi sebagai pemblokir/barier sperma.

Opsi “IUD “ tidak tepat. IUD tidak bersifat permanen, tapi kefektifannya sebagai alat kontrasepsi cukup tinggi yaitu 92 - 94 %. IUD (intra
uterine device) atau spiral terbuat dari bahan polyethylene yang diberi lilitan logam, umumnya tembaga (Cu) yang dipasang dimulut
rahim.

418. .
419. Seorang lansia (75 tahun) dirawat di panti jompo sejak 1 bulan lalu. Hasil pengkajian: klien
mengeluh sulit menahan BAK setelah adanya sensasi yang kuat untuk berkemih. Klien merasa
tidak nyaman dengan hal tersebut.
420. Apakah masalah keperawatan yang tepat?
A.  Inkontinensia urin fungsional
B.  Inkontinensia urin refleks
C.  Inkontinensia urin urgensi 
D.  Inkontinensia urin stres
E.  Inkontinensia urin berlanjut
421. PEMBAHASAN:
422. Data fokus masalah : klien mengeluh BAK tidak terkendali setelah keinginan yang kuat
untuk berkemih.
Masalah keperawatan : Inkontinensia urin urgensi yaitu keluarnya urin tidak terkendali sesaat
setelah keinginan yang kuat untuk berkemih (kebelet).
Tinjauan Opsi Lainnya :
Opsi "Inkontinensia urin fungsional" yaitu pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan
tidak mampu mencapai toilet pada waktu yang tepat.
Opsi "inkontinensia urin refleks" yaitu pengeluaran yang tidak terkendali pada saat volume
kandung kemih tertentu tercapai.
Opsi "inkontinensia urin stres" yaitu kebocoran urin mendadak dan tidak dapat dikendalikan karena
aktivitas yang meningkatkan tekanan intraabdominal.
Opsi "inkontinensia urin berlanjut" yaitu pengeluaran urin tidak terkendali dan terus menerus tanpa
distensi atau perasaan penuh pada kandung kemih (SDKI, 2016)
423. .
424. Seorang laki-laki (36 tahun) dirawat di RS dengan Fraktur femur sinistra. Hasil pengkajian:
pasien telah menjalani reposisi tertutup dan immobilisasi gips, pasien mengeluh nyeri pada kaki
kiri, terasa kesemutan, tidak mampu beraktivitas dan merasa tidak nyaman.
425. Apakah monitoring utama yang harus dilakukan?
A.  Monitoring kenyamanan pasien
B.  Monitoring tingkat mobilisasi
C.  Monitoring sensorik dan motorik perifer
D.  Monitoring sensasi nyeri
E.  Monitoring kekuatan otot
426. PEMBAHASAN:
427. Data fokus masalah: pasien telah menjalani reposisi tertutup dan immobilisasi gips, pasien
mengeluh nyeri pada kaki kiri, terasa kesemutan, tidak mampu beraktivitas dan merasa tidak
nyaman.
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus adalah risiko perfusi perifer tidak efektif
yang bisa terjadi akibat pemasangan gips.

Reposisi tertutup dan imobilisasi gips merupakan salah satu penangan fraktur untuk
mengembalikan tulang kepada posisi semula. Selama proses penyembuhan dan penyatuan tulang
kembali, daerah fraktur harus diimobilisasi untuk mengurangi pergerakan dan mnecegah kelainan
bentuk tulang. Namun tindakan immobilisasi baik dengan gips maupun bidai yang lama akan
meberikan komplikasi pada daerah fraktur terutama bagian perifer jika tidak dimonitor dengan baik.
Sehingga perlu dilakukan monitoring sensorik dan motorik perifer secara ketat dan berkala.
Monitoring ini dilakukan secara sistematis untuk mengetahui adanya penurunan fungsi
neurovaskular yang dapat membantu dalam upaya pencegahan kematian jaringan dari ekstremitas
yang mengalami cedera. Monitoring yang dilakukan sesuai dengan standar prinsip 5p; pain (nyeri),
paralyze (kelemahan), pulselessness (penurunan/ hilangnya denyut nadi, parestesia (kehilangan
sensasi) dan pallor (penurunan suhu).

Tinjauan opsi lainnya;

Opsi Monitoring kenyamanan pasien (kurang tepat), ini tetap bisa dilakukan namun bukan sebagai
observasi utama terkait masalah yang akan dialami pasien.

Opsi Monitoring Tingkat mobilisasi (tidak tepat), tetap bisa dilakukan, namun bukan hal utama
yang harus dilakukan, mengingat saat ini pasien diharuskan immobilisasi pasca trauma.

Opsi Monitoring Sensasi nyeri (kurang tepat), hal ini merupakan bagain dari monitoring
neurovaskuler pada daerah trauma/fraktur.

Opsi Monitoring Kekuatan otot (kurang tepat), tetap bisa dilakukan namun bukan sebagai hal
utama yang menjadi perhatian, mengingat ada masalah lain yang saat ini harus dimonitoring.
428. .
429.Seorang laki-laki (54 tahun) dirawat di RS dengan CHF. Saat overan pergantian shift, pasien tiba-tiba mengalami penurunan
kesadaran. Hasil pengkajian: gambaran monitor Ventrikel Takikardi, pasien tidak merespons saat dipanggil, GCS 3, frekuensi
nadi 252 x/menit, tekanan darah 45/10 mmHg, frekuensi napas 4x/menit, SaO2 72%.
430.Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus?

A.  Gangguan Ventilasi Spontan


B.  Penurunan Curah Jantung
C.  Gangguan Peyapihan ventilator
D.  Disrefleksia Otonom
E.  Gangguan Sirkulasi Spontan
431.PEMBAHASAN:
432.Data fokus: Pasien mengalami penurunan kesadaran, unrespons, GCS 3, Gambaran EKG Ventrikel Takikardi, Frekuensi nadi
252x/menit (60-100x/menit), tekanan darah 45/10 mmHg (Normal: Sistol: 90-13 mmHg Diastol 60-80 mmHg), Frekuensi napas
4x/menit (Normal: 12-20x/menit), saturasi oksigen 72% (Normal: 95%-100%).

Data-data ini telah menunjukkan pasien telah mengalami Gangguan sirkulasi spontan yaitu ketidakmampuan untuk
mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk menunjang kehidupan (SDKI, 2016).

Tanda dan Gejala Mayor dari Gangguan sirkulasi spontan adalah tidak berespons, frekuensi nadi 150x/menit, tekanan darah
sistolik 200mmHg, frekuensi napas 30x/menit, penurunan kesadaran/tidak sadar.
Sementara tanda dan Gejala minor: saturasi oksigen
433.
434.

Anda mungkin juga menyukai