Anda di halaman 1dari 50

EFEKTIVITAS KELAMBU BERINSEKTISIDA DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


BATULICIN 1 KECAMATAN KARANG BINTANG
KABUPATEN TANAH BUMBU
KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2015

PROPSAL TESIS

Oleh :
A.Rasyid Ridha Ramadhan
130510340

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA
2015
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penyakit malaria merupakan penyakit infeksi yang paling luas
penyebarannya diseluruh dunia didaerah antara 60o Lintang Utara dan 400
Lintang Selatan. Penyebaran spesies tidak sama. Plasmodium vivax
merupakan yang paling luas penyebarannya baik didaerah tropis, subtropis
dan daerah empat musim.
Malaria bukan hanya permasalahan kesehatan semata. Malaria telah
menjadi masalah sosial ekonomi,seperti kerugian ekonomi (economic lost),
kemiskinan dan keterbelakangan. Sedangkan di Indonesia, malaria juga
mempengaruhi Indeks Perkembangan Manusia (IPM) atau Human
Development Index, yang merupakan penyebab meningkatnya angka
kesakitan dan kematian, gangguan kesehatan ibu anak, intelegensia,
produktivitas angkatan kerja, serta merugikan kegiatan pariwisata (Achmadi,
2005).
Berdasarkan data WHO laporan malaria dunia bahwa menyatakan
langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang akan diperluas
membantu menurunkan kematian dan sakit akibat malaria. Dari 3,3 juta
nyawa yang diselamatkan, sebagian besar berasal dari 10 negara dengan
tingkat beban malaria tertinggi dan anak-anak berusia di bawah lima tahun,
kelompok yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Menurut WHO,
kematian anak turun dibawah 500.000 pada tahun 2012. Secara keseluruhan,
diperkirakan ada 207 juta kasus malaria pada tahun 2012, yang menyebabkan
627.000 kematian, menurut laporan termsuk informasi 102 negara dengan
penularan malaria. Angka tersebut menurun dibandingkan pada tahun 2010
dengan jumlah kasus sebanyak 219 juta dan dengan angka kematian 660.000
jiwa, dimana data tersebut bedasarkan statistik tersedia (WHO, 2013)
Di Indonesia penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena sering menimbulkan KLB, yang akan berdampak luas

1
2

terhadap kualitas hidup dan ekonomi. Penemuan penderita tentang penyakit


malaria yang positif menurut sediaan darah dan kematian di Kalimantan
Selatan dari tahun 2010 sampai dengan 2014 adalah sebagai berikut : tahun
2010 penemuan kasus sebanyak 14.144 orang dan yang positif menurut
sediaan darah adalah sebesar 5.161 orang dan yang meninggal dunia akibat
penyakit malaria 37 orang, di tahun 2011 sebanyak 29.847 orang dan postif
menurut sediaan darah 10.124 orang dan yang meninggal 21 orang, tahun
2012 penemuan kasus 27.871 orang dan yang positif 9.041 orang sementara
meninggal 12 orang pada tahun 2013 18.218 orang dan yang positif 6.740
orang sedangkan yang meninggal 20 orang sedangkan tahun 2014 adalah
16.029 orang penemuan kasus dan yang positif menderita 4.761 orang dan
yang meninggal sebanyak 5 orang. Sedangkan diwilayah kerja puskesmas
Batulicin1 tahun 2014 sendiri penderita positf menurut sedian darah sebanyak
191 orang. (Dinkes, 2014)
Berdasarkan hasil data malaria diwilayah kerja puskesmas Batulicin1
ada penurunan yang signifikan selama 5 tahun terakhir dari tahun 2010
sampai dengan 2014 dengan jumlah tahun 2010 dengan penderita sebanyak
243 orang dan malaria kembali meningkat pada tahun 2011 sebanyak 445
orang dan tahun 2012 sebanyak 1134 orang kemudian malaria mengalami
penurunan tahun 2013 dan 2014 menjadi 490 orang dan 221 orang.
Berdasarkan data terkahir tahun 2014 penderita penyakit malaria kebanyakan
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 193 dan perempuan sebanyak 28
orang dengan rata-rata penderita berumur 15-54 tahun sebanyak 210 orang.
Salah satu cara yang digunakan untuk pemberantasan vektor malaria
dengan tujuan menekan populasi vektor sehingga tidak berperan lagi dalam
penularan malaria adalah menggunakan kelambu celup insektisida atau
Insecticide Treated Net (ITN) yang cukup efektif sebagai proteksi diri
terhadap gigitan nyamuk serta mampu mencegah penularan malaria (Hakim,
dkk., 2006).
Penggunaan kelambu insektisida tahan lama atau yang disebut Long
Lasting Insecticidal Nets (LLINs) memberikan perlindungan individu yang
3

signifikan, tetapi efek langsung dan tidak langsung kelambu insektisida dan
kelambu tidak berinsektida terhadap penularan malaria masih sedikit
dipahami (Gonosiu, dkk., 2008). Efektifitas kelambu berinsektisida
tergantung dari kontak langsung dengan nyamuk. Saat ini monitoring dan
evaluasi program kelambu berinsektisida hanya terfokus pada kasakitan dan
kematian manusia, namun kurang memperhatikan entomologi setempat.
Tanpa mengetahui dinamika spesies vektor setempat dan responnya terhadap
kelambu insektisida, maka akan sulit untuk memperkirakan hasilnya secara
klinis (Gu, dkk., 2009).
Karakteristik nyamuk didaerah wilayah kerja Puskesmas Batulicin1
sendiri yang didalam rumah maupun diluar rumah adalah menurut
karakteristik tempat tinggal atau hidup nyamuk sendiri jenis nyamuk
an.vagus yang mana berdasarkan breeding place jenis nyamuk ini adalah
nyamuk yang hidupnya di air tanah bekas galian tambang (O’Connor, C.T.
dan Soepanto, 1999).
Dimana aktivitas Kepala Keluarga disana berkerja sebagai Buruh
Tambang, sedangkan menurut parasitnya yang diperoleh melalui periksaan
sediaan darah adalah jenis Plasmodium vivax dan P.falciparum dan jumlah
data penderita malaria pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai dengan
Oktober yang berobat diwilayah kerja puskesmas Batulicin1 dengan jumlah
penderita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 57 orang dan perempuannya
sebanyak 10 orang berbanding dengan tahun 2014 penderita 221 orang
dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 193 orang dan perempuan 28 orang
dan jumlah kelambu berinsektisida yang dibagikan menurut ANC (Antenatal
care) dan imunisasi sebanyak 392 buah, usia penderita rata-rata adalah 15-54
tahun Sedangkan pada tahun 2014 dan jenis nyamuk an. leocoaphyrus
balabacensis yang dimana jenis ini lebih menyukai hidup daerah perhutanan,
genangan bekas jejak hewan maupu parit-parit yang sesuai dengan
lingkungan tempat tinggal masyarakat sekitar wilayah kerja puskesmas
Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu.
4

Salah satu bentuk upaya pencegahan dari puskesmas Batulicin1 yang


dianjurkan dalam program pemerintah tentang pembagian kelambu
berinsektisida pada perioritas ibu hamil, balita, dan anak-anak seperti yang
telah di rekomendasikan oleh World Health Organization (WHO) sejak
November 2004. Kelambu yang ditambahkan insektisida dikembangkan pada
tahun 1980 untuk pencegahan malaria. Kelambu ini ditambahkan insektisida
piretroid atau permetrin yang mampu membunuh dan mengusir nyamuk.
Pada tahun 2014 dibagikan kelambu berinsektisida secara massal dibagikan
sebanyak 4663 buah kepada masyarakat wilayah kerja puskesmas Batulicin1.
Menurut hasil penelitian, orang yang tidur malam tidak menggunakan
kelambu mempunyai risiko terkena malaria 5,8 kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang menggunakan kelambu pada malam hari. (Husin, 2007)
Insektisida yang digunakan pada kelambu aman bagi manusia dan telah
digunakan oleh banyak negara. Program kelambu berinsektisida merupakan
salah satu alternatif untuk pengendalian vektor malaria pada daerah dengan
perilaku nyamuk menggigit di dalam rumah. Efektifitas kelambu juga sangat
dipengaruhi oleh perawatan kelambu yang baik dan benar. Perawatan yang
salah dapat membuat kelambu menjadi cepat rusak atau efektifitas kelambu
akan berkurang. Untuk menghindari masuknya nyamuk, kondisi kelambu
harus dijaga supaya tidak ada bagian yang robek karena akan membuat
nyamuk dapat masuk ke dalam kelambu. (Jufar, 2014).

