Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak


dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun
sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2010). Di antara berbagai penyebab trauma,
transfer energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian
adalah yang paling banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2010). Sebanyak
1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun
2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma
dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien,
30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah
tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2014).
Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi
adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari insiden
kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi
disintegritas tulang (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan data dari rekam medis RS Fatmawati di ruang Orthopedi
periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan
muskuloskeletal, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31
orang (5,59%).
Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur
tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan
11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di
ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang serta
bagaimana mengatasinya, tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus
diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh meliputi
bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, jenis penyebabnya, apakah ada
kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan diperhatikan lokasi kejadian serta

1|Page
waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang
optimal (Alexa, 2010).

2|Page
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Treko, Mungkid
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 17 Januari 2017 pkl 14.45 WIB
Bangsal : Edelweis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 Januari 2017
di bangsal Edelweis Rumah Sakit Tingkat II Dr. Soedjono, Magelang.

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah sebelah kiri.

Keluhan Tambahan :
Bengkak pada tungkai bawah sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien post terjatuh saat ingin menangkap ayam di halaman belakang
rumahnya pada tanggal 18 Januari 2017 datang ke IGD RST dr.Soedjono
Magelang tanggal 18 Januari 2017 dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah
sebelah kiri. Saat pasien sedang ingin menangkap ayam dibelakang rumahnya ,
namun karna tanahnya licin , pasien terpeleset dan jatuh dengan tungkai bawah
sebelah kiri sebagai tumpuan. Setelah terjatuh saat kaki kiri itu digerakkan
terasa nyeri dan tidak bisa diangkat, selain itu juga pasien merasa kaki kirinya

3|Page
lebih bengkak dan kemerahan, namunn tidak terdapat luka robek/ terbuka di
kaki kiri. tidak ada luka lecet di bagian tubuh lain, pasien mengaku kepala tidak
terbentur, pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB dbn.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Asma : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal
Riwayat Trauma serupa sebelumnya : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Asma : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Januari 2017 di ruang Edelweis

1. Primary Survey
A : tidak ada gangguan jalan napas
B : RR 19 x/menit
C : TD : 110/70 mmHg, N : 92x/menit, akral hangat, capp refill < 2
D : GCS 15 (E4M6V5)
E : Suhu 36 C

2. Secondary Survey
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / 15

4|Page
Tanda Vital :
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 92 x/menit
o Suhu : 36C
o Respirasi : 19 x/menit

A. Status Generalis
1) Kepala
Normochepal, chepal hematome (-)
Mata : Conjunctiva Anemis -/-,Sklera Ikterik -/-,
pupil isokor 3mm/3mm, Refleks Cahaya +/+
Telinga : Discharge (-)
Hidung : Discharge (-)
Leher : pembesaran KGB (-), kaku leher (-)
2) Thoraks (Paru dan Jantung)
Inspeksi : dada simetris, tidak terdapat jejas, ictus cordis tidak
tampak
Palpasi : vocal fremitus kanan & kiri sama, ictus cordis tidak kuat
angkat
Perkusi : sonor, batas jantung normal
Auskultasi : vesikuler (wheezing : -/- , ronkhi : - /-), BJ I II regular.
3) Abdomen
Inspeksi : dinding perut datar normal, tidak terdapat jejas
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
Perkusi : timpani
4) Genitalia : dbn
5) Ekstremitas (Superior dan inferior)
Akral Hangat, Capilary refill <2 detik.

5|Page
B. Status Lokalis
Regio Cruris Sinistra
Look : Tampak deformitas berupa swelling dan kemerahan dan
pemendekan cruris sinistra dibandingkan dengan cruris dextra region
cruris sinistra.Vulnus Laceratum (-), Sianosis ().
Feel : Nyeri saat digerakkan (+), Nyeri tekan (+),pulsasi a.
dorsalis pedis (+), pulsasi a. poplitea (+), akral hangat (+), sensasi (+),
cap refill (< 2)
Move : gerakan aktif dan pasif terbatas, nyeri saat digerakkan,
gangguan persarafan tidak ada , False of movement (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Rontgent Cruris Sinistra (AP dan Lateral)

6|Page
Hasil :
Interpretasi Ro : terdapat diskontinuitas tulang (fraktur) os Tibia
Sinistra 1/3 Distal komplit dengan garis fraktur tranvesal serta aposisi
dan alignment baik.
A : Alignment dan Aposisi (alignment dan aposisi os tibia baik)
B : Bone (terdapat diskontinuitas tulang (fraktur) os Tibia dan fibula
Sinistra 1/3 Distal komplit dengan garis fraktur tranversal.
C : Cartilago (cartilago intraartikuler baik)
S : Soft tissue kemungkinan terdapat kerusakan

