Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL

SURVEI PERILAKU MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN


DAN PENGOBATAN PENYAKIT MALARIA DI PUSKESMAS
WAIMANGURA SUMBA BARAT DAYA

OLEH

NOVENTIA UMBU REDA


181111031

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di
daerah tropis dan subtropis serta dapat menimbulkan kematian lebih dari jutaan
manusia setiap tahunnya Walidayati, (2019). Saat ini malaria masih menjadi
beban masyarakat dan pemerintah Indonesia oleh karena ancaman kesakitan dan
kematian yang tertinggi terhadap penduduk beresiko seperti bayi, balita, ibu,
penduduk usia produktif dan penurunan kualitas sumber daya manusia serta
produktivitas kerja dan wisatawan. Program-program pemberantasan dan
pengobatan malaria yang sudah dilakukan seperti penyemprotan rumah,
larvaciding (dengan sasaran luas tempat perindukan yang akan diaplikasi),
biologikal control atau penebaran ikan pemakan jentik, pemolesan
kelambu/berinteksida Walidayati, (2019).Namun kejadian malaria masih
ditemukan di Sumba Barat Daya karena masyarakat disana masih acuh tak acuh
terhadap tindakan pencegahan malaria seperti penggunaan kelambu, hampir
sebagian dari mereka menggunakan kelambu untuk menangkap ikan di sungai
sekitar rumah mereka, sebagai pelindung ternak dan sayuran di kebun, kebiasaan
masyarakat Sumba yang menyimpan kelambu tersebut dan baru digunakan
apabila ada tamu yang berkunjung, selalu membiarkan air tergenang,
membiarkan barang-barang bekas berserahkan di area sekitar rumah, dan tidak
menggunakan obat nyamuk seperti penggunaan abate pada tempat penampungan
air. Tanpa disadari kondisi ini dapat menimbulkan konsekuensi di bidang
kesehatan yaitu penyakit malaria Walidayati, (2019).
Salah satu Faktor menyebabkan tingginya kejadian penyakit malaria
yaitu factor nyamuk anopheles ini hidup di daerah tropis dan sub tropis. Faktor
penyebab yang kedua adalah manusia berdasarkan karakteristik misalnya umur,
ras, system imun, dan juga status gizi dan kesehatan lingkungan rumah. Yang ke
tiga factor lingkungan yang meliputi banyak hal antara lain: suhu, udara, factor
angin, dan hujan. Oleh karena itu kita harus bisa menciptakan lingkungan yang
bersih dan juga sehat agar dapat terhindari dari nyamuk anopheles yang
menyebabkan malaria. Karena lingkungan yang lembab dan kotor dapat menjadi
tempat hidup nyamuk anopheles yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
malaria Arsin, (2012).
Berdasarkan World Malaria Report, jumlah kasus Malaria di seluruh
dunia pada tahun 2017 diperkirakan sebesar 219 juta kasus(kisaran:203-262 juta)
dibandingkan dengan 239 juta kasus pada tahun 2010 (kisaran: 200-259 juta)
sebagian besar kasus malaria pada tahun 2017 berada di wilayah Afrika (200 juta
kasus atau ikuti wilayah Asia Tenggara (5%) dan wilayah Mediterania Timur
(2%) tingkat kejadian Malaria menurun secara global antara 2010 dan 2017, dari
72 kasus menjadi 59 kasus per 1000 populasi berisiko WHO, (2018). Di
Indonesia, Annual Parasite Incidence (API) malaria pada tahun 2019 meningkat
dibandingkan tahun 2018, yaitu dari yang awalnya sebesar 0,84 menjadi 0,93 per
1.000 penduduk. Pencapaian eliminasi tingkat kabupaten atau kota pada tahun
2019 adalah sebanyak 300 kabupaten atau kota sedangkan untuk eliminasi
tingkat provinsi belum ada yang mencapai, meskipun terdapat 3 provinsi yang
seluruh kabupaten atau kotanya telah mencapai eliminasi. Berdasarkan penelitian
terdahulu diperoleh data kejadian Malaria di Indonesia pada tahun 2013 bahwa 5
provinsi yang memiliki angka insiden dan prevalensi tertinggi yaitu Provinsi
Papua (9,8% dan 28,6%), Provinsi Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%),
Provinsi Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Provinsi Sulawesi Tengah (5,1% dan
12,5%), dan Provinsi Maluku (3,8% dan 10,7%). Dinas kesehatan provinsi Nusa
Tenggara Timur melaporkan bahwa pada tahun 2011 malaria endemis di semua
kabupaten/kota di Nusa Tenggaara Timur. Menurut konfirmasi laboratorium,
pada tahun 2011 ada 27 orang di antara 1000 penduduk positif malaria.
Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan salah satu kabupaten di pulau Sumba
yang memiliki Annual Parasite Incidence (API) tertinggi dimana tahun 2018 API
sebesar 21,85% atau secara stratifikasi tergolong wilayah High Case Incidence
(HCI).Infeksi malaria mendominasi adalah Plasmodium Flacifarum dan
Plasmodium vivac. Meskipun P.falcifarum penyebab utama kematian akibat
malaria, penyebaran P.vivax lebih luas dibandingkan dengan P.falcifarum.
Berdasarkan hasil pengambilan data pada tahun 2020 terdapat masyarakat yang
menderita malaria sebanyak 102 orang di Puskesmas Waimangura, kabupaten
Sumba Barat Daya, pada tahun 2021 mengalami peningkatan dimana terdapat
masyarakat menderita malaria sebanyak 293 orang di puskesmas Waimangura
kabupaten Sumba Barat Daya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan 4
orang dari pasien malaria menunjukan hampir semua masyarakat yang menderita
malaria tidak melakukan pencegahan yang baik dan benar dimana masyarakat
acuh tak acuh terhadap tindakan pencegahan malaria seperti penggunaan
kelambu, hampir sebagian dari mereka menggunakan kelambu untuk menangkap
ikan di sungai sekitar rumah ada juga masyarakat yang menyimpan kelambu dan
memberikan kelambu kepada keluarga di luar pulau sumba. Dan jika mereka
terkena malaria mereka hanya mengonsumsi obat dari puskesmas.Hal ini juga
dibuktikan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Walidayati,
(2019) di wilayah Sumba Timur, dimana hasil yang ditemukan masyarakat tidak
mengunakan kelambu berinsektisida sebagaimana mestinya. Mereka
menggunakan kelambu sebagai pelindung ternak dan sayuran di kebun dan juga
masyarakat menyimpan kelambu tersebut dan baru digunakan apabila ada tamu
yang berkunjung.
Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian malaria yaitu agent(parasit
plasmodium), enviroment (lingkungan fisik, kimia, kimiawi, biologik, sosial)
dan host (manusia dan nyamuk Anopheles) Arsin, (2012) berdasarkan faktor
tersebut, faktor lingkungan fisik dan lingkungan sosial menjadi fokus utama.
Selain beberapa faktor tersebut, salah satu faktor yang mempengaruhi
penyebaran penyakit malaria adalah kondisi grafis suatu wilayah, sehingga
analisis spasial sangat penting untuk mengatasi masalah malaria.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menurunkan angka kejadian
malaria di sumba barat daya yaitu dengan pembagian kelambu berinsektisida dan
juga melalui penyuluhan terkait malaria. Upaya lain juga yang dapat dilakukan
oleh pemerintah yaitu dengan program pemberdayaan masyarakat khususnya
peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku pencegahan malaria
dalam penggunaan kelambu berinsektisida dan memanipulasi lingkungan dan
kegiatan surveilans malaria secara menyeluruh baik pemantauan parasit, tempat
perindukan, dan spesies vektor malaria Walidayati,( 2019)
Berdasarkan uraian sebelumnya maka peneliti tertarik meneliti tentang
“Survei Perilaku Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pengobatan
Penyakit Malaria Di Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan
dan pengobatan penyakit malaria di Puskesmas Waimangura Kabupaten Sumba
Barat Daya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku masyarakat
dalam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit malaria di Puskesmas
Waimangura Kabupaten Sumba Barat Daya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan
sumbangan bagi ilmu pengetahuan di bidang keperawatan komunitas
tentangperilaku masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit
malaria di Puskesmas Waimangura Kabupaten Sumba Barat Daya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Lokasi Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat meningkatkan strategi dalam m
endukung program eliminasi malaria di wilayah Puskesmas Waimangura
Kabupaten Sumba Barat Daya
1.4.2.2 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk memanfaatkan ilmu yang didapatkan selama proses pendidikan
serta menambah pengetahuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian di
bidang keperawatan tentang perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan
dan pengobatan penyakit malaria di Puskesmas Waimangura Kabupaten
Sumba Barat Daya.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi institusi
pendidikan keperawatan dan menjadi salah satu referensi untuk
pengembangan ilmu keperawatan.
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel Keaslian Penelitian
Nama Tahun Judul Hasil Persamaan Perbedaan

Alfa 2019 Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Tingkat pengetahuan dari responden tentang 1. sama-sama 2. variabel penelitian
Terhadap Penyakit Malaria Di Desa penyakit malaria di Desa Kolongan termasuk dalam meneliti tentang ini yaitu:
Kolongan Kecamatan Talawaan kategori baik (Tabel 4). Penelitian ini hampir mirip kejadian malaria Pengetahuan
Kabupaten Minahasa Utara dengan penelitian yang di lakukan pada tahun di Dan Sikap
Desa Bumi Sari Kecamatan Beutong (2013) dimana Masyarakat
pengetahuan masyarakat Desa Bumi Sari terhadap Terhadap Penyakit
malaria dapat dikategorikan baik, sebanyak 74,7% Malaria.
responden. Hasil penelitian mengenai pengetahuan 3. tempat penelitian di
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden desa Kolongan
mengenai penyakit malaria pengetahuan responden Kecamatan
paling tinggi adalah mengetahui tanda dan gejala Talawaan
penyakit malaria Penelitian ini sama dan memiliki Kabupaten
kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh Minahasa Utara.
Anindita Shaqiena dkk (2019) 100 % responden 4. Jumlah variabel
mengetahui gejala penyakit malaria. pada penelitian ini
2 sedangkan pada
penelitian saya
hanya 1 variabel.
Nilce 2020 Studi Kualitatif Perilaku Karateristik informan menunjukkan sebagian besar 1. sama-sama 1. Metode penelitian
Astin Masyarakat dalam Pencegahan berjenis kelamin perempuan sejumlah 7 orang dan meneliti tentang yang digunakan
Malaria laki-laki sejumlah 2 orang, umur informan dominan kejadian malaria dalam penelitian ini
di Manokwari Barat, Papua Barat, kategori 20-40 tahun dan hanya 1 orang yang 2. variabel merupakan
Indonesia kategori 41-50 tahun, mayoritas informan penelitian ini kualitatif
merupakan ibu rumah tangga, dengan suami yang yaitu : Perilaku 2. Tempat penelitian
bekerja sebagai buruh kasar dan nelayan yang Masyarakat dalam di Manokwari
dalam kebiasaan sehari-harinya selalu beraktivitas Pencegahan Barat, Papua Barat.
di luar rumah pada malam hari. Malaria.
Cecilia 2020 Gambaran pengetahuan masyarakat Dari hasil penelitian responden yang pernah 1. Sama-sama 3. variabel penelitian
tentang penyakit malaria di mendengar tentang penyakit malaria dibandingkan meneliti tentang ini yaitu: Gambaran
Kecamatan Silian Raya Kabupaten dengan hasil penelitian oleh Juhairiyah dan kawan- kejadian malaria pengetahuan
Minahasa Tenggara. kawan (2014) di Kabupaten Malinau Propinsi 2. Sama-sama masyarakat tentang
Kalimantan Timur mendapat persentase 67,2%.2 Di memiliki 1 penyakit malaria.
Desa Tatelu Kecamatan Dimembe oleh Taufik dan variabel 4. Tempat penelitian
kawan-kawan (2013) juga mendapat hasil di Kecamatan
penelitian dengan presentase 75%.Dari hasil Silian Raya
penelitian sumber informasi Kabupaten
tentang penyakit malaria dibandingkan dengan hasil Minahasa
penelitian Taufik dan kawan-kawan sebagian besar Tenggara.
tidak pernah mendapat penyuluhan malaria. Hal ini
menunjukkan bahwa sumber informasi dari
penyuluhan kesehatan
mempengaruhi pengenalan tentang penyakit
malaria pada masyarakat.
Yanelza 2020 Gambaran Perilaku Pencegahan Sebagian besar pencegahan gigitan nyamuk yang 1. Sama-sama 1. variabel penelitian
Penyakit Malaria di Sumatera digunakan masyarakat di Sumatera Selatan adalah meneliti tentang ini yaitu:
Selatan. tidur menggunakan kelambu tidak berinsektisida kejadian malaria gambaran perilaku
dan repelen. Daerah yang telah bebas malaria, 2. Sama-sama pencegahan penyak
penduduknya cenderung tidak menggunakan meneliti tentang it malaria
kelambu berinsektisida ≤ 3 tahun. Terdapat perilaku 2. Tempat penelitian
hubungan antara status eliminasi, pendidikan, umur, pencegahan di Sumatera
dan pekerjaan terhadap penggunaan kelambu malaria Selatan.
berinsektisida < 3 tahun. 3. Sama-sama
memilki 1
variabel

maurend 2020 Faktor Resiko yang Mempengaruhi Penelitian ini menyatakan bahwa faktor lingkungan, 1. Sama-sama 1. variabel penelitian
Kejadian Malaria Di Indonesia perilaku, pengetahuan, sikap, tindakan pencegahan, meneliti tentang ini yaitu: faktor
sosial ekonomi, demografis berhubungan dengan kejadian malaria resiko yang
kejadian malaria. Dari 22 artikel yang diteliti 2. Sama-sama mempengaruhi
berdasarkan studi literatur terdapat faktor risiko memilki 1 kejadian malaria di
dominan sebagai penyebab kejadian malaria di variabel Indonesia.
Indonesia penelitian ini adalah penggunaan
kelambu, keberadaan breeding place, kebiasaan
keluar rumah pada malam hari, dan penggunaan
obat anti nyamuk. Diharapkan masyarakat di daerah
endemis malaria untuk dapat menggunakan
kelambu pada malam hari, selalu membersihkan
genangan air disekitar rumah, menghindari aktivitas
keluar pada malam hari jika tidak diperlukan, serta
dapat menghindari gigitan nyamuk dengan
penggunaan obat anti nyamuk.
samuel 2019 Gambaran pengetahuan, perilaku Pengetahuan responden tentang gejala malaria di 1. variabel 1. tempat penelitian di
sandi dan pencegahan malaria oleh setiap kampung di atas 75%, hal ini menunjukkan penelitian ini: Kabupaten Maluku
masyarakat di Kabupaten Maluku bahwa masyarakat setempat sudah mengenal baik perilaku dan Tenggara Barat dan
Tenggara Barat dan Maluku Barat gejala yang dirasakan jika terkena penyakit malaria. pencegahan Maluku Barat Daya
Daya Sedangkan jenis penyakit malaria yang dialami malaria oleh 2. memiliki 3 variabel
masyarakat adalah malaria tertiana dan tropika. masyarakat
Hasil wawancara terhadap responden menunjukkan
responden yang mengetahui gejala malaria,
tertinggi di Kampung Alusi dan Waturu sebesar
95% dan terendah di Kampung Kisar sebesar 75%.
Responden yang pernah mengalami malaria dalam
sebulan, tertinggi di Kampung Wetar dan terendah
di Kampung Kisar dan frekuensi terkena malaria
dalam sebulan yang lalu lebih dari 2 kali, tertinggi
di Kampung Wetar (15%) dan terendah di
Kampung Waturu 0%. Hal ini menunjukkan bahwa
malaria di kampung-kampung tersebut sebesar
95%, sedangkan dari lembaga pendidikan hanya
5%.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP DASAR MALARIA


2.1.1. Pengertian Malaria
Malaria adalah Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alamiah ditularakan melalui gigitan anopeles betina.Malaria bisa
ditularkan juga dari ibu hamil ke janinnya, dan dari transfusi darah yang
mengandung Plasmodium (Dinkes, 2015).
2.1.2. Penyebab
Penyebab penyakit malaria adalah parasit genus plasmodia, famili
plasmodidae dari ordo coccididae. Sampai pada saat ini, Indonesia ada lima (5)
Species parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu: Plasmodium Falciparum
(P. Falciparum), Plasmodium Vivax (P. Vivax), Plasmodium Ovale (P. Ovale),
Plasmodium Malariae (P. Malariae), Plasmodium Knowlesi (P. Knowlesi)
(Dinkes, 2015).
Tabel 2.1 Penyebab Penyakit Malaria
No Parasites Malaria Keterangan
1 Plasmodium Falciparum Malaria tropika yang dapat menyebabkan
malaria berat/malaria otak (malaria
cerebral) yang dapat berakibat fatal, dengan
gejala serangannya timbul berselang setiap
dua hari (48 jam) .
2 Plasmodium vivax Malaria tertiana gejala serangannya timbul
setiap tiga hari.
3 Plasmodium ovale Malaria ovale gejala serangannya hampir
menyerupai dengan gejala malariae,
malaria jenis ini jarang ditemui di
Indonesia (pernah ditemui di Timika Irian
Jaya pada tahun 1993), banyak di jumpai di
Afrika dan Pasifik Barat.
4 Plasmodium malariae Malaria kuartana gejala serangannya timbul
berselang setiap empat hari.
5 Plasmodium Knowlesi Malaria jenis ini banyak ditemukan di Asia
tenggara dan dapat menyerang manusia
serta dapat ditransmisikan melalui nyamuk
kelompok anopeles Leucospyrus. Parasit
ini memiliki kemampuan untuk
bereproduksi setiap 24 jam di dalam darah.
Parasit terakhir ini kini dapat menginfeksi
manusia meski sebelum hanya dapat
menginfeksi hewan primata (monyet) dan
sampai saat ini masih terus diteliti. Gejala
umum seperti plasmodium falciparum
Sumber: Modul Malaria Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, 2015
2.1.3. Patogenesis
Menurut Dinkes (2015) periode sejak nyamuk mengisap darahyang
mengandung sporozoit sampai mengandung gametosit dalam kelenjar liurnya
disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk infektif.Infeksi dapat
terjadi dengan dua cara yaitu:
a. Secara alami Melalui vektor, bila sporozoit masuk ke dalam badan manusia
dengan gigitan nyamuk.
b. Secara induksi bila stadium aseksual dalam eriotrosit secara tidak sengaja
masuk ke dalam badan manusia melalui darah, misalnya melalui transfusi,
suntikan atau kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang
menderita malaria melalui darah placenta).
2.1.4. Epidemiologi
Epidemilogi berasal dari bahasa Yunani “epidemi” yang berarti menimpa
masyarakat (epi = atas; demos = penduduk). Epidemilogi mulai berkembang dari
pengalaman mempelajari wabah penyakit, seperti kolera dan cacar yang disertai
dengan kematian yang tinggi. Dengan berkembangnya Ilmu epidemilogi ini
kemudian diterapkan terhadap penyakit Malaria (Dinkes, 2015).
Epidemologi Malaria adalah Ilmu yang mempelajari tentang penyebaran
malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal penting yang harus
diperhatikan dalam mempelajari epidemologi malaria adalah hubungan antar
host, agent, dan environment (Dinkes, 2015).
2.1.5. Pendekatan Epidemiologi
Menurut Dinkes (2015), model pendekatan epidemologi digambarkan
melalui interaksi antara 3 (tiga) faktor yaitu : Host (pejamu), Agent (Penyebab
penyakit) dan Environment (lingkungan).

HOST

AGENT ENVIRONMENT
Gambar 2.1 Model Pendekatan Epidemiologi (Host, Agent, Environment)
Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Host (pejamu)
a. Manusia
Manusia (host intermediate) pada dasarnya setiap orang bisa terinfeksi
pada agent atau penyebab penyakit dan merupakan tempat berkembang
biaknya agent (parasit Prasmodium). Bagi pejamu ada beberapa faktor
instrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan pejamu terhadap agen.
Faktor-faktor tersebut mencakup Usia, Jenis kelamin, Ras, Sosial,
Ekonomi, Status perkawinan, Riwayat Penyakit sebelumnya, Cara hidup,
Hereditas (keturunan), Status Gizi dan tingkat Imunitas.
Faktor-Faktor tersebut penting untuk diketahui karena akan mempengaruhi
resiko untuk terpapar oleh sumber penyakit malaria. Secara rinci
dijelaskan sebagai berikut:
1) Usia : Merupakan faktor pejamu yang terpenting dalam timbulnya
suatu penyakit. Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit
malaria daripada orang dewasa.
2) Jenis Kelamin : Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan
tetapi akan bila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan
menyebabkan anemia yang lebih berat.
3) Ras : Penduduk dengan Prevalensi Hemoglobin S (Hbs) tinggi lebih
tahan terhadap akibat infeksi P. Falsiparum.
4) Riwayat Malaria sebelumnya: Orang yang pernah terinfeksi malaria
sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih
tahan terhadap infeksi malaria.
5) Cara hidup : Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan
malaria. Misalnya tidak memakai Kelambu dan senang berada di luar
rumah pada malam hari.
6) Sosial Ekonomi : keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi
malaria.
7) Status Gizi : Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di
daerah endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria.
8) Immunitas : Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria
biasanya mempunyai imunnitas alami sehingga mempunyai
pertahanan alam dari infeksi malaria. Untuk penduduk yang yang
tinggal di daerah non-endemis dengan penularan rendah, jarang atau
musiman, umumnya akan timbul gejala klinis yang berat jika
terinfeksi, banyak kasus malaria serebral pada semua umur.
Didaerah endemis stabil imunitas terhadap malaria timbulnya lambat
sehingga baru didapat setelah dewasa dan setelah terinfeksi parasit
berulang- ulang. Pada penduduk di daerah endemis stabil dimana
penularan berlangsung terus-menerus dan berat sepanjang tahun umumnya
asimtomatik (tanpa gejala) walaupun didapati parasit di dalam darahnya.
Didaerah ini jarang di dapati infeksi pada bayi beberapa bulan setelah lahir
karena adanya transfer anti bodi transplansental dari ibunya. Imunitas
spesifik terhadap malaria pada pada orang dewasa dapat terbentuk sekitar
2 tahun setelah tiba di daerah endemis, imunitas pada malaria hanya
memberikan perlindungan pada jangka pendek saja (3-6 bulan).
b. Nyamuk Anopheles (host devinitif)
Hanya nyamuk anopheles betina yang menghisap darah, darah ini di
perlukan untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk betina hanya kawin satu
kali selama hidupnya dan terjadi selama 24-48 jam dari saat keluar dari
kepompong. Oleh karena itu, sarang nyamuk banyak ditemukan di telaga,
rawa, sawah, tempat penampungan air, bekas jejak ban mobil, dan lain-
lain. Nyamuk dewasa dapat terbang samapai sejauh 1,5 km. Nyamuk
jantan dewasa tidak berbahaya untuk manusia, tetapi nyamuk betina
berbahaya karena menghisap darah untuk kelangsungan hidupnya.
Nyamuk Anopheles suka menggigit pada sore menjelang malam hari
hingga menjelang pagi, namun pada siang hari di tempat- tempat yang
gelap atau terhindar/tertutup dari sinar matahari.
a) Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria.
Secara singkat di kemukakan beberapa perilaku nyamuk yaitu:
1) Tempat hinggap atau istirahat
a. Eksofilik :Nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah
b. Endofilik:Nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di dalam
rumah.
2) Tempat menggigit
a. Eksofagik : Lebih suka menggigit di luar rumah
b. Endofagik : Lebih suka menggit di dalam rumah
3) Obyek yang digigit
a. Antrofofilik lebih suka menggigit manusia
b. Zoofilik Lebih suka menggit hewan
b) Faktor lain yang penting adalah :
1) Umur Nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk
semakin besar kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor
manusia.
2) Kerentanan Nyamuk terhadap infeksi gametosit.
3) Frekuensi menggigit manusia.
4) Siklus Gonotrofik yaitu waktu yang di perlukan untuk matangnya
telur. Waktu ini merupakan juga interval menggigit nyamuk.
2. Agen/parasit
Penyebab Malaria adalah Parasit dari genus Plasmodium SP. dan terdiri
dari 5 (lima) spesies: Plasmodium falciparum, plasmodium vivax,
Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, plasmodium knowlesi yang baru
ditemukan melalui metode Polymerase Chain Reaction (PRC). Plasmodium
knowlesi pertama kali ditemukan di kali sabah. Reservoar utama Plasmodium
ini adalah kera ekor panjang (Macacasp). Agen hidup didalam tubuh manusia
dan dalam tubuh nyamuk. Manusia di sebut host intermediate (pejamu
sementara) dan nyamuk disebut host devinitive (pejamu tetap). Parasit atau
plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual
(pembiakan melalui kawin) dan hidup dalam tubuh manusia pada daur
aseksual (pembiakan tidak kawin, melalui pembelahan diri).
Agen atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup
ataupun tidak hidup dimana dalam kehadirannya, bila diikuti dengan kontak
yang efektif dangan manusia yang rentan akan menjadi stimulasi untuk
mempermudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agen penyebab penyakit
malaria termasuk agen biologis yaitu protozoa.
3. Environment/lingkungan
Environment adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada.
Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan
keadaan yang di butuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak. Faktor
lingkungan dapat di kelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok yaitu :
a) Lingkungan Fisik
1. Suhu Udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik. Suhu yang optimal bagi kehidupan
nyamuk adalah antara 250C -270C dengan kelembaban 80%. Makin
tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi
ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa
inkubasi ekstrinsik.
Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap species. Pada suhu 26,70C, masa
inkubasi ekstrinsik untuk tiap spesies adalah sebagai berikut :
a. P.Falciparum : 10-12 hari
b. P.Vivax : 8-11 hari
c. P.malariae : 14 hari
d. P.Ovale : 15 hari
e. P.Knowlesi : -
2. Kelembapan Udara (relative humidity)
Kelembapan yang rendah dapat memperpendek umur nyamuk. Tingkat
kelembapan 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan
hidupnya, kelembapan mempengaruhi kecepatan berkembang biak,
kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain dari nyamuk.
3. Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva
nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung
pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan
jenis tempat perindukan (breeding places) hujan yang diselingi oleh
panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya Anopheles
SP.
4. Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang
merupakan saat terbangnya nyamuk kedalam atau keluar rumah adalah
salah satu faktor yang menentukan jumlah kontak antara manusia dan
nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat lebih pendek atau
lebih panjang tergantung kepada arah angin.
5. Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-
beda. An.Sundaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. Hyrcanus
spp. lebih menyukai tempat yang terbuka. An. Barbirostris dapat hidup
baik di tempat yang teduh maupun di tempat yang terang.
6. Arus Air
An. Barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau
mengalir sedikit. An. Minimus menyukai tempat perindukan yang
aliran airnya cukup deras dan An. Lefiter ditempat yang airnya
tergenang.
b) Lingkungan kimiawi
Dari lingkungan ini yang baru di ketahuai pengaruhnya adalah kadar
garam dari tempat perindukan. Sebagai contoh An. Sundaicus tumbuh
optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-18% dan
tidak dapat berkembang biak pada garam 40% keatas. Di sumatera utara
An. Sundaicus ditemukan pula dalam air yang tawar. An.Letifer dapat
hidup di tempat yang asam/pH rendah.
c) Lingkungan Biologik (flora dan fauna)
Tumbuhan bakau, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena ia dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan
makluk hidup lain. Adanya jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala
timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan
kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila
kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah dan terletak antara rumah
dan breeding places tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah (cattle Barrier).
d) Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam di mana vektornya
lebih bersifat eksofilik dan eksofilik akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan
zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
perbedaan status sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka kesakitan
malaria. Faktor yang cukup penting pula adalah pandangan/persepsi
masyarakat di suatu daerah terhadap penyakit malaria.
Pemutusan mata rantai penularan malaria diantaranya adalah:
1. Menyembuhkan orang yang sakit malaria : dengan tidak adanya orang
yang sakit malaria, maka tidak mungkin terjadi penularan, walaupun
terdapat vektor (nyamuk) penular manusia.
2. Menghilangkan (membunuh) vektor (Nyamuk) : Dengan tidak adanya
vektor, maka tidak mungkin terjadi penularan, walaupun terdapat orang
yang sakit malaria.
3. Menghilangkan tempat-tempat perindukan : dengan tidak adanya
perindukan, nyamuk malaria tidak bisa berkembang biak sehingga akan
hilang atau setidak-tidaknya berkurang kepadatannya.
2.1.6. Pengendalian Vektor Malaria
Menurut Kemenkes (2014), jenis intervensi pengendalian vektor malaria
yang dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi adalah melakukan
penyemprotan rumah dengan insektisida, memakai kelambu melakukan
larvaciding, melakukan penebaran ikan pemakan larva dan pengelolaan
lingkungan.
1. Melakukan penyemprotan rumah dengan insektisida (IRS= Indoor Residual
Spraying)
Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian
vektor dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secara
merata pada permukaan dinding yang disemprot. Tujuannya adalah untuk
memutus mata rantai penularan dengan memperpendek umur populasi,
sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda atau belum
efektif (belum menghasilkan sporozoit didalam kelenjar ludahnya). IRS
dilakukan di wilayah endemis tinggi, wilayah yang terjadi peningkatan kasus
dan kejadian luar biasa.
2. Memakai kelambu
Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya penularan (kontak
langsung manusia dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang hinggap
pada kelambu. Saat ini upaya pengendalian malaria menggunakan kelambu
berinsektisida (Long Lasting Insectisidal Nets /LLINs) yang umur residu
efektifnya relatif lama yaitu lebih dari tiga (3) tahun.
3. Melakukan larvaciding
Kegiatan ini antara lain dilakukan dengan menggunakan jasad renik yang
bersifat patogen terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti:
bacillusthuringiensis subsp. Israelensis (Bti) dan larvasida Insect growth
regulator (IGR).
4. Melakukan penebaran ikan pemakan larva
Penebaran ikan merupakan dalam upaya pengendalian larva secara biologi
yang menggunakan predator/pemangsa larva nyamuk seperti ikan kepala
timah, ikan guppy. Jenis ikan lainnya dapat dipakai sebagai mina padi di
persawahan seperti ikan mujair, ikan nila yang mempunyai nilai ekonomis.
Pengendalian vektor jenis ini merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.
5. Mengelola lingkungan (pengendalian secara fisik)
Mengelola lingkuan dapat dilakukan dengan cara modifikasi dan manipulasi
lingkungan untuk upaya pengendalian larva nyamuk:
a. Modifikasi lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan secara permanen
bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurrangi tempat
perindukan nyamuk dengan cara penimbunan, pengeringan, pembuatan
tanggul, dan lain-lain.
b. Manipulasi lingkungan yaitu mengubah lingkungan bersifat sementara
sehingga tidak menguntungkan bagi vektor untuk berkembang biak
seperti: pembersihan tanaman air yang mengapung (ganggang dan lumut),
pengubahan kadar garam, pengaturan pengairan sawah secara berkala, dan
lain-lain.
2.1.7. Upaya Pencegahan Malaria
Usaha pencegahan penyakit malaria di Indonesia belum mencapai hasil
yang optimal karena beberapa hambatan diantaranya yaitu : tempat perindukan
nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta
keterbatasan SDM, infrastruktur dan biaya. Prinsip pencegahan malaria ada dua
macam yaitu mencegah infeksi melalui pencegahan kontak dengan nyamuk
danpencegahan sakit apabila sudah terlanjur infeksi. Mencegah infeksi dilakukan
dengan pemberantasan vektor misalnya dengan penyemprotan rumah juga
dengan perlindungan perseorangan, misalnya pemakaian kelambu pada saat tidur
malam hari. Pemakaian kasa rumah atau obat nyamuk bakar atau
lotion(Widoyono, 2011).
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan
penyakit malaria, di antaranya:
1. Berbasis Masyarakat.
Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu
ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi
kelompok maupun melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat
serangan nyamuk (pemberantasan serangan nyamuk/ PSN). Kegiatan ini
meliputi menghilangkan genangan air kotor, di antaranya dengan
mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang atau wadah yang
memungkinkan sebagi tempat air tergenang. Menemukan dan mengobati
penderita sedini mungkin akan sangat membantu mencegah penularan.
Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomik
Anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak terbang dan resistensi
terhadap insektisida (Widoyono, 2011).
2. Berbasis pribadi.
Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain: Tidak keluar rumah antara senja
dan malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya menggunakan kemeja dan
celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap.
Tindakan menghindari gigitan nyamuk sangat penting, terutama di daerah di
mana angka penderita malaria sangat tinggi. Penduduk yang tinggal di
daerah pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, tambak
ikan (tempat ideal untuk perindukan nyamukmalaria), disarankan untuk
memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah,
terutama pada malam hari. Nyamuk malaria biasanya mengigit pada malam
hari (Irianto, 2013).Menggunakan repelan yang mengandung dimetiltalat
atau zat anti nyamuk lainnya. Membuat kontruksi rumah yang tahan nyamuk
dengan memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi pintu dan jendela.
Mereka yang tinggal di daerah endemis, sebaiknya memasang kawat kasa di
jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan kelambu saat tidur.
Menggunakan kelambu yang mengandung insektisida (insecticide-treated
mosquito net, ITN). Upaya penggunaan kelambu juga merupakan salah satu
cara untuk menghindari gigitan nyamuk. Kelambu merupakan alat yang telah
digunakan sejak dahulu (Irianto, 2013).Menyemprot kamar dengan obat
nyamuk atau menggunakan obat anti nyamuk bakar. Penyemprotan dengan
menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah dan
serta mengoleskan obat anti nyamuk di kulit, serta penyemprotan dengan
insektisida sebaiknya dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval
waktu enam bulan di daerah endemis Malaria (Irianto, 2013).
2.1.8. Program UU dan peraturan kebijakan malaria
Berdasarkan undang-undang tentang Malariayakni :
1. Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3273);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran
(Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 3437, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3447);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3637);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Tertentu;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/ Per/X/2010
tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 503);
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun
2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria
Pasal 1
Pedoman tata laksana malaria merupakan acuan bagi tenaga medis atau tenaga
kesehatan lain yang mempunyai kewenangan dalam rangka menekan angka
kesakitan dan angka kematian akibat malaria sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pasal 2
Pedoman tata laksana malaria sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini
dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dan
dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing.
Pasal 4
Pada saat peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka ;
a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 041/Menkes/SK/I/2007 tentang
pedoman penatalaksanaan kasus malaria; dan
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 043/Menkes/SK/I/2007 tentang
pedoman pengobatan malaria; Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
2.1.9. Pengobatan Malaria
Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dan
masih menjadi andalan adalah pengobatan terhadap penderita. Salah satu
tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria di Indonesia adalah terjadinya
penurunan efikasi pada penggunaan beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat
resistensi terhadap obat klorokuin. Hal ini disebabkan antara lain oleh beragamnya
obat malaria yang ada.
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan obat anti malaria
kombinasi. Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi adalah penggunaan dua
atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai,
bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi. Tujuannya adalah untuk
pengobatan yang lebih baik dan mencegah terjadinya resistensi Plasmodium
terhadap obat anti malaria. Sejak tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria
kombinasi Derivate Artemisin / ACT (Artemisinin Combination Therapy).
Kombinasi ini dipilih untuk meningkatkan mutu pengobatan yang sudah resisten
terhadap klorokuin di mana Artemisinin ini mempunyai efek terapeutik yang lebih
bagus di bandingkan dengan klorokuin. Pengobatan kombinasi malaria haruslah
memenuhi syarat (Kemenkes RI, 2011) :
a. Aman dan toleran untuk semua umur
b. Efektif dan cepat kerjanya
c. Resistensi dan atau resistensi silang belum terjadi
d. Harga murah dan terjangkau
Pengobatan malaria ditujukan untuk membunuh parasit dalam darah,
membunuh Sporozoit dan bentuk-bentuk eksoeritrositer untuk mencegah relaps
dan membunuh gametosit supaya tidak terisap oleh nyamuk dan tidak terjadi
penularan kepada orang lain.
1) Pengobatan untuk kasus relaps
Sama dengan regimen pengobatan vivax hanya dosis primakuin ditingkatkan
dan diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari.
2) Pengobatan Plasmodium Malariae
Cukup diberikan ACT 1x/hr selama 3 hr seperti terapi malaria lain. Primakuin
diberikan dengan dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari.
3) Pengobatan untuk infeksi campuran (Mix Malaria)
Sama dengan terapi Plasmodium Falcifarum
4) Pengobatan Malaria Berat
Artesunat :
a) Dosis awal : 2,4 mg/kgbb iv pelan, diberikan pada jam ke 0 – 12 – 24.
b) Dosis rumatan : 2,4 mg/kgbb/24jam iv, sampai penderita mampu minum
obat. Setelah itu harus diganti obat oral AAQ atau DHP selama 3 hari,
untuk menghilangkan residu parasit.
c) Bila pasien tidak sadar, dapat diberikan Artesunat inj. Sampai maksimal
hari ke – 7.
Artemeter :
a) Dosis awal : 3,2 mg/kgbb i.m 1x/hari.
b) Dosis rumatan : 1,6 mg/kgbb i.m 1x/hari, sampai penderita mampu minum
obat.
c) Bila pasien telah dapat minum, harus diganti dengan obat oral AAQ atau
DHP selama 3 hari.
2.2 Konsep perilaku
2.2.1 Pengertian perilaku
Menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseoarang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi karena proses: stimulus-
Organisme-Respons, sehinggah teori Skinner ini disebut “S-O-R” (notoadmodjo,
2014; 20).
2.2.2 Jenis Respon
Skinner dalam (Notoadmodjo, 2014; 20). Membedakan adanya dua jenis respon,
yakni:
1. Respon yang ditimbukan oleh rangsagan-rangsangan(stimulus) tertentu yang
disebut eleciting stimulus, karena menimbulkan respon-respon relative tetap
2. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.
2.2.3 Pengelompokan perilaku
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokan
menjadi dua, yakni:
1. Perilaku tertutup(cover behavior)
Perolaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain(dari luar) secara jelas.respon seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku terbuka(overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari
luar(notoadmodjo, 2014; 21)
2.2.4 Faktor pembentukan perilaku.
Faktor perilaku terbentuk didalamdiri seseorang dari dua faktor utama yakni:
1. Faktor eksternal
Faktor dari luar seseoarang stimulus adalah merupakan faktor
lingkungan fisik, dan non fisik dalam bentuk social budaya, ekonomi, politik
dan sebagainya.
2. Faktor internal
Faktor dari dalam diri seseorang, yang menentukan seseorang merespon
stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi,
fantasi,sugesti,dan sebagainyayang mempengaruhi terbentuknya perilaku
seperti perhatian, motivasi, intelegensi, fantasi, dan sebagainya seperti
disebutkan diatas dicakup psikologi ( Notoatmodjo, 2014; 22)
Menurut Notoamodjo,(2014;34)perilaku meerupakan keseluruhan
(totalitas) pemahaman dan aktivitas seseoarang yang meerupakan hasil
bersama antara faktor internal dan faktor eksternal.
Beyamin bloom(1908)seseorang ahli psikologi pendidikan membedakan
adanya 3 domain perilaku ini, yakni: kognitif (cognitive), (affective) dan
psikomotor (psychomotor).
2.2.5 Faktor penentu perilaku
Teori Lawrence Green (1908) Green mengatakan bahwa kesehatan
seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor,yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan
faktor diluar perilaku (nonbehavior causes). Faktor perilaku ditentukan atau
dibentuk oleh:
1. Faktor predispoisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
sikap,kepercayaan, keyakikan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung ( enabling faktor), yang terwujud dalam lingkugan fisik,
tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat steril dan sebagainya.
3. Faktor pendorong ( reinforcing factor) yang terwjud dalam sikap dan perilaku
petugass kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat (Waryana, 2016;153).
2.2.6 Proses perubahan perilaku
Menurut Rogers (1974) dalam waryana (2016; 129).
Perubahan perilaku meliputi:
1. Kesadaran (awareness) dimana orang yang menyadari dalam arti
mengetahuiterlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Tertarik (interest), dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3. Evaluasi ( evalution ) menimbang-nimbang terhadap baikdan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap penderita sudah lebih baik lagi.
2.2.7 Pengelompokan perubahan perilaku
Menurut WHO dalam buku Notoatmodjo (2014) ada 3 kelompok
perubahan perilaku, yaitu:
1. Perubahan alamiah (Natural Change)
Perubahan disebabkan karena kejadian alamiah, apabila dalam
masyarakat sekitar terjadi sesuatu perubagan lingkungan fisik atau sisial
budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat didalamnya akan mengalami
perubahan.
2. Perubahan terencana (planned change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh
subyek.
3. Kesediahan untuk berubah (readiness to change)
Setiap orang didalam masyarakat mempunyai kesedian untuk berubah
yang berbeda-beda, meskipun kondisinya sama.
2.2.8 Strategi Perubahan Perilaku
Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan oleh WHO dalam buku
Notoatmodjo (2014; 89).
1. Menggunakan kekuatan (enforcement).
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau
masyarakat sehinggah ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang
diharapkan.
2. Menggunakan kekuasaan atau peraturan hukum (regulation).
Perubahan perilaku masyarakat melalui peraturan, perundangan atau
peraturan-peraturan tertulis.
3. Pendidikan (education).
Perubahan perilaku kesehatan melaluicara pendidikan atau promosi
kesehatan ini diawali dengan cara pemberian informasi-informaasi kesehatan.
2.2.9 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
1. Perilaku pemelihara kesehatan(health maintananaace) adalah usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agartidak sakit dan
usaha penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penguaan system atau fasilitas kesehatan, atau sering
di sebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).Perilaku
iniadalah menyangkut upaya atau tidaknya seseorang pada saat penderita
penyakit atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan adalah apabila seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya
(waryana 2016; 125).
2.2.10 Pengukuran Perilaku Kesehatan
Domain atau ranah utama perilaku manusia menurut Notoatmodjo, (2014; 140)
adalah : kognitif, afektif (emosi) dan konasi, yang dalam bentuk operasinalnya
adalah ranah:
1. Sikap adalah bagaimana pendapat atau penilaian orang responden terhadap
hal yang terbaik dengan kesehatan, sehat sakit dan faktor yang terkait dengan
faktor resiko kesehatan.
2. Perilaku adalah hal yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan
sehat dan sakit atau kesehatannya.
3. Praktik (tindakan), adalah hal apa yang di lakukan oleh responden terhadap
terkait dengan kesehatan ( pencegahan penyakit ,cara peningkatan kesehatan,
cara memperoleh pengobatan yang tepat,dan sebagainya).
2.3 Kerangka Teori
Malaria adalah Penyakit infeksi yang di
sebabkan oleh parasit Plasmodium yang
hidup dan berkembang biak dalam sel
Faktor penentu prilaku
darah merah manusia(Dinkes, 2015).
1. Faktor predisposisi
2. Faktor Pendukung
3. Faktor pendorong
Penyebabpenyakit malaria adalah parasit (Wariyana 2016)
genus plasmodia, famili plasmodidae dari
ordo coccididae. Sampai pada saat ini,
Indonesia ada lima (5) Species parasit
penyebab malaria pada manusia, yaitu:
Plasmodium Falciparum (P. Falciparum), Upaya pencegahan malaria Pengobatan malaria di Indonesia
Plasmodium Vivax (P. Vivax), Plasmodium dilakukan dengan menggunakan obat anti malaria
Ovale (P. Ovale), Plasmodium Malariae (P. pemberantasan vektor kombinasi. Yang dimaksud dengan
Malariae), Plasmodium Knowlesi (P. misalnya dengan pengobatan kombinasi adalah
Knowlesi) (Dinkes, 2015). penyemprotan rumah juga penggunaan dua atau lebih obat anti
dengan perlindungan malaria yang farmakodinamik dan
perseorangan, misalnya farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan
pemakaian kelambu pada saat berbeda cara terjadinya resistensi.
Patogenesis tidur malam hari.Pemakaian Tujuannya adalah untuk pengobatan
Menurut Dinkes (2015) Sporozoit adalah bentuk kasa rumah atau obat nyamuk yang lebih baik dan mencegah terjadinya
infektif.infeksi dapat terjadi dengan dua cara yaitu bakar atau lotion(Widoyono, resistensi Plasmodium terhadap obat anti
a. secara alami Melalui vektor, bila sporozoit masuk ke 2011). malaria.
dalam badan manusia dengan gigitan nyamuk.
b. Secara induksi bila stadium aseksual dalam eriotrosit
secara tidak sengaja masuk ke dalam badan manusia
melalui darah, misalnya melalui transfusi, suntikan
atau kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi
dari ibu yang menderita malaria melalui darah
placenta).
Gambar 2.3.1 Kerangka Teori Survei Perilaku Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit Malaria Di
Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya.
2.4 Kerangka Konseptual
Faktor penentu prilaku Perilaku pencegahan malaria :
1. Faktor
predisposisi 1. Berbasis Masyarakat, Kegiatan ini meliputi
2. Faktor menghilangkan genangan air kotor, di antaranya
Pendukung
3. Faktor dengan mengalirkan air atau menimbun atau
pendorong mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan
sebagi tempat air tergenang. Menemukan dan
mengobati penderita sedini mungkin akan sangat
membantu mencegah penularan. Melakukan
Perilaku penyemprotan melalui kajian mendalam tentang
Malaria adalah Penyakit infeksi yang di
sebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup bionomik Anopheles seperti waktu kebiasaan
Pencegahan dan
dan berkembang biak dalam sel darah merah menggigit, jarak terbang dan resistensi terhadap
manusia(Dinkes, 2015). Pengobatan malaria insektisida (Widoyono, 2011).
2. Berbasis pribadi, Tidak keluar rumah antara senja dan
malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya
menggunakan kemeja dan celana panjang berwarna
Keterangan : Penyebabpenyakit malaria adalah parasit genus terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap
plasmodia, famili plasmodidae dari ordo Penyemprotan dengan menggunakan semprotan
coccididae. Sampai pada saat ini, Indonesia ada pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah dan
: Diteliti
lima (5) Species parasit penyebab malaria pada serta mengoleskan obat anti nyamuk di kulit, serta
manusia, yaitu: Plasmodium Falciparum (P. penyemprotan dengan insektisida sebaiknya
: Tidak diteliti Falciparum), Plasmodium Vivax (P. Vivax), dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval
Plasmodium Ovale (P. Ovale), Plasmodium waktu enam bulan di daerah endemis Malaria (Irianto,
Malariae (P. Malariae), Plasmodium Knowlesi 2013).
: Berhubung (P. Knowlesi) (Dinkes, 2015).
Pengobatan malaria :

Gambar 2.4.1 kerangka konseptual Survei Perilaku Masyarakat Dalam Upaya PencegahanDan 1. Pengobatan untuk kasus relaps
2. Pengobatan plasmodium malariae
Pengobatan Penyakit Malaria Di Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya. 3. Pengobatan untuk infeksi campuran (mix malaria)
4. Pengobatan malaria berat
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian
deskriptif, Menurut Nursalam (2016), mengatakan bahwa rancangan
penelitian ini adalah rancangan yang digunakan untuk menyediakan
informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi, dan hubungan
antara variabel dalam suatu populasi, tidak ada intervensi. Penelitian ini
dilakukan untuk mendeskripsikan perilaku masyarakat dalam upaya
pencegahan dan pengobatan penyakit malaria di Puskesmas Waimangura
Sumba Barat Daya.
3.2 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat,
atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang
sesuatu konsep pengertian tertentu, (Notoadmojo, 2014).
Variabel penelitian ini menggunakan variabel tunggal perilaku
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit malaria di
Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya.
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Notoadmojo, 2014).
Definisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakterisktik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat: 2012).
Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2.1 Variabel dan Definisi Operasional PenelitianSurvei Perilaku Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan dan pengobatan
Penyakit Malaria Di Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya.
No Variabel Defenisi Operasional Parameter Instrumen/ Skala Skor
Alat ukur
1 Perilaku Reaksi atau respons 1. Pencegahan penyakit Kuesioner Ordinal Pertanyaan Positif
tentang dari masyarakat malaria : menghilangkan Ya = 1
genangan air kotor, di Tidak = 0
pencegahan terhadap pencegahan antaranya dengan mengalir Pertanyaan Negatif
dan dan pengobatan kan air atau menimbun Tidak = 1
pengobatan penyakit malaria di atau mengeringkan barang Ya = 0
penyakit Puskesmas atau wadah yang 
malaria Waimangura Sumba memungkinkan sebagi  Pemberian skor sesuai dengan
tempat air tergenang. rumus presentasi:
Barat Daya Menemukan dan 
mengobati penderita sedini n
mungkin akan sangat %= x 100 %
membantu mencegah N
penularan. Melakukan Keterangan:
penyemprotan melalui n : Jumlah nilai yang diperoleh
kajian mendalam tentang responden
bionomik Anopheles N : Jumlah nilai maksimal yang
seperti waktu kebiasaan di harapkan
menggigit, jarak terbang Hasil:
dan resistensi terhadap
insektisida (Widoyono, 1. Baik= 76%-100%
2011). Tidak keluar rumah 2. Cukup= 50%-75%
antara senja dan malam 3. Kurang= ≤50%
hari, bila terpaksa keluar,
sebaiknya menggunakan Arikunto, 2013
kemeja dan celana panjang
berwarna terang karena
nyamuk lebih menyukai
warna gelap Penyemprotan
dengan menggunakan
semprotan pembasmi
serangga di dalam dan di
luar rumah dan serta
mengoleskan obat anti
nyamuk di kulit, serta
penyemprotan dengan
insektisida sebaiknya
dilaksanakan dua kali
dalam setahun dengan
interval waktu enam bulan
di daerah endemis Malaria
(Irianto, 2013).
2. Pengobatan penyakit
malaria : Pengobatan
untuk kasus relaps,
Pengobatan plasmodium
malariae, Pengobatan
untuk infeksi campuran
(mix malaria), Pengobatan
malaria berat.
3.1 Populasi, Sampel dan Sampling
3.1.1 Populasi
Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling
dan menjadi sasaran akhir peneliti (Nursalam, 2013).
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
menderita penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Waimangura
Sumba Barat Daya sebanyak 293.
dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Masyarakat yang bersedia menjadi responden
2. Masyarakat yang bisa membaca dan menulis
3.1.2 Sampel
Menurut (Sugiyono, 2016) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penentuan
sampel peneliti menggunakan rumus solvin karena dalam penarikan
sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitan dapat
digeneralisasikan dan perhitungannyapun tidak memerlukan tabel jumlah
sampel, namun dapat dilakukan dengan menggunakan rumus yang
sederhana. Rumus yang dipergunakan dalam menentukan sampel adalah:
3.1.3 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk
menjadisampel dari populasi untuk daat mewakili populasi (setiadi 2013).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu
semua populasi diambil menjadi sampel penelitian.
3.2 Rencana Waktu Dan Tempat
Waktu penelitian :
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2022 di
Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam,2013). Peneliti mengajukan permohonan ijin
penelitian pada Rektor UCB, Ketua Program Studi Ners, surat diteruskan
ke pintu 1 provinsi kota kupang untuk ijin penelitian di kabupaten setelah
mendapatkan surat ijin selanjutnya ke pintu 1 kabupaten sumba barat daya
untuk mendapatkan surat ijin untuk mendapatkan surat ijin ke puskesmas
yang dituju, setelah mendapatkan ijin dari pintu satu kabupaten dan yang
terakir surat untuk kepala puskesmas Waimangura. Setelah mendapatkan
ijin penelitian dari kepala puskesmas kemudian peneliti mengadakan
pendekatan pada responden dengan cara melakukan kontrak waktu terlebih
dahulu, jika responden setuju maka peneliti akan menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian yang akan dilakukan. Setelah responden menyetujui
maka responden diminta untuk menandatangani informed consent.
Kemudian peneliti memberikan lembar kuesioner survey perilaku
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit malaria.
Setelah kuesioner diisi lengkap oleh responden, peneliti mengumpulkan
lembar kuesioner untuk ditabulasi dan diolah menjadi hasil penelitian.
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuisioner. Kuisioner perilaku masyarakat dalam upaya
pencegahan dan pengobatan penyakit malaria di adopsi dari (Nola,2016)
tentang perilaku tentang penyakit malaria sebanyak 20 pertanyaan (yang
terdiri dari pertanyaan semua positif).Dengan pilihan jawaban Ya atau
Tidak. Scoring diberikan apabila jawaban Ya = 1 dan Tidak = 0.
3.3.3 Validitas dan Realibilitas
Berdasarkan hasil analisis uji validitas butir kuesioner yang digunakan
telah di lakukan uji validitas dan nilai r hitung 0,767-0,936 lebih besar nilai
r tablel 0,632 sedangkan uji reabilitas mununjukan nilai alpha chonbaech
0,706 Dengan demikian 20 butir kuesioner yang diujikan semua butir
memenuhi syarat (valid).
Realibilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila
fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam
waktu yang berlainan (Nursalam, 2016). Realibilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.
Penentuan instrument reliabel untuk digunakan dalam penelitian adalah jika
r alpha positif dan r alpha > r tabel maka butir atau variabel tersebut reliabel.
Variabel dikatakan reliabel jika mempunyai nilai alpha cronbach > 0,60
(Hidayat, 2012).
3.4 Analisa Data
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan, editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Dilakukan dengan cara
meneliti kembali data yang terkumpul dari jawaban responden, langkah
tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul sudah
cukup baik. Pemeriksaan data dilakukan terhadap jawaban yang telah ada
dalam catatan dengan memperhatikan hal-hal meliputi: kelengkapan
jawaban, kejelasan makna jawaban, serta kesesuaian antar jawaban yang
diperoleh sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang sudah
dirumuskan dalam penelitian tersebut.
2. Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari pada responden ke
dalam bentuk angka/bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat
entry data (Setiadi, 2013).
3. Scoring
Menentukan skor atau nilai untuk tiap-tiap item pertanyaan, tentukan
nilai terendah dan nilai tertinggi. Pemberian skor sesuai dengan rumus
presentasi:
1. Tanggapan pernyataan aspek pengetahuaan
a. Jika ya diberi skor 1
b. Jika tidak diberi skor 0
Pemberian skor sesuai dengan rumus presentasi:
n
%= x 100 %
N
Keterangan:
n : Jumlah nilai yang diperoleh responden
N : Jumlah nilai maksimal yang di harapkan
Hasil:
1. Baik= 76%-100%
2. Cukup= 50%-75%
3. Kurang= ≤50%
4. Tabulating
Tabulating yaitu mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan
item pertanyaan (Setiadi, 2013). Peneliti melakukan tabulasi data yang
sudah diperoleh pada saat penelitian tersebut untuk mendapatkan hasil
penelitiannya.
3.5 Kerangka Kerja
Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah-langkah dalam aktivitas
ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan awal sampai
akhir) (Nursalam, 2013).
Adapun kerangka kerja dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Kerangka Kerja

Populasi target:Semua masyarakat yang mederita penyakit malaria di puskesmas


Waimangura sumba barat daya

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menderita


penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Waimangura Sumba Barat Daya
sebanyak 293.
dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Masyarakat yang bersedia menjadi responden


2. Masyarakat yang bisa membaca dan menulis

total sampling

Sampel 293

Informed consent

Pengumpulan data menggunakan kuisioner

Teknik analisa data:


Editing,
Coding,
Scoring,
Tabulating

Analisis deskriptif

Hasil

Kesimpulan
3.6 Etika Penelitian
Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi
isusentral yang berkembang saat ini. Pada penelitian ilmu keperawatan, karena
hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus
memahami prinsip- prinsip etika penelitian (Nursalam, 2013).

3.6.1 Menghargai harkat dan martabat (Respect for human dignity)


Peneliti berkewajiban untuk menghargai harkat dan martabat
partisipan sebagai manusia. Menurut Afiyanti dan Rachmawati (2014),
beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam menghargai
harkat dan martabat partisipan adalah sebagai berikut:
3.6.2 Menghormati Otonom (Respect for autonomy)
Responden memiliki hak bebas untuk menentukan secara sukarela
dan tanpa paksaan untuk responden atau menolak terlibat dalam penelian.
Peneliti harus menghargai keputusan responden apabila responden
memutuskan untuk tidak melanjutkan keterlibatan dalam proses penelitien
(Afiyanti & Richwati, 2014).
3.6.3 Tanpa Nama (Anonymity)
Dalam membuat laporan hasil penelitian, peneliti tidak boleh
menyebutkan identitas responden yang telah terlibat dalam penelitian.
Hasil rekaman dari responden diberikan kode responden tanpa nama.
3.6.4 Kerahasiaan Data (Confidentiality)
Informasi yang telah diperoleh dari semua responden akan
dirahasiakan oleh peneliti dan menyimpannya hanya untuk keperluan
pelaporan hasil penelitian.
3.6.5 Berbuat Baik (Benefinciene)
Pada prinsip etik Benefinciene, peneliti aka memperhatikan
kesejahtraan responden dengan memperhatikan kemanfaatan dari
penelitian yang dilakukan.Peneliti berkewajiban menghargai responden
sebagai sumber informasi dari penelitian yang dilakukan.
3.6.6 Tidak Merugikan (Non-maleficience)
Peneliti meminimalkan resiko dari kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan tidak merugikan partisipan. Selain itu, peneliti akan
memperhatikan agar responden bebas dari bahaya, eksploitasi dan
ketidaknyamanan saat proses penelitian berlangsung.
3.6.7 Keadilan (Justice)
Dalam prinsip Justice, semua responden memiliki hak yang sama
untuk melibat dalam penelitian tanpa adanya paksaan, tekanan dan
diskriminasi. Peneliti memiliki kewajiban untuk memperlakukan semua
responden secara adil dan memberikan kesempatan yang sama pada
responden untuk memberikan informasi terkait penelitian. Penghargaan
yang sama juga diberikan tanpa membeda-bedakan suku, agama, etnis, dan
status sosial partisipan (Afiyanti & Richmawati, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Arsin. (2012). Analisis Perilaku Masyarakat Dengan Kejadian Malaria Di Desa


Bian Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara. Revista Brasileira de
Ergonomia, 3(2), 80–91.
https://www.infodesign.org.br/infodesign/article/view/355%0Ahttp://
www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/731%0Ahttp://
www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/269%0Ahttp://
www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/106

Sugiyono. (2016). Metode penilitian kuantitatif kualitatif dan R & D. PT Alfabet.

Walidayati, A. T. (2019). Hubungan Perilaku Penggunaan Kelambu Brinsektisida


Dengan Kejadian Malaria Di Desa Rindi Wilaya Kerja Puskesmas Tanarain
Kabupaten Sumba Timur. CHM-K Applied Scientifics Journal, 02.

WHO. (2018). Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Malaria Di


Desa Kolongan Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal
Biomedik:JBM, 13(1), 84. https://doi.org/10.35790/jbm.13.1.2021.31751
DARTAR PUSTAKA

pengtahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit malaria di Desa Kolongan


Kecamatan Taliwaan Kabupaten Minahasa. (2019). Manado: Alfa.

Fitriany J, Sabiq A. Malaria. AVERROUS Jurnal Kedokteran dan Kesehatan


Malikussale 2018;4(2):69–88.

Global Malaria Programme: WHO Global. World malaria report 2019.

WHO Regional Office for Africa. 2019. Available from:


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria WHO. The
World malaria report 2018. WHO. 2018.

Kementerian Kesehatan RI. Hasil Utama Riskesdas 2018. Available from:


https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/
Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf.

Juhairiyah.Pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap malaria di Kabupaten


Melinau Propinsi Kalimantan Timur.Jurnal BUSKI.2014

Anastasia tiyas walidiyati,(2018). Hubungan perilaku penggunaan kelambu


berinsektisida dengan kejadian malaria di desa Rindi wilayah kerja
puskesmas Tanaraing kabupaten Sumba Timur tahun 2018

Alfa, (2019). Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Malaria Di


Desa Kolongan Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara
Nilce Astin, (2020). Studi Kualitatif Perilaku Masyarakat dalam Pencegahan
Malaria di Manokwari Barat, Papua Barat, Indonesia.

Cecilia, (2020). Gambaran pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria di


Kecamatan Silian Raya Kabupaten Minahasa Tenggara.

Yanelza, (2020) . Gambaran Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria di Sumatera


Selatan

Maurend, (2020). Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria Di


Indonesia

Samuel sandi, (2019) . Gambaran pengetahuan, perilaku dan pencegahan malaria


oleh masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat
Daya

Anda mungkin juga menyukai