1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian


1.2.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Masalah
Menurut jumlah data penderita malaria pada tahun 2015 dari
bulan Januari sampai dengan Oktober yang berobat diwilayah kerja
puskesmas Batulicin1 signifikan dengan jumlah penderita berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 57 orang dan perempuannya sebanyak 10
orang berbanding dengan tahun 2014 penderita 221 orang dengan
jenis kelamin laki-laki sebanyak 193 orang dan perempuan 28 orang
5

dan jumlah kelambu berinsektisida yang dibagikan menurut ANC


(Anetenatal care) dan imunisasi sebanyak 392 buah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
dapat menjadi suatu rumusan permasalahan yaitu penderita penyakit
malaria diwilayah kerja puskesmas Batulicin1 dominan laki-laki yang
berusia rata 15-54 tahun dengan status pekerjaan buruh tambang
sehingga menarik suatu pertanyaan masalah yaitu Bagaimana
Efektivitas Kelambu Berinsektisida Dengan Kejadian Penyakit
Malaria diwilayah kerja puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang
Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Penggunaan Kelambu
Berinsektisida Dengan Kejadian Penyakit Malaria Di Wilayah Kerja
Puskesmas Batulicin 1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah
Bumbu tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Membuktikan pengaruh penggunaan kelambu berinsektisida
dengan kejadian penyakit malaria diwilayah kerja Puskesmas
Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu
Kalimantan Selatan tahun 2015.
b. Membuktikan pengaruh waktu penggunaan kelambu berinsektisida
dengan kejadian penaykit malaria di wilayah kerja Puskesmas
Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu
Kalimantan Selatan Tahun 2015.
c. Membuktikan pengaruh frekuensi penggunaan kelambu
berinsektisida dengan kejadian penaykit malaria di wilayah kerja
Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten
Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Tahun 2015.
6

d. Membuktikan pengaruh perawatan kelambu berinsektisida dengan


kejadian penaykit malaria di wilayah kerja Puskesmas Batulicin1
Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan Tahun 2015.
e. Membuktikan pengaruh jenis kelamin dengan kejadian penyakit
malaria diwilayah kerja Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang
Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan tahun 2015.
f. Membuktikan pengaruh umur dengan kejadian penyakit malaria
diwilayah kerja Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang
Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan tahun 2015.
g. Membuktikan pengaruh pekerjaan dengan kejadian penyakit
malaria diwilayah kerja Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang
Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan tahun 2015.
h. Diketahuinya faktor dominan antara penggunaan kelambu
berinsektisida dengan kejadian penyakit malaria diwilayah kerja
Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten
Tanah Bumbu Kalimantan Selatan tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Aplikatif
Sebagai tambahan informasi bagi tenaga kesehatan dibidang
promosi kesehatan untuk Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang
Bintang Tanah Bumbu untuk melakukan penyuluhan tentang kejadian
penyakit malaria dalam rangka meningkatkan pengetahuan
masyarakat sebagai kejadian penyakit malaria diwilayah kerja
Puskesmas Batulicin1 diwilayah kerja puskesmas tersebut.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dan juga sebagai bahan
referensi bagi penelitian yang terkait tentang kejadian penyakit
malaria.
7

1.5 Ruang Lingkup


1.5.1 Lingkup Materi
Materi dalam penelitian ini adalah menggali data primer tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit malaria diwilayah
kerja Puskesmas Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten
Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.
1.5.2 Lingkup Responden
Semua Kepala Keluarga yang ada diwilayah kerja Puskesmas
Batulicin1 Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu
Provinsi Kalimantan Selatan.Tahun 2015.
1.5.3 Lingkup Waktu
Penelitian dilakukan setelah seminar proposal 2015 yang
dimulai dengan penyusunan proposal, rencana pengumpulan data,
sampai penyelesaian laporan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Dasar Teori
a. Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau
menularkan suatu “infection agent” dari sumber infeksi kepada
induk semang yang rentan (Iskandar, dkk. 1985 hal. 1).
b. Anopheles adalah suatu genus nyamuk famili Cullicidae, sub
famili Anophelinae, salah satu spesies yang betinanya pembawa
parasit malaria (Muda, Ahmad. 1994. hal.17).
c. Pengendalian vektor adalah semua usaha untuk mengurangi atau
menurunkan populasi vektor dengan maksud mencegah atau
memberantas penyakit yang ditularkan vektor atau pengganggu
(nuisance) yang diakibatkan oleh vektor (Iskandar, dkk. 1985. hal
2).
Malaria adalah penyakit infeksi parasite yang disebabkan oleh
Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria ini
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegaly. Dapat berlangsung akut ataupun kronik (Paul N.
Harijanto, 2006).
Dan ada juga yang menjelaskan Malaria adalah penyakit
menular endemik di banyak daerah hangat di dunia, disebabkan oleh
protozoa obligat seluler genus Plasmodium, biasanya ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Penyakit ini
ditandai dengan keadaan berdaya dengan demam tinggi paroksismal,
serangan menggigil, berkeringat, anemia dan splenomegaly yang
dapat menyebabkan kematian, sering menyebabkan komplikasi berat,
malaria selebral dan anemia. Interval antara tiap serangan kadang kala
periodik, ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk

8
9

berkembangnya satu generasi baru parasit di dalam tubuh. Setelah


permulaan penyakit ini, dapat diikuti perjalanan penyakit yang kronik
atau baik. Disebut juga plaudism. Nama lamanya mencakup ague dan
jungle, malaria. (Kamus Kedokteran DORLAND, edisi 29, hal. 1279).
Malaria merupakan penyakit protozoa yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk Anopheles adalah vektor satu-
satunya dari penyakit malaria pada manusia. Nyamuk ini relative sulit
dibedakan dengan jenis nyamuk lainnya, kecuali jika kita
menggunakan kaca pembesar.
Ciri paling menonjol yang bisa dilihat dengan mata telanjang
adalah posisi nyamuk Anopheles pada waktu menggigit / menusuk
kulit manusia, yaitu dengan posisi menungging. Nyamuk Anopheles
ini akan menggigit/menusuk kulit manusia pada malam hari apalagi
ketika berada di luar rumah, sesudah menghisap darah manusia
nyamuk malaria ini akan beristirahat di dinding dalam rumah yang
gelap dan lembab seperti di belakang lemari, di bawah kolong tempat
tidur, dan lain-lain.
1. Etiologi
o Siklus Hidup Nyamuk
Nyamuk betina dapat bertahan hidup selama sebulan.
Siklus nyamuk Anopheles sebagai berikut :
 Telur
Nyamuk betina meletakkan telurnya sebanyak 50-200
butir sekali bertelur. Telur-telur itu diletakkan di dalam air
dan mengapung di tepi air.Telur tersebut tidak dapat
bertahan di tempat yang kering dan dalam 2-3 hari akan
menetas menjadi larva.
(Jurnal MKMI, 2013)
 Larva
Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang
digunakan untuk mencari makan, sebuah torak dan sebuah
10

perut. Mereka belum memiliki kaki. Dalam perbedaan


nyamuk lainnya, larva Anopheles tidak mempunyai saluran
pernafasan dan untuk posisi badan mereka sendiri sejajar
dipermukaan air. Larva bernafas dengan lubang angin pada
perut dan oleh karena itu harusberada dipermukaan.
Kebanyakan Larva memerlukan makan pada alga, bakteri,
dan mikroorganisme lainnya di permukaan.
Mereka hanya menyelam di bawah permukaan ketika
terganggu. Larva berenang tiap tersentak pada seluruh
badan atau bergerak terus dengan mulut. Larva berkembang
melalui 4 tahap atau stadium, setelah larva mengalami
metamorfisis menjadi kepompong. Disetiap akhir stadium
larva berganti kulit, larva mengeluarkan exokeleton atau
kulit ke pertumbuhan lebih lanjut.
Habitat Larva ditemukan di daerah yang luas tetapi
kebanyakan spesies lebih suka di air bersih. Larva pada
nyamuk Anopheles ditemukan di air bersih atau air payau
yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di sawah, selokan
yang dirtumbuhi rumput, pinggir sungai dan kali, dan
genangan air hujan. Banyak spesies lebih suka hidup di
habitat dengan tumbuhan. Habitat lainnya lebih suka
sendiri. Beberapa jenis lebih suka di alam terbuka,
genangan air yang terkena sinar matahari.(Jurnal MKMI,
2013) dan (Yudistira, 2008).
 Kepompong
Kepompong terdapat dalam air dan tidak
memerulukan makanan tetapi memerlukan udara. Pada
kepompong belum ada perbedaan antara jantan dan betina.
Kepompong menetas dalam dal 1-2 hari menjadi nyamuk,
dan pada umumnya nyamuk jantan lebih dulu menetas
daripada nyamuk betina. Lamanya dari telur berubah
11