- Hasil Laboratorium Darah Lengkap pada tanggal 18 Januari 2017

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi


WBC 11.9 103/mm3 4 10
RBC 4.26 106/mm3 3,5 5,5
HB 12 g/dl 11,0 15
HCT 34.3 % 36 48
PLT 369 103/mm3 150 450
PCT 0.41 % 0.10 0.20
MCV 80.7 um3 80 99
MCH 28.1 pg 26 32
MCHC 34.9 g/dl 32 36
RDW 12 % 7.4 10.4
MPV 11.3 um3 7.4 10.4
PDW 8,2 % 10 14
Diff Count
Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi
% Lym 13,3 % 20 40 # Lym 1,6 103/mm3 0,6 4,1
% Mon 6,5 % 1 15 # Mon 0,8 103/mm3 0,1 1,8
% Gra 80,2 % 50 70 # Gra 9,5 103/mm3 2 7,8
Albumin : 4.3 g/dL
GDS : 102 mg/dl

7|Page
E. ASSESSMENT
Closed Fracture 1/3 Tibia Distal Sinistra

F. PLANNING
Planning Diagnostik
o Pemeriksaan Laboratorium : Darah Lengkap , BT, CT
o Pemeriksaan Rontgent Cruris Sinistra (AP, Lateral)
Planning Terapi
o Simptomatik
o Inj Ketorolac IV 3x30 mg
o Inj Ceftriaxon IV 2x500mg
o Kausal
o Rencana operasi pemasangan ORIF
o Suportif
o Infus RL 20-30 tpm

Laporan Operasi
- Posisi supine dengan spinal anestesi
- Desinfeksi
- Insisi tibia anterior approach lapis demi lapis hingga nampak bagian fraktur ,
dilakukan pemasangan ORIF dengan narrow plat dan 6 corner screw 4,5 8
hole.
- Jahit lapis demi lapis
- Kulit jahit satu satu
- Operasi Selesai

8|Page
Foto Saat Operasi

9|Page
G. FOLLOW UP

Pre Operasi (17 Januari 2017)

Subyektif Obyektif Assesment Planning


Nyeri Vital sign: Close Pro ORIF
tungkai TD: 120/80 Fracture tibia Tibia
bawah mmHg 1/3 distal Puasa
kiri, Nadi: 85x/mnt sinistra
gerakan Respirasi:
terbatas 20x/menit
Suhu: 36 C
Persiapan Status Lokalis
Operasi (Regio cruris
sinistra)
Look : Luka
terbuka (-),
deformitas (+),
bengkak (+),
sianosis (-)
Feel : Nyeri
tekan (+),
sensasi raba (+)
Move: Gerakan
terbatas (+)

Follow Up Post Operasi (18 Januari 2017)

Subyektif Obyektif Assesment Planning


Nyeri Keadaan umum: Close Inf RL:Futrolit
pada baik Fracture tibia 1:1 18-24 tpm
tungkai Kesadaran: Compos 1/3 distal Inj Ketorolac
bawah mentis sinistra 3x30 mg
kiri, mual Vital sign: Inj
(-), TD: 120/70 Ceftriaxone
muntah (- mmHg 2x1gram
), sesak Nadi: 82x/mnt Rejuvit 1x1
napas (-), Respirasi: Zoldion 3x1
gatal (-), 18x/menit Siapkan crack
Kesemuta Suhu: 36 C atau wallen
n pada Status Generalis : dbn Foto ulang
tangan Status Lokalis Cruris sinistra
kanan (-) (Regio cruris AP/Lateral
sinistra)
Look : terpasang

10 | P a g e
gips
Feel : Nyeri
tekan (+),
sensasi raba (+),
edem (-),
pulsasi a.
poplitea dan
dorsum pedis(+)
Move: Gerakan
terbatas (+)

Hasil Rontgen post ORIF

11 | P a g e
Follow Up Post Operasi (20 Januari 2017)
Subyektif Obyektif Assesment Planning
Nyeri pada Keadaan umum: Close Aff infuse iv
tungkai baik Fracture tibia ganti oral
bawah Kesadaran: 1/3 distal
kiri, mual Compos mentis sinistra H+1
(-), Vital sign:
muntah(-), TD: 120/70
sesak mmHg
napas (-), Nadi: 82x/mnt
gatal (-), Respirasi:
Kesemuta 18x/menit
n (-), edem Suhu: 36 C
(-) Status Generalis :
dbn
Status Lokalis
(Regio Antebrachii
dextra)
Look :
terpasang gips,
posisi gips baik
Feel : Nyeri
tekan (+),
sensasi raba
(+), edem (-),
pulsasi a.
poplitea dan
dorsum
pedis(+)
Move: Gerakan
terbatas (+)

Follow up Poliklinik (25 Januari 2017)

12 | P a g e
After Care Patient

After Care Patien (ACP) adalah pelayanan yang terintergritas dengan


meninjau pada lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat
permasalahan yang ada pada pasien dan mengidentifikasi fungsi dalam anggota
keluarga serta memberikan edukasi kepada pasien mengenai gaya hidup sehat.

