Anda di halaman 1dari 47

MINI PROJECT

Gambaran Tingkat Kepatuhan Minum Obat Anti Malaria Pada Penderita Malaria Di Kampung
Usili, Wilayah Kerja Puskesmas Malawili, Kabupaten Sorong.

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer


Program Internship Dokter Indonesia

Disusun Oleh:
dr. Okky Ryan Silviana

Pembimbing:
dr. Hotma D.J Sihaloho

DOKTER INTERNSIP PERIODE I TAHUN 2023


PUSKESMAS MALAWILI – KABUPATEN SORONG
PAPUA BARAT
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Tingkat Kepatuhan Minum Obat Anti Malaria Pada Penderita

Malaria Di Kampung Usili, Wilayah Kerja Puskesmas Malawili, Kabupaten

Sorong.

Penyusun : dr. Okky Ryan Silviana

Tanggal dipresentasikan : Sorong, 2023

Menyetujui dan mengesahkan


Pendamping

dr. Hotma D.J Sihaloho


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga Laporan Mini Project
ini yang berjudul “Gambaran Tingkat Kepatuhan Minum Obat Anti Malaria Pada Penderita
Malaria Di Kampung Usili, Wilayah Kerja Puskesmas Malawili, Kabupaten Sorong.” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Laporan Mini Project ini diajukan sebagai bagian dari kegiatan Program
Internship Dokter Indonesia di Puskesma Malawili. Pada Kesempatan ini, tak lupa saya mengucapkan
terimakasih kepada dr. Hotma D.J Sihaloho selaku pendamping selama menjalankan Program Internship
Dokter Indonesia di Puskesmas Malawili.

Akhir kata saya ucapkan terimakash yang sebesar-besarnya kepada setiap pihak yang telah
membantu sampai selesainya Laporan Mini Project ini. Saya menyadari bahwa Laporan Mini Project ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga Laporan Mini Project ini berguna bagi kita
semua

Sorong, 2023

dr. Okky Ryan Silviana


BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Malaria merupakan sebuah infeksi parasit yang ditransmisikan oleh nyamuk Anopheles, infeksi
ini dapat menyebabkan penyakit akut yang mengancam nyawa. Malaria umumnya ditemukan di
negara – negara tropis. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. yang memiliki siklus
hidup multitahap, dan menghasilkan karakteristik demam yang bersiklus. Malaria masih menjadi
penyakit infeksius yang paling mematikan di dunia, walaupun begitu penyakit ini sebenarnya dapat
dicegah.1
Menurut World Malaria Report 2022, jumlah kasus malaria di seluruh dunia adalah sebesar 247
juta kasus, tersebar di 84 negara endemis malaria, termasuk Indonesia. Di regional Asia Tenggara
sendiri, terdapat 9 negara endemis malaria, dan berkontribusi sebesar 2% (5.4 juta kasus) dari jumlah
kasus malaria di seluruh dunia.2 Data Kementrian Kesehatan menunjukkan, ada 415.140 kasus malaria
di Indonesia pada tahun 2022. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 36,29%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah kasus malaria per 1.000 penduduk (annual paracite
incidence/API) sebesar 1,51 pada tahun 2022. Terdapat 372 kabupaten dan kota di Indonesia yang
telah berhasil melakukan eliminasi malaria.3 Statistik diatas menunjukkan bahwa malaria masih
menjadi masalah di Indonesia, terutama Kabupaten Sorong yang masih termasuk dalam endemis
malaria.
Penderita malaria sering tidak mematuhi aturan minum obat sesuai dengan jadwal pengobatan
dan menurut dosis yang telah ditetapkan. Penelitian tentang pengobatan malaria pernah dilakukan di
Kenya, dan menunjukkan bahwa hanya 50,9% penderita malaria berobat secara benar, sisanya yaitu
49,1% berobat kurang benar. Kondisi demikian akan menyebabkan kadar obat di dalam darah tidak
sesuai lagi, dan tidak mampu membunuh Plasmodium. Kadar obat dalam darah yang tidak sesuai ini
akan mengakibatkan Plasmodium mampu melakukan adaptasi, sehingga akhirnya akan timbul kasus
resisten. Faktor tidak patuhnya minum obat dapat juga menyebabkan penularan penyakit malaria sulit
dieliminasi dan dapat menimbulkan kasus relap (rekrudensi, rekurensi).
Oleh karena itu informasi tentang tingkat kepatuhan berobat penderita malaria serta faktor yang
berhubungan mempengaruhi hal tersebut, sangat diperlukan agar nantinya dapat dilakukan tindakan

intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah malaria khususnya masalah pengobatan untuk
menunjang keberhasilan program penanggulangan malaria di Kabupaten
Sorong Puskesmas malawili, kelurahan malasom, kampung usili.

I.2 Rumusan Masalah


Kasus malaria yang masih tinggi di beberapa wilayah puskesmas malawili. Mengacu pada
masalah kesehatan tersebut peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai tingkat kepatuhan
minum obat pada penderita malaria di kampung usili wilayah kerja peskesmas malawili?

I.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pada penderita
malaria di kampung usili wilayah kerja peskesmas malawili?

