Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

EFUSI PLEURA

Dibuat sebagai Tugas Dokter Internship RSUD dr. Hadrianus Sinaga

Disusun oleh:
Nama : dr. Hariansyah
dr. Noviyanti Justisia
dr. Puji Lestari
dr. Nadya Wulandari
dr. Betzeba Pratiwi
Wahana : RSUD dr. Hadrianus Sinaga
Periode : 18 November 2022 – 18 Mei 2023

Pendamping:
dr. Rotua Basaria Sitanggang

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD DR. HADRIANUS SINAGA
KABUPATEN SAMOSIR
2022-2023
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Martin Pangaribuan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 06-08-1945 / 77 Tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta
RM : 10.61.08
Tanggal Masuk : 20-01-2023

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas memberat sejak 1 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak yang dirasakan
memberat sejak1 jam yang lalu. Pasien sudah merasakan sesak sejak 2
minggu yang lalu semakin lama semakin memberat. Sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Sesak bertambah bila pasien
berbaring terlentang, dan pasien terasa lebih nyaman tidur dengan 2 bantal.
Pasien juga ada mengeluh batuk berdahak, berwarna kekuningan sejak 2
minggu terakhir. Pasien ada riwayat demam 1 hari sebelum pasien dibawa
ke IGD, kemudian demam hilang timbul, saat ini pasien tidak demam.
Riwayat batuk sudah lama dan hanya sesekali, riwayat batuk berdarah tidak
ada, riwayat penggunaan OAT tidak ada. Nafsu makan berkurang. BAB
dan BAK tidak ada keluhan. Sebelumnya pasien sudah dirawat dengan
keluhan yang sama. Menurut pengakuan pasien dirawat inap sebelumnya.
Pasien merupakan perokok aktif sejak usia muda, dan peminum alkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kontak dengan penderita TB disangkal. Riwayat trauma disangkal,


Riwayat HT disangkal, riwayat DM disangkal, riwayat jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat sebelumnya.

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1 Pemeriksaan Tanda Vital (Vital Sign)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, menggunakan otot
bantu napasKesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 138/86 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 370C
Saturasi : 78% Room Air
Sikap Tubuh : Duduk

1.3.2 Status Generalis


1. Kulit

1) Warna : Kecoklatan
2) Turgor : Cepat kembali
3) Sianosis : (-)
4) Ikterik : (-)
5) Edema : (-)

2. Kepala

1) Bentuk : Oval, simetris, normocephall


2) Rambut : Hitam, sukar dicabut
3) Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), pucat (-), keringat (-)
4) Mata : Pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), reflek cahaya
(+/+), pupil isokor 3mm/3mm
5) Telinga : Dalam batas normal, serumen (-/-)
6) Hidung : Sekret (-). Napas Cuping Hidung (+)
7) Mulut : Dalam batas normal
a. Bibir : Bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)
b. Lidah : Tremor (-). hiperemis (-)
c. Tonsil : Hiperemis (-/-), T1-T1

3. Leher

1) Inspeksi : Simetris, retraksi (-), jejas (-), tumor (-), deviasi trakea (-)
2) Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-),distensi vena jugularis (-)
4. Toraks (anterior-posterior) – Paru-paru
1) Inspeksi : Normochest, dinding dada simetris kanan dan kiri,
retraksi supraklavikular-interkostal (+), penggunaan otot bantu
napas(+).
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), pergerakan dinding dada (statis-
dinamis)
simetris kanan dan kiri, dada kiri tertinggal, stem fremitus pinggang
kanan dan kiri menurun.
3) Perkusi : Sonor dikedua lapang paru.
4) Auskultasi : Vesikuler pada seluruh lapangan paru namun
melemah pada bagian pinggang, rhonki ada di seluruh lapangan
paru, wheezing ada di lapangan paru bagian kedua apex.
5. Jantung

1) Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat


2) Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal dextra
3) Perkusi : Batas jantung tidak jelas.