A. Tujuan
Tujuan dilakukannya after care patient adalah untuk melihat perkembangan
kesembuhan pasien, kontrol pengobatan pasien dan edukasi kepada pasien
mengenai penyakitnya.

B. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga


a. Fungsi Biologis dan Reproduksi
Dari hasil wawancara yang dilakukan. Pasien adalah seorang perempuan
berusia 57 tahun. Pasien tinggal bersama kedua anaknya dan empat
cucunya.
b. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dengan keluarganya baik. Hubungan pasien dengan
tetangganya baik.
c. Fungsi Pendidikan
Pasien tamatan Sekolah Dasar
d. Fungsi Sosial
Pasien tinggal di tempat yang tidak terlalu padat penduduknya. Pasien
jarang mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan rumahnya.
e. Fungsi Religius
Pasien beragama Islam. Sehari-hari mengikuti pengajian.
f. Fungsi Ekonomi
Orang tua pasien bekerja sebagai wiraswasta, pasien termasuk kalangan
mampu.

13 | P a g e
C. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
a. Faktor Perilaku
Jika ada anggota keluarga yang sakit, pasien dan keluarga langsung
berobat ke klinik dekat rumah.
b. Faktor non-Perilaku
Sarana kesehatan tidak begitu jauh dengan rumah. Akses jalanan ke
rumah pasien sudah baik dan terdapat angkutan umum sehingga untuk ke
sarana kesehatan (Puskesmas) dapat ditempuh baik dengan kendaraan
pribadi ataupun angkutan umum.

D. Diagnosis Fungsi Keluarga


a. Fungsi biologis
Pasien berusia 57 tahun fraktur tertutup Tibia 1/3 Distal sinistra.
b. Fungsi psikologis
Hubungan pasien dengan keluarga baik.
c. Fungsi sosial budaya
Pasien dapat bersosialisasi dengan masyarakat dengan baik.
d. Faktor perilaku
Apabila ada anggota keluarga yang sakit, pasien berobat ke sarana
kesehatan terdekat.
e. Faktor non-perilaku
Sarana kesehatan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal.

E. Risiko, Permasalahan dan Perencanaan Kesehatan Keluarga


Risiko/masalah Rencana Pembinaan Sasaran
kesehatan
Close Fracture Tibia Edukasi mengenai Pasien dan keluarga
1/3 Distal sinistra. penyakit pasien
Edukasi untuk
menggerakkan
jari-jari kaki kiri
serta latihan
menapakkan kaki
dengan beban
bertahap

14 | P a g e
Edukasi kepada
Anak pasien yang
tinggal 1 rumah
untuk mengontrol
pasien minum
obat dan
membantu
pergerakan pasien
Edukasi untuk 4
minggu ini jangan
terlalu aktif
pergerakan kaki
kiri pasien
Edukasi
mengenai
prognosis
penyakit dan
waktu
penyembuhan
penyakit.

F. Denah Rumah Pasien

Kmr
Mandi
Dapur

Kmr
T Meja
S makan tidur
15 meter

R.Kel Kmr tidur

R. tamu
Kmr tidur

Gambar 8 Denah Rumah Pasien

10 meter 15 | P a g e
G. Profil Tempat Tinggal Pasien
a. Alamat rumah: Treko, Mertoyudan
b. Rumah berukuran 15x10m
c. Dinding terbuat dari tembok dan di cat warna hijau
d. Atap terbuat dari genting kemudian langit langit ditutup dengan plafon
e. Lantai menggunakan keramik dan
f. Terdiri atas satu ruang tamu yang gabung dengan ruang TV, tiga kamar
tidur, satu dapur, satu WC dan satu ruang untuk sholat, parkiran mobil,
dan sebuah warung makanan.
g. Pergerakan udara didalam rumah dapat mengalir bebas karena ventilasi
udaranya cukup banyak
h. Cahaya dapat masuk ke dalam rumah

H. Kesimpulan Pembinaan Keluarga


1. Tingkat Pemahaman
Pemahaman terhadap edukasi yang diberikan cukup baik
2. Faktor Penyulit
Tidak ada kesulitan
3. Indikator Keberhasilan
Pasien sadar akan kesehatan dan kebersihan,
Pasien dapat menggerakkan perlahan tangan kanannya
Pasien rutin meminum obat
Pasien kontrol ke rumah sakit untuk penyakitnya.

16 | P a g e
I. Dokumentasi

17 | P a g e
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. FRAKTUR
II. 1. 1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang
menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat trauma
bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur penderita.