I.4 Mamfaat Penelitian

I.4.1 Bagi Peneliti


Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan sebagai pengalaman khusus dalam
melakukan penelitian mengenai tingkat kepatuhan pengobatan malaria di kampung usili wilayah kerja
peskesmas malawili. Serta sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

I.4.2 Bagi Masyarakat


Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi sebagai upaya meningkatkan kepatuhan
pengobatan malaria di kampung usili wilayah kerja peskesmas malawili, sehingga masyarakat dapat
melakukan pencegahan agar tidak terjadi gejala malaria berat pada kasus malaria.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Malaria

II.1.1 Definisi Malaria


Malaria merupakan sebuah infeksi parasit yang ditransmisikan oleh nyamuk
Anopheles, infeksi ini dapat menyebabkan penyakit akut yang mengancam nyawa.
Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. yang memiliki siklus hidup
multitahap, dan menghasilkan karakteristik demam yang bersiklus.1

II.1.2 Epidemiologi
Menurut World Malaria Report 2022, jumlah kasus malaria di seluruh dunia
adalah sebesar 247 juta kasus, tersebar di 84 negara endemis malaria, termasuk Indonesia.
Di regional Asia Tenggara, terdapat 9 negara endemis malaria, dan berkontribusi sebesar
2% (5.4 juta kasus) dari jumlah kasus malaria di seluruh dunia. 2 Data Kementrian
Kesehatan menunjukkan, ada 415.140 kasus malaria di Indonesia pada tahun 2022.
Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 36,29% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Jumlah kasus malaria per 1.000 penduduk (annual paracite incidence/API)
sebesar 1,51 pada tahun 2022. Terdapat 372 kabupaten dan kota di Indonesia yang telah
berhasil melakukan eliminasi malaria.3,8,9,10

Gambar 2.1 Jumlah kasus malaria di Indonesia (2012-2020)3


II.1.3 Etiologi
Spesies Plasmodium pada manusia adalah: 5
a. Plasmodium falciparum (P. falciparum).

b. Plasmodium vivax (P. vivax)

c. Plasmodium ovale (P. ovale)

d. Plasmodium malariae (P. malariae)

e. Plasmodium knowlesi (P. knowlesi)

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan


P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain
Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P ovale pernah ditemukan di Nusa
Tenggara Timur dan Papua. Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P.
knowlesi yang dapat menginfeksi manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan
primata/monyet dan sampai saat ini masih terus diteliti.5
Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk Anopheles betina 5
1. Siklus Pada Manusia.
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada
di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang
setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit
hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000-30,000
merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang
berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk
dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun,
akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). Merozoit yang berasal
dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah
merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit
sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini
disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit
yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus
eritrositer. Pada P. falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan
betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait dengan waktu
dan jenis pengobatan untuk eradikasi. Siklus P. knowlesi pada manusia masih dalam
penelitian. Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera ekor panjang (Macaca sp). Kera
ekor panjang ini banyak ditemukan di hutan-hutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan
mengenai siklus parasit tersebut lebih banyak dipahami pada kera dibanding manusia.

2. Siklus pada nyamuk anopheles betina.

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit,


di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot.
Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada
dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi
adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala
klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies
plasmodium (lihat Tabel 1). Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk
ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan
pemeriksaan mikroskopik.
Tabel 2.2 Masa Inkubasi Penyakit Malaria5

Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)

P.Falsiparum 9-14 hari (12)

P.Vivax 12 – 17 hari (15)

P.Ovale 16 – 18 hari (17)

P.Malariae 18 – 40 hari (28)

P.Knowlesi 10 – 12 hari (11)


II.1.4 Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal
ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria
berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit
sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur
danbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut
meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan
resetting. Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga
dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. Resetting
adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit
matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga
berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah
golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak
sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.6,10

1. Demam

Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi Pelepasan merozoit


pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah yang
berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum mungkin lebih besar daripada
parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif.
Sedangkan plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang
umur, plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium malariae
menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang cenderung membatasi
parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang dari 20.000 sel darah
merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat mencapai kepadatan
hingga 500.000 parasit/mm3.
2. Anemia

Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi
sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan
pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria
(blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh
parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan peningkatan
fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis
dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-orang dengan defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter. Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada
penghancuran sel darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana
folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan
dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang
cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ.
1. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun, depresi
immun, pelepasan sitokin seperti TNF Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan
atas:
a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan
resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-
beta, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan darah duffy negative
kebal terhadap infeksi plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih
rentan terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik

Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun
non spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang
menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10,
secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh
parasit (sitotoksik).
c) Imunitas didapat spesifik.

Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai


sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik.

Gambar 2.3 Siklus Hidup Parasit Malaria

II.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis:6,8
A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya
cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang utama yaitu: demam, dan
menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-
pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita
dan gejala spesifik dari mana parasit berasal. Malaria sebagai penyebab infeksi yang
disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi
diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh
GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak
orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegali. Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan
pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara
infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse
darah yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:


malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia,
perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan
prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara
berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
a) Stadium dingin (cold stage)

Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan


menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan
jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
b) Stadium demam (hot stage)

Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah,


kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa
sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak,
suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
c) Stadium berkeringat (sweating stage)

Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu


tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya
penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi
tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari. Gejala
klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh penderita
yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum mempunyai
kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama kali menderita
malaria.

Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan


(imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada,
dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah
yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali penderita
tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-
pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik. Gejala klasik
(trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada malaria
falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2
periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada
malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria
malariae.

B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)


Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan
parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid
Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi
berikut ini:
1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)

2. Kelemahan otot (tak dapat duduk/berjalan)

3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam

4. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).


