I
Nama : Azizah Ferani Kabiay
Nim : 711335121030
Mk : Pengendalian Vektor A
MALARIA
Malaria adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di beberapa wilayah
Indonesia, terutama pada kawasan timur Indonesia. Jumlah kasus malaria di Indonesia pada
tahun 2021 sebesar 304.607 kasus, jumlah ini menurun jika dibandingkan jumlah kasus pada
tahun 2009, yaitu sebesar 418.439.
Sehingga, berdasarkan jumlah kasus tersebut diketahui angka kasus kesakitan malaria, yang
dinyatakan dengan indikator Annual Paracite Incidence (API) sebesar 1,1 kasus per 1000
penduduk. Pencapaian Indonesia Bebas Malaria 2030 didahului dengan pencapaian daerah
bebas malaria tingkat provinsi dan sebelum itu seluruh kabupaten/kota di Indonesia harus
sudah mencapai bebas malaria.Sampai dengan tahun 2021, sebanyak 347 dari 514
kabupaten/kota atau 68% sudah dinyatakan mencapai eliminasi. Dalam rangka mencapai
target Indonesia Bebas Malaria tahun 2030, maka dibuat regionalisasi target eliminasi.
Terdapat 5 regional yaitu regional pertama terdiri dari provinsi di Jawa dan Bali; regional
kedua terdiri dari provinsi di Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat; regional ketiga
terdiri dari provinsi di Kalimantan dan Maluku Utara, regional keempat terdiri dari provinsi
Maluku dan Nusa Tenggara Timur; dan regional kelima terdiri dari Provinsi Papua dan Papua
Barat.
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220422/1439692/kejar-target-bebas-
malaria-2030-kemenkes-tetapkan-5-regional-target-eliminasi/#:~:text=Malaria%20adalah
%20penyakit%20menular%20yang,tahun%202009%2C%20yaitu%20sebesar%20418.439.
32
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
2. Sejarah Strategi Malaria di Indonesia
Awal mula 12 November diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional dimulai dari upaya
pemberantasan penyakit malaria di Indonesia yang sempat mewabah di tahun 1950an.
Ratusan ribu warga Indonesia saat itu meninggal karena wabah malaria, untuk menangani
kasus tersebut, di tahun 1959, pemerintah mengambil beragam upaya untuk memberantas
malaria dengan membentuk Dinas Pembasmian Malaria. Di tahun 1963, nama Dinas
Pembasmian Malaria diganti menjadi Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM).
Dengan bantuan WHO dan USAID, pemberantasan wabah malaria salah satunya dilakukan
dengan penyemprotan obat jenis DDT secara masal ke rumah-rumah penduduk di Pulau Jawa,
Bali dan Lampung. Penyemprotan masal tersebut pertama kali dilakukan secara simbolis oleh
Soekarno yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI di Desa Kalasan, Yogyakarta, tangga 12
November 1959. Tanggal tersebut kemudian dinobatkan sebagai Hari Kesehatan Nasional
yang dirayakan setiap tahun untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia
sekaligus pemahaman mereka akan pentingnya hidup sehat.
https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/12/150900565/berawal-dari-wabah-malaria-ini-
sejarah-hari-kesehatan-nasional
MALARIA
Abstrak
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi
masyarakat. Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria
(yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Plasmodium terbagi dalam empat jenis
spesies di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia. Pengobatan yang diberikan
meliputi pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam
tubuh manusia bertujuan sebagai pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan
parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi
resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Prognosis malaria
berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.
PENDAHULUAN
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium
dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain
malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi
Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam
darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa1.
33
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
ETIOLOGI
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria (yang
disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria memiliki siklus hidup yang
kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya
menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis
spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia,
yaitu2,3,4:
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda,
yaitu4,5,6,7,8:
1.Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis penyakit malaria
yang terberat dan satu-satunya parasit malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena
dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat,
syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.
2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan. Relaps 50% dalam
beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit awal.
3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama.
4. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat. Lebih ringan.
Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran
P.Falciparum dengan P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali
terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. Malaria yang
disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik. Malaria yang
disebabkan oleh spesies selain P.Falciparum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi
tubuh; lemah, menggigil dan demam yang biasanya berlangsung 10-14 hari4,6.
Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada, seperti suhu, kelembaban,
curah hujan, dan sebagainya.Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai
berikut4,5:
34
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
2) Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia.
3) Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu).
4) Lamanya sporogoni (berkebangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi efektif). 5) Lamanya
hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-
beda menurut spesies.
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-
beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan
menjadi3,4:
Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat
perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anophelesbisa terbawa sampai 30 km.
Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria ke
daerah yang non endemik3,4.
Nyamuk Anopheles menggigit penderita malaria dan menghisap juga parasit malaria yang ada di
dalam darah penderita. Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh nyamuk Anopheles
(menjadi nyamuk yang infektif). Nyamuk Anopheles yang infektif menggigit orang yang sehat
(belum menderita malaria). Sesudah +12-30 hari (bervariasi tergantung spesies parasit) kemudian,
bila daya tahan tubuhnya tidak mampu meredam penyakit ini maka orang sehat tsb berubah menjadi
sakit malaria dan mulai timbul gejala malaria4.
EPIDEMIOLOGI
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat
dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa
faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah4:
35
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan
terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik
dengan manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium yang masuk
atau mampu menghalangi perkembangannya.
Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat menjadikan
nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak mungkin terutama penting dalam hal ini. Penularan malaria
terjadi pada kebanyakan daerah tropis dan subtropics, walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa,
Australia dan Israel sekarang bebas malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi
nyamuk local oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis9. Malaria congenital, disebabkan
oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak
sering dan dapat sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi
selama proses kelahiran.
Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina. Betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina
dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Didalam lambung nyamuk,
terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang
disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah
menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke
kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia9.
Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan) sebagian parasit
yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di
jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada
penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun
misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam
tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit
yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah
menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress,
gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk
anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif P.
vivax/ovale.
Pada P. Falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan menimbulkan
kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria
berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila
jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat,
36
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun
angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak
menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat
terjadi sekuel.Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan sediaan darah (SD) sering dijumpai Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif tanpa
gejala klinis pada lebih dari 60% penduduk9.
1. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi
Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah yang
berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain,
dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium falsifarum
menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur, plasmodium vivax menyerang terutama
retikulosit, dan plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang
cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang dari 20.000 sel
darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat mencapai kepadatan hingga
500.000 parasit/mm39.
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi sumsum tulang.
Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia
dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen
yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis,
perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah
terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-orang
dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter9.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah berakumulasi dalam sel
retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam
sel kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan
hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ9.
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun, depresi immun,
pelepasan sitokin seperti TNF
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria,
misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase,
golingan darah duffy negative kebal terhadap infeksi plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw
53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.
37
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non spesifik yang terutama
dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2,
IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh
parasit (sitotoksik).
Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit malaria
melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan
disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini:
1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan kesadaran
lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah
laku berubah)
2. Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3. Kejang-kejang
4. Panas sangat tinggi
5. Mata atau tubuh kuning
6. Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang)
7. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8. Nafas cepat atau sesak nafas
9. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11. Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12. Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)
Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan
penanganan semestinya.
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/download/1039/558
38
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
Indonesia filariasis tersebar luas hampir di seluruh provinsi. Bedasarkan hasil survey tahun
2000 tercatatat sebanyak 1.553 desa yang tersebar di 231 kabupaten 26 provinsi sebagai
wilayah endemis dan pada tahun 2005, ada 8.243 kasus filariasis yang meningkat menjadi
14.932 orang dari 418 kabupaten/kota di 34 provinsi. Di provinsi Jawa Barat sendiri,
penderita filariasis sampai tahun 2010 tersebar di 11 kabupaten/kota endemis dari 25
kabupaten/kota dan menyebar di 266 desa 147 kecamatan dengan kasus kromis dan
mikrofiaria positif berjumlah 1.220 orang.
