PENDAHULUAN
13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup
bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia
ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal
(8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus
pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan
sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.
Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8%.4,5
Sebagian besar ikterus pada neonatus tidak memiliki penyebab dasar atau disebut
ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi
cukup bulan. Tetapi sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit
metabolik (ikterus patologik) sehingga menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian. Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum
yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan
sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.4,5,6
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari Ikterus Neonatorum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Jaringan permukaan yang
kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama
kali. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17
mol/L, sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (>
86 mol/L). Bilirubin serum normal adalah 0,1 0,3 mg/dl. Hiperbilirubinemia adalah
keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13 mg/dL. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi
pada umumnya adalah fisiologis.5,7,8
Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin
indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan
bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan
penjumlahan bilirubin direk dan indirek.4,9
Kapasitas ekskresi yang rendah dari hepar karena konsentrasi rendah dari ligan
protein pengikat di hepatosit (rendahnya uptake) dan karena aktivitas yang rendah
dari glukuronil transferase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengkonjugasikan
bilirubin dengan asam glukuronat sehingga bilirubin menjadi larut dalam air
(konjugasi).
3
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih sedikitnya flora normal di usus dan
gerakan usus yang tertunda akibat belum ada intake nutrien.
Pada keadaan normal, kadar bilirubin indirek bayi baru lahir adalah 1-3 mg/dl dan
naik dengan kecepatan < 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus fisiologis dapat terlihat
pada hari ke-2 sampai ke-3, berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar berkisar 5-6
mg/dL (86-103 mol/L), dan menurun sampai di bawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan
ke-7. Secara umum karakteristik ikterus fisiologis adalah sebagai berikut:4
Timbul pada hari kedua ketiga.
Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % per hari pada neonatus kurang bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai pada kadar orang
dewasa (1 mg/dl) pada umur 10-14 hari.
Tidak mempunyai dasar patologis.
Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau lebih lambat
daripada kenaikan bilirubin bayi cukup bulan, tetapi jangka waktunya lebih lama, biasanya
menimbulkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai pada hari ke-4 dan ke-7.4,10
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10
mg/dL.
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau
sepsis)
Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir <2000 gram, Masa gestasi 36 minggu, Asfiksia,
hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus, Infeksi, Trauma lahir pada kepala,
Hipoglikemia
4
Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada aterm) atau >14 hari
(pada prematur)
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologik tersebut tidak
selalu sama pada tiap bayi tergantung usia gestasi, berat badan bayi dan usia bayi saat terlihat
kuning. Penyebab yang sering adalah hemolisis akibat inkompatibilitas golongan darah atau
Rh (biasanya kuning sudah terlihat pada 24 jam pertama), dan defisiensi enzim G6PD.
Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis apabila kadar serum bilirubin terhadap
usia neonatus > 95 persentil menurut Normogram Bhutani.12
12
Gambar
2.1 Normogram
Bhutani
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus
patologis)
dapat disebabkan
oleh
faktor/keadaan:9,13
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
Polisitemia.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel
hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan
ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum
endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim
glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini
dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya didekonjugasikan oleh enzim B-glukoronidase di usus menjadi
7
bentuk yang tidak terkonjugasi. Selanjutnya diuraikan oleh bakteri usus menjadi
sterkobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian bentuk
yang tak terkonjugasi tersebut diabsorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorpsi entero-hepatik.4,9
2.4 Etiologi
Peningkatan produksi bilirubin, defisiensi dari uptake hepar, gangguan konjugasi
bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin menjadi sebagian besar penyebab
ikterus patologis pada bayi baru lahir.1,4,10
2.3.1 Peningkatan produksi
Peningkatan produksi bilirubin terjadi pada neonatus dengan berbagai ras, sebanding
dengan neonatus dengan inkompatibilitas golongan darah, defisiensi enzim eritrosit, atau
defek struktural dari eritrosit. Kecenderungan terjadinya hiperbilirubinemia pada kelompok
ras tertentu belum dimengerti secara jelas.1
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab
tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut
sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi
suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan
peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Bilirubin tak terkonjugasi tidak
larut dalam air, sehingga tidak dapat di ekskresi dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria.
Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban
bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine. Urine dan feses berwarna lebih
gelap.10,13
Beberapa
penyebab
lazim
ikterus
hemolitik
adalah
hemoglobin
abnormal
(hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal ( sperositosis herediter), antibodi
dalam serum (inkompatibilitas Rh atau transfusi atau akibat penyakit hemolitik autoimun),
pemberian beberapa obat, dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat
disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif. Proses ini
meningkatkan dekstruksi eritrosit atau prekursornya dalam sumsum tulang ( talasemia,
anemia pernisiosa, dan porfiria). Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin berlebihan yang
berlangsung kronis dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung
8
sejumlah
besar
bilirubin;
diluar
itu,
hiperbilirubinemia
ringan
umumnya
tidak
mengalami penurunan ringan aktivitas enzim UGT. Penurunan ini terjadi sebagai akibat
ekspansi timin-adenin (TA) yang berulang dalam regio promoter gen UGITA, gen utama
yang mengkode enzim tersebut. Variasi ras dalam jumlah pengulangan TA dan korelasinya
aktivitas enzim UGT menunjukkan kontribusi polimorfisme terhadap variasi metabolisme
bilirubin. Keadaan ini dapat diobati dengan fenobarbital, yang merangsang aktivitas enzim
glukoronil transferase.
Sindrom Crigler najjar tipe 1 merupakan gangguan herediter yang jarang terjadi.
Penyebabnya adalah suatu gen resesif, dengan tidak adanya glukoronil transferase sama
sekali sejak lahir. Oleh karena itu tidak terjadi konjugasi bilirubin sehingga empedu tidak
berwarna dan kadar bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/100ml. Hal ini menyebabkan
terjadinya kernikterus. Fototerapi dapat mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
untuk sementara waktu, tetapi biasanya bayi meninggal pada usia satu tahun. Sindrom
CiglerNajjar tipe II adalah bentuk penyakit yang lebih ringan, diwariskan sebagai suatu sifat
genetik dominan dengan defisiensi sebagian glukoronil transerase. Kadar bilirubin tak
terkonjugasi serum lebih frendah (6-20 mg/dl) dan ikterus mungkin tidak terlihat sampai usia
remaja. Fenobarbital yang meningkatkan aktivitas glukoronil transferase seringkali dapat
menghilangkan ikterus pada pasien ini.
Pada ras Asia, varian DNA (Gly71Arg) menyebabkan perubahan asam amino dalam
protein enzim UDPGT, yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia neonatus.
kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Pada
kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.
Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular dengan
kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis pada penyakit
ini, pembengkakan dan dis organisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli
atau kolangiola. Penyalit hepato selular biasanya mengganggu semua pase metabolisme
bilrubin-ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga
yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis
intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter
Dubin-Johnson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada keadaan ini terjadi gangguan trasfer
bilirubin melalui membran hepatosik yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam
sel. Obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anastetik), kontrasepsi oral,
estrogen, steroid anabolik, isoniazit, dan klorpomazin.
Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya
pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas menyebabkan tekanan pada
duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula Vateri. Penyebab yang
lebih jarang adalah striktur paska peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar
limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat
menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, toksoplasmosis, syphilis, hepatitis neonatus.
5. Gangguan transportasi
Akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh
obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
6. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif
Tabel 2.1 Faktor resiko hiperbilirubinemia neonatorum1
Maternal factors
Perinatal factors
Race or ethnic group
Birth trauma
Asian
Cephalhematoma
Native American
Ecchymoses
Greek Islander
Complications
during Infection
pregnancy
Bacterial
11
Neonatal factors
Prematurity
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
Genetic factors
Familial
disorders
of
Diabetes mellitus
Rh incompatibility
ABO incompatibility
Viral
Protozoal
Use
of
oxytocin
in
hypotonic solutions during
labor
Breast-feeding Breast
milk is a competitive
inhibitor of hepatic
UGT (breast-milk jaundice)
conjugation
Gilberts syndrome
CriglerNajjar syndrome
types I and II
Other enzymatic defects
Glucose-6-phosphate
dehydrogenase deficiency
Pyruvate
kinase
deficiency
Hexokinase deficiency
Congenital erythropoietic
porphyria
Erythrocyte structural defects
Spherocytosis
Elliptocytosis
Polycythemia
Drugs
Streptomycin
Chloramphenicol
Benzyl alcohol
Sulfisoxazole
Low intake of breast
(breast-feeding jaundice)
milk
2.5 Patogenesis
Efek toksik seluler dari bilirubin
Perhatian utama terhadap hiperbilirubinemia yang berlebihan ini yaitu potensiasinya untuk
menyebabkan efek neurotoksik, tetapi injuri sel secara umum dapat pula terjadi. Bilirubin
dapat menghambat enzim mitokondrial dan dapat mengganggu sintesis DNA, menginduksi
penghancuran untaian DNA, dan menghambat sintesis protein dan fosforilasi.1
12
2.
