Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT

MALARIA

(Penelitian Di Wilayah Kerja Puskesmas Batulicin 1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah
Bumbu Kalimantan Selatan Tahun 2015)

TESIS

Oleh :
A.Rasyid Ridha Ramadhan
130510340

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA
2016
Hubungan penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria.
(Penelitian diwilayah kerja Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten
Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016)

Oleh :
Ahmad Rasyid Ridha Ramadhan
ABSTRAK

Latar belakang Penyakit malaria merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya masih
menjadi suatu masalah di Provinsi Kalimantan Selatan, berdasarkan dinas provinsi kalsel tahun
2014 sebanyak 16.029 penemuan kasus dan positif sebanyak 4.761 orang. Sedangkan diwilayah
puskesmas Batulicin1 pada tahun 2014 dibagikan kelambu berinsektisida secara massal sebanyak
4663 buah kepada masyarakat wilayah kerja puskesmas Batulicin1. Namun berdasarkan data
diwilayah kerja puskesmas Batulicin1 masih adanya kasus malaria pada bulan Januari-Desember
pada tahun 2015 dengan jumlah penderita positif sebanyak 77 orang yang diperiksa berdasarkan
sediaan darah.
Tujuan: Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penggunaan kelambu
berinsektisida dengan kejadian penyakit malaria di wilayah kerja puskesmas batulicin 1
kecamatan simpang empat kabupaten tanah bumbu.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan
observasional analitik dengan desain cross sectional.. Pengambilan sampel dengan
menggunakan teknik simpel random sampling dengan jumlah sampel 272 responden. Adapun
pengujian dilakukan secara Analisis univariat,bivariat dan multivariat
Hasil : Dari hasil penelitian ini menunjukkan p-value = 0,010, (OR = 1,223-3,680) artinya ada
hubungan yang signifikan antara penggunaan kelambu dengan kejadian malaria, dimana
responden yang tidak menggunakan kelambu lebih berisiko 2,1 kali mengalami kejadian malaria
dibandingkan dengan responden yang menggunakan kelambu.
Simpulan dan Saran : Agar kelambu berinsektisida efektif, bisa digunakan setiap akan tidur
terutama pada malam hari agar tidak tergigit nyamuk, setiap keluarga perlu diberi pengertian
pentingnya menggunakan kelambu untuk menurunkan kejadian malaria, kelambu yang telah
dicuci berulang kali perlu diberi pestisida lagi agar fungsi untuk membunuh nyamuk tidak
berkurang.
Kata Kunci: Malaria,Kelambu,Nyamuk
Daftar Pustaka: 32 (2005-2015)
Pendahuluan
Penyakit malaria merupakan penyakit infeksi yang paling luas penyebarannya
diseluruh dunia didaerah antara 60o Lintang Utara dan 400 Lintang Selatan. Penyebaran
spesies tidak sama. Plasmodium vivax merupakan yang paling luas penyebarannya baik
didaerah tropis, subtropis dan daerah empat musim.
Malaria bukan merupakan masalah kesehatan semata. Malaria telah menjadi
masalah sosial ekonomi, seperti kerugian ekonomi (economic lost), kemiskinan dan
keterbelakangan. Sedangkan di Indonesia, malaria juga mempengaruhi Indeks
Perkembangan Manusia (IPM) atau Human Development Index, yang merupakan
penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian, gangguan kesehatan ibu anak,
intelegensia, produktivitas angkatan kerja, serta merugikan kegiatan pariwisata
(Achmadi, 2005).
Berdasarkan data WHO laporan malaria dunia bahwa menyatakan langkah-
langkah pencegahan dan pengendalian yang akan diperluas membantu menurunkan
kematian dan sakit akibat malaria. Dari 3,3 juta nyawa yang diselamatkan, sebagian besar
berasal dari 10 negara dengan tingkat beban malaria tertinggi dan anak-anak berusia di
bawah lima tahun, kelompok yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Menurut
WHO, kematian anak turun dibawah 500.000 pada tahun 2012. Secara keseluruhan,
diperkirakan ada 207 juta kasus malaria pada tahun 2012, yang menyebabkan 627 ribu
kematian, menurut laporan termsuk informasi 102 negara dengan penularan malaria.
Angka tersebut menurun dibandingkan pada tahun 2010 dengan jumlah kasus sebanyak
219 juta dan dengan angka kematian 660 ribu jiwa, dimana data tersebut bedasarkan
statistik tersedia (WHO, 2013)
Di Indonesia penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
sering menimbulkan KLB, yang akan berdampak luas terhadap kualitas hidup dan
ekonomi. Penemuan penderita tentang penyakit malaria yang positif menurut sediaan
darah dan kematian di Kalimantan Selatan dari tahun 2010 sampai dengan 2014 adalah
sebagai berikut : tahun 2010 penemuan kasus sebanyak 14.144 orang dan yang positif
menurut sediaan darah adalah sebesar 5.161 orang dan yang meninggal dunia akibat
penyakit malaria 37 orang, di tahun 2011 sebanyak 29.847 orang dan postif menurut
sediaan darah 10.124 orang dan yang meninggal 21 orang, tahun 2012 penemuan kasus
27.871 orang dan yang positif 9.041 orang sementara meninggal 12 orang pada tahun
2013 18.218 orang dan yang positif 6.740 orang sedangkan yang meninggal 20 orang
sedangkan tahun 2014 adalah 16.029 orang penemuan kasus dan yang positif menderita
4.761 orang dan yang meninggal sebanyak 5 orang. Sedangkan di wilayah kerja
puskesmas Batulicin 1 tahun 2014 sendiri penderita positf menurut sedian darah
sebanyak 191 orang (Dinkes, 2014)
Berdasarkan hasil data malaria diwilayah kerja puskesmas Batulicin 1 ada
penurunan selama 5 tahun terakhir dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dengan jumlah
tahun 2010 dengan penderita sebanyak 243 orang dan malaria kembali meningkat pada
tahun 2011 sebanyak 445 orang dan tahun 2012 sebanyak 1134 orang kemudian malaria
mengalami penurunan tahun 2013 sebanyak 490 orang dan 2014 sebanyak 221 orang.
Jenis nyamuk sementara yang masih saat ini ditemukan didaerah wilayah kerja
Puskesmas Batulicin1 sendiri yang didalam rumah maupun diluar rumah adalah jenis
nyamuk Anopheles Vagus yang mana berdasarkan breeding place jenis nyamuk biasa
hidup di air tanah bekas galian.
Sedangkan menurut parasitnya yang diperoleh melalui pemeriksaan sediaan darah
dilaboratirum puskesmas batulicin1 adalah jenis Plasmodium vivax, P.Falciparum P.Mix
dengan jumlah data penderita malaria pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai dengan
Oktober yang berobat diwilayah kerja puskesmas Batulicin1 sebanyak penderita 67
Orang yang kebanyakan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 57 Orang dan perempuannya
sebanyak 10 Orang, Sedangkan pada tahun 2014 jumlah penderita 221 Orang dengan
jenis kelamin laki-laki sebanyak 193 Orang dan perempuan 28 Orang.
Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah penyakit malaria adalah dengan
penggunaan kelambu insektisida tahan lama atau yang disebut Long Lasting Insecticidal
Nets (LLINs) yang memberikan perlindungan individu yang signifikan, tetapi efek
langsung dan tidak langsung kelambu insektisida dan kelambu tidak berinsektida
terhadap penularan malaria masih sedikit dipahami (Gonosiu, dkk., 2008).
Efektifnya kelambu berinsektisida tergantung dari kontak langsung dengan
nyamuk. Saat ini monitoring dan evaluasi program kelambu berinsektisida hanya terfokus
pada kasakitan dan kematian manusia, namun kurang memperhatikan jenis dan tempat
tinggal nyamuk tersebut yang sebagai vektor penyakit malaria ini maka akan sulit untuk
memperkirakan hasilnya secara klinis.
Salah satu bentuk upaya pencegahan dari puskesmas Batulicin1 yang dianjurkan
dalam program pemerintah tentang pembagian kelambu berinsektisida dengan perioritas
ibu hamil, balita, dan anak-anak seperti yang telah di rekomendasikan oleh World Health
Organization (WHO) sejak November 2004. Kelambu yang ditambahkan insektisida
dikembangkan pada tahun 1980 untuk pencegahan malaria. Kelambu ini ditambahkan
insektisida piretroid atau permetrin yang mampu membunuh dan mengusir nyamuk dan
juga aman bagi manusia. Untuk jumlah kelambu berinsektisida yang dibagikan saat ini
pada tahun 2015 berdasarkan ANC (Antenatal care) dan imunisasi sebanyak 392 buah,
Sedangkan pada tahun 2014 dibagikan kelambu berinsektisida secara massal sebanyak
4663 buah berdasarkan 4 desa yang berada di wilayah kerja puskesmas Batulicin1
Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan jenis desain
studi Cross Sectional untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
satu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali
saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada saat
pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010).
Data primer untuk variabel bebas dan variabel terikat secara bersamaan dengan
cara mendatangi dan mewawancara responden yang terpilih sebagai sampel. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan kuesioner (lembar pertanyaan).

Hasil Penelitian
1. Hubungan Penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria.
Setelah dihitung berdasarkan hasil analisis multivariat didalam penelitian ini
didapatkan bahwa penggunaan kelambu berhubungan secara signifikan dengan kejadian
malaria (p-value = 0,019, OR = 3,342). Orang yang jarang menggunakan kelambu
berinsektisida lebih berisiko 3,3 kali terkena malaria dibandingkan dengan responden
yang selalu menggunakan kelambu berinsektisida diwilayah kerja Puskesmas Batulicin1
Kecamatan Karang Bintang.
Has il penelitian ini sejalan dengan penelitian Husin (2007) yang menyatakan bahwa
kebiasaan tidur dengan menggunakan kelambu pada malam hari mempunyai hubungan
yang signifikan dengan kejadian malaria diwilayah kerja puskesmas Sukamerindu
Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu.
Dengan demikian penggunaan kelambu berinsektisda dapat mencegah dan menghindari
kontak dengan orang tidur pada malam hari sehingga mencegah timbunya terjadinya
malaria
2. Hubungan waktu penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria.
Menurut hasil penelitian Giles Duffield dan Zain Syed dari University of Notre
Dame mengatakan bahwa nyamuk anopheles lebih cenderung beraktifitas dimalam hari.
Berdasarkan hasil uji analisis yang terdapat dalam penelitian ini yang dilakukan
dengan analisis multivariat didapatkan bahwa waktu penggunaan kelambu berhubungan
secara signifikan dengan kejadian malaria (p-value = 0,001, OR = 2,570). Orang yang
selalu menggunakan kelambu berinsektisida pada waktu ≥ jam 21.00 malam lebih
berisiko 2,5 kali terkena penyakit malaria.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lain. Peneliti Aisyah (2013)
menyatakan bahwa waktu penggunaan kelambu dari pukul 18.00 sampai dengan 06.00
tidak berhubungan dengan kejadian malaria di Kota Batam Kecamatan Galang
Puskesmas Galang.
3. Hubungan cara penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria.
Berdasarkan hasil uji analisis multivariat didalam penelitian ini didapatkan bahwa
cara penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kejadian malaria (p-value = 0,206,
OR = 1,441).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2013)
dimana orang yang tidak tahu cara pemasangan kelambu lebih berisiko 3,4 kali terkena
malaria dibandingkan dengan orang yang tahu cara pemasangan kelambu.
Meskipun cara penggunaan kelambu tidak terbukti memiliki hubungan dengan
kejadian malaria, namun sesuai dengan anjuran dari Kementerian Kesehatan RI pada
tahun 2008, yang menyatakan bahwa penting untuk diinformasikan kepada masyarakat
mengenai pemasangan kelambu yang benar yaitu tidak ada celah untuk nyamuk dapat
masuk kedalam kelambu. Dalam penelitian ini cara penggunaan kelambu berinsektisda
dengan kriteria sehingga menimbulkan bias informasi.

4. Hubungan perawatan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria.


Berdasarkan analisis multivariat penelitian ini didapatkan bahwa perawatan kelambu
berhubungan secara signifikan dengan kejadian malaria (p-value= 0,026, OR = 1,855).
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang kelambunya tidak terawat lebih
berisiko 1,8 kali terkena malaria dibandingkan dengan orang yang kelambunya terawat.
Penelitian ini sejalan dengan Arsunan,dkk (2013) dimana antara hubungan perawatan
kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria saling berhubungan.
Agar kelambu berinsektisida ini dapat bermanfaat, sebaiknya perawatan kelambu
yang baik dan benar juga sangat berpengaruh. Perawatan yang salah dapat membuat
kelambu menjadi cepat rusak atau fungsi kelambu akan berkurang. Untuk menghindari
masuknya nyamuk, kondisi kelambu harus dijaga supaya tidak ada bagian yang robek
karena akan membuat nyamuk dapat mudah masuk ke dalam kelambu.

5. Hubungan umur dengan kejadian malaria


Berdasarkan hasil analisis bivariat penelitian ini menunjukan bahwa umur tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria (p-value= 0,253, OR =
1,419).
Penelitian ini berbeda dengan Hidayat (2010) dimana responden yang tergolong
kelompok pada umur non produktif beresiko 3 kali dibandingkan dengan umur produktif.
Menurut Hidayat, karena aktifitas kelompok non produktif ini pada malam hari sering
berada disekitar rumah, daya tahan tubuh yang dimiliki lebih rendah dari kelompok usia
produktif, serta pengetahuan tentang malaria yang dimiliki lebih dibawah rata-rata
mereka produktif. (Hidayat, 2010).
Sehingga banyak selain faktor umur yang mempengaruhi dari berbagai perbedaan
dalam hasil uji bivariat, jadi bahwa responden yang tergolong pada usia <15 tahun
memiliki resiko yang sama dengan responden yang berusia >15 tahun.

6. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian malaria.


Berdasarkan penelitian ini analisis multivariat tentang jenis kelamin dengan kejadian
malaria didapatkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian malaria (p-
value= 0,613, OR = 1,250).
Hal ini sejalan dengan penelitian Hermain (2006) dimana dinyatakan bahwa
karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria.
Menurut Hermain, perbedaan angka kesakitan pada kelompok umur dan jenis
kelamin sebenarnya lebih disebabkan oleh faktor-faktor eksternsik lainnya seperti
pekerjaan, migrasi, infeksi malaria yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan
resistensi pada orang yang lama tinggal di daerah endemis malaria. (Hermain, 2006).
Responden yang bejenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang
sama terkena penyakit malaria namun ada juga beberapa faktor-faktor seperti umur, curah
hujan, suhu, kecepatan angin dan pekerjaan sangat berpengaruh.

7. Hubungan Pekerjaan dengan kejadian malaria


Berdasarkan analisis bivariat didapatkan bahwa pekerjaan tidak berhubungan dengan
kejadian malaria (p-value= 0,599, OR = 1,264).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Raden Ayu
Aisyah (2013) dimana pekerjaan berhubungan dengan kejadian malaria, dimana orang
yang bekerja lebih berisiko 2,8 kali terkena malaria dibandingkan dengan orang yang
tidak bekerja. Subki (2000) juga membuktikan ada perbedaan bermakna antara orang
yang bekerja atau melakukan kegiatan dihutan dengan kejadian malaria.
Dapat disimpulkan bahwa kejadian malaria tertinggi pada responden yang yang
sesuai dengan teori bekerja lebih rentan terserang penyakit malaria dibanding responden
dengan tidak bekerja oleh karena itu, perlu adanya pencegahan malaria yang pada
responden bekerja seperti menggunakan obat nyamuk bakar atau revelen apa bila keluar
dimalam hari.
Simpulan

 Orang yang tidur dimalam hari dan selalu menggunakan kelambu berinsektisida dapat
mencegah kejadian malaria
 Waktu penggunaan kelambu berinsektisida yang efektif mencegah kejadian malaria
adalah sebelum jam 21.00.
 Orang yang memakai kelambu yang tidak terawat lebih beresiko terkena penyakit
malaria dibandingkan dengan orang yang kelambunya terawat.
Saran
 Perlu diingatkan kembali dari puskesmas kepada tokoh masyarakat dalam hal
pentingnya penggunaan, pemeliharaan kelambu, waktu penggunaan kelambu
berinsektisida sebagai pencegahan penyakit malaria.
 Dianjurkan kepada seluruh masyarakat agar seyogyanya dapat mengikuti petunjuk
dan arahan dari puskemas tentang penggunaan kelambu berinsektesida yang baik dan
benar.

Daftar Pustaka

Ariawan, Iwan,1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Jakarta. Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Arsunan, Dkk, 2011. Hubungan Penggunaan Kelambu Berinsektisda terhadap Kejadian Malaria
di Kabupaten Halmehera Timur.Konsentrasi Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Hasannudin.
Center for Health and Human Nutrition (CH2N) UGM, Faktor resiko dan Alternatif
Penanggulangan Penyakit Malaria di Daerah Endemis Malaria, di Propinsi Jawa
Tengah, Pusat Studi Kes dan Gizi Manusia, Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta,
2001.
CDC, Malaria : Anopheles Masquitoes, National Center for Infectious Diseases, Devision of
Parasitic Diseases, 2005
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, 2014. Profil Malaria Propinsi Kalimantan
Selatan tahun 2012 dan 2013. Bidang PP-PL Dinkes.Propinsi Kalimantan Selatan,
Banjarmasin.
_____________Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu. 2014. P2PL : 2014
Direktorat P2B2 Kementrian Kesehatan, Buku saku menuju eliminasi malaria. 2011.
Depkes RI, Ekologi Vektor dan Beberapa Aspek Perilaku, Direktorat jenderal PPM dan PLP,
Depertemen Kesehatan RI, 1987.
Ditjen PP & PL. (2011). Pedoman Penggunaan Kelambu Berinsektisida Menuju Eliminasi
Malaria. Jakarta : Kemenkes RI.
Depkes RI, Penemuan dan Pengobatan Penderita, Direktorat Jendral P2M dan PLP, Depkes RI,
1999
Erdinal, dkk., 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Malaria di Kecamatan
Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar. Makara Kesehatan Vol 10.
(http://www.fkm.undip.ac.id), diakses 12 Januari 2011
Faradila, Dkk. (2013). Penggunaan Kelambu Berinsektisida Terhadap Pengendalian Penyakit
Malaria Di Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. Diakses 21 April, 2015, from
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files.pdf.
Fungladda W, Sornmani S, Health Behaviour Treatment Seeking Patterns and Cost of
Treatment for Pattients Visiting Malaria Clinics in Wastern Thailand, South East Asian
Journal Medicine Public Health, Vol.17 No.3,1986.
Gunawan S, Epidemologi Malaria dalam Malaria : Epidemologi, Patogenesis, Manifestasi
Klinis, & Penanganannya, diKutip oleh Harijanto P.N, EGC, Jakarta, 2000
Harijanto, P.N. 2000. Epidemiologi, Patogenesis,Manifestasi Klinis, dan Penanganan.Jakarta:
EGC.
Hakim, L., dkk, 2006. Efikasi Kelambu Celup Insektisida yang Dicampur Acrylic dan Arthatrin
terhadap Nyamuk Anopheles sundaicus. Loka Litbang P2B2 Depkes RI, Ciamis
Husin H. Analisis faktor risiko kejadian malaria di Puskesmas Sukamerindu Kecematan Sungai
Serut Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu. [Tesis]. Semarang: Universitas Dipenegoro;
2007.
Harisunata C, The Need for Health Behaviour an Socio Economic Research in Malaria Control
in Thailand, South East Asian, Journal Medicine Public Health, Vol 17 No.3, 1986.
Ikryama Baba, 2007. Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Malaria (Studi Kasus
Di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura). Jaya pura
Iskandar dkk, 1985., Pengertian Vektor dan Pengendalian Vektor ; Kutipan hal.1 dan 2
Profil Kesehatan Puskesmas Batulicin 1 Karang Bintang .Laporan Tahunan Dinas Kesehatan
Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Tahun 2015
O’Connor C.T dan A. Soepanto, 1999. Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di
Indonesia. Depkes RI, Jakarta.
Muda, Ahmad, 1994. Genus Nyamuk Anopheles ; Kutipan hal 17
[Diakses pada tanggal 28 November 2015] Available at : http://World Health
Organization/Case of Malaria/2013. tahun 2013
Manalu H, Penanggulangan Penyakit Malaria di Tinjau dari Aspek Sosial Budaya di Daerah
Hiperendemis Timika Irian Jaya, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol.XXV
No.10, 1997.
Rustam, Faktor-faktor Lingkungan, Perilaku Yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria pada
Penderita yang Mendapat Pelayanan di Puskesmas Kabupaten Sarolangan Propinsi
Jambi, Universitas Indonesia, Depok,2002
Raden ayu aisyah, Pemakaian Kelambu Berinsektisida Pada Anak Usia 0-4Tahun Terhadap
Kejadian Malaria, Universitas Indonesia,Batam 2013
Subki S, Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Membalon,
Gantung dan Manggar Kabupaten Belitung, Universitas Indonesia, Depok 2000 (Tesis
tidak dipublikasikan)
World Health Organization. 1986. Epidemiological and Statiscal Methodology Unit Sample Size
Determination, A User’s Manual, Geneve: WHO.

Anda mungkin juga menyukai