Disebutkan bahwa provinsi Jawa barat dan Banten bagian pedesaan memiliki risiko yang
tinggi karena cacing penyebabnya dan nyamuk vektor tersebar luas. Sedangkan di Karawang
sendiri, dalam kurun waktu 13 tahun terdapat 52 penderita, 7 diantaranya meninggal. Sejak
tahun 2004, Karawang dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis dan sampai tahun 2013
terdapat 43 kasus.
Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat diethyl carbamazine citrate atau DEC yang
dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun selama 5-10 tahun. Dengan program
pemerintah dalam mengeliminasi filariasis ini, diharapkan para masyarakat terlibat aktif juga
dalam mengikuti arahan pemerintah dan mengonsumsi obat secara teratur. Begitu juga dengan
penyebaluasan informasi yang tepat tentang penyakit ini kepada masyarakat yang belum
paham gejala dan cara pencegahan penyakit ini. Walaupun dibutuhkan ratusan gigitan
nyamuk yang membawa mikrofilaria untuk terinfeksi dan terserang penyakit ini, namun lebih
baik jika dilakukan pencegahan.
https://www.kompasiana.com/nadyaaprinaa/62b1285f383500526d39ac53/permasalahan-dan-
strategi-pengendalian-penyakit-kaki-gajah-atau-filariasis-di-karawang-jawa-barat
Prevalasi Penyakit Kaki Gajah di Indonesia sejak 45 tahun yang lalu (1970) berhasil
diturunkan. Pada tahun 1980 prevalensi mikrofilaria (larva cacing filaria) yaitu 19,5% dan
tahun 2014 telah turun menjadi 4,7%.
39
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
Demikian pernyataan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. HM
Subuh MPPM pada acara, Forum Redaksi Bersama yang di inisiasi oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika di Wisma Antara, Jakarta. Selasa (30/7)
Lebih lanjut HM Subuh menjelaskan, Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Semua nyamuk dapat
menjadi vektor penular filariasis. Untuk perkembangan nyamuk ialah di sawah, got atau
saluran air, rawa – rawa dan tanaman air Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis
yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di
Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi.
Gejala Klinis
Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan
pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala awal (akut) dan lanjut (kronis). Gejala
akut berupa demam berulang, 1 – 2 kali setiap bulan bila bekerja berat, tetapi dapat sembuh
tanpa diobati dan peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama
di daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Sementara Gejala kronis
terjadi akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya
peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.
BELKAGA
“Pemerintah bertekad mewujudkan Indonesia bebas Kaki Gajah Tahun 2020. Hal tersebut
dilakukan melalui Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (BELKAGA), dimana setiap
penduduk kabupaten/kota endemis Kaki Gajah serentak minum obat pencegahan setiap bulan
Oktober selama 5 tahun berturut-turut (2015-2020)” ujar HM Subuh
Saat ini Filariasis masih menjadi endemi di 241 kabupaten/kota di Indonesia. 46 diantaranya
telah melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Masal (POPM) Filariasis selama 5 tahun.
Sementara 195 kabupaten kota akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020 dengan
jumlah penduduk sebesar 105 juta jiwa yang merupakan sasaran BELKAGA.
BELKAGA rencananya akan dicanangkan pada tanggal 1 Oktober 2015 oleh Presiden RI di
Cibinong dan serentak diikuti oleh para Gubernur di Provinsi endemik lainnya. Berita ini
disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode
lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan alamat
email kontak@kemkes.go.id
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20150730/2412659/prevalansi-penyakit-
kaki-gajah-filariasis-berhasil-diturunkan/
40
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
PENYAKIT FILARIASIS
Nasrizal*
ABSTRAK
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut
hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik akut berupa demam berulang,
peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pemberantasan filariasis perlu dilaksanakan
dengan tujuan menghentikan transmisi penularan,diperlukan program yang berkesinambungan dan
memakan waktu lama karena mengingat masa hidup dari cacing dewasa yang cukup lama. Dengan
demikian perlu ditingkatkan surveilans epidemiologi di tingkat Puskesmas untu penemuan dini kasus
filariasis dan pelaksanaan prograrn pencegahan dan pemberantasan fiilariasis.Memberikan
penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis mengenai cara penularan dan cara pengendalian
vektor (nyamuk). Jika penularan terjadi oleh nyamuk yang menggigit pada malam hari di dalam
rumah maka tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan penyemprotan, menggunakan
pestisida residual, memasang kawat kasa, tidur dengan menggunakan kelambu, memakai Obat gosok
anti nyamuk dan membersihkan tempat perindukan nyamuk seperti kakus yang terbuka, ban-ban
bekas, batok kelapa dan membunuh larva dengan larvasida. Lakukan pengobatan misalnya dengan
menggunakan diethylcarbamazine citrate.