5. Edema paru (didapat dari gambaran radiologi atau saturasi oksigen <92% dan
frekuensi pernafasan > 30 kali/menit)
6. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80 mm Hg
(pada anak: <70 mmHg)
7. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000/ uL pada malaria
falciparum, pada malaria knowlesi kepadatan parasit >20.000/uL)
8. Perdarahan spontan abnormal

9. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)

10. Anemia berat pada anak < 12 tahun : Hb <5 g/dl , Hematokrit <15% pada endemis
tinggi dan ; Hb <7g/dl, Hematokrit <21% untuk endemis sedang-rendah ; pada dewasa
Hb<7g/dl atau hematokrit <21%
11. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit)

12. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)

13. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg/dL) atau ureum darah >20 mmol/L

Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk


mendapatkan penanganan semestinya6

II.1.6 Diagnosis
- Anamnesis

Keluhan utama dapat meliputi demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Riwayat berkunjung dan bermalam
1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. Riwayat tinggal didaerah endemik
malaria. Riwayat sakit malaria. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. Gejala
klinis pada anak dapat tidak jelas. Riwayat mendapat transfusi darah. 6

Selain hal-hal tadi, pada pasien penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan
seperti Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, Keadaan umum yang lemah,
Kejang-kejang, Panas sangat tinggi, Mata dan tubuh kuning, Perdarahan hidung, gusi, tau
saluran cerna, Nafas cepat (sesak napas), Muntah terus menerus dan tidak dapat makan
minum, Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman, Jumlah air seni
kurang bahkan sampai tidak ada dan Telapak tangan sangat pucat.6

- Pemeriksaan fisik

a. Malaria Ringan

Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C), Konjungtiva atau


telapak tangan pucat, Pembesaran limpa (splenomegali), dan Pembesaran hati
(hepatomegali). 6
b. Malaria Berat

Mortalitas: Hampir 100% tanpa pengobatan, Tatalaksana adekuat: 20%, Infeksi


oleh P. falciparum disertai dengan salah satu atau lebih kelainan yaitu Malaria serebral,
Gangguan status mental, Kejang multipel, Koma, Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL,
Distress pernafasan, Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen, Hipotensi,
Oliguria atau anuria, Anemia dengan nilai hematokrit 1,5 mg/dL, Parasitemia > 5%,
Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada apusan darah tepi,
Hemoglobinuria, Perdarahan spontan, dan Kuning.6

- Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/Iapangan/rumah


sakit untuk menentukan Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif),Spesies dan
stadium plasmodium, Kepadatan parasite. 6
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam
sampai 3 hari berturut-turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan
parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes ini sangat
bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah
terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey tertentu. Hal yang penting
lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam
freezer pendingin.

c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:

Pemeriksaan penunjang meliputi; darah rutin, kimia darah lain (gula darah, serum
bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium
dan kalium, anaIisis gas darah, EKG, Foto toraks, Analisis cairan serebrospinalis, Biakan
darah dan uji serologi, dan Urinalisis.
Gambar 2.4 Algoritme Diagnosis Malaria7
II.1.7 Tatalaksana
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini menggunakan DHP dan
Primakuin. Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektivitas dan
mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian DHP
secara oral. Disamping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan
hipnozoidal.7

PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI7

1) Malaria falsiparum dan malaria vivaks

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan DHP


di tambah primakuin.
Dosis DHP untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks,
Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja
dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan
dosis 0,25 mg/ kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan
dan ibu hamil juga ibu menyusui bayi usia < 6 bulan dan penderita kekurangan
G6PD. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang
tertera di bawah ini:
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin
Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin
Tabel 2. Pengobatan Malaria vivaks dan ovale menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin

Catatan :
- Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila penimbangan
berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan
kelompok umur.
- Apabila ada ketidak sesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
- Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
- Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan ibu menyusui bayi < 6
bulan.
- Pemberian Primakuin harus disertai edukasi pemantauan warna urin selama 3
hari pertama setelah minum obat. Jika warna urin menjadi coklat tua atau hitam,
segera hentikan pengobatan dan rujuk ke rumah sakit.
- Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum
obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), segera kirim ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan atau rumah sakit. Dosis primakuin pada
penderita malaria dengan defisiensi G6PD 0.75 mg/kgBB/minggu diberikan
selama 8 minggu dengan pemantauan warna urin dan kadar hemoglobin.

2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan
regimen ACT yang sama tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari (harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium kadar enzim
G6PD).

3) Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP selama
3 hari ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya
sama dengan untuk malaria vivaks.

4) Pengobatan malaria malariae

Pengobatan P. malariae diberikan DHP selama 3 hari, dengan dosis


sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.

5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P. ovale

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari


serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari .

Tabel 3. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan DHP


+ Primakuin
6) Pengobatan malaria knowlesi

Diagnosa malaria knowlesi ditegakkan dengan PCR (Polymerase Chain


Reaction). Pengobatan suspek malaria knowlesi sama seperti malaria falciparum.
7) Pengobatan malaria pada ibu hamil

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan


pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan
Primakuin, tetrasiklin ataupun doksisiklin.

Tabel 4. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks pada ibu hamil

Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan


penapisan / skrining dengan menggunakan mikroskop atau RDT sedini
mungkin. Selanjutnya dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida.
Pemberian tablet besi tetap diteruskan.

TATALAKSANA MALARIA BERAT7

Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau
puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya
jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan
fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta pengobatan. Malaria berat diobati dengan injeksi
Artesunat dilanjutkan dengan DHP oral.
Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria
berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk
berikan pengobatan pra rujukan, yaitu:
1. Diberikan suntikan artesunate iv/ im dosis awal yaitu 2,4 mg/kgBB
(3mg/kgBB untuk anak <21 kg) satu kali dan dirujuk.
2. Bila tak ada artesunate injeksi dapat diberikan DHP per oral, satu kali
pemberian dosis sesuai BB.
Artesunat intravena merupakan pilihan utama.