menjadi nyamuk dewasa bervariasi tergantung spesiesnya


dan dipengaruhi oleh panasnya suhu. Nyamuk bisa
berkembang dari telur ke nyamuk dewasa paling sedikit
membutuhkan waktu 10-14 hari.
 Nyamuk dewasa
Semua nyamuk, khususnya Anopheles dewasa
memiliki tubuh yang kecildengan 3 bagian : kepala, torak
dan abdomen (perut). Kepala nyamuk berfungsi untuk
memperoleh informasi dan untuk makan. Pada mkepala
terdapat sepasang antena. Antenanyamuk sangat penting
untuk mendeteksi bauhost dari tempat perindukan dimana
nyamukbetina meletakan telurnya. Kepala juga
diperpanjang, maju kedepan hidung yang berguna untuk
makan dan 2 panca indra. Thorak berfungsi sebagai
penggerak. Tiga pasang kaki dan sebuah kaki menyatu
dengan sayap.
Perut berfungsi untuk pencernaan makanan dan
mengembangkan telur. Bagian badannya berperan
mengembang agak besar saat nyamuk betina menghisap
darah. Darah tersebut lalu dicerna tiap waktu untuk
membantu memberikan sumber protein pada produksi
telurnya, dimana mengisi perutnya secara perlahan-lahan.
Nyamuk Anopheles dapat dibedakan dari nyamuk
lainnya, dimana hidungnya lebih panjang dan adanya sisik
hitam dan putih pada sayapnya. Nyamuk Anophels dapat
juga dibedakan dari posisi beristirahatnya yang khas : jantan
dan betina lebih suka beristirahat dengan posisi perut berada
diudara dari padasejajar dengan permukaan.(jurnal MKMI,
2013).
12

Spesies nyamuk Anopheles yang menjadi vektor


malaria sangat banyak, yaitu sebagai berikut :
1) Anopheles sundaicus
Nyamuk Anopheles sundaicus termasuk spesies
yang besarnya sedang. Nyamuk dewasanya senang
hinggap di dalam rumah, kandang atau di luar rumah.
Di dalam rumah hinggap di dinding, di bawah atap,
gantungan pakaian,di bawah kolong alat-alat rumah
tangga, sedang di luar rumah terdapat pada pagar dari
daun kelapa, daun pisang dan semak belukar. Tempat
berkembang biak Anopheles sundaicus adalah air
payau, dimana biasanya terdapat tumbuh-tumbuhan
Enteromorpha, Chestomorpha dengan kadar garam
kesukaannya adalah 1,2 – 1,8% dan tidak suka tidak
suka pada kadar garam lebih dari 4%.
Namun larvanya masih juga ditemukan pada
kadar garam 0,4%. Bahkan di Sumatera larva
Anopheles sundaicus ditemukan di air tawar, misalnya
di Mandailing dengan ketinggian 210 m dari
permukaan laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000
m. Tetapi jentiknya paling banyak terdapat pada air
payau, lebih menyukai daerah terbuka yang langsung
terkena sinar seperti pada lagune-lagune, rawa atau
genangan/telaga yang terlindung oleh tanbak-tambak di
pesisir pantai. Nyamuk ini termasuk ke dalam jenis
nyamuk yang terbangnya kuat, dapat mencapai 5 km
dari sarang jentiknya dan lebih suka darah manusia dari
pada darah binatang.
2) Anopheles aconitus (Donits)
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir
diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian.
13

Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih


banyak terdapat di daerah kaki gunung (foothillis) pada
ketinggian 400 – 1000 m, makin ke Indonesia Timur
penyebarannya makin kurang.
Nyamuk dewasa hinggap di dalam rumah dan
kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai
ialah di luar rumah, pada tebing yang curam, gelap dan
lembab. Juga terdapat diantara semak belukar didekat
sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km,
tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya.
Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah.
3) Anopheles barbirostris (Anophel Wulp.)
Terdapat di seluruh Indonesia, baik di dataran
rendah maupun di dataran tinggi. Jentiknya biasanya
terdapat dalam air yang jernih, seperti sawah, parit yang
alirannya tidak begitu cepat , kolam banyak tumbuh-
tumbuhannya, rawa-rawa, mata air dan genangan air
lainnya. Tetapi sering juga dijumpai dalam air yang
keruh. Tempat air yang teduh lebih disukai, walaupun
terdapat juga dalam air yang terbuka, biasanya air
payau mereka hindari.
Nyamuk dewasa lebih jarang dijumpai dari pada
jentinknya, sehingga dapat digolongkan sebagai
nyamuk liar. Akan tetapi kadang-kadang dapat
dijumpai di dalam rumah dan dalam kandang dalam
jumlah yang besar. Tempat hinggap ialah tebing-tebing
sungai sebelah sawah, diantaranya semak-semak,
rumpun-rumpun bambu dan bangunan-bangunan
kosong.
Jarak terbangnya tidak jauh, terbang pada siang
hari bila gelap (berawan) dan dalam keteduhan hutan-
14

hutan yang lebat. Sebagian besar zoofilik. Makin ke


Timur makin domestik, di Sulawesi sering masuk
rumah untuk menghisap darah dan keluar lagi.
4) Anopheles bancrofti (Giles)
Di Indonesia hanya terdapat hanya terdapat di
Maluku dan Irian. Nyamuk dewasa tabiatnya nocturnal.
Meyerang manusia manusia dalam rumah maupun luar
rumah tetapi juga menggigit binatang, banyak terdapat
hinggap pada dinding rumah, kelambu dan juga
kadang-kadang tidak jarang dalam julmlah yang besar.
Di Irian Barat ditemukan dengan natural infection rate
4%, maka harus dianggap sebagai vektor yang
berbahaya bila dijumpai dalam jumlah yang besar.
5) Anopheles farauti (Laveran)
Tadinya dikenal sebagai Anopheles punctulatus
dan melucensis, tetapi pada tahun 1946 diakui sebagai
spesies tersendiri. Terdapat di kepulauan Maluku dan
Irian Barat, di daerah ini penyebarannya sangat luas.
Nyamuk dewasa aktif pada malam hari, tetapi
mau menggigit pada siang hari bila udara tidak cerah.
Dibeberapa daerah mereka menggigit manusia, tanpa
menghiraukan sama sekali adanya binatang ternak di
daerah itu. Di tempat yang satu banyak terdapat di
dalam rumah, sedangkan di tempat yang lain hinggap di
luar rumah. Natural infection rate pernah terdapat
12,7% dari Irian. Sangat susceptable terhadap infeksi
dan tergolong spesies yang domestik, disamping itu
juga antropofilik, sehingga merupakan vektor yang
sangat efisien.
15

6) Anopheles kochi (Donitz)


Tersebar di seluruh Indonesia kecuali Irian.
Nyamuk dewasa terdapat di dalam rumah maupun di
kandang, termasuk nyamuk yang domestik. Nyamuk
lebih menyukai darah binatang dari pada manusia.
Sebagai vektor malaria tidak begitu penting artinya,
kecuali dalam jumlah yang besar. Tanda pengenal
nyamuk dewasa adalah 6 pasang kumpulan sisik-sisik
pada abdomen bagian ventral.
7) Anopheles koliensis (Owen)
Hanya terdapat di Irian, di tempat-tempat yang
tingginya lebih dari 500 meter. Nyamuk dewasanya
sangat antrofilik dan suka hinggap dalam rumah
sesudah menggigit sampai malam berikutnya. Lebih
banyak dijumpai dari pada Anopheles farauti dan
Anopheles punculatus. Mulai aktif menggigit pada jam
09.00 malam sampai pagi hari, puncak kegiatannya
setelah tengah malam.
8) Anopheles letifer (Gater)
Terdapat di Sumatera dan Kalimantan, di dataran
rendah dekat pantai. Nyamuk dewasa masuk rumah dari
senja sampai pagi hari. Tempat hinggapnya di luar
rumah. Sangat antrofilik, hidupnya lebih dekat dengan
kediaman manusia.
9) Anopheles umbrosus.
Kedudukannya sebagai vektor malaria masih
diragukan, karena mungkin masih dicampur dengan
Anopheles umbrosus. Tetapi mengingat sifat-sifat
malaria memang mungkin menjadi vektor sehingga
perlu diawasi. Di daerah malaria dengan Anopheles
letifer lebih banyak terdapat Plasmodium malariae.
16

10) Anopheles leocoaphyrus balabacensis (Bibos),


Anopheles leocoaphyrus hackeri (Edwards),
Anopheles leocoaphyrus lencosphyrus (Donitz)
Lenocoaphyrus group terdiri dari 6 atau 7 spesies yang
sangat mirip, tetapi hanya 3 yang dapat menularkan
penyakit malaria. Penyebarannya di Indonesia adalah
Anopheles leocoaphyrus balabacensis terdapat di
Kalimantan, Anopheles leocoaphyrus hackeri di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera, Anopheles
leocoaphyrus lencosphyrus di Kalimantan, Sumatera,
Nias, Jawa, Sulawesi, Buton, Sangir dan Talaud.
Nyamuk dewasa lebih suka darah manusia
daripada darah binatang. Mulai masuk rumah bila telah
menjadi gelap dan kegiatan yang tertinggi jam 1 sampai
jam 4 pagi balabecensis, jam 12 sampai jam 1 malam
bagi leucosphyrus.
11) Anopheles ludlowi (Van hell)
Di Sulawesi sejak lama telah diduga adanya
vektor malaria di daerah pedalaman Sulawesi Selatan
yang ternyata adalah Anopheles ludlowi torakala ,
nyamuk ini terdapat juga ada di Ceram. Nyamuk
dewasa lebih banyak di dalam rumah dari pada di luar
rumah. Lebih menyukai darah manusia dan mau
menggigit diluar rumah. Keterangan mengenai biololgi
nyamuk ini masih sangat kurang. Di Sulawesi Selatan
mempunyai arti yang penting. Natural infection sering
dijumpai pada nyamuk ini waktu ada epidemi.
12) Anopheles maculatus (Theobald)
Penyebarannya sangat luas, kecuali Maluku dan
Irian terdapat di daerah pegunungan sampai 1600 m di
atas permukaan laut. Nyamuk dewasa suka menggigit
17

manusia dan binatang, tapi dibeberapa tempat sering


mengabaikan manusia sama sekali. Kegiatan yang
tertinggi pada malam hari antara jam 9 sampai jam 2
malam. Tidak suka hinggap dalam rumah dan sering
kepadatan hinggap pada tumbuh-tumbuhan. Jarak
terbangnya kurang lebih 1 km.
13) Anopheles minimus flavirosris (Ludlow)
Terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi dan Nusa Tenggara. Penyebarannya terbatas
pada keadaan daerah yang berbukit-bukit di kaki
gunung, jarang sekali dijumpai pada ketinggian lebih
dari 600 m di atas permukaan laut.
Nyamuk dewasa jarang terdapat di dalam rumah
pada siang hari. Masuk rumah untuk menggigit pada
malam hari tapi keluar lagi sebelum menjadi terang dan
hinggap di tebing-tebing di tepi sungai. Lebih
menyukai darah manusia dari pada darah binatang.
Jarak terbangnya 8,5 – 1,5 km.
14) Anopheles minimus minimus (Theobald)
Penyebarannya seperti Anopheles aconitus
kecuali Kalimantan. Keterangan mengenai nyamuk ini
di Indonesia sangat kurang dan yang adapun sangat
simpang siur, sehingga perlu diadakan peyelidikan
lebih lanjut. Nyamuk dewasa lebih banyak di dalam
rumah dan kandang dari pada di luar. Nyamuk ini lebih
menyukai darah manusia daripada darah binatang.
15) Anopheles puntulatus (Donitz)
Di Indonesia penyebarannya terbatas di Irian dan
Kepulauan Maluku. Nyamuk dewasa dikatakan sangat
antrofilik, tetapi sebenarnya masih belum diketahui
dengan pasti. Preciptin strat menunjukkan banyak
18

mengandung darah manusia, tetapi nyamuk yang


diperiksa ditangkap di dekat kediaman manusia. Mulai
menggigit jam 9 malam, bahayanya ialah karena
gigitannya tidak terasa dan dijumpai Anopheles lain.
Biasanya tidak hinggap dalam rumah pada siang hari.
16) Anopheles subpictus (Greasi 1899)
Nyamuk ini terdapat di seluruh Indonesia,
biasanya dapat dijumpai di dataran rendah sampai
dataran tinggi. Nyamuk dewasa biasanya hinggap
dalam rumah. Mereka menyukai darah manusia.
Nyamuk ini pernah kedapatan mengandung sporozoit di
Jawa. Bila ada epidemi dimana Anopheles sundaicus
memegang peranan utama, Anopheles subpictus ikut
menjalankan penularan. Nyamuk ini hampir sama
dengan Anopheles sundaicus, banyak kakinya tidak
bertitik.
17) Anopheles subpictus malayensia
Dijumpai pada dataran rendah sampai dataran
tinggi. Jentiknya ditemukan pada air tawar. Nyamuk ini
lebih menyukai darah binatang dari pada darah
manusia.
18) Anopheles umbrosus (Theobald 1903)
Nyamuk ini terdapat di Sumatera, Riau, Borneo,
Pulau Laut, Sulawesi, Jawa sedang di Bali masih
diragukan. Nyamuk dewasa hinggap di luar rumah pada
tumbuh-tumbuhan dekat sarangnya. Jarak terbangnya
kuat, dari tepi hutan menuju tempat kediaman manusia,
karena nyamuk ini mempunyai kecenderungan untuk
menghisap darah manusia. Di dalam hutan mereka mau
menyerang sewaktu-waktu pada siang hari. Mereka
masuk ke dalam rumah dan menggigit dari sore hingga
19

malam. Nyamuk ini dianggap sebagai vektor yang


berbahaya di daerah transmigrasi dan pembukaan
hutan.
19) Anopheles venhuisi (Bonne-Wepster 1951)
Nyamuk ini terdapat di Sumatera, Jawa,
Sulawwesi, Kalimantan, mungkin juga di Sumatera.
Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah.nyamuk
dewasanya banyak terdapat hinggap dalam rumah dan
jarang ditemukan dalam kandang. Di rumah-rumah
dimana terdapat nyamuk dewasa banyak didapatkan
hinggap pada bagian yang ditempati manusia, nyamuk
ini merupakan vektor yang penting dibeberapa daerah
di Indonesia (Iskandar, dkk. 1985).

Ada empat spesies dari genus Plasmodium yang dapat


menimbulkan infeksi pada manusia. Keempat spesies ini
adalah :
o Plasmodium falciparum
Plasmodium falciparum penyebab penyakit
Malaria Tropika/Malaria Falciparum (Welch,1897).
Masa sporulasinya setiap 1-2 x 24 jam. Dengan gejala
demam timbul tak menentu. Sel darah merah yang
diinfeksi tidak membesar, infeksi multiple dalam sel
darah merah sangat khas. Adanya bentuk-bentuk cincin
halus yang khas dengan titik kromatin rangkap
walaupun tidak ada gametositnya kadang-kadang cukup
untuk identifikasi spesies ini. Dua titik kromatin
(nucleus) sering dijumpai pada bentuk cincin
Plasmodium falciparum, sedangkan pada Plasmodium
vivax dan Plasmodium malariae hanya kadang-kadang.
Sizonnya lonjong atau bulat, jarang sekali ditemukan di
20

dalam darah. Sizon ini menyerupai sizon Plasmodium


vivax, tetapi tidak mengisi seluruh eritrosit. Sizon
matang biasanya mengandung 16-24 merozoit kecil.
Gametosit yang muda mempunyai bentuk lonjong
sehingga memanjangkan dinding sel. Di dalam sel yang
dihinggapi Plasmdium falciparum sering tampak titik-
titik basophil yang biru dan presipitat sitoplasma yang
disebut titik-titik Maurer. Titik-titik ini tampak sebagai
bercak-bercak merah yang bentuknya tidak teratur,
sebagai kepingan-kepingan atau batang-batang dalam
sitoplasma.
o Plasmodium vivax

Plasmodium vivax penyebab penyakit Malaria


Tertiana. Plasmodium vivax diberi nama oleh Grassi
dan Fletti pada tahun 1890. Masa sporulasinya setiap 2
x 24 jam. Warna eritrosit yang dihinggapi oleh
Plasmodium vivax menjadi pucat, karena kekurangan
hemoglobin dan membesar. Oleh karena Plasmodium
vivax mempunyai afinitas untuk retikulosit besar, maka
pembesarannya pun tampak lebih nyata daripada
sebenarnya. Tropozoit muda tampak sebagai cakram
dengan inti pada satu sisi, sehingga merupakan cincin
stempel. Bila tropozoit tumbuh, maka bentuknya
menjadi tidak teratur, berpigmen halus dan
menunjukkan gerakan emeboid yang jelas. Setelah 36
jam ia mengisi lebih dari setengah sel darah merah
yang membesar itu. Intinya membelah dan menjadi
sizon. Gerakannya menjadi kurang, mengisi hampir
seluruh sel yang membengkak, dan mengandung
pigmen yang tertimbun di dalam sitoplasma. Setelah
21

hampir 48 jam sizon mencapai ukuran maksimum,


yaitu 8-10 mikron dan mengalami segmentasi. Pigmen
berkumpul dipinggir, inti yang membelah dengan
bagian-bagian sitoplasma membentuk 16-18 sel,
berbentuk bulat atau lonjong, berdiameter 1,5-2 mikron
yang disebut merozoit.
Mikrogametosit mempunyai inti yang berwarna
merah muda pucat dan sitoplasma berwarna biru pucat.
Mikrogametosit mempunyai sitoplasma yang berwarna
biru dengan inti yang padat dan letaknya biasanya di
bagian pinggir dari parasit.
Dengan pewarnaan, butir-butir halus, bulat,
uniform, merah muda atau kemerah-merahan (titik
schuffner) sering tampak di dalam sel yang diinfeksi
oleh Plasmodium vivax.
o Plasmodium malariae

Plasmodium malariae penyebab penyakit Malaria


Kuartana. Plasmodium malariae telah dilukiskan pada
tahun 1880 oleh Laveran. Masa sporulasinya 3 x 24
jam. Plasmodium malariae berukuran lebih kecil,
kurang aktif, jumlahnya lebih sedikit dan memerlukan
lebih sedikit hemoglobin dibandingkan dengan
Plasmodium vivax. Bentuknya seperti cincin, mirip
dengan cincin Plasmodium vivax hanya saja sitoplasma
Plasmodium malariae lebih biru dan parasitnya lebih
kecil, lebih teratur dan lebih padat.
Tropozoit yang sedang tumbuh mempunyai butir-
butir kasar berwarna tengguli tua atau hitam. Parasit ini
dapat berbentuk seperti pita yang melintang pada sel,
mengandung kromatin seperti benang dan kadang-
22

kadang ada vakuolanya. Pigmen kasar berkumpul di


pinggirnya. Dalam 72 jam sizon menjadi matang dan
bersegmentasi, hampir mengisi seluruh sel darah merah
yang tidak membesar. Parasit menyerupai bunga
serunai atau roset dengan pigen hijau tengguli yang
padat, dikelilingi oleh 8-10 merozoit lonjong, masing-
masing dengan kromatin berwarna merah dan
sitoplasma biru. Di dalam sel yang mengandung
Plasmodium malariae butir-butir kecil merah muda
(titik zemann) kadang-kadang dapat diperlihatkan.
Gametositnya mirip dengan gametosit Plasmodium
vivax, tetapi lebih kecil dan pigmennya kurang.
o Plasmodium ovale
Plasmodium ovale penyebab penyakit Malaria
Ovale. Plasmodium ovale ditemukan oleh Stephens
pada tahun 1922. Masa sporulasinya setiap 48 jam dan
tidak terdapat di Indonesia. Sel darah merah yang
dihinggapi sedikit membesar, berbentuk lonjong,
mempunyai titik-titik schuffner yang besar pada
stadium dini. Sel darah merah dengan bentuknya yang
tidak teratur dan bergigi adalah khas guna membuat
diagnosis spesies Plasmodium ovale. Pigmen tersebar
di seluruh parasit yang sedang tumbuh sebagai butir-
butir tengguli kehijauan dan mempunyai corak jelas.
Pada sizon matang yang hampir mengisi seluruh
eritrosit, pigmen ini terletak di tengah-tengah.
Plasmodium ovale menyerupai Plasmodium malariae
dalam bentuk sizon muda dan tropozoit yang sedang
tumbuh, walaupun ia tidak membentuk pita. Sizon
matang mempunyai pigmen padat dan biasanya
mengandung 8 merozoit. Pada sediaan darah tebal,
23

sangat sukar untuk membedakan Plasmodium ovale


dengan Plasmodium malariae kecuali bila titik
schuffnernya kelihatan.

2. Siklus hidup parasit malaria


Daur hidup parasit malaria pada manusia terdiri dari fase
seksual (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles betina dan
fase aseksual (skizogoni) dalam badan manusia seperti pada gambar
2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1
SIKLUS HIDUP PLASMODIUM

Manusia Nyamuk
Anopheles ♀
Dalam Hati Dalam Saliva
Sporozoit
Hipnozoidt
Skizon
Skizon
Merozoit

Dalam darah Dalam lambung Ookista


Trofozoit nyamuk
Skizon
Merozoit Ookinet
Makrogametosit Makrogamet
Zigot
Mikrogametosit Mikrogamet
24

3. Cara Penularan Penyakit Malaria


Penyakit malaria, termasuk Malaria ditularkan dengan 2 cara,
yaitu :
o Secara alamiah
Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk
Anopheles yang mengandung parasit malaria (Prabowo, 2004).
Pada saat menghisap darah manusia, sporozoit dan air liur
nyamuk yang mengandung Plasmodium falciparum masuk ke
peredaran darah tubuh manusia selama kurang lebih  ½ jam.
Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati. Setelah 1-2
minggu digigit, parasite kembali masuk ke dalam darah dan
menyerang sel darah merah lalu memakan hemoglobin yang
membawa oksigen di dalam darah. Pecahnya sel darah merah
yang terinfeksi Plasmodium falciparum ini, menyebabkan
timbulnya gejala demam disertai menggigil dan juga
menyebabkan anemia (Depkes, 2003). Nyamuk Anopheles yang
menggigit orang sehat, maka parasit itu akan dipindahkan ke
tubuh orang sehat sehingga menjadi sakit. Berikut ini bagan
penularan Malaria secara :

Vektor Fase Seksual P. falciparum Fase


Anopheles Aseksual

Donor darah Orang lain Host


(Manusia)

Bagan Cara Penularan Penyakit Malaria.


Sumber : Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas, dr. Budiman Chandra,
2009, hal. 33

o Secara Non-Alamiah
Penularan secara non-alamiah terjadi jika tidak melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Beberapa contoh penularan Malaria
Tropika secara non-alamiah antara lain :
25

a. Malaria bawaan (kongenital)

Malaria bawaan (kongenital) adalah malaria pada bayi

baru lahir yang ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi

karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang

melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi

dari ibu kepada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan

malaria tropika dari ibu kepada bayinya juga dapat melalui tali

pusat. Gejalanya berupa demam, iritabilitas (mudah terangsang

sehingga sering menangis dan rewel), pembesaran hati dan

limpa, anemia,  tidak mau makan ataupun minum, serta kulit

dan selaput lendir berwarna kuning. Keadaan ini harus

dibedakan dengan infeksi kongenital lainnya, seperti

toxoplasmosis, rubella, sifillis kongenital dan anemia

hemolitik.

b. Penularan mekanik (transfusion mekanic)

Transfusion malaria adalah infeksi malaria yang

ditularkan melalui transfuse darah (donor darah)  dari

pendonor yang terinfeksi malaria. Parasit malaria dapat hidup

selama tujuh hari dalam darah donor.Pemakaian jarum suntik

yang tidak steril secara bersama-sama pada pecandu narkoba 

atau melalui transplantasi organ. Biasanya, masa inkubasi

transfusion organ lebih singkat dibandingkan infeksi malaria

secara alamiah.
26

2.1.2 Gejala Malaria


Menurut Achmadi (2005), gejala malaria secara umum adalah
demam, pening, lemas, pucat (karena kurang darah), nyeri otot, chest
pain, mengigil, suhu bisa mencapai 40°C terutama pada infeksi
Plasmodium falciparum dan gejala-gejalanya terjadi secara bertahap
yaitu :
a. Tahap demam menggigil atau stadium dingin (cold stage)
Penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat
sangat, nadi cepat dan lemah, bibir dan jari jemari keiru-biruan
pucat (cyanotik), kulit kering,pucat, kadang muntah. Pada anak-
anak demam bisa menyebabkan kejang. Demam ini berkisar antara
15 menit sampai 1 jam.
b. Tahap puncak demam (hot stage)
Berlangsung 2-6 jam, wajah memerah, kulit kering, nyeri
kepala, denyut nadi keras, haus yang amat sangat terus
menerus,mual hingga muntah. Pada tahap ini merupakan saatnya
pecah schizon matang menjadi merozoit-merozoit yang beramai-
ramai memasuki aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah merah.
c. Tahap Stadium Berkeringat (sweating stage)
Berlangsung 2 hingga 4 jam penderita menjadi berkeringat
sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai
bawah normal. Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga
tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak
ada gejala laian sehingga dapat kembali melakukan kegiatan
sehari-hari.
27

2.1.3 Faktor – Faktor yang berhubungan dengan Penyakit Malaria


Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit malaria
termasuk Malaria diantaranya:
a. Parasit Malaria
Penyakit Malaria Tropika disebabkan oleh parasit
Plasmodium falciparum. Ciri utamanya, memiliki 2 siklus hidup,
yaitu :
1. Siklus Aseksual dalam hospes vertebrata (manusia), yang
disebut skizogoni;
2. Siklus Seksual dalam tubuh nyamuk yang disebut sporogoni

b. Faktor Inang (Penjamu)


Penyakit malaria (termasuk Malaria Tropika) mempunyai 2
inang (penjamu), yaitu :
1. Manusia sebagai penjamu intermediate
Faktor yang mempengaruhi antara lain : jenis kelamin
(pada ibu hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat),
imunitas, penghasilan, perumahan, pemakaian kelambu dan obat
anti nyamuk.
2. Nyamuk Anopheles sebagai penjamu definitive
Nyamuk Anopheles sebagai vector penyebab menularnya
penyakit malaria. Nyamuk ini membutuhkan genangan air yang
tidak mengalir atau genangan air yang mengalir perlahan untuk
meletakkan telur-telurnya, atau sebagai tempat untuk
berkembang biak. Biasanya nyamuk Anopheles ini, aktif
mencari darah mulai senja hari hingga tengah malam.

c. Faktor Lingkungan (Environment)


1. Lingkungan Fisik
28

Suhu sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus atau


masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu maka masa
inkubasinya makin panjang. Hujan yang berselang dengan panas
berhubungan langsung dengan perkembangan larva nyamuk.
Karena air hujan yang menimbulkan genangan air merupakan
tempat yang ideal untuk perkembangbiakkan nyamuk
Anopheles. Sehingga dengan bertambahnya tempat
perkembangbiakkan, maka populasi nyamuk Anopheles akan
bertambah. Kelembapan yang rendah akan memperpendek umur
nyamuk Anopheles, meskipun tidak berpengaruh pada parasit.
Tingkat kelembapan 60% merupakan batas paling rendah yang
memungkinkan untuk nyamuk hidup. Pada kelembapan yang
tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit
sehingga meningkatkan penularan malaria (P.N. Harijanto,
2000).
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk Anopheles berbeda-beda. Ada yang menyukai tempat
terbuka dan ada yang hidup di tempat yang teduh maupun di
tempat yang terang.

Dikutip dari Rumanti (2008) ada beberapa faktor yang


mempengaruhi dari lingkungan yaitu :
a) Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam
nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20-30 °C Makin
tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa
inkubasi ekstrinsik (sporogomi dan sebaliknya makin rendah
suhu semakin panjang masa inkubasi ekstremik.
b) Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendekumur
nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat
29

kelembaban 60% merupakan batas paling rendahuntuk


memugkinkan hidupnya nyamuk menjadi lebih efektif.
c) Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembang
biakan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar
kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan,
jenis vector dan jenis tempat perindukan. Hujan yang
diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang
biaknya nyamuk Anopheles.
d) Ketinggian
Ketinggian yang semakin naik maka secara umum
malaria berkurang, hal ini berhubungan dengan menurunnya
suhu rata-rata. Mulai ketinggian diatas 2000 m jarang ada
transmisi malaria, hal ini dapat mengalami perubahan bila
terjadinya pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino.
Dipegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria
kini lebih sering ditemukan malaria, ketinggian yang
maksimal yang masih memungkinkan transmisi malaria
adalah 2500 m diatas permukaan laut.
e) Angin
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak
terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara
nyamuk dan manusia.
f) Sinar matahari.
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. An.sundalcus lebih suka tempat yang
teduh. An.hyrcanus spp dan An.pinctulatus spp lebih
menyukai tempat yang terbuka. An.barbirostris dapat hidup
baik ditempat yang teduh maupun yang terang.
g) Pekerjaan
30

Hutan merupakan tempat yang cocok bagi peristirahatan


maupun perkembangbiakan nyamuk (pada lubang di pohon-
pohon) sehingga menyebabkan vektor cukup tinggi. Menurut
Manalu (1997), masyarakat yang mencari nafkah ke hutan
mempunyai risiko untuk menderita malaria karena suasana
hutan yang gelap memberikan kesempatan nyamuk untuk
menggigit. Penelitian Subki (2000), menyebutkan ada hubungan
bermakna antara pekerjaan yang berisiko (nelayan, berkebun)
dengan kejadian malaria sebesar 2,51 kali dibandingkan yang
tidak berisiko (pegawai, pedagang) (p=0,007).
h) Pendidikan
Tingkat pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh
langsung terhadap kejadian malaria tetapi umumnya
mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan
seseorang.

2. Lingkungan Biologi
Tumbuhan semak, sawah yang berteras, pohon bakau,
lumut ganggang merupakan tempat perindukan dan tempat-
tempat peristirahatan nyamuk Anopheles yang baik. Dengan
adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan gambus,
nila, dan mujair akan mempengaruhi populasi nyamuk
Anopheles di satu daerah.

3. Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya


a) Kebiasaan keluar rumah
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut
malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan
memudahkan gigitan nyamuk. Kebiasaan penduduk berada di
luar rumah pada malam hari dan juga tidak berpakaian
berhubungan dengan kejadian malaria.(Hrissunata, 1986)
b) Pemakaian kelambu
31

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemakaian


kelambu secara teratur pada waktu tidur malam hari mengurangi
kejadian malaria. Menurut penelitian Piyarat (1986), penduduk
yang tidak menggunakan kelambu secara teratur mempunyai
risiko kejadian malaria 6,44 kali dibandingkan dengan yang
menggunakan kelambu. Penelitian Fungladda (1986),
menyebutkan ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian
kelambu setiap malam dengan kejadian malaria (p=0,046)
sebesar 1,52 kali.(PungladdaW,196).
Penelitian Suwendra (2003), menunjukkan ada hubungan
antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian
malaria (p=0,000). Penelitian Masra (2002), menunjukkan ada
hubungan antara kebiasan menggunakan kelambu dengan
kejadian malaria (p=0,000). Penelitian CH2N-UGM (2001)
menyatakan bahwa individu yang tidak menggunakan kelambu
saat tidur berpeluang 70 terkena malaria 2,8 kali di bandingkan
dengan yang menggunakan kelambu saat tidur.
Adapun yang saat ini dilakukan dalam program
pemerintah adalah pembagian kelambu berinsektisida tahan
lama (KBTL). Agar kelambu berinsektisida yang digunakan
berkualitas dan aman bagi penduduk yang memakai, maka
perlu ditetapkan persyaratan teknis sebagai berikut :
i. Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL) produksi
dalam negeri telah terdaftar di Komisi Pestisida
(KOMPES) Departemen Pertanian RI.
ii. KBTL produksi luar negeri harus terdaftar di Komisi
Pestisida (KOMPES) Departemen Pertanian RI dan
mendapat rekomendasi dari WHO.
iii. KBTL baik produksi dalam negeri maupun luar negeri
sudah diuji dengan standar WHO skala laboratorium dan
lapangan oleh WHO atau institusi yang berwenang di
Indonesia. Dengan hasil uji laboratorium masih efektif
32

setelah dicuci minimal 20 kali dan uji lapangan


efektifitasnya minimal 3 (tiga) tahun, tanpa pencelupan
ulang.
iv. Ukuran Kelambu
1. Kelambu untuk keluarga (suami, istri dan 1 anak umur
kurang 2 tahun)
 Panjang : 180 – 200 cm
 Lebar : 160 – 180 cm
 Tinggi : 150 – 180 cm
2. Kelambu untuk individu (misalnya TNI /Polri)
 Panjang : 180 – 200 cm
 Lebar : 70 – 80 cm
 Tinggi : 150 – 180 cm
 Jenis bahan kelambu yang ada adalah katun, nilon,
polyester dan polyethylene. Untuk KBTL, WHO
menganjurkan menggunakan bahan kelambu yang
tahan lama dan lebih kuat (tahan dipakai minimal 3
tahun).
v. Cara perawatan kelambu berinsektisida.
1. Perawatan kelambu berinsektisida dilakukan oleh
masyarakat sendiri (pemakai kelambu)
2. Secara teratur kelambu diperiksa untuk mengetahui ada
tidaknya lubang atau bagian robek untuk segera dijahit
(kelambu yang berinsektisida meskipun robek, setelah
dijahit masih bisa digunakan)
3. Kelambu yang terlihat kotor karena debu, dapat dicuci
sendiri oleh masyarakat secara berkala setiap 2-3 bulan
sekali.
4. Cara mencuci kelambu berinsektisida sebagai berikut :
a. Mencuci dengan menggunakan deterjen. Jangan
dikucek, jangan disikat, atau jangan digosok-gosok
33

dan jangan menggunakan sabun batangankarena


mengandung kadar soda yang tinggi.
b. Untuk mncuci kelambu ukuran keluarga, dengan
luas19 m2, diperlukan air sebanyak 1 liter dan
deterjen 2 gram/liter.
c. Kelambu dimasukan kedalam ember yang berisi
larutan deterjen tersebut, tetapi tidak boleh direndam
dalam larutan deterjen tersebut. Kelambu langsung
dicelup-celupkan berulang-ulang kedalam larutan
tersebut sampai kotorannya hilang,
d. Kelambu berinsektisida juga tidak boleh dicuci
menggunakan mesin cuci.
e. Kemudian kelambu tersebut dibilas dengan air
bersih maksimal 3 kali.
f. Kelambu juga tidak boleh diperas dengan kuat,
cukup ditiriskan saja.
g. Selanjutnya kelambu dikeringkan ditempat yang
teduh (terlindung dari sinar matahari langsung)
h. Harap diperhatikan air bekas cucian tidak boleh
dibuang kedalam kolam ikan, parit atau kali yang
digunakan untuk mengairi kolam ikan. Air bekas
cucian kelambu yang aman dibuang dilubang galian
sedalam 0,5 meter dan jauh dari sumber mata air..

