Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,
lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih
menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat.

Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai cara
membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat. Farmakologi terutama
terfokus pada dua sub, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik.

Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang farmasis dapat menjadi suatu
masalah untuk bagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni. Hanya dengan
penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping tidak diinginkan yang
tidak mengganggu.

Dalam makalah ini akan dibahas secara umum mengenai farmakologi (farmakokinetik
dan farmakodinamik) serta hal-hal lain yang berkaitan dengan materi ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan obat?
2. Apa itu farmakologi?
3. Apa itu farmakokinetik?
4. Apa itu farmakodinamik?

C. Tujuan Makalah
Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi
pembaca terlebih pada masalah farmakologi di mana farmakologi ini sangat penting untuk
dikuasai oleh seorang farmasis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sejarah Obat


Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak
dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya.

Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah obat yang berasal dari tanaman.
Dengan cara mencoba-coba, secara empiris, m terdahulu mendapatkan pengalaman dengan
berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara
turun-temurun disimpan dan dikembangkan sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat seperti
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.

Namun, tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti penyakit, ada pula yang
pada awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika, atau racun untuk membunuh
musuh. Misalnya, strychnine dan kurare mulanya digunakan sebagai racun panah penduduk
pribumi Afrika dan Amerika Selatan. Contoh yang lebih baru ialah obat kanker nitrogen-
mustard yang semula digunakan sebagai gas racun (mustard gas) pada perang dunia pertama.

Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas dan efek yang
sering kali berbeda-beda tergantung dari asal tana,an dan cara pembuatannya. Kondisi ini
dianggap kurang memuaskan sehingga lambat laun para ahli kimia mulai mencoba
mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung di dalamnya. Hasil percobaan mereka adalah
serangkaian zat kimia, yang terkenal di antaranya adalah efedrin dari tanaman Ma Huang
(Ephedra vulgaris), kinin dari kulit pohon kina, atropine dari Atropa belladonna, morfin dari
candu (Papaver somniferum), dan digoksin dari Digitalis lanata, dan masih banyak lagi.

Pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintetis mulai tampak kemajuannya dengan
ditemukannya obat-obat termashyur, yaitu salvarsan dan aspirin sebagai pelopor yang
kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan
dan penggunaan kemoterapeutika sulfanilamide (1935) dan penisilin (1940).

Sejak tahun 1945, ilmu kimia, fisika, dan kedokteran berkembang pesat dan hal ini
menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru. Menurut taksiran, lebih
kurang 80% dari semua obat yang kini digunakan secara klinis merupakan penemuan dari
tiga dasawarsa terakhir.

B. Farmakologi Obat
Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,
lewat proses kimia khususnya reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih
menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat.

Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat
dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi,
dan nasibnya dalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan
tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada pengobatan penyakit, disebut farmakologi
klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu farmakognosi, biofarmasi,
farmakokinetik, farmakodinamik, toksikologi, dan farmakoterapi.

Farmakologi seagai ilmu berbeda dari ilmu lain secara umum pada keterkaitannya yang
erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik.

Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai cara
membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat.

Farmakologi terutama terfokus pada dua sub, yaitu farmakodinamik dan farmakokinetik.
Farmakokinetik ialah apa yang dialami obat yang diberikan pada suatu makhluk, yaitu
absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Sub farmakologi ini erat sekali
hubungannya dengan ilmu kimia dan biokimia. Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat
terhadap sel hidup, organ atau makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan
fisiologi, biokimia, dan patologi. Farmakokinetik maupun farmakodinamik obat diteliti
terlebih dahulu pada hewan sebelum diteliti pada manusia dan disebut sebagai farmakologi
eksperimental.

C. Farmakokinetik Obat
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan kebanyakan proses
sangat rumit. Umumnya ini didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase:

1. Fase farmaseutik;
2. Fase farmakokinetik; dan
3. Fase farmakokinetik
Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap
obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit, farmakokinetik
khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya da
dalam darah dan jarigan sebagai fungsi dari waktu.

Dalam fase farmakokinetik termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi (evasi).
Yang dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu
bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi), sedangkan eliminasi merupakan proses-
proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (metabolisme,
ekskresi).