II.1.2. Penyebab Fraktur


Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang
terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung,
tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

2. Fraktur kelelahan atau tekanan


Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal,
terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik

18 | P a g e
pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu
dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau
merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang
paling lazim.

II.1.3. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya
rusak.Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah
hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat
tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya.
Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat
yang disebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil
tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patah tulang,
yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase
ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium
pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang
menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase
jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut
dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian
juga tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah
menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar
tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium
hingga tidak terlihat pada foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan
atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang.

19 | P a g e
II.1.4. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1. Rotasi pemendekan tulang
2. Penekanan tulang
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Ekimosis dari perdarahan subcutaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan)
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi

II.1.5. Klasifikasi
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur
terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1. Derajat I
a) Luka kurang dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan

20 | P a g e
d) Kontaminasi ringan
2. Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi

2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:


a. Fraktur complete, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur incomplete, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


trauma, fraktur terbagi menjadi :
1) Fraktur transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
3) Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
5) Fraktur avulsi : fraktur yang diakibatkan karena tarikan atau traksi otot
pada insersi nya pada tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah


1) Fraktur kominutif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan

21 | P a g e
3) Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang


A. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periostium masih utuh
B. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas :
- Dislokasi ad longitudinem cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping)
- Dislokasi ad axim( pergeseran yang membentuk sudut)
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menajauh)

6. Berdasarkan posisi fraktur :


1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
7. Fraktur kelelahan : faktur akibat tekanan yang berulang- ulang
8. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu :
Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.

II.1.6. Pemeriksaan diagnostik

22 | P a g e
Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan rontgent : menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ luasnya trauma
b. Scan tulang, CT scan : memperlihatkan fraktur dan untuk mengidentifikasi
jaringan lunak
c. Hitung darah lengkap : Hb menurun/ meningkat
d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera

II.1.7. Komplikasi
a. Komplikasi segera (immediate) : Komplikasi yang terjadi segera setelah
fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri
atau perlukaan kulit.
b. Early Complication : Dapat terjadi seperti osteomielitis, emboli, nekrosis,
dan syndrome compartemen.
c. Late Complication : Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara
lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu
(malunion).

II.2. FRAKTUR TIBIA


II.2.1. Anatomi
Pengetahuan mengenai topografi dan struktur anatomi dari tungkai bawah
merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk rencana operasi atau
penatalaksanaan pada extremitas.tungkai bawah terdiri atas 3 kompartemen.

23 | P a g e
Gambar 1. Potongan melintang tungkai bawah

A. Kompartemen Anterior
Terdapat 4 otot utama dari kompartemen anterior :
Musculus Tibialis anterior
Musculus Extensor digitorum longus
Musculus Extensor digitorum brevis
Musculus Fibularis (peroneus tertius)
Kompartemen ini berfungsi sebagai dorsoflexor sendi pergelangan kaki
dan jari-jari kaki. Arteri tibialis anterior mendarahi struktur-struktur dalam
compartinumentum anterius. Arteri tibialis anterior dan nervus peroneal masuk ke
dalam otot dan normalnya terlindungi dari cedera. Cabang arteri terminal arteri
poplitea lebih kecil, arteri ini akan berakhir di sendi pergelangan kaki,
pertengahan antara kedua maleolus dengan beralih menjadi arteria dorsalis pedis.

B. Kompartemen Lateral
Kompartmen lateral terdiri dari 2 otot, Perineous Brevis dan Perineous
Longus yang berfungsi untuk plantar fleksor dan evertor dari kaki. Otot tersebut
berinsersio dari bagian proksimal dan tengah dari fibulla maka fibula akan
terlindungi dari trauma langsung. Nervus peroneal berjalan di antara musculus
peroneal dan extensor digitorum longus.

24 | P a g e
Gambar 2. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak anterior dan
lateral
C. Kompartemen Posterior
1. Superficial posterior compartment
Terdiri dari musculus gastrocnemius (gerak articulatio genu dan
juga pda sendi pergelangan kaki), soleus (dibagian 1/3 distal), popliteus

25 | P a g e
(plantar flexi) dan plantaris (tidak ada fungsi yang signifikan).
Kompartmen ini penting untuk plantar flexi.
2. Deep posterior compartment
Kelompok otot pada kompartmen ini adalah musculus popliteus,
flexor hallucis longus, flexor digitorum longus, tibialis posterior.
Mempunyai 2 arteri besar, arteri peroneal dan tibialis posterior.

Gambar 3. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak posterior

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris.


Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke

26 | P a g e
proksimal untuk membentuk articulation genu dan ke distal terlihat semakin
mengecil.

Gambar 4. Anatomi Os Tibia dan Fibula

Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyangga berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput
fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung
atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada
ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut plateau
tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis
femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies
articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan
posterior; di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.