kenaikan sekunder kadar asam lemak bebas akibat hipoglikemia, kelaparan, atau
hipotermia.4
Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan sel otak terhadap toksisitas bilirubin.
3.
Pada otak sendiri, kerentanan untuk terjadinya efek neurotoksik dari bilirubin
bervariasi tergantung tipe sel, maturitas otak, dan metabolisme otak. Bilirubin tidak
terkonjugasi merupakan substrat bagi protein membran plasma yang tergantung ATP
(ATP-dependent plasma-membrane protein) dan P-glikoprotein dalam sawar darah
otak. Kondisi-kondisi yang dapat mengubah sawar darah otak seperti keadaan infeksi,
asidosis, asfiksia, sepsis, prematuritas, dan hiperosmolaritas dapat mempengaruhi
masuknya bilirubin ke dalam otak. Sekali bilirubin memasuki otak, presipitasi
bilirubin pada pH yang rendah dapat berefek toksik. Terutama neuron yang sedang
mengalami diferensiasi juga rentan terhadap injuri akibat bilirubin. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa prematuritas merupakan predisposisi terjadinya ensefalopati
bilirubin.1,4
2.6 Diagnosis
Ikterus dapat timbul saat lahir atau setiap saat selama masa neonatus, tergantung pada
etiologinya. Ikterus biasanya dimulai pada daerah wajah dan ketika kadar serum bilirubin
bertambah akan turun ke abdomen dan selanjutnya ke ekstremitas. Untuk menegakkan
diagnosis diperlukan langkah-langkah mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium.12
Anamnesis12
1.
Waktu terjadinya onset ikterus. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting
pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pemeriksaan Fisik12
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan
untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi
apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Hal-hal yang perlu diperiksa pada ikterus ini antara lain:
Kondisi umum, penentuan usia gestasi neonatus, berat badan, tanda-tanda sepsis,
status hidrasi
Tanda-tanda kernikterus seperti letargi, hipotonia, kejang, opistotonus, high pitch cry
Pallor, plethora, sefalhematom, perdarahan subaponeurotik
Tanda-tanda infeksi intrauterin seperti pateki, splenomegali.
Progresi sefalo-kaudal pada ikterus berat
Penilaian klinis derajat ikterus neonatal menurut Kramer, yaitu:
Pemeriksaan Laboratorium4,5,12
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
15
risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus
berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu
hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin.
Transcutaneous bilirubinometer (TcB) atau ikterometer dapat digunakan untuk
menentukan kadar serum bilirubin total dengan cara yang non-invasif tanpa harus mengambil
sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257
mol/L), dan tidak reliable pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar. Alat ini
digunakan untuk menskrining bayi. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk
evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain :
Golongan darah dan Coombs test
Darah lengkap dan hapusan darah tepi
Hitung retikulosit, skrining G6PD
Bilirubin total, direk, dan indirek
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan
tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur.
