Anda di halaman 1dari 16

REFLEKSI KASUS Desember 2018

TERAPI CAIRAN PADA PASIEN INTRAOPERASI FRAKTUR


FEMUR SINISTRA

NAMA : Ade Indra Ari Utama

NO. STAMBUK : 12-17-777-14-190

PEMBIMBING : dr. Salsiah Hasan, Sp.An, KIC

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANASTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2018
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai


tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari
operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa
anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.1
Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisi
elektrolit di dalamnya tetap stabil adalah penting bagi homeostatis.Beberapa
masalah klinis timbul akibat adanya abnormalitas dalam hal tersebut.Untuk
bertahan, kita harus menjaga volume dan komposisi cairan tubuh, baik
ekstraseluler (CES) maupun cairan intraseluler (CIS) dalam batas normal.
Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa penderita dalam kegawatan medis
yang dapat menimbulkan kematian bila tidak dikelolam secara cepat dan tepat.
Hal tersebut terlihat misalnya pada diare, peritonitis, ileus obstruktif, terbakar,
atau pada pendarahan yang banyak.2
Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa penderita dalam
kegawatan yang kalau tidak dikelola dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan
kematian.3
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah,
jaringan, dan sel tubuh. Molekul tersebut, baik yang positif (kation) maupun yang
negatif (anion) menghantarkan arus listrik dan membantu mempertahankan pH
dan level asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi pergerakan cairan
antar dan dalam selmelalui suatu proses yang dikenal sebagai osmosis
danmemegang peraran dalam pengaturan fungsi neuromuskular, endokrin, dan
sistem ekskresi.2

3
Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan
dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis
dimana jumlah yang masuk dan keluar tidak seimbang, harus segera diberikan
terapi untuk mengembalikan keseimbangan tersebut.3
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra
bedah, selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan belum
berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal
harian.Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru
dan gagal nafas.4
Dalam berbagai kondisi yang tidak sesuai, terkadang seseorang bisa
mengalami defisit cairan.Misalnya kondisi dehidrasi, luka bakar, dan perdarahan
berat. Kondisi lain misalnya saat perioperatif, yang timbul sebagai akibat puasa
pra-bedah yang kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering
menyertai penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya
pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan.
Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan
(dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus.3
Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan
topik yang menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang
sulit ditentukan atau diukur secara objektif. Perhitungan cairan terkadang tidak
sama adekuat untuk memenuhi defisit cairan pada satu pasien, atau justru
berlebihan pada pasien lain.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identitas Penderita
 Nama : Ny Kaswari
 Umur : 50 tahun
 Alamat : Jl. Jati, Kel Nunu
 Agama : Islam
 Tanggal Pemeriksaan : 4 Desember 2018
 Operator : dr. Haris Tata, Sp.OT
 Dokter Anestesi : dr. Sofyan. B, Sp.An

2. Anamnesis
 Keluhan Utama : Nyeri pada paha kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan keluarnya nyeri
pada paha kanan, Keluhan dialami sejak -+ 2 bulan yang lalu setelah jatuh
karna gempa bumi. Keluhan disertai susag menggerakan kaki kanan
bawah dan nyeri dirasakan terus menerus sejak awal terjadinya. Demam (-
), mual (-), muntah (-), sesak (-). BAB biasa dan BAK lancar seperti biasa.
o Riwayat alergi (-)
o Riwayat asma (-)
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat DM (-)
o Riwayat penyakit berat lainnya.
o Riwayat operasi (-)
 Riwayat penyakit keluarga:
o Riwayat penyakit paru (-)
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat penyakit diabetes melitus (-)

5
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath)
Airway bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular (-),
buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 4 cm, jarak hyothyoid 4 cm, leher
pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-),
frekuensi pernapasan 20 kali/menit, suara pernapasan : vesikular (+/+),
suara pernapasan tambahan ronchi (-/-),wheezing(-/-),skor Mallampati : 1,
massa (-), gigi ompong (+), gigi palsu (-).

b. B2 (Blood)
Akral hangat, ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+), tekanan
darah 130/80 mmHg, denyut nadi 86 kali/menit, reguler, kuat angkat,
bunyi jantung S1/S2 murni regular.

c. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis, pupil isokor 2mm/2mm, defisit neurologi (-).

d. B4 (Bladder)
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 3-4 kali sehari berwarna
kekuningan.

e. B5 (Bowel)
Abdomen : tampak datar, peristaltik (+) kesan normal, mual (-), muntah (-)
massa (-),nyeri (-)

f. B6 Back & Bone


Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).