2.1.4 Perilaku Masyarakat Dalam Kejadian penyakit malaria


a. Tindakan terhadap manusia
1) Edukasi adalah factor terpenting dalam pencegahan penyakit
malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau
masyarakat yang berada atau tinggal didaerah endemis. Materi
utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan
penyakit malaria, resiko terkena malaria dan yang terpenting
34

adalah pengenalan tentang gejala, dan tada malaria, pengobatan


malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.
2) Melakukan kegiatan system kewaspadaan dini, dengan
memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara
pecegahan malaria
3) Proteksi peribadi, seseorang seharusnya menghindari diri dari
gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur
menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk.
4) Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah
mulai senja sampai subuh disaat nyamuk Anopheles umumnya
menggigit.
5) Memberikan pengobatan kepada penderita sampai sembuh
merupakan suatu tindakan pencegahan menyebarnya penyakit
malaria yang terdapat pada penderita malaria dengan yang lain.

b.Tindakan terhadap vektor


1) Pengendalian secara mekanis
2) Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga
dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air
yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini
adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya
memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
3) Pengendalian secara biologis
4) Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan
makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau
penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan
pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk
terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan
keseimbangan ekologi.
35

5) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi


terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu
membuahi nyamuk betina. Pengendalian nyamuk dewasa dapat
dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau,
babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi
menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan
darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk
melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan
menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah
kolong dekat dengan rumah).
6) Pengendalian secara kimiawi
7) Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga
mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis
bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang
dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian
serangga secara kimiawi berkembang pesat.

2.1.5 Pencegahan Malaria


Pencegahan malaria secara garis besarnya mencangkup tiga
aspek, yaitu:
(Wita et.,al, 1994) dan (Putu S, 2004)
1. Mengurangi penderita yang mengandung gametosit yang
merupakan sumber infeksi (reservoar).
2. Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria.
3. Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria.
Seorang penderita harus mengandung gametosit dengan jumlah
yang besar dalam darahnya. Dengan demikian, nyamuk dapat
menghisap dan menularkan kepada orang lain. Hal itu dapat dicegah
dengan jalan mengobati penderita malaria akut dengan obat yang
efektif terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga
gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah penderita.
36

Pemberantasan nyamuk meliputi pemberantasan tempat perindukan


nyamuk, membunuh larva dan nyamuk dewasa.
Pemberantasan tempat perindukan dilakukan dengan drainase,
pengisian/pengurukan lubang-lubang yang mengandung air. Larva
diberantas dengan menggunakan larvasida, memelihara ikan pemakan
jentik atau dengan menggunakan bakteri misalnya Bacillus
thuringiensis. Nyamuk dewasa diberantas dengan menggunakan
insektisida, pemberantasan lingkungan, kelambu dipoles dengan
insektisida (permetrin). Pada akhir-akhir ini sedang dikembangkan
upaya pemerantasan genetik untuk mensterilkan nyamuk dewasa.
Perlindungan terhadap orang yang rentan dapat dilakukan
dengan cara menghindari gigitan nyamuk, memberikan obat-obatan
untuk mencegah malaria dan vaksinasi. Pemakaian kawat kasa pada
pintu, jendela dan lubang angin pada rumah-rumah dapat mencegah
gigitan nyamuk.
Pada prinsipnya ada 3 jenis vaksinasi, yaitu :
1. Vaksin anti sporozoit atau pre-eritrosik.
Vaksin dapat dilakukan terhadap sporozoit, sehingga dapat
melindungi terhadap infeksi dengan cara menghalangi masuknya
ke dalam sel hati.
2. Vaksin anti stadium aseksual (merozoit)
Dilakukan untuk menekan siklus aseksual Plasmodium dalam
darah. Hal ini dilakukan karena parasit malaria stadium seksual
dalam darah dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada
malaria.
3. Vaksin terhadap stadium seksual
Dilakukan dengan cara menghindarkan fertilisasi sel-sel
gamet jantan dan betina di dalam darah manusia atau membuat
zigot atau ookinet menjadi tidak aktif dalam tubuh nyamuk. Vaksin
ini tidak mencegah penyakit pada orang yang divaksnasi tetapi
mampu mencegah transmisi infeksi pada orang lain.
37
2.1.6 Kerangka Teori
Mengacu pada teori yang telah diuraikan diatas ditemukan
Efektivitas Kelambu Berinsektisida yang berhubungan dengan
kejadian malaria, maka dapat disusun suatu kerangka teori yang di
sajikan pada gambar

38
Gambar 2.2 Kerangka Teori “Modifikasi dari Trias Epidemologi (M.N Bustan,2006)”

Host Agent Lingkungan

Karakteristik
(Umur,jenis
Plasmodium Plasmodium Plasmodium Plasmodium Fisik Biologi
kelamin,pendidik
an,pekerjaan) falciparum Ovale Malariae Vivax

Tindakan Pencegahan
 Ketinggian  Nyamuk
Dengan Kelambu :
Riwayat kontak tempat Anopheles
 Penggunaan  Suhu
Mobilisasi  Waktu Penggunaan  Kepadatan
 Frekuensi nyamuk
Penggunaan  Habitat
Pengetahuan nyamuk
 Perawatan kelambu

Sikap

Perilaku
Kejadian Malaria

38
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangaka Konsep


Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut suatu
masalah penelitian yng telah dirumuskan tersebut, maka dikembang kan suatu
kerangka konsep penelitian. Yang dimaksud dengan kerangka konsep
penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variable yang lain dari
masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Variabel Indipenden Varibel Dependent

Efektivitas Kejadian
Kelambu Malaria

 Jenis Kelamin
 Umur
 Pekerjaan
 Penggunaan
kelambu
 Waktu
Penggunaan
 Frekuensi
Penggunaan
 Bahan Kelambu

Variabel Confounding
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

40
41

c.2 Tabel Definisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional
Varibel
Skala
No Independen dan Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasl Ukur
Ukur
Dependen
1. Kejadian Hasil dari RDT Pengambilan 0. Positif Ordinal
Malaria pemeriksaan sampel darah Malaria
darah yang diperiksa 1. Negatif
menurut RDT Malaria
1. Penggunaan Hasil dari Kueisoner Wawancara 0.memakai Ordinal
Kelambu penggunaan kelambu 1. tdk
pada tidur dimalam memakai
hari
2. Waktu Hasil dari waktu Kuiesoner Wawancara 0. diatas Ordinal
Pengguanaan menggunakan 21.00
kelambu 1.Dibawah
berinsektisida yaitu 21.00
dibawah 21.00 1
3. Frekuensi Hasil dari frekuensi Kuiesoner Wawancara 0. Selalu Ordinal
Penggunaan pemakaian kelambu 1.Jarang
saat tidur atau
kebiasaan pemkaian
kelambu
4. Perawataan Selalu memeriksa Kuiesoner Wawancara 0. tidak Ordinal
kelambu keadaan kelambu merawat
dengan menjahit bila 1.merawat
ada lobang dan
mencuci bila terliht
kotor
5. Bahan kelambu Jenis kain pada Kuisoner Wawancara 0.Polyster Ordinal
kelambu yang 1.Katun
digunakan seperti
Polyester atau Katun
6 Umur Pengelompokan Kuesioner Observasi 1.0-11 bln Ordinal
batasan umur dari 2. 1-4 thn
Bayi dan balita 3. 5 - 9 thn
hingga dewasa 4. 10-14 thn
5.15-54 thn
6. 54> thn
7. Jenis kelamin Pembagian sesuai Kuesioner Observasi 1.Laki-laki Ordinal
jenis kelamin 2.Perempuan
penderita
8. Pekerjaan Jenis pekerjaan Kuesioner Observasi 1. Tidak Ordinal
penderita malaria bekerja
sesuai dengan 2.Petani
pengelompokan 3.PNS
4.Pedaggang
5.Buruh
6.Pelajar
7.Penambang
42

8.Dll
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Menguji hubungan Efektivitas
Kelambu Berinsektisida dengan Kejadian Malaria.
BAB IV
METEDOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasional
analitik, merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian
melakukan analisis korelasi antara fenomena atau antara faktor resiko dengan
faktor efek. Dengan menggunakan rancangan survei cross sectional untuk
mempelajari dinamika korelasi antra faktor-faktor resiko dengan efek, dengan
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat
(point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi
sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable
subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010).
Data primer untuk variable bebas dan variable terikat secara bersamaan
dengan cara mendatangi dan mewawancara responden yang terpilih sebagai
sampel. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner (lembar
pertanyaan).

