Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BY. NY. A.

L DENGAN AFIKSIA
DI RUANG NICU RSUD. PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG

OLEH

DIANA ANDRIA
(223111114)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Pada By. Ny. A.L Dengan Afiksia Di Ruang Nicu Rsud Prof. Dr. W.Z.
Johannes Kupang”. Laporan Pendahuluan Ini Penulis Buat Untuk Memenuhi Tugas Pada
Stase Praktek Keperawatan Maternitas.
Semoga laporan pendahuluan ini dapat dipergunakan dan membantu mahasiswa dalam
memperluas wawasan dan memperdalam pengetahuannya. Penulis menyadari bahwa,
walaupun penulis telah berusaha sekuat tenaga untuk mencurahkan segala tenaga dan pikiran
dan kemampuan yang kami miliki. Tetapi tetap saja laporan pendahuluan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam
penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik yang bersifat
membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan dalam makalahini.
Atas bantuan pembaca yang telah memberikan kritik dan saran, penulis mengucapkan
terima kasih banyak.

Kupang, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
1. Tujuan Umum ..............................................................................................................2
1. Tujuan Khusus..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
1.1 Konsep Dasar Asfiksia......................................................................................................3
1.1.1 Pengertian.................................................................................................................3
1.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia Neonatorum...........................................3
1.1.3 Manifestasi Klinik Asfiksia Neonatorum.................................................................4
1.1.4 Anatomi Fisiologis Sistem Pernapasan....................................................................5
1.1.5 Patofisiologis Asfiksia Neonatorum........................................................................8
1.1.6 Pathway Asfiksia Neonatorum...............................................................................11
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang Asfiksia Neonatorum......................................................12
1.1.8 Tindakan Medis Asfiksia Neonatorum..................................................................13
1.1.9 Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.................................................................13
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis............................................................................15
1.2.1 Pengkajian..............................................................................................................15
1.2.2 Diagnosa Keperawatan...........................................................................................19
1.2.3 Intervensi Keperawatan..........................................................................................20
1.2.4 Implementasi Keperawatan....................................................................................22
1.2.5 Evaluasi Keperawatan............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian maternal dan perinatal merupakan parameter kualitas pelayanan di suatu
negara, oleh karena itu negara-negara di dunia merencanakan program kesehatan yaitu
dengan Sustainable Developmen Goals (SDGs) sebagai kelanjutan dari program
Millenium Development Goals (MDGs). Menurut hasil dari Survei Riset Kesehatan
Dasar Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian ibu (AKI) di Indonesia sebanyak
228 per100.000 kelahiran. Angka Kematian Bayi (AKB) 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan dari hasil SDKI (2012) AKI di Indonesia meningkat menjadi 359 per 100.000
kelahiran hidup dan AKB mencapai 32/1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI. 2012).
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus diantaranya karena komplikasi
pada bayi baru lahir seperti prematuritas, kelainan bawaan, berat badan lahir rendah
(BBLR), asfiksia, serta ikterus neonatorum (Saifuddin, 2010). Asfiksia yaitu keadaan
bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat
menurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2012). Beberapa penyebab dari asfiksia
adalah komplikasi dalam kehamilan seperti gizi ibu yang buruk, penyakit anemia,
hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor risiko kejadian asfiksia neonatorum adalah berat
bayi lahir rendah, mengalami ketuban pecah dini, persalinan lama, tindakan sectio
caesarea, perdarahan antepartum, ibu dengan hipertensi, kelainan letak janin, usia
kehamilan juga memberikan kontribusi terbesar terhadap kejadian asfiksia neonatorum
(Fahrudin, 2012).
Penelitian mengenai dampak asfiksia dilakukan oleh Tohaga (2014) dalam
penelitiannya menemukan terdapat hubungan antara asfiksia dengan hipokalsemia.
Hipokalsemia berat sebagian besar pada asfiksia berat dan hipokalsemia sedang sebagian
besar terjadi pada neonatus dengan asfiksia sedang. Kemudian penelitian penelitian
Asnawati (2010) dalam penanganan kasus asfiksia menemukan bahwa tindakan yang
dilakukan yaitu kolaborasi dengan dokter anak dalam melakukan tindakan resusitasi,
mengatur posisi bayi dengan posisi kepala sedikit ekstensi kemudian membersihkan
permukaan jalan nafas dan melakukan pengisapan lendir, melakukan rangsangan taktil
dengan menyentil atau memukul-mukul telapak kaki bayi sambil menggosok-gosok
punggung bayi dengan kain kering.

1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada By. Ny. A.L
Dengan Afiksia Di Ruang Nicu RSUD Prof. Dr.W.Z. Johannes Kupang tahun 2023.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan Pengkajian dan Analisa Data pada By. Ny. A.L di ruangan Nicu
b. Melakukan diagnosis keperawatan pada By. Ny. A.L diruangan Nicu
c. Melakukan Intervensi dan Implementasi keperawatan pada By. Ny. A.L diruangan
Nicu
d. Melakukan Evaluasi keperawatan pada By. Ny. A.L diruangan Nicu

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Asfiksia


2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan dimana bayi baru lahir yang
mengalami gangguan tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering
berakhir dengan asidosis (Nurarif, 2016).
Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan dalam memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat
sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam keadaan asfiksia yaitu asfiksia primer atau
asfiksia sekunder mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia
beberapa saat setelah lahir (Sudarti dan Fauziah, 2013).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi baru lahir
tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran. Asfiksia juga didefinisikan
sebagai kegagalan untuk memulai respirasi biasanya dalam satu menit kelahiran.
Asfiksia dapat menyebabkan hipoksia (penurunan suplai oksigen ke otak dan jaringan)
dan kerusakan otak atau mungkin kematian jika tidak di lakukan tindakan dengan benar
(Mendri, 2017).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asfiksia neunatorum
adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir sehingga tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses
kelahiran.
2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia Neonatorum
Menurut Nurarif (2016), Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor ibu
1) Penyakit kronis ( Diabetes Melitus, jantung, kekurangan gizi, dan ginjal.
2) Hipoksia ibu.
3) Gangguan aliran darah fetus
 Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri.
 Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
 Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll.

3
4) Penyakit selama kehamilan (Preeklamsia dan eklamsia)
5) Persalinan patologis (presentasi bokong, letak lintang, partus lama, ketuban pecah
dini, infeksi, vakum ekstraksi, forseps).
6) Kehamilan lebih bulan (> 42 minggu kehamilan)
2. Faktor plasenta
1) Infark plasenta
Terjadi pemadatan plasenta, nuduler, dan keras sehingga tidak berfungsi dengan
pertukaran nutrisi
2) Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus
uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trimester III, walaupun dapat pula
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan
3) Plasenta previa
Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan
normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
3. Faktor neonatus
1) Bayi prematur (kehamilan <37 minggu)
2) Aspirsi meconium pada air ketuban bercampur meconium (warna kehijauan)
3) Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pernafasan pada bayi.
4) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial.
5) Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernafasan, hipoplasi paru, dll.
2.1.3 Manifestasi Klinik Asfiksia Neonatorum
Menurut Sudarti dan Fauziah (2013), gejala dan tanda asfiksia yaitu :
1. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dari 30
kali permenit). Menurut Sondakh (2013), Apnea dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) Apneu primer : pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan tonus neuromuskular
menurun.
2) Apneu sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan pernapasan
megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, terlihat lemah (pasif),
dan pernapasan makin lama makin lemah.
4
2. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (perlekukan dada)
3. Tangisan lemah atau merintih
4. Warna kulit
 Puncat dan ada tanda-tanda syok (untuk tanda asfiksia berat)
 Sianosis (untuk tanda asfiksia ringan)
5. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat
 Bradikardia (kurang dari 100 kali/menit) untuk gejala asfiksia berat
 Takhikardia (lebih dari 140 kali/menit) untuk gejala asfiksia ringan
Menurut Yuliana (2017) tanda dan gejala dari asfiksia yaitu :
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3) Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami
asidosis sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda
dan gejala yang muncul pada asfiksia berat antara lain: frekuensi jantung kurang dari
100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada , tidak ada usaha napas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak
ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan,, terjadi
kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan. Pada asfiksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6) Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen
sampai bayi dapat bernapas kembali. Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang
muncul antara lain: frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10) Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang
sering muncul antara lain: napas lebih dari 100 kali per menit, warna kulit bayi
tampak kemerah- merahan, gerak/tonus otot baik, bayi menangis kuat.
2.1.4 Anatomi Fisiologis Sistem Pernapasan
Respirasi adalah suatu peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen (O2) dan O2
yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ pernapasan. Pada keadaan
tertentu tubuh kelebihan karbon dioksida (CO2), maka tubuh berusaha untuk
mengeluarkan kelebihan tersebut dengan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga
terjadi suatu keseimbangan antara O2 dan CO2 didalam tubuh (Syaifuddin,2016).

5
Gambar 2.1 Sistem Pernapasan Neonatus
Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru. Udara
masuk dan menetap dalam sistem pernapasan dan masuk dalam pernapasan otot.
Trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembabkan udara yang
masuk, melindungi permukaan organ yang lembut. Hantaran tekanan menghasilkan
udara ke paru melalui saluran pemapasan atas. Tekanan ini berperan untuk menyaring,
mengatur udara, dan mengubah permukaan saluran napas bawah. Menurut Syaifuddin
(2016) guna pernapasan adalah sebagai berikut :
a) Mengambil O2 dari luar masuk ke dalam tubuh, beredar dalam darah. Selanjutnya
terjadi proses pembakaran dalam sel atau jaringan.
b) Mengeluarkan CO2 yang terjadi dari sisa-sisa hasil pembakaran dibawah oleh darah
yang berasal dari sel (jaringan). Selanjutnya dikeluarkan melalui organ pernapasan.
c) untuk melindungi sistem permukaan dari kekurangan cairan dan mengubah suhu
tubuh.
d) Melindungi sistem pernapasan dari jaringan lain terhadap serangan Patogenik.
Untuk pembentukan komunikasi seperti berbicara, bernyanyi, berteriak dan
menghasilkan suara
Menurut Syaifuddin (2016), saluran pernapasan terdiri dari beberapa bagian
sebagai berikut :
a) Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ yang berfungsi sebagai alat pernapasan (respirasi)
dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid
atau kerucut dengan alasannya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars
horizontal osis palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sitem
pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-
serabut halus. Epitel vertibulum berisi serambut-serambut halus yang mencegah

6
masuknya benda-banda asing yang mengganggu proses pernapasan.
b) Faring
Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara
basis kranil dan vertebrae servikalis VI. Faring terdiri dari nasofaring, orofaring dan
laringofaring. faring berfungsi sebagai saluran napas dan Makanan, penghangat dan
pelembap, pengecap, pendengaran, perlindungan dan berbicara.
c) Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi
dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamen. Sebelah atas pintu masuk laring
membentuk tepi epiglotis, lipatan dari epiglotis aritenoid dan pita interaritenoid, dan
sebelah bawah tepi bawah kartilago krikoid. Tepi tulang dari Pita suara asli kiri dan
kanan membatasi dacrah epiglotis. Bagian atas disebut supragiotis dan bagian bawah
disebut subglosis.
Fungsi laring adalah vokalisasi yaitu berbicara melibatkan sistem respirasi yang
meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam korteks serebri, pusat respirasi di
dalam batang otak. dan artikulasi serta struktur resonansi dari mulut dan rongga
hidung
d) Trakea
Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf yang
dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh sel selaput, terletak di
antara vertebra servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra
torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos,
mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang
mempertahankan trakea tetap terbuka. Trakea berfungsi sebagai penunjang dan
menjaga kepatenan escalator mukosiliaris dan reflek batuk.
e) Bronkus
Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada
ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan
trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan ke bawah
ke arah tapuk paru. Bagian bawah trakea mempunyai cabang dua kiri dan kanan
yang dibatasi oleh garis pembatasan. Setiap perjalanan cabang utama tenggorok ke
sebuah lekuk yang panjang di tengah permukaan paru.
Bronkus terdiri atas jaringan ikat yang sama dengan trakea dan dilapisi oleh
epitelium kolumnar bersilia. Bronkkus bercabang sesuai urutan perkembangannya
7
menjadi bronkiolus respiratorik, duktus alveolus, dan akhirnya alveoli.
Menurut nurachman dan angriani (2017) bronkus terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Bronkus kanan : bronkus ini lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertical dari pada
bronkus kiri sehingga cenderung sering mengalami obstruksi oleh benda asing,
panjangnya sekitar 2,5 cm. setelah memasuki hilum, bronkus kanan terbagi menjadi
cabang, satu untuk tiap lobus.
2) Bronkus kiri : panjangnya sekitar 5 cm lebih sempit daripada bronkus kanan, setelah
sampai dihilum paru, bronkus terbagi menjadi 2 cabang, satu untuk tiap lobus, tapi
cabang kemudian terbagi menjadi saluran saluran kecil dalam substansi paru.
Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus . bronkus kanan akan bercabang
menjadi 3 bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi 2 bronkiolus.
 Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus, bronkiolus bercabang cabang menjadi
saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis. Bronkiolus tidak
memiliki tulang rawan tetapi rongganya setiap bronkiolus bermuara ke alveolus
(widia,2015)
 Alveolus
Bronkiolus bermuara pada struktur berbentuk bola-bola mungil yang diliputi oleh
pembuluh-pembuluh darah. Epitel pipih yang melapisi alveoli memudahkan darah
didalam kapiler-kapiler mengikuti oksigen dari udara dalam rongga alveolus
(widia,2015)
 Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin,
fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat
pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler
dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.
2.1.5 Patofisiologis Asfiksia Neonatorum
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan
yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini diaggap sengat perlu
untuk merangsang kemoreseptor pusat pernapasan agar terjadi “primary gasping” yang
kemudian akan berlanjut dengan pernapasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai
pengaruh buruk kerena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

8
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia lebih berat. Keadaan dimana akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak tergantung kepada berat
dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang dimulai dengan satu periode apnea (primary
apneo) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha napas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernapasan teratur.
Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi
sel, retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis metabolik. Kombinasi ketiga
peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak
cocok dengan kehidupan. Tujuan resisutasi adalah intervensi tepat waktu yang
membalikkan efek-efek biokimia asfiksia, sehingga mencegah kerusakan otak dan
organ yang irreversibel (tidak bisa kembali), yang akibatnya akan ditanggung sepanjang
hidup (Sondakh, 2013).
Frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat dan bayi melakukan upaya
megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk ke periode apnea primer akan mulai
melakukan usaha napas lagi. Stimulasi dapat terdiri atas stimulasi taktil (mengeringkan
bayi) dan stimulasi termal (oleh suhu persalinan yang lebih dingin) (Sondakh, 2013).
Bayi dengan asfiksia ringan akan mengalami apnea primer yaitu bayi baru lahir
dapat memulai pola pernapasan biasa (walaupun tidak teratur dan mungkin tidak
efektif). Bayi yang mengalami proses asfiksia lebih jauh berbeda dalam tahap apnea
sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak
benar-benar didukung oleh pernapasan buatan, dan bila perlu, dilakukan kompresi
jantung. Warna bayi berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi
perifer sebagai upaya memaksimalkan aliran darah ke organ-organ seperti jantung,
ginjal dan adrenal (Sondakh, 2013).
Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah di
paru-paru mengalami konstriksi. Keadaan konstriksi ini menyebabkan paru-paru
resisten terhadap ekspansi, sehingga mempersulit kerja resusitasi janin yang persisten.
Foramen ovale terus membuat pirau darah ke aorta, melewati paru-paru yang
konstriksi. Bayi baru lahir dalam keadaan asfiksia tetap memiliki banyak gambaran
sirkulasi janin (Sondakh, 2013).
Selama hipoksia, perubahan biokimia yang serius menyebabkan penimbunan
sampah metabolik akibat metabolisme anaerob. Akibat ketidakadekuatan ventilasi,
9
maka bayi baru lahir cepat menimbun karbondioksida. Hiperkabia ini mengakibatkan
asidosis respiratorik yang lebih jauh akan menekan upaya napas (Sondakh, 2013).
Kurangnya oksigen menyebabkan metabolisme pada bayi baru lahir berubah
menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya glukosa yang dibutuhkan
untuk sumber energi pada saat kedaruratan. Hal ini menyebabkan akumulasi asam
laktat dan asidosis metabolik. Asidosis metabolik hanya akan hilang setelah periode
waktu yang signifikan dan merupakan masalah sisa bahkan setelah frekuensi
pernapasan dan frekuensi jantung adekuat (Sondakh, 2013).
Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal, aliran darah ke
otak meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi. Kondisi tersebut hanya dapat
memberikan penyesuaian sebagian. Jika hipoksia berlanjut, maka tidak akan terjadi
penyesuaian akibat hipoksia pada sel-sel otak. Beberapa efek hipoksia yang paling
berat muncul akibat tidak adanya zat penyedia energi, seperti ATP, berhentinya kerja
pompa ion-ion transeluler, akumulasi air, natrium, dan kalsium serta kerusakan akibat
radikal bebas oksigen. Seiring dengan penuran aliran darah yang teroksigenasi, maka
asam amino yang meningkat akibat pembengkakan jaringan otak akan dilepas. Proses
ini dapat mengakibatkan kerusakan neurologis yang mencolok atau samar-samar.
Kejang dapat muncul selama 24 jam pertama setelah bayi lahir. Awitan kejang selama
periode ini merupakan tanda yang mengkhawatirkan dan merupakan tanda peningkatan
kemungkinan terjadinya kerusakan otak yang permanen (Sondakh, 2013).

10
2.1.6 PATHWAY Asfiksia Neonatorum
Skema WOC Asfiksia Neonatorum

Faktor Ibu Faktor plasenta Faktor neonatus

Hipoksia ibu,gangguan Infark plasenta,


aliran darah fetus, hipotensi Solusio plasenta,dan
mendadak & hipertensi
Plasenta previa

ASFIKSIA NEONATORUM

Penumpukan Paru-paru terisi cairan


kekurangan O2 & Kadar
sekret
CO2 meningkat
MK: Bersihan Jalan Gangguan metabolisme
dan perubahan asam
Napas Tidak Efektif
basa

Bayi megap-megap asidosis


Hipoksia

Vasokontriksi pembuluh Gangguan perfusi


darah pulmonal ventilasi
Penurunan laju

MK:
Hiperventilasi
metabolisme
Gangguan
MK : Pertukaran Gas
MK : Pola Napas
Tidak Efektif Hipotermia
Napas cuping hidung,
sianosis, dan hipoksia

Sumber : Nurarif (2016)

11
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Asfiksia Neonatorum
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
asfiksia neonatorum :
a) Laboratorium analisis gas darah tali pusat: menunjukkan hasil asidosis jika PaO2
2O, PaCO2>55 mmH2O dan pH <7,30 (Ghai etal 2010 dalam Ikatan Ners Indonesia
2016).
b) Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang
diarahkan pada kecurigaan komplikasi, meliputi:
 Glukosa darah neonatus (nilai normal 40-150 mg/dL)
Pada asfiksia neonatorum cenderung beresiko mengalami hipoglikemi yaitu
glokosa dalam darah < 40 mg/dl
 Elektrolit darah
Kalium nilai (normal 3,6-5,8 mmol/L), Natrium ( nilai normal 134-150 mmol/L,)
kalsium (nilai normal < 8 mg/dL)
Hasil pemeriksaan elektrolit pada asfiksia neonatorum mengalami penurunan
kurang dari batas normal
 Ureum (nilai normal 7-20 mg/dl )
Kreatinin (nilai normal 0,3-1,2 mg/dL) pada asfiksia neonatorum biasanya terjadi
peningkatan kadar kreatinin dalam darah di atas 1,5 mg/dl
 Laktat nilai normal (0,4-1.3 mmol/L)
Pada asfiksia neonatorum mengalami peningkatan kadar laktat di atas 1,3 mmol/L
 Pemeriksaan radiologi
 USG kepala: kemungkinan dapat mendeteksi perdarahan (Ikatan Ners Indonesia,
2016)
 CT-scan kepala
c) Perhitungan Gas Darah
 Analisis gas darah secara langsung mengukur Ph PaCO2 dan PaO2 dan
menghitung defisit/kelebihan basa, bikarbonat (HCO3-) dan saturasi O2.
 Nilai gas darah : pada neonatus dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO 2 <
50 mmH2O, PaCO2 > 55 mmH2O, Ph < 7,3.
 Gas darah vena biasanya memiliki Ph lebih rendah, PCO2 lebih tinggi, PO2 lebih
rendah daripada ABG (Hamm, 1999 dalam Haws, Paulette 2013), sampel gas
darah kapiler bisa diarterialkan dengan menghangatkan ekstermitas dan

12
disamakan secara kasar dengan Ph, PaCO2, dan HCO3-, arterial.
2.1.8 Tindakan Medis Asfiksia Neonatorum
Tindakan medis yang akan dilakukan pada bayi yang mengalami asfiksia
neonatorum sebagai berikut :
a. Pada asfiksia ringan :
a) Jika bayi tidak mendapatkan oksigen izinkan bayi untuk menyusu.
b) Jika bayi mendapatkan oksigen atau sebaliknya dapat menyusu, berikan perasan
ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan alterannya.
b. Jika pada asfiksia sedang atau berat :
a) Pasang IV. dan berikan hanya cairan IV 12 jam pertama
b) Batasi volume cairan sampai 60 ml/kg berat badan selama hari pertama, dan
pantau pengeluaran urin.
c) Jika bayi berkemih kurang dari enam kali per hari atau tidak menghasilkan urin :
 Jangan meningkatkan volume cairan pada hari berikutnya.
 Ketika jumlah urine mulai meningkat. tingkatkan volume cairan IV harian
sesuai dengan kemajuan volume cairan, tanpa memperhatikan usia bayi (yaitu
untuk bayi yang berusia empat hari, lanjutkan 60 mi/kg sampai 80 ml/kg.
sampai 100 ml/kg, dan seterusnya. Jangan langsung 120 ml/kg pada hari
pertama.
 Ketika konvulsi terkendali dan bayi menunjukkan tanda- tanda peningkatan
respons, izinkan bayi mulai menyusu. Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan
perasan ASI dengan menggunakan metode makan alternatif.
 Berikan perawatan berkelanjutan.
Perawatan berkelanjutan pada bayi asfiksia.
2.1.9 Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum
Penatalaksanaan asfiksia pada bayi baru lahir menurut Masruroh (2016) adalah
sebagai borikut :
1) Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas (radiant warner) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh
tubuh.
2) Memposisikan bayi dengan sedikit mengadahkan kepalanya.
a) Bayi diletakkan telentang dengan Ieher sedikit tengadah agar posisi faring, laring,

13
dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara.
Posisi ini adalah posisi baik untuk melakukan ventilasi dengan balon atau sungkup
dan atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
2) Bersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril, membersihkan jalan
napas sesuai keperluan aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi.
a) Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah
dengan melakukan ponghisapan mukonium sobelum lahirnya bahu atau
intrapartum suctioning.
b) Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi
mongalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang
dari 100 kali per menit) scgera dilakukan penghisupan trakea sebelum timbul
pernafasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium.
c) Penghisapan trakea meliput langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang
endotrakeal ke dalam trakeal, kemudian dengan kateter penghisapan dilakukan
pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis.
d) Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan nafas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekanium.
3) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang
benar.
a) Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret, dan pengeringan, bayi belum
bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk
atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung tubuh atau
ekstremitas bayi.
b) Ventilasi tekanan positif.
c) Kompresi dada
d) Pemberian epinefrin dan atau pengembangan volume (volume expander)
1) Keputusan untuk melanjutkan dari atau kategori ke kategori berikutnya
ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan,
frekuensi jantung dan warna kulit).
2) Waktu untuk setiap langkah adalah 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan
untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.
e) Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7- 10) lakukan perawatan
selanjutnya :

14
1) Membersihkan badan bayi
2) Perawatan tali pusat
3) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat
4) Melaksanakan antropometri dengan pengkajian kesehatan.
5) Memasang pakaian bayi.
6) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi.
f) Mengajarkan orang tua / ibu dengan cara :
1) Membersihkan jalan napas
2) Pemberian ASI (Meneteki) yang baik
3) Perawatan tali pusat

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


2.1.1 Pengkajian
Pengkajian Keperawatan menurut Budiono (2015) adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Adapun pengkajian yang akan dikaji dalam asuhan keperawatan pada asfikisa
neonatorum sebagai berikut :
a. Biodata
Biodata terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak ke berapa,
jumlah saudara, dan tanggal masuk, no,MR, identitas keluarga, yang lebih
ditekankan pada hayi karena berkaitan degan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS) Ketuhan utama
Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bisa bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah dilahirkan. Keadaan bayi ditandai dengan tidak
bias bernafas atau bernafas megap-megap sianosis, hipoksia, hiperkapnea,
asidosis metabolic, tangisan lemah dan terjadi penurunan kesehatan pada bayi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
a) Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan
karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi
mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu
kehamilan.
15
b) Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan O2 sebab partus lama,
rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada
placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan
tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, piacenta provia. sulitio plasenta,
persentase janin abanormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir.
c) Posnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea. asidosis metabolic,
perubahan fungsi jantung. kegagalan system multi organ.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Menurut Mendri (2016), kaji riwayat kehamilan dan persalinan, dalam keluarga
tidak ada keluarga atau saudara bayi yang mengalami riwayat asfiksia
neonatorum sebelumnya dan juga biasanya faktor ibu meliputi Penyakit kronis,
genetik, penyakit selama kehamilan. persalinan pathologis, infeksi berat.
kehamilan lebih bulan.
4) Kebutuhan dasar :
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna.
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna.
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popoknya.
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Umumnya bayi dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, tonus otot
lemas atau ekstermitas terkulai, dan pernapasan tidak teratur
2) Tanda-tanda vital
Umumnya (nadi, pernafasan, suhu) tidak normal. TTV normal pada neonatus :
- Nadi : 100-165 x/menit
16
a. Takikardia adalah nadi lebih dari normal (nadi cepat).
b. Bradikardia adalah nadi kurang dari normal (nadi lambat)
Pernafasan : 30-55 x/menit
Bradipnea: Nafas teratur namun lambat secara tidak normal (pernafasan kurang
dari 30x/menit).
a. Takipnea: Nafas teratur namun cepat secara tidak normal (pernafasan lebih
dari 55x/menit).
b. Hipernea: Nafas sulit, dalam, lebih dari 20x/menit. Secara normal terjadi
setelah olahraga.
c. Apnea: Nafas berhenti untuk beberapa detik.
d. Hiperventilasi: Frekeunsi dan kedalaman nafas meningkat.
e. Hipoventilasi: Frekuensi nafas abnormal dalam kecepatan dan kedalaman.
f. Pernafasan Cheyne stokes: Frekuensi dan kedalaman nafas yang tidak teratur
ditandai dengan periode apnea dan hiperventilasi yang berubah ubah.
g. Pernafasan Kussmaul: pernafasan dalam secara tidak normal dalam frekuensi
nafas yang meningkat.
h. Pernafasan Biot: Nafas dangkal secara tidak normal diikuti oleh periode apnea
(henti nafas) yang tidak teratur Suhu : 36 °C -37,5°C
a. Hipotermia yaitu suhu tubuh kurang dari normal
b. Hipertermia yaitu suhu tubuh lebih dari normal
- Saturasi oksigen : 95% - 100%
Pada asfiksia nadi menurun < 100 x/menit, suhu tubuh menurun 35,3 oc, dan
pernapasan meningkat > 60x/menit
1) Kulit
Pucat/sianosis dan ada tanda-tanda syok
2) kepala
Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura
belum menutup dan kelihatan masih bergerak.
3) Mata
Pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
4) Hidung
Terdapat mukosa dan pergerakan cuping hidung, dan terdapat deformitas
akibat tekanan jalan lahir.
5) Telinga
17
Simetris kanan dan kiri, tulang rawan padat dengan bentuk yang baik,
berespon terhadap suara dan bunyi lain.
6) Mulut
Bibir simetris, sianosis, dan terdapat lendir
7) Dada
Dibagian dada biasanya ditemukan pernapasan yang ireguler, frekuensi
pernapasan yang cepat dan retraksi dinding dada.
8) Abdomnen
Pemeriksaan terhadap membuncit (pembesaran hati, limpa, tumor aster),
scaphoid (kemungkinan bayi menderita diafragmatika).
9) Ekstremitas
Inspeksi : warna kulit kebiruan, gerak tidak aktif
10) Genetalia
11) Reflek
a) Refleks menggenggam (phalmal grap reflek) adalah bila telapak tangan
memberi rangsangan akan memberi reaksi seperti menggenggam.
b) Reficka leher (tonik neck reflek) pada bayi dalam keadaan tertidur
menunjukkan reflek dengan cepat putar kearah satu sisi respon yang
khas jika bayi menghadap kekiri lengan dan kaki pada sisi itu sedangkan
lengan dan tungkainya akan berada dalam posisi fleksi (putar kepala
kearah kanan dan ekstremitas akan mengambil postur yang berlawanan).
c) Refleks menghisap dan membuka mulut (rooting refleks) menimbulkan
reflek sentuhan bibir, pipi atau sudut mulut bayi dengan puting. Respon
yang khas bayi menoleh kearah stimulus, membuka mulut, memasukkan
puting dan menghisap.
d) Refleks moro adalah bila di beri rangsangan yang mengagetkan akan
terjadi reflek lengan dan tangan terbuka serta kemudian diakhiri dengan
aduksi lengan.
d. Pemeriksaan khusus
1) APGAR SKORE
Nilai apgar menurut Maryunani (2014) dapat membantu untuk menilai keseriusan
dari depresi bayi baru lahir yang terjadi serta langkah segera diambil Jumlah nilai
seturuhnya didapat dengan cara mengevaluasi kelime tanda. Yaitu :
A : Appearance (penampakan/kelainan warna) P : Pulse (nadi atas detak jantung)
18
G : Grimance (ringisan atau respon wajah bayi ketika kakinya disentuh)
A : Activity (aktivitas tonus otot lengan dan kaki) R : Respiration (pernapasan)
Tabel 2.1 meneriksa APGAR pada bayi yang mengalami asfiksia neonatorum
Tanda-tanda 0 1 2
Rupa/warna Pucat dan biru Tubuh merah, tangan Seluruhnya merah
(penampakan dan kaki biru
Nadi/detak Tidak terdapat Kurang dari 100x/menit. Lebih dari
jantung detak jantung Detak jantung lemah 100x/menit, detak
jantung kuat
Wajah Tidak ada Menyeringai atau wajah Menangis, batuk atau bersin
menyeringai / respon/reaksi tampak kecut
respon
terhadap
sentuhan
Aktivitas/ Tangan dan Ada sedikit pergerakan Pergerakan aktif kaki dan
tonus otot kaki lumpuh sebagai reaksi terhadap tangan bergerak
(tidak ada rangsangan
gerakan)
Upaya Tidak ada Pernapasan Menangis kuat
bernapas pernapasan, perlahan/tidak teratur.
tidak ada Dinding dada tertarik,
tangis merintih atau
tangisannya lemah

2.1.2 Diagnosa Keperawat


Diagnosa keperawatan menurut Budiono (2015) adalah suatu pertanyaan yang
menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual /
potensial) dari individu atau kelompok tempat anda secara legal mengidenfikasi dan
anda dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau
mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.
Menurut Nuranf, Amin Huda (2015) diagnosa pada pasien dengan Asfiksia
Nconatorum adalah sebagai berikut :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
4) Hipotermia berhubungan dengan penurunan laju metabolisme.

2.1.3 Intervensi Keperawatan

19
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan


keperawatan hasil
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Observasi
tidak efektif tindakan 1. Monitor frekuensi,
berhubungan dengan keperawatan selama. kedalaman, dan usaha napas
hipersekresi jalan napas. kali/jam diharapkan 2. Monitor adanya sumbatan
masalah dapat jalan napas
teratasi dengan 3. Auskultasi bunyi napas
kriteria hasil: 1. Monitor bunyi napas tambahan
 Produksi sputum (gurgling, mengi,wheezing,
menurun ronkhi)
 Mekonium 2. Monitor saturasi oksigen
menurun Terapeutik
 Dispnea menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan
 Sianosis menurun napas dengan head- tilt dan
 Gelisah menurun chin-lift
 Frekuensi nafas 5. Lakukan fisiotrapi dada
membaik 6. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Pola napas
7. Berikan oksigen, bila
membaik
diperlukan
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan 1. Monitor frekuensi,
hambatan upaya napas keperawatan kedalaman, dan usaha napas
selama. kali/jam 2. Monitor pola napas (bradipnea,
diharapkan masalah takipnea, hiperventilasi,
dapat teratasi kussmaul)
dengan kriteria 3. Auskultasi bunyi napas
hasil: 1. Monitor saturasi oksigen
- Dyspnea menurun 4. Monitor bunyi napas tambahan
- Penggunaan otot (gurgling, mengi,wheezing,
bantu pernapasan ronkhi)
menurun Terapeutik
- Pernapasan 5. Pertahankan kepatenan jalan
cuping hidung napas dengan head- tilt dan
menurun chin-lift
- Frekuensi napas 6. Posisikan semi fowler atau
membaik fowler
- kedalaman napas 7. Berikan terapi oksigen
membaik 8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. jelaskan tujuan dan