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering


asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian
diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5 ml sehingga
didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus
perlahan-lahan. Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena
sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24 di hari pertama. Selanjutnya diberikan 2,4
mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat
oral. Dosis artesunate 3 mg / kg BB untuk anak BB <21 kg. Anak dengan BB >
20 kg menggunakan dosis 2,4 mg/kgBB. Bila penderita sudah dapat minum
obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3
hari) + primakuin (sesuai dengan jenis plasmodiumnya).
Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan
memberikan artesunat injeksi seperti pada pasien dewasa.
Pemberian cairan untuk terapi malaria berat

Pada malaria berat terjadi kecenderungan edema paru akibat adanya


sekuestrasi cairan, karena itu perlu hati-hati dalam memberikan cairan. Adapun
prinsip pemberian cairan adalah sebagai berikut:
- Pemberian cairan diperhitungkan secara individual sesuai kebutuhan pasien.
Bila masih dapat peroral berikan cairan per oral. Bila diperlukan infus (tidak
bisa makan dan minum), cairan pilihan NaCl 0.9% tetesan 1-2 ml/KgBB/
jam, monitor tanda-tanda vital dan produksi urin. Bila anuria dilakukan
dialisis (RRT/Renal Replacement Therapy). Bila terjadi edema paru, maka
batasi pemberian cairan dengan monitoring ketat dan bila terjadi gagal nafas
perlu dilakukan pemasangan ventilator. Bila MAP/Mean Arterial Pressure
- Tidak boleh / kontra indikasi pemberian cairan kristaloid dan koloid dan
tidak boleh bolus cairan.
- Pemberian cairan mengacu pada asas “sedikit kering”, dengan volume
cairan 2000- 2500ml/24jam (pada dewasa)
- Pemberian cairan NaCl 0.9% pada anak dengan malaria berat menggunakan
dosis 3-5 ml/kgBB/jam) selama 3-4 jam kemudian diturunkan menjadi 2-3
ml/kgBB/jam sebagai cairan maintenance.
- Pilihan cairan maintenance dapat menggunakan NaCl 0.45% – Dextrose 5%

- Pemberian Antibiotik

1. Pada kasus anak dengan malaria berat antibiotik spectrum luas


diberikan segera sesudah pemberian artesunate. Antibiotik dihentikan
bila keadaan umum membaik dan tidak ada infeksi (antibiotik dievaluasi
dalam 48-72 jam).
2. Pemberian antibiotik untuk kasus malaria dewasa dipertimbangkan
pada kasus- kasus dengan risiko terjadinya sepsis seperti
hiperparastemia, acute kidney injury, asidosis, malaria dan syok.

PEMANTAUAN PENGOBATAN7

A. Rawat Jalan

Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke


3, 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis. Apabila terdapat
perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi, penderita segera
dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut diatas.

B. Rawat Inap

Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari


dengan pemeriksaan klinis dan darah malaria secara kuantitatif hingga klinis
membaik dan hasil mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada
hari ke 3, 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis.

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan
terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

II.1.8 Pencegahan
Pencegahan malaria tidak hanya pemberian obat profilaksis, karena
tidak ada satupun obat malaria yang dapat melindungi secara mutlak terhadap
infeksi malaria.7 Prinsip pencegahan malaria adalah :
(A) Awareness: Kewaspadaan terhadap risiko malaria

(B) Bites prevention: Mencegah gigitan nyamuk

(C) Chemoprophylaxis: Pemberian obat profilaksis

Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan


dosis 100mg/hari. Obat ini diminum 1 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada
ibu hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 3
(tiga) bulan.

(D) Diagnosis dan treatment

Meskipun upaya pencegahan (A, B dan C) telah dilakukan, risiko


tertular malaria masih mungkin terjadi. Oleh karena itu jika muncul gejala
malaria segera berkonsultasi ke fasilitas kesehatan untuk memastikan apakah
tertular atau tidak. Diagnosis malaria secara dini dan pengobatan yang tepat
sangat penting.
II.2 Kepatuhan

II.2.1 Definisi Kepatuhan


Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan
yang disarankan. Tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan,
pengobatan, dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter, atau tenaga
kesehatan lainnya. Kepatuhan menggambarkan sejauh mana seseorang
berperilaku untuk melaksanakan aturan dalam berperilaku yang disarankan oleh
tenaga kesehatan (Pratama, 2021).11

II.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut Afriant &
Rahmiati dalam Pratiwi (2021),faktor yang mempengaruhi kepatuhan, yaitu
adalah : 11
a. Usia

Usia berhubungan dengan tingkat kepatuhan, meskipun terkadang usia


bukan menjadi penyebab ketidakpatuhan namun semakin tua usia pasien maka
akan semakin menurun daya ingat, pendengaran, dan penglihatan, sehingga
pasien lansia menjadi tidak patuh.

b. Jenis kelamin

Perempuan memiliki sifat penuh kasih sayang, merasa bertanggung jawab


terhadap kesejahteraan orang di sekitarnya, serta lembut. Sementara laki-laki
cenderung memiliki sifat agresif, senang berpetualang, kasar, suka keleluasaan
dan lebih berani mengambil risiko.

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi tinggi rendahnya pengetahuan


seseorang. Sehingga pendidikan memang memiliki peran penting dalam
pembentukan perilaku. Dapat diartikan bahwa tingkat pendidikan akan
membentuk pengetahuan seseorang yang kemudian akan meningkatkan perilaku
patuh.
d. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang tinggi akan mempengaruhi seseorang dalam


menentukan dan mengambil keputusan terhadap sesuatu yang sedang dihadapi,
peningkatan pengetahuan

masyarakat terkait sebuah [enyakit dapat mendorong masyarakat untuk


patuh dalam mengikuti segala protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

e. Dukungan Keluarga

Keluarga memiliki peran penting dalam membangun dan


mempertahankan gaya hidup sehat yang sangat mendasar. Lingkungan keluarga
yang mendukung berpeluang untuk mempengaruhi kepatuhan dalam berperilaku
hidup sehat. Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil yang membentuk
perilaku-perilaku masyarakat. Oleh sebab itu, untuk mencapai perilaku
masyarakat yang sehat harus dimulai dari keluarga.

II.2.3 Kriteria Kepatuhan


Kriteria Kepatuhan Menurut Depkes RI dalam Kogoya (2019) kriteria
kepatuhan seseorang dapat dibagi menjadi : 12

 Patuh

Suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah ataupun aturan dan semua
aturan maupun perintah tersebut dilakukan dengan benar.