4.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan wilayah kerja puskesmas Batulicin1 Kecamatan
Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Wilayah ini
diambil sebagai objek penelitian karena mempertimbangkan keterwakilan
karakteristik daerah dan mengingat masih tingginya kasus penyakit malaria.

4.3 Populasi dan Sampel penelitian


Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat Kecamatan Karang
Bintang yang beresiko menderita malaria. Sampel adalah semua masyarakat
yang menderita penyakit malaria pada bulan Januari sampai dengan Oktober
2015, dengan keriteria ibu hamil, anak-anak dan masyarakat miskin, yang
bersedia untuk menjadi objek penelitian ini dan berdomisili diwilayah kerja

43
44

puskesmas Batulicin1 dan menggunakan kelambu berinsektisida. Besar


sampel dalam penelitian ini adalah 120 yang diperoleh secara “Sampling
Purposive”.

4.4 Cara Pengumpulan Data


Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mencakup
pengunpulan data determinan: Umur, Jenis Kelamin, pekerjaan, penggunaan
kelambu, frekuensi penggunaan kelambu, waktu pemakaian kelambu, bahan
kelambu, perawatan kelambu. Data ini diperoleh dengan cara wawancara atau
dintayakan secara langsung menggunakan kuesioner yang telah disusun dan
pemeriksaan darah berdasarkan sediaan darah.
Pengumpulan data langsung dikerjakan oleh peneliti dan dibantu
beberapa orang pengumpul data yang telah diberikan pengarahan khusus
mengenai pangambilan sampel darah dan petunjuk pengisian kuesioner.

4.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data


4.5.1 Pengolahan data
Pengolahan data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap
(Nasrul Effendy, 1998) yaitu sebagai berikut :
a. Editing, yaitu proses pemeriksaandan menyesuaikan data dengan
rencana semula apakah data yang diperoleh dari kuesioner yang
berjumlah 150 responden sudah terisi lengkap atau masih kurang
lengkap.
b. Coding, yaitu proses pemberian kode kategorik pada variable
berupa kata-kata untuk mempermudah dalam pengolahan data
selanjutnya,terutama data dengan klasifikasi :
1) Kejadian Malaria
Kode 0 = Positif pemeriksaan RDT
Kode 1 = Negatif pemeriksaan RDT
45

2) Umur
Kode 0 = <15 Tahun
Kode 1= >15 Tahun
3) Pekerjaan
Kode 0 = Tidak Bekerja
Kode 1 = Bekerja (Petani, Nelayan, Buruh Tambang, PNS,
Pelajar, dsb)
4) Jenis Kelamin
Kode 0 = Laki-laki
Kode 1 = Perempuan
5) Penggunaan Kelambu
Kode 0 = Menggunakan
Kode 1 = Tidak menggunakan
6) Waktu Penggunaan
Kode 0 = < 21.00
Kode 1 = >21.00
7) Frekuensi Penggunaan
Kode 0 = Selalu menggunakan
Kode 1= Jarang menggunakan
8) Bahan Kelambu
Kode 0 = Polyster
Kode 1 = katun
9) Perawatan Kelambu
Kode 1 = Merawat
Kode 0 = Tidak dirawat
c. Sorting, yaitu proses penyusunan dengancara memilih atau
mengelompokan data sesuai dengan nama variable tersebut.
d. Entery Data, yaitu proses pemasukan data dengan cara manual
maupun dengan sarana computer. Kemudian memuat analisis
univariat,bivariat dan multivariate.
46

e. Cleaning, yaitu proses pembersihan data, melihat variabel apakah


data sudah benar atau belum. Data yang dientry dicek kembali
untuk bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan , baik dalam
kesalahan membaca kode dengan demikian data tersebut benar-
benar siap untuk dianalisis.
4.5.2 Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan secara deskriptif untuk melihat
gambaran distribusi frekuensi, nilai rata-rata, median,nilai minimal
dan maksimal dari variabel independen. Variabel yang akan
dianalisis adalah variabel Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan,
Penggunaan kelambu, Frekuensi kelambu, Waktu pengguanaan,
Perawatan kelambu, Bahan kelambu.

b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel independen yaitu Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan,
Penggunaan kelambu, Frekuensi kelambu, Waktu pengguanaan,
Perawatan kelambu, Bahan kelambu dengan variabel dependen
yaitu Kejadian Penyakit Malaria. Analisis dengan uji statistikuntuk
mempelajari hubungan variabel secara keseluruhan. Uji statistic
yang dipakai adalah Chis Square test, dengan menggunakan derajat
kepercayaan 95 5, bila nilai P value ,0,05 bearti hasil hitung
bermakna dan sebaliknya bila P value > 0,05 maka hasilnya tidak
bermakna. Adapun rumus dari uji Chis Square ini adalah sebagai
berikut :

Dimana :
Df = (b-1) (k-1)
47

X2 = Chi square
O (Observed) = Nilai observasi
E (Expected) = Nilai Harapan
Df = Degree of Freedom / Derajat Kebebasan
b = Jumlah baris
k = Jumlah kolom

c. Odds Ratio (OR)


Dalam bidang kesehatan, untuk mengetahuui derajat
hubungan dikenal ukuran Odds Rasio (OR). Odds Rasio
membandingkan Odds pada kelompok ter-ekspose dengan Odds
kelompok tidak terekspose. Ukuran OR biasanya digunakan pada
desian kasus kontrol atau potong lintang (Cross Sectional).
Rumus Odds Ratio :
ad
¿=
bc
Interprestasi dari OR adalah sebagai berikut :
OR = 1, artinya tidak ada feel /asosiasi atau tidak ada hubungan
OR < 1, artinya menurunkan risk (sebagai proteksi atau pelindung)
OR > 1, artinya meningkatkan risk (sebagai faktor resiko).
d. Analisa Multivariat
Analisa multivariate digunakan untuk mengetahui hubungan
semua variabel independen dengan variabel dependen secara
bersama-sama. Serta untuk mengetahui varabel independen mana
yang paling dominan hubungannya dengan variabel dependen. Dari
variabel indipenden yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan,
penggunaan, frekuensi, waktu, bahan dan perawatan kelambu
berinsektisida, maka manakah dari variabel tersebut tersebutyang
paling berhubungan dengan efektivitas kelambu berinsektisida.
Analisis dalam multivariate ini dilakukan dengan analisis regresi
48

logistic ganda, karena variabel indipenden dan variabel dependen


bersifat katagorik.
1) Prosedur pemodelan :
Agar diperoleh model regresi yang hemat dan mampu
menjelaskan hubungan variabel independen dan dependen
dalam populasi, diperlukan prosedur pemilhan variabel debagai
beriktu :
a) Melakukan analisi bivariat antara masing-masing variabel
indipenden dengan variabel dependennya. Bila hasil uji
bivariat mmpunyai nilai p<0,25 maka variabel tersebut dapat
masuk model multivariate. Namun bisa saja p value >0,25
tetap diikutkan kemultivariat bila variabel tersebut secara
subtansi penting.
b) Memilih variabel yang dianggap pening yang masuk dalam
model, dengan cara mmpertahankan variabel yang
mempunyai p value<0,05 dan mengeluarkan variabel yang p
value >0,05. Pengeluaran tidak serentak semua yang p
valuenya >0,05, namun dilakukan secara bertahap dimulai
dari variabel yang mempunyai p value terbesar.
c) Identifikasi linearitas variabel numerik dengan tujuan untuk
menentukan apakah variabel numeric dijadiakan variabel
katagorik atau tetap variabel numerik. Caranya dengan
mengelompokan variabel numeric kedalam 4
kelompokberdasarkan nilai kuartilnya. Kemudian lakukan
analisis loistik dan dihitung nilai OR nya. Bila nilai OR
masing-masingkelompok menunjukan adanya patahan, maka
dapat dipertimbangkan dirubah dalam bentuk katagorik.
d) Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel
penting, maka langkah terakhir adalah memeriksa
kemungkinan interaksi sebaiknya melalui pertimbangan
logika substantive. Penguji interaksi dilihat dari kemaknaan
49

uji statistic. Bila variabel mempunyai nilai bermakna, maka


variabel interaksi penting dimasukkan dalam model.

Anda mungkin juga menyukai