Anda di halaman 1dari 11

FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MALAIMSIMSA KOTA


SORONG

ELGA YUNUS

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional, Jl. Solo Baki Kwarasan, Sukoharjo,
Indonesia
E-mail korespondensi : 3222014@student.stikesnas.ac.id

Abstrak

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh


Plasmodium yaitu suatu makhluk hidup bersel satu yang termasuk kedalam
kelompok Genus Protozoa yang bersifat parasit. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui adanya pengaruh faktor lingkungan, dan faktor prilaku terhadap
kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota sorong. Penelitian
ini merupakan penelitian observasional dengan mengggunakan Case Control
Study. Kelompok kasus dalam penelitian ini meliputi orang yang sakit malaria
ditandai dengan hasil pemeriksaan sediah darah positif malaria. Pemeriksaan
malaria dilakukan dengan cara pemeriksaan mikrokopis dengan cara membuat
sediaan darah tebal dan tipis, diwarnai menggunakan pewarnaan giemsa,
kemudian di identifikasi menggunakan mikroskop. Kelompok kontrol meliputi
orang-orang yang tidak sakit ditandai dengan hasil pemeriksaan darah negatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa seluruh infeksi malaria yang terjadi
disebabkan oleh infeksi jenis plasmodium vivax. Faktor resiko yang
mempengaruhi kejadian malaria adalah faktor prilaku yaitu penggunaan pelindung
tubuh dan penggunaan obat nyamuk. Sedangkan faktor resiko yang tidak
mempengaruhi kejadian malaria adalah keberadaan genangan, suhu dan
penggunaan kelambu. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
fakor genangan air, suhu dan penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan
kejadian malaria, sebaliknya faktor penggunaan pelindung tubuh dan penggunaan
obat nyamuk mempunyai hubungan dengan kejadian malaria.

Kata Kunci : Malaria, Faktor Resiko, Plasmodium vivax


PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah bagi
kesehatan masyarakat di dunia, paling rentan menimpa usia-usia seperti anak-anak
dan orang lanjut usia yang biasa terjadi pada musim hujan. Penyakit ini
disebabkan oleh Plasmodium yaitu suatu makhluk hidup bersel satu yang
termasuk kedalam kelompok genus protozoa yang bersifat parasit. Malaria mudah
menular melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
plasmodium, menyerang seluruh individu tanpa membedakan jenis kelamin dan
umur. Malaria masih menjadi penyakit endemik di dunia, setiap tahun jumlah
penderita penyakit yang ditularkan nyamuk Anopheles itu mencapai lebih 200
juta. Data world health organization (WHO) menyebutkan, ada 219 juta kasus
malaria di seluruh dunia pada tahun 2019. Meski demikian, angka kematian akibat
penyakit malaria cenderung menurun sejak tahun 2004. Dari 759 ribu menjadi 409
ribu kematian pada tahun 2019, ini menunjukkan ternjadi penurunan 46,1%
dalam kurun 15 tahun. Dalam laporan WHO, penyakit malaria disebabkan parasit
plasmodium. Penyakit ini paling banyak teridentifikasi di daerah sub-Sahara
Afrika. Namun region Asia Tenggara, Mediterania Timur, Pasifik Barat, dan
Amerika juga berisiko terhadap penyakit menular melalui gigitan nyamuk ini.
Di Indonesia, Annual Parasite Incidence (API) malaria pada tahun 2019
meningkat dibandingkan tahun 2018, yaitu dari yang awalnya sebesar 0,84
menjadi 0,93 per 1.000 penduduk. Empat capaian eliminasi tingkat kabupaten
atau kota pada tahun 2019 adalah sebanyak 300 capaian kabupaten atau kota,
sedangkan untuk eliminasi tingkat provinsi belum ada yang tercapai. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 prevalensi malaria mencapai sekitar 1,9%.
Pada tahun 2013 prevalensi malaria berdasarkan hasil pengukuran penduduk umur
>15 menunjukan 1,3%, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 1,9% (Riskesda,
2018). Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan
provinsi dengan API malaria tertinggi. Hal ini sejalan dengan banyaknya
kabupaten/kota di provinsi tersebut dengan status endemis tinggi. Tingginya API
di Provinsi Papua sebesar 80,05 per 1.000 penduduk yang jauh lebih besar
dibandingkan seluruh provinsi, hal ini dapat menggambarkan kontribusi yang
signifikan terhadap API di tingkat nasional. Sebanyak 91,2% provinsi di
Indonesia telah mampu menekan API malaria hingga kurang dari 1 per 1.000
penduduk. Khusus di Papua Barat, upaya penemuan kasus malaria masih
bersifat pasif, data Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat menyebutkan, hingga
Agustus 2018, tercatat 4.182 kasus malaria di Provinsi Papua Barat. Sebanyak
2.346 kasus malaria terjadi di Kabupaten Manokwari atau setengah (50%) kasus
malaria di Papua Barat terjadi di kabupaten Manokwari. Di urutan kedua di
tempati Kabupaten Manokwari Selatan dengan 692 kasus dan ketiga
Kabupaten Teluk Wondama dengan 286 kasus. Angka kesakitan malaria
digambarkan dengan indikator API per 1.000 penduduk, yaitu proprosi antara
pasien positif malaria terhadap penduduk berisiko di wilayah tersebut dengan
konstanta 1.000. API malaria di Papua Barat pada tahun 2019 tercatat 0,012 per
1.000 penduduk. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Sorong hingga
tahun 2021 terdapat 418 kasus infeksi malaria di Kota Sorong. Dari 418 kasus
infeksi malaria tertinggi ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Doom distrik
Sorong kepulauan yakni sekitar 210 kasus (Dinkes Pabar, 2018). Berdasarkan data
dari Puskesamas Malaimsimsa Kota Sorong, jumlah pemeriksaan Malaria 3 tahun
terakhir yaitu dari tahun 2019, 2020 dan 2021 yaitu sebanyak 5.184 pemeriksaan
dengan konfirmasi positif sebanyak 108 kasus. Angka positif malaria mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan data pemeriksaan malaria satu tahun terakhir
yaitu sebanyak 2.592 pemeriksaan.
Menurut teori Hendrik L Blum 1974, ada empat faktor yang
mempengaruhi tingkat endemisitas penyakit, yaitu prilaku, lingkungan, genetik
atau keturunan dan pelayanan kesehatan . Dari segi pelayanan kesehatan beberapa
upaya telah dilakukan oleh Puskesmas Malaimsimsa dalam rangka mencegah
penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa seperti melakukan
pemeriksaan, pengobatan, penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat atau
menggerakan masyarakat dalam menjaga lingkungan bersih dengan tujuan
menghambat perkembangan vector. Walaupun berbagai upaya diatas telah
dilakukan namun sampai saat ini penderita malaria masih tetap ada. Hal ini
dikarenakan faktor dari manusianya itu sendiri seperti perilaku masyarakat dan
sikapnya terhadap pengobatan (Setioningsih, 2011).

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Puskesmas Malaimsimsa Kota Sorong
yang memiliki 4 (empat) wilayah kerja kelurahan yaitu kelurahan Klabulu,
Klagete, Malengkedi dan Malamso. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober
2022 – Februari 2023. Penelitian yang akan dilaksanakan merupakan penelitian
observasional dengan mengggunakan Case Control Study. Penelitian ini
dilakukan untuk mengukur besar faktor risiko yang berpengaruh terhadap
kejadian malaria. Kelompok kasus meliputi orang yang sakit malaria ditandai
dengan hasil pemeriksaan sediaan darah (SD) positif. Kelompok kontrol meliputi
orang-orang yang tidak sakit malaria ditandai dengan hasil pemeriksaan sediaan
darah (SD) negatif. Kelompok ini kemudian dibandingkan tentang adanya
penyebab atau pengalaman masa lalu yang mungkin. Sampel penelitian diambil
dari populasi yang ada di Puskesmas Malaimsimsa Kota Sorong. Sampel untuk
kelompok kasus diambil berdasarkan kriteria pertimbangan pemilihan dari peneliti
yang terdiri dari inklusi dan eksklusi. Kriteria Inklusi antara lain bersedia
berpartisipasi dalam penelitian, tercatat sebagai penderita malaria positif yang
telah diambil sediaan darahnya yang dinyatakan berdasarkan hasil pemeriksaan di
laboratorium, bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa Kota
Sorong, periode waktu sakit malaria baru dan kambuh. Kriteria eksklusi adalah
tidak bersedia menjadi responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah non probability sampling berupa accidental sampling,
yaitu suatu metode penentuan sampel dengan mengambil responden yang
kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.
Prosedur pemeriksaan malaria, alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah mikroskop, objek glass, pipet tetes, botol semprot. Reagen yang digunakan
dalam pemeriksaan malaria yaitu pewarnaan giemsa, aquades, methanol, kapas
alkohol, dan lancet. Prosedur kerja terdiri dari a.pembuatan sediaan darah,
Siapkan alat dan bahan, pegang tangan kiri pasien dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas, pilih jari tengah atau jari manis (pada bayi usia 6-12 bulan
darah diambil dari ujung ibu jari kaki dan bayi), bersihkan jari dengan kapas
alkohol untuk menghilangkan kotoran dan minyak yang menempel pada jari
tersebut, setelah kering jari ditekan agar darah banyak terkumpul diujung jari.
Ditusuk bagian ujung jari (agak di pinggir, dekat kuku) secara cepat dengan
menggunakan lancet, tetesan darah pertama yang keluar dibersihkan dengan kapas
kering, untuk menghilangkan bekuan darah dan sisa alkohol, tekan kembali ujung
jari sampai darah keluar, gunakan object glass bersih (pegang object glass pada
bagian tepinya), Posisi object glass berada dibawah jari tersebut, teteskan satu
tetes kecil darah (± 2µl) pada bagian tengah object glass untuk sediaan darah tipis.
Selanjutnya 2-3 tetes kecil darah (± 6µl) pada bagian ujung untuk sediaan darah
tebal, bersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas, letakkan object glass yang
berisi tetesan darah diatas meja atau permukaan yang rata, untuk membuat sediaan
darah tipis, ambil object glass baru (object glass kedua) tetapi bukan cover glass,
tempelkan ujungnya pada tetes darah kecil sampai darah tersebut menyebar
sepanjang object glass, dengan sudut 450 geser object glass tersebut dengan cepat
kearah yang berlawanan dengan tetes darah tebal, sehingga didapatkan sediaan
hapus (seperti bentuk lidah), proses pengeringan sediaan darah harus dilakukan
secara perlahan-lahan di tempat yang datar, tidak dianjurkan menggunakan lampu
(termasuk lampu mikroskop), hair dryer. Hal ini dapat menyebabkan sediaan
darah menjadi retak-retak, sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan, sebaiknya
gunakan kipas angin untuk mengeringkan sediaan darah. b. Pewarnaan sediaan,
Sediaan darah tipis yang sudah kering difiksasi dengan methanol, jangan sampai
terkena sediaan darah tebal. Diletakkan object glass pada jembatan pewarnaan/rak
pewarna dengan posisi darah berada di atas, di tuang larutan giemsa dari tepi
hingga menutupi seluruh permukaan object glass. Biarkan selama 30-45 menit,
kemudian tuangkan kembali aquades atau air bersih secara perlahan-lahan dari
tepi object glass sampai larutan giemsa yang terbuang sehingga menjadi jernih.
Kemudian diangkat dan dikeringkan sediaan darah tersebut, setelah kering sediaan
darah siap diperiksa. Sediaan darah ditetesi dengan oil imersi sebelum diperiksa
dibawah mikroskop, hal ini bertujuan untuk memperjelas object dan melindungi
lensa objektif.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup dua macam
analisis data yaitu, analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat bertujuan
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel dalam penelitian ini. Analisis
dilakukan terhadap masing-masing dari setiap variabel, hasil dari analisis ini
menunjukan frekuensi dan presentase dari setiap variabel. Analisis bivariat pada
penelitian ini menggunakan uji Chi square untuk menguji hipotesis penelitian
antar variabel independen dan variabel dependen. Analisis ini dilakukan untuk
variabel pada penelitian ini, yaitu faktor lingkungan (suhu udara, dan genangan
air) dan faktor prilaku (kebiasaan tidur menggunakan kelambu, kebiasaan keluar
rumah tanpa menggunakan pelindung kuliat, dan penggunaan obat anti nyamuk).
Hasil disajikan berupa berupa p.value yang digunakan untuk menentukan
hubungan kemaknaan dari hasil uji statistik. Jika p.value < 0,05 maka H0 ditolak
dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara variabel independen dan dependen.
Sedangkan, jika diketahui p.value > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel independen dan
dependen.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 1 menunjukan bahwa 3 kasus positif malaria dari84 responden. jenis
plasmodium malaria yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa
yaitu jenis plasmodium vivax. Tidak ditemukan plasmodium falcifarum,
plasmodium ovale dan plasmodium malariae. faktor yang mempengaruhi kejadian
malaria Vivax antara lain adalah faktor demografi (umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan). Selain itu faktor yang berhubungan
dengan kejadian malaria vivax adalah pengetahuan, sikap dan keyakinan.
Dukungan sosial juga merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian
malaria Vivax. Pada penelitian ini didapatkan kasus positif malaria satu orang
merupakan klasifikasi malaria jenis import, dan dua lainnya merupakan kasus
malaria indogenous.
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa keberadaan genangan air
(0,225) tidak berhubungan dengan kejadian malaria.Suhu ruangan responden
(0,595) tidak berhubungan dengan kejadian malaria. Uji statistik menunjukan
bahwa keberadaan genangan air di sekitar tempat tinggal masyarakat tidak
berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa
kota Sorong. Penelitian tersebut sejalan dengan Atikoh (2015) menjelaskan
tempat perindukan nyamuk merupakan faktor resiko yang tidak berhubungan
dengan kejadian malaria. Namun penelitian tersebut tidak sejalan dengan
penelitian Palupi (2010) yang menyatakan bahwa genangan air berhubungan
dengan kejadian malaria dengan p.velue = 0,000. Uji statistik menunjukan bahwa
suhu ruagan pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota
Sorong tidak berhubungan dengan kejadian malaria. Penelitian tersebut sejalan
dengan penelitian Gustina et al (2013) bahwa tidak ada hubungan antara suhu dan
kejadian malaria dengan p. value = 0,432. Wlandari (2018) mendukung
pernyataan tersebut bahwa tidak hubungan kejadian malaria dengan lingkungan
fisik (suhu) dengan p.veleu = 0,280. Namun penelitian tidak sejalan dengan
Widyanti et al (2022) yang menyatakan bahwa ada korelasi antara suhu udara dan
kejadian malaria p.value = 0,049.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa penggunaan pelindung tubuh
pada saat keluar di malam hari (0,018) berhubungan dengan kejadian malaria.
Penggunaan kelambu (0,251) tidak berhubungan dengan kejadian malaria dan
penggunaan obat nyamuk (0,028) berhubungan dengan kejadian malaria. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa keseluruhan (3,6%) masyarakat yang menderita
malaria memiliki suhu ruagan rumah ≥300C. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kejadian malaria dengan
p.value = 0,251. Penelitian ini sejalan dengan Luntungan et al ( 2022 ) bahwa
penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kejadian malaria dengan p.value
= 0,277. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Apriliani ( 2021 ) juga
mengatakan bahwa penggunaan kelambu berhubungan dengan kejadian malaria.
Adriyanto (2010) juga mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kepatuhan menggunakan kelambu dan kejadian malaria. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa penggunaan obat nyamuk berhubungan dengan kejadian
malaria dengan p.value = 0,028. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Prachelia
(2021) menunjukan bahwa prilaku masyarakat tentang penggunaan obat nyamuk
berhubungan dengan kejadian malaria dengan p.value 0,000. Prihatin ( 2012 )
juga menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pemakaian obat anti
nyamuk dengan kejadian malaria. Penelitian ini tidak sejalan dengan Atikoh
(201 ) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan penggunaan obat nyamuk
dengan kejadian malaria p.value = 1,000. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
sebagian kecil ( 1,2% ) masyarakat yang menderita malaria menggunkan
pelindung tubuh pada saat beraktivitas di luar rumah pada malam hari.
Penggunaan pelindung tubuh pada malam hari memiliki hubungan dengan
kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Hidayat ( 2020 ) bahwa ada hubungan terhadap
prilaku keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria dengan p.value =
0,002. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa prilaku keluar rumah
pada malam hari tidak berhubungan dengan kejadian malaria. ( Lumolo et al,
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa penggunaan pelindung tubuh pada saat
keluar di malam hari (0,018) berhubungan dengan kejadian malaria. Penggunaan
kelambu (0,251) tidak berhubungan dengan kejadian malaria dan penggunaan
obat nyamuk (0,028) berhubungan dengan kejadian malaria. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa keseluruhan (3,6%) masyarakat yang menderita malaria
memiliki suhu ruagan rumah ≥300C. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kejadian malaria dengan p.value
= 0,251. Penelitian ini sejalan dengan Luntungan et al ( 2022 ) bahwa penggunaan
kelambu tidak berhubungan dengan kejadian malaria dengan p.value = 0,277.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Apriliani ( 2021 ) juga mengatakan
bahwa penggunaan kelambu berhubungan dengan kejadian malaria. Adriyanto
(2010) juga mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kepatuhan menggunakan kelambu dan kejadian malaria. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa penggunaan obat nyamuk berhubungan dengan kejadian
malaria dengan p.value = 0,028. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Prachelia
(2021) menunjukan bahwa prilaku masyarakat tentang penggunaan obat nyamuk
berhubungan dengan kejadian malaria dengan p.value 0,000. Prihatin ( 2012 )
juga menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pemakaian obat anti
nyamuk dengan kejadian malaria. Penelitian ini tidak sejalan dengan Atikoh
(201 ) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan penggunaan obat nyamuk
dengan kejadian malaria p.value = 1,000. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
sebagian kecil ( 1,2% ) masyarakat yang menderita malaria menggunkan
pelindung tubuh pada saat beraktivitas di luar rumah pada malam hari.
Penggunaan pelindung tubuh pada malam hari memiliki hubungan dengan
kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Hidayat ( 2020 ) bahwa ada hubungan terhadap
prilaku keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria dengan p.value =
0,002. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa prilaku keluar rumah
pada malam hari tidak berhubungan dengan kejadian malaria. Lumolo et al, 2015
mendukung pernyataan tersebut bahwa tidak ada hubungan prilaku keluar rumah
pada malam hari dengan kejadian malaria p.veleu = 0.079.