1. Absorpsi
Umumnya penyerapan obat dari usus ke dalam sirkulasi berlangsung melalui filtrasi,
difusi, atau transport aktif.
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut
sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Pemakaian topikal. Contoh pemakaian topikal, selain pengobatan lokal pada penyakit
kulit, dapat disebutkan juga pemberian oral adsorbansia atau adstringensia, pemakaian
bronkholitika dalam bentuk aerosol, penyuntikan anestetika lokal ke dalam jaringan dan
pemakaian lokal sitostatika ke dalam kandung kemih.
Keuntungannya pemakaian obat pada kulit ialah umumnya dosis lebih rendah sedangkan
keburukannya ialah bahaya alergi yang umumnya lebih besar.
Pemakaian parenteral. Penyuntikan intravasal (kebanyakan intravena) termasuk juga
infuse ditandai oleh:
a. Dapat diatur dosis yang tepat dan ketersediaan hayati umumnya sebesar 100%. Hanya
dalam hal-hal khusus terjadi adsorpsi sebagian bahan obat pada peralatan infuse dank arena
itu mengakibatkan penurunan ketersediaan hayati.
b. Akibat pengenceran yang cepat dalam darah dan akibat kapasitas daparnya yang besar
maka persyaratan larutan yang menyangkut isotoni dan isohidri lebih rendah dibandingkan
dengan penyuntikan subkutan.
c. Bahan obat mencapai tempat kerja dengan sangat cepat.
Oleh karena itu bentuk pemakaian ini terutama dipakai jika faktor waktu yang sangat penting,
misalnya dalam keadaan darurat serta pada pembiusan intravena.
Keburukannya, jika dibandingkan dengan cara pemberian lain, selain biaya tinggi dan
beban pasien (ketakutan akan penyuntikan) juga risiko yang tinggi.

Pemakaian oral. Obat-obat paling sering diberikan secara oral karena bentuk obat yang
cocok dapat relatif mudah diproduksi dan di samping itu, kebanyakan pasien lebih menyukai
pemakaian ini. Akan tetapi pemakaian obat secara oral dihindari untuk bahan obat yang sukar
diabsorpsi melalui saluran cerna (strofantin dan tubokurarin) atau iritasi mukosa lambung.
Untuk kasus terakhir dibutuhkan pembuatan bentuk obat dengan penyalut yang tahan
terhadap cairan lambung.
Pemakaian rektal. Pemakaian rektal tetap terbatas pada kasus-kasus yang tidak mutlak
diperlukan kadar dalam darah tertentu dan juga tidak terdapat keadaan darurat. Hal ini
disebabkan oleh kuosien absorpsi sangat berbeda dan kebanyakan juga sangat rendah.
Karena itu, suppositoria yang mengandung antibiotika ditolak, sebaliknya pemakaian
rektal analgetika dan antipiretika pada bayi dan anak-anak kecil bermanfaat. Di samping itu,
pada pasien yang cenderung muntah atau lambungnya terganggu, lebih disukai pemakaian
rektal sejauh tidak dibutuhkan pemberian parenteral.
2. Distribusi
Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditranspor lebih lanjut bersama aliran
darah dalam sistem sirkulasi. Akibat landaian konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat
mencoba untuk meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi dalam organisme
keseluruhan. Penetrasi dari pembuluh darah ke dalam jaringan dan dengan demikian
distribusinya, seperti halnya absorpsi, bergantung pada banyak peubah.
Berdasarkan fungsinya, organisme dapat dibagi dalam ruang distribusi yang berbeda
(kompartemen):
a. Ruang intrasel dan
b. Ruang ekstrasel.

Dalam ruang intrasel (sekitar 75% dari bobot badan) termasuk cairan intrasel dan
komponen sel yang padat. Ruang ektrasel (sekitar 22% dari bobot badan) dibagi lagi atas:

a. Air plasma;
b. Ruang usus; dan
Sering kali distribusi obat tidak merata akibat beberapa gangguan, yaitu adanya rintangan,
misalnya rintangan darah-otak (cerebro-spinal barrier), terikatnya obat pada protein darah
atau jaringan dan lemak.
Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah (ikatan
hidrofobik, van der Waals, hidrogen, dan ionic). Ada beberapa macam protein plasma:

a. Albumin: mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral (misalnya steroid) serta bilirubin
dan asam-asam lemak.
b. α-glikoprotein: mengikat obat-obat biasa.
c. CBG (corticosteroid-binding globulin): khusus mengikat kortikosteroid.
Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh.
Kompleks obat-protein terdisosiasi dengan sangat cepat (t½ ~ a20 milidetik). Obat bebas
akan keluar ke jaringan (dengan cara yang sama seperti cara masuknya) ke tempat kerja obat,
ke jaringan tempat depotnya, ke hati (di mana obat mengalami metabolisme menjadi
metabolit yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke darah) dan ke ginjal (di
mana obat/metabolitnya diekskresi ke dalam urin).