Kata Kunci : Filariasis, Nyamuk, Cacing
Cacing
41
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah sekitarnya. Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT,
endemis filariasis, terutama wilayah Indonesia Maluku, dan IrianJaya.23
Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi.
Etiologi
Sejak tahun 2000 hingga 2009 di laporkan
kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus Hospes
yang tersebar di 401 kabupaten/ kota. Hasil Manusia yang mengandung parasit
laporan kasus klinis kronis filariasis dari selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi
kabupaten/ kota yang ditindaklanjuti dengan orang Iain yang rentan. Biasanya pendatang
survey endemisitas filariasis, ban-) ke daerah endemis lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih
sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 menderita daripada penduduk asli. Pada
kabupaten/ kota endemis dan 135 kabupaten/ umumnya
kota non endemis.
laki—laki lebih banyak yang terkena infeksi*
Pembahasan Defenisi Filariasis karena lebih banyak kesempatan untuk
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah mendapat infeksi (exposure)s Juga gejala
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh penyakit lebih nyata pada laki — laki, karena
cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk pekerj aan fisik yang lebih berate
Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing
tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening Hospes Reservoar
dengan manifestasi klinik akut berupa demam Tipe B malayi yang dapat hidup pada
berulang« peradangan saluran dan saluran kelenjar hewan merupakan sumber infeksi untuk
getah bening. Pada stadium lanjut dapat manusia. Hewan yang sering ditemukan
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran mengandung infeksi adalah kucing dan kera
kaki, lengan, payudara dan alat kelamin. 10 terutama jenis Presbytis, rneskipun hewan Iain
mungkinjuga terkena infeksi.
Epidemiologi Filariasis
Penyakit ini diperkirakan seperlima Vektor
penduduk dunia atau I sl milyar penduduk Banyak spesies nyamuk telah ditemukan
beresiko terinfeksi, terutama di daerah tropis dan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis
beberapa daerah subtropis. Penyakit ini dapat cacing filarianya. W.bancrofti yang terdapat di
menyebabkan kecacatan, stigma sosial, hambatan da erah perkotaan di tu la rk an o leh
psikososisal, dan penurunan produktivitas kerja Cx.quinquefasciatur yang tempat
penderita, keluarga dan masyarakat sehingga perindukannya air kotor dan tercemar.
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. W.bancrofti di daerah pedesaan dapat
Dengan demikian penderita menjadi beban ditularkan oleh berrnacam spesies nyamuk. Di
keluarga dan negara. Sejak tahun 2000 hingga Irian Jaya W.bancrQfti ditularkan terutama
2009 di laporkan kasus kronis filariasis sebanyak oleh An.farauti yang dapat menggunakan
11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/ bekas jejak kaki binatang untuk tempat
kota.4 24 perindukannya. Selain itu ditemukan juga
sebagai vektor An.Koliensis, An.punctulatus,
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah
Cx.annulirostris dan Ae Kochi, W.bancrofti
khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah
didaerah Iain dapat ditularkan oleh spesies
dataran rendah. Tetapi kadang-kadang juga
Iain, seperti An.subpictus di daerah pantai
ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu
NTT. Selain nyamuk Culex, Aides pernah
tinggi. Di Indonesia filariasis tersebar luas, daerah
juga ditemukan sebagai vektor.
endemis terdapat terdapat di banyak pulau di
seluruh nusantara, seperti di Sumatera dan
42
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
B.malayi yang hidup pada manusia dan Patogenesis
hewan biasanya ditularkan oleh berbagai Perkembangan klinis filariasis
spesies mansonia seperti Ma. uniformis, dipengaruhi olch faktor kcrcntanan individu
Ma.bonneae, Ma.dives dan Iain-Iain, yang țerhadap parasit, seringnya rncndapat gigitan
berkembang biak I di daerah rawa di Sumatra, nyamuk, banyaknya larva infektif yang
Kalimantan, Maluku dan Iain-Iain. B. malayi masuk ke dalarn tubuh adanya infeksi
yang periodik ditularkan oleh An.Barbirostris sekunder oleh bakteri atau jamur. Secara
yang memakai sawah sebagai tempat umum perkembangan klinis filariasis dapat
perindukannya, seperti di daerah sulawesi, B. dibagi menjadi fase dini dan fase lanjut. Pada
timori, spesies yang ditemukan di Indonesia fase dini timbul gejala klinis akut karena
sejak 1965 hingga sekarang hanya ditemukan infeksi cacing dewasa bersanła-sama dengan
di daerah NTT dan Timor-Timor, ditularkan infčksi olch bakteri danjamur. Pada fase
oleh An.barbirostris yang berkembang biak di lanjut terjadi kerusakan saluran dan
daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di kerusakan kelenjer, kerusakan katup saluran
darah pedalaman. 14 limfe, termasuk kerusakan saluran limfe
kecil yang terdapat di kulit.25
Agent
Filariasis disebabkan oleh cacing filarial Pada dasarnya perkembangan klinis
pada manusia, yaitu (1) Webancrofti; (2) filariasis tersebut disebabkan karena cacing
B.malayi; (3) B.timori; (4) Loa Ioa; (5) dilaria dewasa yang tinggal dalam saluran
Onchocerca volvulus; (6) Acanthocheilonema limfe bukan penyumbatan (obstruksi),
perstants; (7) Mansonella azzardi, sehingga terjadi gangguan fungsi sistem
Yang terpenting ada tiga spesies, yaitu limfatik :25
W.bancrofti, B malayi) dann timori. l. Penimbunan cairan limfë.
43
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
pembengkakkan yang semula terjadi terjadi perubahan patologis dalam
hilang timbul akan m enj adi tubuhnya.4)Ras
pembengkakkan menetap
Penduduk pendatang pada suatu daerah
endemis filariasis mempunyai risiko
terinfeksi filariasis lebih besar dibanding
Prognosis dan Pencegahan Filariasis penduduk asli. Penduduk pendatang dari
Prognosis daerah non endemis ke daerah endemis,
Prognosis elefantiasis tidak baik, karena tidak misalnya transmigran, walaupun pada
ada obatnya. Dapat dilakukan bebat tekan atau pemeriksaan darah jari belum atau sedikit
operasi plastik tetapi hasilnya kurang mengandung mikrofilaria, akan tetapi sudah
memuaskan. menunjukkan gejala klinis yang lebih berat.
44
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
a. Lingkungan Fisik
Yang termasuk lingkungan fisik antara Iain
geografik dan keadaan musimu Lingkungan
fisik bersifat abiotik atau benda mati seperti
air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah,
panas, sinar, radiasi, dan Iain-Iain.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap
distribusi kasus filariasis dan mata rantai
penularannya. Biasanya daerah endemis
malayi adalah daerah dengan hutan rawa,
sepanjang sungai atau badan air Iain yang
ditumbuhi tanaman air. Daerah endemis
W.bancrofti tipe perkotaan adalah daerah
kumuh, pada penduduknya dan banyak
genangan air kotor sebagai habitat dari vektor
yaitu nyamuk Cx. quinquefasciatu.. 16,22 b,
Lingkungan Biologi
Lingkungan biologis adalah semua makhluk
hidup yang berada di sekitar manusia yaitu
flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya,
wilayah dengan flora yang berbeda akan
mampunyai pola penyakit yang berbeda.
Faktor lingkungan biologis ini selain bakteri
dan Virus patogen, ulah manusia juga
mempunyai peran yang penting dalam
terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan
penyakit timbul karena ulah manusia.7
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/
article/view/105/111
45
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Meret 2013, Vol. 7, Nc. I
46