27 | P a g e
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis
circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior
condylus medialis terdapat insertio m.semimembranosus.
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan
mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta
facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan
membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas
tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae.
Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleolus
medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan
untuk membrane interossea. Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea
oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat
permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus, ujung bawah memanjang ke
bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari
malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan
ligamenta penting yang melekat pada tibia.

II.2.2. Insiden
Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia
lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III,
fraktur terbuka dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda,
mekanisme trauma yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor.Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut prevalensi cenderung
lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon.
Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang
diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah.
Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.

28 | P a g e
II.2.3. Etiologi
Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat yang tertentu.
Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.

II.2.4. Patofisiologi
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan
darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi
didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi
menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang
merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi
fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari
fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan
fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang
melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur.
Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik
untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami
remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast
tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang
sementara.

II.2.5. Mekanisme Cedera


Ada 5 penyebab tersering yang menyebabkan fraktur pada bagian batang
dari tibia, yaitu jatuh, cedera olahraga, trauma langsung, kecelakaan lalu lintas dan
tembakan senjata.
Cedera yang sering terjadi akibat dari cedera torsional atau terpuntir,
biasanya pada pemain ski yaitu dengan trauma berenergi rendah dimana bertumpu

29 | P a g e
pada kaki dan badannya terputar dan terfiksirpada tumpuan tersebut, biasanya dari
pemeriksaan radiologinya menunjukan hasil fraktur spiral,derajatnya tergantung
dari energi dari trauma tersebut. Pada anak anak juga sering terdapat cedera
pemuntiran dapat menyebabkan fraktur spiral pada tibia tanpa fraktur fibula.
Fraktur dengan tibia isolated atau fibula yang intak sering pada pemain
sepak bola, mekanisme traumanya adalah dengan cedera dengan kecepatan rendah
akibat dari rotasi paka dari tibia yang akan menyebabkan OTA tipe A1 di 1/3
distal tulang tibia atau trauma langsung di tackle saat bermain. Pada usia berapa
saja cedera langsung, misalnya akibat tendangan, dapat menyebabkan fraktur
melintang (transversal) atau fraktur yang sedikit oblik pada tibia saja, di tempat
yang terkena.
Cedera berat pada tulang dan jaringan lunak biasanya akibat dari cedera
langsung yang terfokus pada satu area dengan energi yang besar, seperti pada
tergilas oleh mesin industri dan pukulan dengan menggunakan kayu atau tongkat
baseball.
Fraktur fibula yang berhubungan dengan fraktur tibia dapat
memperlihatkan derajat trauma pada pada jaringan lunak dan energi yang
menyebabkan fraktur pada bagian itu.

II.2.6. Klasifikasi Fraktur Tibia


Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.
Variabel penting pada fraktur dalam mengklasifikasikan fraktur tibia adalah
Lokasi anatomi
Pola fraktur atau pola garis fraktur
Bersamaan dengan cedera fibula
Posisi dan jumlah fragmen
Kerusakan jaringan lunak yang luas

1. Fraktur Kondiler Tibia


Mekanisme trauma

30 | P a g e
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada
medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat
kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki
bagial lateral dengan gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur
depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur
didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang lebih besar,
jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih
besar (varus).
Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa
menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien
dengan osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding
robekan ligamen atau meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia
intrakondiler dapat fraktur bersama robekan ligamen krusiatum sebagai akibat
hiperekstensi atau gaya memutar.

Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi
Schatzker.
I : Fraktur split kondiler lateral
II : Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat.
Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser
apabila depresi melebihi 4 mm.

31 | P a g e
Gambar 5. Klasifikasi Fraktur Kondiler Tibia menurut Schatzker

Gambar 6. Klasifikasi Fraktur Kondiler

Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan
nyeri serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya
pasien tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan
nyeri pada proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas.Dokter
perlu menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah
karena cedera neovaskular, ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi
pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu
diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi
atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur terbuka.

32 | P a g e
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.
Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk
pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera,
pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan
stress varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi
penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai
melalui tes Lachman.
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling
lutut.Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai
fraktur kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen
kollateral lateral dan meniscus medial. Ligamen crusiatum anterior dapat cedera
pada fraktur salah satu kondiler.Fraktur kondiler tibia, terutama yang ekstensi
frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada sindroma kompartmen
akut akibat perdarahan dan edema.

2. Fraktur Diafisis Tibia


Mekanisme trauma
Seperti fraktur pada umumnya, fraktur pada diafisis bisa di klasifikasikan
dengan berbagai cara, secara tradisional pada dokter bedah biasanya membagi
berdasarkan jenis fraktur, terbuka atau fraktur tertutup dan berdasarkan lokasi,
bagian atas, tengah atau 1/3 bawah dari tulang.
Dokter bedah lain berpendapat bahwa prognosis dari fraktur tersebut
tergantung dari keterlibatan fibula, atau dari pergeseran yang terlihat dari foto
radiologi anteroposterior dan lateral. akhir akhir ini banyak yang
mengklasifikasikan fraktur berdasarkan derajat kerusakan jaringan lunak dan
morfologi dari fraktur.
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi
akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas
antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan
sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat
terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

33 | P a g e
Gambar 7. Fraktur diafisis tibia

Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para
dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan
dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.