Di jaringan, obat yang larut air akan tetap berada di luar sel (di cairan usus) sedangkan
obat yang larut lemak akan berdifusi melintasi membran sel dan masuk ke dalam sel tetapi
karena perbedaan pH di dalam sel (pH = 7) dan di luar sel (pH = 7,4), maka obat-obat asam
lebih banyak di luar sel dan obat-obat basa lebih banyak da dalam sel.

Proses distribusi khusus yang harus dipertimbangkan ialah saluran cerna. Senyawa yang
diekskresi dengan empedu ke dalam usus 12 jari, sebagian atau seluruhnya dapat direabsorpsi
dalam bagian usus yang lebih dalam (sirkulasi enterohepatik). Telah dibuktikan penetrasi
senyawa basa dari darah ka dalam lambung. Juga bahan ini sebagian direabsorpsi dalam usus
halus (sirkulasi enterogaster).

Satu segi khusus dari cara mempengaruhi distribusi ialah yang disebut pengarahan obat
(drug targetting), artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan.
Efek samping sering terjadi justru karena bahan obat selain bereaksi dengan struktur tubuh
yang diinginkan, ia bereaksi juga dengan struktur yang lain. Pengarahan obat merangsang
suatu sistem pembawa yang sesuai yang memungkinkan satu transport yang selektif ke dalam
jaringan yang dituju dan dengan demikian memungkinkan kekhasan kerja yang diinginkan.

Sebagai pembawa yang mungkin ialah makromolekul tubuh sendiri maupun


makromolekul sintetik atau sel-sel tubuh misalnya eritrosit. Contoh yang sangat menarik
ialah pengikatan kovalen sitostatika kepada antibodi antitumor. Walaupun keberhasilan
praktis dengan sistem demikian sampai sekarang malah mengecewakan, tetapi harapan
berkembang bahwa melalui penambahan antibodi monoklon yang makin banyak tersedia,
maka keefektifan dapat diperbaiki.

3. Metabolisme
Pada dasarnya setiap obat merupakan zat asing bagi tubuh yang tidak diinginkan karena
obat dapat merusak sel dan mengganggu fungsinya. Oleh karena itu, tubuh akan berupaya
merombak zat asing ini menjadi metabolit yang tidak aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih
hidrofil agar memudahkan proses ekskresinya oleh ginjal.

Biotransformasi terjadi terutama di dalam hati dan hanya dalam jumlah yang sangat
rendah terjadi dalam organ lain (misalnya dalam usus, ginjal, paru-paru, limpa, otot, kulit,
atau dalam darah.

Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi, lalu diangkut melalui sistem pembuluh
darah (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah lambung-usus ke hati.
Dengan pemberian sublingual, intrapulmonal, transkutan, parenteral, atau rektal (sebagian),
sistem porta ini dan hati akan dapat dihindari. Dalam hati dan sebelumnya juga di saluran
lambung-usus seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan
apda umumnya hasil perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif lagi. Maka
proses ini disebut proses detoksifikasi atau bio-inaktivasi. Ada pula obat yang khasiat
farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme
dalam hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut bio-transformasi.

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi
polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini, obat
aktif umumnya diubah menjadi inaktif tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya
prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik.

Reaski metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I terdiri dari
oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah oabt menjadi lebih polar dengan akibat
menjadi inaktif, lebih aktif, atau kurang aktif. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi
konyugasi dengan substrat endogen: asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam
amino, dan hasilnya menjadi sangat polar. Dengan demikian hampir selalu tidak aktif. Obat
dapat mengalami reaksi fase I saja atau reaksi fase II saja, atau reaksi fase I dan diikuti
dengan reaksi fase II. Pada reaksi fase I, obat dibubuhi gugus polar seperti gugus hidroksil,
gugus amino, karboksil, sulfhidril, dan sebagainya untuk dapat bereaksi dengan substrat
endogen pada reaksi fase II. Karena itu, obat yang sudah mempunyai gugus-gugus tersebut
dapat langsung bereaksi dengan substrat endogen (reaksi fase II). Hasil reaksi fase I dapat
juga sudah cukup polar untuk langsung diekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui reaksi fase
II lebih dulu.

Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome P450 (CYP)
yang disebut juga enzim mono-oksigenase atau MFO (mixed-function oxidase) dalam
endoplasmic reticulum (mikrosom) hati.

4. Ekskresi
Seperti halnya metabolisme, ekskresi suatu obat dan metabolitnya menyebabkan
penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi bergantung
kepada sifat fisikokimia (bobot molekul, hatga pKa, kelarutan, tekanan uap) senyawa yang
diekskresi.

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air
seni disebut ekskresi. Selain itu ada pula beberapa cara lain, yaitu:

a. Kulit, bersama keringat, misalnya paraldehida dan bromida (sebagian).


b. Paru-paru, melalui pernapasan, biasanya hanya zat-zat terbang, seperti alkohol,
paraldehida, dan anastetika (kloroform, halotan, siklopropan).
c. Empedu, ada obat yang dikeluarkan secara aktif oleh hati dengan empedu, misalnya
fenolftalein (pencahar).
Ekskresi melalui ginjal melibatkan tiga proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di
tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami
kematangan pada usia 6-12 bulan dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.

Filtrasi glumerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus protein. Jadi semua
obat akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah.

Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter
membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat di
membran sel epitel dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan
konyugat dan P-gp untuk kation organik dan zat netral. Dengan demikian terjadi kompetisi
antara asam-asam organik maupun antara basa-basa organik untuk disekresi.
Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut
lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan
untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat basa.Ekskresi
melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain halnya dengan
pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung
berdasarkan pengurangan kreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada
gangguan ginjal dapat dihitung.

D. Farmakodinamik Obat
Farmakodinamik ialah sub farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi
obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme obat ialah untuk meneliti
efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta
spektrum efek dan respons yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan
fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan
komponen makromolekul fungsional, hal ini mencakup dua konsep penting. Pertama, obat
dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, obat tidak menimbulkan fungsi baru,
tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada.
Tujuan pokok percobaan farmakologi adalah penjelasan terhadap pertanyaan, apakah
senyawa yang diuji merupakan obat yang bekerja spesifik atau tidak spesifik.
Secara farmakodinamik dapat dibedakan dua jenis antagonisme farmakodinamik, yakni:

1. Antagonisme fisiologik, yaitu antagonisme pada sistem fisiologik yang sama tetapi pada
sistem reseptor yang berlainan. Misalnya, efek histamin dan autakoid lainnya yang
dilepaskan tubuh sewaktu terjadi syok anafilaktik dapat diantagonisasi dengan pemberian
adrenalin.
2. Antagonisme pada reseptor, yaitu antagonisme melalui sistem reseptor yang sama
(antagonisme antara agonis dengan antagonisnya). Misalnya, efek histamin yang dilepaskan
dalam reaksi alergi dapat dicegah dengan pemberian antihistamin yang menduduki reseptor
yang sama.

Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif atau nonkompetitif.


Antagonisme kompetitif. Dalam hal ini, antagonis mengikat reseptor di tempat ikatan
agonis secara reversibel sehingga dapat digeser oleh agonis kadar tinggi. Dengan demikian
hambatan efek agonis dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis sampai akhirnya
dicapai efek maksimal yang sama. Jadi, diperlukan kadar agonis yang lebih tinggi untuk
memperoleh efej yang sama.

Antagonism nonkompetitif. Hambatan efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak


dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai
akan berkurang tetapi afinitas terhadap reseptornya tidak berubah.
BAB III

PENUTUP

kesimpulan
Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah obat yang berasal dari tanaman.
Dengan cara mencoba-coba, secara empiris, m terdahulu mendapatkan pengalaman dengan
berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara
turun-temurun disimpan dan dikembangkan sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat seperti
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.

Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,
lewat proses kimia khususnya reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih
menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat.

Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap
obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit, farmakokinetik
khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya dalam
darah dan jarigan sebagai fungsi dari waktu.

Farmakodinamik ialah sub farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi
obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme obat ialah untuk meneliti
efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta
spektrum efek dan respons yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran

Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat Edisi 5. Bandung: Penerbit ITB.

Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat-Obat Penting Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
MAKALAH

(FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK)

DISUSUN

OLEH :

1. Fenny Sutri
2. Windu Latu Menten

TINGKAT ; I.A

Dosen Pembimbing : Zanzibar,SKM., M.Kes

KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga dalam pembuatan makalah ini dapat terselesaikan sebagaiman mestinya. Salam dan
shalawat semoga tetap tercurah kepada rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-
sahabatnya, dan kepada umatnya hingga akhir zaman.

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang dengan kegigihan
dan keikhlasannya membimbing kami sehingga kami bisa mengetahui sedikit demi sedikit
apa yang sebelumnya kami tidak ketahui. Juga tak lupa teman-teman seperjuangan yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini kami buat dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini, kami berharap dan memohon saran serta kritikan dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini ke depannya. Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Baturaja, Febuary 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................. i

Daftar isi........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 1
C. Tujuan Makalah...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Obat.................................................. 2


B. Apa itu Farmakologi?............................................................. 3
C. Apa itu Farmakokinetik?......................................................... 3
D. Apa itu Farmakodinamik?..................................................... 9
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 12

iii

Anda mungkin juga menyukai