6
4. Pemeriksaan Penunjang
 Hasil Pemeriksaan Laboartorium
23/11/2018 Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Eritrosit 3,07 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 106/mm3
Hemoglobin 9,8 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Hematokrit 28,0 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 207 150–500 103/mm3
Leukosit 7,3 4.0-10.0 103/mm3
CT 9,20 4-10 menit
BT 5,30 1-5 menit

08/11/2018 Hasil Rujukan


Seroimmunologi
HbsAg Non-reaktif Non-reaktif

 Pemeriksaan USG
Kesan : (-)

5. Diagnosis Kerja :
Closed Fracture Distal Femur Dextra+ PS ASA II
6. Kesan Anestesi
Perempuan 50 tahun dengan diagnosis Closed Fracture Distal Femur Dextra+
PS ASA II

7
7. Persiapan Pre Operatif
- Surat persetujuan operasi (+), surat persetujuan tindakan anestesi (+)
- Puasakan 8 jam sebelum operasi
- Teknik anestesi : Regional Anastesi (SAB)

8. Durante Operatif
 Di Kamar Operasi
o Persiapan: Posisi Supain, 02 via nasal kanul 2,5 l/mn, monitor TD,
EKG, Stetoskop prekordial, Sp02 + nadi, iv-line.
o Loading cairan RL 500 ml/koloid 500 ml,
o Premedikasi : midazolam mg, phetidin mg, ranitidi mg,
ondansentron mg, deksamethason mg.
o Spinal anastesi : posisi LLD/duduk, identifikasi innterspace Vert L3-
4, desinfeksi, anastesi local lidokain 2%
o Insersi Spinocan no..G median/paramedianapproach, LCS
(+)mengalir, darah (-),barbotage (+)
o Injeksi Bipivacaine 0,5%..mg via spinocan.
o Kembali keposisi supaine, prick test sensorik setinggi T6…
o Maintanece : 02 2-4 L/mnt, efedrinsaat TD<25% dari TD
basal,Prthifin 20 mg saat menggigil, midazolam…mg ramopain 30
m( akhir operasi) hipobac 300 mg (antibiotic
o Anastesi slesai, Prick test.. T10, pasien Ke RR.

 Laporan Anestesi Durante Operatif


 Jenis anestesi : Regional anastesi, (SAB)

 Lama anestesi : 09:40-12:10 (2 jam + 20 menit)


 Lama operasi :10:05 – 11.58 (2 jam + 3 menit)
 Anestesiologi : dr. Sofyan. B, Sp.An
 Ahli Bedah : dr. Haris Tata, Sp.OT

8
 Posisi : Supinasi
 Infus : di tangan kiri dan kanan
 Jumlah medikasi
- Sedacum 2 mg
- Ketorolac 30 mg
- Ondasentron 4 mg
 TindakanAnastesi
Sistole Diastole Pulse
Jam Terapi
(mmHg) (mmHg) (x/m)
(09:35)
Sedacum 2 mg
(09.40) 135 80 99
Ondansentron 4 mg
(09.45) 140 84 98
(09.50) 131 80 87
(09.55) 122 73 85
(10.00) 125 77 88
(10:05) 126 80 104
(10:10) 124 81 96
(10:15) 121 79 90
(10:20) 115 67 82
(10:25) 118 65 81
(10:30) 98 55 80
(10:35) 100 57 82
(10:40) 100 60 81
(10:45) 102 61 80
(10:50) 101 60 82
(10:55) 98 57 83
(11:00) 100 61 81
(11:05) 101 60 82
(11:10) 100 60 81