16
2.6 Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di
dalam sel-sel otak. Gambaran klinis kernikterus bervariasi, dan > 15% bayi baru lahir tidak
menunjukkan gejala neurologis yang nyata. Penyakit ini dapat dibagi menjadi bentuk akut
dan kronik.1,4
Bentuk akut biasanya memiliki tiga fase. Sedangkan bentuk kronik dikarakteristikkan
dengan hipotonia pada tahun pertama, dan setelah itu terjadi abnormalitas ekstrapiramidal
dan ketulian sensorineural. Perubahan spesifik yang tampak pada gambaran MRI yaitu
17
berupa peningkatan intensitas sinyal dalam globus palidus pada gambaran T2-weighted
menunjukkan korelasi yang erat dengan terjadinya deposisi bilirubin dalam ganglia basalis.1
Beberapa perubahan akan menghilang secara spontan atau dapat dibalikkan dengan
transfusi tukar. Pada sebagian besar bayi dengan hiperbilirubinemia sedang hingga berat,
respon yang ditimbulkan dapat menghilang setelah 6 bulan, dan pada sebagian kecilnya yang
lain abnormalitas tersebut dapat menjadi permanen. Pada sebuah penelitian yang melakukan
follow-up setelah 17 tahun mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara bayi yang
mengalami hiperbilirubinemia berat (konsentrasi bilirubin serum 20 mg/dl) dengan IQ yang
rendah pada anak laki-laki saja, tidak pada anak perempuan.1,14,15
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar
kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kernikterus atau
ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Dianjurkan agar dilakukan
fototerapi, dan jika tidak berhasil transfuse tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan
kadar maksimum bilirubin total dalam serum dibawah kadar maksimum pada bayi preterm
dan bayi cukup bulan yang sehat. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme
bilirubin
(plasma
atau
albumin),
mengurangi
sirkulasi
enterohepatik
(pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan IVIG (Intra
Venous Immuno Globulin) dan Metalloporphyrins dipakai dengan maksud menghambat
hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.1,4,5
Tabel 2.3 Kadar bilirubin indirek maksimum (bayi preterm)4
BB lahir (g)
< 1000
1000-1250
1251-1499
1500-1999
2000-2500
Ada komplikasi
10-12
10-12
12-14
15-17
18-20
transfusi tukar
fototerapi gagal
< 24
24-48
15-18
25
20
49-72
18-20
30
25
> 72
20
30
25
> 2 Minggu
Transfusi tukar
Transfusi tukar
Transfusi tukar
Fototerapi
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori
yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa
terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa
yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang
merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah
diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik
usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.1,16
Fototerapi tetap menjadi standar terapi hiperbilirubinemia pada bayi. Fototerapi yang
efisien dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum secara cepat. Pembentukan lumirubin,
komponen yang larut air merupakan prinsip eliminasi bilirubin dengan fototerapi. Dua faktor
yang menentukan rata-rata pembentukan lumirubin antara lain:5,16
1. Spektrum cahaya
Karena bilirubin adalah pigmen kuning maka lebih mudah mengabsorbsi cahaya biru
(dengan panjang gelombang 450 nm). Oleh karena itu cahaya biru paling efektif
dalam menurunkan hiperbilirubinemia, tetapi ketegangan pada mata dan kesulitan
untuk mendeteksi adanya sianosis pada bayi membatasi rumah sakit untuk
menggunakannya. Gelombang yang lebih panjang (hijau) dapat menembus kulit lebih
dalam dan lebih efektif berinteraksi dengan bilirubin yang terikat albumin, tetapi
cahaya putih fluoresens adalah yang paling umum digunakan dalam fototerapi.
2. Dosis total cahaya
Dosis cahaya yang masuk atau penyinaran tergantung pada kekuatan cahaya dan
jaraknya dari bayi. Untuk fototerapi standar, delapan bohlam lampu putih fluoresens
digunakan untuk menghantarkan 6 -12 W/cm2 luas permukaan tubuh yang terpapar
tiap nanometer (nm) panjang gelombang. Terdapat hubungan antara dosis dengan
degradasi bilirubin sampai dosis saturasi tercapai. Hal ini bisa dicapai dengan
memberikan paparan pada permukaan kulit secara maksimum dari 40 mW/cm2 per
nm cahaya yang sesuai. Di atas titik saturasi, peningkatan intensitas tidak memberikan
efek tambahan apa-apa.
3. Efikasi terapi sinar meningkat dengan meningkatnya konsentrasi bilirubin, tetapi tidak
efektif untuk menurunkan konsentrasi bilirubin di bawah 100 mmol/l. Penurunan
sebanyak 50% dapat dicapai dalam 24 jam dengan kadar bilirubin >15 mg/dL
menggunakan cahaya biru yang memiliki spektrum emisi yang sama dengan spektrum
absorpsi bilirubin.