KESIMPULAN
Suhu rumah bukan merupakan faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja
Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Keberadaan genangan di sekitar rumah
masyarakat bukan merupakan faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja
Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Penggunaan kelambu bukan merupakan
faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota
Sorong. Prilaku keluar rumah pada malam hari tidak menggunakan tanpa
menggunakan pelindung tubuh merupakan faktor resiko kejadian malaria di
wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong. Penggunaan obat nyamuk
merupakan faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas
Malaimsimsa kota Sorong.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dalam kesempatan ini penyusun memanjatkan rasa syukur yang tidak terhingga
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izinnya, penyusun dapat
menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. Penyusun juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Apt.Hartono,S.Si, M.Si., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nasional yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun
dan menyelesaikan penelitian ini.
2. Dwi Haryatmi, S.Pd.Bio., M.Si. selaku dosen pembimbing yang selalu
memberi arahan, masukan dan saran serta dapat meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dengan nasihat, dan penuh kesabaran sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
3. Kedua orang tua penulis, ayah alm. Yunus Sammanna dan ibu Natti Turukan
dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberi dukungan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Malaimsimsa yang
merupakan bagian dari responden penulis.
5. Kepala Puskesmas beserta seluruh staf Puskesmas Malaimsimsa yang telah
memberikan bantuannya bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Astin, N. Alim, A. Zainuddin. Studi Kualitatif Prilaku Masyarakat Dalam


Pencegahan Malaria Di Manokwari, Papua Barat, Indonesia. Vol. 8. No.
2, 132-145.
Apriliani. 2022. Analisis Faktor Resiko Kejadian Malaria Di Indonesia . Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negri Islam Sumatera Utara
Medan.
Atikoh, N. I. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan kejadian Malaria Di Desa
Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga Tahun
2014. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negri Syarif Hidayatullah.
Dewi, R. 2021. Epidemologi Penyakit sMalaria Diwilayah Kerja Puskesmas
Labuhan Ruku Kabupaten Batu Bara Tahun 2020. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Negri Sumatera Utara Medan.
Dinkes Papua Barat. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Fitriany, J. Sabiq, A. 2018. Malaria. Jurnal Averrous. Vol.4, No. 18, 5-20.
Hasmy. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Malaria Di Wilayah
Kerja Puskesmas Labuhan Lombok Kabupaten Timur Periode Januari-
February 2012. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2017. Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria. Ditjen Pencegahan
Penyakit Kementerian Kesehatan RI
Hidayat, A. 2010. Hubungan Aktifitas Keluar Rumah Pada Malam Hari Dan
Penggunaan Kelambu Dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Nongsa
dan Galang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009. Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Epidemologi Depok.
Lumolo, F.,Pinontoan, R,O.,Rattu, M, J. 2015. Analisis Hubungan Antara Faktor
Prilaku Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mayumba Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal e-Biomedik (eBm),Vol. 3,
No. 3, 866-871.
Moses. 2013. Analysis On Risk Factor Influencing Malaria Incident At Awiu
Village Lambadia District Kolaka Regency. 2013. Skripsi . Program
Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
Palupi, W. N. 2010. Hubungan Keberadaan Tempat Perindukan Nyamuk Dengan
Kejadian Malaria Di Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran Tahun
2010. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Prachelia, A, M. 2021. Hubungan Antara Faktor lingkungan Fisik Dan Prilaku
Masyarakat Dengan Penyakit Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Silau
Laut Kabupaten Asahan. Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat UIN Sumatera Utara Medan.
Putri, A. M. 2019. Gambaran Hasil Pemeriksaan Plasmodium Dengan Sedian
Tetes Tebal dan Hapusan Darah Di Puskesmas Leung Keubeu Jagat
Kabupaten Nagan Raya. KTI. Jurusan Analis Kesehatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes RI Medan.
Rahayuni, N. 2018. Perbandingan Plasmodium sp Antara Pemeriksaan Rapid
Diagnostic Test (RDT) dan Pemeriksaan Mikrokopis Pada Suspek
Malaria di Puskesmas Jati Raya. 2018. Skripsi. Politeknik Kesehatan
Kedari Jurusan Analis Kesehatan.

Riskesda RI. 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian


Republik Indonesia.
Rohayati, A, D. Putri, C, R.,Said, A, N., Dwi, S. & Rejeki, S. 2022. Analisis
Faktor Risiko Malaria di Asia Tenggara. BALABA. Vol.18,No.1. 79-82.

Sari, A. M. 2020. Pengaruh Promosi Kesehatan Melalui Media Video Terhadap


Pengetahuan Dan Sikap Tentang Malaria. Skripsi. Program Studi
Promosi Kesehatan Masyarakat Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bengkulu.
Widyati, S, A., Mukono, J. 2022. Hubungan Antara Temperatur Udara Dengan
Kasus Malaria Di Kabupaten Ende Tahun 2017. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vo. 3, No. 3. 403-207.
Subun, M, H. 2017. Pedoman Teknis Pemeriksaan Malaria. Direktorat Jenderal
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
WHO. 2021. World Health Organization Malaria Report.
https://reliefweb.int/report/world/world-malaria-report-2021.published 2
Des 2021.
Widyati,S.A.,Mukono, J. 2022. Hubungan Antara Temperatur Udara Dengan
Kasus Malaria Di Kabupaten Ende Tahun 2017. Jurnal Kesehatan
Masyarakat , Vol. 13, No. 3, 403-405.
Wulandari, A. 2018. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian
Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura Kecamatan Teluk Pandan
Kabupaten Pesawaran. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung . Bandar Lampung.
(a) (b)
(Gambar 1. Stadium Tropozoit P.Vivax Pada Sediaan Darah Tebal (a),
Stadium Tropozoit muda (b) & Stadium Skizon (b) pada sediaan darah tipis)

Tabel 1. Hubungan faktor lingkungan dengan kejadian malaria di wilayah


kerja Puskesmas Malaimsimsa kota Sorong.
Kategori Malaria
Ya Tidak p.value
n (%) n(%)
Keberadaan
genangan air
Ya 3 (3,6%) 54 (64,3%) 0,225
Tidak 0 (0,0%) 27 (32,1%)
Jumlah 3 (3,6%) 81 (96,4%)
Suhu ruangan
≥300 C 3 (3,6%) 74 (88,1%) 0,595
≤300 C 0 (0,0%) 7 (8,3%)
Jumlah 3 (3,6%) 81 (96,4%)
Tabel 2. Hubungan Faktor Prilaku Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah
Kerja Puskesmas Malaimsimsa Kota Sorong
Kategori Malaria
Ya Tidak p. value
n (%) n(%)
Penggunaan
Pelindung Tubuh
Ya 1 (1,2%) 69 (82,1%) 0,018
Tidak 2 (2,4%) 12 (14,3%)
Jumlah 3 (3,6%) 81 (96,4%)
Penggunaan
Kelambu
Ya 0 (0,0%) 25 (29,8%) 0,251
Tidak 3 (3,6%) 56 (66,7%)
Jumlah 3 (3,6%) 81 (96,4%)
Penggunaan Obat
Nyamuk
Ya 0 (0,0%) 51 (60,7%) 0,028
Tidak 3 (3,6%) 30 (35,7%)
Jumlah 3 (3,6%) 81 (96,4%)

Anda mungkin juga menyukai