 Kurang Patuh

Suatu tindakan yang melaksanakan perintah ataupun aturan dan hanya


sebagian aturan maupun perintah yang dilakukan dengan benar namun tidak
sempurna.

 Tidak patuh

Suatu tindakan yang mengabaikan aturan dan tidak melaksanakan perintah


dengan benar.
II.2.4 Pengukuran Kepatuhan
Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner, yaitu
dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-
indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sengat diperlukan sebagai ukuran
tidak langsung mengenai standar dan masalah yang diukur melalui sejumlah tolak
ukur untuk kriteria kepatuhan yang digunakan. Indikator merupakan suatu
variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan kriteria
kepatuhan, disamping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan
standar, misalnya karakteristik itu harus jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan
kenyataan dan juga dapat diukur (Utami, 2017).12
BAB III

METODE PENILITIAN
III.1 Desain Mini Project
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang menggambarkan tentang kepatuhan minum
obat malaria. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

III.2 Waktu dan Tempat Mini Project


Mini project ini dilaksanan pada bulan April - Juni 2023 di wilayah kerja Puskesmas
Malawili, kelurahan malasom, kampung usili.

III.3 Sampel dan Populasi Mini Project


Sampel Mini project adalah seluruh pasien yang didiagnosa Malaria dengan
menggunakan pemeriksaan RDT atau microskopik yang mendapatkan hasil positif di wilayah
kerja Puskesmas Malawali, kelurahan malasom, kampung usili. Pada bulan April - Juni 2023
dan hadir saat pengambilan data serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

III.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan total
sampling. Total sampling adalah Teknik penentuan sampel bila anggota populasi digunakan
sebagai sampel. alasan menggunakan total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari
100 populasi dijadikan sampel penelitian.

III.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi


1. Kriteria Inklusi
 Penderita malaria
 Penderita malaria yang bersedia menjadi responden dan mengisi lembar
persetujuan
2. Kriteria ekslusi
 Penderita malaria berat
 Penderita malaria dengan ibu hamil
 Penderita yang tidak bersedia menjadi responden dan mengisi lembar
persetujuan

III.6 Instrumen Penelitian


Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan instrument
penelitian yaitu kuisioner. Kuesioner untuk mengukur tingkat kepatuhan minum obat pada
pasien malaria digunakan adopsi dari kuesioner Morisky Medication Adherence Scale
(MMAS-8).

III.7 Variabel Penelitian


 Variable dependen (terikat) pada penelitian ini adalah pasien malaria.
 Variable independen (bebas) pada penelitian ini adalah kepatuhan minum obat.

III.8 Definisi Operasional


1. Kepatuhan Minum Obat
a. Definisi : Merupakan kebiasaan seseorang dalam mengonsumsi obat
secara konsisten
b. Skala : Ordinal
c. Alat Ukur : Kuisoner MMAS-8
d. Cara Ukur : Tinggi 8, Sedang 6-7, Rendah <6
2. Pasien Malaria
a. Definisi : Pasien yang di diagnosis Malaria oleh dokter
b. Skala : Nominal
c. Alat Ukur : pemeriksaan RDT atau microskopik yang mendapatkan
hasil postitf malaria
d. Cara Ukur : Hasil pemeriksaan RDT atau microskopik dan data dari
laporan pemegang program malaria

III.9 Pengolahan Data


Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan peneliti
1. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner dan lembar
observasi apakah jawaban yang ada sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Data yang
terkumpul terkait data demografi responden, kuesioner pengetahuan dan kuesioner perilaku
dilakukan pengecekan kelengkapan isinya.
2. Prosesing
Setelah lembar observasi dan semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah
melewati pengkodean, maka Langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang
sudah di-entry dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data
dari kuesioner ke paket program computer yaitu program SPSS.
3. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan Kembali data yang sudah di entry apakah
ada kesalahan atau tidak yaitu dengan cara mengetahui data yang hilang, variasi data dan
konsistensi data. Memastikan pengecekan data di computer terhadap data-data yang
diperoleh, memastikan tidak ada data yang missing. Setelah data dinyatakan tidak ada
permasalahan dilakukan proses Analisa data yaitu analisis univariat.

III.10 Kerangka Konsep

Usia
III.10.1

Jenis Kelamin Pasien Malaria

Pendidikan
Kepatuhan Minum Obat

= Variabel Independent

= Variabel Dependent
III.11 Analisis Penyebab Masalah

MANUSIA
METODE Kurangnya
pemahaman dari
Kurangnya masyarakat tentang
monitoring petugas bahaya malaria
Program puskesmas
belum berjalan
maksimal

Kurangnya
kepatuhan
minum
OAM
Kondisi rumah yang
banyak ventilasi
Kurangnya edukasi untuk masuk nyamuk
cara pencegahan dan Terdapat sawah,
pengobatan rawa, kebun, pantai,
dan selokan

Kurangnya Kurangnya kesadaran


dukungan dana masyarahat untuk
hidup bersih
DANA
SARANA
LINGKUNGAN
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Malawili Kanmpung Usili.
Proses pengambilan data dilakukan pada Bulan April - Juni 2023, dengan jumlah sampel
yang didapat sebanyak 12 orang untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan
kasus Malaria.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan melalui alat ukur maka dapat disimpulkan
hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

IV.1.1 Karakteristik Umum Responden


Karakteristik Responden pada penelitian ini menjelaskan tentang jenis kelamin, usia
pasien, pekerjaan dan tingkat pendidikan responden. Data distribusi frekuensi karakteristik
responden disajikan dalam tabel 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4.
Tabel 4.1 Karakteristik Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase
Laki-laki 8 67%
Perempuan 4 33%
Total 12 100%