4. Faktor lain adalah usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi
sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif
untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan pertumbuhan yang sangat berat)
dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat
memulai fototerapi, makin efektif.
5. Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit yang tidak adekuat,
sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik dengan kuadrat
20
jarak), lampu fluoresens yang terlalu panas menyebabkan perusakan fosfor secara
cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang
perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk melakukan terapi sinar intensif.
Fototerapi yang intensif dapat membatasi kebutuhan akan transfusi tukar. Fototerapi
(penyinaran 11-14 W/cm2/nm) dan pemberian asupan sesuai keperluan (feeding on demand)
dengan formula atau ASI dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum > 10 mg/dl dalam 25 jam. Saat ini, banyak bayi mendapatkan fototerapi dalam dosis di bawah rentang terapeutik
yang optimal. Tetapi terapi ini cukup aman, dan efeknya dapat dimaksimalkan dengan
meningkatkan area permukaan tubuh yang terpapar dan intensitas dari sinar.1,16
Bayi yang diterapi dengan fototerapi ditempatkan di bawah sinar (delapan bohlam
lampu fluoresens) dan lebih baik dalam keadaan telanjang dengan mata tertutup. Temperatur
dan status hidrasi harus terus dipantau. Fototerapi dapat sementara dihentikan selama 1 2
jam untuk mempersilahkan keluarga berkunjung atau memberikan ASI atau susu formula.
Waktu yang tepat untuk memulai fototerapi bervariasi tergantung dari usia gestasi bayi,
21
penyebab ikterus, berat badan lahir, dan status kesehatan saat itu. Fototerapi dapat dihentikan
ketika konsentrasi bilirubin serum berkurang hingga sekitar 4-5 mg/dl.16
Gambar 2.6 Petunjuk penggunaan fototerapi pada neonatus dengan usia gestasi 35
minggu.12
22
Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung
masih bisa berfungsi.
Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar
daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin
kepada bayi1.
Pemberian Terapi Sinar :
o
Bila berat bayi 2 kg, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet.
Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup.
Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
Pastikan bayi diberi makan. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad
libitum, paling kurang setiap 3 jam:
- Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
- Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh:
pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa, tingkatkan volume
cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar .
Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi
dari terapi sinar .
Selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan
berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
23
Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan. Pindahkan bayi dari unit terapi
sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi
sinar . Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk
mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu
bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi
dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C 37,5 0C.
Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak
ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila
bayi bertambah kuning1.
Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel.
Tabel 2.5 Komplikasi terapi sinar.1
Kelainan
Mekanisme
yang
mungkin
terjadi
Bronze
baby Berkurangnya
ekskresi
syndrome
Diare
Bilirubin
indirek
hepatik
menghambat
laktase
Hemolisis
Fotosensitivitas
24
mengganggu
sirkulasi eritrosit
Dehidrasi
Bertambahnya
Insensible
Water
Transfusi tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan
dengan pemasukan darah dari donor dalam jumlah yang sama. Teknik ini secara cepat
mengeliminasi bilirubin dari sirkulasi. Antibodi yang bersirkulasi yang menjadi target
eritrosit juga disingkirkan. Transfusi tukar sangat menguntungkan pada bayi yang mengalami
hemolisis oleh sebab apapun. Satu atau dua kateter sentral ditempatkan, dan sejumlah kecil
darah pasien dikeluarkan, kemudian ditempatkan sel darah merah dari donor yang telah
dicampurkan dengan plasma. Prosedur tersebut diulang hingga dua kali lipat volume darah
telah digantikan. Selama prosedur, elektrolit dan bilirubin serum harus diukur secara
periodik. Jumlah bilirubin yang dibuang dari sirkulasi bervariasi tergantung jumlah bilirubin
di jaringan yang kembali masuk ke dalam sirkulasi dan rata-rata kecepatan hemolisis. Pada
beberapa kasus, prosedur ini perlu diulang untuk menurunkan konsentrasi bilirubin serum
dalam jumlah cukup. Infus albumin dengan dosis 1 gr/kgBB 1 4 jam sebelum transfusi
tukar dapat meningkatkan jumlah total bilirubin yang dibuang dari 8,7 12,3 mg/kgBB,
menunjukkan kepentingan albumin dalam mengikat bilirubin.1
Sejumlah komplikasi transfusi tukar telah dilaporkan, antara lain trombositopenia,
trombosis vena porta, enterokolitis nekrotikan, gangguan keseimbangan elektrolit, graftversus-host disease, dan infeksi. Oleh sebab itu transfusi tukar hanya didindikasikan pada
bayi dengan kriteria sebagai berikut:
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Gagal fototerapi intensif
4. Kadar bilirubin direk > 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek > 25 mg/dl pada 48 jam pertama
25
Emboli, trombosis
27
3. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres
dengan NaCl fisiologis
4. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar
albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-bilirubin di dalam darah
meningkat sebelum tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada
kontraindikasi atau tranfusi tukar harus segera dilakukan.
5. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, GDS,
hemoglobin, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin,
golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit
lainnya serta kultur darah.
6. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi
tukar.
7. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label
darah).1
Jumlah Darah Donor yang Dipakai
Jika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 ml/kgBB, 100 ml/kgBB, 150 ml/kgBB dan
200 ml/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut-turut adalah 45%, 70%, 85-85% dan
90%.1
Pelaksanaan Tranfusi Tukar
1. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 1020 mL atau tergantung berat badan bayi,
jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi
2. Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way
stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena
belum bercampur dengan darah donor
3. Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan
menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 ml/kgBB/menit
4. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi
5. Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target
transfusi tukar selesai
6. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi
transfusi tukar
7. Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD)
setiap tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas 10 % intra vena perlahanlahan. Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL.
28
Bila kadarnya di atas normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian
larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan karena bila terlalu
cepat dapat mengakibatkan timbulnya bradikardi atau cardiac arest. Beberapa peneliti
menganjurkan untuk tidak memberikan kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan
elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia
8. Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus diawasi dengan neonatal monitoring
9. Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi
tukar
10. Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, lakukan jahitan silk purse string atau
ikatan kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter dicabut, jahitan yang
mengelilingi tali pusat dikencangkan1.
29
Tabel 2.6 Pedoman fototerapi dan transfusi tukar neonatus usia gestasi 35 minggu.12
Terapi farmakologis
Fenobarbital telah digunakan sejak pertengahan tahun 1960 untuk meningkatkan konjugasi
dan
ekskresi
bilirubin
dengan
mengaktivasi
enzim
glukoronil-transferase,
tetapi
resiko
efek
neurotoksik.
Pemberian
fenobarbital
akan
membatasi
perkembangan ikterus fisiologis pada bayi baru lahir bila diberikan pada ibu dengan dosis 90
mg/24 jam sebelum persalinan atau pada saat bayi baru lahir dengan dosis 10 mg/kg/24 jam.
Meskipun demikian fenobarbital tidak secara rutin dianjurkan untuk mengobati ikterus pada
neonatus karena:1,5
a. Pengaruhnya pada metabolisme bilirubin baru terlihat setelah beberapa hari pemberian.
b. Efektivitas obat ini lebih kecil daripada fototerapi dalam menurunkan kadar bilirubin.
c. Mempunyai pengaruh sedatif yang tidak menguntungkan.
d. Tidak menambah respon terhadap fototerapi.
Beberapa penelitian juga menguji efektivitas dari enzim bilirubin oksidase yang
diperoleh dari fungi. Bilirubin tidak terkonjugasi dimetabolisme oleh enzim bilirubin
oksidase. Ketika darah melalui filter yang mengandung bilirubin oksidase tersebut maka >
90% bilirubin didegradasi dalam sekali langkah. Prosedur tersebut terbukti bermanfaat dalam
terapi hiperbilirubinemia neonatorum, tetapi belum diujikan secara klinis. Lebih lanjut,
kemungkinan dapat terjadi reaksi alergi pada penggunaan prosedur tersebut karena enzim
diperoleh dari fungus.1
30
2.9 Pencegahan
Reduksi bilirubin dalam sirkulasi enterohepatik
Bayi baru lahir yang tidak diberi asupan secara adekuat dapat meningkatkan sirkulasi
enterohepatik bilirubin, karena keadaan puasa dapat meningkatkan akumulasi bilirubin.