Klasifikasi OTA
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia
berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan
kompleks. Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
A. Tipe simple
B. Tipe wedge
C. Tipe kompleks

34 | P a g e
OTA Tipe A OTA Tipe B

OTA Tipe C

35 | P a g e
Gambar 8. Klasifikasi Fraktur Diafisis menurut OTA

Group A1 Spiral fractures

A1.1 Intact fibula

A1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

A1.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group A2 Oblique >30 degrees

A2.1 Intact fibula

A2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

A2.3 Tibia and fibula fractures at same level

36 | P a g e
Group A3 Transverse <30 degrees

A3.1 Intact fibula

A3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

A3.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B1 Intact spiral wedges fractures

B1.1 Intact fibula

B1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

B1.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B2 Wedges bending fractures

B2.1 Intact fibula

B2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

B2.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B3 Comminuted wedges fracture

B3.1 Intact fibula

B3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

B3.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group C1 Spiral wedges fractures

C1.1 Two intermediate fragments

C1.2 Three intermediate fragments

37 | P a g e
C1.3 More than three intermediate fragments

Group C2 Segmental fracture

C2.1 One segmental

C2.2 Segmental fragment and additional wedges


fragment

C2.3 Two segmental fragment

Group C3 Comminuted fracture

C3.1 Two or three intermediate fragments

C3.2 Limited comminution

C3.3 Extensive comminution

Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering
ditemukan deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma
kompartemen bisa muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu
pemeriksaan serial dan perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera.
Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor, paralysis, paresthesia,
pulselessness.

Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle.Dengan
pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada
transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada
tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja.Juga dapat ditentukan apakah
fraktur bersifat segmental.Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan
lateral.CT tidak diperlukan.

38 | P a g e
Pengobatan
Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan
konservatif dengan pemakaian gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit fleksi.
Operasi dilakukan apabila ada indikasi seperti fraktur terbuka, malunion atau
nonunion yang sangat jarang ditemukan.
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak
ada angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan
koreksi setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral,
imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin
diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan
pada tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah
pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.

2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi
konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan
operatif adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler,
atau pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna.
Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah
infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah
(sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada nervus peroneal

39 | P a g e
komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan
pergerakan sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.

3. Fraktur Distal Tibia


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang
diikat dengan ligamen.Dahulu, fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur
Pott.

Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi
dalam beberapa macam trauma.
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang
bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada
ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat
oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa
hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari
beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi
fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen
medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat
dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan
robekan diastesis.

Klasifikasi

40 | P a g e
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan
pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana,
menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting
dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap
sindesmosis tibiofibular.

Gambar 9. Mekanisme trauma pada fraktur maleolus

Klasifikasi terdiri atas :


Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular
bagian depan
Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia
disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi
robekan pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur
Duouytren.

Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

41 | P a g e
Gambar 10. Klasifikasi menurut Danis-Weber

Gambar 11. Klasifikasi Fraktur Distal Tibia

Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah
pada daerah tulang atau pada ligamen.

II.2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
- Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan
jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan
mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.

42 | P a g e
- Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada
trauma alat-alat dalam yang lain.
- Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta
obat-obat anti nyeri.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive,


prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :
1. Recognition (Diagnosis dan Penilaian Fraktur)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan :
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction (Reduksi fraktur apabila perlu)
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan
sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi
seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

43 | P a g e
Penatalaksanaan pada fraktur tibia tergantung pada:
- Lokasi fraktur
- Displacement (pergeseran)
- Alignment
- Assosiated injury
- Kondisi jaringan lunak sekitarnya

1. Terapi tertutup
Dilakukan pada trauma dengan energi rendah, displace yang minimal,
fraktur tibia yang isolated dapat digunakan long leg cast dan progressive weight
bearing. Cast ini dipasang dengan posisi lutut flexi 00 - 50dan mobilisasi weight
bearing secepatnya. Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5 hari
untuk untuk manajemen nyerinya lalu dilanjutkan dengan berjalan menggunakan
tongkat sampai akhirnya full weight bearing pada 2-4 minggu.

Terapi dengan bearing cast ini dikontraindikasikan pada fraktur dengan


deformitas berupa shortening dan adanya angulasi, dan angulasinya bertambah
setelah di cast.

2. Reduksi tertutup
Untuk terapi fraktur tibia dengan sedikit atau tanpa pergeseran dapat
dilakukan reduksi tertutup dibawah analgetik atau anastesi. Posisi pasien di meja

44 | P a g e
operasi dengan kaki tergantung dengan lutut fleksi untuk merelaksasikan otot
gastrocnemius dan soleus dan dapat di traksi dengan gravitasi. Setelah itu kaki
dibersihkan untuk mencegah selulitis lalu dipasang cast.
Setelah cast terpasang, dilakukan xray, bila pergseran fraktur minimal,
tidak ada penyulit pasien diperbolehkan pulang. Pasien dilatih untuk program
quadriceps isometric dan pasien diberitahu cara untuk non weight bearing
program dan dianjurkan untuk check-up 2-4 hari kemudian.
Pada low energy fraktur lebih baik dilanjutkan dengan weight bearing
yang lebih awal, pasien diinstruksikan dengan quadriceps isometrics dan kaki
diluruskan ke atas selama minggu awal.

3. Fiksasi external
Fiksasi external digunakan untuk fraktur terbuka tetapi ada juga yang
mengajurkan untuk fraktur tertutup.Fiksasi internal ini menggunakan titanium
atau stainlees stail. Peran dari external fiksasi ini telah berkembang bukan hanya
digunakan untuk terapi subakut pada fraktur dengan bone loss tetapi hasil yang
baik juga terhadap nonunion fracture, infected nonunion.
External fiksasi di indikasikan pada fraktur tertutup yang tertutup dan
fraktur tertutup dengan komplikasi oleh kompartemen sindrom dan kegagalan
sensasi. Telah dilaporkan dari 250 orang pasien dengan fraktur terbuka dan
tertutup dapat ditangani dengan menggunakan fiksasi eksterna dilanjutkan dengan
3-6 minggu weight bearing dengan long leg cast.
Rehabilitasi:

45 | P a g e
Untuk fraktur yang stabil 6 minggu pertama, partial weight bearing
menggunakan tongkat, 10 15 kg.tetap lakukan exercise dari sendi- sendinya.
Selama 6 minggu -3 bulan apabila stabil dan membaik secara kinis dan radiologi
maka weight bearingnya dapat ditambahkan sesuai toleransinya.

4. Fiksasi internal
a. Plat dan screw
Diindikasikan untuk fraktur dengan displace dari intraartikular fraktur
dan fraktur dari metafisis juction dari pergelangan kaki dan tungkai bawah.
Malunion dan nonunion juga merupakan indikasi lain.
Telah dilaporkan 97% fraktur tibia yang tertutup dengan plat
mengalami perbaikan, untuk komplikasi infeksinya kurang dari 1%.

b. Intramedulary nailing
Metode terapi alternatif lain pada fraktur shaft tibia tertutup adalah
dengan intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.

46 | P a g e
Rehabilitasi:
Menggunakan long leg cast 0 6 minggu sampai fraktur union secara
klinis. Partial weight bearing 12 25kg pada awal dengan menggunakan tongkat.
Range of motion exercise. Pada minggu ke 6 minggu ke 12 pada fraktur yang
stabil latihan dari otot gastrocnemius setelah itu dilanjutkan dengan full weight
bearing.

II.2.7. Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi
fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma
semula,namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi
yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.

II.2.8. Kesimpulan
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada
tibia.Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan
pergelangan kaki. Fraktur pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya
penanganannya juga tidak sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan jika terjadi fraktur. Selain itu,
pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari
kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.

47 | P a g e
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, dimana fraktur tersebut


dibagi menjadi fraktur tertutup dan terbuka.Diagnosis fraktur ditegakkan dengan
melakukan anamnesis secara menyeluruh, disertai dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.

Anamnesa
Pada kasus Sdr. AN, pasien datang dengan post terjatuh, dari hasil
anamnesa didapatkan keluhan nyeri pada kaki kirinya saat digerakkan.
Sebelumnya pasien mengalami trauma, yaitu terjatuh saat menjalani latihan, saat
itu pasien sedang mendaki dan kemudian terperosok ke jurang dengan kedalaman
sekitar 2 meter, lalu kaki kiri pasien sebagai tumpuan saat terjatuh. Pasien terjatuh
6 hari SMRS.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status generalis tidak didapatkan gangguan.
Pada pemeriksaan status lokalis regio cruris sinsitra
Look : Tampak region cruris sinistra swelling dan kemerahan. Tidak
tampak deformitas. Vulnus Laceratum (-), Sianosis ().
Feel : nyeri saat digerakkan (+), nyeri tekan (+),pulsasi a. dorsalis pedis
(+), akral hangat (+), sensasi (+), capp refill (< 2)
Move : gerakan aktif dan pasif terbatas, nyeri saat digerakkan

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini dicurigai adanya fraktur regio
cruris sinistra ataupun trauma muskuloskeletal lainnya di regio tersebut. Dari
mekanisme trauma yang terjadi kemungkinan adalah trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek. Untuk memastikan
apakah pada pasien ini mengalami fraktur atau tidak, diperlukan pemeriksaan
penunjang yaitu foto rontgen regio cruris yang dikeluhkan, yaitu bagian sinistra.

48 | P a g e
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil foto rontgen regio cruris sinistra didapatkan adanya terdapat
diskontinuitas tulang (fraktur) os Tibia Sinistra 1/3 Proksimal komplit dengan
garis fraktur tranvesal serta aposisi dan alignment baik.

Assessment
Closed Fracture 1/3 Diafisis Tibia Proksimal Sinistra (Isolated)

Penatalaksanaan
Sesuai dengan teori sebelumnya yang mengatakan bahwa penatalaksanaan
yang dilakukan pada faktur adalah mempertimbangkan terlebih dahulu terapi
konservatif, apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan terapi konservatif, baru
dipikirkan penatalaksanaan secara operatif.
1. Pada pasien ini pertama-tama dilakukan recognition (Diagnosis dan Penilaian
Fraktur). Pada pasien ini diketahui bahwa terdapat Closed Fracture 1/3
Diafisis Tibia Proksimal Sinistra (Isolated).
2. Reduction (Reduksi fraktur apabila perlu)
Pada pasien ini dilakukan closed reduction, karena dari hasil rontgen cruris
sinistra didapatkan bahwa alignment dan aposisi os tibia baik, dengan
pergeseran sedikit os tibia. Closed reduction dilakukan di ruang operasi
dengan menggunakan anestesi dengan tujuan tetap mengutamakan
kenyamanan pasien, agar selama proses reduksi tidak terasa nyeri.
3. Retention
Setelah dilakukan closed reduction dilakukan imobilisasi fraktur, dengan
metode konservatif berupa reduksi fraktur. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Pada pasien ini dilakukan pemasangan long leg cast yang berjalan mulai
dari bagian tengah paha sampai metatarsal. LLC ini diindikasikan untuk
fraktur tertutup dan nondisplacement fracture, pasien dengan usia muda sesuai

49 | P a g e
dengan keadaan sdr.AN. Cast ini dipasang dengan posisi lutut flexi 100-1 50 ,
fleksi ankle 900 , dan mobilisasi weight bearing secepatnya.

4. Rehabilitation
Tujuan dari rehabilitasi adalah mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimal mungkin. Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5
hari untuk untuk manajemen nyerinya lalu dilanjutkan dengan berjalan
menggunakan tongkat sampai akhirnya full weight bearing pada 2-4 minggu.
Pada hari ke-2 post pemasangan LLC pasien sudah berlatih mobilisasi,
yaitu berjalan dengan bantuan dua kruk. Alasan memulai mobilisasi pada hari
ke-2 post pemasangan LLC ini salah satunya adalah cast yang sudah benar-
benar kering.
Untuk evaluasi keadaan fraktur dilakukan monitoring dengan radiografi
berupa foto rontgen untuk mengetahui apakah alignmentnya adekuat, sekitar
6-8 minggu setelah pemasangan cast. Selain itu juga dievaluasi apakah ada
tanda-tanda pemasangan cast yang terlalu ketat atau terlalu longgar. Karena
pemasangan cast yang terlalu ketat dapat mengakibatkan rasa nyeri, kekakuan
sendi, bahkan kompartemen sindrom.

50 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Alexa. Ilmu bedah fraktur terbuka. Available from : www.bedahugm.net/frakturterbuka

Apley, A Graham. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur, Edisi 7. 1995. Jakarta: Widya
Medika
Buckley R., Panaro CDA. General principles of fracture care. Available from :
http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-
Care.htm
Brian K Konowalchu, 2012, tibial shaft fracture,
http://emedicine.medscape.com/article/1249984-overview#a0103 diakses pada
tanggal 02 Febuari 2017
Kahlon I. A., Hanif A. & Awais S. M., 2004, Analysis of emergency care of trauma
patients with references to the type of injuries, treatment and cost, Departement of
Orthopedics, General Hospital, Lahore, ANNALS Volume 16, No.1, Jan-Mar,
2010
Moore, Keith L. Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta: Hipokrates
Prof. Chaerudin Rasjad MD, PhD. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi Kedua. Jakarta.
Rockwood,Green. Fractures in Adults. Vol2. Edisi keempat. United States. Lippincott
Raven,
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.
Roshan A., Ram S., 2008. The neglected femoral neck fracture in young and adult :
Review of a challenging problem (review), Clinical Medicine & Research Volume
6, Number 1:33-39, Available from: clinmedres.org [Accessed: 2017, 26 January
2012]
Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The
McGraw-Hill Companies.

51 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai