ELGA YUNUS
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional, Jl. Solo Baki Kwarasan, Sukoharjo,
Indonesia
E-mail korespondensi : 3222014@student.stikesnas.ac.id
Abstrak
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah bagi
kesehatan masyarakat di dunia, paling rentan menimpa usia-usia seperti anak-anak
dan orang lanjut usia yang biasa terjadi pada musim hujan. Penyakit ini
disebabkan oleh Plasmodium yaitu suatu makhluk hidup bersel satu yang
termasuk kedalam kelompok genus protozoa yang bersifat parasit. Malaria mudah
menular melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
plasmodium, menyerang seluruh individu tanpa membedakan jenis kelamin dan
umur. Malaria masih menjadi penyakit endemik di dunia, setiap tahun jumlah
penderita penyakit yang ditularkan nyamuk Anopheles itu mencapai lebih 200
juta. Data world health organization (WHO) menyebutkan, ada 219 juta kasus
malaria di seluruh dunia pada tahun 2019. Meski demikian, angka kematian akibat
penyakit malaria cenderung menurun sejak tahun 2004. Dari 759 ribu menjadi 409
ribu kematian pada tahun 2019, ini menunjukkan ternjadi penurunan 46,1%
dalam kurun 15 tahun. Dalam laporan WHO, penyakit malaria disebabkan parasit
plasmodium. Penyakit ini paling banyak teridentifikasi di daerah sub-Sahara
Afrika. Namun region Asia Tenggara, Mediterania Timur, Pasifik Barat, dan
Amerika juga berisiko terhadap penyakit menular melalui gigitan nyamuk ini.
Di Indonesia, Annual Parasite Incidence (API) malaria pada tahun 2019
meningkat dibandingkan tahun 2018, yaitu dari yang awalnya sebesar 0,84
menjadi 0,93 per 1.000 penduduk. Empat capaian eliminasi tingkat kabupaten
atau kota pada tahun 2019 adalah sebanyak 300 capaian kabupaten atau kota,
sedangkan untuk eliminasi tingkat provinsi belum ada yang tercapai. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 prevalensi malaria mencapai sekitar 1,9%.
Pada tahun 2013 prevalensi malaria berdasarkan hasil pengukuran penduduk umur
>15 menunjukan 1,3%, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 1,9% (Riskesda,
2018). Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan
provinsi dengan API malaria tertinggi. Hal ini sejalan dengan banyaknya
kabupaten/kota di provinsi tersebut dengan status endemis tinggi. Tingginya API
di Provinsi Papua sebesar 80,05 per 1.000 penduduk yang jauh lebih besar
dibandingkan seluruh provinsi, hal ini dapat menggambarkan kontribusi yang
signifikan terhadap API di tingkat nasional. Sebanyak 91,2% provinsi di
Indonesia telah mampu menekan API malaria hingga kurang dari 1 per 1.000
penduduk. Khusus di Papua Barat, upaya penemuan kasus malaria masih
bersifat pasif, data Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat menyebutkan, hingga
Agustus 2018, tercatat 4.182 kasus malaria di Provinsi Papua Barat. Sebanyak
2.346 kasus malaria terjadi di Kabupaten Manokwari atau setengah (50%) kasus
malaria di Papua Barat terjadi di kabupaten Manokwari. Di urutan kedua di
tempati Kabupaten Manokwari Selatan dengan 692 kasus dan ketiga
Kabupaten Teluk Wondama dengan 286 kasus. Angka kesakitan malaria
digambarkan dengan indikator API per 1.000 penduduk, yaitu proprosi antara
pasien positif malaria terhadap penduduk berisiko di wilayah tersebut dengan
konstanta 1.000. API malaria di Papua Barat pada tahun 2019 tercatat 0,012 per
1.000 penduduk. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Sorong hingga
tahun 2021 terdapat 418 kasus infeksi malaria di Kota Sorong. Dari 418 kasus
infeksi malaria tertinggi ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Doom distrik
Sorong kepulauan yakni sekitar 210 kasus (Dinkes Pabar, 2018). Berdasarkan data
dari Puskesamas Malaimsimsa Kota Sorong, jumlah pemeriksaan Malaria 3 tahun
terakhir yaitu dari tahun 2019, 2020 dan 2021 yaitu sebanyak 5.184 pemeriksaan
dengan konfirmasi positif sebanyak 108 kasus. Angka positif malaria mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan data pemeriksaan malaria satu tahun terakhir
yaitu sebanyak 2.592 pemeriksaan.
Menurut teori Hendrik L Blum 1974, ada empat faktor yang
mempengaruhi tingkat endemisitas penyakit, yaitu prilaku, lingkungan, genetik
atau keturunan dan pelayanan kesehatan . Dari segi pelayanan kesehatan beberapa
upaya telah dilakukan oleh Puskesmas Malaimsimsa dalam rangka mencegah
penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa seperti melakukan
pemeriksaan, pengobatan, penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat atau
menggerakan masyarakat dalam menjaga lingkungan bersih dengan tujuan
menghambat perkembangan vector. Walaupun berbagai upaya diatas telah
dilakukan namun sampai saat ini penderita malaria masih tetap ada. Hal ini
dikarenakan faktor dari manusianya itu sendiri seperti perilaku masyarakat dan
sikapnya terhadap pengobatan (Setioningsih, 2011).
KESIMPULAN
Suhu rumah bukan merupakan faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja
Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Keberadaan genangan di sekitar rumah
masyarakat bukan merupakan faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja
Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Penggunaan kelambu bukan merupakan
faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota
Sorong. Prilaku keluar rumah pada malam hari tidak menggunakan tanpa
menggunakan pelindung tubuh merupakan faktor resiko kejadian malaria di
wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Penggunaan obat nyamuk
merupakan faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas
Malaimsimsa kota Sorong.
DAFTAR PUSTAKA