Peningkatan jumlah asupan oral dapat mempercepat ekskresi bilirubin, sehingga pemberian
ASI yang sering atau asupan tambahan dengan susu formula efektif dalam menurunkan kadar
bilirubin serum pada bayi yang sedang menjalani fototerapi. Sebaliknya, asupan tambahan
dengan air atau dekstrosa dapat mengganggu produksi ASI, sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi bilirubin.1
Tidak ada obat-obatan atau agen-agen lain yang dapat menurunkan sirkulasi
enterohepatik bilirubin. Pada tikus percobaan, karbon aktif dapat berikatan dengan bilirubin
dan meningkatkan ekskresinya, tetapi efikasi dari karbon aktif tersebut pada bayi belum
pernah diujikan. Pada sebuah penelitian, penggunaan agar pada bayi yang sedang menjalani
fototerapi secara signifikan dapat menurunkan durasi fototerapi dari 48 jam menjadi 38 jam.
Cholestyramine yang digunakan untuk terapi ikterus obstruktif, dapat meningkatkan ekskresi
bilirubin melalui ikatan dengan asam empedu di dalam intestinal dan membentuk suatu
kompleks yang tidak dapat diabsorbsi.1,5
31
2.10 Prognosis
Dengan menggunakan kriteria patologis, sepertiga bayi (semua umur kehamilan) yang
penyakit hemolitiknya tidak diobati dan kadar bilirubinnya lebih dari 20 mg/dl, akan
mengalami kernikterus. Kernikterus didapatkan pada 8% bayi dengan hemolisis Rh yang
memiliki konsentrasi bilirubin serum 19-24 mg/dl, 33% pada bayi dengan konsentrasi
bilirubin 25-29 mg/dl, dan 73% pada bayi dengan konsentrasi bilirubin 30-40 mg/dl.5
Tanda-tanda neurologis yang jelas mempunyai prognosis yang jelek, ada 75% atau
lebih bayi-bayi yang demikian meninggal, dan 80% yang bertahan hidup menderita
koreoatetosis bilateral dengan spasme otot involunter. Retardasi mental, tuli, dan kuadriplegia
sapstis lazim terjadi. Bayi yang berisikio harus menjalani skrining pendengaran.4,5
32
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
MR
Tanggal lahir
Usia
Alamat
Agama
Kewarganegaraan
Tanggal masuk RS
Orang tua/wali
Ayah
Nama
Alamat
Pekerjaan
Ibu
Nama
Alamat
Pekerjaan
: Bayi Ny, E R
: 133667
: 29/08/2015
: 10 hari
: Taman lestari C3, Batu Aji, Batam
: Islam
: WNI
: 09 September 2015
:
: Tn. S.
: Taman lestari C3, Batu Aji, Batam
: Karyawan Swasta
: Ny. E R.
: Taman lestari C3, Batu Aji, Batam
: Ibu rumah tangga
B. RIWAYAT PENYAKIT
I.
Anamnesis
Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan di ruang perina RSUD Embung
Fatimah pada tanggal 09 September 2015.
II.
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan seluruh badan terlihat kuning sejak 1 hari SMRS.
III.