Karakteristik responden berdasarkan Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa responden


berjenis kelamin Laki-laki lebih banyak dari pada responden berjenis kelamin Perempuan.
Dengan jumlah 8 responden (67%) dan Perempuan sebanyak 4 responden (33%).
Tabel 4.2 Karakteristik Umum Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi (n) Persentase
>40 tahun 3 25%
20 – 40 tahun 6 50%
<20 tahun 3 25%
Total 12 100%

Karakteristik responden berdasarkan Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa responden


berusia >40 tahun sebanyak 3 responden (25%), dan diikuti dengan responden terbanyak 20 –
40 tahun sebanyak 6 responden (50%), lalu responden dengan usia <20 tahun sebanyak 3
responden (25%).
Tabel 4.3 Karakteristik Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persentase
Tidak Bersekolah 3 25%
SD 5 42%
SMP 3 25%
SMA 1 8%
Total 12 100%

Karakteristik responden berdasarkan Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa responden


dengan tingkat pendidikan tidak bersekolah sebanyak 3 responden (25%) , SD memiliki
jumlah terbanyak yaitu sebanyak 5 responden (42%), lalu SMP sebanyak 3 responden (25%)
dan responden dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 1 responden (8%).
Tabel 4. 4 Karakteristik Umum Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Tidak Bekerja 2 17%
Ibu Rumah Tangga 2 17%
Petani 8 67%
Total 12 100%

Karakteristik responden berdasarkan Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa responden


dengan pekerjaan Petani memiliki jumlah terbanyak yaitu sebanyak 8 responden (67%), lalu
diikuti dengan responden yang bekerja sebagai IRT sebanyak 2 responden (17%) dan
responden yang tidak bekerja sebanyak 2 responden (17%).

IV.1.2 Kasus Malaria


Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa responden dengan kasus malaria terbanyak adalah
pada Plasmodium Falciparum yaitu sebanyak 11 responden (92%) dan Plasmodium Vivax
sebanyak 1 responden (8%).
Tabel 4. 5 Kasus Malaria
Kasus Malaria Frekuensi(n) Persentase(%)
P.falciparum 11 92%
P.Vivax 1 8%
Total 12 100
IV.1.3 Tingkat Kepatuhan dengan MMAS Score (Morisky Medication Adherence Scale)
Responden
Pada tabel 4.6 didapatkan bahwa responden dengan kepatuhan rendah sebanyak 7
responden (58%) dan responden dengan kepatuhan sedang sebanyak 5 responden (42%).
Tabel 4. 6 MMAS Score Responden
Tingkat Kepatuhan Frekuensi(n) Persentase(%)
Sedang 5 42%
Rendah 7 58%
Total 12 100
IV.2 Pembahasan

IV.2.1 Karakteristik Umum Responden


Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kampung Usili, wilayah kerja Puskesmas
Malawili, Kelurahan Malasom, Kabupaten Sorong. Total sampel yang didapatkan yang
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 12 responden.
Hasil menunjukkan bahwa responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8
responden (67%). Menurut Ruliansyah (2020) jenis kelamin menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian malaria dikarenakan memiliki hubungan dengan kebiasaan keluar
rumah dan bekerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan Njim et al., (2018) yang menyatakan
bahwa ada hubungan signifikan jenis kelamin dengan kejadian malaria, laki-laki berisiko
1,00 kali terkena malaria dibandingkan perempuan. Berdasarkan teori Gunawan (2000)
bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki.
Hasil menunjukkan bahwa responden terbanyak berusia 20 – 40 tahun sebanyak 6
responden (50%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur dewasa memiliki persentase
terbesar dibandingkan dengan kelompok lainnya, terjadi karena adanya perbedaan imunitas
Fox,J.P,Hall, C.R.N.and Elvecback,L. R.(1989).
Hasil menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan SD memiliki jumlah
terbanyak yaitu sebanyak 5 responden (42%). Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Pendidikan merupakan dasar utama untuk keberhasilan
pengobatan.
Hasil menunjukkan bahwa responden dengan pekerjaan Petani memiliki jumlah
terbanyak yaitu sebanyak 8 responden (67%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Wibowo (2017) yang menyatakan bahwa ada hubungan pekerjaan dengan kejadian malaria,
responden yang bekerja dilakukan diluar rumah (nelayan, petani) berisiko 3 kali lebih besar
terkena malaria dibandingkan yang tidak mempunyai perkerjaan tidak berisiko yang
dilakukan didalam rumah (Wibowo, 2017). Sangat disarankan untuk menggunakan pakian
pelindung badan seperti celana dan baju lengan panjang dapat menutupi seluruh anggota
badan agar terhindar dari gigitan nyamuk (Darmiah et al., 2019). Berdasarakan teori bahwa
pekerjaan seseorang berpengaruh pada resiko cepat tertularnya suatu penyakit ditempat
kerjanya. Jenis pekerjaan dapat berperan dalam timbulnya penyakit termasuk penyakit
malaria (Notoatmodjo, 2011). Pekerjaan di suatu lingkungan atau wilayah endemis dapat
mempengaruhi kejadian malaria, lingkungan kerja yang endemis malaria lebih banyak
cenderung berisiko menderita malaria (Harijanto, 2012)

IV.2.2 Kasus Malaria


Hasil tabel 4.5 didapatkan bahwa responden dengan kasus malaria terbanyak adalah
pada Plasmodium Falciparum yaitu sebanyak 11 responden (92%). Penanganan yang terbatas
dan masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap kasus malaria, membuat penyakit ini
masih menjadi salah satu penyebab tertinggi. Dimana penduduk dengan status sosial-
ekonomi yang rendah, serta tingkat pendidikan yang rendah. Dengan faktor - faktor tersebut
menyebabkan, situasi tempat tinggal penduduk yang belum menjalankan perilaku hidup
bersih dan sehat dengan baik. Kondisi tersebut memberikan dampak yang negatif, karena
mendukung perkembang biakkan nyamuk Anopheles sp. sebagai vektor dari parasit malaria,
serta memudahkan transmisi dari penyakit Malaria sendiri.

IV.2.3 Tingkat Kepatuhan Minum Obat


Rendahnya Kepatuhan penderita malaria dalam minum obat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu faktor usia, dan faktor pendidikan yang menyebabkan kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat maswih rendah. Penderita malaria sering tidak mematuhi aturan minum
obat sesuai dengan jadwal pengobatan dan menurut dosis yang telah ditetapkan. Penelitian
tentang pengobatan malaria pernah dilakukan di Kenya, dan menunjukkan bahwa hanya
50,9% penderita malaria berobat secara benar, sisanya yaitu 49,1% berobat kurang benar.
Kondisi demikian akan menyebabkan kadar obat di dalam darah tidak sesuai lagi, dan tidak
mampu membunuh Plasmodium. Kadar obat dalam darah yang tidak sesuai ini akan
mengakibatkan Plasmodium mampu melakukan adaptasi, sehingga akhirnya akan timbul
kasus resisten. Beberapa hasil penelitian tentang kasus resistensi telah membuktikan bahwa
di Kabupaten Banjarnegara telah terjadi kasus resistensi antara lain dilakukan oleh Depkes
pada tahun 1989. Penelitian tersebut juga mencatat bahwa 25% penderita malaria tidak patuh.
Faktor tidak patuhnya minum obat dapat juga menyebabkan penularan penyakit malaria sulit
dieliminasi dan dapat menimbulkan kasus relap (rekrudensi, rekurensi).
Hasil dari penelitian di Kampung Usili, tingkat kepatuhan minum obat penderita masih
rendah, karena proporsi terbesar penderita tidak patuh dalam minum obat sebesar (58%). Hal
ini dapat dijelaskan bahwa dalam menilai pengetahuan ini diwakili sebanyak 8 (delapan)
pertanyaan yang mencakup tentang ; pengobatannya termasuk cara minum obat. Akan tetapi
sebagian besar penderita yang tidak patuh dan mempunyai tingkat pengetahuan rendah justru
tidak mengetahui dengan benar dalam hal berapa lama pengobatan yang harus dilakukan.
Perlu diingat bahwa patuh tidaknya penderita dalam minum obat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti merasa sudah sembuh karena keluhan sudah hilang atau berkurang. Oleh
karena itu perlu kiranya petugas selalu memberikan informasi tentang bagaimana cara
minum obat dan berapa lama pengobatan yang harus dijalani pasien, setiap menyerahkan
obat kepada penderita.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


V.1 Kesimpulan
Tingkat kepatuhan minum obat anti malaria berhubungan dengan kasus malaria
pasien. Secara umum, tingkat kepatuhan minum obat di Kampung Usili, Wilayah kerja
Puskesmas Malawili, Kelurahan Malasom, masih rendah namun dengan jumlah sampel yang
relatif sedikit maka ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang
banyak.

V.2 Saran
1. Bagi tenaga kesehatan khususnya Puskesmas lebih intensif memberikan pengetahuan
tentang malaria khususnya dalam hal pengobatan kepada masyarakat dan penderita
malaria, sehingga diharapkan penderita akan lebih patuh.
2. Bagi Dinas Kesehatan setempat dan Puskesmas, perlu mengintensifkan kegiatan surveilan
malaria khususnya pemantauan kepatuhan minum obat bagi penderita malaria.
3. Bagi peneliti lain, diperlukan metode yang lebih baik dalam menentukan status patuh dan
tidaknya minum obat untuk menjamin validitas data tentang kepatuhan minum obat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buck E, Finnigan N. Malaria. In: StatPearls [Internet]. Statpearls Publishing;
2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551711
2. World Malaria Report 2022.; 2022. https:// www.who.int/publications-detail-
redirect/9789240064898
3. Widi S. Kasus Malaria Indonesia Melonjak 36,29% pada 2022.
DataIndonesia.id. Published 2023. Accessed May 5, 2023.
https://dataindonesia.id/ragam/detail/kasus- malaria-indonesia-melonjak-3629-
pada-2022
4. Peta Sebaran Vektor Malaria Available at: DUNIA VEKTOR DAN
RESERVOIR (DUVER) B2P2VRP SALATIGA. Published 2014.
Accessed May 5, 2023.
http://www.b2p2vrp.litbang.kemkes.go.id/duver/duo-776-peta-sebaran-vektor-
malaria.html
5. Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 5 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Tata Laksana Malaria. Peratur Menteri Kesehat RI. 2013;(128):5-62.
6. Roach RR. Malaria. Trop Pediatr A Public Heal Concern Int Proportions.
2012;4(2):83.
7. Kemenkes RI. Tatalaksana Kasus Malaria. Direktorat Jenderal P2P Kementeri
Kesehat. Published online 2020:1-44. http://www.malaria.id/p/buku-malaria.html
8. Herdiana H, Cotter C, Coutrier FN, Zarlinda I, Zelman BW, Tirta YK, et al.
Malaria risk factor assessment using active and passive surveillance data from
Aceh Besar, Indonesia, a low endemic, malaria elimination setting with
Plasmodium knowlesi, Plasmodium vivax, and Plasmodium falciparum.
Malaria Journal. 2016;1–15.
9. James, C. & Nyoman, K. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta:
Infomedika. 2006.
10. Harijanto, P. N. Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan
Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
11. Carpenito, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan).Edisi 8.
Jakarta: EGC
12. Badan POM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Hal.
1- 122.
13. Fox,J.P,Hall, C.R.N.and Elvecback,L.R.(1989), Epidemiology,Man an
Diseases. The Macmillan Company, Collier -Mac millan.Ltd., London
14. Stops C.A., Yoyo R.G., SaptoroR., DwikoS., Kathryn A.B., HeriA., Iqbbal
F.E.,and AmrulM., (2008). Laboratory and Field Testing of Bed-net Trap for
Mosquito (Diptera: Culicidae)Collection in West Java, Indonesia.
SubmitedJournal of Medical Entomology
15. Ruliansyah, A., & Pradani, F. Y. (2020). Perilaku-Perilaku Sosial Penyebab
Peningkatan Risiko Penularan Malaria di Pangandaran. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, 23(2), 115–125. https://doi.org/10.22435/hsr.v23i2.2797
16. Njim, T., Dondorp, A., Mukaka, M., & Ohuma, E. O. (2018). Identifying risk
factors for the development of sepsis during adult severe malaria. Malaria
Journal, 17(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12936-018-2430-2
17. Gunawan S. (2000). Epidemiologi Malaria. Dalam Harijanto PN (editor):
Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. EGC.
18. Wibowo. (2017). Risiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Cikeusik. Mkmi, 13(2), 139–146.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v13i2.1985
19. Darmiah, D., Baserani, B., Khair, A., Isnawati, I., & Suryatinah, Y. (2019).
Hubungan tingkat pengetahuan dan pola perilaku dengan kejadian malaria di
Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah. Journal of Health
Epidemiology and Communicable Diseases, 3(2), 36–41.
https://doi.org/10.22435/jhecds.v3i2.1793
20. Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
21. Harijanto, & Paul. (2012). Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi
Klinis dan Penanganan. EGC
22. Purwanto. 2003. Kepatuhan Minum Obat Anti Malaria Kemasan dan Tanpa
Kemasan di Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
LAMPIRAN
LAMPIRAN I