9
(11:15) 110 68 80
(11:20) 112 71 84
(11:25) 108 63 90
(11:30) 106 67 88
(11:35) 117 61 89
(11:40) 100 61 81
(11:45) 101 60 82 Ketorolak 30 mg
(11:50) 100 60 81
(11:55) 110 68 80
(12:00) 112 71 84
(12:05)

 Cairan
 Pemberian Cairan:
o Cairan masuk :
Pre-operatif kristaloid RL 500 cc
Durante operatif :Kristaloid RL2000 cc +NaCl 0,9% 300 cc +
WB 750 cc
Total input cairan :3550 cc

o Cairan keluar :
Perdarahan :+1400 cc
Urin : ± 150 cc
Total output cairan : Perdarahan 1400 cc, Urin ± 150 cc,Cairan
= 1550 cc

9. Post Operatif

10
1. Nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
2. Memasang O2 2 L/menit nasal kanul.
3. Analgetik.
4. Skor pemulihan pasca anestesi:
 Alderete Score
o Aktivitas = Mampu menggerakkan 4 ekstremitas (2)
o Respirasi = Dangkal namun pertukaran udara adekuat (1)
o Sirkulasi = TD ± 20% dari nilai pre anestesi (2)
o Kesadaran = sadar, siaga, orientasi (2)
o Warna kulit = pucat (1)
o Skor Pasien (8)

Perintah di ruangan:
a. Awasi tanda vital (TD, Nadi, Pernapasan tiap ½ jam)
b. Bila kesakitan, beri analgetik.
c. Program cairan, infus RL 20 tetes/menit

11
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien perempuan 50 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan


keluarnya nyeri pada paha kanan, Keluhan dialami sejak -+ 2 bulan yang lalu
setelah jatuh karna gempa bumi. Keluhan disertai susah menggerakan kaki
kanan bawah dan nyeri dirasakan terus menerus sejak awal terjadinya.
Demam (-), mual (-), muntah (-), sesak (-). BAB biasa dan BAK lancar seperti
biasa. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg,
nadi 88 x/menit, respirasi 20 x/menit. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan
abdomen tampak datar, nyeri (-). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap dimana Hemoglobin pasien 9,8 g/dl, pemeriksaan
HbsAg, Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis dengan Closed Fraktur Femur Dekstra.
Pasien pada kasus ini dilakukan tindakan bedah berupa Orif. Jenis anestesi
yang dipilih adalah regional anastesi (SAB). Sebelum dilakukan operasi, pasien
diperiksa terlebih dahulu, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang untuk menentukan status fisik (ASA), serta ditentukan rencana jenis
anestesi yang akan dilakukan yaitu regional anastesi (SAB).
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik dan infeksi tetapi
Hemoglobin pasien 9,8 g/dl sehingga pasien dikategorikan dalam kategori ASA
II. Adapun klasifikasi status fisik pra anestesia berdasarkan American Society of
Anesthesiologist (ASA) adalah sebagai berikut.
ASA I : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA II : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang.

12
ASA III : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa.
ASA IV : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupnnya.
ASA V pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperassi ataupun tidak selama 24 jam
passien akan meninggal.
ASA VI Pasien yang didiagnosis mati otak yang organ tubuhnya di keluarkan
untuk tujuan donor.

TERAPI CAIRAN
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum
dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan,
mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Selanjutnya kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan interstisial.
Berat Badan : 55 kg
Jumlah perdarahan : 1400 cc
 EBV = BB (Kg) x 60 ml/kgBB
= 55 x 65 ml/kgBB = 3,575 ml
 % Perdarahan = Jumlah Perdarahan : EBV x 100%
= 1400 : 3,575 x 100%
= 0.18 x 100%
= 39,1 %
Cairan masuk
- Pre operatif : Kristaloid RL 500 cc
- Durante operatif : Kristaloid RL 2 000 cc
NaCL 0.9 % 300 cc
WB 750 cc