4) Auskultasi : Bunyi jantung I > bunyi jantung II, regular, tidak


terdapat murmur(-) dan gallop(-).
6. Abdomen
1) Inspeksi : Simetris, tidak terdapat distensi, dinding perut
tampaknormal (tidak ada sikatrik dan pelebaran vena), tidak tampak
pergerakan pada dinding perut.
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba
3) Perkusi : Suara timpani di seluruh lapangan abdomen,
peranjakan batas paru-hati relatif-absolut sebesar dua jari,
undulasi (-), shifting dullness (-).
4) Auskultasi : Peristaltik usus normal

7. Ekstremitas
1) Superior : edema pada tangan kanan dan tangan kiri
tidak ada,pucat dan kebiruan pada tangan kanan dan tangan kiri
tidak ada.
2) Inferior : edema pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada,
pucat dan kebiruan pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan laboratorium darah rutin, pemeriksaan analisa cairan pleura,
pemeriksaan mikrobiologi cairan pleura, dan pemeriksaan radiologi , yaitu
foto thoraks.
1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin ditunjukkan pada tabel
berikut:
Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin

Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal


Hb 14,2 12,0-16,0 gr/dl
Ht 40,9 35-50 %
Leukosit 13.200 5000-10.000/mm3
Eritrosit 4,68 4,2-5,4 jt/µL
Trombosit 196.000 150.000-450.000/mm3
Gula Darah Sewaktu 118 <140 mg/dl

1.5 Diagnosa Kerja:


- Efusi pleura bilateral ec Pneumonia dd susp. Tuberkulosis

1.6 Penatalaksanaan:
Farmakologi:
- Inj Ceftriakson 1gr
- Inj Furosemid 1 amp
- Inj Dexamethason 2 amp
- Inj Omeprazole 40mg
- Inj Ranitidine 1 amp
- Nebu Combivent+2cc NaCl 0,9%
- Nebu Pulmicort+2cc NaCl 0,9%
- Erdopec Sirup 3xcth I
- Salbutamol 3x2mg
- Azhitromycin 1x500mg
Non Farmakologi :
- IVFD Asering 20tpm/jam
- O2 NRM 15L/menit
- Pasang cateter urin
Rencana tindakan
- Cek TCM Dahak

1.7 Prognosis
Quo Ad vitam : Dubia ad bonam Quo Ad functionam :
Dubia ad bonam Quo Ad sanactionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal di dalam cavum
pleura yang terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun
karena adanya penurunan absorbsi cairan dari permukaan pleura.1 Cairan
abnormal yang terakumulasi di dalam cavum pleura dapat berasal dari
berbagai sumber, antara lain; robeknya pembuluh darah dan pembuluh
limfe, ekstravasasi yang berasal dari kapiler paru, fistula dari cavum
peritoneum, dan hasil sisa infeksi berupa pus.1,5
Efusi pleura masif adalah akumulasi cairan abnormal pada cavum
pleura dengan jumlah besar, yakni > 50% pada gambaran radiologis dan
atau memiliki volume diatas 600 cc.1 Efusi pleura tuberkulosa adalah
efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis akibat infeksi
Mycobacterium tuberculosis yang disebut juga sebagai pleuritis
tuberkulosa (pleuritis TB). Infeksi TB paru primer menyebabkan
peradangan pada pleura yang dapat menyebar dan meluas hingga
menimbulkan efusi pleura sebagai komplikasi.2,8

