Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN LATIHAN RANGGE

OF MOTION (ROM) PADA LANSIA DI RUANGAN


TERATAI RUMAH SAKIT PROF Dr.W.Z. JOHANES
KUPANG

2023

Pengertian Range of motion (ROM) merupakan latihan yang dilakukan


untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaaan kemampuan pergerakan sendi secara normal
dan lengkap untuk meningatkan massa otot dan tonus otot, .
Range Of Motion ROM merupakan suatu gerakan yang
keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan.
Klasifikasi ROM dibagi menjadi dua jenis yaitu ROM aktif
dan ROM pasif (Kurnia dan Purwoko, 2015).

Manfaat Latihan (ROM) akan dapat memelihara dan mempertahankan


kekeuatan sendi, memelihara mobilitas persendihan,
merangsang sirkulasi darah, serta meningkatkan massa otot,
sehingga di harapkan dapat mencegah imobilisasi pada lansia
dan kulaitas hidup di masa tua adapat meningkat (Surratun,
2008 dalam Setyorini 2018).

Peralatan 1. Leafleat

2. Alat tulis
Sasaran Seluru pasien dan keluarga pasien yang berada di ruangan
rawata inap teratai Rs johanes kupang

Prosedur A. Fase Pra Interaksi


Persiapan alat dan bahan :

1. Alat tulis
2. leafleat
B. Fase Orientasi (waktu yang diperlukan 2 menit)
1. Ucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Memberikan kesempatan bertanya kepada pasien
4. Melakukan kontrak waktu dan tempat
C. Fase Kerja
1. Menjelaskan maksud dan tujuan promosi kesehatan
tentang latihan ROM selama 5 menit
2. Melakukan pengukuran menggunakan kuesioner dan
checklist terhadap pengetahuan dan keterampilan terkait
latihan ROM (Pre Tes) dilakukan selama 10 menit
(pengetahuan 5 menit dan keterampilannya 5 menit)
3. Melakukan pendidikan kesehatan Dengan Media
Booklet Tentang latihan ROM
4. Membagikan Leafleat kepada responden untuk
mereview penjabaran materi.
5. Memberikan pujian kepada responden
6. Menutup dengan mengucapkan salam dan meminta
maaf apabila dalam pertemuan ada kesalahan.

Lampiran Materi
1. Pengertian Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kekuatan suatu otot atau grup otot yang dihasilkan agar
dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum (Kamariah, 2018). Kekuatan otot
merupakan kemampuan otot untuk dapat menghasilkan tegangan dan secara dinamis
statis atau kemampuan maksimal otot untuk berkontraksi (Suminar, 2018). Kekuatan
otot sangat berkolerasi dengan massa otot namun jumlah masa otot yang sama mampu
menghasilkan tingkat kekuatan yang berbedah, dengan demikian ukuran kekuatan otot
yang harus di gunakan untuk menentukan penurunan kekeuatan otot.
2. Manfaat Peningkatan Kekuatan Otot
Terdapat berbagai manfaat dalam menigkatkan kekuatan otot, beberapa manfaat
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Melatih kekuatan dan daya tahan menambah kekuatan dalam aktivitas fisik, biasanya
orang dengan tingkat kekuatan otot rendah akan mudah merasa lelah dalam
beraktifitas
b. Mencegah terjadinya cidera, karena dengan melatih kekuatan dan daya tahan otot
dapat membuat sel-sel tendon, ligament, dan kartilago menjadi lebih kuat sehingga
mengurangi terjadinya cidera.
c. Menurunkan kadar lemak dalam tubuh
d. Kekuatan otot yang bagus juga dapat mencegah degenerasi otot
e. Meningkatkan kualitas hidup karena dapat meningkatkan energi, mencegah
terjadinya cidera, dan membuat aktivitas sehari-hari lebih mudah.
3. Pengukuran Kekuatan Otot
Menurut Kamariah (2018). Pengukuran kekuatan otot merupakan suatu
pengukuran untuk mengevaluasi kontraktilitas termasuk mengukur otot dan tendon serta
kemampuannya saat menghasilkan suatu usaha. Penilaian kekuatan otot memiliki skala
ukur yang pada umumnya digunakan untuk memeriksa penderita yang mengalami
kelumpuhan serta mendiagnosa status kelumpuhan juga dapat dipakai untuk melihat
apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya
apakah mengalami perburukan pada penderita (Suminar, 2018). Pengukuran kekuatan
otot adalah suatu pengukuran untuk mengevaluasi kontraktilitas termasuk didalamnya
otot dan tendon dan kemampuannya dalam menghasilkan suatu usaha. Pemeriksaan
kekuatan otot diberikan kepada individu yang dicurigai atau aktual yang mengalami
gangguan kekuatan otot maupun daya tahannya. Pengukuran kekuatan otot dapat
dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual yang disebut dengan
MMT (Manual Muscle Testing).
MMT (Manual Muscle Testing) merupakan salahh satu bentuk pemeriksaan
kekeuatan otot yang paling sering di gunakan. Hal tersebut karena
penatRadamatasanaan, interprestasi hasil serta validitas dan rehabilitasnya telah teruji,
Manual Muscle Testing (MMT) pertama kali dijelaskan pada tahun 1912 untuk menilai
status pasien dengan poliomielitis. Dalam pengaturan klinis modern, kekuatan paling
sering dinilai menggunakan skala MMT yang ditetapkan oleh Dewan Penelitian Medis
dari Royal College of Physicians and Surgeons. Dalam bentuk aslinya, skala ini menilai
kekuatan otot individu pada skala dari 0 hingga 5, dengan 0 menunjukkan tidak ada
fungsi otot dan 5 menunjukkan kekuatan normal. Grade 1 menyiratkan pengamatan
aktivasi otot tanpa gerakan, grade 2 membutuhkan kemampuan untuk bergerak dengan
gravitasi dihilangkan sebagai kekuatan, grade 3 berarti bahwa otot dapat menggerakkan
anggota tubuh melawan gravitasi, dan grade 4 membutuhkan kekuatan otot yang baik
tetapi tidak normal (Shefner, 2017).
Parameter pengukuran kekuatan otot dinyatakan dengan presentasi kekuatan
normal dalam angka 0-100 (Jackson.dkk, 2015) yaitu :
a. 10 jika tidak ada gerakan, kontraksi dapat di lihat atau di palpasi
b. 25 jika gerakan otot dapat penuh melawan gravitasi dengan topangan
c. 50 jika gerakan normal melawan gravitasi
d. 75 jika gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan minimal
e. 100 jika kekuatan otot normal, gerakan penuh normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan penuh
Tujuan melakukan pengukuran kekuatan otot dengan MMT adalah untuk
membantu menegakan diagnosis, menentukan jenis-jenis terapi latihan yang harus di
berikan, menentukan jenis-jenis alat bantu yang di peroleh oleh pasien, untuk
menentukan prognosis (Helen et all, 2014 dalam Kuswardani 2019). Saat mengukur
kekuatan otot, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Posisikan lansia sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan
kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan
mudah diobservasi.
b. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang menghambat.
c. Usahakan lansia dapat berkontraksi saat dilakukan pengukuran.
d. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
e. Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi yang antigravitasi. Jika otot
terlalu lemah, maka sebaiknya lansia ditempatkan pada posisi terlentang.
f. Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk
menghindari kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran.
g. Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobsevasi baik palpasi pada tendon
atau otot.
h. Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran.
i. Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba.
j. Catat hasil pengukuran pada lembar observasi.
4. Latihan Range Of Motion (ROM)
a. Definisi
ROM merupakan istilah baku untuk menunjukkan besaran sendi baik normal.
ROM berfungsi untuk menunjukkan kelainan batas gerak sendi abnormal. Range Of
Motion ROM merupakan suatu gerakan yang keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan. Klasifikasi ROM dibagi menjadi dua jenis yaitu ROM aktif
dan ROM pasif (Kurnia dan Purwoko, 2015). ROM juga di gunakan sebagai dasar
untuk menetapkan adanya kelaianan atau untuk menyatakan batas gerak sesndi
abnormal (Helmi, 2012).
b. Indikasi Dan Kontraindikasi ROM
Pemeriksaan ROM diindikasikan pada pasien dengan keterbatasan gerakan. Hal
ini dapat disebabkan oleh masalahh di dalam sendi, pembengkakan jaringan di sekitar
sendi, kekakuan otot, ataupun masalahh muskuloskeletal lain seperti pada kasus trauma
ekstremitas dan osteoarthritis. Selain itu, pemeriksaan ROM juga dapat digunakan untuk
tujuan pengobatan, mengevaluasi gerakan sendi secara rutin, dan membuat orthosis.
Tujuan lain dari latihan ROM adalah memperlancar sirkulasi darah dan meningkatkan
atau mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan (Potter And Pery 2009 Dalam
Andrawati 2013).
Kontraindikasi pemeriksaan ROM adalah pada orang yang diketahui mengalami
dislokasi sendi, fraktur yang tidak sembuh, pasca tindakan bedah jika gerakan diketahui
akan mengganggu penyembuhan, dan osteoporosis berat dimana gerakan dapat
menyebabkan cedera introgenik (Gandbhir, 2020). Selain dari itu, pemeriksaan ROM
dapat dilakukan namun perlu berhati-hati pada kondisi di mana terdapat infeksi atau
inflamasi di sekitar sendi, nyeri derajat berat yang diperparah dengan gerakan, dan
hipermobilitas atau instabilitas sendi. Pengablikasian latihan ROM yang salahh dapat
menyebabkan kompikasi atau efek samping. Hal ini bisa menyebabkan hasil
pengukuran tidak akurat yang dapat berdampak pada perawatan pasien, ataupun
menyebabkan cedera introgenik.
c. Klasifikasi Latihan ROM
Terdapat dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif, Klasifikasi Latihan
ROM (Purba et al, 2022) meliputi:
1) Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan
perawat setiap gerakan,
2) Latihan ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa
bantuan perawat di setiap gerakan yang dilakukan.

d. Tujuan Latihan ROM


Latihan (ROM) akan dapat memelihara dan mempertahankan kekeuatan sendi,
memelihara mobilitas persendihan, merangsang sirkulasi darah, serta meningkatkan
massa otot, sehingga di harapkan dapat mencegah imobilisasi pada lansia dan kulaitas
hidup di masa tua adapat meningkat (Surratun, 2008 dalam Setyorini 2018).
Berdasarkan individu yang menggerakkan, latihan ROM dibagi menjadi 2, yaitu :
1. ROM aktif: pasien menggerakkan sendiri ekstremitasnya, tanpa bantuan pasien atau
fisiolatihans. Latihan ini diberikan pada pasien yang memang mampu melakukan
gerakan pada ekstremitasnya dan kooperatif. ROM aktif juga dapat dilakukan dengan
pengawasan atau bantuan
2. ROM pasif: gerakan ekstremitas pasien dibantu oleh perawat atau fisiolatihans
karena pasien tidak dapat menggerakkan sendiri ekstremitasnya.
e. Prinsip Dasar Latihan ROM
Pemberian terapi ROM pasif berupa latihan gerakan pada bagian pergelangan
tangan, siku, bahu, jari-jari kaki atau pada bagian ektermitas yang mengalami
hemiparesis sangat bermanfaat untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang
gerak, seperi kontraktur, kekakuan sendi, menurut Irfan dalam (So’emah, 2014) namun
dalam pemberian intervensi latihan ROM perlu memerhatikan prinsip dasar sebelum
melakukan ROM, Prinsip dasar latihan (ROM) yaitu :
1. ROM harus di lakukan sekitar 6 hari.
2. ROM di lakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
3. Diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring. ROM sering di programkan oleh
dokter dan di kerjakan oleh ahli Fisiolatihan
4. Bagian bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan, siku,
bahu, tumit, dan pergelangan kaki. Prosedur pelaksanaannya yaitu sebagai berikut:
a. ROM pada bagian jari-jari (fleksi dan ekstensi)
1) Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang
pergelangan.
2) Bengkokkan (tekuk/fleksikan) jari-jari ke bawah.
3) Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang (hiperekstensikan).
4) Gerakkan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5) Kembalikan ke posisi awal.

Sumber supriatna. (2019)


Gambar 2.1 ROM pada bagian jari-jari (fleksi dan ekstensi)
b. ROM pada pergelangan kaki (fleksi dan ekstensi)
1) Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
2) Pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke bagian atas tubuh
pasien.
4) Kembalikan ke posisi awal.
5) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki diarahkan ke
bawah.

Sumber supriatna. (2019)

Gambar 2.2 ROM pada pergelangan kaki (fleksi dan ekstensi)

c. ROM pada pergelangan kaki (infersi dan efersi)


1) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita (pelaksana) dan pegang
pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya.
2) Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
3) Kembalikan ke posisi semula.
4) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
5) Kembalikan ke posisi awal.

Sumber supriatna. (2019)

Gambar 2.3 ROM pada pergelangan kaki (infersi dan efersi)


d. ROM pada bagian paha (rotasi)
1) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu tangan yang
lain di atas lutut pasien.
2) Putar kaki ke arah pasien.
3) Putar kaki ke arah pelaksana.
4) Kembalikan ke posisi semula.
e. ROM pada paha (abduksi dan adduksi)
1) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit.
2) Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan pertahankan posisi tetap
lurus. Gerakan kaki menjauhi badan pasien atau ke samping ke arah perawat.
3) Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4) Kembalikan ke posisi semula.
5) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Sumber supriatna. (2019)


Gambar 2.4 ROM pada pergelangan kaki (rotasi, Abduksi Dan Adduksi)
f. ROM pada bagian lutut (fleksi dan ekstensi)
1) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan
yang lain.
2) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
3) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan semampu pasien.
4) Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas.
5) Kembalikan ke posisi semula.
6) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Sumber supriatna. (2019)


Gambar 2.5 ROM pada Bagian Lutut (fleksi dan ekstensi)

Referensi :
Loading………

Anda mungkin juga menyukai