13
- Total input cairan :3550 cc

Cairan keluar durante operatif


- Perdarahan : ± 1400 cc
- Urin : ± 150 cc
- Total output cairan : ± 1550 cc

Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi :
1) Cairan Maintanance (M)
M = 10 kg pertama : 10 kg x 4 cc = 40 cc
10 kg kedua : 10 kg x 2 cc = 20 cc
Sisa berat badan : 35 kg x 1 cc = 35 cc +
Total 95 cc/jam
M selama 2 jam = 95 cc x 2 jam
= 190 cc (dalam 2 jam operasi)
2) Cairan defisit selama puasa (P)
P = Lama puasa x Maintenance
= 8 x 95 cc
= 760cc
Cairan yang masuk saat puasa
Cairan masuk puasa = Jumlah infus (tpm) x Lama Puasa
(menit)/20
= 20 x 480/20
= 9,600/20
= 480 cc
Cairan defisit puasa – Cairan masuk puasa = 760cc – 480cc
= 280 cc

14
3) Stress Operasi berat = 8cc/kgBB/jam x BB
= 8cc x 55 kg
= 440 cc/jam
4) Cairan defisit darah selama operasi = 1400 cc
Jika diganti dengan colloid atau darah 1:1
Jika diganti dengan kristaloid 3:1
Perhitungan cairaan pengganti darah :
Trasfuaai + 3x cairan kristaloid = volume darah
750 + 3 x =1400 cc
3x = 650 cc
X = 1950 cc
Jika mengganti kehilangan dra 1400 cc maka dibutuhkan 1950
cc cairan kristaloid.
5) Total kebutuhan cairan selama 2 jam operasi
Kebutuhan cairan operasi
= M + Defisit Cairan Selama Puasa + Stress Operasi + Urin +
defisit darah selama operasi
= 190 + 280 + 440 + 150 + 1400 = 2,460 cc
b. Cairan masuk

▪ Kristaloid : 2000 cc + 300 cc = 2300 cc

▪ Koloid :-

▪ Whole Blood : 750 cc

▪ Total cairan masuk : 3050 cc


c. Keseimbangan Cairan

▪ Cairan masuk – cairan yang keluar = 3050cc – 1,460 cc


= +590 cc
Terapi Cairan Post-operatif
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal
sekitar kurang lebih 50 cc/kgBB/24jam. Sehingga kebutuhan air untuk pasien
ini adalah 50 cc/kgBB/24 jam = 2750cc/24jam

15
Untuk mengoreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan
terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama
meliputi tekanan darah, frekuensi napas, suhu tubuh dan warna kulit.
Pemberian cairan postoperatif yang tidak sesuai jumlah sebenarnya, sudah
dapat membuat pasien teresusitasi dengan baik sehingga pada pemberian terapi
cairan tidak harus sepenuhnya sesuai dengan jumlah yang sebenarnya karena
tubuh setiap orang memiliki perbedaan dalam melakukan kompensasi terhadap
gangguan cairan yang terjadi. Respon tubuh tergantung status fisik, umur dan
lain sebagainya. Tetapi kita harus memonitoring tanda vital dan tanda yang
lainnya agar dapat menentukan apakah resusitasi cairan sudah dapat dihentikan
atau tidak untuk mencegah edema paru yang akan terjadi jika cairan berlebih
diberikan.
Pada pukul 11:58 WITA, pembedahan selesai dilakukan, dengan
pemantauan akhir TD 112/71 mmHg; Nadi 84 x/menit, dan SpO2 100%.
Pembedahan dilakukan selama 2 jam dengan perdarahan ± 1400cc. Selama di
ruang pemulihan, jalan napas dalam keadaan baik, pernapasan spontan dan
adekuat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Purmono A., 2015. Buku Kuliah Anastesi. EGC : Jakarta.


2. Guyton AC, Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah:
Rachman L.Y. et al. Edisi 11. EGC. Jakarta.
3. Pandey CK, Singh RB. 2003. Fluid and electrolyte disorders. Indian
J.Anaesh. 47(5):380-387.
4. Hartanto WW. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.

17

Anda mungkin juga menyukai