2.2 Epidemiologi
Tingkat kejadian efusi pleura mencapai 320 per 100.000 penduduk di
negara-negara industri dan penyebaran etiologi berhubungan dengan
prevalensi penyakit yang mendasarinya.3 Insidensi di Amerika Serikat
mencapai 1,5 juta orang setiap tahunnya.4 Sementara itu, di Indonesia
tingginya insidensi berbagai kasus infeksi menjadi faktor resiko yang paling
signifikan dalam menyumbang insidensi kasus efusi pleura. Efusi pleura
tuberkulosa di Indonesia memiliki angka kejadian 9,7 sampai 46% dari
seluruh kasus tuberkulosis. Penyakit infeksi yang paling sering mendasari
terjadinya efusi pleura adalah tuberkulosis. Indonesia menempati urutan ke-
3 di antara negara-negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi di dunia
dengan kasus efusi pleura sebagai komplikasinya mencapai 30,26% pada
rerata usia 21-30 tahun.5
Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian
yang utama, khususnya di negara-negara berkembang sehingga TB
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.
Hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis. Setiap tahunnya, Indonesia memiliki ± 250.000 kasus baru
dengan ± 140.000 kematian akibat TB. Selain menyerang jaringan paru, TB
sering bermanifestasi ke organ-organ lain (TB ekstra paru). Organ yang
sering terlibat, yaitu limfonodi, pleura, hepar, dan organ gastrointestinal
lainnya, organ genitourinarius, peritoneum, dan perikardium. Angka
kejadian TB ekstra paru berkisar antara 9,7 sampai 46% dari semua kasus
TB.10,11

2.3 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan, yaitu2,3,7
2.3.1 Transudat
Transudat adalah terbentuknya cairan pada satu sisi pleura yang
melebihi proses reabsorpsi cairan tersebut pada sisi pleura lainnya
akibat dari ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik
dengan tekanan
onkotik. Hal ini biasa terjadi pada kasus:
2.3.1.1 Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2.3.1.2 Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
2.3.1.3 Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
2.3.1.4 Menurunnya tekanan intra pleura
Efusi pleura transudativa biasanya disebabkan oleh penyakit non-
paru, antara lain; gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena
cava superior, dan asites pada sirosis hati. Transudat umumnya tidak
berwarna (jernih).
2.3.2 Eksudat
Eksudat adalah cairan yang terbentuk melalui membran kapiler
abnormal yang permeabel dan berisi protein berkonsentrasi tinggi.
Hal ini terjadi akibat proses peradangan yang meningkatkan
permeabilitas pembuluh darahpleura sehingga sel mesotelial berubah
bentuk menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke
dalam rongga pleura. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
umumnya berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein
dari saluran getah bening ini (misalnya pada kasus efusi pleura
tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura eksudativa
biasanya tidak hanya disebabkan oleh penyakit paru, seperti; infeksi
(tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, dan
karsinoma bronkogenik, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi lain
yang letaknya berdekatan dengan paru-paru, seperti abses intra-
abdominal dan perforasi esofageal. Pada efusi pleura eksudativa
sering ditemukan sel-sel peradangan, seperti sel polimorfonuklear
dan jaringan nekrotik. Eksudat dapat tidak berwarna (jernih), keruh,
atau berdarah.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan
pleura.Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga
kriteria berikut ini:
• Protein cairan pleura/protein serum > 0,5
• LDH cairan pleura/cairan serum > 0,6
• LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH
yang normal di dalam serum
Efusi pleura tuberkulosa (pleuritis TB) biasanya bersifat eksudatif
dan limfositik.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada etiologinya yang
dapat mempengaruhi keseimbangan antara cairan dengan protein di dalam
rongga pleura.7 Sebelum memahami mekanisme efusi pleura tersebut,
sangat penting untuk mengetahui fisiologi dari cairan pleura terlebih
dahulu.
Pleura terdiri atas suatu lapisan parietal yang menerima darah dari
arteri sistemik dan lapisan viseral yang menerima darah dari sistem arteri
pulmonalis. Diantara kedua lapisan pleura tersebut terdapat cairan pleura
yang berfungsi untukmelicinkan dan mengurangi gesekan pleura parietal
dan viseral selama gerakan nafas terjadi. Cairan pleura dalam keadaan
normal dibentuk melalui proses filtrasi di pembuluh darah kapiler sebanyak
10-20 cc per hari. Cairan pleura akan selalu diproduksi dalam jumlah tetap
apabila terdapat keseimbangan antara proses produksi oleh pleura viseralis
dengan proses reabsorpsi oleh pleura parietalis dan sistem limfatik. Proses
produksi dan reabsorpsi tersebut terjadi melalui proses pertukaran pada
dinding kapiler.2,12,13,14
Proses pertukaran pada dinding kapiler terjadi dalam dua cara, yaitu
difusi pasif menuruni gradien konsentrasi yang merupakan mekanisme
utama untuk pertukaran zat-zat terlarut dan bulk flow yang merupakan
mekanisme untuk menentukan distribusi volume cairan ekstra seluler
(CES) antara kompartemen vaskular (plasma) dengan cairan interstisium
sehingga mekanisme bulk flow yang memiliki peranan penting dalam
keseimbangan cairan pleura. Bulk flow adalah proses terjadinya filtrasi
suatu volume plasma bebas protein yang kemudian bercampur dengan
cairan interstisium untuk selanjutnya direabsorpsi kembali.Dinding kapiler
memiliki fungsi sebagai penyaring dengan pori berisi air yang dapat dialiri
oleh cairan plasma. Ketika tekanan di dalam kapiler melebihi tekanandi luar
maka cairan terdorong ke luar melalui pori dalam suatu proses yangdikenal
sebagai ultrafiltrasi. Sebagian protein plasma tetap tertahan di bagian