33
Riwayat natal
BBL
: 3050 gram
PB
: 50 cm
Masalah neonatus
Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B I, dan Polio.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Tinggi badan
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
: Sakit sedang
: Compos Mentis
: 2700 gram
: 52 cm
: 146 x/menit (kuat,teratur)
: 46 x/menit
Suhu tubuh
: 36,6 C
KULIT
Kulit berwarna pucat, ikterik (+), Sianosis (-), Turgor baik
KEPALA
Bentuk
Ubun-ubun
Rambut
: Normosefalik
: Menutup dan datar
: Lebat, hitam dan sukar dicabut
34
MUKA
Raut muka
Edema
: Tidak ada
Moon face
: Tidak ada
Warna
: Kekuningan
MATA
Bentuk
: Cekung -/-
Palpebra
Konjungtiva
Sklera
: Ikterik +/+
Pupil
Lensa
: Jernih
Gerakan
: Normal
Strabismus
: -/-
Air mata
: +/+
HIDUNG
Bentuk
: Normal
: -/-
MULUT
Bibir
Lidah
Gigi
: Belum tumbuh
Gusi
: Perdarahan (-)
Sianosis
: (-)
TENGGOROKAN
Uvula
: Ditengah
Tonsil
Faring
: hiperemis (-)
LEHER
Trakea
Kelenjar
Lain-lain
: Massa (-)
THORAX
Bentuk
Jantung
Inspeksi
Palpasi
: Thrill (-)
Perkusi
Auskultasi
Paru-paru
Inspeksi
36
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Submandibula
Subklavikula
Ketiak
Lipat paha
ALAT KELAMIN
EKSTREMITAS
Bentuk
Suhu akral
: Hangat
Petekiae
Refleks
: tidak diperiksa
37
ANUS
: Ada
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (9 September 2015)
-Bilirubin total : 27,7 gr/dl
E. DIAGNOSIS KERJA
Hiperbilirubin Neonatorum
F. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
G. PENATALAKSANAAN
Double Fototerapi
Diet Pasi 60cc/3jam
H. FOLLOW UP
10 September 2015
S : Demam (-), Kulit masih terlihat kuning, minum kuat
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran
: Compos mentis
Suhu
: 37 C
Nadi
: 146 x/menit (kuat, teratur)
Laju napas
: 44 x/menit
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
Tenggorokan
: Uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1
hiperemis (-)
38
Cor/pulmo
Abdomen
Ekstremitas
HASIL LABORATORIUM
Bilirubin total
: 21 gr/dl
Bilirubin direk
: 1,1 gr/dl
Bilirubin Indirek
: 19,9 gr/dl
: Hiperbilirubin Neonatorum
: Terapi dilanjutkan
11 September 2015
S : Demam (-), kulit sudah agak terlihat kemerahan, minum kuat
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran
: Compos mentis
Suhu
: 37,2 C
Nadi
: 148 x/menit (kuat, teratur)
Laju napas
: 42 x/menit
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Tenggorokan
: Uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1
hiperemis (-)
Cor/pulmo
: Bunyi jantung I II reguler, gallop (-), murmur (-) / suara
Abdomen
Ekstremitas
HASIL LABORATORIUM
Bilirubin total
: 3,1 gr/dl
: Hiperbilirubin Neonatorum
39
: Boleh Pulang
BAB IV
KESIMPULAN
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Pada kebanyakan kasus
ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan.
Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan
menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil
memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologis).
Tujuan
utama
dalam
penatalaksanaan
ikterus
neonatorum
adalah
untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan
kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus.
Dianjurkan agar dilakukan fototerapi, dan jika tidak berhasil transfusi tukar dapat dilakukan
untuk mempertahankan kadar maksimum bilirubin total dalam serum dibawah kadar
maksimum pada bayi preterm dan bayi cukup bulan yang sehat.
40
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ennery, P., Eidman, A., Tevenson, D., 2001. Neonatal Hyperbilirubinemia. New England
Journal of Medicine.
2.
Neimark, Ezequiel & Leleiko, Neal S. 2009. Antioxidant Effect of Bilirubin And
Pediatric Nonalcoholic Fatty Liver Disease Pediatric.
3.
Sedlaka, Thomas W., Salehb, B. Masoumeh, Higginsonb, Daniel S., Paulb, Bindu D.,
Julurib, Krishna R., Snyder, Solomon H. 2009. Bilirubin And Glutathione Have
Complementary Antioxidant And Cytoprotective Roles. The National Academy Of
Sciences Of The USA.
4.
5.
Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., Damanik, Sylviati M. 2004. Hiperbilirubinemia Pada
Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr. Soetomo Surabaya
6.
Kliegman, Robert M. 2004. Kernicterus. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB Editors. Nelson Textbook Of Pediatrics. 17Th Edition. Philadelphia, Pennsylvania :
Saunders.
7.
8.
9.
Hansen, Thor Willy Ruud. 2010. Core Concepts: Bilirubin Metabolism. Neoreviews vol.
11.
42