20
prosedur pemantauan
Kolaborasi
10. Terapi pemberian obat dengan
tepat dan sesuai prosedur
3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan 1. Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan keperawatan kedalaman, dan usaha napas
ventilasi-perfusi selama. kali/jam 2. Monitor pola napas (bradipnea,
diharapkan masalah takipnea, hiperventilasi,
dapat teratasi kussmaul)
dengan kriteria 3. Monitor adanya sumbatan
hasil: jalan napas
- Tingkat 4. Monitor kecepatan aliran
kesadaran oksigen
meningkat 5. Monitor posisi alat terapi
- Dyspnea menurun oksigen
- Bunyi napas 6. Monitor efektifitas terapi
tambahan oksigen
menurun 7. Monitor integritas mukosa
- Diaphores hidung akibat pemasangan
menurun oksigen
- Gelisah menurun 8. Auskultasi bunyi napas
- Takikari 9. Monitor saturasi oksigen
membaik Terapeutik
- Sianosis membaik 10. Bersihkan secret pada mulut,
- Warna kulit hidung, dan trakea
membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan
napas
11. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
11. Jelaskan tujuan dan
12. prosedur pemantauan kolaborasi
13. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
4. Hipotermia Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan 1. Monitor suhu tubuh
penurunan laju keperawatan 1. Identifikasi penyebab
metabolisme selama..kali/jam hipotermia
diharapkan masalah 2. Monitor tanda dan gejala akibat
dapat teratasi hipotermia
dengan kriteria Terapeutik
hasil: 3. Sediakan lingkungan yang
- Kekuatan nadi hangat
meningkat 4. Ganti pakaian / linen yang basah
- Saturasi oksigen 5. Lakukan penghangatan pasif dan
meningkat aktif
- akral dingin 6. Lakukan terapi paparan panas
menurun Observasi
- berat badan 1. Identifikasi kontraindikasi

21
meningkat penggunaan terapi
2. Monitor suhu alat terapi
3. Monitor kondisi umum,
kenyamanan dan
keamanan selama terapi
4. Monitor respon pasien terhadap
terapi terapeutik
5. Pilih metode stimulasi yang
nyaman dan mudah didapatkan
6. Tentukan durasi terapi sesuai
dengan respon pasien
2.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2016).
2.1.5 Evaluasi Keperawatan
Menurut Nursalam (2016), Evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai. Pada evaluasi formatif penulis menilai klien
mengenai perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan.
2. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif disebut juga evaluasi aktif dimana dalam metode evaluasi
ini menggunakan SOAP (Subjektif, objektif, assement, Perencaan).
Teknik pelaksanaan SOAP :
1. S (Subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan
2. O (Objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilain,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
3. A (Assement) adalah membandingkan antar informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
belum teratasi, teratasi sebagian dan masalah teratasi.
4. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

22
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Pertami. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika
Brunner, dan suddarth.(2016). Keperawatan medical bedah, edisi 12.
Jakarta :EGC

Diana, Wulan. (2019). Endorphin Massage Efektif Menurunkan Nyeri Punggung Ibu
Hamil Trimester III. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol. 12. No. 2 (online).
Available :
https://journal2.unusa.ac.id/index.php/JHS/article/download/1128/853/2 62 6
(27 April 2021)

Fitriana, Yuni & Nurwiandani, Widy. (2018). Asuhan Persalinan. Yogyakarta; Pustaka
Baru Press

Ikatan Ners Indonesia. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asfiksia


Neonatorum. Tersedia di https://ikatannersindonesia.wordpress.com/.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018

Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. (J. Budi, Ed.)
(1st ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.

Medri, Ni Ketut dan Agus. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan Bayi
Resiko Tinggi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Nurarif, H. A. & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawtan Praktis Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta
: Medi Action.

Nurviyanti & Sri, S (2021). Efektifitas terapi oksigen terhadap downes score pada
pasien asfiksia neonatus di ruang perinatologi

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018.) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
9
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Sondakh Jenny J.S. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir.
Erlangga
Sudarti, & Fauziah A. (2013). Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Jogjakarta : Nuha Medika

Syaifudin, (2016). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan dan Kebidanan edisi 4. Jakarta : EGC

RSUD CURUP,(2017). Laporan Tahunan Ruang Mawar Tahun 2017.Bengkulu :


RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong
23
RSUD CURUP,(2018).Laporan Tahunan Ruang mawar Tahun 2018.Bengkulu : RSUD
Curup Kabupaten Rejang Lebong

RSUD CURUP,(2019).Laporan Tahunan Ruang Mawar Tahun 2019.Bengkulu : RSUD


Curup Kabupaten Rejang Lebong

RSUD CURUP,(2020).Laporan Tahunan Ruang mawar Tahun 2020.Bengkulu : RSUD


Curup Kabupaten Rejang Lebong

24
25

Anda mungkin juga menyukai