dalam selama proses ini berlangsung karena efek filtrasi pori (bahan besar
tak larut lemak seperti protein plasma tidak dapat menembus pori yang
berisi air) sehingga filtrat yang dihasilkan adalah suatu plasma bebas
protein. Ketika tekanan di luar kapiler melebihi tekanan di dalam maka
cairan terdorong masuk dari cairan interstisium ke dalam kapiler melalui
pori kembali yang dikenal sebagai reabsorpsi.12,13,14
Terdapat empat gaya yang mempengaruhi perpindahan cairan
melewati dinding kapiler, yaitu
1. Tekanan darah kapiler: tekanan cairan atau hidrostatik yang dihasilkan
oleh darah pada bagian dalam dinding kapiler yang cenderung mendorong
cairan keluar dari kapiler ke dalam cairan interstisium.
2. Tekanan osmotik koloid plasma (tekanan onkotik): tekanan yang
mendorong perpindahan cairan ke dalam kapiler melalui efek osmotik
akibat kadar protein yang lebih tinggi dengan konsentrasi air yang lebih
rendah di dalam kapilerdibandingkan cairan interstisium.
3. Tekanan hidrostatik cairan interstisium: tekanan yang ditimbulkan oleh
cairan interstisium pada bagian luar dinding kapiler yang cenderung
mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.
4.Tekanan osmotik koloid cairan interstisium: tekanan yang mendorong
perpindahan cairan keluar kapiler dan masuk ke dalam cairan interstisium
(jika protein plasma secara patologis bocor ke dalam cairan interstisium)
Oleh karena itu, dua tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar
kapiler adalah tekanan darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan
interstisium, sedangkan tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan
hidrostatik cairan interstisium cenderung mendorong cairan kedalam
kapiler.12,13
Berdasarkan penjabaran diatas, efusi pleura terjadi akibat akumulasi
cairan pleura abnormal yang secara garis besar dapat disebabkan oleh dua
hal, yaitu2
1. Pembentukan cairan pleura yang berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler
(peradangan dan neoplasma), peningkatan tekanan hidrostatik (gagal
jantung kiri), dan penurunan tekanan intrapleura (atelektasis).
2. Penurunan kemampuan reabsorpsi
Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik koloid darah
(hipoalbumin) dan sumbatan pembuluh limfe.
Perjalanan penyakit efusi pleura tuberkulosa dimulai dari adanya
infeksi primer tuberkulosis oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
didapat melalui inhalasi udara yang mengandung droplet nuclei. Bakteri
yang masuk ke dalam saluran pernafasan akan dilawan oleh sistem imunitas
tubuh, yaitu neutrofil dalamwaktu 24 jam pertama. Setelah neutrofil, sistem
imunitas tubuh lainnya yang berperan penting adalah makrofag. Makrofag
yang mefagositosis bakteri akan menghasilkan sitokin, khususnya IL-12
dan IL-18 yang akan merangsang pertumbuhan limfosit T CD4+ untuk
kemudian melepaskan IFN-γ yang penting dalam aktivasi mekanisme
mikrobisid makrofag dan merangsang untuk melepaskan TNF-α yang
diperlukan dalam pembentukan granuloma. Granuloma akan membatasi
replikasi dan penyebaran mikobakteria. Bila bakteri mampu bertahan dari
makrofag maka bakteri akan berkembang biak di dalam sitoplasma
makrofag dan akan membentuk sarang TB pneumonia kecil/afek
primer/fokus (sarang) Ghon. Sarang primer ini dapat menyebar dan
menjalar ke pleura hingga membentuk tuberkel. Tuberkel adalah granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan
banyak inti yang dikelilingi sel-sel limfosit dan jaringan ikat). Tuberkel
yang meluas dapat membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa) karena
proses hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi
makrofag serta akibat aktivitas sitokin dengan TNF nya yang berlebih.
Jaringan keju (jaringan kaseosa) ini dapat pecah hingga membentuk kavitas
yang mengakibatkan bahan perkejuan serta kuman M. TB masuk ke dalam
rongga pleura dan menimbulkan interaksi dengan limfosit T. Interaksi ini
merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan menghasilkan limfokin
yang meningkatkan permeabilitas kapiler pleura terhadap protein sehingga
protein dapat keluar ke interstisial dan mengakibatkan akumulasi cairan
pleura abnormal (efusi pleura).2,7,8,15,16

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari efusi pleura sangat bervariasi dan seringkali
berhubungan dengan proses penyakit yang mendasarinya. Nyeri dada
dikarenakan proses inflamasi pleura (infeksi pleura, mesotelioma, infark
pulmonal). Sesak dapat timbul karena penimbunan cairan dalam rongga
pleura yang akan memberikan kompresi patologis pada paru sehingga
ekspansinya terganggu. Batuk pada efusi pleura mungkin disebabkan oleh
rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang berlebihan, proses
inflamasi, ataupun massa pada paru-paru.16,17,18

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan efusi pleura dapat


menunjukkan beragam interpretasi yang tergantung dari jumlah volume
cairan efusi pleura. Pada umumnya, efusi <300 ml tidak dapat dideteksi dan
tidak menunjukkan interpretasi apapun, sedangkan pada efusi pleura
dengan jumlah cairan >300 ml dapat ditemukan bunyi redup pada perkusi,
penurunan pergerakan pada salah satu dinding dada (gerakan dinding dada
asimetris), melemah sampai hilangnya stem fremitus, penurunan sampai
hilangnya suara pernafasan, dada tampak cembung, dan ruang antar iga
yang melebar dan mendatar.1
Pada pemeriksaan radiologis, dapat dijumpai kelainan parenkim
paru. Bila kelainan paru terjadi pada lobus bawah maka efusi pleura terkait
dengan proses infeksi TB primer dan bila kelainan lobus paru ada dibagian
lobus atas maka kemungkinan besar infeksi yang terjadi berasal dari TB
pasca primer dengan reaktivasi fokus lama. Efusi pleura hampir selalu
terjadi disisi yang sama dengan kelainan parenkim parunya.2,7
Cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari
pada bagian medial. Jumlah Pada foto thoraks posterior anterior (PA),
terdapat gambaran kesuraman pada hemithoraks yang terkena efusi,
konsolidasi homogen dan meniskus, sinus costophrenicus tumpul,
perdorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan, serta
permukaan cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks PA adalah
175-200 ml. Bila cairan kurang dari 200 ml (75-100 ml) dapat ditemukan
gambaran pengisian cairan di sinus costophrenicus posterior pada foto
thoraks lateral. Foto thoraks lateral dapat mengetahui lokasi efusi pleura,
di depan atau di belakang tubuh.7,8

2.6 Penegakkan Diagnosis


2.6.1 Anamnesis
Penting untuk menggali informasi tentang pasien secara menyeluruh
melalui anamnesis, terutama untuk mengetahui faktor resiko penyakit
pasien yang mendasari terjadinya efusi pleura.
2.6.1.1 Keluhan Utama
Umumnya mencakup gejala respiratorik, seperti nyeri dada, sesak,
atau batuk.

2.6.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Penggalian keluhan utama dan penyerta mulai dari; waktu
dimulainya pasien merasakan keluhan, sifat keluhan hilang-timbul
atau menetap, keluhan dipengaruhi oleh waktu, aktivitas, atau posisi
tubuh, lokasi terjadinya keluhan dan lain sebagainya.
2.6.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama, asma, alergi, hipertensi, diabetes, penyakit
jantung,keganasan, dan trauma.
2.6.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien,

riwayat batuk lama dan riwayat penggunaan OAT.


2.6.1.5 Riwayat Penggunaan Obat
Untuk kasus efusi pleura tuberkulosa sangat penting untuk
mengetahui riwayat penggunaan OAT pada pasien.
2.6.1.6 Riwayat Kebiasaan Sosial
Pengkajian terhadap lingkungan tempat pasien beraktifitas sehari-
hari; kelembapan, ventilasi udara, cahaya matahari, kebersihan
lingkungan, dan lain sebagainya.

2.6.2 Gambaran Klinis


2.6.2.1 Gejala Respiratorik
2.6.2.1.1 Batuk
2.6.2.1.2 Sesak nafas
2.6.2.1.3 Nyeri dada
2.6.2.2 Gejala Sistemik
2.6.2.2.1 Demam
2.6.2.2.2 Keringat malam
2.6.2.2.3 Penurunan nafsu makan
2.6.2.2.4 Penurunan berat badan
2.6.2.2.5 Malaise

2.6.3 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan efusi pleura dapat
menunjukkan beragam interpretasi yang tergantung dari jumlah volume
cairan efusi pleura, mulai dari tanpa gejala hingga menimbulkan gejala yang
bermakna, seperti; 2,8,14,15
- Inspeksi : dada tampak cembung dan gerakan dinding dada tampak asimetris.
- Palpasi : salah satu bagian dada tertinggal, melemah sampai
hilangnya stemfremitus, serta ruang antar iga yang melebar
dan mendatar.
- Perkusi : redup hingga pekak (tergantung banyak cairan).
- Auskultasi : penurunan sampai hilangnya suara vesikuler, suara gesekan pleura.
2.6.4 Pemeriksaan Penunjang

2.6.4.1 Apusan dan kultur sputum, cairan pleura, serta jaringan pleura
Efusi pleura tuberkulosa tidak selalu mudah didiagnosis. Diagnosis
pasti dari efusi pleura TB adalah dengan ditemukannya basil TB pada
sputum, cairan pleura, dan jaringan pleura. Pemeriksaan apusan cairan
pleura secara Ziehl- Nielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal, tetapi
sensitivitasnya rendah, yaitu sekitar 35%. Pemeriksaan apusan secara ZN
ini memerlukan konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura
pertumbuhan basil TB biasanya terjadi dalam jumlah kecil. Kultur cairan
pleura (kultur Lowenstein) lebih sensitif dibandingkan ZN, yaitu 11-50%
karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB, tetapi kultur memerlukan
waktu yang lebih lama hingga enam minggu untuk menumbuhkan bakteri.
Hasil pemeriksaan BTA dan kultur yang negatif dari cairan pleura tidak
mengeksklusi kemungkinan dari efusi pleura tuberkulosa.
Hasil pemeriksaan BTA pada sputum jarang positif pada kasus primer
(25- 33%), namun pada kasus reaktivasi pemeriksaan BTA sputum
menunjukkan nilai yang bermakna (50-60%). Eksudat yang kaya limfosit
pada cairan efusi dan granuloma nekrotik kaseosa pada jaringan pleura
tidak selalu didapatkan.
2.6.4.2 Biopsi Pleura
Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif yang memerlukan
suatu pengalaman dan keahlian yang baik karena pada beberapa kasus,
pemeriksaan histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan
tidak spesifik, tetapi keakuratan diagnosis histopatologis yang didapat dari
biopsi pleura dengan jarum tertutup mencapai 60-80%, yaitu dengan
ditemukannya peradangan jaringan granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan
BTA positif.
2.6.4.3 Uji Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang
ataupernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG,
dan mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi
alergi tipe lambat. Tes ini akan memberikan hasil yang positif setelah
mengalami gejala > 8 minggu. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat,
yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dengan antibodi
tuberkulin. Pada penderita dengan status gangguan kekebalan tubuh dan
status gizi buruk, tes ini akan memberikan hasil yang negatif.
2.6.4.4 Cairan Pleura
Sering kadar protein cairan pleura meningkat > 5 gr/dl. Pada
kebanyakan pasien, hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung
limfosit > 50%. Pada pasien dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel
darah putih menunjukkan kadar PMN lebih banyak. Pada efusi pleura
tuberkulosa, kadar LDH cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering
menurun, kadar pH yang rendah, serta kadar CRP yang lebih tinggi
dibandingkan dengan efusi pleura eksudativa lainnya.

2.7 Diagnosis Banding


2.7.1 Efusi pleura bilateral e.c pneumonia dd susp tuberkulosis
2.7.2 Efusi Pleura bilateral e.c keganasan

2.8 Diagnosis
Efusi pleura bilateral e.c pneumonia dd susp tuberkulosis

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan efusi pleura terrlebih dahulu meringankan
gejala simptomatik dengan cara mengeluarkan akumulasi cairan dari cavum
pleura dan menangani penyebab efusi pleura. Efusi pleura tuberkulosa yang
tidak diterapi akan mengalami resolusi spontan dalam waktu 4-16 minggu
dengan adanya kemungkinan perkembangan TB paru aktif atau TB
ekstraparu pada 43-65% pasien sehingga sangat penting untuk dapat
mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat untuk kasus ini.10
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis (Rifampisin /INH/
Pirazinamid/ Etambutol/ Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan yang
dibagi dalam dua fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif
bertujuan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan
mencegah resistensi obat, sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk
membunuh bakteri yang tidak aktif.Berdasakan pedoman tata laksana DOTS
pasien dengan sakit berat yang luas atau adanya efusi pleura bilateral dan
sputum BTA positif diberikan terapi kategori I yang terdiri dari empat macam
obat selama 2 bulan fase intensif yang kemudian dilanjutkan dengan dua
macam obat selama 4 bulan fase lanjutan.9,10 Dosis pemberian obat
disesuaikan dengan berat badan penderita dan cara pemberian obat seperti
pada pengobatan tuberkulosis paru, yaitu10
Kategori I :
2 (HRZE)/4 (HR)3 atau 2 (HRZE)/4 HR atau 2 (HRZE)/6 HE , untuk kasus:
- TB paru BTA (+)
- TB paru BTA (-), Rontgen (+) dengan gejala memberat/lesi luas
- TB ekstra paru kasus berat
Pengobatan dengan obat anti tuberkulosis dapat menyebabkan cairan
efusi diserap kembali oleh tubuh, tetapi untuk mengembalikan fungsi tekanan
negatif dan menghilangkan isi abnormal di dalam cavum pleura dengan cepat
dapatdilakukan terapi sebagai berikut:

1. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)


Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura yang
berisi cairan abnormal dengan botol perangkat WSD yang nantinya akan
menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan
mengembalikan cairan pleura seperti semula serta mengurangi kompresi
terhadap paru yang tertekan hingga akhirnya paru akan mengembang
kembali.
2. Thoracosintesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi
menggunakan jarum yang ditusukkan pada linea axillaris media spatium
intercostalis 6. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit
atau dapat juga menggunakan kateter dengan batas maksimal 1000-1500
cc untuk menghindari komplikasi reekspansi edema pulmonum dan
pneumothorak
BAB III
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal pada cavum pleura


yang dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada pleura, paru atau karena
penyakit sistemik. Efusi pleura tuberkulosa adalah efusi pleura yang
disebabkan oleh penyakit tuberkulosis akibat infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang disebutjuga sebagai pleuritis tuberkulosa (pleuritis TB).
Efusi pleura tuberkulosa (Pleuritis TB) menjadi salah satu manifestasi
tersering dari TB ekstra paru, yaitu kedua terbanyak setelah limfadenitis
TB. Efusi pleura tuberkulosa dapatmerupakan manifestasi dari komplikasi
TB primer atau TB post-primer (reaktivasi) pada pasien dengan status
imunitas yang menurun melalui penyerbukan langsung basil TB dari
kavitas paru, aliran darah (hematogen), dan sistem limfatik. Diagnosis efusi
pleura tuberkulosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosa
sudah dapat ditegakkan maka penatalaksanaannya sesuai dengan
tatalaksana efusi pleura dan tuberkulosis pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Masyhudi, ANF, Fatah S, Saktini F. Hubungan Jumlah Volume Drainase


Water Sealed Drainage dengan Kejadian Udema Pulmonum Re-
Ekspansi pada PasienEfusi Pleura Masif. Jurnal Media Medika Muda.
2014.

2. Hadi H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit-Penyakit Pleura. 4th


ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2006.

3. Parcel JM, Light RW. Pleural Effusions. PubMed. 2013 February; 59(2):
p. 29-57.

4. Rubins J, Mosenifar Z, Manning HL, Peters SP. Pleural Effusions.


Medscape. 2014.

5. Surjanto E, Sutanto YS, Aptridasari J, Leonardo. Penyebab Efusi Pleura


pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. Jurnal Respi Indo. 2014 April;
32(2): p. 102-8.

6. Syahruddin E, Putrakusuma LG. Karakterisitik Efusi Pleura di Rumah


Sakit Persahabatan. J Respi Indo. 2012 July; 32(3): p. 155-60.
7. Mcgrath EF, Anderson PB. Diagnosis of Pleural Effusion, a Systematic
Approach. American Journal of Critical Care. 2011; 20(2): p. 119-27.

8. Longu RW. Update on Tuberculosis Pleural Effusion Respirology.


PubMed. 2010; 15: p. 451-8.

9. RI Kementrian Kesehatan. Terobosan Menuju Akses Universal: Strategi


Pengendalian TB di Indonesia Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2010.

10. RI Kementrian Kesehatan. Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.

11. Isbaniyah, Fattiyah, Thabrani, Zubaedah, Soepandi. Tuberkulosis dalam


Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ; 2011.

12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed.
Rachman LY, editor. Jakarta: EGC; 2007.

13. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. 6th ed. Yesdelita N,
editor.Jakarta: EGC; 2011.

14. lango DL, Fauxi AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Hill
Companies; 2012.
15. Indonesia PDSPD. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V ed. Sudoyo
editor. Jakarta: InternaPublishing; 2009.

16. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 9th ed. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universita Indonesia; 2010.

17. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ. Tuberkulosis, dalam Pedoman


Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.

18. Khan AH, Sulaiman SA, Muttalif AK, Hassali MA, Akram H, Gillani
SW, et al. Pleural Tuberculosis and It's Treatment Outcomes. Tropical
Journal of Pharmaceutical. 2013 Juni; 12(4): p. 623-27.

Anda mungkin juga menyukai