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Judul : Gambaran Tingkat Kepatuhan Minum Obat Anti Malaria Pada Penderita

Malaria Di Kampung Usili, Wilayah Kerja Puskesmas Malawili, Kabupaten

Sorong.

Peneliti: dr. Okky Ryan Silviana

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi persyaratan kegiatan atau program
internship dokter umum di Puskesmas Malawili yang diwajibkan dan dilaporkan dalam bentuk
mini project.
Partisipasi anda dalam melaksanakan penelitian ini bersifat sukarela, anda mempunyai
hak bebas berpatisipasi atau menolak menjadi responden, jika anda tidak bersedia saya akan
tetap menghargai dan tidak mempengaruhi terhadap proses penelitian.
Peneliti akan menjamin kerahasiaan anda dan jawaban yang anda berikan. Informasi yang
anda berikan akan saya simpan kerahasiaanya.

Sorong, 2023

Responden Peneliti

( ) (dr. Okky Ryan Silviana)


LAMPIRAN II
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

No. Responden :

Setelah mendengarkan penjelasan penelitian yang disampaikan oleh peneliti. Saya


memahami tujuan dan manfaat dari penelitian, serta memahami bahwa data dan informasi yang
saya berikan akan dijaga kerahasiaannya. Saya berhak untuk memutuskan ikut atau menolak
berpartisipasi dalam penelitian ini jika saya merasa tidak nyaman. Dengan menandatangani
lembar persetujuan ini, saya menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai
responden/partisipan secara sukarela dan tanpa paksaan dari siapapun.

Sorong, 2023

Yang membuat pernyataan,

(...........................................)
LAMPIRAN III
Kuesioner Kepatuhan MMAS ( Morisky Medication Adherence Scale )

skor
(ya : 1,
No Pertanyaan
jawaban pasien tidak :0)
Ya Tidak
1 Pernahkah anda lupa minum obat?
Selain lupa, mungkin anda tidak minum
obat karena alasan lain. Dalam 2 minggu
2
terakhir apakah anda pernah tidak
minum obat?

Pernahkah anda mengurangi atau


berhenti minum obat tanpa
3 sepengetahuan dokter karena anda
merasa obat yang diberikan membuat
keadaan anda menjadi lebih buruk?
4 Pernahkah anda lupa membawa obat
ketika bepergian?
5 Apakah anda masih meminum obat anda
kemarin?
Apakah anda berhenti minum obat
6 ketika anda merasa gejala yang dialami
telah teratasi?
Meminum obat setiap hari merupakan
7 sesuatu ketidaknyamanan untuk
beberapa orang. Apakah anda merasa
terganggu harus minum obat setiap hari?
Berapa sering anda lupa minum obat? A.
8 Tidak pernah; b.sesekali; c. Kadang-
kadang; d. Biasanya; e. Selalu.
total skor

Keterangan :
selalu (>7 kali perminggu), biasanya (4-6 kali dalam seminggu), kadang-kadang ( 2-3 kali dalam
seminggu), sesekali (1 kali dalam seminggu), tidak pernah.

Skor :

0 : Tinggi
1-2 : sedang

>2 : Rendah
LAMPIRAN IV

DATA PASIEN MALARIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS MALAWILI,


KELURAHAN MALASOM, KAMPUNG USILI APRIL – JUNI 2023

NAMA JENIS
PASIEN KELAMIN USIA PENDIDIKAN PEKERJAAN DIAGNOSA
TIDAK
Rayen Riri L 44 SEKOLAH Petani PF
Telly Mahwil L 37 SD IRT PF
Wiratma Late L 35 SD Petani PF
Muh. Husain L 33 SMP Petani PV
Magda Lessy W 25 SD IRT PF
Sukarman L 32 SMP Petani PF
Martina Horota W 16 SMA Petani PF
Kristina Yulimo W 31 SD Petani PF
TIDAK
Rayen Riri L 44 SEKOLAH Petani PF
Simon Keramu L 10 SD Tidak Bekerja PF
TIDAK
Deki Keramu L 49 SEKOLAH Petani PF
Novela Keramu W 13 SMP Tidak bekerja PF
LAMPIRAN V
DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai